TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi TulangTulang manusia berasal dari embryonic hyaline
cartilage yang melalui proses osteogenesis untuk menjadi tulang.
Proses ini dilakukan oleh sel-sel osteoblas, dan pengerasannya
diakibatkan oleh penimbunan garam kalsium.Dalam tubuh manusia
terdapat 206 tulang, yang dapat dikelompokkan menjadi 5 macam
bentuk antara lain, a) Tulang Panjang. Disebut tulang pipa karena
tulang jenis tersebut berbentuk seperti pipa dengan kedua ujungnya
yang bulat. Ujung tulangnya yang berbentuk bulat dan tersusun atas
tulang rawan disebut epifisis. Sedangkan pada jenis ini bagian
tengah tulang pipa yang berbentuk silindris dan berongga disebut
diafisis. Di antara epifisis dan diafisis terdapat bagian yang
disebut metafisis. Metafisis tersusun atas tulang rawan. Bagian
metafisis ini terdapat cakra epifisis, yang memiliki kemampuan
memanjang.Di dalam rongga tulang pipa, terdapat bagian yang disebut
sumsum tulang. Sumsum tulang tersusun dari pembuluh darah dan
pembuluh saraf. Tulang pipa memiliki dua sumsum tulang yakni sumsum
tulang merah dan kuning. Tempat sel-sel darah dibentuk berada di
dalam sumsum tulang merah. Adapun tempat pembentukan sel-sel lemak
terdapat pada sumsum tulang kuning. Saat kita masih bayi, hampir
seluruh tulang mengan dung sumsum merah. Namun, saat mulai tumbuh,
beberapa di antaranya berubah menjadi sumsum tulang kuning.Selain
sumsum, pada tulang pipa juga terdapat bagian lainnya, misalnya
bagian luar yang keras disebut cangkang. Kemudian tulang pipa juga
memiliki lapisan periosteum yang menyelimuti seluruh tulang. Bagian
tubuh yang memiliki tulang pipa meliputi tulang femur, tulang
ulnar, tulang humerus, tulang radial, tulang tibia, dan tulang
fibula.Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan
dilempeng episfisis. Epifisis dibentuk dari spongy bone (cancellous
dan trabecular). Hormon pertumbuhan, estrogen dan testosteron
merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen bersama testosteron
merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang yang
memiliki rongga disebut kanalis medularis yang berisi sumsum
tulang.b) Tulang Pendek (carpals). Tulang jenis pendek memiliki
bentuk mirip kubus, pendek tak beraturan, atau bulat. Adanya tulang
ini dimungkinkan goncangan yang keras dapat diredam dan gerakan
tulang yang bebas dapat dilakukan. Inti tulang ini dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar yang padat. Sebagai contoh,
tulang telapak kaki dan telapak tangan.c) Tulang Pipih (tengkorak).
Tulang pipih berbentuk pipih dan lebar, berfungsi untuk melindungi
struktur dibawahnya, seperti pada pelvis, tulang belikat dan
tempurung kepala.d) Tulang Tidak Berarturan. Tulang tidak beraturan
ini bentuknya kompleks dan berhubungan dengan fungsi khusus. Contoh
tulang tidak beraturan adalah tulang punggung dan tulang rahang.e)
Tulang Sesamoid. Tulang kecil yang terletak disekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan
fasial, contohnya patella.
II. FrakturII.1. PengertianFraktur adalah putusnya hubungan
suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan (E.
Oerswari, 1989 : 144). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347). Fraktur tertutup
adalah bila tidak ada hubunga patah tulang dengan dunia luar.
Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan
kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999
: 1138).Jadi, kesimpulan fraktur adalah suatu cedera yang mengenai
tulang yang disebabkan oleh trauma benda keras.
II.2. EtiologiMenurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat
dibagi menjadi tiga, yaitu1. Cedera TraumatikCedera traumatik pada
tulang dapat disebabkan oleh :a. Cedera langsung berarti pukulan
langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan.
Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada
kulit di atasnya.b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung
berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan
berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.c. Fraktur yang
disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur PatologikDalam hal ini kerusakan tulang akibat proses
penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur
dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :a. Tumor Tulang (
Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat
terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah
satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.c. Rakhitis :
suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan
kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau
fosfat yang rendah.
3. Secara SpontanDisebabkan oleh stress tulang yang terus
menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas
dikemiliteran.
III. Patofisiologi FrakturTulang bersifat rapuh namun cukup
mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila
tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serat saraf dalam korteks,
bone marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terjadilah
hematoma di ringga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
dengan bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis
ini segera menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, serta infiltrasi
sel darah putih. Kejadian ini yang merupakan dasar penyembuhan
tulang.Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh
trauma gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan
fisik, gangguan metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung
tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan
pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf
yang dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri. Selain itu
dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau.
Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit.Baik fraktur terbuka atau
tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan
gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang
sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri
gerak sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur
terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat
terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar. Pada umumnya pada
pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas
yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan
tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 1995 :
1183)Faktor-faktor yang mempegaruhi fraktur adalah :a) Faktor
EkstrinsikAdanya tekanan dari luar yang beraksi pada tulang yang
tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.b) Faktor IntrinsikBeberapa sifat yang
terpenting dari tulang yang menetukan daya tahan untuk timbulnya
fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan tulang.
IV. Klasifikasi Fraktura) Berdasarkan sifat fraktur (luka yang
ditimbulkan)1).Fraktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga
fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
Padafraktur tertutupada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:a.Tingkat 0: fraktur
biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar
kulit dan jaringan subkutan.c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat
dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.d.
Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartement.2).Fraktur Terbuka
(Open/Compound),bila terdapat hubungan antara hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b) Berdasarkan komplit atau tidaknya fraktur1).Fraktur Komplit,
bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.2).Fraktur
Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:a)Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)b)Buckle atau
Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.c)Green Stick Fraktur,
mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi
pada tulang panjang.
c) Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan
mekanisme trauma1).Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya
melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau
langsung.2).Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya
membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma
angulasijuga.3).Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya
berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.4).Fraktur Kompresi:
fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong
tulang ke arah permukaan lain.5).Fraktur Avulsi: fraktur yang
diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya
pada tulang6). Fraktur Impaksi : adalah fraktur yang terjadi ketika
dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti
pada satu vertebra dengan dua vertebra lainnya. 7). Fraktur Fissura
: adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang
berarti, fragmen biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan
reduksi.
d) Berdasarkan jumlah garis patah1)Fraktur Komunitif: fraktur
dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.2)Fraktur
Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.3)FrakturMultiple: fraktur dimana garis patah lebih
dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.e) Berdasarkan
pergeseran fragmen tulang1).FrakturUndisplaced (tidak bergeser):
garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan
periosteum masih utuh.2).Fraktur Displaced (bergeser): terjadi
pergeseran fragmen tulang yangjuga disebut lokasi fragmen, terbagi
atas:a)Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran
searahsumbu dan overlapping).b)Dislokasi ad axim (pergeseran yang
membentuk sudut).c)Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua
fragmen saling menjauh).
f) Berdasarkan posisi frakturSebatang tulang terbagi menjadi
tiga bagian :1.1/3 proksimal2.1/3 medial3.1/3 distal
g) Fraktur kelelahan : fraktur akibat tekanan yang
berulang-ulangh) Fraktur patologis : fraktur yang diakibatkan
karena proses patologis tulang
V. Manifestasi Klinis Menurut Smeltzer & Bare (2002),
manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi,
deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal,
dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang. 2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak
dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar
biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang
bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal.
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :a.
Rotasi pemendekan tulang.b. Penekanan tulang.3. Pada fraktur
panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2
inci). 4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara
fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan
kerusakan jaringan lunak yang lebih berat. 5. Pembengkakan dan
perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera.6. Spasme otot spasme
involunters dekat fraktur7. Kehilangan sensasi ( mati rasa, mungkin
terjadi dari rusaknya syaraf/perdarahan ).8. Pergerakan abnormal.
