1 WP/ 3 /2013 Working Paper TINGKAT PERSAINGAN DAN EFISIENSI INTERMEDIASI PERBANKAN INDONESIA Januar Hafidz, Rieska Indah Astuti Desember, 2013
1
WP/ 3 /2013
Working Paper
TINGKAT PERSAINGAN DAN EFISIENSI
INTERMEDIASI PERBANKAN INDONESIA
Januar Hafidz, Rieska Indah Astuti
Desember, 2013
1
Tingkat Persaingan dan Efisiensi Intermediasi Perbankan
Indonesia
Januar Hafidz, Rieska Indah Astuti1
ABSTRAK
Industri perbankan masih memegang peranan terbesar dalam sistem keuangan Indonesia dengan pangsa 75% pada akhir 2012. Oleh karena itu, sektor perbankan harus dapat beroperasi secara efisien, sehat, dan stabil untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Tingkat efisiensi bank dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah tingkat persaingan. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk menganalisis perkembangan tingkat persaingan dan efisiensi perbankan Indonesia serta hubungan antara keduanya. Metode Herfindahl Hirschman Index (HHI), Concentration Ratio (CR), Indeks Panzar Rosse, dan indikator Boone menunjukkan bahwa tingkat persaingan perbankan Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Selain itu, tingkat efisiensi perbankan juga mengalami peningkatan dilihat dari tren rasio BOPO serta nilai efisiensi yang dihasilkan dari metode Data Envelopment Analysis (DEA) dan Stochastic Frontier Analysis (SFA). Analisis hubungan antara kompetisi dan efisiensi yang dilakukan dengan metode Granger Causality Test menunjukkan bahwa “competition-efficiency hypothesis” berlaku pada perbankan Indonesia dengan peningkatan pada persaingan akan mendorong bank untuk semakin beroperasi lebih efisien.
Klasifikasi JEL : C14, G21, G28 Kata Kunci : kompetisi, efisiensi, perbankan umum
2
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri perbankan masih memegang peranan terbesar dalam sistem
keuangan Indonesia dengan pangsa mencapai sekitar 75% pada akhir 2012.
Oleh karena itu, sektor perbankan harus dapat beroperasi secara efisien,
sehat, dan stabil untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan dan lebih merata melalui pembiayan yang mudah, aman, dan
terjangkau. Aspek efisiensi menjadi salah satu faktor penting yang perlu
diperhatikan karena dapat memengaruhi kesinambungan usaha bank.
Selain itu, salah satu tujuan yang diharapkan dari meningkatnya efisiensi
perbankan adalah turunnya suku bunga kredit perbankan sehingga
efisiensi tersebut akan dirasakan dampaknya tidak saja oleh bank, tetapi
juga oleh masyarakat.
Tingkat efisiensi bank dipengaruhi oleh cukup banyak faktor, baik
internal (antara lain aktivitas dan kegiatan usaha bank) maupun eksternal
(antara lain tingkat persaingan dan kondisi perekonomian). Tingkat
persaingan dianggap sebagai salah satu faktor positif dalam memengaruhi
efisiensi, produktivitas, dan inovasi bank. Selain itu, persaingan juga
dianggap sebagai faktor pendorong dalam proses konsolidasi yang
dilakukan oleh perbankan walaupun dapat berdampak pada meningkatnya
konsentrasi perbankan sehingga isu mengenai dampak dari kompetisi
terhadap efisiensi dan kinerja bank terus berlanjut (Amel et al, 2004).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa persaingan antar bank mampu
mempengaruhi kinerja bank, salah satunya berdampak positif terhadap
efisiensi (Casu dan Girardone, 2007, Schaeck dan Čihák, 2008). Oleh
karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai tingkat persaingan bank dan
dampaknya terhadap konsentrasi, efisiensi dan tingkat kesehatan bank.
Kajian ini akan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif
untuk melihat kompetisi dan efisiensi perbankan, serta hubungan di antara
keduanya. Untuk melihat efisiensi perbankan, dilakukan analisis terhadap
laporan neraca dan laba/rugi industri perbankan dan kelompok bank yang
3
antara lain ditujukan untuk mengidentifikasi sumber dan penggunaan dana
perbankan, serta struktur/komponen pendapatan operasional dan beban
operasional perbankan. Kajian ini juga menganalisis beberapa rasio untuk
melihat efisiensi perbankan, yaitu rasio BOPO, Cost to Income Ratio (CIR),
dan NIM. Untuk mengidentifikasi tingkat persaingan/kompetisi perbankan
dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu struktural dan nonstruktural.
Pendekatan struktural menggunakan metode Herfindahl–Hirschman Index
(HHI) dan Concentration Ratio (CR) untuk mengidentifikasi tingkat
konsentrasi usaha bank umum. Sementara itu, untuk pendekatan
nonstruktural dipergunakan (i) metode Panzar Rosse untuk melihat
struktur persaingan dan (ii) metode Boone Indicator untuk mengetahui
indeks persaingan.
Adapun untuk melihat tingkat efisiensi perbankan dipergunakan
metode Stochastic Frontier Analysis (SFA) dan Data Envelopment Analysis
(DEA). Selanjutnya, untuk melihat hubungan antara kompetisi dan efisiensi
di perbankan Indonesia, akan dilakukan Granger Causality Test antara
tingkat kompetisi (menggunakan Boone Indicator) dan tingkat efisiensi
(menggunakan DEA).
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang, kajian ini disusun dengan tujuan
sebagai berikut:
1) mengidentifikasi tingkat persaingan/ kompetisi perbankan;
2) mengidentifikasi tingkat efisiensi perbankan; dan
3) menganalisis hubungan antara tingkat persaingan dengan tingkat
efisiensi perbankan.
Hasil penelitian ini diharapkan akan mendukung Bank Indonesia dalam
mengambil kebijakan yang berhubungan dengan tingkat persaingan dan
efisiensi perbankan di Indonesia.
1.3 Batasan Penelitian
Berdasarkan teori, terdapat beberapa pendekatan yang dapat
dipergunakan untuk melihat efisiensi perbankan, yakni antara lain dari sisi
4
laba, struktur biaya dan faktor input/output. Namun, dalam kajian ini
efisiensi yang dimaksud adalah efisiensi intermediasi dari sisi biaya.
1.4 Skema Penulisan
Adapun organisasi dari penulisan adalah sebagai berikut. Bab 1
menjelaskan latar belakang, tujuan, dan batasan penelitian. Bab 2 berisi
tinjauan literatur. Bab 3 berisi analisis kualitatif serta analisis rasio,
neraca, dan laba/rugi mengenai tingkat persaingan dan efisiensi
perbankan. Selanjutnya, bab 4 akan menguraikan analisis kuantitatif
untuk mengidentifkasi tingkat persaingan dan efisiensi perbankan, serta
hubungan di antaranya, dan dilengkapi dengan kebijakan Bank Indonesia
terkait dengan upaya Bank Indonesia dalam mendorong tingkat persaingan
yang sehat dan tingkat efisiensi perbankan yang lebih baik. Sebagai
penutup, bab 5 akan memaparkan kesimpulan dan rekomendasi terkait
dengan tingkat persaingan dan efisiensi perbankan.
