TINJAUAN PRINSIP SYARIAH TERHADAP PRODUK E-MONEY BANK SYARIAH MANDIRI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) Oleh: ARIS RUSDIYANTO NIM: 1113046000003 PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M
86
Embed
TINJAUAN PRINSIP SYARIAH TERHADAP PRODUK E-MONEY … · 2017. 10. 17. · iv ABSTRAK Aris Rusdiyanto. NIM 1113046000003. TINJAUAN PRINSIP SYARIAH TERHADAP PRODUK E-MONEY BANK SYARIAH
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TINJAUAN PRINSIP SYARIAH TERHADAP PRODUK E-MONEY BANK
SYARIAH MANDIRI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Ekonomi (S.E.)
Oleh:
ARIS RUSDIYANTO
NIM: 1113046000003
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
iv
ABSTRAK
Aris Rusdiyanto. NIM 1113046000003. TINJAUAN PRINSIP SYARIAH
TERHADAP PRODUK E-MONEY BANK SYARIAH MANDIRI. Program Studi
Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1438 H/2017 M. X + 70 halaman + 4 halaman lampiran.
Dalam permasalahan skripsi ini adalah bagaimana tinjauan prinsip syariah
terhadap produk E-Money yang dimiliki Bank Syariah Mandiri terhadap
mekanisme operasional yang mencakup aspek transaksi, mekanisme, akad dan
manajerial dari produk ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis produk E-
Money Bank Syariah Mandiri dari perspektif syariah menggunakan tolak ukur dari
fiqh muamalah yang telah tertuang dalam kitab klasik fiqh muamalah, fatwa DSN-
MUI, dan regulasi perundang-undangan terkait.
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah dengan jenis penelitian
deskriptif kualitatif. Dengan menggunakan metode analisis isi (content analysis)
dan menggunakan wawancara, observasi terlibat, studi studi dokumentasi sebagai
teknik pengumpulan datanya
Hasil kesimpulan dari penulisan skripsi ini adalah dari tinjuan prinsip
syariah terdapat permasalahan syariah pada aspek akad, hal ini dikarenakan produk
ini tidak memiliki nomenklatur akad dalam operasional produk yang menimbukan
ketidakjelasan (gharar), serta dari aspek transaksi karena bank tidak melakukan
pembatasan atau kontrol terhadap barang yang dijual oleh merchant yang
bekerjasama dengan bank sehingga dikhawatirkan dapat digunakan untuk membeli
barang-barang non halal.
Kata kunci : E-Money, Prinsip Syariah, Bank Syariah Mandiri
Pembimbing : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H.
Daftar Pustaka : Tahun 1995 s.d. Tahun 2017
vii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ........................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ....................................................... ii LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... iii ABSTRAK ............................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. v DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................7 C. Batasan dan Rumusan Kajian .......................................................8 D. Tujuan dan Manfaat Kajian ...........................................................8
E. Review Studi Terdahulu ................................................................9 F. Metode Penelitian ........................................................................16
G. Kerangka Teori dan Konseptual...................................................20 H. Pedoman Penulisan ......................................................................23 I. Sistematika Penulisan...................................................................23
BAB II LANDASAN TEORI
A. Uang Elektronik ..........................................................................25 B. Akad-Akad Pada Uang Elektronik ...............................................29 C. Prinsip Syariah Umum dalam Bidang Muamalah........................37
BAB III GAMBARAN UMUM PRODUK E-MONEY BANK SYARIAH
MANDIRI A. Pengertian ....................................................................................45 B. Sejarah dan Tujuan Pembuatan Produk .......................................45
C. Jenis Produk E-Money Bank Syariah Mandiri Dalam Perspektif Tipe Uang Elektronik ..................................................................47
D. Mekanisme Dan Alur Produk.......................................................49 E. Keuntungan Bagi Bank Syariah Mandiri .....................................55
BAB IV ANALISIS KESESUAIAN PRODUK DENGAN ASPEK
SYARIAH
A. Analisis Akad Dalam Produk .......................................................57
B. Analisis Manajerial Produk ..........................................................62
C. Analisis Transaksi Produk............................................................64
viii
D. Analisis Alur/Mekanisme Produk ................................................66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................68
B. Saran ............................................................................................70
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................71
LAMPIRAN
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
Gambar 3.1 Skema Penerbitan Kartu E-Money Bank Syariah Mandiri .......31
Gambar 3.2 Alur Pengisian Ulang via Counter Bank Syariah Mandiri.........51
Gambar 3.3 Alur Pengisisan Ulang via ATM Bank Mandiri ........................52
Gambar 3.4 Mekanisme Pembayaran ............................................................54
x
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
Tabel 1.1 Tabel Perkembangan Uang Elektronik yang Beredar.........................2
Tabel 1.2 Ringkasan Penelitian Sebelumnya ....................................................10
Tabel 2.1 Kesamaan Karakteristik Akad Sharf dengan Uang Elektronik.........32
Tabel 4.1 Perbandingan Karakteristik Sharf dan Karakteristik E-Money Bank
Dalam beberapa tahun terakhir ini, perkembangan sistem pembayaran
yang berbasis teknologi telah mengubah secara signifikan arsitektur sistem
pembayaran konvensional yang mengandalkan fisik uang sebagai instrumen
pembayaran. Meski fisik uang sampai saat ini masih banyak digunakan
masyarakat dunia sebagai alat pembayaran, namun sejalan dengan
perkembangan teknologi sistem pembayaran yang pesat, pola pembayaran
tunai (cash) secara berangsur beralih menuju pembayaran non tunai (non-
cash). 1
Bank Indonesia pun mendorong gerakan less cash society (LCS) atau
penggunaan uang elektronik sebagai pengganti pembayaran tunai di Indonesia.
Walaupun Data BI menyebutkan penguna e-money terkonsentrasi di kota-kota
besar di pulau Jawa, Sumatera dan sebagian Sulawesi serta pemakaiannya
masih sekitar sektor transportasi, seperti toll, pompa bensin, parkir dan
transaksi di mini market, namun pengguna Uang Elektronik semakin
meningkat dari tahun ke tahun.2
1 R. Maulana Ibrahim, Paper Seminar Internasional Toward a Less Cash Society in
Indonesia, (Jakarta: Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, 2006), h. 12 2 Diakses dari http://www.telkom.co.id/telkom-gandeng-bank-sumut-jalin-kerjasama-
dalam-layanan-co-branding-uang-elektronik-t-money.html pada 27 September 2016
yang sangat singkat, tidak perlu lagi menyiapkan uang kembalian, hingga
mempermudah pengelola merchant untuk mengawasi uang yang masuk.