(Black, 1993 : 199 ).Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat
pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur
linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling
terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala,
tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien
mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.
VI. PemeriksaanPemeriksaan awal terhadap pasien yang mungkin
menderita fraktur tulang sama dengan pemeriksaan pada pasien yang
mengalami luka pada jaringan lunak yang berhubungan dengan trauma.
Nilai berdasarkan pada tanda dan gejala. Setelah bagian yang retak
telah di-imobilisasi dengan baik, kemudian menilai adanya lima P
yaitu Pain (rasa sakit), Paloor (kepucatan/perubahan warna),
Paralysis (kelumpuhan/ketidakmampuan untuk bergerak), Paresthesia
(rasa kesemutan), dan Pulselessness (tidak ada denyut) untuk
menentukan status neurovaskuler dan fungsi motorik pada bagian
distal fraktur (Reeves, Roux, Lockhart, 2001). AnamnesisBiasanya
penderita datang dengan suatu trauma (traumatik fraktur), baik yang
hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk
menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat,
karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin
fraktur terjadi pada daerah lain. Trauma dapat terjadi karena
kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh di kamar
mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat,
kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma
olahraga. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri,
pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan
gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.Pemeriksaan
FisikPerlu diperhatikan adanya:1. Syok, anemia atau perdarahan2.
Kerusakan organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang
atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.3. Faktor
predisposisi (misalnya pada fraktur patologis)
Pemeriksaan LokalInspeksi(Look), contoh penampakan fraktur.
tampak angulasi (penyudutan), deformitas, dan jika dilakukan
pengukuran, lebih pendek dari anggota gerak kontralateralnya
bandingkan dengan bagian yang sehat perhatikan posisi anggota gerak
keadaan umum penderita secara keseluruhan ekspresi wajah karena
nyeri lidah kering atau basah adanya tanda anemia/ perdarahan
adanya luka pada kulit & jaringan lunak deformitas: angulasi,
rotasi, pemendekan trauma organ lain kondisi mental penderita
keadaan vaskularisasiPalpasi (Feel)> dilakukan hati2, karena
NYERI. Perhatikan: temperatur setempat yang meningkat nyeri tekan,
bersifat superfisial yang disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak
yang dalam akibat fraktur krepitasi, lakukan dengan perabaan
HATI-HATI pemeriksaan vaskuler di daerah distal trauma, misalnya A.
radialis pada ekstremitas superior, A. dorsalis pedis dan A.
tibialis posterior pada ekstremitas inferior. Bisa juga dilakukan
dengan memeriksa refilling arteri pada kuku dan warna kulit pada
distal trauma. pengukuran panjang tungkai, terutama tungkai bawah
untuk mengetahui perbedaan panjangnya.Pergerakan (Move)
menggerakkan sendi proksimal dan distal trauma secara pasif dan
aktif. NYERI HEBAT, sehingga uji ini tidak boleh dilakukan secara
kasar bila dilakukan berlebihan bisa menyebabkan kerusakan pada
jaringan lunak seperti pembuluh darah & saraf.Rontgen sinar-x
pada bagian yang sakit merupakan parangkat diagnostik definitif
yang digunakan untuk menentukan adanya fraktur. Meskipun demikian,
beberapa fraktur mungkin sulit dideteksi dengan menggunakan sinar-x
pada awalnya sehingga akan membutuhkan evaluasi radiografi pada
hari berikutnya untuk mendeteksi bentuk callus. Jika dicurigai
adanya perdarahan maka dilakukan pemeriksaan complete blood count
(CBC) untuk menilai banyaknya darah yang hilang. Lebih lanjut,
perawat akan menilai komplikasi yang mungkin terjadi dan menentukan
beberapa faktor resiko terhadap komplikasi dimasa depan (Revees,
Roux, Lockhart, 2001).
VII. Proses Penyembuhan Fraktur Proses penyembuhan suatu fraktur
dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki
kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari fraktur
dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor sistemik, adapun
faktor lokal: a. Lokasi fraktur b. Jenis tulang yang mengalami
fraktur. c. Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil. d. Adanya
kontak antar fragmen. e. Ada tidaknya infeksi. f. Tingkatan dari
fraktur.
Adapun faktor sistemik adalah : a. Keadaan umum pasien b. Umur
c. Malnutrisi d. Penyakit sistemik. Proses penyembuhan fraktur
terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut : 1. Fase Reaktif a.
Fase hematom dan inflamasi b. Pembentukan jaringan granulasi 2.
Fase Reparatif a. Fase pembentukan callus b. Pembentukan tulang
lamellar 3. Fase Remodelling Remodelling ke bentuk tulang semula
(Jay. R. liberman, M. D. and Gary E Friedlaender 2005)
Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur
telah dibagi atas penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder.
Proses penyembuhan Fraktur Primer Penyembuhan cara ini terjadi
internal remodelling yang meliputi upaya langsung oleh korteks
untuk membangun kembali dirinya ketika kontinuitas terganggu. Agar
fraktur menjadi menyatu, tulang pada salah satu sisi korteks harus
menyatu dengan tulang pada sisi lainnya (kontak langsung) untuk
membangun kontinuitas mekanis. Tidak ada hubungan dengan
pembentukan kalus. Terjadi internal remodelling dari haversian
system dan penyatuan tepi fragmen fraktur dari tulang yang patah.
Ada 3 persyaratan untuk remodeling Haversian pada tempat fraktur
adalah: 1. Pelaksanaan reduksi yang tepat 2. Fiksasi yang stabil 3.
Eksistensi suplay darah yang cukup Penggunaan plate kompresi
dinamis dalam model osteotomi telah diperlihatkan menyebabkan
penyembuhan tulang primer. Remodeling haversian aktif terlihat pada
sekitar minggu ke empat fiksasi.
Proses Penyembuhan Fraktur Sekunder. Penyembuhan sekunder
meliputi respon dalam periostium dan jaringan-jaringan lunak
eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara garis besar
dibedakan atas 5 fase, yakni fase hematom (inflamasi), fase
proliferasi, fase kalus, osifikasi dan remodelling. (Buckley, R.,
2004, Buckwater J. A., et al,2000).1. Fase Inflamasi: Tahap
inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang
cidera dan pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung
fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan
darah terjadi hipoksia dan inflamasi yang menginduksi ekpresi gen
dan mempromosikan pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur
untuk memulai penyembuhan. Produksi atau pelepasan dari faktor
pertumbuhan spesifik, Sitokin, dapat membuat kondisi mikro yang
sesuai untuk : (1) Menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast
dan osifikasi intra membran pada tempat fraktur, (2) Menstimulasi
pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur, dan (3)
Menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak
dengan osifikasi endokondral yang mengiringinya. (Kaiser
1996).Berkumpulnya darah pada fase hematome awalnya diduga akibat
robekan pembuluh darah lokal yang terfokus pada suatu tempat
tertentu. Namun pada perkembangan selanjutnya hematom bukan hanya
disebabkan oleh robekan pembuluh darah tetapi juga berperan
faktor-faktor inflamasi yang menimbulkan kondisi pembengkakan
lokal. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktir terjadi
sampai 2-3 minggu.
2. Fase proliferasi Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami
organisasi, terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah,
membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan
osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit,
sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk
jaringan ikat fibrous dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum,
tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut
dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang.
Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang
yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif. Pada
fase ini dimulai pada minggu ke 2 3 setelah terjadinya fraktur dan
berakhir pada minggu ke 4 8. 3. Fase Pembentukan Kalus Merupakan
fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai terbentuk
jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh
atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan. Sebenarnya
tulang rawan ini masih dibagi lagi menjadi tulang lamellar dan
wovenbone. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang
rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan.
Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrous, tulang
rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume dibutuhkan
untuk menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan jumlah
kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat
minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau
jaringan fibrous. Secara klinis fragmen tulang tidak bisa lagi
digerakkan. Regulasi dari pembentukan kalus selama masa perbaikan
fraktur dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor pertumbuhan.
