BAB IITINJAUAN PUSTAKA
II.1. Geomorfologi Pembagian satuan geomorfologi daerah
penelitian dilakukan sebagai interpretasi awal sebelum penelitian
lapangan, berupa interpretasi pola kontur dan foto satelit.
Penamaan satuan geomorfologi daerah penelitian mengacu pada
referensi Lobeck (1939). Satuan geomorfologi daerah penelitian
dibagi menjadi dua satuan, yaitu: 1. Satuan Perbukitan Kerucut Debu
(cinder cone), 2. Satuan Danau Kawah dan Kaldera Purba.
II.1.1. Satuan Perbukitan Kerucut Debu (cinder cone) Satuan ini
berupa perbukitan yang menempati sekitar 85% daerah penelitian dan
terletak merata di semua bagian daerah penelitian. Satuan
perbukitan kerucut debu terdiri dari G. Sanggar, kaki G. Rakutak,
G. Dano, G.Kamasan, G. Ciharus, G. Beling, G. Jawa, G.Pedang,
G.Jahe, dan kaki G.Cibatuipis. Satuan ini memiliki pola kontur
rapat-sangat rapat, relief kasar, kemiringan lereng miring-terjal
(60-550), dan kisaran elevasi kontur 1150-1882 mdpl. Pola aliran
sungai subparallel-subdendritik dengan morfologi lembah berbentuk V
yang dipengaruhi oleh proses eksogen berupa longsoran dan
pelapukan. Proses erosi berlangsung secara vertikal, dan
menunjukkan tahapan geomorfik sangat muda. Morfologi perbukitan
dibentuk oleh satuan gunung api yang berukuran hampir sama baik
sebagai gunung api utama maupun parasit dan terletak berdekatan
atau disebut juga multiple cone. Perbukitan Kerucut debu (cinder
cone) dibentuk oleh tefra berukuran debu sampai lapili yang
menutupi perbukitan sebagai produk gunung api paling muda. Litologi
lainnya sebagai penyusun satuan berupa aliran lava andesit sampai
basalt.
II.1.2. Satuan Danau Kawah dan Kaldera Purba Satuan ini
menempati sekitar 15% daerah penelitian yang terletak di bagian
Timur, Tengah, dan bagian Barat daerah penelitian. Satuan ini
terdiri dari Danau Ciharus, Danau Pedang, dan Kaldera Purba
Pangkalan. Satuan ini memiliki pola kontur sangat renggang, relief
sangat halus, kemiringan lereng sangat datar-miring (00-70), dan
kisaran elevasi kontur 1475-1500 mdpl, pola aliran sungai
subparallel-subdendritik. Satuan Danau Kawah yang terdiri dari
Danau Ciharus dan Danau Pedang saat ini terisi air meteorik yang
terakumulasi pada morfologi lembah dari pertemuan antar kaki gunung
pada Satuan Perbukitan Kerucut Debu, dan juga berperan sebagai hulu
sungai. Kaldera Pangkalan pada satuan ini dijadikan sebagai
permukiman warga Ds.pangkalan, sedangkan Danau Ciharus sebagai
daerah objek wisata setempat. Morfologi berupa depresi merupakan
ekspresi topografi dari bentukan dataran rendah yang dikelilingi
oleh satuan geomorfologi Perbukitan Kerucut Debu dan
diinterpretasikan sebagai morfologi kaldera yang menjadi pusat
erupsi G.Kamojang Tua. II.2. Stratigrafi Tata nama satuan
stratigrafi gunung api dibuat berdasarkan sumber, jenis batuan/
endapan, dan urutan kejadian. Daerah penelitian yang terdiri dari
endapan volkanik dibagi menjadi beberapa satuan stratigrafi tidak
resmi (Yuwono, 2004) yang kemudian penamaannya disebandingkan
dengan satuan resmi pada Sandi Stratigrafi Indonesia (SSI). Daerah
penelitian secara umum dibagi menjadi dua khuluk dan 13 gumuk yang
dipisahkan menjadi 10 gumuk dengan satuan litologi volkanik primer
dan tiga gumuk dengan satuan litologi sekunder. Khuluk gunung api
merupakan satuan dasar pada pembagian volkanostratigrafi yang
terdiri dari satu atau lebih sumber erupsi baik berupa sumber
erupsi utama maupun erupsi samping (parasiter). Gumuk gunung api
merupakan satu sumber erupsi bagian dari khuluk gunung api yang
dapat terdiri dari satu atau lebih produk gunung api, dan gumuk
gunung api tidak dibedakan menjadi sumber erupsi utama atau sumber
erupsi samping
Gambar II.1. Peta Geologi Daerah Kamojang dan Sekitarnya (PT.
Pertamina AG Kamojang, 2003)
II.3 Struktur geologi Reservoir Kamojang dikontrol oleh kontak
formasi dan struktur geologi. Kontak formasi dan ketidakselarasan
secara lateral lebih dominan mengontrol reservoir di bagian tengah
(Central Block) walapun tidak dapat dikesampingkan pengaruh setting
rim structures yang stepnya memisahkan Blok Tengah dengan Blok
sebelah Barat Kamojang. Sementara struktur geologi berupa rangkaian
patahan (step of faults) lebih dominan mengontrol di Blok Timur
Kamojang. Berdasarkan evaluasi hasil pemboran sumur sumur yang
telah dibor di dalam Area Geothermal Kamojang menunjukkan bahwa,
reservoir panas bumi kamojang terdiri dari dua Feed Zones utama
yaitu pada elevasi 700 800m asl (above sea level) untuk feed zone
pertama (FZ II) dan pada elevasi 100-600m asl untuk feed zone ke
dua (Yustin, 2002).Struktur geologi yang berkembang mempunyai arah
distribusi sesuai kerapatan sesarnya adalah struktur berarah NE-SW
dan NW-SE. Struktur berarah NW-SE merupakan struktur-struktur yang
berumur lebih tua dibandingkan dengan struktur berarah NE-SW.
Pertemuan kedua pola distribusi struktur ini menyebabkan
terbentuknya subsurface geology zone sangat lemah, sehingga muncul
manifestasi-manifestasi panasbumi berupa fumarole, hot springs, mud
pool, silika residu dan lain-lain di sebelah Utara Blok Timur Area
Geothermal Kamojang. Di Blok Timur Area Geothermal Kamojang,
kontrol struktur geologi sangat nyata, baik kenampakan di permukaan
maupun dari hasil pemboran beberapa sumur. Secara regional struktur
geologi patahan utama Pateungteung dan Patahan Citepus tampak jelas
dengan strike of faults memanjang berarah NE SW berkisar N 010 E
sampai dengan N 020 E.
