Page 1
II. TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI TERKAIT
A. Anatomi pleksus brachialis
Sistem persarafan yang terletak pada plexsus brachialis merupakan sistem saraf perifer yang
mana terdapat beberapa persarafan antara lain, n. medianus, n. ulnaris, n. cutaneus, dan n.
radialis (Chusid, 1993). Pleksus brakhialis merupakan serabut saraf yang berasal dari ramus anterior
radiks saraf C5-T1.C5 dan C6 bergabung membentuk trunkus superior, C7 membentuk trunkus medial,dan
C8 dan T1 bergabung membentuk trunkus inferior. Trunkus berjalan melewati klavikula dan disana
membentuk divisi anterior dan posterior. Divisi posterior dari masing-masing dari trunkus tadi akan
membentuk fasikulus posterior. Divisi anterior dari trunkus-trunkus superior dan media membentuk
membentuk fasikulus lateral. Divisi anterior dari trunkus inferior membentuk fasikulus medial. Kemudian
fasikulus posterior membentuk n. Radialis dan n. axilaris. Fasikulus lateral terbagi dua dimana cabang yang
satu membentuk n.muskulokutaneus dan cabang lainnya bergabung dengan fasikulus media untuk
membentuk n. medianus. Fasikulus media terbagi dua dimana cabang pertama ikut membentuk n.medianus
dan cabang lainnya menjadi n. ulnaris.
1. a. Nerves Musculocutaneus
Nerves Musculocutaneus timbul dari fascicularis lateral plexsus brachialis dan terdiri
dari serabut-serabut yang berasal dari segmen C5 dan C6. mula-mula nerves ini terletak di
sebelah lateral arteri axillaris, lalu menembus muscular coraco brachialis dan turun secara
oblique di sebelah lateral diantara musculus biceps dan brachialis (Chusid, 1993).
1. b. Nerves axillaris (circumflexa, C5-C6)
Nerves axillaris berasal dari fasciculer post plexus brachialis dan terdiri dari serabut-serabut
yang berasal dari segmen C5 dan C6, kemudian serabut berjalan ke dorsal (Chusid, 1993).
1. c. Nerves radialis (musculospiralis, C6-8 dan Th 1)
Nerves radialis merupakan cabang yang terbesar daripada batas bawah muscular pectoralis
sebagai kelanjutan langsung dari fasciculer pectoralis dan serabut-serabut yang berasal dari
Page 2
tiga segmen thoracal pertama dari medulla spinalis. Selama berjalan turun sepanjang lengan,
n. radialis ini menyertai arteri profundus dan sekitar humerus serta di dalam sulcus
musculospinalis. (Chusid, 1993).
1. d. Nerves Medianus (C6-8, Th1)
Nerves medianus dipercabangkan dari pleksus brachialis dengan dua buah caput. Kedua caput
tersebut berasal dari fasikulus lateral dan fasikulus medial. Kedua caput tersebut bersatu pada
bawah otot pectoralis minor, jadi serabut-serabut dari dalam trunkus berasal dari tiga segmen
cervical yang bawah dan dari segmen thorakal pertama medulla spinalis di dalam lengan atas
bagian bawah (Chusid, 1993).
1. e. Nerves Ulnaris (C8-Th1)
Nerves ulnaris merupakan cabang terbesar daripada plexsus brachialis. Serabut syaraf
ini terdiri dari serabut-serabut yang berasal dari segmen C8-Th1. Nerves ulnaris ini berasal
dari batas bawah musculus pectoralis minor dan berjalan turun pada sisi medial lengan dan
menembus septum intermuscular untuk melanjutkan perjalanan dalam sulcus pada caput
medialis (Chusid, 1993).
Page 3
Chusid, J.G, 1993; Neuroanatomi Corelatif dan Neuro Fungsional ; Bagian satu,
Gajah Mada University Press, Yogjakarta.
