TINJAUAN PUSTAKA Hepatitis I. Pendahuluan Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan hati yang memberikan gejala klinis yang khas yaitu badan lemas, kencing berwarna seperti air teh pekat, mata dan seluruh badan menjadi kuning. Penyakit ini telah dikenal sejak lebih dari 2000 tahun yang lalu oleh Hippocrates, dan semula dianggap sebagai suatu kesatuan klinik tersendiri pada akhir abad ke 18 dan 19, yaitu sebelum Perang Dunia Kesatu. Pada waktu itu hanya dikenal dua macam hepatitis, yang dapat menimbulkan epidemic, yaitu Hepatitis Infeksiosa (HI) dan Hepatitis Serum (HS). Disebut HI karena virus yang masuk tubuh kita melalui tinja ke mulut (faecal oral route) dengan masa inkubasi 3-6 minggu. Sedangkan HS cara penularannya melalui darah (parenteral) dengan masa inkubasi 2-6 bulan. Tetapi perkembangan zaman dan kemajuan pemeriksaan imunologis, maka pembagian tersebut tidak berlaku lagi. Kini sebagai penyebab dari hepatitis dapat dibagi atas: 1. Hepatitis oleh virus Virus spesifik hati (A, B, C, D, dan E) terbanyak, sedangkan virus F, G, dan TT masih sedang diteliti Virus lain: EBV, CMV
hepatitis c merupakan suatu penyakit virus yang mengenai hepar, dimana diketahui terdapat banyak varian hepatitis virus, salah satunya hepatitis virus c
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TINJAUAN PUSTAKA
Hepatitis
I. Pendahuluan
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan hati yang
memberikan gejala klinis yang khas yaitu badan lemas, kencing berwarna seperti air
teh pekat, mata dan seluruh badan menjadi kuning.
Penyakit ini telah dikenal sejak lebih dari 2000 tahun yang lalu oleh
Hippocrates, dan semula dianggap sebagai suatu kesatuan klinik tersendiri pada akhir
abad ke 18 dan 19, yaitu sebelum Perang Dunia Kesatu. Pada waktu itu hanya dikenal
dua macam hepatitis, yang dapat menimbulkan epidemic, yaitu Hepatitis Infeksiosa
(HI) dan Hepatitis Serum (HS). Disebut HI karena virus yang masuk tubuh kita
melalui tinja ke mulut (faecal oral route) dengan masa inkubasi 3-6 minggu.
Sedangkan HS cara penularannya melalui darah (parenteral) dengan masa inkubasi 2-
6 bulan. Tetapi perkembangan zaman dan kemajuan pemeriksaan imunologis, maka
pembagian tersebut tidak berlaku lagi. Kini sebagai penyebab dari hepatitis dapat
dibagi atas:
1. Hepatitis oleh virus
Virus spesifik hati (A, B, C, D, dan E) terbanyak, sedangkan virus F,
G, dan TT masih sedang diteliti
Virus lain: EBV, CMV
2. Hepatitis oleh bakteri (terbanyak oleh Salmonella typhi, maupun parasit oleh
malaria)
3. Hepatitis oleh obat-obatan
Hepatitis virus akut merupakan sindrom klinis akibat infeksi virus
hepatotropik. Manifestasi klinis dapat tampak jelas, tidak jelas/subklinis, atau secara
cepat mengalami progresi dan terjadi keggalan faal hati yang fatal. Kerusakan
terbesar terjadi pada hati. Tergantung pada penyebabnya, apakah terjadi infeksi
secara bersamaan dengan virus yang berbeda, dan apakah terdapat manifestasi
ekstrahepatik, virus hepatitis akut mempunyai derajat morbiditas dan dapat
2
berkembang menjadi hepatitis kronis, sirosis hati, bahkan karsinoma hepatoseluler,
kecuali Hepatitis virus A dan E (self limiting disease)
II. Etiologi
Telah diidentifikasikan adanya 5 penyebab utama virus hepatitis (virus
hepatitis A, B, C, D, E); meskipun virus-virus ini merupakan virus hepatotropik tetapi
mempunyai struktur, jalur transmisi, dan gambaran klinis yang berbeda.
