Top Banner

of 21

TINJAUAN PUSTAKA (kolelitiasis)

Oct 08, 2015

Download

Documents

KOLELITIASIS
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

LAPORAN KASUS BEDAH

KOLELITIASISTUTOR : dr. Leonardo W Permana, MARS

oleh :Tuti Seli Sugiarti10101023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS ABDURRABPEKANBARU2014

STATUS PASIEN

ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS)1. IDENTITAS: Nama : Tn.BUsia : 49 tahun2. KELUHAN UTAMA: perut berdenyut sejak 2 minggu yang lalu(perut berdenyut yang dimaksud pasien adalah nyeri perut dan seharusnya dipastikan dimana letak pasti nyeri tersebut pada salah satu region perut)3. RPS: Tn.B datang ke poliklinik spesialis RS Tabrani pada tanggal 2-12-2013 dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 2 minggu yang lalu, selain itu pasien juga mengeluh demam sejak 3 hari yang lalu. Seharus nya : Nyeri perut sejak 2 minggu yang lalu Lokasi nyeri dibagian perut? (diperut kanan atas) Karakteristik dan sifat nyeri? (nyeri tajam dan berdenyut) Berat ringan nya nyeri? (mengganggu aktivitas saat kambuhan saja) Waktu terjadinya nyeri? (tidak menentu, biasanya setelah makan makanan berlemak) Faktor yang memperberat nyeri ? Factor yang memperingan nyeri ? (bertumpu pada satu posisi) Manifestasi lain yang menyertai ? demam (+) manifestasi lain yang berarti digali kembali seperti hal nya nyeri perut. Ditanya riwayat nyeri pertama kali muncul, apakah pernah melakukan pengobatan nyeri sebelum nya? Adakah riwayat trauma sebelumnya?4. RPD: riwayat dirawat inap (-) , riwayat operasi (-), riwayat penyakit DM (+), riwayat alergi (-).(Seharusnya digali lebih dalam tentang riwayat DM meliputi : sejak kapan? GDS awal terdiagnosis DM? apa kah telah melakukan pengobatan DM? pengobatan apa saja? apakah DM terkontrol?dilihat GDS saat ini untuk melihat progresivitas penyakit DM nya? Dan apakah ada hubungan keluhan saat ini dengan riwayat DM?)

5. RPK: -Seharusnya ditanya apakah anggota keluarga ada yang pernah mengalami keluhan seperti ini? Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit parah lain nya yang mungkin berhubungan?6. Riw. Psikososial: merokok (+), alcohol (-), obat-obatan (-), olahraga tidak teratur.Seharusnya riwayat psikososial ditanya juga seputar pola hidup dan pola makan yang berhubungan dengan riwayat DM .PEMERIKSAAN FISIK1. KESADARAN : Compos mentis2. KEADAAN UMUM: T (36,8o), N (80x/menit), TD (110/70 mmHg), R (20x/menit).3. STATUS GENERALISATAa. PERNAFASAN: irama nafas teratur, suara nafas vesikuler, sesak (-), batuk (+), sputum (-) , retraksi otot bantu nafas (-).b. KARDIOVASKULER : nyeri dada (-), irama jantung regular, bunyi jantung normal, akral hangat.c. PERSYARAFAN : kesadaran (compos mentis) , GCS (E4,V5,M6), reflex fisiologis normal, gangguan tidur (-)d. PENGINDRAAN : BDNe. PENCERNAAN: nafsu makan baik, pola makan 3x sehari, minum 8 gelas/ hari dengan jenis air putih, mulut bersih, mukosa lembab.f. ABDOMEN: pembesaran hepar (-), BAB teratur dengan konsistensi lembek dan warna khas.g. PERKEMIHAN: DBNh. MUSKULOSKELETAL : DBNi. PERSONAL HYGIENE : mandi 2x sehari, sikat gigi 2x sehari.Seharusnya :1. Keadaan umum: terlihat sakit sedang s/d berat2. Kesadaran: compos mentis (GCS : E4,V5,M6)3. Status generalisata Kepala: mata (DBN), telinga (DBN), hidung (DBN) Leher (DBN) Thorax: paru-paru (DBN) , jantung (DBN) Abdomen Musculoskeletal (DBN)4. Status lokalis (abdomen) Inspeksi abdomen (adakah kelainan bentuk perut? Tanda-tanda peradangan lokal?) Palpasi abdomen (adakah nyeri tekan dan nyeri lepas? Jika ada, ada region mana? Palpasi letak ginjal? Palpasi letak lien?) Auskultas (mendengar bising usus?) Perkusi (adakah pembersaran hepar?)PEMERIKSAAN PENUNJANG1. PEMERIKSAAN LAB :Hb: 14,5 mg%Leukosit : 5200 mm3LED: 34 mm/jamTrombosit : 248.000 uLHT: 42,5 %Eritrosit : 4,85 jt/mm3Eosinofil: 3Basofil: 0Neutrofil Batang: 4Neutrofil Segmen: 55Limfosit: 26Monosit: 12GDS: 215 mg/dlKreatinin : 0,8 mg/dlUreum: 21 mg/dlBillirubun direc: 0,2 mg/dlBillirubin total: 0,4 mg/dlSGOT: 39 uLSGPT: 80 Ul2. USG3. RongenDIAGNOSIS KERJA: CHOLELITIASISDIAGNOSIS BANDING: ulkus peptikum, refluks gastroesofagus, dispepsia non ulkus, irritable bowel syndrome, kolik ginjal kanan, kolesistitis, kolangitis, pancreatitis akut.