B. Anatomi Carpal Tunnel
Page 4
Terowongan carpal merupakan kompartemen anatomi yang terletak di dasar pergelangan
tangan. Sembilan tendon fleksor dan saraf median melewati terowongan karpal yang pada
tiga sisinya dikelilingi oleh tulang karpal yang membentuk lengkungan. Saraf dan tendon
menyediakan fungsi, perasaan, dan gerakan untuk beberapa jari. Otot-otot fleksor jari dan
pergelangan tangan termasuk tendon mereka berasal di lengan bawah di epikondilus medial
sendi siku dan menempel pada Metaphalangeal (MP), interphalangeal proksimal (PIP), dan
interphalangeal distal tulang jari-jari dan jempol (BSI). Terowongan carpal sekitar selebar ibu
jari dan batas yang terletak di lipatan kulit pergelangan tangan distal distal dan meluas ke
telapak untuk sekitar 2 cm.
Saraf medianus dapat terkompresi dengan menurunnya ukuran kanal, peningkatan ukuran isi
kanal (seperti pembengkakan jaringan di sekitar tendon fleksor), atau keduanya. Dengan
menekukkkan pergelangan tangan hingga 90 derajat akan mengurangi ukuran kanal.
Kompresi saraf median yang berjalan di bawah untuk ligamen karpal transversal (TCL)
menyebabkan atrofi eminensia tenar, kelemahan fleksor polisis brevis, polisis opponens,
polisis brevis abductor, serta kehilangan fungsi sensori pada area distribusi saraf median di
distal ligamentum karpal transversal.
Page 5
C. Anatomi Dermatom
Dermatom adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh satu saraf spinalis. Ada 8 saraf
servikal, 12 saraf torakal, 5 saraf lumbal dan 5 saraf sakral. Masing masing saraf
menyampaikan rangsangan dari kulit yang dipersarafinya ke otak.
Dermatom sangat bermanfaat dalam bidang neurologi untuk menemukan tempat kerusakan
saraf saraf spinalis. Karena kesakitan terbatas dermatom adalah gejala bukan penyebab dari
masalah yang mendasari, operasi tidak boleh sekalipun ditentukan oleh rasa sakit. Sakit di
daerah dermatom mengindikasikan kekurangan oksigen ke saraf seperti yang terjadi dalam
peradangan di suatu tempat di sepanjang jalur saraf.
Sebuah gambar yang menggambarkan dermatom pada batang tubuh dan kembali dapat dilihat
di bawah ini.
Page 6
II. Sindrom Tunnel Karpal / Carpal Tunnel Syndrome
Salah satu penyakit yang paling sering mengenai nervus medianus adalah neuropati
tekanan/jebakan (entrapment neuropathy). Di pergelangan tangan nervus medianus berjalan
melalui terowongan karpal (carpal tunnel) dan menginnervasi kulit telapak tangan dan
punggung tangan di daerah ibujari, telunjuk, jari tengah dan setengah sisi radial jari manis.
Pada saat berjalan melalui terowongan inilah nervus medianus paling sering mengalami
tekanan yang menyebabkan terjadinya neuropati tekanan yang dikenal dengan istilah
Sindroma Terowongan Karpal/STK (Carpal Tunnel Syndrome/CTS).
STK adalah suatu neuropati yang sering ditemukan, biasanya unilateral pada tahap awal dan
dapat menjadi bilateral. Gejala yang ditimbulkan umumnya dimulai dengan gejala sensorik
walaupun pada akhirnya dapat pula menimbulkan gejala motorik. Pada awalnya gejala yang
sering dijumpai adalah rasa nyeri, tebal (numbness) dan rasa seperti aliran listrik (tingling)
pada daerah yang diinnervasi oleh nervus medianus. Gejala ini dapat timbul kapan saja dan di
mana saja, baik di rumah maupun di luar rumah. Seringkali gejala yang pertama timbul di
Page 7
malam hari yang menyebabkan penderita terbangun dari tidurnya. Sebagian besar penderita
biasanya baru mencari pengobatan setelah gejala yang timbul berlangsung selama beberapa
minggu. Kadang-kadang pijatan atau menggoyang-goyangkan tangan dapat mengurangi
gejalanya, tetapi hila diabaikan penyakit ini dapat berlangsung terus secara progresif dan
semakin memburuk. Keadaan ini umumnya terjadi karena ketidaktahuan penderita akan
penyakit yang dideritanya dan sering dikacaukan dengan penyakit lain seperti 'rematik'.
