1 TINGKAT RISIKO KESEHATAN PAJANAN NO 2 , SO 2 , TSP DAN Pb SERTA OPSI-OPSI PENGELOLAANNYA PADA POPULASI BERISIKO DI KAWASAN PERKANTORAN KUNINGAN PROVINSI DKI JAKARTA Jenny Rotua Batubara dan Abdur Rahman. Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia E-mail: [email protected]Abstrak Pencemaran udara dewasa ini telah memberikan kontribusi terhadap meningkatnya levels of exposure terhadap kejadian penyakit di daerah perkotaan. Pemantauan udara ambien oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup DKI Jakarta menunjukkan kenaikan konsentrasi SO 2 , NO 2 , TSP dan Pb dalam 5 tahun terakhir di kawasan perkantoran Kuningan walaupun masih berada di bawah baku mutu nasional kecuali parameter TSP 314 μg/m 3 telah melebihi baku mutu daerah Provinsi DKI Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah mengestimasi besar risiko pajanan SO 2 , NO 2 , TSP dan Pb menggunakan pendekatan observasional analitik dengan menggunakan studi Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan. Populasi berisiko berjumlah 49 orang dengan tiga segmen populasi yaitu satpam, tukang ojek dan pedagang diambil dengan kriteria minimal 1 tahun yang telah beraktivitas di sekitar lokasi Stasiun Pemantau Kualitas Udara dengan jangkauan 500 meter. Hasil penelitian menunjukkan Risk Quotient (RQ) pada semua segmen populasi memiliki RQ <1 untuk pajanan realtime dan RQ >1 untuk pajanan sepanjang hayat pada populasi satpam. Berbeda dengan SO 2 pajanan sepanjang hayat menunjukkan RQ >1 pada semua segmen populasi memiliki rata-rata umr saat ini 37 tahun. Untuk pengelolaan risiko pada RQ >1 populasi satpam yang mewakili pajanan 18 jam/hari memiliki waktu pajanan aman 14 jam/hari dengan durasi aman 14 tahun. Sedangkan waktu pajanan aman untuk populasi ojek dan pedagang adalah 15 jam/hari dengan frekuensi aman 299 hari/tahun. Konsentrasi SO 2 dan NO 2 pada lokasi studi memiliki probabilitas lebih besar untuk berisiko terhadap kesehatan dari nilai RQ >1 dibanding konsentrasi TSP dan Pb dalam media lingkungan pada semua segmen populasi. Health Risk Assessment and Management Among Populations at Risk from NO2, SO2, TSP and Pb Exposure in The Office Region Kuningan Provinsi DKI Jakarta Abstract Current polluted air has impacted to the increased levels of exposure disease incident in urban areas. Ambient air monitoring by Badan Pengelola Lingkungan Hidup DKI Jakarta has showed an increasing concentrations of SO 2 , NO 2, TSP and Pb for the last 5 years in Kuningan, although its concentrations was below the national quality standards but some found that TSP was exceeded above 230 μg/m 3 . The purpose of this study is to estimate the risk quotient of SO 2 , NO 2, TSP and Pb using Health Risk Assessment study. High-risk population based on one year minimum exposure with 500 meters range from Air Quality Monitoring Station was found by total 49 people. Result showed that securites are at risk for noncancer effects of health with Risk Quotient (RQ) >1 for lifetime exposure. Other found that SO 2 known at risk with RQ>1 to all of the population and only relevant during 14 years of exposure while the concentration of TSP and Pb showed there are no risk of health Tingkat risiko…, Jenny R Batubara, FKM UI, 2014
20
Embed
TINGKAT RISIKO KESEHATAN PAJANAN NO2, SO2, TSP DAN Pb ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
TINGKAT RISIKO KESEHATAN PAJANAN NO2, SO2, TSP DAN Pb SERTA OPSI-OPSI PENGELOLAANNYA PADA POPULASI BERISIKO
DI KAWASAN PERKANTORAN KUNINGAN PROVINSI DKI JAKARTA
Jenny Rotua Batubara dan Abdur Rahman.
Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
Pencemaran udara dewasa ini telah memberikan kontribusi terhadap meningkatnya levels of exposure terhadap kejadian penyakit di daerah perkotaan. Pemantauan udara ambien oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup DKI Jakarta menunjukkan kenaikan konsentrasi SO2, NO2, TSP dan Pb dalam 5 tahun terakhir di kawasan perkantoran Kuningan walaupun masih berada di bawah baku mutu nasional kecuali parameter TSP 314 µg/m3 telah melebihi baku mutu daerah Provinsi DKI Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah mengestimasi besar risiko pajanan SO2, NO2, TSP dan Pb menggunakan pendekatan observasional analitik dengan menggunakan studi Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan. Populasi berisiko berjumlah 49 orang dengan tiga segmen populasi yaitu satpam, tukang ojek dan pedagang diambil dengan kriteria minimal 1 tahun yang telah beraktivitas di sekitar lokasi Stasiun Pemantau Kualitas Udara dengan jangkauan 500 meter. Hasil penelitian menunjukkan Risk Quotient (RQ) pada semua segmen populasi memiliki RQ <1 untuk pajanan realtime dan RQ >1 untuk pajanan sepanjang hayat pada populasi satpam. Berbeda dengan SO2 pajanan sepanjang hayat menunjukkan RQ >1 pada semua segmen populasi memiliki rata-rata umr saat ini 37 tahun. Untuk pengelolaan risiko pada RQ >1 populasi satpam yang mewakili pajanan 18 jam/hari memiliki waktu pajanan aman 14 jam/hari dengan durasi aman 14 tahun. Sedangkan waktu pajanan aman untuk populasi ojek dan pedagang adalah 15 jam/hari dengan frekuensi aman 299 hari/tahun. Konsentrasi SO2 dan NO2 pada lokasi studi memiliki probabilitas lebih besar untuk berisiko terhadap kesehatan dari nilai RQ >1 dibanding konsentrasi TSP dan Pb dalam media lingkungan pada semua segmen populasi.
Health Risk Assessment and Management Among Populations at Risk from NO2, SO2, TSP and Pb Exposure in The Office Region Kuningan Provinsi DKI Jakarta
Abstract
Current polluted air has impacted to the increased levels of exposure disease incident in urban areas. Ambient air monitoring by Badan Pengelola Lingkungan Hidup DKI Jakarta has showed an increasing concentrations of SO2, NO2, TSP and Pb for the last 5 years in Kuningan, although its concentrations was below the national quality standards but some found that TSP was exceeded above 230 µg/m3. The purpose of this study is to estimate the risk quotient of SO2, NO2, TSP and Pb using Health Risk Assessment study. High-risk population based on one year minimum exposure with 500 meters range from Air Quality Monitoring Station was found by total 49 people. Result showed that securites are at risk for noncancer effects of health with Risk Quotient (RQ) >1 for lifetime exposure. Other found that SO2 known at risk with RQ>1 to all of the population and only relevant during 14 years of exposure while the concentration of TSP and Pb showed there are no risk of health
Tingkat risiko…, Jenny R Batubara, FKM UI, 2014
2
effects over the next 30 years. To manage health risk of RQ>1 the securities are should reducing time of exposure from 18 hours/day to 14 hours/day while motorcycle taxy and hawker should calculated 15 hours/day of time with total frequency 299 days/year. This study estimated the concentration of SO2 with 106 µg/m3 and NO2 with 430 µg/m3 should increasing an adversely noncarcinogenic of human health effect such as respiratory system diordes towards security, motorcycle taxi and hawker in Kuningan.
Keywords:
Air Polluttion, Health Risk Analysis; NO2; Pb; SO2; TSP.
Pendahuluan
Wardhana (2010) mengemukakan bahwa aktivitas internal bumi dan aktivitas manusia
bersumber transportasi, industri, pembuagan sampah dan pembakaran stasioner menimbulkan
dampak terhadap lingkungan seperti pencemaran udara dan pemanasan global. Provinsi DKI
Jakarta sebagai pusat kegiatan dan pesatnya pembangunan berbagai sektor mengakibatkan
penambahan beban lingkungan dan tidak seimbangnya dengan daya dukung lahan. Laju
pertambahan kendaraan setiap tahun di DKI Jakarta mencapai 10 persen sedangkan
pertambahan jalan hanya sebesar 1,4 persen (BPLHD, 2012).
Hasil penelitian yang dilakukan United States Environmental Protection Agency (US-
EPA) dan Kementerian Lingkungan Hidup mencatat sekitar lima juta penduduk Indonesia
menderita penyakit yang terkait dengan pencemaran udara atau 57,8 persen penduduk
Indonesia mengalami penyakit akibat pencemaran udara. (KemenLH, 2010).
