9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Nanas Penyebaran tanaman nanas di Indonesia sangat luas di seluruh provinsi. Daerah sentra pengembangan tanaman nanas di Indonesia antara lain: Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Maluku dan Bali (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2008). Adapun daerah sentra produksi nanas di Indonesia pada tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Provinsi sentra produksi nanas di Indonesia tahun 2015 No. Provinsi Produksi (Ton) 1. Lampung 534.774 2. Sumatera Utara 223.128 3. Jawa Tengah 201.039 4. Jawa Barat 187.554 5. Jawa Timur 171.303 6. Jambi 142.846 7. Riau 74.388 8. Sumatera Selatan 57.521 9. Kalimantan Barat 56.177 10. Kalimantan Timur 8.184 (Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2016a) Produksi nanas Provinsi Jawa Barat pada tahun 2015 berada di posisi ke empat dengan total produksi mencapai 187.554 ton. Kabupaten/kota sentra produksi nanas di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 2.
31
Embed
TINJAUAN PUSTAKA BAB II - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240110/2015/240110150066_2_9928.pdfTanaman nanas adalah tanaman yang berbentuk herba dan bersifat terestrial atau
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Nanas
Penyebaran tanaman nanas di Indonesia sangat luas di seluruh provinsi.
Daerah sentra pengembangan tanaman nanas di Indonesia antara lain: Jawa Barat,
Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat,
Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Maluku dan Bali
(Direktorat Jenderal Hortikultura, 2008). Adapun daerah sentra produksi nanas di
Indonesia pada tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Provinsi sentra produksi nanas di Indonesia tahun 2015
No. Provinsi Produksi (Ton)
1. Lampung 534.774
2. Sumatera Utara 223.128
3. Jawa Tengah 201.039
4. Jawa Barat 187.554
5. Jawa Timur 171.303
6. Jambi 142.846
7. Riau 74.388
8. Sumatera Selatan 57.521
9. Kalimantan Barat 56.177
10. Kalimantan Timur 8.184
(Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2016a)
Produksi nanas Provinsi Jawa Barat pada tahun 2015 berada di posisi ke
empat dengan total produksi mencapai 187.554 ton. Kabupaten/kota sentra
produksi nanas di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 2.
10
Tabel 2. Kabupaten/kota sentra produksi nanas di provinsi Jawa Barat tahun 2015
No. Kabupaten/Kota Produksi (Ton) Kontribusi (%) Kontribusi
Kumulatif (%)
1. Subang 181.798 96,93 96,93
2. Bogor 4.184 2,23 99,16
3. Bandung 319 0,17 99,33
4. Purwakarta 298 0,16 99,49
5. Tasikmalaya 249 0,13 99,62
6. Sukabumi 185 0,10 99,72
7. Cianjur 157 0,08 99,81
8. Ciamis 121 0,06 99,87
9. Sumedang 67 0,04 99,91
10 Majalengka 44 0,02 99,93
Lainnya 132 0,07 100,00
Jawa Barat 187.554 100,00
(Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2016a)
Tanaman nanas yang berada di daerah Subang Jawa Barat merupakan
spesies Ananas comosus (L.) Merr. (Collins, 1968). Tanaman nanas adalah
tanaman yang berbentuk herba dan bersifat terestrial atau dapat hidup di darat
dengan ketinggian 100 sampai dengan 1200 diatas permukaan laut. Tanaman
nanas merupakan anggota famili Bromeliaceae. Beberapa anggota famili
Bromeliaceae dibudidayakan untuk diambil serat dari daunnya, sebagai tanaman
hias atau dibudidayakan secara komersial untuk menghasilkan buah yaitu Ananas
comosus (L.) Merr. (Collins, 1968). Tanaman nanas terdiri dari akar, batang,
daun, bunga, buah dan tunas-tunas. Bagian-bagian tanaman nanas dapat dilihat
pada Gambar 3.