Ada beberapa masalah kesyariahan jika produk tersebut dikelola oleh
perbankan konvensional maupun institusi keuangan non syariah lain. Seperti
permasalahan dana float atau dana yang berasal dari pembelian fisik kartu maupun
saldo yang tersisa dalam kartu selama belum terpakai dapat dimanfaatkan oleh
perbankan konvensional untuk mengembangkan bisnisnya6. Walaupun dalam Surat
Edaran Bank Indonesia (SEBI) tentang uang elektronik disebutkan bahwa penerbit
tidak dapat menggunakan dana float tersebut untuk kepentingan diluar kewajiban
penerbit dengan pengguna dan merchant, namun pada saat bank umum
konvensional bertindak sebagai tempat penyimpanan dana float tersebut, dana float
tersebut yang khususnya bersumber dari sisa saldo yang tidak dapat ditransaksikan
(under limit) dapat digunakan untuk keperluan bisnisnya yang notabene berjalan
dengan prinsip ribawi yang bertentangan dengan prinsip syariah. Setelah itu, uang
elektronik ini dapat digunakan untuk keperluan non syariah. Pembelian minuman
keras dan akses ketempat hiburan terlarang menggunakan produk uang elektronik
ini dapat menjadi permasalahan syariah tambahan dimana produk ini digunakan
pada keperluan yang tidak sesuai syariah.
Seperti pada pembelian beralkohol menggunakan GO-JEK Credit. Dalam
mekanisme pembayaran GO-JEK Credit, GO-JEK Credit dikategorikan sebagai e-
money berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
6 Badrus Soleh, Paper Hasil Kajian E-Money dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Lingkar
Studi Ekonomi Islam, 2016), h. 5-6
5
penggunaan GO-JEK Credit harus tunduk pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku7. Pada ketentuan umum menggunakan aplikasi nomer 29 dan 30,
GO-JEK Credit dapat digunakan untuk membeli minuman beralkohol.
Oleh karena itu dari sekian banyak pengguna dan kemudahan bertransaksi
menggunakan uang elektronik tersebut, masyarakat yang peduli akan keuangan
syariah khawatir akan produk tersebut karena produk Uang Elektronik dikuasai
oleh perbankan konvensional maupun institusi keuangan lain yang tidak berjalan
sesuai prinsip syariah. Sampai dengan bulan September 2016 hanya ada 2 produk
dari perbankan syariah yang mengeluarkan produk Uang Elektronik. Kedua produk
tersebut adalah produk E-Money dari Bank Syariah Mandiri yang telah dirilis tahun
2014, dan Tapcash dari Bank BNI Syariah yang baru dirilis pada bulan Agustus
2016 lalu8.
Kehadiran kedua produk lembaga keuangan syariah tersebut diharapkan
dapat bersaing dalam pasar Uang Elektronik yang sedang berkembang pesat di
Indonesia. Namun peluncuran produk tersebut malah diharapkan untuk memperluas
pangsa pasar bisnis dari bank penerbitnya yang merupakan bank konvensional.9
Produk uang elektronik tersebut merupakan kerjasama (co-branding) dengan
produk yang sama yang dikeluarkan oleh bank penerbitnya. Perluasan pangsa pasar
bisnis dari bank penerbitnya yang merupakan bank konvensional menimbulkan
pertanyaan besar, apakah produk ini bersinggungan dengan manajemen bank
7 Diakses dari http://www.go-car.co.id/terms pada 31 Oktober 2016 8 Diakses dari http://www.bnisyariah.co.id/bni-syariah-hadirkan-tapcash-edisi-khusus-di-
keuangan-syariah-fair-aceh pada 16 September 2016 9 Diakses dari http://www.indotelko.com/kanal?c=&it=bank-mandiri-perluas-segmen-e-
Maksud prinsip ini adalah bahwa dalam setiap muamalah dan transaksi,
pada dasarnya boleh, seperti jual beli, sewa menyewa, gadai, kerja
sama (mudharabah dan Musyarakah), perwakilan, dan lain-lain.
Kecuali yang tegas-tegas diharamkan seperti mengakibatkan
kemudaratan, tipuan, judi, dan riba.19
b. Uang Elektronik
Uang Elektronik adalah alat pembayaran yang diterbitkan atas dasar
nilai uang yang disetor dahulu oleh pemegang kepada penerbit, yang
tersimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip,
dan nilai uang tersebut bukan merupakan simpanan serta digunakan
sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan
penerbit uang elektronik tersebut.
c. Produk E-Money BSM adalah kartu prabayar berbasis smart card yang
diterbitkan oleh Bank Mandiri bekerjasama dengan BSM.20 Sedangkan
dalam media informasi lain, kartu BSM e-Money adalah kartu prabayar
multifungsi yang diterbitkan oleh Bank Mandiri bekerjasama dengan
Bank Syariah Mandiri sebagai pengganti uang tunai untuk transaksi
pembayaran di merchant yang telah bekerjasama.21 Pada dasarnya
19 A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fiqih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan
Masalah-Masalah yang Praktis, (Jakarta: Kencana, 2006), Ed.1, cet.1. h. 128-137 20 Diakses dari https://www.syariahmandiri.co.id/category/layanan-24-jam/bsm-e-money/
pada 17 September 2016 21 Buku Panduan E-Money Bank Syariah Mandiri, Pengertian Kartu BSM e-Money, h.1
operasional E-Money Bank Syariah Mandiri berjalan sesuai dengan
Peraturan Bank Indonesia tentang Uang Elektronik, namun karena
produk keuangan ini dikeluarkan oleh lembaga keuangan syariah, tentu
saja menuntut kehati-hatian agar tidak bersentuhan dengan hal-hal yang
diharamkan syariah, seperti riba, gharar, dan maysir baik pada
produknya, maupun mekanismenya.
2. Kerangka Konseptual
Uang Elekronik
BSM E-Money
Tinjauan Prinsip Syariah
menurut Fiqh muamalat
Transaksi Akad Mekanisme Pengelolaan / Manajerial
Studi Literatur Fiqh Muamalat
Adakah permasalahan prinsip
syariah dalam produk?
Ya Tidak
22
H. Pedoman Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan
Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, Univesitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, tahun 2012 ”.
I. Sistematika Penulisan
Penulisan disusun secara sistematis menjadi lima bab yang terdiri dari sub-sub
bab dengan rincian sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan penelitian, review studi terdahulu, metode
penelitian, kerangka teori dan konseptual, pedoman dan sistematika
penulisan.
2. Bab II Tinjauan Teoritis
Pembahasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan konsep uang
elektronik, menyangkut definisi uang elektronik, manfaat uang elektronik,
bentuk uang elektronik, perbedaan uang elektronik dengan alat pembayaran
menggunakan kartu lainnya, akad-akad fiqh muamalah yang mungkin
diterapkan dalam uang elektronik dan prinsip syariah umum yang berkaitan
dengan aktivitas muamalah
3. Bab III Gambaran tentang Produk E-Money Bank Syariah Mandiri
Bab ini menguraikan tentang obyek penelitian secara komprehensif
diantaranya, pengertian produk, sejarah dan tujuan terciptanya produk E-
Money BSM, jenis produk sesuai dengan PBI dan SEBI tentang uang
23
elektronik, sistem operasional, mekanisme, dan alur transaksi serta
keuntungan yang di dapat Bank Syariah Mandiri dari produk ini.
4. Bab IV Analisis Kesesuaian Produk dengan Aspek Syariah
Bab ini menganalisis secara rinci temuan-temuan lapangan untuk dapat
mengidentifikasi kesesuaian praktik produk tersebut dengan aspek syariah.