PENATALAKSANAAN1. FARMAKOLOGI: Infuse RL 20 rpm, Dumin 3x1, Inj. Cefum 2x1, Urdafal 2x1,Inj.Dumpitur 2x1, Clubazam 1x1, cefixime 2x1, ketesse 2x1.2. PEMBEDAHAN: cholelitectomi + laparotomyPROGNOSIS: Dubia ed bonam

TINJAUAN PUSTAKA1. DEFINISIKolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam kandung empedu.Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen empedu,kalsium dan matriks inorganik. Batu empedu adalah massa inorganic yang terbentuk di dalam kandung empedu, kadang-kadang di dalam duktus koledokus atau duktus hepatikus. Batu ini dapat menyebabkan nyeri abdomen dan dispepsla.

2. EPIDEMIOLOGIPenyakit batu kandung empedu merupakan penyakit yang sudah di kenal sejak ribuan tahun yang lalu. Pada abad ke-17 telah dicurigai sebagai penyebab penyakit pada manusia. Batu empedu merupakan penyakit yang pada awalnya sering ditemukan di negara Barat dan jarang di negara berkembang. Tetapi dengan membaiknya keadaan sosial ekonomi, perubahan menu diet ala Barat serta perbaikan sarana diagnosis khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit empedu di negara berkembang termasuk Indonesia cenderung meningkat. Penyakit batu kandung empedu ini sering ditemukan secara kebetulan saat melakukan USG perut. Sensitivitas pemeriksaan secara USG ini terhadap penyakit batu kandung empedu sekitar 95%. Prevalensi penyakit batu kandung empedu pada suku Indian di Amerika mencapai tingkat yang tinggi yaitu sekitar 40 70%. Di Amerika Serikat, insiden batu empedu diperkirakan 20 juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu kolesterol dan 30% sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi. Sedangkan di Asia, prevalensinya berkisar antara 3 - 15%, tetapi diAfrika prevalensi rendah yaitu < 5%. Di Indonesia angka kejadian penyakit batu kandung empedu ini diduga tidak berbeda jauh dengan angka negara lain yang ada di Asia Tenggara, hanya saja baru mendapatkan perhatian secara klinis, sementara penelitian batu empedu masih terbatas, Dari hasil penelitian mengatakan bahwa di negara Barat 80 % batu empedu adalah batu kolesterol. Berdasarkan penelitian di RSCM Jakarta dari 51 pasien di bagian Hepatologi ditemukan 73% pasien yang menderita penyakit batu empedu pigmen dan batu kolesterol pada 27% pasien. Dan ini sesuai dengan angka di negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filiphina. Hal ini menunjukkan bahwa faktor infeksi empedu oleh kuman gram negatif E.Coli ikut berperan penting dalam timbulnya batu pigmen. Di wilayah ini insiden batu primer saluran empedu adalah 40-50% dari penyakit batu empedu, sedangkan di negara Barat sekitar 5%. Sekitar 80% dari batu empedu berasal dari batu koleserol dan batu pigmen terutama terdiri dari kalsium billiburate dan ini mengandung kolesterol kurang dari 20%. Batu kandung empedu dianggap sebagai gangguan pembuangan kolesterol. Cairan empedu mengandung sejumlah besar kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu.Akibat dari endapan ini akhirnya membentuk batu. Prevalensi penderita penyakit batu kandung empedu meningkat sehubungan dengan usia dan dua kali lebih tinggi pada pada wanita di bandingkan pada pria. Perbedaan gender ini karena faktor hormon esterogen yang meningkatkan sekresi kolesterol empedu. Proses kehamilan meningkatkan resiko batu empedu karena terjadinya gangguan pada proses pengosongan kandung empedu. Gangguan pada proses ini disebabkan oleh penggabungan pengaruh antara hormon esterogen dan hormon progesteron. Akibat penggabungan ini meningkatkan hipersekresi kolesterol ke dalam empedu yang mempengaruhi pembentukan batu empedu.