II.4. Geologi LokalKabupaten Bandung Barat memiliki beberapa
jenis batuan geologi yaitu gabro, pliosen fasies sedimen, midosen
fasies, batu gamping, plistosen fasies sedimen, plistosen fasies
gunung api, hasil gunung api kuarter tua, aluvium fasies gunung
api, miosen fasies sedimen, andesit, dan aluvium. Batuan sedimen
batugamping disusun dari sisa-sisa hasil tumbuhan dan binatang yang
menghasilkan
Gambar II.2. Peta Geologi Lokal Gunung Masigit
kalsium karbonat sebagai bagian dari metabolismenya membentuk
bagian utama dari batugamping. Diakatakan kawasan karst apabila
batugamping telah mengalami proses karstifikasi. Karstifikasi
adalah serangkaian proses mulai dari terangkatnya batugamping ke
permukaan bumi akibat proses endogen serta terjadi pelarutan di
dalam ruang dan waktu geologi hingga akhirnya menghasilkan lahan
karst. Karst merupakan topografi unik yang terbentuk akibat adanya
aliran air pada batuan karbonat (biasanya berupa kapur atau
marmer). Proses geologi ini, terjadi selama ribuan tahun,
menghasilkan permukaan yang luar biasa mulai dari pembentukan
lubang-lubang vertikal, sungai-sungai dan mata air bawah tanah,
hingga gua dan sistem drainasebawah tanah.Pada umumnya batuan
karbonat mudah mengalami proses pelarutan karena adanya reaksi
kimiadengan air hujan yang bersifat asam. Proses pelarutan yang
terus menerus membentuk bentang alam yang terbentuk di permukaan
dan memiliki fenomena yang khas seperti gua.
II.5. PanasbumiII.5.1. Definisi Panasbumi
Gambar II.3. Peta batas-batas lempeng dunia
Energi panas bumiadalahenergiyang diekstraksi daripanasyang
tersimpan di dalambumi. Energi panas bumi ini berasal dari
aktivitas tektonikdi dalambumiyang terjadi sejakplanetini
diciptakan.Panasini juga berasal daripanas matahariyang diserap
oleh permukaan bumi.Energiini telah dipergunakan untuk memanaskan
(ruangan ketikamusim dinginatauair) sejak peradabanRomawi, namun
sekarang lebih populer untuk menghasilkanenergi listrik. Sekitar 10
Giga Wattpembangkit listrik tenaga panas bumitelah dipasang di
seluruhduniapada tahun 2007, dan menyumbang sekitar 0.3%
totalenergi listrik dunia. Energi panas bumi cukup ekonomis
danramah lingkungan, namun terbatas hanya pada dekat areaperbatasan
lapisan tektonik.
Gambar II.4. Sistem Panas Bumi
Pembangkit listrik tenaga panas bumi hanya dapat dibangun di
sekitar lempeng tektonik di mana temperatur tinggi dari sumber
panas bumi tersedia di dekat permukaan. Pengembangan dan
penyempurnaan dalam teknologi pengeboran dan ekstraksi telah
memperluas jangkauan pembangunan pembangkit listrik tenaga panas
bumi dari lempeng tektonik terdekat. Efisiensi termal dari
pembangkit listrik tenaga panas bumi cenderung rendah karena fluida
panas bumi berada pada temperatur yang lebih rendah dibandingkan
dengan uap atau air mendidih. Berdasarkan hukum termodinamika,
rendahnya temperatur membatasi efisiensi dari mesin kalor dalam
mengambil energi selama menghasilkan listrik. Sisa panas terbuang,
kecuali jika bisa dimanfaatkan secara lokal dan langsung, misalnya
untuk pemanas ruangan. Efisiensi sistem tidak mempengaruhi biaya
operasional seperti pembangkit listrik tenaga bahan bakar
fosil.
Gambar II.5. Grafik gradien geotermalPanas dari sistem panasbumi
selalu meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman di bawah
permukaan bumi. Sedangkan gradien geotermal itu sendiri adalah
tingkat perbandingan perubahan suhu yang terjadi pada sistem
panasbumi yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya
kedalaman dibawah permukaan bumi. Pada tiap 100 km kedalaman
dibawah permukaan bumi, suhu panasbumi rata-rata akan naik 30
oC.
Secara bahasa, kata geothermal terbentuk dari dua kata yaitu geo
yang berarti bumi dan thermal yang artinya panas. Jadi istilah
geothermal sama saja dengan panas bumi. Geothermal dapat dimaknai
sebagai energi panas yang terbentuk secara alami dibawah permukaan
bumi. Di daerah gunung api, dimana terdapat potensi panas bumi,
seringkali ditemukan struktur sesar (fault) dan kaldera (caldera)
sebagai akibat dari letusan gunung maupun aktifitas tektonik
lainnya. Keberadaan struktur tersebut tidak sekedar membuka
pori-pori atau rongga-rongga antar butiran menjadi lebih terbuka,
bahkan lebih dari itu mereka menciptakan zona rekahan (fracture
zone) yang cukup lebar dan memanjang secara vertikal atau hampir
vertikal dimana air tanah dengan leluasa menerobos turun ke tempat
yang lebih dalam lagi sampai akhirnya dia berjumpa dengan batuan
panas (hot rock). Air tersebut tidak lagi turun ke bawah, sekarang
dia mencari jalan dalam arah horizontal ke lapisan batuan yang
masih bisa diisi oleh air. Seiring dengan berjalannya waktu, air
tersebut terus terakumulasi dan terpanaskan oleh batuan panas (hot
rock). Akibatnya temperatur air meningkat, volume bertambah dan
tekanan menjadi naik. Sebagiannya masih tetap berwujud air panas,
namun sebagian lainnya telah berubah menjadi uap panas. Tekanan
yang terus meningkat, membuat fluida panas tersebut menekan batuan
panas yang melingkupinya seraya mencari jalan terobosan untuk
melepaskan tekanan tinggi. Kalau fluida tersebut menemukan celah
yang bisa mengantarnya menuju permukaan bumi, maka akan dijumpai
sejumlah manifestasi sebagaimana yang diterangkan pada halaman
sebelumnya. Namun bila celah itu tidak tersedia, maka fluida panas
itu akan tetap terperangkap disana selamanya. Lokasi tempat fluida
panas tersebut dinamakan reservoir panas bumi (geothermal
reservoir). Sementara lapisan batuan dibagian atasnya dinamakan cap
rock yang bersifat impermeabel atau teramat sulit ditembus oleh
fluida.Air atau uap panas fluida (yang berada di perut gunung api)
ternyata tidak diam ditempatnya, justru karena menerima panas dari
magma, terjadilah fenomena arus konveksi.