Diantaranya adalah analisis akad produk, analisis manajerial, analisis
transaksi dan analisis alur/mekanisme produk.
5. Bab V Penutup
Bab ini berisi kesimpulan kajian dan saran
24
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Uang Elektonik
1. Definisi Uang Elektronik
Bank for International Settlement (BIS) dalam salah satu
publikasinya pada bulan Oktober 1996 mendefinisikan uang elektronik
sebagai stored-value or prepaid products in which a record of the funds or
value available to a consumer is stored on an electronic device in the
consumer’s possession.1
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/12/PBI/2009 Tentang
Uang Elekronik, Uang Elektronik adalah alat pembayaran yang diterbitkan
atas dasar nilai uang yang disetor dahulu oleh pemegang kepada penerbit,
yang tersimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau
chip, dan nilai uang tersebut bukan merupakan simpanan serta digunakan
sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan
penerbit uang elektronik tersebut.
2. Manfaat Uang Elektonik
Dalam perkembangan dunia teknologi yang semakin canggih uang
elektronik semakin dibutuhkan oleh masyarakat. Terdapat beberapa
manfaat dari penggunaan uang elektonik diantaranya adalah:
1 Bank For International Settelments, Implications For Central Bank Of The Development Of
Electronic Money, (Basel: BIS, 1996), h. 1
25
a. Penggunaan dalam pembayaran sangat mudah, cukup tempelkan kartu
maupun transaksi secara mobile untuk bertransaksi tanpa repot akan
uang kembalian
b. Dapat meminimalkan penggunaan uang kertas sehingga memimalisir
kerusakan fisik uang yang beredar, meminimalisir peredaran uang
palsu, dan menimalisir resiko pencurian.
c. Sangat baik untuk pembayaran massal yang bernilai kecil namun
frekuensinya tinggi seperti pembayaran jalan tol, parkir, transportasi
dll.
3. Bentuk Uang Elektronik
a. Berdasarkan media penyimpanannya, saat ini Uang Elektronik
dibedakan atas dua jenis yaitu2:
1) Uang Elektronik yang Nilai Uang Elektroniknya selain dicatat
pada media elektronik yang dikelola oleh Penerbit juga dicatat
pada media elektronik yang dikelola oleh Pemegang. Media
elektronik yang dikelola oleh Pemegang dapat berupa chip yang
tersimpan pada kartu, stiker, atau harddisk yang terdapat pada
personal computer milik Pemegang. Dengan sistem pencatatan
seperti ini, maka transaksi pembayaran dengan menggunakan
Uang Elektronik dapat dilakukan secara off-line dengan
mengurangi secara langsung Nilai Uang
2 Penjelasan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, Tentang Uang Elektronik,
h. 1-2
26
2) Uang Elektronik yang Nilai Uang Elektroniknya hanya dicatat
pada media elektronik yang dikelola oleh Penerbit. Dalam hal ini
Pemegang diberi hak akses oleh Penerbit terhadap penggunaan
Nilai Uang Elektronik tersebut. Dengan sistem pencatatan seperti
ini, maka transaksi pembayaran dengan menggunakan Uang
Elektronik ini hanya dapat dilakukan secara on-line dimana Nilai
Uang Elektronik yang tercatat pada media elektronik yang
dikelola Penerbit akan berkurang secara langsung
b. Berdasarkan Masa Berlaku Media Uang Elektronik
Berdasarkan masa berlaku medianya, uang elektronik dibedakan
kedalam dua bentuk:
1) Reloadable
Uang elektronik dengan bentuk reloadable adalah uang
elektronik yang dapat di lakukan pengisian ulang, dengan kata
lain, apabila masa berlakunya sudah habis dan atau nilai uang
elektroniknya sudah habis terpakai, maka media uang elektronik
tersebut dapat digunakan kembali untuk di lakukan pengisian
ulang
2) Disposable
Uang elektronik dengan bentuk disposable adalah uang
elektronik yang tidak dapat diisi ulang, apabila masa berlakunya
sudah habis dan/atau nilai uang elektroniknya sudah habis
27
terpakai, maka media uang elektronik tersebut tidak dapat
digunakan kembali untuk dilakukan pengisian ulang
c. Berdasarkan Jangkauan Penggunaannya
Berdasarkan hal tersebut, uang elektronik dibedakan menjadi:
1) Single Purpose
Single-purpose adalah uang elektronik yang digunakan untuk
melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari satu
jenis transaksi ekonomi, misalnya uang elektronik yang hanya
dapat digunakan untuk pembayaran tol atau uang elektronik yang
hanya dapat digunakan untuk pembayaran transportasi umum3.
2) Multi Purpose
Multi-purpose adalah uang elektronik yang digunakan untuk
melakukan berbagai pembayaran atas kewajiban pemegang kartu
terhadap berbagai hal yang dilakukannya. Contohnya yaitu suatu
uang elektronik yang dapat digunakan dalam beberapa jenis
transaksi seperti penggunaan uang elektronik untuk pembayaran
tol, dapat juga digunakan untuk membayar telepon, jasa
transportasi, pembayaran pada minimarket dan lain-lain cukup
menggunakan satu kartu.
d. Berdasarkan Pencatatan Data Identitas Pemegang, Uang Elektronik
dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:
3 Veithal Rivai, Dkk, Bank And Financial Institution Management, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), h. 1367
28
1) Uang Elektronik yang data identitas Pemegangnya terdaftar dan
tercatat pada Penerbit (registered); dan
2) Uang Elektronik yang data identitas Pemegangnya tidak terdaftar
dan tidak tercatat pada Penerbit (unregistered).
B. Akad-Akad Pada Uang Elektronik
Lafal akad berasal dari bahasa arab yaitu al-‘aqd yang secara etimologi
berarti perikatan, perjanjian, dan permufakatan4. Secara terminologi, Akad
Syariah adalah perjanjian atau kontrak tertulis antara para pihak yang memuat
hak dan kewajiban masing-masing pihak yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah. Terdapat beberapa akad yang berhubungan dengan mekanisme
uang elektronik. Diantaranya yaitu sebagai berikut:
1. Akad Jual Beli (al-ba’y)
Akad jual beli adalah akad tukar menukar harta dengan harta lain
melalui tata cara yang telah ditentukan oleh syariat. Dalam Fatwa DSN
MUI NO: 82/DSN-MUI/VIII/2011, Akad jual beli juga didefinisikan
sebagai pertukaran harta dengan harta yang menjadi sebab
berpindahnya kepemilikan obyek jual beli.
Akad jual beli dalam kegiatan uang elektronik terjadi ketika nilai
uang elektronik (wahdat al-illiktruniyat) yang tersimpan dalam media
penyimpanan, baik berupa server atau chip yang dimiliki oleh penerbit
4 Azharuddin Lathif, Kontrak Bisnis Syariah, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 26
29
dijual kepada calon pemegang dengan sejumlah uang senilai uang yang
tersimpan dalam media uang elektronik5.