Disamping virus hepatotropik, beberapa virus non-hepatotropik juga dapat
menyebabkan kerusakan hati akut. Yang termasuk dalam ini adalah virus Epstein
Barr, cytomegalovirus, herpes simplex, arboviruses, coxsackie, varicella zoster, dan
rubella. Hepatitis yang disebabkan oleh virus-virus ini umumnya ringan dan
berlangsung singkat dan biasanya tidak berkembang menjadi hepatitis kronis dan
sirosis, namun demikian kasus yang berat pernah dilaporkan pada penderita dengan
daya tahan tubuh yang lemah.
Apabila virus hepatotropik masuk ke dalam tubuh, ia secara cepat akan
tinggal dalam hati. Setelah masa inkubasi yang berbeda dari setiap virus, mereka
mulai melakukan replikasi dalam hepatosit, kemudia virus di lepaskan ke dalam
darah dan empedu. Puncak replikasi virus dalam liver pada umumnya sesuai dengan
mulainya terjadinya nekrosis hepatoseluler, baik karena sitopatogenisitasnya secara
langsung maupun respon imun antivirus. Pada stadium ini virus umumnya dapat
ditemukan dalam darah dan cairan tubuh lainnya bersamaan dengan antibody
terhadap viral nucleocapsid dan envelope protein. Necrosis hati pada saat ini adalah
maksimal dan ditandai dengan abnormalitas tes fungsi liver hati, dan pada sebagian
pasien akan tampak tanda-tanda klinis yang jelas. Munculnya neutralizing antibodies,
umumnya antara 4 dan 8 minggu dari mulainya kerusakan hepatoseluler,
menggambarkan resolusi infeksi. Suatu respons hyperimmune terhadap antigen virus,
terutama yang berasal dari sel B dan Th1, dapat menyebabkan bentuk yang berat,
yakni fulminan.
3
III. Gejala dan Tanda
Perjalanan klinis hepatitis virus akut hamper sama semuanya tanpa melihat
etiologinya. Secara klasik, hepatitis virus akut simtomatis menunjukkan gambaran
klinis yang dapat dibagi dalam 4 tahap:
Masa Tunas (inkubasi): tergantung pada jenis virus
Masa Prodromal/Preikterik: 3-10 hari, rasa lesu/lemah badan, panas, mual,
sampai muntah, anoreksia, perut kanan terasa nyeri.
Masa Ikterik: didahului urine berwarna coklat, sclera kuning, kemudian
seluruh badan, puncak ikterus dalam 1-2 minggu, hepatomegali ringan yang
nyeri tekan.
Masa Penyembuhan: ikterus berangsur kurang dan hilang dalam 2-6 minggu,
demikian pula anoreksia, lemah badan, dan hepatomegali. Penyembuhan
sempurna biasanya terjadi dalam 3-4 bulan.
Gejala yang paling awal dari fase prodromal pada akhir masa inkubasi ialah
nonspesifik, konstitusional, dan bervariasi; sebagian besar berupa gejala system
pencernaan, seperti tidak suka makan, mual, dan muntah. Sering didapatkan rasa
malas, cepat lelah, demam, dan pegal linu (flulike syndrome). Nyeri persendian
(artralgia), sangat mungkin disebabkan oleh pembentukan kompleks imun.
Pembesaran hati yang cepat akan menyebabkan rasa nyeri tumpul (kemeng) apda
hipokondrium kanan. Perlu ditekankan bahwa sebagaimana servei serologi pada
populasi umum, lebih dari 90% infeksi akut dengan virus hepatitis adalah
asimtomatik atau adanya gejala yang tidak spesifik yang tidak diikuti oleh diagnosis
klinis pada saat periode akut. Perjalanan asimtomatis sering didapatkan pada infeksi
hepatitis virus A pada anak dan hepatitis virus C pada dewasa. Hepatitis virus
simtomatis yang disebabkan oleh virus hepatitis G tidak pernah dilaporkan.
Bila terjadi nekrosis hepatoseluler massa liver fungsional menurun, kegagalan
ekskresi bilirubin akan menyebabkan jaundice (fase ikterus). Jaundice didahului oleh
warna air kencing yang gelap dan feses yang pucat selama beberapa hari. Pada fase
ini gejala prodromal pada umumnya menghilang. Bila kolestasis menonjol, akan
4
terjadi rasa gatal, seperti obstruksi bilier. Penurunan berat badan yang terjadi selama
fase ini dapat disebabkan oleh adanya anoreksia dan kurangnya asupan makanan.