5
II. TINJAUAN LITERATUR
Kompetisi adalah saling mengatasi dan berjuang antara dua individu
atau beberapa kelompok untuk memperebutkan objek yang sama (Chaplin,
1999). Kompetisi sering dikaitkan dengan kekuatan pasar (market power)
meskipun sebenarnya kedua hal ini berbeda. Market power mengacu pada
perilaku perusahaan secara individual dalam mengatur strategi harga,
sementara persaingan lebih berkaitan dengan interaksi anggota pasar atau
lebih bersifat agregat (de Rozas, 2007).
Berkaitan dengan kompetisi, terdapat dua jenis pasar, yaitu pasar
kompetisi sempurna dan pasar kompetisi tidak sempurna. Pasar kompetisi
sempurna, memiliki ciri adanya banyak penjual dan pembeli, serta harga
yang ditentukan oleh kekuatan pasar. Kondisi yang berlaku dalam pasar ini
adalah para pelaku pasar bebas untuk keluar atau masuk pasar, jenis
barang homogen, serta tidak adanya biaya transaksi maupun biaya
transportasi. Sementara itu, pasar kompetisi tidak sempurna merupakan
semua jenis pasar yang sifatnya berlawanan dengan kompetisi sempurna,
yaitu monopoli dan monopsoni, oligopoli, dan kompetisi monopolistik.
Pada industri perbankan, perhitungan tingkat kompetisi merupakan
hal yang penting. Persaingan antarbank bisa terjadi karena perebutan
sumber daya yang produktif, misalnya pada deposito, tabungan, dan
penyaluran kredit yang merupakan sumber pendapatan. Kompetisi
nonharga antarbank dapat berbentuk hadiah atau promosi yang ditujukan
untuk merangkul nasabah sebanyak-banyaknya. Selain itu, kompetisi juga
dapat berbentuk produk dan jenis layanan baru yang didukung oleh
perkembangan teknologi yang mampu menekan biaya produksi dan
distribusi. Adapun karakteristik bank yang berbeda dengan perusahaan
nonbank pada umumnya, serta peranan penting bank dalam
perekonomian, menyebabkan banyaknya penelitian mengenai tingkat
kompetisi yang dilakukan dengan menggunakan data perbankan.
Di Indonesia, industri perbankan mengalami perkembangan dan
perubahan struktural sejak diperkenalkannya paket deregulasi pada bulan
6
Oktober 1988 oleh pemerintah. Melalui kebijakan tersebut, pemerintah
memberikan liberalisasi atau kelonggaran izin pendirian bank. Akibatnya,
jumlah bank di Indonesia mengalami peningkatan signifikan menjadi 111
bank pada tahun 1988 dan mencapai puncaknya hingga 240 bank pada
tahun 1994 (Enoch et al, 2001). Perubahan struktural kembali terjadi
akibat krisis ekonomi 1997. Jumlah bank di Indonesia berkurang seiring
dilakukannya merger terhadap bank-bank pemerintah dan likuidasi
terhadap 23 bank. Selanjutnya, melalui Arsitektur Perbankan Indonesia
(API) yang dikenalkan pada tahun 2004, Bank Indonesia selaku otoritas
perbankan kembali berupaya mendorong terciptanya struktur pasar
perbankan yang sehat, antara lain melalui proses merger dan konsolidasi.
Saat ini, jumlah bank umum di Indonesia mencapai 120 bank2. Beberapa
penelitian telah dilakukan untuk mengetahui tingkat kompetisi perbankan
di Indonesia, di antaranya Claessen dan Laeven (2004) yang mengestimasi
tingkat kompetisi di 50 negara termasuk Indonesia dengan menggunakan
metode Panzar-Rosse dalam rentang waktu tahun 1994--2001. Dari
penelitian tersebut, disebutkan struktur industri perbankan Indonesia
tergolong dalam kategori monopolistic competition. Hasil penelitian ini
didukung oleh Setyowati (2004) yang menemukan bahwa situasi perbankan
Indonesia secara keseluruhan adalah kompetisi monopolistik. Selain itu,
Mulyaningsih dan Daly (2011) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa
dalam kurun waktu 2001--2009, perbankan di Indonesia terkonsentrasi
pada bank-bank besar. Bank tersebut bekerja di pasar yang kurang
kompetitif jika dibandingkan dengan bank-bank kecil, serta memiliki
kekuatan monopoli yang memungkinkan mereka untuk berperilaku
monopolis atau oligopolis. Penemuan ini didukung oleh hasil penelitian
yang menyatakan bahwa pasar yang terkonsentrasi memberikan kontribusi
pada lingkungan yang kurang kompetitif.
Dalam dekade terakhir, penelitian mengenai tingkat kompetisi
perbankan tidak hanya berhenti sampai teridentifikasinya persaingan.
Dengan diterbitkannya API yang didukung oleh penguatan struktur
permodalan bank-bank, diharapkan perbankan Indonesia menjadi lebih
7
stabil dan mampu berfungsi sebagai lembaga intermediasi. Dalam hal ini,
kompetisi merupakan pondasi utama proses penguatan perbankan nasional
sehingga perubahan tingkat kompetisi antarbank akan mengubah pula
perilaku perbankan dalam melakukan bisnisnya. Oleh karena itu, bahasan
mengenai bagaimana dampak kompetisi terhadap kinerja bank menjadi
topik penelitian yang menarik.
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa pasar perbankan yang
lebih terkonsentrasi dan memiliki tingkat kompetisi yang rendah memiliki
buffer dalam menghadapi kerentanan; ini membuat perbankan lebih stabil.
Pada sisi lain, kondisi seperti ini juga memberikan insentif pengambilan
risiko yang berlebihan (excessive risk taking). Schaeck dan Čihák (2008)
berpendapat bahwa kompetisi antarbank mampu berpengaruh positif
terhadap tingkat kesehatan melalui transmisi efisiensi. Dalam
penelitiannya, Schaeck dan Čihák (2008) melakukan pengujian terhadap
dua hipotesis, yakni The Competition-Efficiency Hypothesis dan The
Competition-Inefficiency Hypothesis. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
hipotesis pertama dapat dibuktikan. Artinya, kompetisi mampu
menstimulasi bank menjadi lebih efisien. Argumen ini didasarkan dari The
Efficient Structure Hypothesis (Demsetz, 1973) yang menyatakan bahwa
semakin tinggi market share, cenderung menciptakan harga yang lebih
tinggi daripada marginal cost. Harga yang tinggi ini identik dengan kondisi
yang kurang efisien. Sebaliknya, tingkat konsentrasi yang rendah akan
menciptakan efisiensi yang lebih baik (telah dibahas sebelumnya bahwa
konsentrasi berkorelasi negatif dengan kompetisi).
Sementara itu, korelasi negatif antara tingkat kompetisi dan efisiensi
berdasarkan The Competition-Inefficiency Hypothesis dapat dijelaskan
sebagai berikut. Pada struktur perbankan dengan tingkat persaingan yang
tinggi, loyalitas nasabah cenderung menurun sehingga hubungan antara
nasabah dan bank menjadi kurang stabil dan lebih bersifat jangka pendek
(Boot dan Schmeits, 2005). Kondisi yang demikian selain dapat memicu
munculnya permasalahan asymmetric information, juga menstimulus bank
agar lebih fokus dan banyak mengeluarkan biaya pada kegiatan yang
bertujuan untuk meningkatkan loyalitas nasabah. Dengan demikian, The
8
Competition - Inefficiency Hypothesis menyimpulkan bahwa kompetisi
berpotensi menimbulkan inefisiensi. Namun, pada penelitian Schaeck dan
Čihák (2008), hipotesis ini tidak terbukti.