2. Akad Wadiah
Akad wadiah adalah akad yang berupa penitipan barang/harta
kepada orang lain yang dapat dipercaya untuk memelihara dan
menjaganya. Wadiah dalam uang elektronik terjadi ketika calon
pemegang uang elektronik menyerahkan sejumlah uang kepada
Penerbit dengan maksud menitipkan dan selanjutnya sejumlah uang
tersebut dikonversikan menjadi sebuah nilai uang elektronik senilai
uang yang diserahkan. Selanjutnya Penerbit wajib memelihara dan
menjaga sejumlah uang tersebut dan menyerahkannya kepada
pemegang saat diminta atau diambil atau untuk pembayaran kepada
pedagang (Merchant). Apabila menggunakan akad wadiah, maka harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) Bersifat titipan
2) Titipan bisa diambil/ditarik/digunakan kapan saja
3) Penerbit dapat menginvestasikan uang titipan dengan terlebih dahulu
meminta izin kepada Pemegang
4) Dalam hal uang titipan digunakan penerbit dan mengalami resiko
kerugian, maka penerbit bertanggungjawab secara penuh
5 Kajian Bersama Uang Elektronik Ditinjau Dari Kesesuaian Prinsip-Prinsip Syariah, (Jakarta:
Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional, 2016), h. 61
30
5) Otoritas dapat menjamin atau tidak menjamin dana pemegang uang
elektronik yang dititipkan di Penerbit
3. Akad Sharf
a. Pengertian
Secara bahasa sharf berarti tambahan, penukaran,
penghindaran atau transaksi jual beli6. Secara istilah, sharf adalah
bentuk jual beli naqdain baik sejenis maupun tidak yaitu jual beli
emas dengan emas, perak dengan perak, atau emas dengan perak dan
baik telah berbentuk perhiasan maupun mata uang. Jadi sharf dalam
istilah fiqh muamalah kontemporer adalah transaksi jual beli mata
uang baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan
jenis7.
Akad sharf dapat dianalogikan (Qiyas) dengan uang elektronik
karena terdapat beberapa kesamaan karakteristiknya. Beberapa
kesamaan dan kondisi itu diantaranya:
Tabel 2.1
Kesamaan Karakteristik Akad Sharf dengan Uang Elektronik
No Karakteristik Sharf Karakteristik Uang Elektonik
1 Serah terima sebelum
berpisah
Pada uang elektronik
pemegang kartu membeli fisik
uang elektronik maupun
6 Sutan Remy Sjahdiyni, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan
Indonesia (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999), h. 87 7 Fatwa DSN-MUI No 28/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf). h. 1
31
mengisi saldonya dengan cara
menyerahkan uang dan
menerima fisik kartu yang
telah terisi ulang secara
langsung tanpa berpisah
terlebih dahulu
2 Adanya kesamaan ukuran
(At-tamatsul)
Pada pengisian uang
elekronik, jumlah uang yang
disetorkan untuk mengisi
ulang saldo sama dengan
jumlah saldo yang terisi
3 Terbebas dari khiyar syarat Dalam transaksi uang
elektronik tidak terdapat
Khiyar Syarat, pada saat
transaksi dilakukan, ketika
masing-masing pihak telah
menunaikan kewajiban dan
mendapatkan haknya, maka
transaksi telah selesai.
4 Dilakukan secara kontan (at-
taqabuth)
Pada uang elekronik,
pembelian kartu, pengisian
saldo, maupun pembayaran
kepada merchant dilakukan
32
secara tunai tanpa adanya
penundaan pembayaran
Dalam fatwa DSN-MUI nomor 28 tahun 2002 tentang akad sharf,
hanya dihalalkan melalui mekanisme spot atau penyerahaan uang dengan
uang dilakukan secara tunai, sedangkan mekanisme forward, swap dan
option tidak diperbolehkan menurut syariah. Uang bukanlah obyek yang
bisa diperdagangkan untuk dapat menghasilkan keuntungan. Oleh karena
itu, jika uang dipertukarkan dengan uang pula yang merupakan bagian
dari industri keuangan, maka perintah Islam dalam perdagangan barang
ribawi diterapkan, yaitu harus dalam jumlah yang sama dan diserahkan
pada saat itu juga.8
4. Akad Ijarah
Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005, Tentang
Akad Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Ijarah,
akad ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau
upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran
sewa atau imbalan jasa. Menurut fatwa DSN MUI No: 09/DSN-
MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah, Akad ijarah yaitu akad
pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu
8 Mohd Noor Omar, dkk, “E-Money in Malaysia: Shariah and Economic Analysis”, Working
Paper In Islamic Economic And Finance, No. 1224 (Juli 2012), h.6.
33
dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri.
Pada konteks uang elektronik, Akad Ijarah digunakan dalam hal
terdapat transaksi sewa menyewa atas perlengkapan/peralatan dan atau
terdapat pelayanan jasa dalam penyelenggaraan uang elektronik. Akad
ijarah juga dapat dipakai dalam pembayaran upah menyangkut biaya
registrasi maupun kepesertaan merchant (pedagang) kepada penerbit,
maupun biaya isi ulang uang elektronik di luar nominal pengisian saldo
utama. Apabila menggunakan akad ijarah harus memenuhi tentuan
dalam fatwa sebagai berikut:
1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
2. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan
dalam kontrak.
3. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak
diharamkan).
4. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan
sengketa.
5. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka
waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
6. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah
kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat
dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah
dalam Ijarah.
34
5. Akad Wakalah
Secara bahasa wakaalah adalah melindungi. Menurut ulama
Mazhab Syafi’i mengatakan bahwa wakaalah adalah penyerahan
kewenangan terhadap sesuatu yang boleh dilakukan sendiri dan bisa
diwakilkan kepada orang lain, untuk dilakukan oleh wakil tersebut
selama pemilik kewenangan asli masih hidup9. Menurut Fatwa DSN
MUI No. 10 tahun 2000, akad wakalah yaitu pelimpahan kekuasaan oleh
suatu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakili.
Akad Wakalah digunakan dalam hal penerbit bekerjasama
dengan pihak lain sebagai agen penerbit (Co-Branding) dan/atau terdapat
bentuk perwakilan lain dalam transaksi uang elektronik. Akad wakalah
juga diterapkan dalam pembayaran kepada merchant (pedagang) dimana
penerbit dapat mewakili pemegang kartu dalam membayar transaksinya
maupun sebaliknya tergantung pada jenis uang elekronik yang
diterbitkan. Apabila menggunakan akad ini maka harus memenuhi
ketentuan berikut:
1) Ijab Qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad) perwakilan ini
2) Bersifat mengikat dan tidak dapat dibatalkan sepihak
3) Orang yang mewakilkan (muwakkil) adalah pemilik sah dari sesuatu
yang diwakilkan
9 Mughnil Al-Muhtaaj, Vol. II, H. 217, Dalam Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu,
penerjemah Abdul hayyie Al-Kaffaani dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2011), Cet. X, Jilid 5, H. 590-
591
35
4) Muwakkil harus orang mukallaf atau anak mumayyiz
5) Orang yang mewakili (wakil) harus cakap hukum, dapat
mengerjakan tugasnya, dan amanah dalam bertugas
6) Hal-hal yang diwakilkan harus diketahui dengan jelas oleh orang
yang mewakili, tidak bertentangan dengan syariah Islam, dan dapat
diwakilkan menurut syariah Islam
6. Akad Qardh
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI NO: 19/DSN-
MUI/IV/2001, Akad Qardh yakni suatu akad pinjaman kepada nasabah
dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang
diterimanya kepada LKS pada waktu yang telah disepakati oleh LKS dan
nasabah. Akad Qardh dapat digunakan dalam hubungan hukum antara
penerbit dengan memegang uang elektonik. Apabila menggunakan akad
Qard, maka harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) Bersifat hutang-piutang
2) Penerbit dapat menggunakan (menginvestasikan) uang hutang dari
Pemegang Uang Elektronik
3) Penerbit dapat mengembalikan jumlah pokok piutang Pemegang
Uang Elektronik kapan saja sesuai kesepakatan
4) Ototitas boleh membatasi penerbit dalam penggunakaan dana hutang
dalam pertimbangan maslahah.