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan adanya hepatomegalui ringan,
kadang-kadang nyeri, dan pada 10-20% pasien bisa didapatkan pembesaran limpa
(splenomegali). Walaupun jarang, bisa didapatkan adanya pembesaran kelenjar limfe
leher. Sedikit spider nevi dan eritema palmaris yang ringan bisa tampak bila fungsi
liver membaik. Perhatian khusus harus diperhatikan untuk menyingkirkan bukti-bukti
secara fisik adanya penyakit hati kronis (hepatomegali, splenomegali massive,
kolateral vena pada perut, tanda-tanda hiper-estrogenism pada pria), karena reaktivasi
dari dasar penyakit hati kronis dapat tampak dengan suatu pola laboratorium yang
menyerupai hepatitis virus akut.
Selama fase ini penting untuk mencari tanda-tanda awal adanya kegagalan
hati berat (yang secara klinis ditandai dengan koagulopati, somnolen, iritabilitas dan
perubahan tingkah laku karena ensefalopati hepatic). Bila hal tersebut terjadi
menunjukkan perkembangan kea rah hepatitis fulminan dan harus segera dirujuk ke
pusat-pusat dengan akses yang siap untuk transplantasi hati darurat (emergency liver
transplantation).
Setelah beberapa minggu, umumnya berkisar 1-4 minggu, gambaran klinis
dan laboratories hepatitis virus akut akan membaik secara nyata, dan pasien masuk
dalam fase pemulihan dalam beberapa minggu. Bila infeksi disebabkan oleh virus
hepatitis A dan virus hepatitis E maka penyembuhannya adalah sempurna, namun
bila penyebabnya adalah virus hepatitis B, D, atau C dapat terjadi evolusi ke arah
kronis.
Fase pemulihan umumnya berakhir dalam 3 sampai 6 minggu dan jarang
sampai 12 minggu, dengan penurunan dan hilangnya gejala umum secara progresif
dengan normalisasi hasil laboratorium. Abnormalitas kadar aminotransferase yang
persisten dan replikasi virus pada saat ini menunjukkan infeksi oleh virus hepatitis B,
virus hepatitis D, dan virus hepatitis C, yang menyertai evolusi kronis dan
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, termasuk biopsy hati perkutan.
5
IV. Laboratorium
Urine
Kelainan pertama yang terlihat yaitu adanya bilirubin dalam urine, bahkan
dapat terlihat sebelum ikterus timbul. Juga bilirubinuria timbul sebelum kenaikan
bilirubin dalam serum dan kemudian ini menghilang dalam urine, walaupun bilirubin
serum masih positif. Urobilinogen dalam urine dapat timbul pada akhir fase
preikterus. Pada waktu ikterus sedang menaik, terdapat sangat sedikit bilirubin dalam
intestine, sehingga urobilinogen menghilang dalam urine.
Tinja
Pada waktu permulaan timbulnya ikterus warna tinja sangat pucat. Analisis
tinja menunjukkan steatore. Apabila warna tinja kembali normal, berarti ada proses
ke arah penyembuhan.
Darah
Yang penting ialah perlu diamati serum bilirubin, SGOT, SGPT, dan asam
empedu, seminggu sekali selama dirawat di RS. Pada masa preikterik, hanya
ditemukan kenaikan dari bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk), walaupun bilirubin
totak masih dalam batas normal.
Pada minggu pertama dari fase ikterik, terdapat kenaikan kadar serum
bilirubin total (baik yang terkonjugasi maupun yang tidak terkonjugasi). Kenaikan
kadar bilirubin bervariasi antara 6-12 mg%, tergantung dari berat ringannya penyakit.
Bila diikuti setiap hari terus menerus, maka kadar bilirubin total terus meningkat
selama 7-10 hari. Umumnya kadar bilirubin mulai menurun setelah minggu kedua
dari fase ikterik, dan mencapai batas normal pada masa penyembuhan.