Salah satu faktor yang paling dominan dari sekian banyak faktor
pertumbuhan adalah Transforming Growth Factor-Beta 1 (TGF-B1) yang
menunjukkan keterlibatannya dalam pengaturan differensiasi dari
osteoblast dan produksi matriks ekstra seluler. Faktor lain yaitu:
Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang berperan penting
pada proses angiogenesis selama penyembuhan fraktur.
(chen,et,al,2004). Pusat dari kalus lunak adalah kartilogenous yang
kemudian bersama osteoblast akan berdiferensiasi membentuk suatu
jaringan rantai osteosit, hal ini menandakan adanya sel tulang
serta kemampuan mengantisipasi tekanan mekanis. (Rubin,E,1999)
Proses cepatnya pembentukan kalus lunak yang kemudian berlanjut
sampai fase remodelling adalah masa kritis untuk keberhasilan
penyembuhan fraktur. (Ford,J.L,et al,2003). Jenis-jenis Kalus
Dikenal beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus tersebut
berada terbentuk kalus primer sebagai akibat adanya fraktur terjadi
dalam waktu 2 minggu Bridging (soft) callus terjadi bila tepi-tepi
tulang yang fraktur tidak bersambung. Medullary (hard) Callus akan
melengkapi bridging callus secara perlahan-lahan. Kalus eksternal
berada paling luar daerah fraktur di bawah periosteum periosteal
callus terbentuk di antara periosteum dan tulang yang fraktur.
Interfragmentary callus merupakan kalus yang terbentuk dan mengisi
celah fraktur di antara tulang yang fraktur. Medullary callus
terbentuk di dalam medulla tulang di sekitar daerah fraktur.
(Miller, 2000)
4. Stadium Konsolidasi Dengan aktifitas osteoklast dan
osteoblast yang terus menerus, tulang yang immature (woven bone)
diubah menjadi mature (lamellar bone). Keadaan tulang ini menjadi
lebih kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan debris pada
daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di
antara fragmen dengan tulang yang baru. Proses ini berjalan
perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat
untuk menerima beban yang normal.
5. Stadium RemodellingFraktur telah dihubungkan dengan selubung
tulang yang kuat dengan bentuk yang berbeda dengan tulang normal.
Dalam waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun terjadi proses
pembentukan dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella yang
tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi. Rongga
medulla akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali pada
ukuran semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk
semulanya, terutama pada anak-anak. Pada keadaan ini tulang telah
sembuh secara klinis dan radiologi. VIII. Tatalaksana
FrakturPenatalaksanaan medis menurut Chaeruddin Rosjad, 1998.
Sebelum menggambil keputusan untuk melakukan penatalaksanaan
definitive. Prinsip penatalaksanaan fraktur ada 4 R yaitu : 1.
Recognition : diagnosa dan penilaian fraktur Prinsip pertama adalah
mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anannesis pemeriksaan
klinis dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan :
lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk
pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan. 2.
Reduction : tujuannya untuk mengembalikan panjang & kesegarisan
tulang. Dapat dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka
progresi. Reduksi tertutup terdiri dari penggunaan traksimoval
untuk menarik fraktur kemudian memanupulasi untuk mengembalikan
kesegarisan normal/dengan traksi mekanis. Reduksi terbuka
diindikasikan jika reduksi tertutup gagal/tidak memuaskan. Reduksi
terbuka merupakan alat frusasi internal yang digunakan itu
mempertahankan dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid
seperti pen, kawat, skrup dan plat. Reduction interna fixation
(orif) yaitu dengan pembedahan terbuka kan mengimobilisasi fraktur
yang berfungsi pembedahan untuk memasukkan skrup/pen kedalam
fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian tulang yang
fraktur secara bersamaan. 3. Retention, imobilisasi fraktur
tujuannya mencegah pengeseran fregmen dan mencegah pergerakan yang
dapat mengancam union. Untuk mempertahankan reduksi (ektrimitas
yang mengalami fraktur) adalah dengan traksi. Traksi merupakan
salah satu pengobatan dengan cara menarik/tarikan pada bagian
tulang-tulang sebagai kekuatan dngan kontrol dan tahanan beban
keduanya untuk menyokong tulang dengan tujuan mencegah reposisi
deformitas, mengurangi fraktur dan dislokasi, mempertahankan
ligamen tubuh/mengurangi spasme otot, mengurangi nyeri,
mempertahankan anatomi tubuh dan mengimobilisasi area spesifik
tubuh. Ada 2 pemasangan traksi yaitu : skin traksi dan skeletal
traksi. 4. Rehabilitation, mengembalikan aktiftas fungsional
seoptimal mungkin
Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu:
13 1. Mengurangi rasa nyeri, Trauma pada jaringan disekitar fraktur
menimbulkan rasa nyeri yang hebat bahkan sampai menimbulkan syok.
Untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat penghilang rasa nyeri,
serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan bidai / spalk,
maupun memasang gips. 2. Mempertahankan posisi yang ideal dari
fraktur. Seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal,
fiksasi internal, sedangkan bidai maupun gips hanya dapat digunakan
untuk fiksasi yang bersifat sementara saja. 3. Membuat tulang
kembali menyatu Tulang yang fraktur akan mulai menyatu dalam waktu
4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. 4.
Mengembalikan fungsi seperti semula Imobilisasi dalam jangka waktu
yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada sendi.
Maka untuk mencegah hal tersebut diperlukan upaya mobilisasi.
A.Penatalaksanaan frakturA.1 Terapi pada fraktur tertutupPada
dasarnya terapi fraktur terdiri atas manipulasi fraktur untuk
memperbaiki posisi fragmen, diikuti dengan pembebatan untuk
mempertahankannya bersama-sama sebelum fragmen-fragmen itu menyatu;
sementara itu gerakan sendi dan fungsi harus di pertahankan. Pada
penyembuhan fraktur dianjurkan untuk melakukan aktivitas otot dan
penahanan beban secara lebih awal. Tujuan ini mencakup dalam 3
keputusan yang sederhana; reduksi, mempertahankan, lakukan
latihan.Pada penanganan sulit menahan fraktur secara memadai sambil
tetap menggunakan tungkai secukupnya: ini merupakan suatu
pertentangan (tahan lawan gerakan) yang perlu dicari pemecahannya
secepat mungkin oleh ahli bedah (misalnya dengan fiksasi internal).
Terapi bukan saja d tentukan oleh jenis fraktur tetapi juga oleh
keadaan jaringan lunak di sekitarnya. Tscherne (1984) telah
menyediakan klasifikasi cedera tertutup yang bermanfaat: tingkat 0
adalah fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cidera jaringan
lunak; tingkat 1 adalah fraktur dengan abrasi dangkal atau memar
pada kulit dan jaringan subkutan; tingkat 3 adalah cedera berat
dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma
kompartemen.
A.1.1 ReduksiMeskipun terapi umum dan resusitasi harus selalu di
dahulukan, tidak boleh ada keterlambatan dalam menangani fraktur;
pembengkakan bagian lunak selama 12 jam pertama akan mempersukar
reduksi. Tetapi terapat beberapa situasi yang tak memerlukan
reduksi;(1) bila pergeseran tidak banyak atau tidak ada;(2) bila
pergeseran tidak berarti (misalnya pada fraktur clavicula); dan(3)
bila reduksi tampak tak akan berhasil (misalnya pada fraktur
kompresi pada vertebra).Fraktur yang melibatkan permukaan sendi;
ini harus di reduksi sempurna mungkin karna setiap ketidakberesan
akan memudahkan timbulnya arthritis degenerative. Terdapat dua
metode reduksi; tertutup dan terbuka.
Reduksi tertutupDengan anastesi yang tepat dan relaksasi otot,
fraktur dapat direduksi dengan manuver tiga tahap:(1) bagian distal
tungkai di tarik ke garis tulang;(2) sementara fragmen-fragmen
terlepas, fragmen itu di reposisi (dengan membalikkan arahkekuatan
asal kalau ini dapat di perkirakan); dan(3) penjajaran di sesuaikan
ke setiap bidang. Beberapa fraktur (misalnya pada batang femur)
sulit di reduksi dengan manipulasi karena tarikan otot yang sangat
kuat dan membutuhkan traksi yang lama.