DEFINISI
Sindroma Terowongan Karpal (STK) merupakan neuropati tekanan atau cerutan terhadap
nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah
fleksor .Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia, median thenar
neuritis atau partial thenar atrophy. STK pertama kali dikenali sebagai suatu sindroma
klinik oleh Sir James Paget pada kasus stadium lanjut fraktur radius bagian distal (1854).
STK spontan pertama kali dilaporkan oleh Pierre Marie dan C.Foix pada tahun 1913. Istilah
STK diperkenalkan oleh Moersch pada tahun 1938..
Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan tangan di mana tulang dan
ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang dilalui oleh beberapa tendon dan
nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi terowongan yang
keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum (transverse carpal
ligament dan palmar carpal ligament) yang kuat dan melengkung di atas tulang-tulang
karpalia tersebut. Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan
tekanan pada struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus medianus.
EPIDEMIOLOGI
STK adalah entrapment neuropathy yang paling sering dijumpai. Nervus medianus
mengalami tekanan pada saat berjalan melalui terowongan karpal di pergelangan tangan
menuju ke tangan. Penyakit ini biasanya timbul pada usia pertengahan. Wanita lebih banyak
menderita penyakit ini daripada pria. Umumnya pada keadaan awal bersifat unilateral tetapi
kemudian bisa juga bilateral. Biasanya lebih berat pada tangan yang dominan. Pada beberapa
keadaan tertentu, misalnya pada kehamilan, prevalensinya sedikit bertambah.
Prevalensi STK bervariasi. Di Mayo Clinic, pada tahun 1976-1980 insidensnya 173 per
100.000 pasien wanita/tahun dan 68 per 100.000 pasien pria/tahun. Di Maastricht, Belanda,
16% wanita dan 8 % pria dilaporkan terbangun dari tidurnya akibat parestesi jari-jari. 45%
Page 8
wanita dan 8% pria yang mengalami gejala ini terbukti menderita STK setelah dikonfirmasi
dengan pemeriksaan elektrodiagnostik. Pada populasi Rochester, Minnesota, ditemukan rata-
rata 99 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Sedangkan Hudson dkk menemukan bahwa
62% entrapment neuropathy adalah STK..
PATOGENESE
Ada beberapa hipotesa mengenai patogenese dari STK. Sebagian besar penulis berpendapat
bahwa faktor mekanik clan vaskular memegang peranan penting dalam terjadinya STK.
Umumnya STK terjadi secara kronis di mana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang
menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama
akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafsikuler. Akibatnya aliran darah vena
intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler
lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan
mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini
menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam/pagi
hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut (mungkin
akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah). Apabila kondisi ini terus berlanjut
akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan safar menjadi
atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus
terganggu secara menyeluruh.
Pada STK akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler sehingga
terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini diperberat
lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran
darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-
saraf terganggu. Akibatnya terjadi kerusakan pada saraf tersebut. Tekanan langsung pada
safar perifer dapat pula menimbulkan invaginasi Nodus Ranvier dan demielinisasi lokal
sehingga konduksi saraf terganggu.
ETIOLOGI
Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga dilalui oleh
beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin padatnya terowongan
ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus medianus sehingga timbullah STK.
Page 9
Pada sebagian kasus etiologinya tidak diketahui, terutama pada penderita lanjut usia.
Beberapa penulis menghubungkan gerakan yang berulang-ulang pada pergelangan tangan
dengan bertambahnya resiko menderita gangguan pada pergelangan tangan termasuk STK
Pada kasus yang lain etiologinya adalah :
1. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy misalnya HMSN
(hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III.
2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan dan
tangan .Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap pergelangan tangan.
3. Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang berulang-
ulang.
4. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.
5. Metabolik: amiloidosis, gout.
6. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus, hipotiroidi,
kehamilan.
7. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma.
8. Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia reumatika, skleroderma, lupus
eritematosus sistemik.
9. Degeneratif: osteoartritis.
10. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis, hematoma,
komplikasi dari terapi anti koagulan.
GEJALA
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja .Gangguan motorik hanya
terjadi pada keadaan yang berat Gejala awal biasanya berupa parestesia, kurang merasa
(numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari dan setengah sisi radial
jari walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari. Keluhan parestesia
biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga
dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari
tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-
Page 10
gerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri
juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya. Bila penyakit
berlanjut, rasa nyeri dapat bertambah berat dengan frekuensi serangan yang semakin sering
bahkan dapat menetap. Kadang-kadang rasa nyeri dapat terasa sampai ke lengan atas dan
leher, sedangkan parestesia umumnya terbatas di daerah distal pergelangan tangan.
Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekakuan pada jari-jari, tangan dan pergelangan
tangan terutama di pagi hari. Gejala ini akan berkurang setelah penderita mulai
mempergunakan tangannya. Hipesetesia dapat dijumpai pada daerah yang impuls
sensoriknya diinervasi oleh nervus medianus. Pada tahap yang lebih lanjut penderita
mengeluh jari-jarinya menjadi kurang trampil misalnya saat menyulam atau memungut
benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga dapat dijumpai, sering dinyatakan dengan
keluhan adanya kesulitan yang dialami penderita sewaktu mencoba memutar tutup botol
atau menggenggam. Pada penderita STK pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot
thenar dan otot-otot lainnya yang diinnervasi oleh nervus medianus .
DIAGNOSA
Diagnosa STK ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala di atas juga didukung oleh
beberapa pemeriksaan yaitu :
1. Pemeriksaan fisik
Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada
fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang
dapat membantu menegakkan diagnosa STK adalah :
a. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-
jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa STK. Harus
diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.
b. Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar.
c. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan alat
dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan abduksi maksimal palmar lalu ujung jari
dipertemukan dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari
tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan gerakan yang
rumit seperti menulis atau menyulam.
Page 11
d. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya
dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik
timbul gejala-gejala seperti STK, maka tes ini menyokong diagnosa STK.
e. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60
detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat
bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa STK.
f. Torniquet test. Dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas
siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti
STK, tes ini menyokong diagnosa.
g. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri pada daerah
distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi
tangan sedikit dorsofleksi.
h. Pressure test. Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu
jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong
diagnosa.
i. Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya
pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan
rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnosa.
j. Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point
discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif
dan menyokong diagnosa.
k. Pemeriksaan fungsi otonom. Diperhatikan apakah ada perbedaan keringat, kulit yang
kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan
mendukung diagnosa STK.
2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)
a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan
berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai
kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31 % kasus STK.
Page 12
b. Kecepatan Hantar Saraf(KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya
KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya
gangguan pada konduksi saraf di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari
masa laten motorik.
3. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan
tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto
palos leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT scan
dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.
4. Pemeriksaan laboratorium
Bila etiologi STK belum jelas, misalnya
pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan
beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.
DIAGNOSA BANDING
1. Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang bila leher diistirahatkan dan
bertambah bila leher bergerak. Distribusi gangguan sensorik sesuai dermatomnya.
2. Thoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-otot thenar.
Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah.
3. Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak tangan
daripada STK karena cabang nervus medianus ke kulit telapak tangan tidak melalui
terowongan karpal.
4. de Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abduktor pollicis longus dan
ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan tangan yang repetitif. Gejalanya adalah
rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan tangan di dekat ibu jari. KHS normal.
Finkelstein's test : palpasi otot abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila
nyeri bertambah,
Page 13
TERAPI
Selain ditujukan langsung terhadap STK, terapi juga harus diberikan terhadap keadaan atau
penyakit lain yang mendasari terjadinya STK. Oleh karena itu sebaiknya terapi STK dibagi
atas 2 kelompok, yaitu :
1. Terapi langsung terhadap STK.
2. Terapi konservatif.
1. Istirahatkan pergelangan tangan.
2. Obat anti inflamasi non steroid.
3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang terus-
menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu.
4. lnjeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg atau
metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan
menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan
tangan di sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Bila belum berhasil, suntikan
dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila
hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan.
5. Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretika.
6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab STK
adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300
mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian
piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis
besar.
7. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.
b. Terapi operatif.
Tindakan operasi pacta STK disebut neurolisis nervus medianus pada pergelangan tangan.
Operasi hanya dilakukan pacta kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi
konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar
.
Page 14
Pada STK bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri
walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral.
Penulis lainmenyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif
gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah
hilangnyasensibilitas yang persisten. Biasanya tindakan operasi STK dilakukan secara
terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara
endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan
jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih
sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf .
Beberapa penyebab STK seperti adanya massa atau anomali maupun tenosinovitis pada
terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka. Terapi terhadap keadaan atau
penyakit yang mendasari STK.
Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya STK harus ditanggulangi, sebab bila tidak
dapat menimbulkan kekambuhan STK kembali. Pada keadaan di mana STK terjadi akibat
gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya STK atau mencegah
kekambuhannya antara lain:
Usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisi netral
Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah seluruh tangan
dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan hanya menggunakan ibu jari
dan telunjuk. Batasi gerakan tangan yang repetitif. Istirahatkan tangan secara
periodik.
Kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar pergelangan tangan memiliki waktu
untuk beristirahat.
Latih otot-otot tangan dan lengan bawah dengan melakukan peregangan secara
teratur.
Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering mendasari terjadinya
STK seperti : trauma akut maupun kronik pada pergelangan tangan dan daerah sekitarnya,
gagal ginjal, penderita yang sering dihemodialisa,myxedema akibat hipotiroidi, akromegali
akibat tumor hipofise, kehamilan atau penggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular,
Page 15
artritis, tenosinovitis, infeksi pergelangan tangan, obesitas dan penyakit lain yang dapat
menyebabkan retensi cairan atau menyebabkan bertambahnya isi terowongan karpal.
PROGNOSA
Pada kasus STK ringan, dengan terapi konservatif pada umumnya prognosa baik. Secara
umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya melakukan pada penderita
yang sudah lama menderita STK penyembuhan postoperatifnya bertahap. Perbaikan yang
paling cepat dirasakan adalah hilangnya rasa nyeri yang kemudian diikuti perbaikan sensorik.
Biasanya perbaikan motorik dan otot- otot yang mengalami atrofi baru diperoleh kemudian.
Keseluruhan proses perbaikan STK setelah operasi ada yang sampai memakan waktu 18
bulan. Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka
dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini :
1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap nervus medianus
terletak di tempat yang lebih proksimal.
2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
3. Terjadi STK yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema,
perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya sensibilitas yang persisten
di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang paling berat adalah reflek sympathetic
dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat, hiperalgesia, disestesia dan ganggaun trofik.
Sekalipun prognosa STK dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik ,tetapi resiko
untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik
konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.
III. Fisioterapi
Modalitas fisioterapi yang digunakan dalam penanganan kasus ini adalah SWD, dan terapi
latihan.
1. SWD (Short Wave Diatermy)
Page 16
SWD adalah alat yang menggunakan energi listrik elektromagnetik yang dihasilkan
arus bolak-balik frekuensi tinggi. Frekuensi yang diperbolehkan pada penggunaan SWD
adalah 27 MHz dengan panjang gelombang 11 m. Energi elektromagnetik yang dipancarkan
dari emitter akan menyebar sehingga kepadatan gelombang semakin berkurang pada jarak
semakin jauh. Berkurangnya intensitas energi elektromagnetik juga disebabkan oleh
penyerapan jaringan.
Dalam kasus ini penulis menggunakan modalitas fisioterapi berupa Short Wave
Diatermy ( SWD ). Pemberian SWD diharapkan dapat merangsang serabut syaraf tipe II dan
tipe III, sehingga akan menghalangi masuknya impuls nosiseptif di tingkat medulla spinalis
sehingga nyeri akan berkurang dan selanjutnya akan memutus siklus nyeri, kemudian akan
memberikan efek relaksasi otot-otot lain yaitu mempengaruhi aliran darah lokal yang
membuat spasme otot berkurang sehingga terapi relaksasi dan nyeri dapat terhambat.
2. Ultra Sonic
Gelombang ultra sonic adalah gelombang yang tidak dapat didengar oleh manusia.
Merupakan gelombang longitudinal yang gerakan partikelnya dari arah “ke” dan “dari” dan
perambatannya memerlukan media penghantar. Media pengahantar harus elastis agar partikel
bisa merubah bentuk dan kembali ke bentuk semula untuk memungkinkan gerakan “ke” dan
“dari”. Dari sini dijumpai daerah padat atau compression dan daerah renggang
atau refraction.