Serum transaminase yang perlu diamati ialah SGOT (aspartate
aminotransferase (AST)), SGPT (alanine aminotransferase (ALT)). Pada fase akut
yaitu permulaan fase ikterik terdapat kenaikan yang menyolok dari SGOT dan SGPT,
kenaikannya dapat sampai sepuluh kali dari nilai normal, bahkan pada kenaikan yang
lebih berat kenaikannya dapat seratus kalinya. Kadar SGPT umumnya lebih tinggi
6
daripada SGOT. Peningkatan aminotransferase adalah cepat dan diikuti oleh
hiperbilirubinemia pula. Pada minggu kedua dari fase ikterik mulai terdapat
penurunan 50% dari serum transaminase tetapi pada fase penyembuhan nilainya
belum mencapai normal. Nilai normal baru dicapai sekitar 2-3 bulan setelah
timbulnya penyakit. Oleh karena itu serum transaminase ini digunakan untuk
memantau perkembangan penyakit penderita, dan sebaiknya diperiksa 1-2 bulan
sekali selama berobat jalan. Bila hasilnya setelah 6 bulan tetap meninggi maka perlu
dipikirkan kemungkinan menjadi kronis. Pemeriksaan enzim dengan menggunakan
rasio dari De Ritis amat bermanfaat untuk membedakan jenis kerusakan hati. Pada
hepatitis akut rasio SGOT/SGPT ialah 0,4-0,8, sedangkan pada hepatitis kronis rasio
SGOT/SGPT ialah sekitar 1 atau lebih.
Kadar albumin serum umumnya tidak menurun, kecuali pada kasus subakut
yang lebih berat setelah minggu pertama penyakit, ataupun dapat merupakan pertanda
menjadi kronis, bila diikuti dengan meningkatnya nilai globulin. Nilai alkali fosfatase
dapat pula terjadi sedikit kenaikan yang bersifat sementara, terutama pada fase akut,
untuk selanjutnya kembali dalam batas normal. Bila ditemukan tetap meninggi, maka
perlu dipikirkan adanya kholestasis. Nilai protrombin time ini dapat digunakan untuk
memantau perkembangan hepatitis virus akut serta dapat menilai derajat kegagalan
fungsional hati, dimana pada hepatitis virus akut biasanya mempunyai nilai normal
atau sedikit menaik. Bila hasil protrombin time tetap sangat memanjang, walaupun
telah diberikan suntikan vit K tdiak akan kembali normal berarti menjadi hepatitis
fulminan.
Kelainan darah perifer yang ditemukan pada fase preikterik yaitu terlihat
lekopeni, limfopeni dan netropenia merupakan gambaran yang umum dari infeksi
virus. Disamping itu terlihat LED menaik, kemudian pada fase ikterik kembali
normal, dan terdapat kenaikan lagi bilamana ikterusnya berkurang, yang kembali
normal lagi pada fase penyembuhan yang sempurna.
Lebih dari separuh pasien dengan hepatitis virus akut dapat mengalami
hipoglikemia selama fase simtomatis yang disebabkan oleh berkurangnya simpanan
7
glikogen hati dan sering diperberat oleh asupan makanan yang kurang akibat mual
dan diet yang tidak cukup.
Pemeriksaan virology memainkan peranan yang penting dalam menegakkan
diagnosis etiologis hepatitis virus akut. Identifikasi yang benar dari penyebab tidak
saja penting untuk menetukan penatalaksanaan dan prognosis pasien, tetapi juga
untuk mengontrol penularan infeksi pada lingkungan.
V. Jenis virus hepatitis
Berikut adalah penjelasan jenis virus hepatitis yang dewasa ini cukup sering
dijumpai serta terkadang tidak nampak gejalanya secara langsung, yakni hepatitis
virus C.
V.1. Hepatitis Virus C
Dengan makin meningkatnya pengetahuan dan teknologi, sampai saat
sekarang telah dikenal 5 macam virus hepatitis, yaitu A, B, C, D, dan E. dari ke 5
macam virus tersebut, semula yang menjadi permasalahan tingkat nasional maupun
internasional ialah hepatitis B, karena dapat menimbulkan berbagai macam
manifestasi klinis. Tetapi sejak ditemukan hepatitis pascatranfusi (HPT) sekitar tahun
1970, yang kemudian disebut hepatitis Non-A Non-B, dan akhirnya disepakati untuk
diberi nama hepatitis C setelah diketahui macam virusnya, timbul permsalahan baru,
karena juga dapat menimbulkan berbagai macam manifestasi klinis.