Reduksi terbukaReduksi bedah pada fraktur dengan penglihatan
langsung di indikasikan:(1)Bila reduksi tertutup gagal, baik karena
kesukaran mengendalikan fragmen atau karena. Terdapat jaringan
lunak di antara fragmen-fragmen itu;(2) Bila terdapat fragmen
artikular besar yang perlu di tempatkan secara tepat; atau(3) Bila
terdapat fraktur traksi yang fragmennya terpisah. Namun biasanya
reduksi terbuka hanya merupakan langkah pertama untuk fiksasi
internal.
A.1.2 Mempertahankan ReduksiMetode yang tersedia untuk
mempertahankan reduksi adalah:(1) traksi terus-menerus;(2)
pembebatan dengan gips:(3) pemakaian panahan fungsional,(4) fiksasi
internal; dan(5) fiksasi eksternal. Otot di sekeliling fraktur,
kalau utuh bertindak sebagai suatu kompartemen cair; traksi atau
kompresi menciptakan suatu efek hidrolik yang dapat membebat
fraktur. Karena itu metode tertutup paling cocok untuk fraktur
dengan jaringan yang lunak yang utuh, dan cenderung gagal jika
metode itu digunakan sebagai metode utama untuk terapi fraktur yang
disertai dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat.Traksi terus
menerus Traksi dilakukan pada tungkai di bagian distal fraktur,
supaya melakukan suatu tarikan yang terus menerus pada poros
panjang tulang itu. Cara ini sangat berguna untuk fraktur batang
yang bersifat oblik atau spiral yang mudah bergeser dengan
kontraksi otot.Traksi tidak dapat menahan fraktur yang diam, traksi
dapat menarik tulang panjang secara lurus dan mempertahankan
panjangnya tetapi reduksi yang tepat kadang-kadang suka
dipertahankan. Dan sementara itu pasien dapat menggerakkan
sendi-sendinya dan melatih ototnya. Traksi cukup aman, asalkan
tidak berlebihan dan berhati-hati bila menyiapkan pen-traksi.
Masalahnya adalah kecepatan: bukan karena fraktur menyatu secara
perlahan-lahan (bukan demikian) tetapi karena traksi tungkai bawah
akan menahan pasien tetap di rumah sakit. Akibatnya, segera setelah
fraktur lengket (dapat mengalami deformitas tetapi tidak mengalami
pergeseran), traksi harus digantikan dengan bracing kalau metode
ini dapat dilaksanakan. Traksi dengan gaya berat; cara ini hanya
berlaku pada cidera tungkai atas. Karena itu, bila memakai kain
penggendong lengan, berat lengan akan memberiakan traksi terus
menerus pada humerus. Traksi kulit; traksi kulit (traksi buck)
dapat menahan tarikan yang tak lebih dari 4 atau 5 kg. Ikatan
holland atau elastoplast rentang-satu-arah di tempelkan pada kulit
yang telah di cukur dan di pertahankan dengan suatu pembalut.
Maleolus di lindungi dengan tisu gamgee, dan untuk traksi di
gunakan tali atau plaster Traksi kerangka; kawat kirscer, pen
steinmann atau pen denham di masukkan, biasanya di belakang
tuberkel tibia untuk cidera pinggul, paha dan lutut; di sebelah
bawah tibia atau pada kalkaneus untuk fraktur tibia. Kalau
digunakan suatu pen, di pasang kait yang dapat berputar dengan
bebas, dan tali dipasang pada kait itu untuk menerapkan traksi.
Traksi harus selalu dilawan dengan oleh aksi lawan; artinya,
tarikan harus di lakukan terhadap sesuatu, atau tarikan itu hanya
akan menarik pasien ke bawah tempat tidurnya. Traksi tetap; tarikan
di lakukan terhadap suatu titik tertentu, contohnya palster di
tempelkan pada bagian persilangan bebat thomasdan menarik kaki ke
bawah hingga pangkal tungkai menyentuh cicin bebat itu. Traksi
berimbang; tarikan di lakukan terhadap kekuatan berlawanan yang
berasal dari berat tubuh bila kaki tempat tidur tersebut di
naikkan. Tali dapat di ikata pada kaki tempat tidur, atau di
lewatkan pada kerekan-kerekan dan di beri pemberat. Traksi
kombinasi; beban thomas di gunakan. Plester di tempelkan pada ujung
bebat dan bebat itu di gantung, atau di ikat pada ujung tempat
tidur yang di angkat.Pembelatan dengan gips cara ini cukup aman,
selama kita waspada akan bahaya pembalut gips yang ketat dan
asalkan borok akibat tekanan dapat dicegah. Kecepatan penyatuannya
tidak lah lebih tinggi maupun lebih rendah dibandingkan traksi,
tetapi pasien dapat pulang lebih cepat. Mempertahankan reduksi
biasanya tak ada masalah dan pasien dengan fraktur tibia dapat
menahan berat pada pembalut gips. Tetapi, sendi-sendi yang
terbungkus dalam gips tidak dapat bergerak dan cenderung kaku,
kekakuan yang mendapat julukan penyakit fraktur merupakan masalah
dalam penggunaan gips konvensional. Kekakuan dapat diminimalkan
dengan :1.Pembebatan tertunda yaitu penggunaan traksi hingga
gerakan telah diperoleh kembali, dan baru kemudian menggunakan
gips, atau2.Memulai dengan gips konvensional, tetapi setelah
beberapa hari bila tungkai dapat dipertahankan tanpa terlalu banyak
ketidaknyamanan gips tersebut maka diganti dengan suatu penahan
fungsional yang memungkinkan gerakan sendi.
Bracing fungsional Bracing fungsional menggunakan gips salah
satu dari bahan yang ringan merupakan salah satu cara mencegah
kekakuan pada sendi sambil masih memungkinkan pembebatan fraktur.
Segmen dari gips hanya dipasang pada batang tulang itu, membiarkan
sendi-sendi bebas, segmen gips itu dihubungkan dengan engsel dari
logam atau plastic yang memungkinkan gerakan pada suatu bidang.
Bebat bersifat fungsional dalam arti bahwa gerakan sendi tidak
banyak terbatas dibandingkan gips konvensional. Bracing fungsional
paling luas digunakan untuk fraktur femur atau tibia, tetapi karena
penahan ini tidak kaku, biasanya ini hanya dipakai bila fraktur
mulai menyatu, misalnya 3-6 minggu setelah traksi atau gips
konvensional. Bila digunakan dengan cara ini, ternyata 4
persyaratan dasar yang diperlukan akan terpenuhi; fraktur
dapatdipertahankancukup baik; sendi-sendi dapatdigerakkan; fraktur
akan menyatu dengankecepatannormal (atau mungkin sedikit lebih
cepat) tanpa tetap menahan pasien di rs dan metode itu
cukupaman.Teknikdiperlukan banyak keterampilan untuk memasang suatu
penahan yang efektif. Pertama fraktur di stabilkan; setelah
beberapa hari dalam traksi atau dalam gips konvensional untuk
fraktur tibia; dan setelah beberapa minggu dalam traksi untuk
fraktur femur (sampai fraktur telah lengket, artinya dapat melentur
tetapi tidak dapat terjadi pergeseran). Kemudian pembalut gips atau
bebat yang berengsel di pasang yang akan cukup menahan fraktur
tetapi memungkinkan gerakan sendi; di anjurkan melakukan aktivitas
fungsional, termasuk penahan beban.
Fiksasi internal Fragmen tulang dapat di ikat dengan sekrup, pen
atau paku pengikat, plat logam yang di ikat dengan sekrup, paku
intramedular yang panjang (dengan atau tanpa sekrup
pengunci),circumferential bands,atau kombinasi dari metode ini.
