LAPORAN KASUSPERITONITIS GENERALISATAet causa PERFORASI
GASTER
Oleh:Nisia Putri RinayuH1A 007 046
Pembimbing:dr. Arief Zuhan, Sp B
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAANKLINIK MADYA BAGIAN/SMF
BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB2013
PENDAHULUAN
Peritonitis atau peradangan peritoneum merupakan komplikasi
berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari
organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi
ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post
operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Pada
keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri
(secara inokulasi kecil-kecilan). Kontaminasi yang terus menerus,
bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda
asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang
memudahkan terjadinya peritonitis. Keputusan untuk melakukan
tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan
akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas
dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya
tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada laporan kasus ini
akan dibahas laporan kasus peritonitis generalisata yang disebabkan
sekunder akibat perforasi gaster.
TINJUAN PUSTAKA
1. PERITONITIS GENERALISATA1.1. DEFINISI Peritonitis adalah
peradangan pada peritoneum (membrane serosa yang melapisi organ
abdomen dan menutupi visera abdomen). Peritonitis adalah suatu
respon inflamasi atau supuratif dari peritoneum yang disebabkan
oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri. 1.2.
KLASIFIKASIBerdasarkan patogenesis peritonitis dapat
diklasifikasikan sebagai berikut: a. Peritonitis bakterial
primerMerupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara
hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi
dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E.
Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer
dibagi menjadi dua, yaitu:* Spesifik: misalnya Tuberculosis* Non
spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis.Faktor resiko yang
berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan
intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi
adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus
eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.b.
Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)Peritonitis yang
mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi traktus
gastrointestinal atau traktus urinarius. Pada umumnya organisme
tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme
dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini.
Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar
pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Selain itu luas
dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu
peritonitis. Kuman dapat berasal dari:* Luka/trauma penetrasi, yang
membawa kuman dari luar masuk ke dalam?cavum peritoneal.* Perforasi
organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan?oleh
bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.*
Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal,
misalnya?appendisitis.c. Peritonitis tersier, misalnya:*
Peritonitis yang disebabkan oleh jamur* Peritonitis yang sumber
kumannya tidak dapat ditemukan. Merupakan peritonitis yang
disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah
lambung, getah pankreas, dan urine.?d. Peritonitis Bentuk lain:*
Aseptik/steril peritonitis* Granulomatous peritonitis*
Hiperlipidemik peritonitis* Talkum peritonitis
1.3. TANDA dan GEJALA Adanya darah atau cairan dalam rongga
peritonium akan memberikan tanda-tanda rangsangan peritonium.
Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular,
pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma.
Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara
usus. Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan
penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita
tampak letargik dan syok. Selain itu, nyeri dirasakan semakin
bertambah setiap melakukan gerakan yang menyebabkan pergeseran
peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu
penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan.
Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri
tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya. Nyeri lokal yang
dirasakan berdasarkan penyebab yang mendasari dan apakah inflamasi
yang terloklisir atau generalisata. Pada kasus nyeri terlokalisir,
dapat menunjukan penyebab peritonitis. Misalnya nyeri tajam pada
area epigastrium menunjukan awal dari perforasi gaster, atau nyeri
pada perut kanan bawah yang merupakan tanda-tanda
appendiscitis.
1.4. DIAGNOSIS Diagnosis dari peritonitis dapat ditegakkan
dengan adanya gambaran klinis, pemeriksaan laboratorium dan
X-Ray.a. Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat
peritonitis dan jenis organisme yang bertanggung jawab. Peritonitis
dapat lokal, menyebar, atau umum. Gambaran klinis yang biasa
terjadi pada peritonitis bakterial primer yaitu adanya nyeri
abdomen, demam, nyeri lepas tekan dan bising usus yang menurun atau
menghilang. Sedangkan gambaran klinis pada peritonitis bakterial
sekunder yaitu adanya nyeri abdominal yang akut. Nyeri ini
tiba-tiba, hebat, dan pada penderita perforasi (misal perforasi
ulkus), nyerinya menjadi menyebar keseluruh bagian abdomen. Pada
keadaan lain (misal apendisitis), nyerinya mula-mula dikarenakan
penyebab utamanya, dan kemudian menyebar secara gradual dari fokus
infeksi. Selain nyeri, pasien biasanya menunjukkan gejala dan tanda
lain yaitu nausea, vomitus, syok (hipovolemik, septik, dan
neurogenik), demam, distensi abdominal, nyeri tekan abdomen dan
rigiditas yang lokal, difus atau umum, dan secara klasik bising
usus melemah atau menghilang. Gambaran klinis untuk peritonitis non
bakterial akut sama dengan peritonitis bakterial. Peritonitis
bakterial kronik (tuberculous) memberikan gambaran klinis adanya
keringat malam, kelemahan, penurunan berat badan, dan distensi
abdominal; sedang peritonitis granulomatosa menunjukkan gambaran
klinis nyeri abdomen yang hebat, demam dan adanya tanda-tanda
peritonitis lain yang muncul 2 minggu pasca bedah.b. Pemeriksaan
laboratoriumPada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya
lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik. Pada
peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein
(lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel
diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau
secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas,
dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat. 3c.