3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO Penyebab dan faktor risiko terbentuknya batu kandung empedu tidak secara jelas dibedakan. Ada yang menyebutkan faktor tertentu sebagai penyebab, namun sumber lain menyebutnya sebagai faktor risiko. Kumar et al mendapatkan penyebab batu kandung empedu adalah idiopatik, penyakit hemolitik dan penyakit spesifik non hemolitik. Berdasarkan jenis batu yang terbentuk, faktor risiko yang mempengaruhi terbentuknya batu berbeda-beda sesuai jenis batunya. Kondisi-kondisi yang merupakan faktor predisposisi terbentuknya batu pigmen hitam adalah penyakit hemolitik yang kronik, pemberian nutrisi parenteral total, kolestasis kronik dan sirosis, pemberian obat (ceftriaxone). Ceftriaxone didapatkan dalam konsentrasi tinggi di kandung empedu dalam keadaan yang utuh. Sedangkan faktor predisposisi terbentuknya batu pigmen coklat adalah adanya infestasi parasit seperti Ascharis lumbricoides. Faktor lain yang diduga berhubungan dengan kejadian kolelitiasis dan kolesistitis adalah adanya infeksi Helico-bacter pylori dalam jaringan kandung empedu maupun cairan empedu. Silva et al menemukan adanya Helicobacter DNA pada jaringan kandung empedu maupun cairan empedu penderita kolelitiasis. Namun hanya Helicobacter DNA pada jaringan kandung empedu yang mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik dengan kejadian kolelitiasis. Tidak ditemukan adanya organisme Helicobacter pylori dalam kandung empedu maupun cairan empedu.

Berikut beberapa faktor risiko terjadinya kolelitiasis : Jenis Kelamin Jenis Kelamin, menurut penelitian penyakit batu kandung empedu lebih tinggi resikonya dua kali terjadi pada wanita di bandingkan pada pria. Karena pada wanita terdapat hormon progesteron dan esterogen yang apabila bergabung akan mempengaruhi kolesterol di dalam empedu sehingga mengalami suatu proses untuk pembentukan batu empedu. Usia Faktor usia mempengaruhi terjadinya resiko penyakit batu kandung empedu. Dan menurut penelitian pada usia 40 tahun keatas penyakit batu kandung empedu lebih mudah terbentuk karena tubuh cenderung mengeluarkan lebih banyak kolesterol ke dalam cairan tubuh. Kehamilan/Kesuburan Pada saat proses kehamilan terjadi penggabungan pengaruh hormon progesteron dan esterogen. Akibat penggabungan ini meningkatkan hipersekresi kolesterol yang mengakibatkan kolesterol di dalam empedu mengalami proses (predis proses) untuk pembentukan batu empedu. Bukan hanya pada masa kehamilan tetapi pada saat terapi sulih hormon atau penggunaan pil KB juga memudahkan terbentuknya batu. Kegemukan Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25 -30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas. Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas. Seseorang yang lemaknya banyak tertimbun di perut mungkin akan lebih mudah mengalami berbagai masalah kesehatan yang berhubungan dengan obesitas. Mereka memiliki risiko yang lebih tinggi. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya sejumlah penyakit menahun salah satunya adalah penyakit batu kandung empedu. Mereka lebih bayak mencerna dan mensintesis kolesterol sehingga mengeluarkan lebih banyak kolesterol ke dalam empedu. Sindrom metabolik Sindrom metabolik adalah kombinasi dari gangguan medis yang meningkatkan resiko suatu penyakit salah satunya adalah penyakit diabetes. Pada penderita yang mengalami masalah sindrom penyakit diabetes pada umumnya memiliki kadar asam lemak atau trigliserida yang tinggi, sehingga resiko menderita penyakit batu kandung empedu semakin besar. Faktor Genetik Faktor genetik juga terlibat pada pembentukan batu empedu ini dibuktikan oleh prevalensi batu empedu yang tersebar luas diantara berbagai bangsa dan kelompok etnik tertentu. Dan penyakit batu kandung empedu ini seringkali merupakan penyakit keturunan dalam keluarga dan berhubungan dengan pola hidup keluarga tersebut. Diet rendah serat Pola makan yang rendah serat tapi tinggi lemak serta kolesterol dapat mengakibatkan beberapa penyakit, salah satunya adalah penyakit batu kandung empedu. Dengan pola diet yang rendah serat ini menambah resiko terjadinya penyakit batu kandung empedu.

4. ANATOMI DAN FISIOLOGI KANDUNG EMPEDUKandung empedu merupakan kantung berbentuk alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran kecil empedu di dalam hati, yang disebut kanalikuli. Saluran kecil ini bersatu membentuk saluran empedu lebih besar (duktulus) dan akhirnya membentuk dua saluan besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis (common hepatic duct). Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus (common bile duct). Pada sebagian besar orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri (bagian duktus yang melebar) sebelum bermuara ke duodenum. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut otot sirkular yang dikenal sebagai sfingter Oddi. Secara skematis, anatomi kandung empedu dapat dilihat pada gambar.l dibawah ini.