Bila di pasang dengan semestinya, fiksasi internal menahan fraktur
secara aman sehingga gerakandapat segera di mulai; dengan gerakan
lebih awal penyakit fraktur (kekakuan dan edema) dapat di
hilangkan. Dalam hal kecepatan pasien dapat meninggalkan rumah
sakit segera setelah luka sembuh, tetapi dia harus ingat bahwa
meskipun tulang bergerak sebagai satu potong, fraktur belum
menyatu, hanya dipertahankan oleh jembatan logam; karna itu
penahanan beban yang tak terlidung selama beberapa waktu tidak
aman. Bahaya yang terbesar adalah sepsis; kalau terjadi infeksi
semua keuntungan fiksasi internal (reduksi yang tepat, stabilitas
yang segera dan gerakan lebih awal) dapat hilang.Indikasi fiksasi
internal sering menjadi bentuk terapi yang paling di perlukan.
Indikasi utamanya adalah:1.Fraktur yang tidak dapat di reduksi
kecuali dengan operasi2.Fraktur yang tak stabil secara bawaan dan
cenderung mengalami pergeseran kembali setelah reduksi (misalnya
fraktur pertengahan batang pada lengan bawah dan fraktur
pergelangan kaki yang bergeser); selain itu, juga fraktur yang
cenderung perlu di tarik terpisah oleh kerja otot (misalnya fraktur
melintang pada patella atau olecranon)3.Fraktur yang penyatuannya
kurang baik dan perlahan-lahan, terutama fraktur pada leher
femur.4.Fraktur patologik, di mana penyakit tulang dapat mencegah
penyembuhan.5.Fraktur multiple, bila fiksasi dini (dengan fiksasi
internal atau luar) mengurani resiko komplikasi umum dan kegagalan
organ pada berbagai sistem.6.Fraktur pada pasien yang sulit
perawatannya (penderita paraplegia, pasien dengan cedera multiple)
dan sangat lansia).Teknik banyak tersedia metode, termasuk
pengunaan kawat, skrup, plat, batang intramedula dan kombinasi dari
semua itu. Bila plat di gunakan, kalau mungkin plat harus di pasang
pada permukaan yangDapat di tegangkan, yang biasanya pada sisi
cembung tulang, bila paku intramedula di gunakan, paku itu dapat
dikuncikan dengan sekrup melintang (muller dkk., 1991)Fraktur ulang
tidak boleh melepas logam terlalu cepat, atau tulang akan patah
lagi. Paling cepat satu tahun dan 18 atau 24 bulan lebih aman;
beberapa minggu setelah pelepasan, tulang itu lemah, dan di
perlukan perawatan atau perlindungan.Fiksasi luar Fraktur dapat di
pertahankan dengan sekrup pengikat atau kawat penekan melalui
tulang di atas dan di bawah fraktur dan di lekatkan pada suatu
kerangka luar. Cara ini dapat di terapkan terutama pada tibia dan
pelvis, tetapi metode ini juga digunakan untuk fraktur pada femur,
humerus, radius bagian bawah dan bahkan tulang-tulang pada
tangan.
Indikasi fiksasi luar sangat berguna untuk:1.Fraktur yang di
sertai dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat di mana luka
dapat dibiarkan terbuka untuk pemeriksaan, pembalutan atau
pencangkokan kulit.2.Fraktur yang disertai dengan kerusakaan saraf
atau pembuluh.3.Fraktur yang sangat kominutif dan tak stabil,
sehingga sebujur tulangnya dapat dipertahankan hingga mulai terjadi
penyembuhan.4.Fraktur yang tak menyatu, yang dapat dieksisi dan
dikompresi; kadang-kadang fraktur ini di kombinasi dengan
pemanjangan.5.Fraktur pada pelvis, yang sering tidak dapat di atasi
dengan metode lain.6.Fraktur yang terinfeksi, di mana fiksasi
internal mungkin tidak cocok.7.Cidera multipel yang berat, bila
stabilisasi lebih awal mengurangi resiko komplikasi yang berbahaya
(phillips dan contreras, 1990) Teknik prinsip fiksasi eksternal
sederhana: tulang di tranfiksikan di atas dan di bawah fraktur dan
sekrup atau kawat di transfiksikan bagian proksimal dan distal
kemudian di hubungkan satu sama lain dengan suatu batang yang kaku.
Terdapat berbagai teknik dan alat fiksasi: transfiksi dengan pen,
sekrup atau kawat; batang penghubung pada kedua sisi tulang atau
pada satu sisi saja.A.1.3 LatihanLebih tepatnya memulihkan
fungsi-bukan saja pada bagian yang mengalami cedera tetapi juga
pada pasien secara keseluruhan. Tujuannya adalah mengurangi edema,
mempertahankan gerakan sendi, memulihkan tenaga otot dan memandu
pasien kembali ke aktivitas normal.Pencegahan edemapembengkakan
hampir tak dapat dielakkan setelah fraktur dan dapat menyebabkan
perengangan dan lepuh pada kulit. Edema yang menetap adalah
penyebab adalah penyebab penting kekakuan sendi, terutama pada
tangan; kalau dapat, ini perlu dicegah, dan terapi dengan giat
kalau sudah terjadi, dengan kombinasi peninggian dan latihan.
Pasien tidak perlu dirawat di rumah sakit, dan cidera yang tidak
begitu berat pada tungkai atas berhasil ditangani dengan penempatan
lengan pada kain gondongan; tetapi kemudian penting untuk berusaha
menggunakannya secara aktif, dengan menggerakkan semua sendi bebas.
Inti perawatan jaringan lunak dapat diringkas sbb : meninggikan dan
melakukan latihan: jangan menjutaikan, jangan
memaksa.Peninggiantungkai yang mengalami cedera berat biasanya
perlu di tinggikan; setelah reduksi pada fraktur kaki, kaki tempat
tidur ditinggikan dan latihan di mulai.Latihan aktifgerakan aktif
membantu memompa keluar cairan edema, merangsang sirkulasi,
mencegah pelekatan jaringan lunak dan membantu penyembuhan
fraktur.Gerakan berbantuantelah lama diajarkan bahwa gerakan pasif
dapat merusak, terutama pada cidera sekitar siku dimana terdapat
banyak resiko munculnya miositis osifikans. Tentu saja tak boleh
lakukan gerakan paksaan, tetapi bantuan perlahan-lahan selama
latihan aktif dapat membantu mempertahankan fungsi atau memperoleh
kembali gerakan setelah terjadi fraktur yang melibatkan permukaan
artikular.Aktifitas fungsionalpasien mungkin perlu diajarkan lagi
bagaimana cara melakukan tugas sehari-hari, misalnya berjalan,
rebah, dan bangun dari tempat tidur, mandi, dll.
A.2 Terapi Pada Fraktur Terbuka1.Pertimbangan umumAda 4
klasifikasi yang perlu di perhatikan; (1) bagaimana sifat luka itu;
(2) bagaimana keadan kulit di sekitar luka? Apakah sirkulasi cukup
baik? Dan (3) apakah semua saraf utuh?Semua fraktur terbuka
seberapapun ringannya harus di anggap terkontaminasi dan perlu
untuk mencegah adanya infeksi. Untuk tujuan ini, empat hal penting
adalah: (1) pembalutan luka dengan segera; (2) profilaksis
antibiotika; (3) debridemen luka secara dini; dan (4) stabilisasi
fraktur.
2.Klasifikasia) Tipe iluka biasanya kecil, luka tusuk yang
bersih pada tempat tulang menonjol keluar. Terdapat sedikit
kerusakan pada jaringan lunak, tanpa pengancuran dan fraktur tidak
kominutif.b) Tipe iiluka lebih dari 1 cm tetapi tidak ada penutup
kulit tidak banyak terdapat kerusakan jaringan lunak dan tidak
lebih dari kehancuran atau kominusi fraktur tingkat sedang.c) Tipe
iiiterdapat kerusakaan yang luas pada kulit, jaringan lunak dan
struktur neurovascular, disertai banyak kontaminasi luka. Pada tipe
iii a, tulang yang mengalami fraktur mungkin dapat di tutupi secara
memadai oleh jaringan lunak. Pada tipe iii b tidak dan malah
terdapat pelepasan periosteum, selain fraktur kominutif yang berat.