II.5.2. Sistem GeotermalSistem geotermal adalah suatu istilah
umum untuk mendefinisikan proses transfer panas secara alami dalam
suatu volume tertentu di kerak bumi, dimana panas tertransportasi
dari heat source (sumber panas) ke heat sink (biasanya diatas
permukaan tanah). Dan umumnya medium pembawa energi panas ini
adalah air, sehingga secara skematik sistem geotermal
dideskripsikan sebagai air yang berkonveksi pada suatu medium
tertutup di dalam kerak bumi bagian atas, yang membawa panas dari
heat source ke heat sink.(Hochstein, 1990)Dari definisi diatas maka
lebih lanjut sistem geotermal dibagi menjadi tiga unsur utama,
yaitu:1. Heat SourcePada sistem very high-temperature (600oC),
sumber panasnya berupa intrusi magma yang telah mencapai kedalaman
relatif dangkal (5-10 km). Sedangkan pada sistem low-temperature,
sumber panasnya adalah gradien suhu normal dari bumi itu sendiri,
yang semakin meningkat terhadap kedalaman seperti dijelaskan
sebelumnya.2. ReservoarYaitu batuan permeabel panas yang dari situ
lah panas diekstrak oleh fluida tersirkulasi. Reservoar umumya
dibatasi oleh batuan impermeabel dan terhubung dengan recharge area
di permukaan, dimana air meteorik dapat mengganti semua atau
sebagian dari fluida reservoar yang lolos ke permukaan dalam bentuk
mata air panas maupun yang diekstrak melalui lubang bor.3.
FluidaFluida geotermal adalah air, dan umumnya adalah air meteorik
dalam fasa gas (uap) maupun cair tergantung dari temperatur dan
tekanannya. Air ini biasanya mengandung unsur dan gas kimia seperti
CO2, H2S, dan lain-lain.
Gambar II.6. Sistem geothermal
(http://reinesin.blogspot.com/2012/03/klasifikasi-sistempanasbumi
klasifikasi.html)
II.5.3. Klasifikasi Sistem GeotermalSistem panas bumi dapat
diklasifikasikan berdasarkan beberapa parameter. Berdasarkan suhu
rata-rata reservoar, sistem panas bumi dibagi menjadi tiga yaitu
low temperature reservoar (T225oC) (Hochstein, 1990).II.5.3.1.
Sistem Temperatur RendahSistem temperature rendah terbagi menjadi
:1. Akuifer cekungan sedimen (Aquifers in sedimentary basin)Pada
sistem ini akuifer atau reservoar dapat meliputi daerah yang luas
(500 km2 atau lebih). Fluidanya bersifat stagnan (tidak bergerak),
biasanya termineralisasi dan saline (marine pore fluids).
Perpindahan panasnya secara konduktif, dan suhu akuifer dikontrol
oleh terrestrial heat flux, konduktivitas panas batuan dan
kedalaman akuifer, dengan kisaran suhu reservoar biasanya 60-75oC.
Contoh dari sistem ini misalnya di Panonian Basin (Hungaria),
Aquitaine Basin (Prancis), Wyoming Sedimentary Basin (USA)
(Hochstein, 1990).2. Akuifer batuan dasar di bawah cekungan sedimen
(Basement aquifer beneath sedimentary basins)Merupakan akuifer
dengan permeabilitas tinggi yang berada pada basement yang tertutup
oleh sekuen batuan sedimen dengan permeabilitas rendah. Yang
biasanya terjadi adalah forced convection dimana fluida bergerak
dari tengah ke tepi cekungan. Suhu reservoir biasanya berkisar
50-65oC. Sistem ini terdapat di Cina, Italia, Swiss, dan Amerika
(Hochstein, 1990).3. Sistem mata air panas (Warm spring
system)Sistem ini umum dijumpai di kaki-kaki gunung, yang
berasosiasi dengan deep reaching fracture berpermeabilitas tinggi.
Panas berasal dari terrestrial heat flow yang dipindahkan secara
forced convection. Suhu 60-80oC (Hochstein, 1990).4. Sistem Tekanan
(Geopressured system)Sistem ini terdapat pada bagian dalam dari
cekungan sedimen. Akibat pengendapan cepat dan pembentukan sesar
listrik, pada beberapa bagian cekungan akan terbentuk penudung
sehingga menghasilkan tekanan litostatik. Panas terbentuk karena
adanya pressure gradients menghasilkan anomalous temperature. Suhu
pada sistem ini dapat mencapai 100-120oC (pada kedalaman 2-3
km).II.5.3.2. Sistem Temperatur MenengahPerpindahan panasnya
biasanya konvektif dengan reservoar jenuh air, kehilangan panas
alamiah (natural heat loss) biasanya cukup besar (3-30 MW). Bila
tranfer panas pada reservoar >10 MW dan dijumpai manifestasi
boiling spring, maka fluida dapat diproduksi langsung dari mata air
tersebut. Sumber panas berupa intrusi dalam atau hot upper crust
(kerak bagian atas yang panas). Contohnya Cisolok-Cisukarame,
Citaman-Banten, Aluto Lagano (Ethiopia), El Tatio (Cili).II.5.3.3.
Sistem Temperatur TinggiSistem ini hanya terdapat dalam tatanan
tektonik lempeng active plate margin, yang umumnya berasosiasi
dengan vulkanisme dan deformasi kerak bumi. Contoh jenis sistem ini
adalah di New Zealand, Filipina,Jepang, Amerika Latin, Afrika dan
Indonesia. Sistem ini terbagi menjadi :1. Sistem air panas (Hot
water system) Pada medan datarSebagian besar panas yang mengalami
perpindahan di dalam sistem dikeluarkan kepermukaan. Reservoar yang
produktif berada di bawah zona manifestasi permukaan, dan
pengendapan mineral hidrotermal umumnya terjadi pada bagian atas
reservoar dan pada bagian sistem di mana fluida panas bertemu
dengan air permukaan yang dingin. Contohnya diWairakei (NZ). Pada
medan terjalPerbedaan utama dengan hot water system pada medan
datar adalah pola aliran fluidanya. Pengeluaran panas alamiah
umumnya terjadi melalui mekanisme concealed lateral outflow
(semacam seepage pada zona lateral). Pada sistem ini biasanya
terdapat uap (minor) hasil evaporasi pada bagian atas reservoar
yaitu kondensasi uap dan oksidasi H2S yang menghasilkan kondensat
asam, dan batuan yang terdapat di atas reservoar utama umumnya
teralterasi oleh aktivitas uap tersebut.