11
Gambar 3. Bagian-bagian tanaman nanas
(Sumber: Samson, 1986)
Tanaman nanas memiliki tinggi yang tidak lebih dari 30 cm. Daun-
daunnya berdaging, keras dan kaku, berbentuk seperti alur yang sempit, dengan
panjang 60-120 cm dengan bagian pangkal yang saling bertangkup satu dengan
yang lain. Tepi daun yang bergerigi seperti gergaji atau berduri atau kadang-
kadang juga ada yang tidak berduri, dan mempunyai pucuk yang meruncing dan
tajam. Tanaman nanas yang mempunyai pertumbuhan dan perkembangan normal
akan mempunyai daun sempurna lebih dari 35 helai pada sekitar umur 12 bulan
setelah tanam (Samson, 1986).
Daun nanas dapat dibedakan berdasarkan bentuk dan umur daun. Terdiri
dari daun C, yaitu daun yang paling tua, daun D biasanya paling panjang, dan
daun E yaitu daun yang masih muda. Panjang daun dapat mencapai 1,6 m dan
lebar 7 cm. jumlah daun tiap batang tanaman sangat bervariasi antara 40-80 helai
yang tata letaknya seperti spiral, yaitu mengelilingi batang mulai dari bawah
sampai ke atas arah kanan dan kiri. Bentuk daun nanas yaitu menyerupai pedang
dan agak kaku, selain itu daunnya juga mengandung serat, beralur, dan tidak
mempunyai tulang daun. Terdapat daun yang memiliki duri tajam dan ada juga
yang tidak (Collins, 1968).
12
2.1.1 Komposisi Kimia Daun Nanas
Daun nanas mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol serta memiliki
kadar air sebesar 85%. Komposisi atau kandungan kimia dari serat daun nanas
adalah selulosa, lignin, pektin, lemak dan wax, abu dan zat-zat lain (protein dan
asam organik lainnya). Menurut Hidayat (2008), terdapat 69,5-71,5% selulosa
dalam serat daun nanas. Komposisi kimia serat daun nanas dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi kimia serat daun nanas
No. Komposisi Kimia Jumlah (%)
1. Alpha Selulosa 69,5 – 71,5
2. Pentosan 17,0 – 17,8
3. Lignin 4,4 – 4,7
4. Pectin 1,0 – 1,2
5. Lemak dan wax 3,0 – 3,3
6. Abu 0,71 – 0,87
7. Zat-zat lain (protein, asam organik, dll) 4,5 – 5,3
(Sumber: Hidayat, 2008)
2.2 Tanaman Pisang
Tanaman pisang merupakan tanaman buah berbentuk herba berasal dari
kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Di Indonesia, pisang merupakan
salah satu buah yang sangat popular di masyarakat karena mudah ditemukan dan
tersedia dalam berbagai jenis, disamping harganya yang sangat terjangkau dan
nilai gizi buahnya yang sangat lengkap. Budidaya buah pisang saat ini tidak hanya
dilakukan secara sederhana hanya di pekarangan/kebun rumah, tetapi telah
dilakukan secara intensif terutama pisang untuk keperluan ekspor (Direktorat
Jenderal Hortikultura, 2016b).
Menurut Prihatman (2000), pisang dibagi menjadi empat kelompok
berdasarkan jenis dan pemanfaatannya, yakni:
13
1) Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiaca var
sapientum, M. nana atau disebut juga M. cavendishii, M. sinensis, misalnya
pisang ambon, susu, raja, cavendis, barangan dan mas.
2) Pisang yang dimakan setelah buahnya masak yaitu M. paradisiaca forma
typicaatau atau disebut juga M. paradisiaca normalis, misalnya pisang
nangka, tanduk, dan kepok.
3) Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfatkan daunnya,
misalnya pisang batu dan klutuk.
4) Pisang yang diambil seratnya misal pisang manila.
Salah satu jenis tanaman pisang adalah pisang ambon (Musa paradisiaca var.
sapientum (L.) Kunt.) yang berpotensi tinggi menghasilkan batang pisang setelah
mencapai usia tidak produktif (Suhadi dkk, 2004).