Fraktur di golongkan sebagai tipe iii c kalau terdapat cidera
arteri yang perlu di perbaiki, tak perduli berapa banyak kerusakaan
jaringan lunak yang lain. Cedera kecepatan tinggi di golongan
sebagai tipe iii b atau c meskipun luka itu kecil, kerusakan
internal hebat. Insidensi infeksi luka berhubungan langsung dengan
tingkat kerusakan jaringan lunak; kurang dari 2% pada fraktur tipe
i sampai lebih dari 10% pada fraktur tipe ii.
3.Penanganan diniLuka harus tetap ditutup. Antibiotika diberikan
secepat mungkin, seberapapun laserasi itu harus dilanjutkan hingga
bahaya infeksi terlewati. Pada umumnya pemberian kombinasi
benzilpensilin dan flukloksasilin tiap 6 jam selama 48 jam akan
mencukupi. Jika luka sangat terkontaminasi, maka untuk mencegah
gram-negatif yaitu dengan menambahkan gentaminisin atau
methonidazol dan melanjutkan terapi selama 4-5 hari. Pemberian
profilaksis tetanus juga penting. Toksoid yang diberikan pada
mereka yang sebelumnya telah diimunisasi. Jika belum, berilah
antiserum manusia.
4. DebridemenOperasi bertujuan untuk membersihkan luka dari
benda asing dan jaringan mati, memberikan persediaan darah yang
baik di seluruh bagian tersebut. Dilakukan irigasi akhir disertai
obat antibiotika. Jaringan kemudian di tangani sebagai berikut.
KulitHanya sesedikit mungkin kulit di eksisi dari tepi luka.
Pertahankan sebanyak mungkin kulit. Luka sering perlu di perluas
dengan insisi yang terencana untuk memperoleh daerah terbuka yang
memadai.setelah di perbesar, pembalut dan bahan asing lain dapat di
lepas. FasiaFasia di belah secara meluas sehigga sirkulasi tidak
terhalang. OtotOtot yang mati berbahaya, karna merupakan makanan
bakteri. Otot yang mati biasanya dapat dikenal melalui perubahan
warna yang keungu-unguannya, konsistensinya buruk, tidak dapat
berkontraksi bila di rangsang, dan tak berdarah bila di potong.
Pembuluh darahPembuluh darah yang banyak mengalami pendarahan
diikat dengan cermat tetapi, untuk meminimalkan jumlah benang yang
tertinggal dalam luka, pembuluh yang kecil di jepit dengan gunting
tang arteridan di pilin. SarafSaraf yang terpotong biasanya terbaik
dibiarkan saja tetapi bila luka itu bersih dan ujung-ujung luka
bersih dan tidak terdiseksi, selubung luka dijahit dengan bahanyang
tak dapat diserap untuk memudahkan pengenalan dibelakang hari.
TendonBiasanya, tendon yang terotong juga dibiarkan saja seperti
halnya saraf, penjahitan diperbolehkan hanya kalau luka itu bersih
dan diseksi tak perlu dilakukan. TulangPermukaan fraktur
dibersihkan secara perlahan dan ditempatkan kembali pada posisi
yang benar. Tulang, seperti kulit, harus diselamatkan dan fragmen
baru boleh dibuang bila kecil dan lepas sama sekali. SendiCidera
sendi terbuka terbaik diterapi dengan pembersihan luka, penutupan
sinovium dan kapsul, dan antibiotika sistemik: drainase atau
irigasi sedotan hanya digunakan kalau terjadi kontaminasi
hebat.
5.Penutupan lukaLuka tipe i yang kecil dan tidak terkontaminasi,
yang dibalut dalam beberapa jam setelah cidera, setelah
debridement, dapat dijahit. Luka yang lain harus dibiarkan terbuka
hingga bahaya infeksi telah dilewati. Luka itu dibalut sekedarnya
dengan kasa steril dan diperiksa setelah 5 hari. Kalau bersih, luka
tersebut dijahit.
6.Stabilisasi frakturStabilisasi fraktur diperlukan untuk
mengurangi infeksi. Untuk luka tipe i atau tipe ii yang kecil
dengan fraktur yang stabil, boleh menggunakan gips yang dibelah
secara luas atau, untuk femur digunakan traksi pada bebat. Metode
yang paling aman adalah fiksasi external. Pemasangan pet
intramedula dapat digunakan untuk femur atau tibia, terbaik jangan
melakukan pelebaran luka pendahuluan yang akan meningkatkan resiko
infeksi.
7.Perawatan sesudahnyaTungkai ditinggikan ditemoat tidur dan
sirkulasinya diperhatikan dengan cermat. Syok mungkin masih
membutuhkan terapi. Kalau luka dibiarkan terbuka, periksa setelah
5-7 hari.
8.Sekuele pada fraktur terbuka Kulitkalau terdapat kehilangan
kulit atau kontraktur, pencangkokan mungkin diperlukan. Bila
diperlukan operasi perbaikan atau rekonstruksi pada jaringan yang
lebih dalam, pencangkokan kulit dengan ketebalan penuh sangat
diperlukan. Tulanginfeksi dapat mengakibatkan sekuester dan sinus.
Sekuester yang kecil harus disingkirkan secara dini, tetapi
potongan-potongan besar dapat dieksisi. Penundaan penyatuan tak
dapat dielakkan setelah infeksi fraktur, tetapi penyatuan akan
terjadi jika infeksi dikendalikan dan terapi dilanjutkan dalam
waktu yang cukup lama. Sendibila fraktur yang terinfeksi mempunyai
hubungan dengan suatu sendi, prinsip terapinya sama seperti terapi
infeksi tulang, yaitu ; pengobatan, drainase, dan pembebatan.
IX. Komplikasi a. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang
yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya,
membentuk sudut atau miringb. Delayed union adalah proses
penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih
lambat dari keadaan normal. c. Nonunion, patah tulang yang tidak
menyambung kembali. d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan
peningkatan takanan yang berlebihan di dalam satu ruangan yang
disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat. e. Shock terjadi
karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya
terjadi pada fraktur. f. Fat embolism syndroma, tetesan lemak masuk
ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada
fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sampai
80 fraktur tahun. g. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam
sering terjadi pada individu yang imobiil dalam waktu yang lama
karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada
perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal
bila terjadi pada bedah ortopedil h. Infeksi, Sistem pertahanan
tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic
infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. i.
Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau
necrosis iskemia. j. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini
disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik abnormal syndroma
ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik
dan vasomotor instability
DISLOKASII. DefinisiDislokasi adalah terlepasnya kompresi
jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya
komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh
komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).
Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis
membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari
tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami
dislokasi.Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah
dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset
dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga
terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi,
ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu
akan gampang dislokasi lagi.Keadaan dimana tulang-tulang yang
membentuk sendi tidak lagi berhubungan,secara anatomis (tulang
lepas dari sendi) Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari
mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan
pertolongan segera. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi
dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut
fraktur dis lokasi. Berpindahnya ujung tulang patah, karena tonus
otot, kontraksi cedera dan tarikanDislokasi adalah terlepasnya
kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.II.
KlasifikasiDislokasi dapat diklasifikasikan sebagai
berikut1.Dislokasi congenitalTerjadi sejak lahir akibat kesalahan
pertumbuhan2.Dislokasi patologikAkibat penyakit sendi dan atau
jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis
tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang
berkurang3.Dislokasi traumatic.Kedaruratan ortopedi (pasokan darah,
susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan
akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan).
Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang
dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur
sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi
pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagia. Dislokasi
AkutUmumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri
akut dan pembengkakan di sekitar sendib. Dislokasi Berulang.Jika
suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi
yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi
berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral
joint.Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang /
fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah
oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan
tarikan.
A. Dislokasi sendi bahu1. Dislokasi anterior (preglenoid,
subkorakoid, subklavikuler)Mekanisme traumaPaling sering, Jatuh
dalam posisi out strechted atau trauma pada skapula sendiri dan
anggota gerak dalam posisi rotasi lateral sehingga kaput humerus
menembus kapsul anterior sendi. Pada dislokasi anterior kaput
humerus berada dibawah glenoid, subkorakoid dan subklavikuler.