2. Sistem air asin (Hot brine system)Brine pada sistem ini
kemungkinan terbentuk dari konveksi air pada hot water system yang
melarutkan evaporit, atau juga adanya hypersaline brine yang
mengalami advective rise. Pada sistem ini suhu reservoar umumnya
tinggi (di Salton Sea, Utah mencapai 300oC), dengan transfer panas
secara konduktif dan heat loss relatif kecil (< 30 MW). Karena
fluidanya bersifat salin, maka sangat korosif. Contoh sistem ini
antara lain Salton Sea, Cesano (Italia), Milos (Yunani).3. Sistem
dominasi uap air (Vapor-dominated system)Keterdapatan sistem ini
termasuk langka di dunia. Dapat terbentuk apabila natural recharge
sangat kecil karena permeabilitas di luar reservoar rendah. Umumnya
pada bagian atas reservoar terbentuk lapisan kondensat yang tebal,
di mana bagian atas kondensat bersifat asam. Heat loss lebih kecil
dibandingkan hot water system pada ukuran yang sama. Contoh dari
sistem ini antara lain Kamojang, Darajat (Garut), The Geyser (USA),
Lardrello (Italia), Matsukawa (Jepang) dan Ketetahi (NZ)4. Two
phase systemPada sistem ini permeabilitas batuan di dalam dan di
luar reservoar relatif lebih rendah dari hot water system, dan
sering menurunnya permeabilitas vertikal, saturasi dan entalpi
fluidanya juga turun. Contoh dari sistem ini adalah Dieng,
Lahendong (Sulut), Tongonan (Filipina), Ohaaki (NZ), Krafla
(Islandia) dan Olkaria (Kenya).5. Sistem panas bumi gunung api
(volcanic geothermal system)Ciri khas dari sistem ini adalah adanya
kondensat tebal di atas reservoar dengan kandungan gas vulkanik
yang reaktif misalnya HF dan HCl. Sistem ini sering dikategorikan
dalam sesumber yang sub-ekonomis. Contoh model sistem ini terdapat
di Tangkuban Prahu, Sibayak, Pinatubo (Filipina), Nevado del Ruiz
(Kolombia), Tatun (Taiwan).Sistem panasbumi seringkali juga
diklasifikasikan berdasarkan entalpi fluida yaitu sistem entalpi
rendah, sedang dan tinggi. Kriteria yang digunakan sebagai dasar
klasifikasi pada kenyataannya tidak berdasarkan pada harga entalpi,
akan tetapi berdasarkan pada temperatur mengingat entalpi adalah
fungsi dari temperatur.
Tabel 1.Klasifikasi sistem geotermal berdasarkan suhu
reservoar(http://reinesin.blogspot.com/2012/03/klasifikasi-sistempanasbumi-klasifikasi.html)
Gambar II.7.Klasifikasi sistem geotermal berdasarkan suhu
reservoar(Hochstein, 1990)
Selain diklasifikasikan berdasarkan suhu reservoar, sistem
geotermal juga diklasifikasikan berdasarkan tipe fluida, yaitu
sistem dominasi uap, sistem dominasi air, sistem dua fasa dan
sistem vulkanik.
II.5.3.4. Dominasi uap (Fraksi uap > Fraksi air)Reservoar
memiliki permeabilitas rendah dengan Fluida yang masuk kedalam
reservoar langsung berubah menjadi fasa uap. Pengoperasian lapangan
lebih mudah, temperatur ~ 240 C. Contoh lapangannya adalah di
Kamojang dan Darajat (Indonesia).
II.5.3.5. Dominasi air (Fraksi air > Fraksi uap)Daerah
Recharge dan reservoar mempunyai permeabilitas yang relatif sama.
Laju penguapan di reservoar dapat diimbangi oleh laju recharge
sehingga pori-pori batuan terisi oleh air panas. Permasalahan
teknis lebih banyak (scaling, masalah air buangan), temperatur ~
280 C. Contoh lapangannya adalah di Wairakei (NZ) dan G.Salak
(Indonesia).
II.5.3.6. Dua fasa (Fraksi air ~ Fraksi uap)Pembentukan
reservoar tipe ini melibatkan proses yang lebih rumit dibanding
dominasi uap dan dominasi air. Contoh area panas bumi dengan dua
fasa di Indonesia adalah Lahendong (Sulawesi Utara), Dieng (Jawa
Tengah).
II.5.3.7. Sistem Vulkanik : berasosiasi dengan gunung api
aktifSistem ini kurang baik untuk dikembangkan, karena hazard yang
cukup tinggi (fluida sangat korosif, kandungan gas tinggi seperti
HCL dan HF).
II.5.4. Manifestasi PanasbumiPada awalnya, molekul-molekul
fluida tersebut berusaha mentransfer atau berbagi panas kepada
sesamanya hingga mencapai kesetaraan temperatur.
Tabel 2. Klasifikasi manifestasi permukaan berdasarkan transfer
panasnya (M.P. HOCHSTEIN & P.R.L. BROWNE (2000))
Seiring dengan meningkatnya temperatur, volumenya bertambah dan
efeknya tekanan fluida semakin naik. Akhirnya fluida mendesak dan
mendorong batuan sekitarnya atau berusaha menerobos celah-celah
antar batuan (fracture) untuk melepaskan tekanannya. Secara umum,
tekanan di sekitar permukaan bumi lebih rendah dari pada tekanan
dibawah permukaan bumi. Berdasarkan hal ini, air panas maupun uap
panas yang terperangkap dibawah permukaan bumi akan berupaya
mencari jalan terobosan supaya bisa keluar ke permukaan bumi.
Ketika mereka menemukan jalan untuk sampai ke permukaan, kita
bisa melihatnya sebagai asap putih yang sesungguhnya adalah uap
panas (fumarole), atau bisa juga mereka keluar dalam wujud cairan
membentuk telaga air panas (hot spring), atau bisa juga berupa
lumpur panas (mud pots). Semua fenomena ini adalah jenis-jenis
manifestasi dari keberadaan sistem panas bumi (geothermal system).