Dengan ditemukan hepatitis C yang mempunyai ciri yang sama dengan
hepatitis B, tetapi memiliki kronisitas yang lebih tinggi, perlu dibahas secara umum
hepatitis C (riwayat, etiologi, insidensi, cara penularan), dan berbagai manifestasi
klinis yang secara khusus ditinjau kejadiannya di Indonesia berdasar hasil penelitian
yang telah dilakukan.
V.1.1. Riwayat Penyakit
Dengan ditemukannya hepatitis pascatranfusi (HPT) sekitar tahun 1970, maka
dianggap penyakit ini identik dengan hepatitis virus B (HVB). Karena waktu itu
8
dianggap hanya HVB sajalah sebagai penyebabnya. Setelah WHO pada tahun 1974
menganjurkan uji saring darah donor terhadap HBsAg, kasus HPT memang
berkurang, tetapi tidak dapat hilang sama sekali, meskipun telah dilakukan uji saring
terhadap HBsAg dengan metode yang paling peka, ternyata kemudian sampai 90%
ditemukan kasus HPT. Setelah uji saring HBsAg dengan metode yang paling peka,
ternyata bukan disebabkan oleh hepatitis virus B maupun oleh virus A, meskipun
gejala kliniknya menyerupai kedua penyakit tersebut. Oleh karena waktu itu belum
diketahui jenis virus penyebabnya, maka disepakati untuk diberi nama Hepatitis Virus
Non-A Non-B.
Setelah ditemukan ada dua macam virus sebagai HNANB, maka kemudian
disepakati untuk mnama Hepatitis Virus C (HVC) pada HNANB yang transmisinya
melalui produk darah atau secara parenteral, dan Hepatitis Virus E (HVE) pada
HNANB yang transmisinya melalui air atau sumber air (water borne). Kesepakatan
ini diperkukuh lagi setelah ditemukan macam virus dari HVC oleh kelompok para
peneliti dari “Chiron Corporation di California”.
V.1.2. Etiologi
Sampai bertahun-tahun lamanya belum ditemukan macam virus dari HNANB,
dan belum ada pertanda serologis yang khas untuk mendeteksinya. Sehingga untuk
membuat diagnosis hanya dengan menyingkirkan (eksklusi) kemungkinan infeksi
HVA dan HVB, juga terhadap virus lainnya misalnya terhadap virus Coxsackie B,
Epstein Barr, dan Cytomegalovirus.
Sampai akhirnya pada tahun 1988 para peneliti dari Chiron Corporation di
California telah menemukan virus hepatitis baru, yang disebut hepatitis virus C
(HVC), ditemukan pada penderita HNANB yang transmisinya melalui darah atau
produk darah. Genom virus ini merupakan untaian RNA tunggal, yang panjangnya
10000 nukleotida. HVC mengandung selubung lipid dengan diameter 50-60 nm dan
sensitive terhadap pelarut organic misalnya kloroform. Antigen virus mengandung
363 asam amino. Anti HCV telah ditemukan pada serum penderita HNANB
pascatranfusi sebanyak 60-90%. Dengan demikian sejak saat ini HNANB yang
9
transmisinya parenteral, disebut HVC. Karena itu terhadap setiap donor darah harus
dilakukan uji saring, tidak hanya terhadap HBsAg saja, tetapi harus juga dilakukan
terhadap HVC. Dan HNANB yang transmisinya secara endemis atau peroral
kemudian dikenal menjadi HVE, umumnya memiliki prognosis baik.
Virus hepatitis C adalah virus RNA dari keluarga Flaviviridae. Virus ini
memiliki partikel untuk menyelimuti untaian RNA yang panjangnya 9600 basa
nukleotida. Genom VHC terdiri dari protein structural (C, E1 dan E2) dan protein non
structural (NS1, NS2, NS3, NS4A, NS4B, NS5A dan NS5B) yang terletak di dalam
poliprotein 5’NTR dan 3’NTR. Protein non-struktural dan RNA virus hepatitis C
telah terbukti ditemukan pada hati pasien yang terinfeksi virus hepatitis C sehingga
membuktikan bahwa hati adalah tempat replikasi virus hepatitis C.