Gambaran RadiologisPemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan
penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan
abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3
posisi. Gambaran radiologis pada peritonitis akibat perforasi yaitu
adanya kekaburan pada cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas
line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau intra
peritoneal.Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya
gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos
abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis distensi usus
partial, air fluid level, dan herring bone appearance. Sedangkan
pada ileus paralitik didapatkan gambaran radiologis yaitu:*
Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga
kadang ? kadang susah membedakan anatara intestinum tenue yang
melebar atau intestinum crassum.* Air fluid level* Herring bone
appearanceBedanya dengan ileus obstruktif : pelebaran usus
menyeluruh sehingga air fluid level ada yang pendek ? pendek (usus
halus) dan panjang ? panjang (kolon) karena diameter lumen kolon
lebih lebar daripada usus halus. Ileus obstruktif bila berlangsung
lama dapat menjadi ileus paralitik. Pada kasus peritonitis karena
perdarahan, gambarannya tidak jelas pada foto polos abdomen.
Gambaran akan lebih jelas pada pemeriksaan USG (ultrasonografi).
Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada
pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi.
1.5. TATALAKSANA Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan
dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena,
pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan
penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik
(apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin
mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting.
Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan
pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran
urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk
menilai keadekuatan resusitasi. Terapi antibiotika harus diberikan
sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik
berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah
jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika
didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab.
Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase
bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena
bakteremia akan berkembang selama operasi. Pembuangan fokus septik
atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi.
Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang
menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta
ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas
tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan
kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran
gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus
menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi
viskus yang perforasi. Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis
yang difus, yaitu dengan menggunakan larutan kristaloid (saline).
Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak
terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal
sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan
irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak
dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat
menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain. Drainase (pengaliran)
pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu
dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan
dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase
berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus
(misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi
yang tidak dapat direseksi.
1.6. KOMPLIKASI Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis
bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi
menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu : a. Komplikasi dini*
Septikemia dan syok septik* Syok hipovolemik* Sepsis intra abdomen
rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi system*
Abses residual intraperitoneal* Portal Pyemia (misal abses hepar)b.
Komplikasi lanjut* Adhesi* Obstruksi intestinal rekuren
1.7. PROGNOSIS Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan
adalah baik, sedangkan pada peritonitis umum prognosisnya mematikan
akibat organisme virulen.
2. PERFORASI GASTER2.1. DEFINISI Ulkus merupakan disrupsi atau
gangguan dari integritas mukosa gaster dan atau duodenum yang
menyebabkan defek, kerusakan, atau rongga pada permukaan luminal
yang dapat mencapai muskulasis mukosa. Biasanya gangguan ini
bersifat kronikdan bila tidak ditangani dengan baik dapat
menyebabkan perforasi/kebocoran gaster.2.2. ETIOLOGI Pada orang
dewasa, perforasi ulkus peptik adalah penyebab umum dari morbiditas
dan mortalitas akut abdomen sampai sekitar 30 tahun lalu. Angka
kejadian menurun secara paralel dengan penurunan umum dari
prevalensi ulkus peptik. Ulkus duodenum 2-3 kali lebih sering dari
perforasi ulkus gaster. Sekitar satu pertiga perforasi gaster
berkaitan dengan karsinoma gaster. Etiologi:a. Perforasi
non-trauma, misalnya:* akibat volvulus gaster karena overdistensi
dan iskemia* spontan pasa bayi baru lahir yang terimplikasi syok
dan stress ulcer.* Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid, dan
steroid : terutama pada pasien usia lanjut.* Adanya faktor
predisposisi : termasuk ulkus peptic* Perforasi oleh malignansi
intraabdomen atau limfoma* Benda asing (misalnya jarum pentul)
dapat menyebabkan perforasi esofagus, gaster, atau usus dengan
infeksi intraabdomen, peritonitis, dan sepsis.