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2004 menemukan bahwa ISPA menduduki
peringkat pertama dari 10 penyakit terbanyak di Indonesia. Sedangkan data Profil Kesehatan
Jakarta tahun 2012 menunjukkan sekitar 46 persen penyakit masyarakat bersumber dari
pencemaran udara antara lain gejala pernapasan 43 persen, iritasi mata 1,7 persen dan asthma
1,4 persen. Period prevalence ISPA tahun 2013 di Indonesia adalah 25 persen tidak berbeda
dengan tahun 2007 dan DKI Jakarta masih termasuk 10 provinsi dengan prevalensi yang
tinggi. Untuk pneumonia, DKI Jakarta merupakan provinsi ketujuh yang memiliki prevalensi
tinggi diatas period prevalence pneumonia di Indonesia tahun 2013 yaitu 1,80 persen.
Sedangkan prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB Paru oleh tenaga kesehatan
tahun 2007 dan 2013 tidak berbeda (0,4%) dan provinsi dengan TB tertinggi adalah Jawa
Barat, Papua dan DKI Jakarta. (Riskesdas, 2013).
Dalam beberapa tahun terakhir studi tentang pencemaran udara banyak dilakukan
secara epidemiologis dan hanya ada beberapa studi mengenai Analisis Risiko Kesehatan
Tingkat risiko…, Jenny R Batubara, FKM UI, 2014
3
Lingkungan (ARKL) terkait pencemaran udara di DKI Jakarta dengan area industri, terminal
serta pemukiman dan belum ada yang melakukan studi di area perkantoran. Maharani (2013)
membandingkan tingkat risiko kesehatan di wilayah industri Pulogadung dengan wilayah
pemukiman Tebet dan menemukan bahwa nilai RQ pada masyarakat masih berada di bawah
ambang batas atau relatif aman. Studi-studi lainnya, Listanti (2007) meneliti pajanan lifetime
NO2 pada populasi pedagang di Terminal Bis Pasar Senen memiliki tingkat risiko diatas 1.
Sedangkan studi untuk road site pernah dilakukan oleh Wardani (2012) tentang perbedaan
tingkat risiko pajanan PM10, SO2 dan NO2 pada hari kerja, hari libur dan hari bebas kendaraan
bermotor di Bundaran Hotel Indonesia (HI) Jakarta menemukan bahwa adanya perbedaan
bermakna konsentrasi SO2 pada hari libur dengan hari kerja dan Sukadi (2014) menemukan
bahwa tingkat risiko pajanan lifetime PM10 pada tukang ojek, pedagang dan satpam di Kelapa
Gading berisiko menimbulkan efek nonkarsinogenik kesehatan. Studi ARKL yang dilakukan
saat ini masih kebanyakan pada wilayah industri, terminal dan pemukiman, sehingga
penelitian ini mengambil wilayah perkantoran di Kuningan sebagai pemusatan kegiatan
perekonomian dan merupakan salah satu wilayah ‘segitiga emas’ Kota Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besaran risiko kesehatan (RQ) SO2, NO2,
TSP dan Pb terhadap populasi berisiko di kawasan perkantoran Kuningan, DKI Jakarta dan
merumuskan pengelolaan risikonya.
Tinjauan Teoritis
Golongan pencemar udara dapat dibedakan ke dalam senyawa primer dan sekunder.
Senyawa pencemar primer adalah golongan senyawa-senyawa yang memiliki daya untuk
mematikan sejak dari sumber. Golongan senyawa sekunder adalah golongan senyawa-
senyawa yang dihasilkan oleh reaksi senyawa primer dan memiliki daya yang mematikan
sesudah reaksi itu berlangsung. Pencemaran udara yang merupakan akibat dari kegiatan
manusia dibangkitkan oleh enam sumber utama yaitu pengangkutan, kegiatan rumah tangga,
pembangkitan daya yang menggunakan bahan bakar minyak atau batubara, pembakaran
sampah, pembakaran sisa pertanian dan kebakaran hutan, dan pembakaran bahan bakar dari
emisi proses. (Kusnoputranto, 1995).