Saat ini VHC telah berhasil diidentifikasi memiliki 7 genotipe dengan 67
subtipe, akan tetapi masih belum ada kesepakatan secara internasional sehingga tetap
menggunakan pembagian 6 genotipe dengan 50 subtipe untuk memudahkan diagnosis
dan tatalaksana. Pemeriksaan genotype berguna untuk menentukan durasi terapi dan
memperkirakan respons terapi. Genotype 1a dan 1b paling sering dijumpai, meliputi
hampir 60% infeksi VHC, predominan di wilayah Eropa, Amerika Utara dan Jepang.
Genotype 2 lebih jarang dijumpai dan umumnya berhubungan dengan faktor risiko
infeksi VHC dari tranfusi darah. Genotype 3 banyak dijumpai di wilayah Asia
Tenggara sedangkan genotype 4 banyak dijumpai di Timur Tengah, Mesir, Afrika
Utara dan Afrika Tengah. Genotype 5 hanya dijumpai di wilayah Afrika Selatan
sedangkan genotype 6 tersebar merata di seluruh wilayah Asia. Genotype 7 dijumpai
di Kanada, Belgia dan kemungkinan di Afrika Tengah.
V.1.3. Insidensi
Sejak tahun 1982 HNANB mulai masuk ke dalam system pelaporan kesakitan
dan kematian di EDC (Centers of Disease Control). Sejak itu telah dilaporkan sekitar
4000 kasus per tahun, dan insidensinya sebesar 1,6 per 100000 penduduk. Insidensi
ini hanya menggambarkan sebanyak 7% dari seluruh hepatitis virus yang dilaporkan
10
ke EDC. Angka yang kecil ini diduga disebabkan beberapa kasus yang tidak
dilaporkan, selain itu juga karena tidak dilakukan pemeriksaan serologic.
Kemungkinan angka yang sebenarnya diduga sekitar 20-40% dari seluruh kasus
hepatitis akut.
HVC telah banyak dilaporkan di seluruh dunia, dan pada saat ini diperkirakan
sekitar 100 juta pengidap kronik HNANB di dunia. Sekitar 175ribu kasus baru
dilaporkan dari Amerika dan Eropa, dan sekitar 350ribu pula dari Jepang. Kejadian
HVC akut sangat bervariasi dan tergantung kepada lokasi geografis.
Di Jakarta dilaporkan kejadian HVC akut merupakan urutan kedua setelah
HVA akut dan jauh diatas HVB akut. Berbeda dengan laporan di RS Hasan Sadikin
Bandung yang menemukan 28,3% kasus penyakit hati kronik karena HVC.
V.1.4. Kelompok Risiko Tinggi
Angka kejadian HVC akan lebih tinggi pada kelompok risiko tinggi. Berdasar
laporan hasil penelitian, diperoleh data mereka yang dapat digolongkan kelompok
risiko tinggi ialah
- Penerima tranfusi darah atau produk darah (resipien)
- Yang sering menggunakan obat-obat intravena (intravena drug users/abusers)
- Tenaga medis/paramedic yang sering kontak dengan darah atau komponen
darah
- Penderita yang mendapat hemodialisa dan anggota staf ruang hemodialisis
V.1.5. Cara Penularan
Pada umumnya cara penularan HVC adalah parenteral. Semula penularan
HVC dihubungkan dengan tranfusi darah atau produk darah, melalui jarum suntik.
Tetapi setelah ditemukan bentuk virus dari hepatitis C, makin banyak laporan
mengenai cara penularan lainnya, yang umumnya mirip dengan cara penularan HVB.
11
Penularan horizontal
Di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang penularan HVC terjadi
terutama melalui cara parenteral, yaitu tranfusi darah atau komponen produk
darah, hemodialisa, dan penyuntikan obat secara intravena.
1. Secara kontak
Banyak dilaporkan mengenai penularan secara kontak. Penularan
secara kontak erat hubungannya dengan penggunaan bersama alat cukur, sikat
gigi, handuk di dalam keluarga. Dilaporkan penularan intrafamilial, yaitu
terjadinya kontak antara orang demi orang di dalam keluarga. Penularan HVC
secara intrafamilial dapat terjadi melalui penularan horizontal atau vertical.