b. Perforasi trauma (tajam atau tumpul), misalnya:* trauma
iatrogenik setelah pemasangan pipa nasogastrik saat endoskopi.*
Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan
pisau)* Trauma tumpul pada gaster : trauma seperti ini lebih umum
pada anak daripada dewasa dan termasuk trauma yang berhubungan
dengan pemasangan alat, cedera gagang kemudi sepeda, dan sindrom
sabuk pengaman.2.3. PATOFISIOLOGI Dalam keadaan normal, lambung
relatif bersih dari bakteri dan mikroorganisme lain karena kadar
asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami
trauma abdominal memiliki fungsi gaster normal dan tidak berada
dalam resiko kontaminasi bakteri setelah perforasi gaster. Namun,
mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko
terhadap kontaminasi peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran
cairan asam lambung ke rongga peritoneal sering berakibat
peritonitis kimia yang dalam. Jika kebocoran tidak ditutup dan
partikel makanan mencapai rongga peritoneal, peritonitis kimia
bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas gejala
untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis
bakterial kemudian. Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang
influks sel-sel inflamasi akut. Omentum dan organ dalam cenderung
untuk melokalisasi tempat inflamasi, membentuk flegmon (ini
biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia yang
diakibatkan di area memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan
menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit, yang
mengarah pada peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi
sel, hipertonisitas cairan membentuk abses, efek osmotik,
mengalirnya lebih banyak cairan ke area abses, dan pembesaran abses
abdomen. Jika tidak diterapi, bakteremia, sepsis general, kegagalan
multi organ, dan syok dapat terjadi.2.4. GEJALA dan TANDA
Gejala-gejala yang dapat timbul pada ulkus peptikum antara lain
adalah:* Nyeri epigastrik yang ringan, atau komplikasi upper
gastrointestinal yang mengancam nyawa.* Nyeri atau tidak nyaman
pada abdomen (biasanya di bagian epigastrik), rasa kembung atau
perut terasa penuh, atau kram.* Nyeri pada left upper quadrant,
mengindikasikan ulkus gaster.* Nyeri pada malam hari yang dapat
membangunkan pasien dari tidur (khususnya antara pukul 12 ? 3 dini
hari). Gejala setelah terjadi perforasi* Penurunan berat badan
karena muntah, ataupun anoreksia.* Perforasi gaster akan
menyebabkan peritonitis akut. * Penderita yang mengalami perforasi
akan tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri ini
timbul mendadak, terutama dirasakan di daerah epigastrium karena
rangsang peritoneum oleh asam lambung, empedu dan/atau enzim
pankreas. Cairan lambung akan mengalir ke kelok parakolika kanan,
menimbulkan nyeri perut kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh
perut menimbulkan nyeri seluruh perut. * Adanya nyeri di bahu
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di permukaan bawah
diafragma.* Pekak hati bisa hilang karena adanya udara bebas di
bawah diafragma.* Peristaltis usus menurun sampai menghilang akibat
kelumpuhan sementara usus.* Bila telah terjadi peritonitis
bakteria, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia,
hipotensi, dan penderita tampak letargik karena syok toksik.*
Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang
menyebabkan pergeseran peritoneum dengan peritoneum. Nyeri
subjektif dirasakan waktu penderita bergerak, seperti berjalan,
bernapas, menggerakkan badan, batuk, dan mengejan. Nyeri objektif
berupa nyeri ketika digerakkan seperti pada saat palpasi, tekanan
dilepaskan, colok dubur, tes psoas, dan tes obturator.