Itu merupakan tanda-tanda alam yang menunjukkan bahwa di bawah
lokasi manifestasi tersebut pasti ada intrusi magma yang memanaskan
batuan sekelilingnya. Berarti daerah tersebut menyimpan potensi
panas bumi yang suatu saat bisa dimanfaatkan sebagai sumber
energi.
Berikut ini adalah contoh-contoh penampakan nyata manifestasi
panasbumi pada lapangan panasbumi Kamojang :
Fumarol
Gambar II.8. Fumarol
Fumarol (Latin fumus, asap) adalah lubang di dalam kerak bumi
(maupun objek astronomi yang lain), yang sering terdapat di sekitar
gunung berapi, yang mengeluarkan uap dan gas seperti karbon
dioksida, sulfur dioksida, asam hidroklorik, dan hidrogen sulfida.
Nama solfatara, yang berasal dari kata solfo dari bahasa Italia,
sulfur (melalui dialek Sisilia) diberikan pada fumarol yang
mengeluarkan gas sulfur.Fumarol bisa terdapat di sepanjang retakan
kecil maupun rekahan yang panjang, dalam medan atau klaster yang
kacau balau, dan di permukaan aliran lava serta endapan aliran
piroklastik yang tebal. Lapangan fumarol merupakan suatu wilayah
mata air panas dan semburan gas dimana magma atau batuan beku yang
panas di kedalaman yang dangkal atau air tanah. Dari perspektifnya
air tanah, fumarol bisa dideskripsikan sebagai mata air panas yang
membuat air mendidih sebelum air mencapai permukaan tanah. (sumber:
wikipedia)
Sumber Air panas (Hot Spring)
Gambar II.9. Sumber Air Panas
Mata air panas atau sumber air panas adalah mata air yang
dihasilkan akibat keluarnya air tanah dari kerak bumi setelah
dipanaskan secara geotermal. Air yang keluar suhunya di atas 37C
(suhu tubuh manusia), namun sebagian mata air panas mengeluarkan
air bersuhu hingga di atas titik didih.[1] Di seluruh dunia
terdapat mata air panas yang tidak terhitung jumlahnya, termasuk di
dasar laut dan samudra. Air panas lebih dapat mengencerkan padatan
mineral, sehingga air dari mata air panas mengandung kadar mineral
tinggi, seperti kalsium, litium, atau radium. Mandi berendam di
dalam air panas bermineral dipercaya dapat menyembuhkan berbagai
macam penyakit. Berdasarkan alasan tersebut, orang membangun
pemandian air panas dan spa untuk tujuan rekreasi dan
pengobatan.Air yang keluar dari mata air panas dipanaskan oleh
geotermal (panas bumi). Semakin dalam letak batu-batuan di dalam
perut bumi, semakin meningkat pula temperatur batu-batuan tersebut.
Peningkatan temperatur batuan berbanding dengan kedalaman disebut
gradien geotermal. Air merembes ke dalam kerak bumi, dan dipanaskan
oleh permukaan batu yang panas. Air yang sudah dipanaskan keluar di
mata air panas yang lokasinya jauh dari gunung berapi. Di kawasan
gunung berapi, air dipanaskan oleh magma hingga menjadi sangat
panas. Air menjadi terlalu panas hingga membentuk tekanan uap, dan
menyembur ke permukaan bumi sebagai geyser. Bila air hanya mencapai
permukaan bumi dalam bentuk uap, maka disebut fumarol. Bila air
tercampur dengan lumpur dan tanah liat, maka disebut kubangan
lumpur panas.
Kolam Lumpur (Mud Pool)
Gambar II.10. Kolam Lumpur (Kawah Manuk)
Mud pool merupakan sumber air panas atau fumarol terdiri dari
kolam yang biasanya ada gelembung lumpur. Lumpur ini umumnya
berwarna putih keabu-abuan, tapi kadang-kadang berwarna
bintik-bintik kemerahan atau pink dari senyawa besi. Mudpool dalam
geotermal area memiliki temperatur tinggi. Dimana air dengan suplai
pendek naik ke permukaan di tempat di mana tanah kaya akan debu
vulkanik, clay (lempung) dan partikel halus lainnya, yang kemudian
merubah clay dan partikel-partikel tersebut menjadi lumpur.
Ketebalan dari lumpur biasanya berubah sepanjang musim.Lumpur ini
kental, sering bergelembung, dan seperti bubur. Sebagai lumpur yang
mendidih, sering menyembur hingga melebihi pinggiran dari mudpool,
vulkanik kecil dapat terbentuk dengan tinggi 35 feet. Walaupun
mudpool sering disebut mud volcanoes, sebenarnya mud volcanoes
sangat berbeda di alam. Area geotermal Taman Nasional Yellowstone
terdiri dari beberapa contoh baik mudpot dan paint pot, kita dapat
jumpai juga di beberapa area di Iceland dan New Zealand.
II.5.5. Alterasi HidrotermalAlterasi berkaitan erat dengan
sistem magmatik dinamis (temperatur tinggi) antara lain seperti :1.
Proses kimia dan fisika yang mempengaruhi komposisi air meteorik
ketika menuju reservoar.2. Air geotermal yang menuju permukaan
melalui up flow zone3. Proses kimia yang paling utama adalah
disolusi dan presipitasi mineral.4. Proses fisika yang paling
dominan adalah boiling, conductive cooling dan mixing.
Urutan reaksi yang terjadi ketika alterasi adalah :1. Disolusi
isokimia dari material batuan saat kontak dengan fluida panas yang
menuju permukaan.2. Rekristalisasi batuan primerJenis-jenis
alterasi yang umum dijumpai pada lapangan geotermal adalah :1.
Propylitic AlterationBiasanya terjadi bersamaan ketika air meteorik
menuju ke reservoar dalam sistem hidrotermal. Dicirikan dengan
penambahan unsur H2O dan CO2, unsur S di beberapa area, dan tanpa
metasomatisme unsur H. Air meteorik ketika memasuki sistem
hidrotermal pada recharge zone akan terpanaskan dan menuju ke bawah
sekaligus mengalami metasomatisme Na-Mg-Ca.Mineral potassium
seperti K-feldspar mikrolin (KAlSi3O8) lebih dahulu hancur ketika
mengalami kontak dengan larutan yang menuju ke bawah. Sehingga
hanya terbentuk larutan yang mengandung Albit (NaAlSi3O8), Klorit
((MgFeAl)6(AlSi)4O10(OH)8) dan epidot (Ca2FeAl2Si3O12(OH)).2.