36
C. Prinsip Syariah Umum dalam Bidang Muamalah
Prinsip syariah pada dasarnya terbagi menjadi 2, yaitu kaidah prinsip
syariah dalam bidang ibadah, maupun prinsip syariah dalam bidang
muamalah. Prinsip syariah muamalah merupakan suatu prinsip hukum
Islam dalam kegiatan muamalah (interaksi sesama manusia) yang didasari
pada Al-Quran dan As-Sunnah. Menurut UU No 21 Tahun 2008 tentang
perbankan syariah, prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam
kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang
memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Secara
umum, prinsip syariah dalam bidang muamalah mengikuti kaidah fiqh
berikut ini:
Kaidah fiqh ini memiliki arti “Pada dasarnya dalam (segala) kegiatan
muamalah (interaksi sesama manusia) adalah diperbolehkan kecuali
terdapat dalil yang mengharamkannya”
Dalam kegiatan muamalah dalam konteks ekonomi, terdapat
larangan-larangan yang terdapat dalam Al-Quran dan Hadits yang
membatasi kegiatan ekonomi. Semua yang terlarang dalam Al-Quran dan
Hadits semata-mata untuk melindungi manusia dari hal-hal yang
merugikan. Suatu perilaku individu muslim dalam setiap aktivitas ekonomi
syariahnya harus sesuai dengan tuntutan syariat Islam dalam rangka
37
mewujudkan dan menjaga maqashid syariah (agama, jiwa, akal, nasab dan
harta)10.
Penulis melakukan pembatasan bahasan agar tidak terlalu umum dan
lebih fokus. Transaksi pada kegiatan muamalah dikatakan halal setidaknya
jika tidak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1. Maysir (Judi)
Maysir atau qimar secara harfiah bermakna judi. Secara teknis
adalah setiap permainan yang didalamnya disyaratkan adanya sesuatu
(berupa materi) yang diambil dari pihak yang kalah untuk pihak yang
menang11. Dalam peraturan bank Indonesia No 7/46/PBI/2005, maysir
adalah transaksi yang mengandung perjudian, untung-untungan atau
spekulatif yang tinggi. Untuk bisa dikategorikan sebagai judi harus ada
3 unsur yang dipenuhi:
a. Adanya taruhan harta atau materi yang berasal dari kedua pihak
yang berjudi.
b. Adanya suatu permainan yang digunakan untuk menentukan
pemenang dan yang kalah.
10 Nur Rianto Al Arif & Euis Amalia, Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi
Islam Dan Ekonomi Konvensional (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), h. 43 11 Nur Rianto Al Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, (Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011), h.
108
38
c. Pihak yang menang mengambil harta (sebagian atau seluruhnya)
yang menjadi taruhan, sedangkan pihak yang kalah kehilangan
hartanya.
Dalam konteks ekonomi, maysir atau judi juga berarti spekulasi,
maupun untung-untungan. Dalam Al-Quran larangan Maysir (judi)
terdapat pada Surah Al-Maidah ayat 90.
2. Riba
Riba secara bahasa berarti tambahan (ziyadah). Dalam istilah syara riba
didefinisikan sebagai tambahan pada barang-barang tertentu12. Riba
diharamkan dalam Al-Quran, hadits maupun Ijma. Di zaman Nabi
SAW, pengharaman riba dilakukan secara berangsur-angsur meliputi 4
tahap. Diantaranya adalah surat Ar-Ruum ayat 39, lalu tahap berikutnya
surat An-Nisa ayat 160-161, tahap berikutnya surat Ali-Imran ayat 130,
dan tahap akhir yaitu surat Al-Baqarah ayat 275-279:
... بوا م ٱلر ٱلبيع وحر ....وأحل ٱلل
Artinya: .... Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba...
(QS. Al-Baqarah (2): 275)
Menurut jumhur ulama, riba ada dua macam yaitu riba fadhl, dan
riba nasiah13. Para fuqaha Hanafiyah mengartikan riba fadhl sebagai
12 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam wa adillatuhu, Penerjemah Abdul hayyie Al-Kaffaani dkk
(Jakarta: Gema Insani, 2011), Cet. X, Jilid 5, h. 307 13 Al-Badaa’i vol. V, h.. 274; Bidaayatul Mujtahid, vol. II, h. 129; Haasyiyah ad-daasuuqii,
Vol. III, h. 47; al-mughni vol IV, h. 1; I’laamul muwaqqi’iin, vol. I, H. 135 dalam Wahbah Az-
Zuhaili, Fiqh Islam wa adillatuhu, Penerjemah Abdul hayyie Al-Kaffaani dkk (Jakarta: Gema
Insani, 2011), Cet. X, Jilid 5, h. 308-311
39
tambahan pada harta dalam akad jual beli sesuai ukuran syariat (yaitu
takaran dan timbangan) jika barang yang ditukar sama14. Riba fadhl juga
didefinisikan sebagai jual beli barang ribawi dengan barang ribawi
serupa dengan tambahan pada salah satunya. Sedangkan riba nasiah
adalah Riba yang muncul karena adanya penangguhan penyerahan
barang ribawi yang ditukarkan dengan barang ribawi sejenis sehingga
karena penangguhan tersebut menimbulkan tambahan/perubahan.
3. Gharar
Gharar menurut bahasa berarti Al-Khathru (bahaya atau risiko)15.
Menurut terminologi, bay’ al-gharar adalah setiap akad jual beli yang
mengandung risiko atau bahaya kepada salah satu pihak sehingga
berpotensi mendatangkan kerugian finansial. Hal ini dikarenakan
adanya keraguan dalam obyek yang akad tersebut karena
ketidakjelasannya.
Para ulama dalam mendefinisikan gharar tersebut setidaknya dalam
tiga makna, yaitu:16
a. Gharar berhubungan dengan ketidakjelasan (jahalah) barang yang
diperjualbelikan
b. Gharar berhubungan dengan adanya keragu-raguan
14 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam wa adillatuhu, Penerjemah Abdul Hayyie Al-Kaffaani dkk
(Jakarta: Gema Insani, 2011), Cet. X, Jilid 5, h. 308-309 15 Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2015), h. 101 16 Yasin Ahmad Ibrahim, Nazhariyyah Al-Gharar Fi Syariah Al-Islamiyyah (dirasah
muqaranah), h.71
40
c. Gharar berhubungan dengan sesuatu yang tersembunyi akibatnya.