2.5. DIAGNOSIS Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan penunjang.a. Tanda dan GejalaPerforasi gaster akan
menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi
akan tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri ini
timbul mendadak, terutama dirasakan di daerah epigastrium karena
rangsang peritoneum oleh asam lambung, empedu dan/atau enzim
pankreas. Cairan lambung akan mengalir ke kelok parakolika kanan,
menimbulkan nyeri perut kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh
perut menimbulkan nyeri seluruh perut. Pada awal perforasi, belum
ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase peritonitis kimia.
Adanya nyeri di bahu menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di
permukaan bawah diafragma. Reaksi peritoneum berupa pengenceran zat
asam yang merangsang itu akan mengurangi keluhan untuk sementara
sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.Rangsangan peritoneum
menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler. Pekak hati bisa hilang
karena adanya udara bebas di bawah diafragma. Peristaltis usus
menurun sampai menghilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila
telah terjadi peritonitis bakteria, suhu badan penderita akan naik
dan terjadi takikardia, hipotensi, dan penderita tampak letargik
karena syok toksik. Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri pada
setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritoneum dengan
peritoneum. Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita bergerak,
seperti berjalan, bernapas, menggerakkan badan, batuk, dan
mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri ketika digerakkan seperti
pada saat palpasi, tekanan dilepaskan, colok dubur, tes psoas, dan
tes obturator.b. Pemeriksaan PenunjangSejalan dengan penemuan
klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan adalah : foto polos
abdomen 3 posisi, ultrasonografi dengan vesika urinaria penuh,
CT-scan murni dan CT-scan dengan kontras. Jika temuan foto Rontgen
dan ultrasonografi tidak jelas, sebaiknya jangan ragu untuk
menggunakan CT-scan, dengan pertimbangan metode ini dapat
mendeteksi cairan dan jumlah udara yang sangat sedikit sekali pun
yang tidak terdeteksi oleh metode yang disebutkan
sebelumnya.Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari
akut abdomen. Isi yang keluar dari perforasi dapat mengandung
udara, cairan lambung dan duodenum, empedu, makanan, dan Pada
pemeriksaan radiologi foto polos abdomen tiga posisi dapat
ditemukan udara bebas atau pneumoperitoneum. Udara bebas terjadi di
rongga peritoneum 20 menit setelah perforasi. Pada kasus perforasi
karena trauma, perforasi dapat tersembunyi dan tertutup oleh
kondisi bedah patologis lain. Posisi supine menunjukkan
pneumoperitoneum pada hanya 56% kasus. Sekitar 50% pasien
menunjukkan kumpulan udara di abdomen atas kanan, lainnya adalah
subhepatika atau di ruang hepatorenal. Di sini dapat terlihat
gambaran oval kecil atau linear. Gambaran udara bentuk segitiga
kecil juga dapat tampak di antara lekukan usus. Meskipun, paling
sering terlihat dalam bentuk seperti kubah atau bentuk bulan
setengah di bawah diafragma pada posisi berdiri. Football sign
menggambarkan adanya udara bebas di atas kumpulan cairan di bagian
tengah abdomen.Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan
kondisi akut abdomen. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi
cairan bebas dengan berbagai densitas, yang pada kasus ini adalah
sangat tidak homogen karena terdapat kandungan lambung. Pemeriksaan
ini khususnya berharga untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik
kecil menggunakan teknik kandung kemih penuh. Kebanyakan,
ultrasonografi tidak dapat mendeteksi udara bebas.CT scan abdomen
adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara
setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan
saat pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu,
CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi gaster. Ketika
melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar dapat
membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak
sebagai area hipodens dengan densitas negatif. Jendela untuk
parenkim paru adalah yang terbaik untuk mengatasi masalah ini. Saat
CT scan dilakukan dalam posisi supine, gelembung udara pada CT scan
terutama berlokasi di depan bagian abdomen. Kita dapat melihat
gelembung udara bergerak jika pasien setelah itu mengambil posisi
decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih baik dalam mendeteksi
kumpulan cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal. Walaupun
sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu diperlukan berkaitan
dengan biaya yang tinggi dan efek radiasinya.Jika kita menduga
seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak terlihat pada
scan murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras
nonionik untuk membuktikan keraguan kita. Salah satu caranya adalah
dengan menggunakan udara melalui pipa nasogastrik 10 menit sebelum
scanning. Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat
larut secara oral minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang
membantu untuk menunjukkan kontras tapi bukan udara. Komponen
barium tidak dapat diberikan pada keadaan ini karena mereka dapat
menyebabkan pembentukkan granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa
penulis menyatakan bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai
95%.2.6. TATALAKSANA Penderita yang lambungnya mengalami perforasi
harus diperbaiki keadaan umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan
dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa nasogastrik, dan pemberian
antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda
peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan
dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan
anaerob. Tujuan dari terapi bedah adalah :* Koreksi masalah anatomi
yang mendasari* Koreksi penyebab peritonitis* Membuang setiap
material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat fungsi
leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan,
sekresi lambung) Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif
dikerjakan. Jahitan saja setelah eksisi tukak yang perforasi belum
mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan ini dianjurkan bila
keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut, dan terdapat
peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan
vagotomi dan antrektomi dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.2.7.