Argillic AlterationAlterasi argilik dicirikan dengan pembentukan
mineral lempung karena metasomatisme unsur H yang sangat intensif
(acid leaching). Terjadi dalam sistem hidrotermaldi dua lokasi,
yaitu di reservoar yang terletak pada zona netralisasi primer dan
di batas zona up flow yabg terletak diantara zona netralisasi
sekunder.3. Potassic AlterationDisebut juga metasomatisme unsur K,
yaitu reaksi pertukaran feldspar, khususnya unsur K oleh Na atau Na
oleh K. Kedua tipe pertukaran tersebut berkombinasi atau terjadi
bersamaan dan disebut metasomatisme alkali, mengakibatkan perubahan
strukrtur feldspar sebelumnya.
4. Phyllic AlterationMerupakan alterasi yang terjadi pada daerah
metasomatisme unsur K dan H secara bersamaan, dan disebut alterasi
phyllic atau serisitic. Alterasi jenis ini lebih banyak dijumpai
dibandingkan beberapa jenis alterasi hidrotermal yang telah
disebutkan, muncul juga pada sistem epitermal masa lampau yang
mengakibatkan endapan sulfida dan gold-quartz yang sangat banyak.
Secara keseluruhan zona alterasi phyllic mengandung kuarsa, serisit
dan pirit yang ditemukan bersama K-feldspar, kaolin, kalsit,
biotit, rutil (TiO2), apatit (Ca5(PO4)3(OH,F,Cl)), dan anhidrit.
Alterasi phyllic akanmenjadi tipe potassic jika jumlah K-feldspar
semakin bertambah, dan menjadi tipe argillic jika jumlah mineral
lempung betambah.5. SilicificationSelama proses hidrotermal
berlangsung kemungkinan terdapat silika dalam fluida yang
bersirkulasi, kemudian terpresipitasi atau tertinggal dalam bentuk
endapan silika seperti ditunjukkan oleh feldspar atau batuan mafik
yang mengalami metasomatisme unsur H.6. SilicationBatuan skarn
adalah contoh hasil silication, yaitu penambahan unsur silika yang
menyebabkan terbentuknya mineral kalsium-silika. Skarn terbentuk
karena adanya kontak antara batuan plutonik dengan batuan karbonat.
Skarn sangatlah penting karena ia merupakan host dari berbagai
macam bijih. Silication juga didefinisikan sebagai penggantian
mineral batuan karbonat dengan mineral silikat, contohnya reaksi
kalsit atau dolomit menjadi wollastonit (CaSiO3) atau diopsit
((CaMg)Si2O6).Selain metasomatisme, faktor penting yang mengontrol
ubahan mineral pada sistem hidrotermal adalah suhu dan pH. Peneliti
lapangan geothermal di Filipina, Jepang, U.S.A, New Zealand serta
penelitian di laboratorium menghasilkan diagram stabilitas mineral
hidrotermal sebagai berikut.
Gambar II.11.Diagram stabilitas mineral hidrotermal
II.5.6. Model Konseptual GeotermalBerikut ini adalah beberapa
model geologi dari suatu sistem geotermal yang tersebar di seluruh
dunia.II.5.6.1. Sistem Vulkanik Hidrotermal
Gambar II.12. Model konseptual sistem vulkanik
hidrotermal(M.P.Hochstein dan P.R.L.Browne, 2000)Model diatas
dibuat berdasarkan sistem lapangan panas bumi Suretimeat (Vanuatu).
Garis putus-putus pada gambar 2.8 menunjukkan batas isothermal
dengan T1 150oC dan T2 350oC. Beberapa fitur-fitur yang ada pada
sistem vulkanik hidrotermal juga ditunjukkan pada gambar, termasuk
manifestasi permukaan dengan karakteristik kimia yang berbeda
(bersifat asam atau netral) tergantung seberapa jauh posisinya dari
heat source yang dalam model ini berupa magma chamber. Selain itu
pada gambar diatas juga terdapat self sealing zone, hal ini
berhubungan dengan alterasi hidrotermal pada batuan yang
menyebabkan perubahan sifat fisik dan kimia dari batuan tersebut
hingga mirip sifatnya dengan mineral lempung yang impermeabel,
sehingga berfungsi sebagai penyekat (seal).II.5.6.2. Sistem Gunung
Api Muda (Andesitic Stratovolcano)
Gambar II.13. Sistem geotermal pada stratovolcano muda(F.Goff
& C.J.Janik, 2000)Pada model diatas reservoar yang dapat
dieksploitasi biasanya terdapat pada horizon 200oC, dengan
kedalaman 1,5 km. Kedalaman intrusi bervariasi mulai 2 10 km di
subsurface. Dimensi lateral dari reservoar dan outflow dapat
melebihi 20 km. Model konseptual ini sesuai dengan kondisi daerah
penelitian di lapangan AAA, karena berada pada busur vulkanik
dengan gunung api berumur quarter.Geotermal sistem seperti yang
telah dibahas sebelumnya terdiri dari heat source, fluida,
reservoar, dan cap rock. Pada lapangan AAA ini heat source
merupakan tubuh magma yang mengintrusi basement dan lapisan batuan
diatasnya. Kedalaman heat source biasanya mencapai kedalaman lebih
dari 5 km dan suhu > 600oC. Heat source ini kemudian akan
memanaskan basement rock sebagai medium perambatan panas secara
konduktif. Basement pada lapangan AAA adalah batuan sedimen berumur
tersier yang termetamorf karena panas dan tekan yang tinggi.
Reservoarnya kemungkinan adalah batuan vulkanik dengan
permeabilitas sekunder karena adanya efek intrusi magma dan
tektonik aktif, yang menyebabkan terbentuknya zona-zona rekahan,
dan air meteorik masuk ke dalamnya dari permukaan melewati patahan
yang dalam. Karena batuan yang memiliki porositas primer seperti
batupasir dan gamping hanya terdapat di basement yang notabene
sudah mengalami metamorfisme.Untuk cap rock tentunya merupakan
batuan impermeable. Pada lapangan AAA ini kemungkinan cap rock nya
adalah batu lempung yang terbentuk karena alterasi tufa batuapung
oleh fluida hidrotermal yang tertransport karena adanya zona-zona
rekahan. Alterasi ini jika terjadi terus menerus akan menyebabkan
terbentuknya mineral lempung, serta penambahan unsur-unsur sulfida
yang berasal dari air magmatik. Peristiwa ini biasa dikenal dengan
istilah self sealing, dan umumnya dijumpai pada lapangan panas bumi
bertipe vulkanik-hidrotermal (M.P. Hochstein & P.R.L. Browne,
2000).