Pendapat lain mengenai hubungan antara tingkat persaingan dan
efisiensi bank diungkapkan oleh Casu dan Girardone (2009). Hasil
penelitian mereka menyimpulkan bahwa kondisi inefisien pada industri
perbankan yang kompetitif dapat diartikan sebagai dua hal, yakni bank
sedang struggling dengan tingkat kompetisi yang tinggi atau sebagai sinyal
bahwa bank sedang tereksploitasi dengan peningkatan market power.
Terkait dengan fungsi intermediasi, Schäfer et al, (2005) dalam
penelitiannya mengenai MSE di Kazakhstan menyimpulkan bahwa tingkat
persaingan bank memiliki korelasi positif dengan tingkat pembiayaan bank
terhadap MSE yang diukur melalui volume pemberian kredit baru, tanpa
memengaruhi repayment dicipline. Meskipun demikian, ekspansi pada
tingkat kompetisi yang tinggi berpotensi mengurangi tingkat kehati-hatian
dan dapat mendorong bank melakukan excessive risk taking.
9
III. ANALISIS RASIO, NERACA DAN LABA/RUGI,
SERTA BUNGA
Dalam rangka melengkapi kajian, pada bab ini akan dibahas secara
mendalam mengenai analisis rasio, analisis laporan neraca dan laba/rugi,
serta analisis suku bunga dengan menggunakan data perbankan beberapa
tahun terakhir. Analisis ini diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai kondisi perbankan pada saat ini.
3.1 Analisis Rasio
Rasio BOPO (Beban Operasional-Pendapatan Operasional) dan CIR
(Cost to Income Ratio)
Berdasarkan pendekatan akuntansi (accounting approach), terdapat
dua indiktor yang dapat digunakan untuk melihat efisiensi perbankan,
yaitu (i) rasio antara Beban Operasional dan Pendapatan Operasional
(BOPO) dan (ii) Cost to Income Ratio (CIR). Adapun formula CIR adalah
sebagai berikut:
𝐶𝐼𝑅 = 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑂𝑣𝑒𝑟ℎ𝑒𝑎𝑑
𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ+𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑁𝑜𝑛 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 x 100%
Berikut ini adalah perkembangan rasio BOPO dan CIR menurut
kelompok bank umum di Indonesia.
Tabel 1. Perkembangan Rasio BOPO dan CIR Perbankan (%)
Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa selama lima tahun terakhir
efisiensi industri perbankan dan per kelompok bank telah menunjukkan
10
perbaikan, terutama pada tahun 2012 yang ditandai dengan nilai rasio
BOPO yang cenderung mengalami penurunan. Secara rata-rata, pada
periode 2008--2012, rasio BOPO perbankan tercatat sebesar 84,18%
(terendah pada tahun 2012 sebesar 74,10%). Berdasarkan kelompok
bank, rata-rata terendah BOPO adalah kelompok BPD (75,75%) dan
tertinggi pada kelompok bank Persero (86,59%). Program peningkatan
efisiensi yang dilakukan oleh perbankan, baik yang dipicu oleh
mekanisme pasar (persaingan) maupun regulasi yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia, telah menunjukkan hasil yang cukup baik terutama
pada tahun 2012 dengan rasio BOPO bank-bank domestik lebih rendah
daripada kelompok bank asing dan campuran. Hal ini berarti bahwa
bank-bank domestik lebih efisien jika dibandingkan dengan bank asing
dan campuran.
Tabel 2 menampilkan hasil komprasi rasio BOPO industri perbankan
Indonesia dengan negara ASEAN lain, seperti Malaysia, Filipina, dan
Thailand. Negara dengan rasio BOPO industri perbankan terendah
adalah Thailand, baik secara rata-rata maupun posisi pada tahun 2012.
Indonesia memiliki rata-rata rasio BOPO tertinggi walaupun bukan yang
tertinggi pada tahun 2012.
Tabel 2. Perbandingan Rasio BOPO
Selain rasio BOPO, rasio CIR juga banyak digunakan oleh perbankan
dalam rangka mengukur kinerja efisiensinya. Bagi kalangan perbankan,
penggunaan rasio CIR dianggap lebih akurat daripada BOPO, terutama
jika akan dilakukan komparasi dengan negara lain. Hal ini disebabkan
perhitungan CIR tidak memasukkan beban bunga yang merupakan
cerminan dari suku bunga simpanan perbankan, yang besaran suku
Negara 2008 2009 2010 2011 2012
Indonesia 88.6 86.6 86.1 85.4 74.1
Malaysia 82.8 81.2 80.0 80.3 79.8
Philipina 80.9 76.1 71.3 75.5 72.1
Thailand 70.8 64.9 63.3 69.6 70.0
Sumber: CEIC & Central Bank website,
kecuali Indonesia angka internal
Perbandingan Rasio BOPO
11
bunga simpanannya sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar
kendali bank, antara lain inflasi, kebijakan moneter (BI rate), dan
kebijakan lembaga lain (misalnya LPS rate). Rasio CIR mencerminkan
besarnya biaya overhead yang dikeluarkan oleh bank (biaya yang relatif
dapat dikontrol oleh bank) untuk menghasilkan pendapatan sehingga
rasio ini benar-benar mencerminkan efisiensi operasional bank.
Rasio CIR industri perbankan dan kelompok bank umum di Indonesia
selama kurun waktu 2008 sampai dengan 2012 relatif berfluktuasi,
kecuali untuk kelompok BPD yang cenderung meningkat. Selisih antara
rasio BOPO dan CIR cukup besar, yakni rata-rata sebesar 39,70%. Hal
ini dapat mengindikasikan bahwa porsi beban bunga cukup signifikan di
dalam perhitungan BOPO. Berdasarkan perkembangan CIR tersebut, hal
yang perlu dicermati adalah CIR kelompok bank campuran dan asing
lebih rendah daripada kelompok bank lainnya walaupun rasio BOPO
kedua kelompok bank tersebut tercatat lebih tinggi. Kondisi ini dapat
mengindikasikan beban bunga kedua kelompok bank tersebut lebih
rendah daripada kelompok bank persero, swasta dan BPD yang terkait
erat dengan struktur sumber dana tiap-tiap kelompok bank.
Rasio Net Interest Margin (NIM)
Indiktor lain yang dapat digunakan untuk melihat tingkat efisiensi
perbankan adalah Net Interest Margin (NIM). Adapun formula NIM adalah
sebagai berikut:
𝑁𝐼𝑀 =𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ (𝑁𝐼𝐼)
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓
Net Interest Margin (NIM) memberikan gambaran mengenai kinerja
dari lini bisnis utama bank yang mencerminkan sejauh mana
manajemen mengelola aset yang menghasilkan pendapatan bunga dan
kewajiban yang menghasilkan beban bunga. Dengan demikian,
perhitungan NIM tersebut bukan hanya berasal dari kredit, tetapi juga
dari penempatan dana lainnya yang menghasilkan pendapatan bunga
12
bagi bank walaupun pendapatan bunga kredit merupakan porsi terbesar
dari total pendapatan bunga bank (secara industri sebesar 86,62% per
Desember 2012).
Dari formula NIM dapat diindikasikan bahwa faktor utama yang
menyebabkan NIM perbankan Indonesia relatif tinggi adalah komponen
pendapatan bunga karena pangsanya mencapai 76,75% (Desember
2012) dari pendapatan operasional bank, sedangkan beban bunga
porsinya hanya sebesar 34,63% dari beban operasional bank. Sementara
itu, porsi terbesar aktiva produktif bank adalah kredit yang mencapai
66,44% per Desember 2012.