Pada dasarnya gharar ini merupakan hal yang harus dihindari dalam
jual beli maupun bermuamalah pada umumnya karena menimbulkan
ketidakjelasan antara satu pihak yang tidak mengetahui apa yang
tersembunyi baik obyek, maupun akibatnya.
4. Haram
Diantara syarat sahnya jual beli menurut para ulama adalah harta
yang perjualbelikan berupa harta yang bisa dimanfaatkan menurut
syara17. Selain itu, harta yang diperjualbelikan tidak boleh merupakan
barang yang haram yang dilarang secara syara untuk diperjualbelikan.
Transaksi atau obyek barang yang haram dibedakan menjadi 2 yaitu
haram lidzalitihi (haram karena zatnya) dan haram lighairihi (haram
karena sebab lain)
a. Haram Lidzaliti
Haram lidzatihi adalah obyek akad yang haram karena
zatnya berdiri sendiri tanpa sebab lain. Hal ini karena obyek barang
tersebut dilarang secara tegas dalam Al-Quran. Contohnya adalah
jual beli bangkai (kecuali ikan dan makhluk hidup dilautan), jual beli
arak/minuman keras, jual beli darah, jual beli babi dan lain lain.
Haram lighairihi adalah jual beli yang dilarang yang
mafsadatnya (kerusakannya) tidak berdiri sendiri, melainkan karena
sebab yang lainnya18. Contohnya jual beli di dalam masjid, jual beli
Kitab Al-Quran kepada orang kafir dan lain lain
Haram yang dimaksudkan adalah dalam metode pembayaran
yang digunakan oleh lembaga keuangan syariah, jangan sampai
dapat memfasilitasi pembelian barang-barang yang terlarang secara
syariat tersebut.
5. Tadlis
Tadlis adalah penipuan yang terjadi karena ketimpangan
informasi tentang barang yang diperjualbelikan19. Hal ini juga
terlarang dalam syariat karena dapat merugikan suatu pihak. Tadlis
dibedakan menjadi beberapa macam yaitu:
a. Tadlis Kuantitas
Yaitu penipuan karena menjual barang dengan kuantitas sedikit
dengan harga harang kuantitas banyak.
b. Tadlis Kualitas
Yaitu menyembunyikan cacat atau kualitas barang yang buruk
yang tidak sesuai dengan apa yang disepakati oleh penjual dan
pembeli.
18 Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2015), h. 195 19 M Nur Rianto Al Arif dan Euis Amalia, Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi
Islam Dan Ekonomi Konvensional, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), h. 286
42
c. Tadlis Harga
Yaitu menjual barang lebih tinggi atau lebih rendah dari harga
pasar karena ketidaktahuan pembeli atau penjual, dalam istilah fiqh
disebut ghaban
d. Tadlis waktu penyerahan
Yaitu penipuan yang dilakukan dengan menawarkan waktu
penyerahan yang cepat namun penjual tidak dapat
melaksanakannya pada waktunya
43
BAB III
GAMBARAN UMUM PRODUK E-MONEY BANK SYARIAH MANDIRI
A. Pengertian
Produk ini dinamakan Kartu BSM E-Money. Dari situs website resminya,
Kartu BSM E-Money didefinisikan yaitu kartu prabayar berbasis smart card yang
diterbitkan oleh Bank Mandiri bekerjasama dengan BSM1. Sedangkan dalam buku
panduan produk disebutkan bahwa, kartu BSM e-Money adalah kartu prabayar
multifungsi yang diterbitkan oleh Bank Mandiri bekerjasama dengan Bank Syariah
Mandiri sebagai pengganti uang tunai untuk transaksi pembayaran di merchant
yang telah bekerjasama2. Kartu E-Money Bank Syariah Mandiri adalah kartu yang
dibuat hasil kerjasama co-branding dengan bank mandiri sehingga penggunaan
kartu ini dapat digunakan di semua merchant yang telah bekerjasama dengan bank
Mandiri atau berlogo E-Money.
B. Sejarah dan Tujuan Pembuatan Produk
Sejak awalnya, produk ini dibuat untuk mensinergikan pemasaran produk
E-Money yang ada di Bank Mandiri dengan cara menggandeng Bank Syariah
Mandiri untuk dapat memperluas pemasaran dari segmen yang berbeda. Bank
Mandiri mulai menggandeng Bank Syariah Mandiri untuk memulai pemasaran
1 Diakses dari https://www.syariahmandiri.co.id/category/layanan-24-jam/bsm-e-money/
pada 17 September 2016 2 Buku Panduan E-Money Bank Syariah Mandiri, Pengertian Kartu BSM e-Money, h.1
Iliktruniyyah wa dauruha fi al-Wafa’ bi al-Iltizamat al-ta’aqudiyah. Fakultas Hukum Universitas
Karbala Iran, h. 49
59
penjualnya terlepas hubungannya dengan barang tersebut, namun penerbit masih
memiliki kewajiban-kewajiban seperti penyelesaian transaksi dan tagihan kepada
pedagang (merchant). Ini menandakan dalam jual beli ini belum terjadi perpindahan
kepemilikan yang sempurna dan penerbit masih memiliki hubungan dengan obyek
tersebut.2
Berikutnya adalah akad Ijarah. Akad Ijarah (pengupahan) dapat
diidentifikasikan dalam produk ini yaitu dalam setiap transaksi yang mendatangkan
keuntungan berupa fee base income Bank Syariah Mandiri, diantaranya adalah pada
pengambilan biaya administrasi saat pengisian ulang (top up) kartu. Dalam
mekanisme ini, tidak ada yang dilanggar sebagaimana yang telah tertulis dalam
fatwa tentang ijarah pada bab 2. Obyek manfaatnya jelas dan tidak diharamkan,
manfaat dari jasanya dapat dinilai dan dilaksanakan dalam kontrak, manfaatnya
dapat dikenali dengan jelas dan spesifik serta sewa atau upah juga jelas diketahui
dan dibayarkan atas penggunaan manfaat berupa jasa.
B. Analisis Manajerial Produk
Walaupun produk ini hanyalah produk co-branding, namun manajerial
produk ini dilakukan secara terpisah. Bank Mandiri mempunyai divisi di bagian
Electronic Banking Group yang menanggani E-Money dan Bank Syariah Mandiri
juga mempunyai unit tersendiri yang menangani E-Money Bank Syariah Mandiri
yang bertugas sebagai agen penjual. Kedua unit ini mempunyai tugas dan fungsi
yang berbeda serta terpisah.