Tanaman pisang mempunyai bagian-bagian tanaman seperti akar, batang,
daun, bunga, buah dan biji. Batang pisang merupakan batang semu yang terbentuk
dari pelepah daun yang membesar di pangkalnya dan mengumpul membentuk
struktur berselang-seling yang terlihat kompak sehingga tampak sebagai batang
(pseudo stem). Batang pisang yang sebenarnya terdapat didalam tanah dan
kadang-kadang muncul di permukaan tanah sebagai umbi yang tumbuh akar dan
tunas. Secara umum batang tersusun atas epidermis yang berkutikula dan kadang
terdapat stomata. Sistem berkas pembuluh yang terdiri atas xylem dan floem dan
tersusun tersebar.
Batang pisang dapat diolah menjadi serat untuk bahan dasar pembuatan
pakaian atau kertas. Batang yang dipotong kecil dapat dijadikan makanan ternak
dan bahan pembuat kompos. Air dari batang pisang dapat digunakan sebagai
penawar racun dan bahan baku dalam pengobatan tradisional (Suyanti dan
Supriyadi, 2010). Bagian-bagian tanaman pisang dapat dilihat pada Gambar 4.
14
Gambar 4. Bagian-bagian tanaman pisang
(Sumber: Suyanti dan Supriyadi, 2010)
2.2.1 Komposisi Kimia Pelepah Pisang
Batang pisang merupakan salah satu komponen penting pada pohon
pisang. Batang pisang atau yang sering disebut gedebog sebenarnya bukan batang
melainkan batang semu yang terdiri dari pelepah yang berlapis menjulang
menguat dari bawah ke atas sehingga dapat menopang daun dan buah pisang.
Batang pisang mengandung lebih dari 80-90% kadar air dan memiliki kandungan
selulosa dan glukosa yang tinggi sehingga sering dimanfaatkan masyarakat
sebagai pakan ternak dan sebagai media tanam untuk tanaman lain (James, 1952).
Batang pisang mengandung getah yang menyimpan banyak manfaat, yang
salah satunya digunakan di dalam dunia medis. Senyawa yang terkandung dalam
batang pisang ambon ini berupa saponin, tanin dan flavonoid. Senyawa saponin
berfungsi sebagai antibiotik, mempercepat pertumbuhan sel-sel baru, merangsang
pembentukan fibroblast, menghambat pertumbuhan bakteri, dan juga bersifat
antijamur (Hastari, 2012).
Komposisi kimia serat pelepah batang pisang yaitu, lignin rendah (5%),
selulosa (63-64%) dan hemiselulola (20%) tinggi, sedangkan seratnya relatif
panjang (Lisnawati, 2000).
Batang
Helai daun
Buah
Tunas
15
2.3 Serat Alami
Serat adalah suatu benda yang berbanding panjang diameternya sangat
besar sekali. Serat dapat dijadikan bahan baku pembuatan benang dan kain. Serat
dikenal orang sejak ribuan tahun sebelum Masehi, seperti negara Cina, pada tahun
2640 SM sudah menghasilkan serat sutera dan di India pada tahun 1540 SM telah
berdiri industri kapas. Pada tahun 10.000 SM, serat flax pertama digunakan di
Swiss dan serat wol mulai digunakan orang di Mesopotamia pada tahun 3000 SM.
Selama ribuan tahun serat flax, wol, sutera dan kapas melayani kebutuhan
manusia paling banyak. Pada awal abad ke-20 mulai diperkenalkan serat buatan
hingga sekarang bermacam-macam jenis serat buatan diproduksi (Sulam, 2008).
Serat dibedakan menjadi dua, yaitu serat alam dan serat buatan. Serat alam
berdasarkan asal bahannya dapat diklasifikasikan menjadi serat tumbuh-
tumbuhan, serat binatang dan serat mineral. Keunggulan yang dimiliki oleh serat
alam antara lain harga murah, ramah lingkungan, memiliki densitas rendah, dan
memiliki kekuatan mekanik yang cukup tinggi (Sulam, 2008).