Kandung empedu mendapatkan aliran darah dari arteri sistikus yang merupakan cabang arteri hepatikus, dan mengalirkan darah ke vena sistikus yang bermuara ke dalam sistem vena porta. Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu. Empedu yang dihasilkan oleh hati, setelah melewati duktus hepatikus akan masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu.Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh daratr mengabsorpsi air dan garam-garam anorganik, sehingga emped dalam kandung empedu kira-kira l0 kali lebih pekat daripada empedu hati. Secara berkala kandung empedu mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui konfraksi simultan lapisan otofinya dan relaksasi sfingter Oddi. Adanya lemak dalam makanan merupakan rangsang terkuat untuk menimbulkan kontraksi kandung empedu.Empedu merupakan suatu cairan yang mengandung 85-95% air, dan sisanya mengandung zat-zat organik seperti garam empedu, bilirubin, kolesterol, fosfolipid dan elektrolit seperti natrium, kalsium,kalium, klorida dan karbonat. Dalam proses pemekatan di dalam kandung empedu, air dan elekfrolit direabsorpsi oleh mukosa kandung empedu.Asam empedu merupakan komponen empedu yang terbanyak jumlatrnya yaitu antara 8-53% dari total empedu. Asam empedu dibentuk dari kolesterol. Proses oksidasi dan hidroksilasi kolesterol di dalam sel-sel hati membentuk asam empedu primer, yaifu asam kolat dan asam kenodeoksikolat, seperti terlihat pada gambar 2. di bawah ini. Keduanya akan berkonjugasi dengan glisin atau taurin untuk membentuk gliko dan tatro terkonjugasi-asam empedu dan disekresikan ke dalam empedu dalam bentuk garam natrium atau kaliumnya. Garam empedu ini berfirngsi membentukk kompleks-kompleks kecil dengan lemak yang disebut micelles (misel), sehingga menjadi mudah larut dan dapat diabsorpsi mukosa usus.Kira-kira 95% asarn empedu yang disekresikan akan diserap kembali di usus halus dan 5% sisanya masuk ke dalam kolon kemudian diubah oleh bakteri usus menjadi asam empedu sekunder, yaitu deoksikolat dan litokolat. Deoksikolat akan diserap dan kembali ke hati melalui vena porta (siklus enterohepatik), sedangkan litokolat sebagian besar dibuang melalui feses dan sebagian diubah oleh bakteri usus menjadi ursodeoksikolat dan diserap kembali. Di hati akan mengalarni konjugasi kembali dengan glisin atau taurin dan selanjutnya kembali mengikuti siklusenterohepatik (gambar 2) :

Empedu yang disekresikan oleh hati normalnya antara 600-1200 ml/hari. Empedu mempunyai dua fungsi penting, yaitu: Empedu berperan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena mengandung asam empedu yang membantu mengemulsikan lemak sehingga dapat dicerna oleh enzim lipase pankreas serta membantu tanspor dan absorpsi produk akhir lemak menuju atau melalui membrane mukosausus. Selain itu, Empedu berperan sebagai alat untuk mengeluarkan hasil buangan dari darah, seperti bilirubin dan kelebihan kolesterol yang dibentuk hati.

5. PATOGENESISPatogenesis terbentuknya batu telah diselidiki dalam beberapa tahun terakhir. Walaupun beberapa aspek yang berperan sebagai penyebab belum diketahui sepenuhnya, namun komposisi kimia dan adanya lipid dalam cairan empedu memegang peran penting dalam proses terbentuknya batu. Kira-kira 8% dari lipid empedu dalam bentuk kolesterol dan 15-20% dalam bentuk fosfolipid. Keduanya tidak larut dalamair, dalam cairan empedu terikat dengan garam empedu dengan komposisi 70-80% dari lipid empedu. Empedu adalah suatu cairan aqueous yang terdiri dari lemak hidropobik yang tidak larut (kolesterol dan fosfolipid), yang selanjutnya bisa terlarut dengan bantuan suatu asam empedu. Empedu terdiri dari air (97,5 g/dL) garam empedu (1,1 g/dL) bilirubin (0,04 g/dL) kolesterol (0,1 g/dL) asam lemak (0,12 g/dL) leshitin/fosfolipid (0,04 g/dL) Na+ (145 mEq/L), K+ (5 mEq/L), Ca2+ (5 mEq/L), Cl- (100 mEq/L), HCO3- (28mEq/L). Kolesterol dalam empedu bercampur dengan garam empedu dan fosfolipid membentuk campuran micelles dan vesikel. Micelles adalah kumpulan lemak yang mempunyai dinding yang hidrofilik (larut dalam air) dan inti yang hidrofobik (tidak larut dalam air). Vesikel adalah suatubentukan sferik bilayers dari fosfolipid yang terdiri dari 2 rantai yaitu rantai nonpolar hidrokarbon menghadap dan rantai polar mengarah ke larutan. Pada keadaan kosentrasi kolesterol yang tinggi vesikel membawa kolesterol dalam jumlah besar. Hubungan antara kolesterol, fosfolipid dan garam empedu digambarkan dalam suatu segitiga yang sering disebut Triangular Coordinats yang menggambarkan konsentrasi kelarutan kolesterol dalam suatu campuran dengan fosfolipid dan garam empedu (gambar 3).