GambaranNyeri hebat, gangguan gerakan sendi bahu, kontur sendi bahu
rata karena kaput humerus bergeser kedepan.Pengobatana. Dengan
pembiusan umum Metode hipocrates : penderita dibaringkan dilantai,
anggota gerak ditarik keatas dan kaput humerus ditekan dengan kaki
agar kembali ke tempatnya.
Metode kocher : penderita dibaringkan ditempat tidur dan ahli
bedah berdiri disamping penderita Cara : sendi siku fleksi 90o dan
dilakukan traksi sesuai garis humerus, rotasi kearah lateral,
lengan diadduksi dan sendi siku dibawa mendekati tubuh kearah garis
tengah, lengan dirotasi ke medial sehingga tangan jatuh didaerah
dada. b. Tanpa pembiusan umum Teknik menggantung lenganPenderita
diberi petidin atau diazepam agar tercapai relaksasi maksimal,
biarkan tidur tengkurap dan membiarkan lengan tergantung dipingggir
tempat tidur. Setelah beberapa waktu dapat terjadi reduksi secara
spontan. Setelah reposisi difiksasi didaerah thoraks selama 3-6
minggu agar tak terjadi dislokasi rekuren KomplikasiKerusakan
nervus aksilaris, kerusakan pembuluh darah, tidak dapatdireposisi,
kaku sendi, dislokasi rekuren.
2. Dislokasi posteriorBiasanya akibat trauma langsung pada sendi
bahu dalam keadaan rotasi interna. Ditemukan adanya nyeri tekan
serta benjolan dibagian belakang sendi. Pengobatan dilakukan dengan
cara menarik lengan kedepan secara hati-hati dan rotasi eksterna
serta imobilisasi selam 3-6 minggu.
3. Dislokasi inferiorAkibat kaput humerus mengalami jepitan
dibawah glenoid dimana lengan mengarah keatas sehingga terjadi
dislokasi inferior. Ditangani dengan reposisi tertutup seperti pada
dislokasi anterior, bila tidak berhasil dengan reposisi terbuka
secara operasi.
4. Dislokasi disertai dengan fraktur tuberositas mayor
humerusBiasanya tipe dislokasi anterior disertai dengan fraktur.
Bila reposisi dilakukan pada daerah dislokasi maka fraktur akan
tereposisi dan melekat kembali pada humerus.
B. Dislokasi sendi sikuBiasanya penderita jatuh dengan posisi
tangan out strechted dimana bagian distal humerus terdorong kedepan
melalui kapsul anterior sedangkan radius dan ulna mengalami
dislokasi ke posterior. Dislokasi umumnya posterior atau
posterolateral. Terdapat nyeri disertai pembengkakan yang hebat
disekitar sendi siku ketika siku dalam posisi semi fleksi,
olecranon dapat teraba pada bagian belakang. Pengobatan dengan
reposisi, pada jam-jam pertama dapat tanpa pembiusan umum, setelah
reposisi lengan difleksikan >900 dan dipertahankan dengan gips
selama 3 minggu. Komplikasi : kekakuan sendi, trauma nervus
medianus, trauma a.brakhialis.
C. Dislokasi sendi lututDislokasi ini sangat jarang terjadi,
biasanya terjadi apabila penderita mendapat trauma dari depan
dengan lutut dalam keadaan fleksi. Dislokasi dapat bersifat
anterior, posterior, lateral, medial atau rotasi. Dislokasi
anterior lebih sering ditemukan dimana tibia bergerak kedepan
terhadap femur, trauma ini menimbulkan kerusakan pada kapsul,
ligamen, yang besar dan sendi. Trauma juga dapat menyebabkan
dislokasi yang terjadi disertai dengan kerusakan pada nervus
peroneus dan arteri poplitea. Gambaran klinis dijumpai adanya
trauma pada daerah lutut disertai pembengkakan, nyeri dan
hamartrosis serta deformitas. Pengobatan, tindakan reposisi dengan
pembiusan harus dilakukan sesegera mungkin dan dilakukan aspirasi
hamartrosis dan setelahnya dipasang bidai gips posisi 100 -150
selama 1 minggu kemudian dipasang gips sirkuler iatas lutut selama
7-8 minggu, bila ternyata lutut tetap tak stabil (varus ataupun
valgus) maka harus dilakukan operasi untuk erbaikan pada
ligamen.
D. Dislokasi sendi panggul1. Dislokasi posteriorTrauma biasanya
terjadi akibat kecelakaan laulintas dimana lutut dalam keadaan
fleksi dan menabrak dengan keras yang berada dibagian depan lutut,
dapat juga terjadi pada saat mengendarai sepeda motor.Klasifikasi,
untuk rencana pengobatan (Thompson Epstein) : Tipe I : dislokasi
tanpa fraktur atau dengan fragmen tulang yang kecil Tipe II :
dislokasi dengan fragmen tunggal yang besar pada bagian posterior
acetabulum Tipe III : dislokasi dengan fraktur bibir acetabulum
yang komunitif Tipe IV : dislokasi dengan fraktur dasar acetabulum
Tipe V : dislokasi dengan fraktur kaput femurPenderita biasanya
datang setelah suatu trauma yang hebat dengan keluhan nyeri dan
deformitas pada daerah sendi panggul. Sendi panggul teraba menonjol
kebelakang dalam posisi adduksi, fleksi dan rotasi interna.
Terdapat pemendekan anggota gerak bawah.Pengobatan dengan reposisi
secepatnya dengan pembiusan umum disertai relaksasi secukupnya,
Penderita dibaringkan dilantai dan pembantu menahan panggul. Sendi
panggul difleksikan serta lutut difleksi 900 dan kemudian dilakukan
tarikan pada paha secara vertical. Setelah direposisi, stabilitas
sendi diperiksa apakah sendi panggul dapat didislokasi dengn cara
menggerakkan secara vertical pada sendi panggul. untuk kasus yang
melibatkan penanganan fragmen tulang membutuhkan tindakan operatif.
Traksi kulit 4-6 minggu, setelah itu tak menginjakkan kaki dan
menggunakan tongkat selama 3 bulan.Komplikasi dini berupa kerusakan
nervus skiatik, kerusakan kaput femur, dan fraktur diafisis femur.
Komplikasi lanjut berupa nekrosis avaskuler, osteoarthritis, dan
dislokasi yang tak dapat direduksi.
2. Dislokasi anteriorLebih jarang, dapat akibat kecelakaan
lalulintas, jatuh dari ketinggian atau trauma dari belakang saat
berjongkok dan posisi penderita dalam keadaan abduksi yang
dipaksakan, leher femur atau throkanter menabrak acetabulum dan
terjungkir keluar melalui robekan kapsul anterior. Gambaran klinis,
tungkai bawah dalam keadaan rotasi eksterna, abduksi dan sedikit
fleksi, tungkai tak mengalami pemendekan karena perlekatan otot
rectus femur mencegah kaput femur bergeser ke proximal, terdapat
benjolan didepan daerah inguinal dimana kaput femur dapat diraba
dengan mudah, sendi panggul sulit digerakkan. Pengobatan dilakukan
dengan reposisi seperti pada dislokasi posterior, dilakukan adduksi
pada dislokasi anterior. Komplikasi tersering adalah nekrosis
avaskuler.
3. Dislokasi sentralTejadi apabila kaput femur terdorong ke
dinding medial acetabulum pada rongga panggul, kapsul tetap utuh.
Terdapat perdarahan dan pembengkakan didaerah tungkai proximal
tetapi posisi tetap normal, nyeri tekan pada daerah throchanter,
dan gerakan sendi panggul terbatas. Pengobatan dengan melakukan
reposisi dan traksi selama 4-6 minggu, setelah itu diperbolehkan
berjalan dengan penopang berat badan.