Dalam penggunakan modalitas ultra sonic beberapa ahli membuktikan bahwa ultra sonic
efektif untuk mengurangi nyeri, karena ultra sonic dapat meningkatkan ambang rangsang,
mekanisme dari efek termal panas. Selain itu pembebasan histamin, efek fibrasi dari ulta
sonic terhadap gerbang nyeri dan dari suatu percobaan ditemukan bahwa pemakaian ultra
sound dengan pulsa rendah .
Efek Ultra Sonic
1) Efek mekanik
Efek yang pertama kali didapat oleh tubuh adalah efek mekanik. Gelombang ultra
sonic menimbulkan adanya peregangan dan perapatan didalam jaringan dengan frekuensi
yang sama dengan frekuensi dari ultra sonic. Efek mekanik ini juga disebut dengan micro
massage. Pengaruhnya terhadap jaringan yaitu meningkatkan permeabilitas terhadap jaringan
dan meningkatkan metabolisme.
Page 17
Micro massage adalah merupakan efek terapeutik yang penting karena semua efek
yang timbul oleh terapi Ultra Sonic diakibatkan oleh micro massage ini.
2) Efek termal
Panas yang dihasilkan tergantung dari nilai bentuk gelombang yang dipakai, intensitas
dan lama pengobatan. Yang paling besar yang menerima panas adalah jaringan antar kulit
dan otot. Efek termal akan memberikan pengaruh pada jaringan yaitu bertambahnya aktivitas
sel, vasodilatasi yang mengakibatkan penambahan oksigen dan sari makanan dan
memperlancar proses metabolisme.
3) Efek biologi
Efek biologi merupakan respon fisiologi yang dihasilkan dari pengaruh mekanik dan termal.
Pengaruh biologi ultra sonic terhadap jaringan antara lain:
a) Memperbaiki sirkulasi darah
Pemberian ultra sonic akan menyebabkan kenaikan temperatur yang menimbulkan
vasodilatasi sehingga aliran darah ke daerah yang diobati menjadi lebih lancar. Hal ini akan
memungkinkan proses metabolisme dan pengangkutan sisa metabolisme serta suplai oksigen
dan nutrisi menjadi meningkat.
b) Rileksasi otot
Rileksasi otot akan mudah dicapai bila jaringan dalam keadaan hangat dan rasa sakit tidak
ada. Pengaruh termal dan mekanik dari ultra sonic dapat mempercepat proses pengangkutan
sel P (zat asam laktat) sehingga dapat memberikan efek rileksasi pada otot.
c) Meningkatkan permeabilitas jaringan
Energi ultra sonic mampu menambah permeabilitas jaringan otot dan pengaruh mekaniknya
dapat memperlunak jaringan pengikat.
d) Mengurangi nyeri
Nyeri dapat berkurang dengan pengaruh termal dan pengaruh langsung terhadap saraf. Hal ini
akibat gelombang pulsa yang rendah intensitasnya memberikan efek sedatif dan analgetik
pada ujung saraf sensorik sehingga mengurangi nyeri. Dan dasar dari pengurangan rasa nyeri
Page 18
ini diperoleh dari, perbaikan sirkulasi darah, normalisasi dari tonus otot, berkurangnya
tekanan dalam jaringan, berkurangnya derajat keasaman.
e). Mempercepat penyembuhan
Pemberian Ultra sonic mampu mempercepat proses penyembuhan jaringan lunak . Adanya
peningkatan suplai darah akan meningkatkan zat antibodi yang mempercepat penyembuhan
dan perbaikan pembuluh darah untuk memperbaiki jaringan.
g). Pengaruh terhadap saraf parifer
Menurut beberapa penelitian bahwa Ultra Sonic dapat mendepolarisasikan saraf efferent,
ditunjukkan bahwa getaran Ultra Sonic dengan intensitas 0,5-3 w/cm2 dengan gelombang
kontinyu dapat mempengaruhi exitasi dari saraf perifer. Efek ini berhubungan dengan efek
panas. Sedangkan dari aspek mekanik tidak terlalu berpengaruh.
3. Terapi latihan
a. Dengan metode PNF
Terapi Latihan merupakan salah satu pengobatan dalam fisioterapi yang dalam pelaksanaanya
menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif. Atau pula dapat
didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mempercepat proses penyembuhan dari suatu cidera
yang telah merubah cara hidupnya yang normal. Hilangnya suatu fungsi atau adanya
hambatan dalam melakanakan suatu fungsi dapat menghambat kemampuan dirinya untuk
hidup secaraindependent yaitu dalam melaksanakan aktifitas kerja.