Pemanfaatan serat alami, tentunya diharapkan mendapatkan berbagai
keuntungan, antara lain segi ramah lingkungan, segi kesehatan yang berkaitan
dengan proses pembuatan fiber, segi kekuatan materialnya yang ditinjau dalam
kekuatan tarik dan kekuatan keregangannya, serta segi ketahanannya terhadap
korosi, serat alami yang digunakan terdiri dari:
a) Serat Nabati: Merupakan serat yang paling banyak digunakan, karena
jumlahnya di alam berlimpah dan tidak mahal. Contohnya adalah katun, rami,
goni dan serat selulosa lain yang berasal dari tumbuhan.
b) Serat Hewani: Merupakan jenis yang kurang banyak digunakan tetapi
memiliki potensi. Serat hewani yang sering digunakan adalah sutra, dan wool
(Schwartz, 1984).
Keunggulan dari serat alami diantaranya yaitu beban lebih ringan, bahan
mudah didapat, harga relatif murah dan yang paling penting ramah lingkungan
(Situmorang dkk, 2017).
16
2.3.1 Komposisi Kimia Serat Alami
Karakter kimia yang berhubungan dengan pemanfaatan serat alam dari
tumbuhan ditentukan oleh kandungan selulosa dari serat (Malkapuram et al,
2009). Selulosa, lignin dan hemiselulosa merupakan komponen penyusun
tumbuhan yang berfungsi membentuk bagian struktural dan sel tumbuhan.
a) Selulosa
Selulosa merupakan polisakarida yang terdiri atas satuan glukosa yang terikat
dengan ikatan β1,4glyvosidic dengan rumus (C6H10O5)n dengan n adalah derajat
polimerisasinya. Struktur kimia tersebut yang membuat selulosa bersifat kristalin
dan tak mudah larut, sehingga tidak mudah didegradasi secara kimia/mekanis.
Molekul glukosa disambung menjadi molekul besar, panjang dan berbentuk rantai
dalam susunan menjadi selulosa. Semakin panjang suatu rangkaian selulosa, maka
rangkaian selulosa tersebut memiliki serat yang lebih kuat, lebih tahan terhadap
pengaruh bahan kimia, cahaya dan mikroorganisme. Selulosa itu sendiri
merupakan bahan dasar yang penting bagi industri seperti pabrik kertas, pabrik
sutera tiruan dan lain-lain.
Molekul selulosa seluruhnya berbentuk linear dan memiliki kecenderungan
kuat untuk membentuk ikatan hidrogen intra dan inter molekul. Ketersediaan
selulosa dalam jumlah besar akan membentuk serat yang kuat, tidak larut dalam
air, tidak larut dalam pelarut organik, dan berwarna putih. Struktur selulosa
ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Struktur selulosa
(Sumber: Lankinen, 2004)
17
b) Hemiselulosa
Hemiselulosa memiliki rantai yang lebih pendek dibandingkan selulosa,
karena derajat polemerisasinya lebih rendah. Berbeda dengan selulosa, polimer
hemiselulosa berbentuk tidak lurus tetapi merupakan polimer-polimer bercabang
dan strukturnya tidak berbentuk kristal. Hal ini menjadikan hemiselulosa lebih
mudah dimasuki pelarut dan bereaksi dengan larutan dibandingkan selulosa
selama pembuatan pulp. Hemiselulosa bersifat hidrofobil (mudah menyerap air)
yang mengakibatkan strukturnya kurang teratur.
Secara struktural, hemiselulosa mirip dengan selulosa yang merupakan
polimer gula. Berbeda dengan selulosa yang hanya tersusun atas glukosa,
hemiselulosa tersusun dari berbagai macam gula. Monomer gula penyususn
hemiselulosa terdiri dari monomer gula berkarbon lima (pentose/ C-5), gula
berkarbon enam (heksosa/ C-6), asam heksuronat dan deoksi heksosa.
Hemiselulosa akan mengalami reaksi oksidasi dan degradasi terlebih dahulu
daripada selulosa, karena rantai molekulnya yang lebih pendek dan bercabang.