The maximum equilibrium solubility dari kolesterol ditentukan oleh rasio kolesterol, fosfolipid dan garam empedu, yang dinyatakan dalam indeks saturasi kolesterol. Micelles terbentuk jika titik potong konsentrasi relatif dari ketiga komponen (kolesterol, lesitin dan garam empedu) terletak pada area micellar. Keadaan ini berada dalam kondisi stabil untuk mencegah terbentuknya batu. Jika titik potong konsentrasi empedu terletak di luar area tersebut maka empedu bersifat litogenik. Berbagai kondisi dapat menyebabkan ketidakstabilan komposisi dari ketiga komponen tersebut, seperti terlihat dalam tabel 1.

Patogenesis Batu Empedu KolesterolTerbentuknya batu kolesterol diawali adanya presipitasi kolesterol yang membentuk kristal kolesterol. Beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya presipitasi kolesterol adalah :1. absorpsi air,2. absorpsi garam empedu dan fosfolipid3. sekresi kolesterol yang berlebihan pada empedu,4. adanya inflamasi pada epitel kandung empedu, dan5. kegagalan untuk mengosongkan isi kandung empedu,6. adanya ketidakseimbangan antara sekresi kolesterol,7. fosfolipid dan asam empedu, peningkatan produksi musin di kandung empedu dan penurunan kontraktilitas dari kandung empedu. Batu kolesterol terbentuk ketika konsentrasi kolesterol dalam saluran empedu melebihi kemampuan empedu untuk mengikatnya dalam suatu pelarut, kemudian terbentuk kristal yang selanjutnya membentuk batu.Pembentukan batu kolesterol melibatkan tiga proses yang panjang yaitu pembentukan empedu yang sangat jenuh (supersaturasi), pembentukan kristal kolesterol dan agregasi serta proses pertumbuhan batu. Proses supersaturasi terjadi akibat peningkatan sekresi kolesterol, penurunan sekresi garam empedu atau keduanya. Konsentrasi empedu yang melebihi indeks saturasi kolesterol membuat empedu menjadi sangat jenuh. Akibatnya terjadi peningkatan kolesterol dalam vesikel. Vesikel unilamelar yang jenuh kolesterol ini bergabung membentuk vesikel kolesterol multilamelar, kemudian terbentuk cluster yang dapat bertindak sebagai inti pembentukan Kristal kolesterol. Pembentukan inti ini bisa bersifat homogen dan heterogen. Inti homogen terjadi apabila pembentukan Kristal tanpa material asing, sedangkan heterogen apabila pem-bentukan kristal disertai material asing seperti sel epitel, pro-tein, garam kalsium atau benda asing. Pembentukan inti yang bersifat heterogen lebih sering terjadi dibandingkan dengan homogen. Kristal kolesterol ini terus tumbuh dan meng-gumpal dengan musin membentuk suatu batu (Gambar 4).