KOMPLIKASIa. Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan
muatan bakteri pada gasterb. Kegagalan luka operasiKegagalan luka
operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka
operasi) dapat terjadi segera atau lambat. Faktor-faktor berikut
ini dihubungkan dengan kegagalan luka operasi :* Malnutrisi*
Sepsis* Uremia* Diabetes mellitus* Terapi kortikosteroid* Obesitas*
Batuk yang berat* Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)c. Abses
abdominal terlokalisasid. Kegagalan multiorgan dan syok
septikSeptikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang
menimbulkan manifestasi sistemik, seperti kekakuan, demam,
hipotermi (pada septikemia gram negatif dengan endotoksemia),
leukositosis atau leukopenia (pada septikemia berat), takikardi,
dan kolaps sirkuler. Syok septik dihubungkan dengan kombinasi
hal-hal berikut:* Hilangnya tonus vasomotor* Peningkatan
permeabilitas kapiler* Depresi myocardial* Pemakaian leukosit dan
trombosit* Penyebaran substansi vasoaktif kuat, seperti histamin,
serotonin, dan prostaglandin, menyebabkan peningkatan permeabilitas
kapiler* Aktivasi komplemen dan kerusakan endotel kapilere. Infeksi
gram-negatif dihubungkan dengan prognosis yang lebih buruk dari
gram-positif, mungkin karena hubungan dengan endotoksemia.f. Gagal
ginjal dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan pHg.
Perdarahan mukosa gaster. Komplikasi ini biasanya dihubungkan
dengan kegagalan sistem multipel organ dan mungkin berhubungan
dengan defek proteksi oleh mukosa gasterh. Obstruksi mekanik,
sering disebabkan karena adesi postoperatifi. Delirium
post-operatif. Faktor berikut dapat menyebabkan predisposisi
delirium postoperatif:* Usia lanjut* Ketergantungan obat* Demensia*
Abnormalitan metabolic* Infeksi* Riwayat delirium sebelumnya*
Hipoksia* Hipotensi Intraoperatif/postoperatif2.8. PROGNOSIS
Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas
cepat dilakukan maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila
diagnosis, tindakan, dan pemberian antibiotik terlambat dilakukan
maka prognosisnya menjadi dubia ad malam. Hasil terapi meningkat
dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Faktor-faktor berikut
akan meningkatkan resiko kematian :* Usia lanjut* Adanya penyakit
yang mendasari sebelumnya* Malnutrisi* Timbulnya komplikasi
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIENNama : Iq. SaharJenis Kelamin: PerempuanUsia:
70 tahunPekerjaan : -Agama : Islam Alamat: Narmada, Lombok
BaratTanggal MRS: 22 April 2013Tanggal Pemeriksaan: 24 April 2013
Rekam Medis: 51 08 912. ANAMNESA (alloanamnesa)* Keluhan Utama
Nyeri seluruh lapang perut * Riwayat Penyakit SekarangOs mengeluh
nyeri seluruh lapang perut dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Nyeri
dirasakan tiba-tiba, dengan intensitas nyeri kuat terasa seperti
ditikam pisau. Awalnya dirasakan disekitar daerah epigastrium,
kemudian menyebar ke seluruh lapang abdomen. Nyeri dirasakan
memberat bila pasien bergerak, bernapas, batuk atau mengedan. Nyeri
berkurang bila pasien berbaring. Selain nyeri, pasien juga mengeluh
badan terasa lemas dan nafsu makan menurun. Mual (+) tapi tidak
pernah sampai muntah. Perut terasa kembung (+). Demam (-). BAB (+),
1-2 x/hari, feses berupa cairan berwarna keruh, ampas (-). BAK (+)
3-4 x/hri, warna kuning.Beberapa tahun terakhir os mengeluh sering
timbul nyeri atau rasa tidak nyaman pada ulu hati, dirasakan hilang
timbul. Terutama sering kambuh sejak 3 bulan terakhir. Nyeri ulu
hati disertai rasa kembung atau perut terasa penuh. Nyeri ulu hati
biasanya muncul bila pasien terlambat makan. Mereda dengan
istirahat dan minum obat penghilang nyeri.