Hemiselulosa tidak larut dalam air tapi larut dalam larutan alkali encer dan
lebih mudah dihidrolisa oleh asam daripada selulosa. Hemiselulosa berfungsi
sebagai perekat dan mempercepat pembentukan serat. Hilangnya hemiselulosa
akan mengakibatkan adanya lubang antar fibril dan berkurangnya ikatan antar
serat (Putera, 2012).
c) Lignin
Lignin adalah senyawa yang sangat kompleks dengan berat molekul tinggi.
Lignin terdapat di antara sel-sel dan di dalam dinding sel. Lignin yang teletak
diantara sel memiliki fungsi sebagai perekat antar sel, sehingga tidak dikehendaki.
Sementara dalam dinding sel lignin sangat erat hubungannya dengan selulosa dan
berfungsi untuk memberi ketegaran pada sel. Senyawa lignin menyebabkan warna
menjadi kecoklatan sehingga perlu adanya pemisahan melalui pemutihan
(Wibisono, 2002).
Lignin ini merupakan polimer tiga dimensi yang terdiri dari unit fenil propane
melalui ikatan eter (C-O-C) dan ikatan karbon (C-C). Lignin dapat mengurangi
18
daya pengembangan serat ikatan antar serat (Wibisono, 2002). Struktur lignin
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Struktur lignin
(Sumber: Lankinen, 2004)
2.3.2 Bentuk Serat
Berdasarkan panjang serat dikenal dua jenis serat yaitu filamen dan stapel.
Filamen adalah serat yang sangat panjang. Serat buatan merupakan contoh dari
filamen. Panjang yang dihasilkan sesuai dengan keinginan pembuatnya. Satu-
satunya serat alam yang berbentuk filamen adalah serat sutera. Stapel adalah serat
19
yang mempunyai panjang hanya beberapa sentimeter, umumnya kurang dari
sepuluh sentimeter. Semua serat alam merupakan stapel kecuali sutera. Serat-serat
alam pada umumnya berbentuk stapel yang panjangnya hanya beberapa inchi.
Setengah dari jumlah serat-serat buatan juga berbentuk stapel yang dibuat dengan
cara memotong-motong filamen menjadi serat-serat yang panjangnya berkisar
antara 1 sampai 6 inchi. Pembuatan serat-serat buatan dalam bentuk stapel ini
dimaksudkan supaya dapat dicampur dengan serat-serat alam (Noerati dkk, 2013).
2.3.3 Sifat Serat Tekstil
Sifat serat tekstil mempunyai bentuk, tanda, ukuran tersendiri yang
berbeda-beda bergantung dari sifat seratnya, sifat serat akan mempengaruhi sifat-
sifat benang atau kain yang dihasilkan dan akan mempengaruhi cara pengolahan
benang atau kain, baik pengolahan secara mekanik maupun pengolahan secara
kimia. Beberapa sifat serat yang harus dimiliki agar dapat digunakan sebagai
bahan tekstil adalah:
1) Fisik
a. Perbandingan Panjang dan Diameter
Serat harus mempunyai perbandingan panjang dan diameter yang besar agar
dapat digunakan sebagai serat tekstil, untuk serat tekstil perbandingan panjang dan
diameter maksimum 1:200, sedangkan apabila serat tersebut akan digunakan
sebagai tekstil pakaian, perbandingan panjang dan diameter yang dimilikinya
harus lebih besar dari 1:1000. Perbandingan panjang dan diameter yang besar
bertujuan mendapatkan sifat fleksibel dari serat sehingga memudahkan serat akan
dipintal menjadi benang (Noerati dkk, 2013).
b. Kecerahan Serat
Kecerahan didefinisikan sebagai perbandingan cahaya pantul dari serat uji dan
cahaya pantul dinyatakan dalam persen. Derajat kecerahan merupakan
perbandingan kecerahan bahan yang sama dengan perlakuan yang berbeda.
Derajat kecerahan ditentukan dengan pengukuran cahaya yang dipantulkan
berdasarkan cara kromameter (Situmorang dkk, 2017).