Pembentukan kristal kolesterol dapat dipacu (promoter) dan dihambat (inhibitor) oleh suatu zat tertentu. Diper-kirakan promoter dan inhibitor tersebut berperan saat pembentukan inti kolesterol. Protein dapat bertindak sebagai promoter dan inhibitor. Protein bilier dengan berat molekul lebih dari 130 kDa (Kilo Dalton) merupakan suatu promoter, sedangkan protein dalam empedu normal merupakan suatu inhibitor. Faktor antinukleasi dari protein tersebut menjagakestabilan vesikel kolesterol fosfolipid dalam empedu nor-mal dan menghambat proses kristalisasi. Faktor antinukleasi tersebut adalah Apolipoprotein A-I dan Apolipoprotein A-II. Musin dari kandung empedu juga merupakan promoter. Musin mempercepat pembentukan kristal kolesterol. Pemberian obat aspirin yang menghambat pengeluaran musin dikatakan mampu menghambat pembentukan Kristal kolesterol. Kecepatan pembentukan kristal ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara faktor pro dan antinukleasi. Stasis dari kandung empedu juga mempengaruhi pembentukan kristal empedu dari bentuk mikroskopik menjadi bentuk makroskopik. Pergerakan kandung empedu meng-hambat pembentukan batu. Patogenesis Batu Non Kolesterol (Batu Pigmen)Batu pigmen sebagian besar terbentuk dari bilirubin yang tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi terdapat dalam pigmen empedu normal dalam jumlah yang sedikit, namun sangat sensitif untuk mengalami presipitasi oleh ion kalsium. Proses ini belum sepenuhnya diketahui, namun diduga sebagai awal terbentuknya batu adalah terjadi proses polimerisasi sehingga terbentuk polymers of cross-linked bilirubin tetrapyrroles. Pencetus terjadinya proses poli-merisasi juga belum diketahui, namun diduga disebabkan oleh radikal bebas atau singlet oksigen yang diproduksi oleh hepar atau oleh makrofag atau neutrofil dalam mukosa kandung empedu. Pada manusia peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi merupakan akibat dari peningkatan kadar he-moglobin. Peningkatan bilirubin tak terkonjugasi dapat juga timbul akibat peningkatan proses hidrolisis enzimatik (beta glukoronidase) dari bilirubin terkonjugasi atau penurunan jumlah inhibitor beta glukoronidase yaitu asam glutarat. Musin glikoprotein merupakan kerangka terbentuknya batu pigmen. Musin diproduksi oleh kripta kandung empedu. Hipersekresi musin juga memainkan peranan penting dalam pembentukan batu pigmen.Patogenesis Batu Pigmen HitamBatu pigmen hitam banyak dijumpai pada pasien-pasien sirosis, penyakit hemolitik seperti talasemia dan anemia sel sickle. Batu pigmen hitam dijumpai dalam empedu yang steril dalam kandung empedu. Pada gambaran radiologis hamper 50% terlihat sebagai gambaran radioopak, akibat me-ngandung kalsium karbonat dan kalsium fosfat dalam konsentrasi yang tinggi. Batu pigmen hitam biasanya mengkilat atau tumpul seperti aspal, sedangkan batu pigmen coklat lembek, dengan konsistensi seperti sabun.Batu pigmen hitam terjadi akibat melimpahnya bilirubin tak terkonjugasi dalam cairan empedu. Peningkatan ini disebabkan oleh karena peningkatan sekresi bilirubin akibat hemolisis, proses konjugasi bilirubin yang tidak sempurna (penyakit sirosis hati) dan proses dekonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi ini kemudian membentuk kompleks dengan ion kalsium bebas membentuk kalsium bilirubinat yang mempunyai sifat sangat tidak larut. Proses asidifikasi yang tidak sempurna menyebabkan peningkatan pH, dan keadaan ini merangsang pembentukan garam kalsium. Kalsium bilirubinat yang terbentuk terikat dengan musin tertahan di kandung empedu. Hal ini sebagai awal proses terbentuknya batu (gambar 3)

Pada penyakit batu pigmen hitam, empedu biasanya jenuh oleh adanya kalsium bilirubinat, kalsium karbonat dan kalsium fosfat. Garam kalsium ini merupakan akibat dari peningkatan jumlah bilirubin tak terkonjugasi atau pening-katan kalsium yang terionisasi. Peningkatan kalsium yang terionisasi biasanya akibat peningkatan jumlah kalsium terionisasi dalam plasma atau penurunan jumlah zat pengikat kalsium di dalam cairan empedu seperti garam empedu mi-cellar dan vesikel lesitin kolesterol.

Patogenesis Batu Pigmen CoklatBatu pigmen coklat umumnya terbentuk dalam duktus biliaris yang terinfeksi. Gambaran radiologisnya biasanya radiolusen karena mengandung kalsium karbonat dan fosfat dalam konsentrasi yang kecil. Batu pigmen coklat me-ngandung lebih banyak kolesterol dibanding batu pigmen hitam, karena terbentuknya batu mengandung empedu dengan kolesterol yang sangat jenuh. Garam asam lemak merupakan komponen penting dalam batu pigmen coklat. Palmitat dan stearat yang merupakan komponen utama garam tersebut tidak dijumpai bebas dalam empedu normal, dan biasanya diproduksi oleh bakteri. Kondisi stasis dan infeksi memudahkan pembentukan batu pigmen coklat (gambar 4).

Dalam keadaan infeksi kronis dan stasis empedu dalam saluran empedu, bakteri memproduksi enzim b-glukoronidase yang kemudian memecah bilirubin glukoronida menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Bakteri juga memproduksi phospholipase A-1 dan enzim hidrolase garam empedu. Phospholipase A-1 mengubah lesitin menjadi asam lemak jenuh dan enzim hidrolase garam empedu mengubah garam empedu menjadi asam empedu bebas. Produk-produk tersebut kemudian mengadakan ikatan dengan kalsium membentuk suatu garam kalsium. Garam kalsium bilirubinat, garam kalsium dari asam lemak (palmitat dan stearat) dan kolesterol membentuk suatu batu lunak. Bakteri berperan dalam proses adhesi dari pigmen bilirubin.