Tabel 3. Perkembangan Rasio NIM dan ROA (%)
Berdasarkan Tabel 3, NIM industri perbankan cenderung mengalami
penurunan hingga menjadi 5,49% per 2012. Penurunan tersebut
didorong oleh semua kelompok bank. Jika dikaitkan dengan rasio BOPO,
secara umum perubahan BOPO akan memengaruhi NIM yang ketika
nilai BOPO menurun maka NIM akan meningkat atau sebaliknya. Dalam
situasi yang lain, jika NIM dikaitkan dengan kinerja perbankan yang
diproksikan dengan ROA (Return on Asset), ketika nilai ROA cenderung
meningkat, NIM cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa
beban bunga perbankan cenderung meningkat.
Sebagai tambahan, rasio NIM juga menunjukkan kinerja bank dalam
menghasilkan rentabilitas. Bank yang memiliki rasio NIM lebih besar
daripada rata-rata peer group-nya menunjukkan bahwa kondisi bank
tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan rata-rata peer group-nya.
13
3.2 Analisis Laporan Neraca dan Laba/Rugi
Perkembangan Pangsa Total Aset, Kredit, dan DPK Kelompok
Bank Besar
Struktur perbankan Indonesia saat ini dikuasai oleh beberapa bank
besar, baik dari sisi total aset, kredit, maupun DPK, meskipun dalam
beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan yang menurun.
Grafik 1 menampilkan perkembangan tingkat konsentrasi aset, kredit,
dan DPK selama tahun 2010--2012.
Grafik 1. Perkembangan Tingkat Konsentrasi Aset,
DPK dan Kredit Beberapa Bank Besar
Pada Grafik 1, bank dibagi menjadi 3 kelompok besar berdasarkan
total aset, yakni 4 bank terbesar, 10 bank terbesar, dan 14 bank
terbesar, sehingga dapat terlihat bahwa sejak tahun 2010 total aset
cenderung mengalami penurunan pada semua kelompok bank terbesar.
Hal ini mengindikasikan bahwa kelompok bank di luar bank terbesar
mampu bersaing dalam mengakumulasi aset sehingga pangsa total
asetnya meningkat. Dari sisi penyaluran kredit, pangsa kredit kelompok
bank terbesar juga menurun walaupun penurunannya tidak sebesar
14
Pertumbuhan Tahun5 Bank
Terbesar
Bank
Lainnya1)
10 Bank
Terbesar
Bank
Lainnya2)
14 Bank
Terbesar
Bank
Lainnya3)
2011 17.88 24.90 18.69 26.29 18.75 27.90
2012 15.23 18.15 16.05 17.88 16.17 18.02
2011 22.18 26.71 22.38 28.37 24.10 25.57
2012 22.82 23.42 22.78 23.74 22.63 24.33
2011 -7.81 49.66 14.94 27.37 9.80 44.93
2012 42.92 -3.18 16.88 13.94 22.46 1.781) 115 Bank Lainnya
2) 110 Bank Lainnya
3) 106 Bank Lainnya
Pertumbuhan
Kredit (YoY)
Pertumbuhan
DPK (YoY)
Pertumbuhan
Aset (YoY)
total aset. Kondisi ini mencerminkan kelompok bank di luar bank
terbesar mempunyai keunggulan tersendiri dalam menyalurkan kredit
kepada masyarakat dengan berbagai strategi dan kemampuan yang
dimiliki.
Sementara itu, pangsa penghimpunan dana kelompok bank terbesar
cenderung berfluktuasi, yang pada tahun 2012 porsinya lebih rendah
daripada tahun 2010. Hal ini mengindikasikan bahwa kelompok bank di
luar bank terbesar dapat bersaing dengan bank-bank besar dalam
menghimpun dana masyarakat.
Tabel 4 menampilkan komparasi pertumbuhan total aset, kredit, dan
DPK berdasarkan kelompok bank terbesar dengan kelompok bank di
luar bank terbesar tersebut pada tahun 2011--2012.
Tabel 4. Pertumbuhan Total Aset, Kredit dan DPK per Kelompok Bank
Struktur Sumber dan Penggunaan Dana Perbankan
Sumber dana perbankan dapat berasal dari dua belas komponen.
Komponen terbesar adalah dana pihak ketiga (DPK), yang terutama
berasal dari simpanan berjangka (deposito), kecuali pada kelompok bank
Persero yang mempunyai pangsa tabungan dan deposito relatif
berimbang. Struktur dana industri perbankan sudah menunjukkan
perbaikan dengan pangsa giro dan tabungan, secara bertahap sudah
lebih besar dan mahal jika dibandingkan dengan deposito. Hal ini dapat
mengurangi biaya DPK bank seiring dengan tren suku bunga simpanan
yang cenderung turun selama tiga tahun terakhir. Namun, jika dilihat
per kelompok bank, kondisi sebaliknya terjadi pada kelompok bank
15
campuran karena porsi dana mahal lebih tinggi daripada dana murah.
Adapun kelompok bank swasta mengalami peningkatan pangsa dana
murah pada tahun 2012 jika dibandingkan dengan periode sebelumnya
yang pangsa dana mahalnya lebih besar.
Kondisi ini menunjukkan kemampuan perbankan yang semakin
meningkat dalam menghimpun dana murah dari masyarakat yang
mengindikasikan besaran suku bunga tidak lagi menjadi andalan bank
dalam menghimpun dana masyarakat. Namun, bank lebih
mengandalkan kemudahan dan fasilitas yang diberikan oleh bank
seperti jaringan ATM, internet banking, dan keberadaan kantor cabang.
Dengan demikian, ke depan diharapkan dengan turunnya biaya dana
bank dapat mendorong penurunan suku bunga kredit bank.
Komponen terbesar kedua yang menjadi sumber dana perbankan
adalah kewajiban kepada bank lain. Nilai kewajiban kepada bank lain
yang tertinggi adalah pada kelompok bank campuran dan bank asing
yang menandakan bahwa kedua kelompok bank tersebut cukup banyak
menerima simpanan dari bank lain. Komponen berikutnya adalah
pinjaman yang diterima, porsi komponen ini relatif kecil jika
dibandingkan dengan komponen lain dengan rata-rata hanya sebesar
1,94% (industri) dari total sumber dana selama tiga tahun terakhir.
Namun, pada kelompok bank campuran, porsinya cukup signifikan dan
cenderung meningkat. Hal ini mencerminkan bahwa kelompok bank
campuran cukup banyak menerima pinjaman dari bank lain dan pihak
ketiga bukan bank sebagai sumber dananya.
Khusus untuk kelompok bank asing, terdapat satu karakteristik yang
membedakannya dengan kelompok bank lainnya, yaitu sumber dana
yang berasal dari penempatan dana kantor pusat atau kantor cabang
yang melakukan kegiatan operasional di luar Indonesia. Porsinya cukup
signifikan, yakni tercatat sebesar 29,27% pada tahun 2012. Dana
tersebut merupakan sumber dana murah bagi kelompok bank asing
sehingga tidak terlalu agresif dalam menghimpun dana masyarakat.
16
Kondisi ini yang menjadi salah satu penyebab suku bunga kredit
kelompok bank asing relatif lebih rendah daripada kelompok bank
lainnya. Oleh karena itu, ke depan diharapkan bank-bank domestik
dapat meningkatkan porsi dana murahnya agar dapat menurunkan
Harga Pokok Dana untuk Kredit dalam perhitungan suku bunga kredit.