Tujuan dari Terapi latihan adalah :
(1) Memajukan aktifitas penderita,
(2) Memperbaiki otot yang tidak efisien dan memperoleh kembali jarak gerak sendi yang
normal tanpa memperlambat usaha mencapai gerakan yang berfungsi dan efisien,
(3) Memajukan kemampuan penderita yang telah ada untuk dapat melakukan gerakan-
gerakan yang berfungsi serta bertujuan, sehingga dapat beraktifitas normal.
Jenis terapi latihan yang digunakan untuk kondisi CRS adalah Terapi latihan dengan
menggunakan metode Propioceptif Neuromusular Fasilitation (PNF) berusaha memberikan
rangsangan sedemikian sehingga diharapkan timbul reaksi-reaksi yang sesuai dengan
Page 19
perangsangan yang akhirnya gerakan-gerakan yang diinginkan tercapai. Tujuan PNF adalah
untuk meningkatkan kekuatan otot. Berdasarkan prinsip PNF dari teori pergerakan yang
menyatakan bahwa PNF dapat memperbaiki kekuatan dan kondisi neuro musculosceletal
system. Tehnik ini bermanfaat untuk assisted otot-otot yang lemah sekaligus strengthening
otot-otot yang lebih kuat tanpa melupakan prinsip-prinsip dasar PNF dan teknik PNF.
Adapun prinsip-prinsip dasar yang berhubumgan dengan kasus CRS ini antara lain:
1. Tahanan maksimal (optimal)
Tahanan maksimal maksudnya adalah tahanan maksimal yang masih bisa dilawan
oleh penderita dengan baik sehingga memungkinkan penderita untuk mempertahankan suatu
posisi (kontraksi isometric) dengan gerakan yang halus. Tahanan ini tergantung toleransi
pasien
Pegangan pada lumbrical akan mempermudah dalam memberikan tahanan rotasi.
Tahanan diberikan sejak awal gerakan sampai titik lemah gerakan. Faktor-faktor mekanis
seperti cara kerja,letak, dan gaya berat (gravitasi) sangat mempengaruhi terhadap besar-
kecilnya tahanan yang diberikan.
2. Manual contact
Manual contact dimaksudkan agar pasien mengerti arah gerakan yang
diminta oleh terapis dan sebaiknya dilakukan dengan kedua tangan sehingga mudah untuk
memberikan tahanan ataupun assisted.
2. Stimulasi verbal (komando)
Rangsangan suara dapat memacu semangat aktivitas penderita. Dalam
memberikan aba-aba kepada penerita harus jelas dan sering diulang-ulang.
4. Body position dan body mechanic
Terapis berdiri pada grove dan menghadap ke pasien sehingga
memungkinkan selalu memperhatikan pasien agar dalam melakukan latihan di rumah sama
seperti yang diajarkan terapis.
Page 20
Traksi adalah tarikan yang membuat saling menjauhnya segmen yang satu
terhadap segmen yang lain atau usaha mengulur segmen pada suatu ekstrimitas.
Aproximasi adalah saling menekanya atau memberikan tekanan pada suatu
segmern atau ekstrimitas. Aproximasi bertujuan untuk stabilisasi sendi.
1. Pola gerak
Pola gerak pada ekstrimitas atas adalah flksi-abduksi-eksoroasi, fleksi-
adduksi-eksorotasi, ektsensi, abduksi-eksorotasi, ekstensi-abduksi-endorotasi, ekstensi-
adduksi-endorotasi.
Teknik yang digunakan pada kasus ini adalah “ repeated
contration”.Repeated contration adalah suatu teknik isotonic untuk kelompok agonis, yang
dilakukan pada bagian–bagian tertentu, dari lintasan gerakan dengan jalan memberikan
“ restrech “ yang disusun dengan kontraksi isotonic. Dan tujuan dari teknik ini antara lain
memperbaiki kekuatan otot dan daya tahan, memperbaiki lingkup gerak sendi secara aktif,
menurunkan ketegangan atau penguluran antagonis, serta penguatan (strengtening).