6. MANIFESTASI KLINISSebagian besar penderita batu empedu tidak menunjukkan gejala klinis (asimtomatik) yang dalam perjalanan penyakitnya dapat tetap asimtomatik selama bertahun-tahun dan sebagian kecil (2-3% per tahun) dapat berkembang menjadi simtomatik (garnbar 2.9). Kurang dari 50% penderita batu empedu mempunyai gejala klinis, dan kurang dari 10% nya berpotensi mengalami komplikasi. Manifestasi klinis yang sering terjadi di antaranya kolik biliaris, kolesistitis atas dan kronik serta batu duktus koledokus. Manifestasi pertama gejala kolelitiasis sering berupa kolesistitis akut dengan gejala demam, nyeri perut kanan atas yang dapat menyebar sampai ke skapula dan sering disertaiteraba masa pada lokasi nyeri tersebut. Pada pemeriksaan fisik dijumpai nyeri tekan pada perut kanan atas yang dapat menyebar sampai daerah epigastrium. Tanda khas (Murphys sign) berupa napas yang terhenti sejenak akibat rasa nyeri yang timbul ketika dilakukan palpasi dalam di daerah subkosta kanan.Batu empedu biasanya menimbulkan gejala-gejala sebagai akibat dari inflamasi atau obstruksi karena migrasi ke dalam duktus sistikus atau duktus koledokus. Gejala yang paling spe-sifik dan karakteristik adalah kolik bilier. Nyeri viseral ini bersifat nyeri yang hebat, menetap atau berupatekanan di epigastrium atau di abdomen kuadran kanan atas yang sering menjalar ke daerah interskapular, skapula kanan atau bahu. Kolik bilier dimulai tiba-tiba dan menetap dengan intensitas berat selama 1-4 jam dan menghilang pelahan-lahan atau dengan cepat. Episode kolik ini sering disertai dengan mual dan muntah-muntah dan pada sebagian pasien diikuti dengan kenaikan bilirubin serum bilamana batu migrasi ke duktus koledokus. Adanya demam atau menggigil yang menyertai kolik bilier biasanya menun-jukkan komplikasi seperti kolesistitis, kolangitis atau pankreatitis. Kolik bilier dapat dicetuskan sesudah makan makanan berlemak.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi hepar, kadar lipase dan amilase serum. Pada keadaan kolik bilier kronis maupun episodik beberapa pasien memiliki kadar atau nilai laboratorium yang normal, khususnya pada pasien yang tidak menunjukkan gejala pada saat diperiksa. Sedangkan pada keadaan akut, khususnya pada kasus dengan batu pada saluran empedu akan terjadi peningkatan kadar aminotransferase, alkalin fosfatase danbilirubin. Pasien dengan komplikasi kolesistitis akut akan memperlihatkan peningkatan lekosit, 15% dari pasien tersebut terjadi peningkatan ringan dari aminotransferase, alkalin fosfatase dan bilirubin. Pada pasien dengan komplikasi pankreatitis akan terjadi peningkatan serum amilase dan li-pase dan tes fungsi hepar yang abnormal. Pemeriksaan radiologi untuk membantu menegakkan diagnosis adanya batu kandung empedu bisa dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG), cholescintigraphy dan foto polos abdomen. Pada umumnya USG merupakan pemeriksaan pilihan untuk memeriksa anak dan remaja dengan keluhan adanya nyeri perut kanan atas atau nyeri epigastrium. USG merupakan pemeriksaan yang aman dan sensitif untuk mengidentifikasiadanya batu di kandung empedu. Apabila kandung empedu teridentifikasi saat dilakukan USG, maka angka keberhasilan menemukan batu dapat mencapai 98%. Pemeriksaan foto polos abdomen dapat mengidentifikasi batu jika batu tersebut radioopak atau terbuat dari kalsium dalam konsentrasi tinggi. Pemeriksaan cholecystography dan cholangiography jarang dilakukan pada anak-anak. Pemeriksaan skintigrafi dengan menggunakan technetium-labeled aminodiacetic acid, sangat akurat dalam mengevaluasi pasien-pasien dengan kolesistitis. Dalammendeteksi batu, khususnya pada pasien yang mendapat nutrisi parenteral yang lama, pemeriksaan USG lebih akurat dibandingkan dengan skintigrafi.

8. DIAGNOSISDiagnosis adanya kolelitiasis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan USG sebagai pilihan utama untuk menegakkan diagnosis (gambar 5). USG tidak bias membedakan jenis batu. Pemeriksaan terbaik untuk mengetahui jenis batu adalah pemeriksaan kolesistografioral. USG merupakan pemeriksaan diagnostik utama pada pasien yang dicurigai menderita kolelitiasis. Sensitivitas pemeriksaan ini dalam mendeteksi batu ini adalah 96%. Gambaran yang dijumpai adalah bayangan fokus eklogenik yang khas. USG juga dapat membedakan adanya penebalan dinding kandung empedu karena proses inflamasi. Adanya batu di saluran kandung empedu juga dapat dideteksi pada pemeriksaan USG.