II.5.6.3. Sistem Temperatur Tinggi-Dominasi Air
Gambar II.14.Model konseptual sistem temperatur tinggi-dominasi
air (M.P.Hochstein dan P.R.L.Browne, 2000)Model diatas adalah
sistem geotermal yang berada di bawah kompleks gunung api yang
ter-erosi sebagian. Ditunjukkan adanya zonasi lateral (downstream)
dari manifestasi permukaan. Panas dalam jumlah yang besar
dikeluarkan melalui outflow tersembunyi karena tersekat sebagian
oleh endapan mineral. Heat source pada model ini berupa cooling
pluton. Contoh dari model ini adalah sistem Palinpinon di
Filipina.
II.5.6.4. Sistem Steaming Ground Temperatur Tinggi-Dua Fasa (Uap
dan Cair)
Gambar II.15. Model konseptual temperatur tinggi dua
fasa.(M.P.Hochstein dan P.R.L.Browne, 2000)Reservoar berada di
bawah pusat gunung api yang lebar pada lingkungan yang agak
gersang. Hanya sedikit manifestasi permukaan yang dapat dilihat
pada setting ini. Model ini mirip dengan sistem Olkaria (Kenya) dan
beberapa daerah lain di East African Rift Valley.
II.5.6.5. Sistem Dominasi Uap
Gambar II.16.Model konseptual sistem geotermal dominasi
uap(M.P.Hochstein dan P.R.L.Browne, 2000)Pada model ini reservoar
memiliki lapisan kondensat pada bagian atasnya. Panas yang ada di
reservoar ditransfer keluar permukaan dalam bentuk steam dan
kondensat panas (air bikarbonat). Sumber panasnya berupa cooling
pluton. Model memiliki kemiripan dengan sistem Kamojang (Jawa
Barat, Indonesia).
II.5.6.6. Sistem Dominasi Air pada Daerah Dataran
Gambar II.17.Model Konseptual sistem geotermal dominasi air di
daerah dataran (M.P.Hochstein dan P.R.L.Browne, 2000)
Pada model diatas heat source berupa lapisan ekstensif dari
batuan kerak panas yang mengandung beberapa bagian melting dan host
intrusions. Model konseptual ini mirip dengan sistem Wairakei (new
Zealand).
II.5.6.7. Sistem Heat-Sweep (Forced Convection)
Gambar II.18. Model konseptual sistem heat-sweep (forced
convection)(M.P.Hochstein dan P.R.L.Browne, 2000)Model ini
berdasarkan sistem danau yang ada di Tanzania Utara, Kenya, dan
Ethiopia.
II.5.6.8. Sistem Heat-Sweep (Free Convection)
GambarII.19. Model konseptual sistem heat-sweep (free
convection)(M.P.Hochstein dan P.R.L.Browne, 2000)Pada model ini,
fluida panas dikeluarkan melalui zona patahan yang dalam. Heat
source nya memberikan heat flow lebih tinggi dari heat flow
terrestrial normal. Setting seperti ini dapat terjadi pada daerah
yang jauh dari batas lempeng aktif dan vulkanisme. Model diatas
memeiliki kemiripan dengan sistem Fuzhou di Cina Selatan.
II.5.6.9. Sistem Geotermal Daerah Ekstensional
Gambar II.20. Model konseptual sistem geothermal daerah
ekstensional(F.Goff dan C.J.Janik, 2000)Pada sistem ini terjadi
displacement sangat aktif dan intensif sehingga terdapat banyak
patahan. Jika sistemnya adalah low temperature maka manifestasi
fumarol tidak akan ditemukan.
Berdasarkan asosiasi terhadap tatanan geologinya, sistem panas
bumi di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu :
vulkanik, vulkano tektonik dan Non-vulkanik. Sistem panas bumi
vulkanik adalah sistem panas bumi yang berasosiasi dengan gunungapi
api kuarter yang umumnya terletak pada busur vulkanik kuarter yang
memanjang dari Sumatra, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, sebagian
Maluku dan Sulawesi Utara. Pembentukan sistem panas bumi ini
biasanya tersusun oleh batuan vulkanik menengah (andesit-basaltis)
hingga asam dan umumnya memiliki karakteristik reservoir sekitar
1,5 km dengan temperature reservoir tinggi (~250 - 370C).Pada
daerah vulkanik aktif biasanya memiliki umur batuan yang relatif
muda dengan kondisi temperatur yang sangat tinggi dan kandungan gas
magmatik besar. Ruang antar batuan (permeabilitas) relatif kecil
karena faktor aktivitas tektonik yang belum terlalu dominan dalam
membentuk celah-celah atau rekahan yang intensif sebagai batuan
reservoir. Daerah vulkanik yang tidak aktif biasanya berumur
relatif lebih tua dan telah mengalami aktivitas tektonik yang cukup
kuat untuk membentuk permeabilitas batuan melalui rekahan dan celah
yang intensif. Pada kondisi tersebut biasanya terbentuk temperatur
menengah tinggi dengan konsentrasi gas magmatik yang lebih sedikit.
Sistem vulkanik dapat dikelompokkan lagi menjadi beberapa tipe,
misal : sistem tubuh gunung api strato jika hanya terdiri dari satu
gunung api utama, sistem komplek gunung api jika terdiri dari
beberapa gunung api, sistem kaldera jika sudah terbentuk kaldera
dan sebagainya. Gambar II.21 merupkan contoh tipe sistem komplek
gunung api di lingkungan pulau-pulau kecil seperti Pulau Weh.