2 Kajian Bersama Uang Elektronik Ditinjau Dari Kesesuaian Prinsip-Prinsip Syariah,
(Jakarta: Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional, 2016), h. 62
60
Standar Prosedur Operasional (SPO) diantara kedua bank secara garis besar
adalah sama. Walaupun sama, namun diantaranya terdapat perbedaan. Perbedaan
itu terletak pada prosedur penerbitan kartu (issuing) untuk bank mandiri sedangkan
pada bank syariah mandiri prosedurnya adalah prosedur pemesanan kartu (request).
Dalam mengurusi dana float, Bank Syariah Mandiri menempatkan dananya
dalam produk Giro Bank Syariah Mandiri yang di simpan di Bank Mandiri.
Besarnya giro Bank Syariah Mandiri yang ada pada Bank Mandiri dapat bertambah
dan berkurang secara otomatis ketika terjadi settlement atas pembayaran dari
pemegang kartu kepada pedagang. Dana float yang berasal dari top-up kartu yang
tersimpan dalam Giro tidak dapat digunakan Bank Mandiri dan Bank Syariah
Mandiri untuk kepentingan bank, karena penggunaan dana float sebagaimana
tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11 tahun 2009 dan telah
dirubah dalam PBI No. 16 tahun 2014 tentang Uang Elektronik pasal 17 ayat 3 point
b menyatakan bahwa penggunaan dana float hanya untuk memenuhi kewajiban
kepada Pemegang dan Pedagang, bukan untuk diinvestasikan dan dikembangkan,
selain itu nilai dana float ini bukan merupakan simpanan, dan harus digunakan
untuk kepentingan pembayaran antara pemegang kartu dengan pedagang secara
cepat dan tanpa batas waktu (real time).
Dana Float yang mengendap tidak diberikan bunga sehingga tidak terdapat
riba didalamnya, tidak dijamin LPS namun dapat diajukan pengembalian saldo
kartu (redemption) tanpa biaya administrasi tambahan. Dana Float ini juga tidak
bisa dijadikan alat untuk spekulasi (maysir) karena nominal yang terdapat dalam
61
kartu tidak dapat berfluktuasi sebagaimana yang biasa terjadi dalam jual beli valuta
asing.
C. Analisis Transaksi Produk
Produk ini memiliki batasan (limit) transaksi isi ulang kartu sebesar Rp.
20.000.000 dalam setiap bulan. Produk ini juga membatasi maksimum saldo yang
terdapat dalam kartu adalah sebesar Rp 1.000.000. Saldo yang belum terpakai tidak
dikenakan bunga/bonus dari bank.3
Secara umum, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mandiri tidak memberikan
batasan transaksi atas nilai barang yang ditransaksikan oleh pemegang kartu.
Berapapun besaran nilai transaksinya dapat dilakukan, asalkan tidak melebihi
maksimum pengisian ulang sebesar Rp 20.000.000 perbulan. Bank Syariah Mandiri
dan Bank Mandiri juga tidak memberikan batasan atas jenis barang yang
ditransaksikan antara pemegang kartu dengan pedagang (merchant). Selama
pedagang memiliki kerjasama dengan Bank Mandiri yang terlihat dengan adanya
logo E-Money Bank Mandiri dalam tokonya, maka setiap barang yang ada dalam
toko tersebut dapat ditransaksikan dengan pemegang kartu secara bebas dan tanpa
batas, termasuk juga membeli barang-barang yang dianggap non-halal secara Islam.
Bank tidak dapat membaca transaksi tersebut apa, seperti barangnya apa, jenis
barangnya apa dan lain-lain. Namun bank hanya bisa membaca transaksi tersebut
dimana. Sistem IT Merchant hanya terbatas membaca apakah transaksi ini
dilakukan pada pedagang yang telah bekerjasama dengan bank ataukah tidak. Jika
telah bekerjasama, maka transaksi tersebut dapat dilakukan dan jika pedagang
3 Buku Panduan E-Money Bank Syariah Mandiri, h. 13
62
tersebut belum bekerjasama maka transaksi tersebut tidak dapat dilakukan
menggunakan kartu E-Money.4
Hal tersebut memiliki permasalahan syariah karena Pemegang kartu dapat
bertransaksi atas barang yang tidak diperbolehkan dalam syariat Islam, seperti
minuman keras (khamr), daging babi (lahumul khinziiri), dan darah (al-dam) serta
bangkai (al-maytata) yang terdapat dalam Quran Surah An-Nahl ayat 115. Hal ini
juga bertentangan dengan Quran Surah Al-Baqarah ayat 254 yaitu dimana orang-
orang yang beriman diperintahkan untuk membelanjakan harta di jalan Allah atau
perintah untuk mengeluarkan harta untuk kepentingan yang diperbolehkan oleh
syariat Islam. Hal ini juga bertentangan perintah Allah yang ada pada surat Al-
Baqarah ayat 168 yaitu perintah untuk memakan makanan yang halal dan baik.
Secara regulasi, hal ini juga bertentangan dengan UU No. 33 Tahun 2014 tentang
Jaminan Produk Halal pada pasal 4 tentang kewajiban bertransaksi produk yang
bersertifikasi halal.
Meskipun sebagai media atau alat pembayaran, uang elektronik itu bersifat
netral atau penggunaannya adalah sangat tergantung kepada pemiliknya, namun
ketika penggunaannya dapat dibatasi karena alasan syariah maka seharusnya hal
tersebut dapat dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagaimana Lembaga
Keuangan Syariah dapat membatasi (hudud) pihak yang bekerjasama dengan
pihaknya dengan cara memberikan persyaratan-persyaratan (dhawabith) bagi
pedagang (merchant) yang ingin bergabung.
4 Wawancara Pribadi dengan Angga Anton Gunawan, 30 Maret 2017
63
Hal ini yang menjadi kesimpulan dari kajian yang dilakukan antara Bank
Indonesia dan Dewan Syariah Nasional yaitu dasar hukum uang elektronik
seharusnya mengatur ketentuan dan batasan (dhawabith wa hudud) agar uang
elektronik berjalan berdasarkan prinsip syariah seperti tidak boleh menimbulkan
gharar, riba dan tadlis, serta tidak digunakan untuk transaksi obyek yang haram
dan maksiyat, dan tidak mendorong israf (pengeluaran yang berlebihan).5
Hal ini juga diperkuat sebagaimana yang terdapat dalam UU No. 21 tahun
2008 tentang Bank Syariah Pasal 2 bahwa kegiatan usaha perbankan syariah
dibatasi agar tidak memenuhi unsur riba, maisir, gharar, haram dan zhalim.
D. Analisis Alur/Mekanisme Produk
Alur transaksi sebagaimana yang telah dijabarkan dalam bab 3 berisi
mengenai skema pembuatan dan penerbitan kartu, skema pengisian ulang (top-up)
produk, dan skema pembayaran. Berikut akan dianalisis skema tersebut satu per
satu:
1. Skema Pembuatan dan Penerbitan Kartu
Dalam skema ini, Bank Syariah Mandiri yang merupakan mitra kerjasama
(co-branding) dari produk E-Money mendapatkan keuntungan sebesar
selisih harga beli dari penerbit dengan harga jual yang ditujukan kepada
nasabah sebesar Rp 2000. Keuntungan ini merupakan keuntungan yang
halal dan boleh dilakukan oleh siapapun karena tergolong ke dalam aktifitas
5 Kajian Bersama Uang Elektronik Ditinjau Dari Kesesuaian Prinsip-Prinsip Syariah,
(Jakarta: Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional, 2016), h. 78
64
jual beli sebagaimana yang telah termaktub dalam Surat Al-Baqarah ayat
275.