9. DIAGNOSIS BANDINGDiagnosis banding nyeri karena kolelitiasis adalah ulkus peptikum, refluks gastroesofagus, dispepsia non ulkus, dismotilitas esofagus, irritable bowel syndrome, kolik ginjal. Nyeri ulkus peptikum biasanya lebih sering, hamper setiap hari dan berkurang sehabis makan. Nyeri yang timbul biasanya menetap di perut kanan atas, pada kolelitiasis frekuensinya lebih jarang. Nyeri karena refluks dapat dibedakan dengan nyeri kolelitiasis dilihat dari adanya rasa terbakar, lokasi nyeri di substernal, dan sering dipengaruhi oleh posisi, dimana pada posisi supine rasa nyeri akan memberat. Nyeri epigastrium karena kolelitiasis dan dispepsia nonulkus sukar dibedakan.Namun demikian nyeri karena kolik bilier biasanya lebih hebat, frekuensinya sporadik, dan penyebaran nyeri sampai perut kanan atas dan skapula. Diagnosis banding untuk kolesistitis akut adalah apendisitis akut, pankreatitis akut, hepatitis akut, perforasi ulkus, perforasi ulkus peptikum dan penyakit intestinal akut lainnya. Untuk membedakan dengan pankreatitis akut,biasanya nyeri pada pankreatitis akut lebih terlokalisir dan jarang disertai tanda peritoneal akut. Nyeri sampai ke punggung, menghilang saat posisi duduk adalah khas untuk pankreatitis akut. Gejala demam dan leukositosis mungkin sama pada kedua kasus, tetapi peningkatan kadar serum amilase jauh lebih tinggi pada keadaan pankreatitis akut. Pada keadaan pankreatitis yang berat, penderita tampak sangat toksik. Namun pada penderita dengan kolesistitis akut dengan komplikasi pankreatitis akut USG diperlukan untuk segera membedakan keadaan tersebut. Untuk membedakan dengan kolesistitis, pada keadaan hepatitis biasanya pada pemeriksaan laboratorium menun-jukkan kadar serum enzim hepar akan jauh lebih tinggi dibanding dengan kolesistitis akut. Pada keadaan apendisitis akut, ditandai oleh nyeri khas pada perut kanan bawah, diawali dari sekitar daerah umbilikal yang kemudian menetap di perut kanan bawah. Pada keadaan perforasi usus, pada pemeriksaan radiologis sering dijumpai adanya udara bebas pada foto polos abdomen.

10. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan non bedahPada orang dewasa alternatif terapi non bedah meliputi penghancuran batu dengan obat-obatan seperti chenode-oxycholic atau ursodeoxycholic acid, extracorporeal shock-wave lithotripsy dengan pemberian kontinyu obat-obatan, penanaman obat secara langsung di kandung empedu. Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada chenodeoxy-cholic karena efek samping yang lebih banyak padapenggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan hiperkolesterolemia sedang. Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60% pasien dengan kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun setelah terapi. Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam. Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu. Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy (ESWL) menggunakan gelombang suara dengan amplitudo tinggi untuk menghancurkan batu pada kandung empedu. Pasien dengan batu yang soliter merupakan indikasi terbaik untuk dilaskukan metode ini. Namun pada anak-anak penggunaan metode ini tidak direkomendasikan, mungkin karena angka kekambuhan yang tinggi. Penatalaksanaan bedahKolesistektorni merupakan satu-satunya terapi definitifuntuk penderita batu simtoriatik, yaitu dengan mengangkat batu dan kandung empedu, dapat mencegah berulangnya penyakit.Kolesistektomi dapat dilakukan dengan cara operasi membuka rongga perut (laparotomi abdomen) atau dengan menggunakan laparoskopi. Kolesistektomi laparoskopi telah berkembang cepat setelah pertama kali diperkenalkan pada tahun 1987, menggantikan kolesistektomi terbuka dan 80-90% kolesistektomi di Inggris dilalarkan dengan cara ini. Kolesistektomi laparoskopi adalah suatu prosedur invasif dengan membuat insisi kecil pada abdomen serta menggunakan kamera video kecil untuk memperbesar organ di dalam rongga perut. Dengan menggunakan monitor video sebagai pemandu, dokter bedah mengidentifikasi, mengisolasi dan mengangkat kandung empedu dengan laparoskop. Risiko dari teknik laparoskopi ini adalah trauma duktus hepatikus atau duktus koledokus.

DAFTAR PUSTAKA1. Widiastuty, astir S. pathogenesis batu empedu vol. 1 edisi 1. Fakultas kedokteran universitas muhammadiyah. 2010 ; Palembang2. Gustawan, IW dkk. Kolelitiasis pada anak vol. 57. Majalah kedokteran Indonesia. Bagian ilmu kesehatan anak fakultas kedokteran universitas udayana. 2007 ; Denpasar3. Ginting, setiamenda. A description characteristic risk factor of the kolelitiasis 4. Disease in the colombia asia medan hospital. Jurnal darma agung. Lecture Faculty of Science Nurses University of Darma Agung. 2011 ; Medan5. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit DalamJilid I Edisi Keempat, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.6. Nurman, A. penatalaksanaan batu empedu. Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo. 2010 ; Jakarta1