Cara kerja kromameter hampir sama seperti kamera digital yang kemudian
menghasilkan data berupa L, a, dan b. Kromameter merupakan alat yang
20
digunakan untuk mengukur warna dari permukaan suatu objek. Prinsip dasar dari
alat ini yaitu interaksi antara energi cahaya diffus dengan atom atau molekul dari
objek yang dianalisis. Alat ini terdiri atas ruang pengukuran dan pengolah data.
Ruang pengukuran berfungsi sebagai tempat untuk mengukur warna objek dengan
diameter tertentu. Setiap kromameter dengan tipe berbeda memiliki ruang
pengukuran dengan diameter yang berbeda pula. Sumber cahaya yang digunakan
yaitu lampu xenon. Lampu inilah yang akan menembak permukaan sampel yang
kemudian dipantulkan menuju sensor spektral. Selain itu, enam fotosel silikon
sensitifitas tinggi dengan sistem sinar balik ganda akan mengukur cahaya yang
direfleksikan oleh sampel. Menurut Soekarto (1990), apabila hasil dari L
mendekati nilai 100 maka produk tersebut dapat dikatakan memiliki warna putih
yang baik.
c. Kehalusan Serat
Bentuknya yang halus merupakan sifat khas dari serat. Maksud dari halus
adalah benda yang sangat kecil, sehingga istilah kehalusan pada serat tekstil
menunjukkan besar kecilnya diameter serat. Kehalusan mempengaruhi
fleksibelitas dari benang atau kain yang dihasilkan. Contoh dua bahan tekstil yang
memiliki sifat yang berbeda adalah karung goni dan kain sutera. Karung goni
yang terbuat dari serat jute yang kasar (memiliki diameter 20 mikron) dan
perbandingan panjang diameter sebesar 1200, sedangkan kain sutera berasal dai
serat sutera yang memiliki diameter 12 mikron dengan perbandngan panjang dan
diameter sebesar 33x106 (Noerati dkk, 2013).
Besar kecilnya diameter serat dapat dinyatakan dengan ukuran yang dikenal
dengan istilah denier dan tex. Kedua istilah ini menyatakan perbandingan berat
serat setiap panjang tertentu. Istilah denier menyatakan berat serat (dalam satuan
gram) setiap panjang 9000 meter, sedangkan tex menyatakan berat serat (dalam
satuan gram) setiap 1000 meter (Noerati dkk, 2013).
……………...…….. (1)
21
…………….……....(2)
Keterangan
De = denier
Ls = panjang serat (meter)
ms = berat serat (g)
Te = tex
d. Kandungan Kelembaban (Moisture Regain)
Moisture Regain yaitu kemampuan serat tekstil untuk menyimpan uap air
dalam kondisi ruang yang standar. Kandungan kelembaban suatu serat tekstil
dinyatakan dalam moisture regain (MR) yang menyatakan kandungan uap air
pada bahan. MR menyatakan kandungan uap air pada bahan dibandingkan berat
bahan pada kondisi setelah dikeringkan (Noerati dkk, 2013).
........................................ (3)
Keterangan:
MR = moisture regain (%)
ba = berat serat tekstil awal sebelum dikeringkan (g)
bk = berat serat setelah dikeringkan (g)
Beberapa serat mampu menyerap uap air lebih banyak dibandingkan dengan
serat yang lain, serat-serat yang mampu menyerap uap air lebih banyak disebut
serat yang higroskopis. Sifat higroskopis ditentukan oleh struktur molekul dari
seratnya. Serat selulosa karena mempunyai gugus hidroksil cukup banyak
menyebabkan serat selulosa bersifat higroskopis. Sifat higroskopis dari serat
menyebabkan kain yang diahasilkannya nyaman untuk dipakai.
22
2) Mekanik
a. Kekuatan dan Mulur
Serat tekstil harus mempunyai kekuatan yang memadai, hal ini disebabkan
saat pemrosesan misalnya pemintalan, pertenunan, pencelupan maupun saat
pemakaian, serat mengalami beban-beban yang umumnya berupa beban tarik.