Tabel 5 menunjukkan secara lebih detail mengenai pangsa komponen
sumber dana perbankan per kelompok bank umum selama periode
2010--2012.
Tabel 5. Pangsa Komponen Sumber Dana Perbankan (%)
Dari berbagai sumber dana yang berhasil dihimpun, perbankan
berupaya menempatkan dana tersebut untuk memperoleh pendapatan
dan juga untuk menghindari negatif spread antara beban bunga yang
dibayar dan pendapatan bunga yang diperoleh. Penyaluran kredit
merupakan outlet penempatan dana terbesar bagi perbankan, yakni
rata-rata sebesar 63,57% (industri) selama tiga tahun terakhir dan
menunjukkan tren meningkat (industri dan kelompok bank), kecuali
pada kelompok BPD. Hal ini menunjukkan bahwa bank sangat
mengandalkan sumber pendapatan dari kredit. Dampaknya antara lain
suku bunga kredit agak sulit untuk turun karena akan memengaruhi
pendapatan bunga dari kredit yang merupakan sumber utama
pendapatan bank, kecuali jika bank dapat meningkatkan volume kredit
dan/atau meningkatkan efisiensi. Ke depan, dengan semakin
meningkatnya persaingan dalam penyaluran kredit dan juga ketika
kondisi perekonomian sedang menurun yang menyebabkan permintaan
17
kredit turun, bank harus lebih cermat dalam menempatkan dananya
agar dapat menghasilkan pendapatan yang optimal.
Walaupun suku bunga kredit kelompok bank asing cenderung lebih
rendah daripada kelompok bank lainnya, porsi penempatan dana pada
kreditnya relatif lebih kecil daripada kelompok bank lain, tetapi dengan
tren yang meningkat. Kondisi ini dapat mengindikasikan bahwa
kelompok bank asing tidak terlalu mengandalkan kredit sebagai sumber
pendapatan, tetapi dana yang dimiliki lebih didiversifikasi pada aktiva
produktif lainnya.
Pangsa penempatan dana terbesar selanjutnya adalah penempatan
pada Bank Indonesia, baik industri maupun kelompok bank, kecuali
pada kelompok bank asing yang lebih rendah. Adapun porsi tertinggi
terdapat pada kelompok bank Persero dan BPD. Kondisi ini kurang ideal
karena sebagai lembaga intermediasi seharusnya bank menyalurkan
dananya kepada sektor rill atau pihak yang membutuhkan dana. Selain
itu, pendapatan yang diperoleh dari penempatan di Bank Indonesia
kurang optimal mengingat tingkat bunga yang diberikan relatif rendah
jika dibandingkan dengan aktiva produktif lainnya,walaupun
penempatan tersebut lebih baik dari sisi keamanan dan likuiditas. Ke
depan, dengan semakin ketatnya persaingan dalam menghimpun DPK,
diperkirakan porsi penempatan dana di Bank Indonesia akan menurun
karena dana tersebut lebih digunakan untuk penyaluran kredit kepada
sektor riil.
Surat berharga merupakan outlet terbesar ketiga penempatan dana
perbankan, yakni rata-rata sebesar 12,42% (industri), porsi tertinggi
terdapat pada kelompok bank asing dan Persero, sedangkan terendah
pada kelompok BPD. Tabel 6 menguraikan pangsa penempatan dana
perbankan per kelompok bank selama tahun 2010--2012.
18
2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012
1 Pendapatan Bunga 71.70 76.32 76.75 82.23 79.57 78.42 69.32 82.51 83.80 90.97 91.26 90.49 61.34 53.97 61.18 35.30 35.52 33.90
2 Kenaikan Nilai Surat Berharga 2.42 3.23 2.36 1.08 4.81 3.50 2.83 1.44 1.11 1.08 0.45 0.91 1.99 1.51 1.41 6.30 7.72 5.49
3 Keuntungan Transaksi Valas / Derivatif 13.77 7.71 7.66 2.52 1.96 2.54 16.76 3.07 2.71 0.06 0.19 0.23 24.73 33.85 25.67 45.04 43.30 46.63
4 Dividen / Komisi / Provisi 9.09 8.29 9.08 10.97 8.40 10.07 7.67 8.11 8.49 3.16 2.78 2.46 11.34 10.05 10.88 12.91 12.81 13.68
5 Lainnya 3.03 4.45 4.15 3.19 5.26 5.47 3.42 4.87 3.89 4.73 5.32 5.91 0.60 0.62 0.86 0.45 0.65 0.29
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Proporsi Sumber Pendapatan Operasional Perbankan (%)
No. KomponenIndustri Persero Swasta BPD Campuran Asing
Tabel 6. Pangsa Aktiva Produktif/Penyaluran Dana Perbankan (%)
Struktur Pendapatan Operasional dan Beban Operasional
Pendapatan Operasional dan Pendapatan Bunga Perbankan
Berikut ini adalah proporsi sumber pendapatan operasional
perbankan per kelompok bank umum di Indonesia periode 2010--2012.
Tabel 7. Proporsi Sumber Pendapatan Operasional Perbankan (%)
Berdasarkan Tabel 7 Di atas, pendapatan bunga merupakan sumber
utama pendapatan perbankan, terutama berasal dari kredit
sebagaimana penjelasan sebelumnya. Bahkan, pada kelompok BPD
porsinya sangat signifikan, yakni rata-rata mencapai 90%. Pangsa
pendapatan bunga yang lebih rendah adalah pada kelompok bank
campuran dan asing yang dikompensasi dengan pendapatan yang
berasal dari transaksi valas/derivatif dan fee based yang cukup besar.
Hal ini dapat mengindikasikan kedua kelompok bank tersebut aktif dan
mempunyai kompetensi di dalam transaksi valas dan derivatif, selain
profil nasabahnya yang memang membutuhkan produk/transaksi
tersebut. Sementara itu, pendapatan yang bersumber dari fee based
income masih terbatas tercermin dari porsinya yang relatif rendah. Porsi
19
2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012
1 Dari BI 6.75 8.06 5.07 3.06 4.07 3.29 8.38 10.04 5.77 8.36 9.25 5.78 12.04 8.85 5.23 14.52 20.24 10.70
2 Giro 0.05 0.08 0.06 0.06 0.05 0.05 0.02 0.02 0.01 0.05 0.21 0.14 0.13 0.17 0.08 0.08 0.61 0.51
3 Call Money 1.11 1.09 0.80 0.97 1.21 0.87 0.64 0.57 0.36 2.10 1.86 1.47 2.88 2.73 1.82 2.46 2.09 2.24
4 Deposito 0.40 0.37 0.34 0.01 0.02 0.03 0.20 0.17 0.11 2.74 2.69 2.49 0.05 0.01 0.02 - - -
5 Surat Berharga 9.28 6.76 6.04 13.08 9.11 7.66 7.74 5.95 5.28 2.31 2.06 2.76 6.46 5.72 5.07 9.89 6.01 10.10
6 Kredit 81.39 82.67 86.62 82.13 84.98 87.43 81.83 82.04 87.33 83.99 83.53 85.84 77.38 80.88 86.87 69.48 67.91 74.11
7 Tabungan 0.00 0.00 0.00 0.00 - - 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 - - - - - -
8 Lainnya 1.03 0.97 1.06 0.69 0.57 0.67 1.19 1.21 1.14 0.44 0.39 1.54 1.05 1.63 0.92 3.57 3.14 2.35
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Proporsi Sumber Pendapatan Bunga Perbankan (%)
No. KomponenIndustri Persero Swasta BPD Campuran Asing
tertinggi terdapat pada kelompok bank asing dan campuran yang
mengindikasikan kedua kelompok bank tersebut mampu
mendiversifikasi pendapatan selain kredit sehingga tidak terlalu
tergantung dengan kredit.