2. Skema Pengisian Ulang Kartu (top-up)
Dalam skema ini bank syariah mandiri mendapatkan fee based income yang
berasal dari biaya administrasi top-up yang dilakukan melalui mekanisme
transfer antar bank. Biaya ini tidak mengurangi nilai pokok yang disetor dari
pemegang kartu kepada bank sehingga tidak melanggar kaidah dalam akad
Sharf yaitu adanya kesamaan ukuran (at-tamatsul) antara uang yang disetor
untuk pengisian ulang dengan jumlah nominal saldo yang terisi. Penyetoran
dilakukan secara tunai dan nominal barang juga terisi atau telah diserah
terimakan sebelum berpisah majelis. Skema pengambilan biaya
administrasi ini juga tidak melanggar kaidah akad Ijarah karena biaya
administrasi terpisah dari nilai uang yang ditukarkan untuk keperluan isi
ulang kartu (top-up)
3. Skema Pembayaran
Dalam skema pembayaran ini dilakukan secara kontan dan sangat cepat.
Pembeli dan penjual mengeluarkan kewajibannya dan menerima haknya
secara langsung meskipun penyelesaian pembayarannya bagi pedagang
(merchant) dilakukan pada akhir hari melalui proses settlement oleh bank.
Tidak ada permasalahan syariah dalam mekanisme pembayaran ini.
65
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah melakukan penelitian menggunakan berbagai metode yang ada, maka
penulis menyimpulkan sebagai berikut:
1. Produk E-Money Bank Syariah Mandiri merupakan uang elektronik yang
berjenis: Uang Elektronik yang Nilai Uang Elektroniknya selain dicatat
pada media elektronik yang dikelola oleh Penerbit juga dicatat pada
media elektronik yang dikelola oleh Pemegang (Berdasarkan Media
Penyimpanannya). Reloadable atau dapat diisi ulang berkali-kali (Berdasarkan
Masa Berlaku Media Uang Elektronik). Multi-purpose yaitu dapat digunakan
untuk melakukan berbagai pembayaran (Berdasarkan Jangkauan
Penggunaannya). Unregistered yaitu uang Elektronik yang data identitas
Pemegangnya tidak terdaftar dan tidak tercatat pada Penerbit (Berdasarkan
Data Identitas Pemegangnya).
Mekanisme Produk E-Money Bank Syariah Mandiri terdapat 3 mekanisme
yaitu mekanisme pembuatan dan penerbitan kartu yang hanya bisa dilakukan
di beberapa counter bank syariah mandiri, mekanisme pengisian ulang (top-
up) yang dapat dilakukan di counter bank syariah mandiri, di mesin EDC Bank
Mandiri, dan melalui ATM Mandiri, serta mekanisme pembayaran yang
menghubungkan pihak-pihak terkait.
66
2. Dari tinjauan prinsip syariah, terdapat permasalahan syariah pada aspek akad,
hal ini dikarenakan produk ini tidak memiliki nomenklatur akad dalam
operasional produk yang menimbukan ketidakjelasan (gharar) dalam kontrak
berdasarkan prinsip Akad Syariah, serta dari aspek transaksi karena bank tidak
melakukan pembatasan atau kontrol terhadap barang yang dijual oleh merchant
yang bekerjasama dengan bank sehingga dikhawatirkan dapat digunakan untuk
membeli barang-barang non halal.
Sedangkan pada Aspek Manajerial dan pada Aspek Alur Transaksi tidak
terdapat masalah kesyariahan, karena manajerial produk ini terpisah dari bank
penerbitnya yang merupakan bank konvensional, Bank Syariah Mandiri
menggunakan produk giro Bank Syariah Mandiri dalam menyimpan dana, dan
nominal yang terdapat dalam kartu tidak diberikan tambahan berupa bunga
bank (interest) serta dana yang tersimpan di Bank Mandiri dalam bentuk giro
tidak dapat dimanfaatkan Bank Mandiri untuk kepentingan bisnisnya.
B. SARAN
1. Bank Syariah Mandiri sebaiknya membuat suatu produk yang berjalan
menggunakan sistem yang manunggal (full fledge) untuk menghindari
aktivitas dengan bank konvensional yang dapat menguntungkan
berkembangnya bank ribawi tersebut
2. Jika belum dapat membuat produk sendiri, Bank Syariah Mandiri
sebaiknya menyempurnakan Standar Prosedur Operasional E-Money
dengan menggunakan nomenklatur Akad Syariah agar setiap pihak yang
67
terlibat mengetahui secara pasti dengan apakah mekanisme produk ini
berjalan
3. Bank syariah mandiri juga sebaiknya memperbaiki sistem komputerisasi
melalui pengenalan IT Merchant dan IT Goods serta pembuatan peraturan
tambahan pada produk ini agar dapat membatasi pembelian produk haram
yang menggunakan produk ini di kemudian hari.
68
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hakim, Atang dan Jaih Mubarok. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT
Remaja Rusdakarya, 1995.
Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam: Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer. Jakarta: Gramata Publishing, 2005.
Al-‘Iqabi, Yasim Ulwah, dkk. al-Nuqud al-Iliktruniyyah wa dauruha fi al- Wafa’ bi al-Iltizamat al-ta’aqudiyah. Fakultas Hukum Universitas Karbala Iran
Arif, Nur Rianto Al & Euis Amalia. Teori Mikroekonomi: Suatu
Perbandingan Ekonomi Islam Dan Ekonomi Konvensional. Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group, 2014
Arif, Nur Rianto Al. Dasar-Dasar Ekonomi Islam. Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011
Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adillatuhu, penerjemah Abdul hayyie Al- Kaffaani dkk, Cet. X, Jilid 5. Jakarta: Gema Insani, 2011
Bank For International Settelments. Implications For Central Bank Of
The Development Of Electronic Money. (Basel: BIS), 1996.
Bank Indonesia. Paper Kajian Bersama Uang Elektronik Ditinjau Dari
Kesesuaian Prinsip-Prinsip Syariah, Jakarta: Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional, 2016
Bank Indonesia. “Statistik Sistem Pembayaran”. Diakses pada 16 September 2016 dari http://www.bi.go.id/id/statistik/sistempembayaran/uangelektronik/Con
tents/Jumlah%20Uang%20Elektronik.aspx
Bank Indonesia. “Statistik Sistem Pembayaran”. Diakses pada 16 September
dari http://www.bi.go.id/id/statistik/sistem-pembayaran/uang-elektronik/co ntents /transaksi.aspx
Buku Panduan E-Money Bank Syariah Mandiri. Jakarta: PT Bank Syariah
Mandiri. 2014.
Bungin, Burhan. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004
BNI Syariah. “BNI Syariah Hadirkan TapCash Edisi Khusus di Keuangan Syariah