Sedangkan gambar II.22 merupakan contoh tipe sistem komplek gunung
api di lingkungan pulau-pulau besar seperti di Pulau Jawa. Hal ini
untuk menunjukkan bahwa tipe yang sama akan memberikan potensi yang
jauh berbeda jika lingkungannya berbeda. Gambar II.23 adalah salah
satu contoh tipe sistem kaldera.Sistem panas bumi vulkano tektonik,
sistem yang berasosisasi antara struktur graben dan kerucut
vulkanik, umumnya ditemukan di daerah Sumatera pada jalur sistem
sesar sumatera (Sesar Semangko). Contoh disini ditunjukkan pada
gambar II.24. Sistem panas bumi Non vulkanik adalah sistem panas
bumi yang tidak berkaitan langsung dengan vulkanisme dan umumnya
berada di luar jalur vulkanik Kuarter (Gambar II.25). Lingkungan
non-vulkanik di Indonesia bagian barat pada umumnya tersebar di
bagian timur sundaland (paparan sunda) karena pada daerah tersebut
didominasi oleh batuan yang merupakan penyusun kerak benua Asia
seperti batuan metamorf dan sedimen. Di Indonesia bagian timur
lingkungan non-vulkanik berada di daerah lengan dan kaki Sulawesi
serta daerah kepulauan Maluku hingga Irian didominasi oleh batuan
granitik, metamorf dan sedimen laut.
Gambar II.21. Model tentatif sistem panas bumi Jaboi, Aceh.
Merupakan contoh tipe sistem panas bumi komplek vulkanik di pulau
kecil (Badan Geologi, 2006)
Gambar II.22. Model hidrotermal lapangan Awibengkok, komplek
gunung Salak. Merupakan contoh tipe sistem panas bumi komplek
vulkanik di pulau besar (CGI, 2002)
Gambar II.23. Model sistem panas bumi dan fasilitas produksi
Darajat, kabupaten Garut. Merupakan contoh tipe sistem panas bumi
kaldera (CGI, 1998)
Gambar II.24. Model sistem panas bumi Bonjol, Sumatra Barat.
Merupakan contoh tipe sistem panas bumi volcano-tektonik:
graben-kerucut vulkanik (BGI, 2007)
Gambar II.25. Model tentatif panas bumi Wapsalit, Buru.
Merupakan contoh tipe sistem panas bumi non-vulkanik (Badan
Geologi, 2007)
Pengelompokan sistem ini juga akan memberikan gambaran atau
estimasi awal besarnya potensi energinya. Sistem komplek gunung api
dan sistem kaldera, karena telah mengalami proses geologi yang
panjang dan lama, memungkinkan potensi energinya akan jauh lebih
besar dibandingkan dengan sistem tubuh gunung api tunggal.
Perkiraan awal mengenai besar potensi panas bumi suatu daerah
berdasarkan lingkungan geologinya dapat menjadi panduan dalam
menentukan prioritas penyelidikan pendahuluan panas bumi oleh
Pemerintah, dalam hal ini Badan Geologi. Tabel 4 memberikan
gambaran tentang berbagai sistem panas bumi tersebut dan perkiraan
awal potensi energinya.
Tabel 3. Hubungan antara tipe tistem panasbumi di Indonesia dan
estimasi awal potensi energinya (Badan Geologi, 2009)
II.4. Potensi Geotermal di IndonesiaDari hasil survey geologi,
Indonesia merupakan negara dengan potensi paling besar di dunia
yakni mencapai 27.000 Mega Watt (MW) atau setara dengan 40 %
cadangan dunia. Dari potensi sebesar itu, baru 1194 MW yang
termanfaatkan. Indonesia memiliki potensi sebesar itu sebab
Indonesia termasuk dalam jalur gunung berapi aktif dunia atau biasa
dikenal dengan Ring of Fire. Potensinya tersebar di seluruh
kepulauan nusantara, terutama daerah yang dilalui oleh jalur
tersebut, yaitu Sulawesi Utara, Nusa Tenggara, Jawa dan Sumatera
(Kompasiana.com, posting: 7 Juli 2012 jam 12:00).Sekitar 80% lokasi
panas bumi di Indonesia berasosasi dengan sistem vulkanik aktif
seperti Sumatra (81 lokasi), Jawa (71 lokasi), Bali dan Nusa
Tenggara (27 lokasi), Maluku (15 lokasi), dan terutama Sulawesi
Utara (7 lokasi). Sedangkan yang berada di lingkungan non vulkanik
aktif yaitu di Sulawesi (43 lokasi), Bangka Belitung (3 lokasi),
Kalimantan (3 lokasi), dan Papua (2 lokasi).
Gambar II.26. Peta distribusi lokasi dan wilayah kerja
pertambangan panas bumi di Indonesia (Direktorat Inventarisasi SDM,
2004)Dari 252 lokasi panas bumi yang ada, hanya 31% yang telah
disurvei secara rinci dan didapatkan potensi cadangan. Di sebagian
besar lokasi terutama yang berada di daerah terpencil masih dalam
status survei pendahuluan sehingga didapatkan potensi sumber daya.
Total potensi panas bumi dari 252 lokasi sebesar 27.357 MWe terdiri
dari sumber daya sebesar 14.007 MWe dan cadangan sebesar 13.350 MWe
(Tabel 3). Data potensi ini merupakan data dari Direktorat
Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) tahun 2004.Apabila ditinjau
dari total potensi yang ada, pemanfaatan energi panas bumi di
Indonesia masih sangat kecil yaitu sekitar 3%. Pemanfaatan ini juga
masih terbatas untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
dengan menghasilkan energi listrik sebesar 807 MWe yang sebagian
besar masih terkonsentrasi di Pulau Jawa (97%). Tujuh lapangan
panas bumi yang telah dimanfaatkan sebagai PLTP terletak di Jawa
Barat (Gunung Salak 330 MWe, Wayang Windu 110 MWe, Kamojang 140
Mwe, dan Darajat 145 MWe), Jawa Tengah (Dieng 60 MWe), Sumatra
Utara (Sibayak 2 MWe) dan Sulawesi Utara (Lahendong 20 MWe).
Tabel 4. Potensi panas bumi Indonesia tahun 2004 (Direktorat
Inventarisasi SDM, 2004)Energi panas bumi di Indonesia sangat
beragam , sehingga selain pemanfaatan tidak langsung (PLTP), dapat
dimanfaatkan secara langsung (direct uses) seperti untuk industri
pertanian (antara lain untuk pengeringan hasil pertanian,
sterilisasi media tanaman, dan budi daya tanaman tertentu).
Dibandingkan dengan negara lain (China, Korea, New Zealand)
pemanfaatan langsung di Indonesia masih sangat terbatas terutama
hanya untuk pariwisata yang umumnya dikelola oleh daerah setempat.
Untuk mengembangkan pemanfaatan energi panas bumi secara langsung
di Indonesia masih diperlukan riset dan kajian lebih lanjut.