Penularan vertical kemungkinannya lebih sedikit bila dibanding HVB.
Berdasar laporan penelitian terhadap 42 penderita HVC kronik aktif, dan dari
114 anggota keluarga yang diperiksa, ditemukan 34 (82%) yang mengandung
Anti-HCV positif.
2. Transmisi seksual
Kontak langsung antara pasangan suami-istri penderita HVC dapat
terjadi. Dilaporkan kejadian Anti HCV positif sebanyak 11% pada 140
individu yang mempunyai kontak seksual atau serumah dengan mereka yang
menderita HVC atau mempunyai riwayat partner heteroseksual yang multiple.
Laporan lain menyatakan, ditemukan 4,7% Anti HCV positif pada 191
penderita heteroseksual yang memiliki riwayat penyakit kelamin. penularan
HVC pada individu homoseksual lebih sedikit dibanding HVB.
3. Transmisi sporadic (Non parenteral)
Karena ditemukannya anti HCV pada donor darah menunjukkan
bahwa HVC dapat ditularkan non-parenteral. Penularan ini disebut juga
penularan secara sporadic (community acquired), dimana tidak terdapat
riwayat tranfusi darah atau penggunaan obat-obatan intravena. Hampir
12
setengah kasus penularan sporadic ini ditemukan Anti HCV positif setelah 6
minggu serangan dan sisanya 40% positif setelah 6 bulan. Mungkin juga
transmisi parenteral yang tidak jelas melalui darah atau kontak seksual,
merupakan mekanisme penularan sporadic.
Penularan vertical
Penularan vertical adalah penularan dari seorang ibu pengidap atau
penderita HVC kepada bayinya sebelum persalinan, pada saat persalinan atau
beberapa saat setelah persalinan. Dari pemeriksaan serologis Anti HCV
selama 24 bulan terhadap 232 wanita partus di Hongkong bersama 234 bayi
mereka dilakukan pemeriksaan. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan 17
dari 232 wanita tersebut (7,3%) dan 7 dari bayinya (3,0%) yang Anti HCV
positif. Disini mungkin terjadi transmisi vertical dari seorang ibu kepada
bayinya.
V.1.6. Perjalanan Alamiah Infeksi Virus Hepatitis C
Masa inkubasi VHC berkisar antara 14-180 hari (± 45 hari). Manifestasi klinis
infeksi hepatitis C akut bervariasi mulai dari asimtomatik (80%) sampai bergejala
(20%) baik ringan maupun berat. Gejala klinik yang sering dijumpai adalah malaise,
letih, anoreksia, ikterik, hepatomegali, dan peningkatan kadar enzim alanine
aminotransferase. Apabila setelah 6 bulan pascapaparan, anti-HCV dan RNA VHC
(HVC RNA) masih terdeteksi di dalam darah maka didiagnosis sebagai hepatitis C
kronik.
Hampir 80% pasien hepatitis C akut akan menetap menjadi hepatitis C kronik.
Faktor yang meningkatkan risiko kronisitas meliputi jenis kelamin laki-laki, usia > 25
tahun saat mengalami infeksi, asimptomatik, etnis Afrika-Amerika, koinfeksi dengan
HIV, kondisi imunosupresi, konsumsi alcohol berat, obesitas, keberadaan resistensi
insulin dan diabetes mellitus tipe 2. Progresifitas hepatitis C kronik berjalan lambat,
10-20% akan berkembang menjadi sirosis hati dalam kurun waktu 15-20 tahun dan
13
setelah menjadi sirosis hati sebanyak 1-5% per tahun berkembang menjadi karsinoma
hepatoseluler (KHS). Angka mortalitas akibat komplikasi penyakit sirosis hati terkait
infeksi hepatitis C kronik sekitar 4% per tahun. Manifestasi ekstrahepatik yang
berhubungan dengan keberadaan infeksi hepatitis C kronik adalah krioglobulinemia,
lichen planus, porphyria cutaneus tarda, limfositik sialodenitis dan glomerulonefritis
membranosa. Selain itu juga didapatkan adanya hubungan antara limfoma non-
hodgkin dan infeksi hepatitis C kronik.