Tabel 8. Proporsi Sumber Pendapatan Bunga Perbankan (%)
Tabel 8 menunjukkan bahwa sumber utama pendapatan bunga
perbankan adalah kredit yang porsinya sangat signifikan, yakni rata-rata
sebesar 83,56% (industri). Dari sisi kelompok bank, porsinya rata-rata di
atas 80%, kecuali kelompok bank asing rata-rata sebesar 70%. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa pendapatan bank sangat bergantung
pada kredit sehingga bank harus mencermati dengan baik aktivitas
perkreditannya yang di antaranya dapat dilakukan dengan melihat
kondisi persaingan, penetapan suku bunga kredit, kinerja kualitas
kredit, dan strategi ke depan. Selain itu, pendapatan operasional bank
yang sangat bergantung pada pendapatan bunga, terutama dari kredit,
mengindikasikan bahwa sumber pendapatan bank kurang
terdiversifikasi sehingga ke depan kesinambungan usaha bank relatif
rentan terhadap risiko. Secara industri, porsi terbesar berikutnya
bersumber dari surat berharga. Jika dilihat berdasarkan kelompok bank,
hanya pada kelompok bank Persero kondisinya sama, sedangkan pada
kelompok bank lain porsi penempatan di Bank Indonesia yang lebih
besar dan yang tertinggi adalah pada kelompok bank asing. Hal ini
mengindikasikan kelebihan likuiditas kelompok bank tersebut
ditempatkan di Bank Indonesia daripada ditempatkan di surat berharga
atau outlet lainnya.
20
Beban Operasional Perbankan
Sementara itu, berdasarkan Tabel 9, tiga komponen penyumbang
beban operasional terbesar adalah beban bunga, biaya tenaga kerja, dan
biaya penyusutan/penghapusan, kecuali pada kelompok bank asing
yang porsi terbesarnya adalah pos kerugian transaksi valas/derivatif.
Walaupun porsi terbesar adalah beban bunga, tetapi sebenarnya tidak
terlalu signifikan jika dibandingkan dengan komponen lainnya. Hal ini
yang menyebabkan NIM perbankan cukup tinggi karena porsi
pendapatan bunga cukup signifikan, sedangkan porsi beban bunga lebih
rendah. Biaya promosi yang selama ini menjadi perhatian banyak pihak
ternyata porsinya relatif rendah, yakni rata-rata hanya mencapai 1,94%
(industri). Sementara itu, biaya barang dan jasa pangsanya lebih besar
daripada biaya promosi karena terkait dengan pengelolaan teknologi,
sistem dan informasi, serta biaya-biaya lainnya seperti air, telepon, alat
tulis, percetakan, perjalanan, dan penginapan.
Tabel 9. Proporsi Komponen Beban Operasional Perbankan (%)
Porsi Biaya Overhead dan Beban Bunga terhadap Beban
Operasional
Apabila dilihat secara lebih mendalam, rata-rata beban bunga
terbesar perbankan adalah biaya DPK (terutama deposito, diikuti
tabungan dan giro) dan tertinggi pada kelompok bank swasta dan BPD.
Hal ini sejalan dengan pangsa DPK sebagai sumber dana yang sangat
signifikan bagi perbankan dan juga terkait dengan besaran suku bunga
2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012
1 Beban Bunga 33.64 35.71 34.63 37.33 32.57 30.97 34.69 44.48 42.03 40.80 44.35 42.16 29.13 22.66 29.66 14.16 13.00 11.75
2 Kerugian Transaksi Valas / Derivatif 14.75 7.84 7.81 2.13 2.15 2.51 19.00 2.60 2.19 0.01 0.20 0.24 24.15 35.30 24.87 45.85 46.27 49.52
3 Komisi / Provisi 1.15 1.12 0.78 1.78 1.56 0.62 0.49 0.52 0.50 0.12 0.12 0.09 2.55 2.14 2.49 1.96 2.05 2.41
4 Premi Asuransi 1.79 1.93 2.28 2.12 1.80 2.41 1.71 2.24 2.38 2.37 2.56 2.82 1.51 1.39 1.85 0.75 1.01 1.11
5 Transaksi Pasar Modal 0.12 0.33 0.19 0.02 0.34 0.15 0.06 0.16 0.12 0.04 0.01 0.19 0.01 0.02 0.16 0.75 1.37 0.57
6 Tenaga Kerja 15.03 15.79 18.89 15.02 13.43 18.51 15.07 18.67 20.59 23.59 21.69 22.80 14.72 14.16 16.56 8.78 10.08 10.42
7 Diklat 0.72 0.77 0.90 0.81 0.76 1.01 0.69 0.84 0.88 0.97 1.00 1.11 0.75 0.68 0.79 0.39 0.42 0.49
8 Litbang 0.05 0.06 0.06 0.08 0.09 0.10 0.02 0.03 0.03 0.19 0.16 0.14 0.04 0.00 0.02 - 0.00 0.00
9 Sewa 1.94 2.07 2.34 2.00 1.92 2.30 2.07 2.47 2.70 1.86 1.97 2.03 2.35 2.23 2.50 1.11 1.14 1.17
10 Promosi 1.78 1.84 2.21 1.94 1.60 2.28 1.74 2.21 2.25 1.84 1.99 1.82 1.44 1.57 1.94 1.56 1.43 2.28
11 Pajak-pajak (tdk termsk PPh) 0.10 0.16 0.18 0.08 0.10 0.15 0.11 0.20 0.18 0.20 0.32 0.50 0.05 0.05 0.06 0.06 0.13 0.05
12 Pemeliharaan & Perbaikan 1.19 1.29 1.50 1.36 1.32 1.75 1.31 1.56 1.68 1.12 1.14 1.14 0.69 0.71 0.81 0.40 0.46 0.49
13 Penyusutan/Penghapusan 18.93 19.29 15.73 27.83 29.97 22.64 14.48 13.24 13.72 15.32 12.31 11.46 12.03 12.30 10.73 12.99 7.40 5.89
14 Penurunan Nilai Surat Berharga 0.24 1.83 1.53 0.11 3.74 3.07 0.10 0.13 0.20 0.15 0.19 0.49 0.03 0.12 0.14 1.39 2.78 3.22
15 Barang dan Jasa 6.26 6.67 7.69 5.94 5.80 8.39 6.42 7.88 7.68 4.95 5.50 6.49 9.78 6.00 6.72 6.37 6.92 6.86
16 Lainnya 2.30 3.29 3.29 1.46 2.86 3.13 2.04 2.79 2.87 6.48 6.47 6.52 0.75 0.66 0.71 3.48 5.54 3.75
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Proporsi Komponen Beban Operasional Perbankan (%)
No. KomponenIndustri Persero Swasta BPD Campuran Asing
21
simpanan yang diberikan. Adapun porsi terendah terdapat pada
kelompok bank asing. Beban bunga terbesar berikutnya adalah
pinjaman yang diterima dan surat berharga. Pertumbuhan beban bunga
industri perbankan secara total pada tahun 2012 tercatat minus 3,23%
jika dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 17,30%. Hal ini terutama
disebabkan oleh turunnya beban bunga DPK. Berikut ini adalah proporsi
beban bunga perbankan per kelompok bank umum periode 2010--2012.