A. Sulfur Dioksida (SO2)
Pencemaran SOx menimbulkan dampak terhadap manusia dan hewan, kerusakan pada
tanaman terjadi pada kadar sebesar 0,5 ppm. Pengaruh utama polutan Sox terhadap
manusia adalah iritasi sistem pernafasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi
Tingkat risiko…, Jenny R Batubara, FKM UI, 2014
4
tenggorokan terjadi pada kadar SO2 sebesar 5 ppm atau lebih bahkan pada beberapa
individu yang sensitif iritasi terjadi pada kadar 1-2 ppm (Depkes RI, 1999).
B. Nitrogen Dioksida (NO2)
Oksida nitrogen seperti NO dan NO2 berbahaya bagi manusia. Penelitian menunjukkan
bahwa NO2 empat kali lebih beracun daripada NO. NO dapat mengalami oksidasi menjadi
NO2 yang bersifat racun. Pemajanan NO2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit terhadap
manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernafas (Depkes RI, 1999).
C. Total Suspended Particulate (TSP)
Sistem pernafasan mempunyai beberapa sistem pertahanan yang mencegah masuknya
partikulat-partikulat, baik berbentuk padat maupun cair, ke dalam paru-paru. Faktor yang
paling berpengaruh terhadap sistem pernafasan terutama adalah ukuran partikulat, karena
ukuran partikulat yangmenentukan seberapa jauh penetrasi partikulat ke dalam sistem
pernafasan (Depkes RI, 1999). Partikulat yang berukuran diameter kurang dari 0,5 mikron
dapat mencapai dan tinggal di dalam alveoli. Pembersihan partikulat-partikulat yang sangat
kecil tersebut dari alveoli sangat lambat dan tidak sempurna dibandingkan dengan di dalam
saluran yang lebih besar. Beberapa partikulat yang tetap tertinggal di dalam alveoli dapat
terabsorpsi ke dalam darah. (BPLHD Jawa Barat, 2009).
Penelitian ini menggunakan studi Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan yang pada
dasarnya mengenal empat langkah, yaitu :
1. Identifikasi Bahaya
Informasi identifikasi bahaya bisa ditelusuri dari sumber dan penggunaan risk agent me-
makai pendekatan agent dengan mengamati gejala dan penyakit yang berhubungan dengan
tosksitas risk agent di masyarakat yang telah terkumpul dalam studi-studi sebelumnya,
baik di wilayah kajian atau di tempat-tempat lain. (Rahman, 2007).
2. Analisis Dosis Respon
Dosis referensi adalah toksisitas kuantitatif nonkarsinogenik, menyatakan estimasi dosis
pajanan ha-rian yang diprakirakan tidak menimbulkan efek merugikan kesehatan meskipun
pajanan berlanjut sepanjang hayat (IPCS 2004). Dosis referensi dibedakan untuk pajanan
inhalasi (udara) yang disebut Reference Concentration (RfC). Dosis respon dapat dilihat di
Integrated Risk Information System dari US-EPA (IRIS 2007) yang tersedia di
http://www.epa.gov/iris dan pangkalan data TOXNET di http://www.nlm/ yang lebih besar
daripada IRIS. (Louvar and Louvar 1998).
Tingkat risiko…, Jenny R Batubara, FKM UI, 2014
5
3. Analisis Pemajanan
Analisis pemajanan, atau exposure assessment yang disebut juga penilaian kontak,
bertujuan untuk mengenali jalur-jalur pajanan risk agent agar jumlah asupan yang diterima
in-dividu dalam populasi berisiko bisa dihitung. Data dan informasi yang dibutuhkan untuk
menghitung asupan adalah semua variabel (ATSDR 2005; Louvar and Louvar 1998 dalam
Rahman, 2007).
I = Asupan (intake), mg/kg/hari
C = Konsentrasi risk agent, mg/M3 (medium udara) dan g/hari (medium air)
R = Laju asupan atau konsumsi, M3/jam (inhalasi) dan L/h (air), g/hari (makanan)
tE = Waktu pajanan, jam/hari
fE = Frekuensi pajanan, hari/tahun
Dt = Durasi pajanan, tahun (real time atau proyeksi, 30 tahun default residensial)
Wb = Berat badan, kg
tavg =Perioda waktu rata-rata (Dt x 365 hari/tahun untuk zat karninogen, 70 x
365 hari/tahun untuk zat karsinogen)
4. Karakterisasi Risiko
Karakteristik risiko kesehatan dinyatakan sebagai Risk Quotient (RQ, Tingkat Risiko)