Kekuatan serat tekstil spesifik atau disebut tenacity, menyatakan kemampuan
serat untuk menahan beban tarik. Kekuatan dalam serat tekstil dinyatakan dalam
satuan gram/denier. Arti dari gram/denier adalah beban tarik (g) yang mampu
ditahan oleh serat yang mempunyai kehalusan 1 denier (Noerati dkk, 2013).
Mulur serat merupakan kemampuan serat bertambah panjang ketika ada beban
tarik yang dialami serat tersebut sebelum putus. Oleh karena itu istilah mulur
seringkali dinyatakan dalam mulur saat putus dengan satuan %, yang
menunjukkan pertambahan panjang sebelum putus dibandingkan panjang awal
(Noerati dkk, 2013).
Sifat mulur serat tekstil sangat berguna, mengingat banyak sekali beban tarik
yang dialami serat pada proses-proses pemintalan, pertenunan sampai proses
penyempurnaan. Jika serat tekstil mempunyai mulur kecil, maka ketika ada beban
tarik yang kecil pun serat akan mudah putus sehingga kurang baik digunakan
sebagai serat tekstil pakaian (Noerati dkk, 2013).
Faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan tarik mulur serat adalah
kelembaban. Semakin besar kelembaban semakin besar pula kekuatan mulur serat
dan sebaliknya akan cenderung menurunkan kekuatan tarik (Indrawan, 2007).
Klasifikasi kekuatan serat menurut Raghavendra et al (2004), adalah:
1. Sangat kuat : >31g/tex
2. Kuat : 29-30 g/tex
3. Sedang : 26-28 g/tex
4. Rendah : 24-25 g/tex
5. Sangat rendah : <23 g/tex
b. Elastisitas
Elastisitas adalah kemampuan untuk kembali ke posisi semula dari serat tekstil
segera setelah beban tarik dihilangkan. Sifat ini sangat penting pada beban bahan
23
tekstil. Jika elastisitas suatu serat teksil baik, maka stabilitas dimensi dari bahan
yang dihasilkan akan baik pula sehingga bahan tekstil tidak mudah kusut (Noerati
dkk, 2013).
2.3.4 Karakteristik Serat Daun Nanas
Serat nanas merupakan serat selulosa termasuk golongan serat kasar (hard
fibre), kuat dan kurang fleksibel, kekakuannya tergolong tinggi, ini disebabkan
adanya lignin dan gom alam yang ada dalam serat. Kehalusannya 14-16 denier,
panjang serat bisa mencapai 130 cm tergantung dari umur tanaman nanas
(Soeprijono dkk, 1974).
Kekuatan tarik serat nanas kurang lebih 1,99 g/denier dipengaruhi kadar
selulosa dalam serat, panjang rantai molekul dan derajat orientasi. Mulur serat
nanas berkisar antara 4-6%, serat nanas mempunyai aktivitas yang besar terhadap
air, pada kondisi RH 65 dan suhu 20oC, moisture regain serat nanas rata-rata 9%
sedangkan berat jenis 1,5 g/cm3 (Luftinor, 2010).
Dilihat dari sifat fisika serat nanas terutama kekuatan tariknya yang sangat
tinggi dan merupakan serat kasar, maka serat nanas cocok dipintal menjadi
benang kasar dan penggunaannya diarahkan pada pembuatan barang kerajinan
tekstil non sandang (Pawitro dkk, 1978).
2.3.5 Karakteristik Serat Pelepah Batang Pisang
Serat yang diperoleh dari pelepah batang pisang merupakan serat yang
cukup kuat sehingga cocok dijadikan bahan kain (tekstil). Karakteristik dari serat
pada pelepah batang pisang yang bisa digunakan sebagai pengganti bahan
pembuat kain dan juga berdaya simpan tinggi. Salah satu jenis tanaman pisang
adalah pisang ambon (Musa sapientum L.) yang berpotensi tinggi menghasilkan
batang pisang setelah mencapai usia tidak produktif (Suhadi dkk, 2004). Sifat
mekanik dari serat pelepah batang pisang mempunyai densitas 1,35 gr/cm3,