Tabel 10. Proporsi Beban Bunga Perbankan (%)
Selain beban bunga, sebenarnya pangsa komponen beban operasional
yang terbesar adalah biaya overhead (OHC), yakni rata-rata 55,77%
dalam tiga tahun terakhir, yang di dalamnya terdiri atas 11
subkomponen biaya dan tertinggi terdapat pada kelompok Persero
(60,32%), sedangkan terendah pada kelompok bank asing (34,31%) dan
campuran (42,19%). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok bank asing
dan campuran relatif lebih efisien dari kelompok bank lainnya. Pada
tahun 2012, OHC perbankan tumbuh 3,59% lebih rendah daripada
tahun 2011 (6,13%) sehingga dapat dikatakan efisiensi bank membaik.
22
Tabel 11. Pangsa Biaya Overhead dan Beban Bunga terhadap Beban Operasional (%)
Berdasarkan Tabel 12, porsi terbesar biaya overhead adalah biaya
tenaga kerja (BTK) yang diikuti biaya barang dan jasa, biaya sewa, biaya
premi asuransi, biaya penyusutan/penghapusan, dan biaya promosi.
Fakta yang menarik di sini adalah porsi biaya promosi bukan yang
terbesar (urutan ke-6 dari 11 komponen biaya overhead) jika
dibandingkan dengan komponen biaya lainnya. Namun, promosi yang
dilakukan oleh perbankan sering mendapat sorotan dari masyarakat,
terutama yang sifatnya pemberian hadiah secara besar-besaran (seperti
mobil dan rumah) karena dapat menyebabkan inefisiensi dan
meningkatkan biaya dana bank. Hal ini kemungkinan karena aktivitas
promosi tersebut dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh masyarakat,
dan juga dilaksanakan secara berkesinambungan. Dengan demikian,
upaya peningkatan efisiensi yang dilakukan harusnya tidak hanya fokus
kepada biaya promosi, tetapi juga terhadap komponen biaya lainnya.
Tabel 12. Proporsi Biaya Overhead Perbankan(%)
2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012
Biaya overhead 50.09 53.16 55.07 58.63 59.65 62.68 45.66 52.13 54.96 58.89 55.12 56.82 44.13 39.76 42.68 35.89 34.53 32.52
Beban bunga 33.64 35.71 34.63 37.33 32.57 30.97 34.69 44.48 42.03 40.80 44.35 42.16 29.13 22.66 29.66 14.16 13.00 11.75
Total 83.73 88.87 89.70 95.96 92.22 93.65 80.35 96.61 96.99 99.69 99.47 98.98 73.26 62.42 72.34 50.05 47.53 44.27
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Pangsa Biaya Overhead dan Beban Bunga thd Beban Operasional (%)
KomponenIndustri Persero Swasta BPD Campuran Asing
2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012
1 Premi Asuransi 5.45 5.41 5.47 6.65 5.89 5.82 5.10 5.36 5.30 5.21 5.73 5.99 4.29 4.47 5.37 3.16 3.62 4.02
2 Tenaga Kerja 45.65 44.19 45.30 47.03 43.90 44.69 44.90 44.68 45.92 51.96 48.53 48.36 41.78 45.49 48.21 37.08 35.95 37.70
3 Diklat 2.20 2.16 2.17 2.54 2.47 2.43 2.06 2.00 1.96 2.13 2.23 2.35 2.14 2.19 2.30 1.65 1.52 1.78
4 Litbang 0.16 0.17 0.15 0.24 0.29 0.25 0.07 0.07 0.06 0.42 0.36 0.30 0.13 0.00 0.06 - 0.00 0.01
5 Sewa 5.88 5.80 5.61 6.28 6.28 5.55 6.18 5.92 6.03 4.09 4.42 4.30 6.66 7.17 7.27 4.68 4.07 4.24
6 Promosi 5.42 5.16 5.29 6.08 5.24 5.49 5.18 5.28 5.01 4.05 4.46 3.85 4.10 5.03 5.64 6.58 5.10 8.27
7 Pajak-pajak (tdk termsk PPh) 0.29 0.44 0.43 0.24 0.32 0.37 0.32 0.48 0.40 0.44 0.73 1.05 0.14 0.17 0.17 0.26 0.45 0.18
8 Pemeliharaan & Perbaikan 3.61 3.60 3.59 4.25 4.33 4.22 3.90 3.73 3.75 2.47 2.54 2.41 1.97 2.29 2.35 1.68 1.63 1.77
9 Penyusutan/Penghapusan 5.34 5.20 5.64 3.52 2.96 3.37 7.11 6.94 8.06 4.05 4.21 3.79 8.91 11.82 7.01 3.31 3.18 3.61
10 Barang dan Jasa 19.02 18.66 18.45 18.60 18.96 20.25 19.12 18.85 17.12 10.90 12.32 13.77 27.76 19.27 19.56 26.89 24.71 24.85
11 Lainnya 6.98 9.21 7.89 4.57 9.37 7.56 6.08 6.68 6.39 14.27 14.48 13.83 2.14 2.11 2.06 14.71 19.77 13.58
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Proporsi Biaya Overhead Perbankan (%)
No. KomponenIndustri Persero Swasta BPD Campuran Asing
23
Biaya Tenaga Kerja
Secara umum kontribusi/produktivitas tenaga kerja terhadap kinerja
industri perbankan dalam hal total aset, laba, kredit, dan DPK pada
tahun 2012 lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 2011.
Berdasarkan kelompok bank, kontribusi tenaga kerja terhadap total
aset, kredit, dan DPK pada kelompok bank asing menunjukkan
peningkatan selama tiga tahun terakhir. Selain itu, kenaikan kontribusi
terhadap laba terdapat pada kelompok bank swasta devisa, swasta
nondevisa, dan campuran. Pada kelompok bank lain cukup bervariasi
atau berfluktuasi bahkan ada yang menunjukkan tren penurunan.
Oleh karena itu, ke depan, produktivitas tenaga kerja perlu
ditingkatkan, baik dalam hal akumulasi aset, penyaluran kredit,
penghimpunan dana maupun menghasilkan laba, sehingga dapat
memberikan kontribusi positif bagi kinerja bank. Produktivitas tenaga
kerja tersebut perlu ditingkatkan karena biaya tenaga kerja merupakan
komponen biaya terbesar pada beban operasional dan biaya overhead
bank. Berikut ini disajikan Tabel 13 yang merangkum secara detail
rekapitulasi kontribusi atau kinerja tenaga kerja per kelompok bank
umum selama periode 2010--2012.