VI. Diagnosis dan Pengkajian Awal Pra-terapi
VI.1. Diagnosis
Pada infeksi hepatitis C akut, HCV RNA dapat terdeteksi dalam 7-10 hari
setelah paparan, kemudian anti-HCV mulai dapat terdeteksi di dalam darah 2-8
minggu setelah paparan. Saat diagnosis awal hepatitis C akut, pemeriksaan anti-HCV
positif hanya ditemukan pada sekitar 50% pasien. Diagnosis hepatitis C akut dapat
ditegakkan jika terjadi serokonversi anti-HCV pada pasien yang sebelumnya telah
diketahui anti-HCV negative, oleh karena tidak adanya penanda serologi yang dapat
membuktikan infeksi akut VHC. Pada kasus pasien dengan gejala sesuai (alanine
aminotransferase (ALT) >10x nilai batas normal, ikterik) tanpa adanya riwayat
penyakit hati kronik atau penyebab lain hepatitis akut, dan/atau sumber penularan
dapat diidentifikasi maka dapat dicurigai hepatitis C akut, meskipun 80% infeksi
hepatitis C akut bersifat asimtomatik.
Diagnosis hepatitis C kronik dapat ditegakkan apabila anti-HCV dan HCV
RNA tetap terdeteksi lebih dari 6 bulan sejak terinfeksi disertai dengan gejala-gejala
penyakit hati kronik.
VI.2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan serologi untuk mendeteksi anti-HCV dengan menggunakan
tekhnik enzyme linkage immunosorbent assay (ELISA) atau chemiluminescent
immunoassay (CLIA). Apabila dari pemeriksaan ELISA atau CLIA didapatkan hasil
14
anti-HCV positif makan seseorang dapat dinyatakan terinfeksi virus hepatitis C dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan HCV RNA.
Mengingat masa serokonversi anti-HCV 5-10 minggu setelah paparan
sehingga pemeriksaan anti-HCV saja dapat menyebabkan terjadinya misdiagnosis
pada sekitar 30% kasus hepatitis C akut. Selain itu, pada pasien dengan
imunodefisiensi (pasien HIV, pasien hemodialisis dan penggunaan obat-obat
imunosupresan) pemeriksaan anti-HCV dapat memberikan hasil negative palsu. Pada
kondisi tersebut atau apabila kecurigaan infeksi hepatitis C cukup besar maka
diperlukan pemeriksaan lanjutan yaitu pemeriksaan HCV RNA. Pemeriksaan HCV
RNA dengan real-time PCR dapat mendeteksi keberadaan jumlah virus VHC sampai
muatan virus minimal <50 IU/mL untuk dual therapy dan <15 IU/mL untuk triple
therapy. Pemeriksaan ini penting untuk menegakkan diagnosis maupun pemantauan
terapi antivirus.
Pada infeksi hepatitis C kronik didapatkan bukti anti-HCV dan HCV RNA
positif disertai tanda-tanda hepatitis kronik. Interpretasi hasil anti-HCV dan HCV
RNA dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel Interpretasi hasil anti-HCV dan HCV RNA
Anti-HCV HCV RNA Interpretasi
Positif Positif Akut atau kronis bergantung pada gejala klinis
Positif Negative Resolusi VHC; Status infeksi tidak dapat ditentukan
(mungkin dalam status intermittent viremia)
Negative Positif Infeksi VHC akut awal; VHC kronik pada pasien
dengan status imunosupresi; Pemeriksaan HCV RNA
positif palsu
Negative Negative Tidak terinfeksi VHC
15
VI. 3. Pengkajian Sebelum Pemberian Terapi
a) Mencari penyebab lain dari penyakit hati kronik
Sebelum memulai terapi antivirus perlu dilakukan pengkajian terlebih
dahulu. Penilaian terhadap kemungkinan adanya koinfeksi dengan virus
hepatitis B (VHB) dan HIV, mencari kemungkinan penyakit komorbid lain
seperti penyakit hati alcohol, penyakit hati autoimun dan non-alcohol fatty
liver disease (NAFLD). Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan untuk
menilai fungsi hati antara lain pemeriksaan kadar alanine aminotransferase