* Riwayat Penyakit DahuluOs mengaku tidak pernah mengalami
keluhan serupa sebelumnya. Riwayat HT (-), DM (-), Penyakit Kuning
(-), Gangguan Jantung (-), Gangguan Ginjal (-), Riwayat Operasi
sebelumnya (-), Riwayat trauma atau operasi dibagian abdomen
sebelumnya (-). Riwayat nyeri sendi lutut (+), sering kambuh, bisa
setiap bulan. Bila sedang kambuh pasien biasanya berobat ke
puskesmas atau dokter praktek dan diberi obat penghilang nyeri.
Riwayat maag (+), sering mengeluh nyeri ulu hati dan perut terasa
kembung dan penuh.* Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga os
yang mengaku memiliki keluhan serupa sengan os. Riwayat keluarga
yang mengalami tumor pada saluran cerna (-). Riwayat keluarga os HT
(-), DM (-), penyakit jantung (-), penyakit ginjal (-).* Riwayat
Pengobatan Os mengaku sering mengkonsumsi obat obatan penghilang
nyeri untuk nyeri sendi yang sering dialami. Riwayat mengkonsumsi
jamu-jamuan disangkal pasien.* Riwayat Alergi Os menyangkal adanya
alergi terhadap jenis makanan atau obat-obatan tertentu.3.
PEMERIKSAAN FISIK UMUMa. Status PresentKeadaan umum :
SedangKesadaran : Compos MentisGCS: E4V5M6Vital sign: Tekanan
Darah: 140/80 mmHgNadi: 92x/menitFrekuensi napas: 20x/menitSuhu:
35,6 ?Cb. Pemeriksaan Fisik Umum Kepala-Leher1. Kepala: Kulit
pucat, normochepali, turgor kulit normal, radang (-).2. Mata: Mata
cowong (-), konjungtiva anemis +/+, sklera ikterus -/-, edema
palpebra (-), pupil isokor ? 3 mm, reflek pupil langsung dan tidak
langsung +/+.3. THT : Otorea (-), rinorea (-), jejas (-)4. Mulut :
mukosa bibir pucat (+), kering (-), atrofi papil lidah (-), lidah
kotor/thypoid tongue (-), rosea spot (-). 4. Leher: Massa (-),
tidak terdapat pembesaran KGB.Thorax Pulmo :Inspeksi : Bentuk
simetris, gerakan dinding dada simetris, pelebaran sela iga (-),
tipe pernafasan thorakoabdominal.Palpasi : Pengembangan dinding
dada simetris, fremitus raba sama, nyeri tekan (-), krepitasi
(-)Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru.Auskultasi: Vesikuler
+/+, ronki -/-, whezing -/-. Cor :Inspeksi : Iktus cordis tidak
tampakPalpasi : Iktus cordis teraba ICS V midclavikula line
sinistra Perkusi : batas kanan jantung pada ICS II parasternal line
dextra, batas kiri pada ICS V midklavikula line sinistraAuskultasi
: S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)AbdomenInspeksi :
Kulit keriput, distensi (-), pelebaran vena colateral (-), Kaput
medusa (-), massa (-), darm contour (-), darm steifung
(-).Auskultasi: BU (+) menurunPerkusi: Sonor pada upper abdomen,
pekak hepar menghilang, timpani (+) pada lower abdomen, pemeriksaan
undulasi (-), Shifting Dullness (-).Palpasi: Abdomen distensi (-),
massa (-), hepar tak teraba, lien tak teraba, defans muscular (+)
seluruh kuadran.Inguinal Inspeksi : Hernia (-), Massa (-).Palpasi :
Teraba denyut arteri femoralis (+), Hernia (-), massa (-), nyeri
tekan (-). Urology Ginjal Costovertebralis Dextra et
SinistraInspeksi : massa (-).Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-),
Ballotement (-),Perkusi : nyeri ketok CVA (-). Vesica
UrinariaSuprapubic Inspeksi : permukaan kulit rata, massa
(-)Palpasi : massa (-), nyeri tekan (+). Genitalia Eksterna
Inspeksi : bentuk normal, indurasi (-), massa (-), edema (-), scar
(-). Perianal Inspeksi : tanda-tanda radang (-), massa (-), abses
(-).Palpasi : massa (-), nyeri (-) Anal Inspeksi : anus (+),
hemmoroid externa (-), feses (-), darah (-), lendir (-).