E. Fraktur dan fraktur dislokasi sendi pergelangan
kakiPergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang
badan dimana talus duduk dan dilindungi oleh malleolus lateralis
dan malleolus medialis yang diikat oleh ligament, dahulu disebut
fraktur pott. Terjadi akibat adanya fraktur malleolus dengan atau
tanpa subluksasi dari talus. Klasifikasi Danis-weber, berdasarkan
lokasi fraktur tehadap sindesmosis tibiofibuler : Fraktur malleolus
dibawah sindesmosis Fraktur malleolus lateral, avulsi malleolus
medial disertai robekan ligamen tibiofibular bagian depan Fraktur
fibula diatas sindesmosis , avulsi tibia disertai robekan malleolus
medial (fraktur dupuytren).Terapi dengan konservatif yaitu pada
fraktur yang tak bergeser dengan pemasangan gips secara sirkuler
dibawah lutut. Sedangkan tindakan operatif dilakukan bila dijumpai
adanya robekan ligament dan dislokasi talus.
Tipe-tipe cedera persendian Contusio. Terjadi akibat trauma
langsung pada persendian, yangmengakibatkan sinovial membran
memberikan reaksi berupa peninggian produksi cairan sendi ;
pembuluh darah sinovial dapat pecah yang mengakibatkan
hemarthrosis. Ligamentous Sprain. Sprain dikarakteristikkan dengan
adanya pembengkakan lokal, nyeri apabila sendi yang terlibat
digerakkan karena ligamen yang cedera tertarik. Pengobatan
bertujuan untuk melindungi ligamen yang cedera. Immobilisasi yang
komplit jarang dibutuhkan kecuali bila nyerinya hebat. Pergerakan
aktif sangat dibutuhkan tidak hanya untuk mencegah kekakuan sendi,
namun juga untuk melatih otot-otot yang bersifat protektif terhadap
sendi tersebut. Subluxations. Terjadi pergeseran pada permukaan
sendi sehingga menjadi tidak normal lagi, namun masih ada kontak.
Dislocations. Terjadi pergeseran permukaan sendi hingga tidak ada
lagi kontak antara kedua permukaan sendi tersebut secara total.
Fraktur Dislokasi Subluksasi atau Dislokasi yang disertai dengan
fraktur.
III. Etiologi1. Cedera olah ragaOlah raga yang biasanya
menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga
yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski,
senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering
mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak
sengaja menangkap bola dari pemain lain.2.Trauma yang tidak
berhubungan dengan olah ragaBenturan keras pada sendi saat
kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi3.Terjatuh Terjatuh
dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
Tidak diketahui Faktor predisposisi(pengaturan posisi) akibat
kelainan pertumbuhan sejak lahir. Trauma akibat kecelakaan. Trauma
akibat pembedahan ortopedi(ilmu yang mempelajarin tentang tulang
Terjadi infeksi disekitar sendi.
IV. PatofisiologiDislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada
tangan .Humerus terdorong kedepan, merobek kapsul atau menyebabkan
tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput
hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke
bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah
;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi da bawah
karakoid).Proses Penyembuhan Ligamen Pada ligamen yang robek
sebagian (partial), pemberian proteksi terhadap sendi tersebut
selama beberapa waktu akan membantu proses penyembuhannya. Pada
ligamen yang robek total> ada gap (jarak) antara kedua ujung
ligamen> gap tersebut akan ditumbuhi jaringan ikat> ligamen
menjadi lebih panjang dari semula > ligamen lebih lemah dari
sebelumnya. Waktu penyembuhan bervariasi : Ligamen sendi tangan 3
minggu Ligamen yang besar (misalnya : pada lutut) 3 bulan.
Anak-anak lebih singkat dari orang dewasaV. Manifestasi KlinisNyeri
terasa hebat misalnya pada lengan.Pasien menyokong lengan itu
dengan tangan sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja
.Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu
berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.-
Nyeri- perubahan kontur sendi- perubahan panjang ekstremitas-
kehilangan mobilitas normal- perubahan sumbu tulang yang mengalami
dislokasi- deformitas- kekakuan
VI. Diagnosis1. Anamnesis Ada trauma Mekanisme trauma yang
sesuai, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi
anterior sendi bahu. Ada rasa sendi keluar. Bila trauma minimal hal
ini dapat terjadi pada dislokasi rekuren atau habitual.2.
Pemeriksaan klinis. Deformitas, terdapat kelainan bentuk misalnya
hilangnya tonjolan tulang normal, misalnya deltoid yang rata pada
dislokasi bahu, Perubahan panjang ekstremitas, Kedudukan yang khas
pada dislokasi tertentu, misalnya dislokasi posterior sendi panggul
kedudukan sendi panggul endorotasi, fleksi dan abduksi. Nyeri3.
Pemeriksaan radiologis.Untuk memastikan arah dislokasi dan apakah
disertai fraktur, pada dislokasi lama pemeriksaan radiologis lebih
penting oleh karena nyeri dan spasme otot telah menghilang.
VII. Penatalaksanaan1) Penanganan yang dilakukan pada saat
terjadi dislokasi adalah melakukan reduksi ringan dengan cara
menarik persendian yang bersangkutan pada sumbu memanjang. Tindakan
reposisi ini dapat dilakukan ditempat kejadian tanpa anasthesi,
misalnya dislokasi siku, dislokasi bahu dan dislokasi jari.2) Jika
tindakan reposisi tidak bisa dilakukan dengan reduksi ringan, maka
diperlukan reposisi dengan anasthesi lokal dan obat obat penenang
misalnya Valium.3) Jangan memaksa melakukan reposisi jika penderita
mengalami rasa nyeri yang hebat, disamping tindakan tersebut tidak
nyaman terhadap penderita, dapat menyebabkan syok neurogenik,
bahkan dapat menimbulkan fraktur.4) Dislokasi sendi dasar misalnya
dislokasi sendi panggul memerlukan anasthesi umum. Dislokasi
setelah reposisi, sendi diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips
atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil, beberapa
hari beberapa minggu setelah reduksi gerakan aktif lembut tiga
sampai empat kali sehari dapat mengembalikan kisaran sendi, sendi
tetap disangga saat latihan.5) Dislokasi reduksi: dikembalikan
ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.6)
Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan
ke rongga sendi.7) Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut,
bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi
stabil.8) Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan
mobilisasi halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan
kisaran sendi9) Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama
masa penyembuhan.
VIII. KOMPLIKASIKomplikasi yang ditimbulkan oleh suatu dislokasi
atau subluksasi hampir sama dengan komplikasi yang ditimbulkan oleh
suatu fraktur. Immediate Local ComplicationsCedera kulit, kerusakan
pembuluh darah, syaraf tepi dan medula spinalis. Early Local
Complications Infeksi (septic arthritis) pada cedera sendi yang
terbuka Avaskular necrosis yang umumnya terjadi pada caput
femoris.
Late Complications-Kaku sendi - Osteoporosis-Ketidakstabilan
sendi - Reflex sympathetic dystrophy-Recurrent dislocation -
Myositis ossificans-Peny. Sendi degeneratif (OA) Dini- Cedera saraf
: saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot
deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot
tesebut- Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak-
Fraktur disloksiKomplikasi lanjut1) Kekakuan sendi
bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi
bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya
kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi2)
Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau
kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid3) Kelemahan
otot
Daftar Pustaka Apley A. Graham, Solomon Louis, Buku Ajar
Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widia Medika, Jakarta. Mller
M., Nazarian S, Koch P, Schatzker J. The Comprehensive
Classification of Fractures of Long Bones. Springer Verlag, Berlin,
Heidelberg, New York, 1990. McKibbin B. The biology of fracture
healing in long bone. J Bone Joint Surg 1978; 60B: 15062. Woo SL,
Vogrin TM, Abramowitch SD. Healing and repair of ligament injuries
in the knee. J Am Acad Orthop Surg 2000; 8: 36472. Charnley J. The
Closed Treatment of Common Fractures. Churchill Livingstone,
Edinburgh, 1961.44 | Astiandra Mendolita (Co.Ass Bedah RSUD Pasar
Rebo)