Ekstremitas atas:Warna kulit normal, turgor kulit menurun, edema
-/-, akral hangat +/+, CRT < 2 detik. Ekstremitas bawah:Warna
kulit normal, turgor kulit menurun, edema -/-, akral hangat +/+.c.
Status LokalisAbdomenInspeksi : Kulit keriput, distensi (-),
pelebaran vena colateral (-), Kaput medusa (-), massa (-), darm
contour (-), darm steifung (-).Auskultasi: BU (+) menurunPerkusi:
Sonor pada upper abdomen, pekak hepar menghilang, timpani (+) pada
lower abdomen, pemeriksaan undulasi (-), Shifting Dullness
(-).Palpasi: Abdomen distensi (-), massa (-), hepar tak teraba,
lien tak teraba, defans muscular (+) seluruh kuadran.
4. RESUMENy. S, perempuan, 70 tahun datang dengan keluhan nyeri
seluruh perut.1. Dirasakan sejak 3 hari yang lalu, nyeri muncul
tiba-tiba. Awalnya di epigastrium tapi cepat menyebar keseluruh
lapang abdomen. Nyeri seperti ditarik, menetap diseluruh bagian
perut, semakin terasa jika pasien bergerak atau terbatuk, berkurang
jika os berbaring. BAB sedikit-sedikit, berbentuk seperti cairan
keruh, darah (-), lendir (-). Rasa tidak tuntas BAB (+).2. Riwayat
nyeri ulu hati terutama dirasakan memberat 3 bulan terakhir.3.
Riwayat nyeri sendi, sering kambuh bisa setiap bulan. Rutin
konsumsi obat anti nyeri.Pemeriksaan Fisik.Dari status generalis,
anemia (+), febris (-), takikardi (-), takipnoe (-), turgor kulit
menurun, mata cowong (-). Dari status lokalis, Inspeksi abdomen:
Kulit keriput, distensi (-), pelebaran vena colateral (-), Kaput
medusa (-), massa (-), darm contour (-), darm steifung (-).
Auskultasiabdomen: BU (+) menurun. Perkusiabdomen : Sonor pada
upper abdomen, pekak hepar menghilang, timpani (+) pada lower
abdomen, pemeriksaan undulasi (-), Shifting Dullness (-). Palpasi
abdomen: Abdomen distensi (-), massa (-), hepar tak teraba, lien
tak teraba, defans muscular (+) seluruh kuadran.5. DIAGNOSIS
:Peritonitis Generalisata et causa susp. Perforasi Gaster6.
DIAGNOSIS BANDING 1. Perforasi Appendisitis2. Pankreatitis7. USULAN
PEMERIKSAAN ;a. Cek DL, LFT, GDS, BT, CT, Elektrolit Na, K, Clb.
Foto BNO tiga posisi
8. HASIL PEMERIKSAANa.
DLPemeriksaanNilaiHb6,7RBC3,31HCT33,4MCV66,7MCH19,1MCHC28,6WBC9,5PLT340
b. Kimia
KlinikPemeriksaanNilaiSGOT26SGPT32Albumin3,3GDS153KREATININ2,2UREUM67BT2f
20hCT6f 10h
c. Foto BNO 3 posisi
Kesimpulan: Pneumoperitoneum luas karena perforasi gaster
9. RENCANA TERAPIa. Terapi Simptomatik? Observasi keadaan umum
dan vital sign? Pasang NGT, DC, Puasa? IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm? Inj
Ketorolac 1 ampul / 12 jam? Inj Ranitidin 1 ampul / 12 jamb. Terapi
DefinitifPro Laparatomi Eksplorasi10. PROGNOSIS Dubia