Tabel 13. Rekapitulasi Kontribusi/Kinerja Tenaga kerja per Kelompok Bank
Perkembangan Laba Perbankan
Berdasarkan Tabel 14 pertumbuhan laba setelah pajak industri
perbankan pada tahun 2012 tercatat sebesar 23,75% (yoy) atau lebih
lambat daripada tahun 2011 (30,88%). Perlambatan tersebut disebabkan
2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012
1 Persero 9,658 9,311 7,449 196.70 231.14 200.15 5,612 5,454 4,655 7,746 7,296 5,830
2 Swasta Devisa 8,050 8,580 8,551 135.43 146.97 158.43 4,846 5,402 5,588 6,524 6,864 6,788
3 Swasta Non Devisa 2,320 3,043 2,852 20.23 47.88 56.97 1,447 1,948 1,913 1,742 2,371 2,208
4 BPD 7,209 8,555 7,938 227.50 211.00 193.65 4,336 4,949 4,737 5,545 6,626 6,029
5 Campuran 14,726 18,732 16,541 214.48 259.54 269.62 9,740 12,425 11,527 9,491 11,836 9,975
6 KCBA 15,892 26,941 28,804 279.29 509.67 488.37 8,373 13,702 16,482 8,890 14,203 14,820
7 Industri 8,435 8,938 8,033 160.65 182.98 175.70 4,994 5,385 5,104 6,548 6,818 6,079
Ket: TA= Total Aset, TK= Jmh Tenaga Kerja, DPK= Dana Pihak Ketiga, Laba= Laba Bersih
No
Rekapitulasi Kontribusi/Kinerja Tenaga Kerja per Kelompok Bank
Kelompok BankTA/TK (Juta Rp) Laba/TK (Juta Rp) Kredit/TK (Juta Rp) DPK/TK (Juta Rp)
24
oleh pertumbuhan negatif pada laba nonoperasional (-21,31%),
sedangkan laba operasional tumbuh cukup signifikan, yakni mencapai
54,91% (yoy). Pertumbuhan laba operasional yang tinggi tersebut terkait
dengan volume kredit yang meningkat seiring suku bunga kredit yang
cenderung turun, selain membaiknya efisiensi perbankan.
Jika dilihat per kelompok bank, pertumbuhan laba setelah pajak yang
tertinggi terdapat pada kelompok bank campuran, diikuti swasta dan
BPD. Adapun kelompok bank asing tumbuh negatif, antara lain
disebabkan melambatnya laba operasional, yakni dari 51,14% (yoy)
menjadi 16,58% (yoy).
Secara nominal, walaupun hanya terdiri atas 4 bank, tetapi kelompok
bank Persero mampu menghasilkan laba setelah pajak yang tertinggi.
Perolehan laba setelah pajak terendah ada pada kelompok bank
campuran dan asing.
Tabel 14. Perkembangan Laba/Rugi Perbankan (Triliun Rp)
3.3 Analisis Struktur Suku Bunga
Mengacu kepada konsep SBDK, komponen terbesar pembentuk suku
bunga kredit perbankan adalah Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK),
diikuti biaya overhead (OHC), margin keuntungan dan premi risiko. Secara
umum komposisi pembentuk suku bunga kredit industri perbankan sama
dengan per kelompok bank, hanya besaran porsinya yang berbeda. Dengan
demikian, upaya penurunan suku bunga kredit perbankan dapat dilakukan
dengan mendorong peningkatan efisiensi (fokus pada HPDK dan OHC),
serta penetapan margin keuntungan dan premi risiko yang wajar.
2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012
1 Laba/Rugi Operasional 48.33 56.38 87.34 14.02 11.77 30.29 20.83 28.41 37.11 6.94 7.29 8.47 2.30 2.51 4.01 4.23 6.40 7.46
2 Laba/Rugi Non Operasional 27.73 40.70 32.03 15.88 29.72 21.45 7.08 5.48 6.75 1.86 2.34 1.90 0.41 0.69 0.55 2.50 2.47 1.38
3 Laba/Rugi Sebelum Pajak 76.06 97.08 119.36 29.90 41.50 51.74 27.91 33.90 43.86 8.81 9.62 10.36 2.70 3.19 4.56 6.73 8.87 8.84
4 Laba/Rugi Setelah Transfer dan Pajak 57.31 75.02 92.83 22.77 32.66 40.82 21.10 26.76 34.54 7.51 7.95 8.95 2.03 2.35 3.39 3.91 5.29 5.14
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Perkembangan Laba/Rugi Perbankan (Triliun Rp)
No. KomponenIndustri Persero Swasta BPD Campuran Asing
25
Besarnya porsi HPDK terutama disebabkan oleh beban bunga DPK,
sedangkan OHC terutama disumbang oleh biaya tenaga kerja. Untuk
segmen korporasi, margin keuntungan yang ditetapkan oleh per kelompok
bank relatif berimbang, sedangkan untuk segmen ritel cukup bervariasi.
Sementara itu, besaran premi risiko yang ditetapkan oleh BPD relatif lebih
tinggi daripada kelompok bank lainnya. Tabel 15 merangkum lebih detail
mengenai struktur suku bunga kredit perbankan berdasarkan segmen
kredit mencakup korporasi dan ritel per kelompok bank umum.
Tabel 15. Struktur Suku Bunga Kredit Perbankan Berdasarkan Segmen Kredit (%) – Desember 2012
Rata–rata Suku Bunga Kredit Perbankan
Rata-rata suku bunga kredit segmen korporasi pada akhir tahun
2012 tercatat sebesar 10,27%. Rata-rata tertinggi ada pada kelompok BPD
(12,17%) dan terendah pada kelompok bank asing (7,48%). Tingginya suku
bunga kredit korporasi pada kel BPD tersebut terutama disebabkan besaran
margin keuntungan dan premi risiko yang tinggi, sebaliknya pada kelompok
bank asing kedua komponen tersebut nilainya paling rendah.
Tabel 16. Rata-rata Suku Bunga Kredit Berdasarkan Segmen (%)
Kel
Bank 2010 2011 2012 2010 2011 2012
Persero 11.13 10.68 10.23 16.39 15.33 14.83
Swasta 11.84 11.19 10.55 14.68 14.83 15.30
BPD 12.68 12.63 12.17 13.10 13.61 14.45
Campuran 9.68 11.48 9.01 17.42 20.19 25.50
Asing 9.23 8.23 7.48 36.36 36.09 35.59
Industri 11.34 10.91 10.27 15.85 15.65 15.81
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
Korporasi Ritel
Rata-Rata Suku Bunga Kredit Berdasarkan Segmen (%)
26
Secara umum, suku bunga kredit perbankan berdasarkan jenis
penggunaan cenderung menurun selama tiga tahun terakhir, baik untuk
industri maupun kelompok bank. Untuk kredit KMK dan KI, suku bunga
kredit kelompok bank campuran dan asing lebih rendah daripada
kelompok bank lainnya (tertinggi kelompok BPD). Namun sebaliknya,
suku bunga KK kelompok bank campuran dan asing lebih tinggi
(tertinggi kelompok bank asing).
Seperti yang terlihat pada Tabel 17, suku bunga kredit (KMK dan KI)
kelompok bank campuran dan asing yang lebih rendah antara lain
disebabkan faktor beban bunga dan biaya overhead kedua kelompok
bank tersebut yang lebih rendah. Porsi beban bunga terhadap beban
operasional kelompok bank campuran dan asing pada periode 2010--
2012 tercatat lebih rendah daripada kelompok bank lainnya. Hal ini
terutama disebabkan oleh pangsa beban bunga DPK terhadap total
beban bunga yang lebih rendah. Kondisi ini terjadi karena sumber dana
kelompok bank campuran dan asing yang berasal dari DPK lebih rendah
daripada kelompok bank lainnya.
Tabel 17. Rata-rata Suku Bunga Kredit
Berdasarkan Jenis Penggunaan (%)
Rata–rata Suku Bunga DPK Perbankan
Dari tiga jenis DPK (giro, tabungan, dan deposito), suku bunga
tertinggi terdapat pada kelompok BPD, sedangkan terendah pada
kelompok bank asing. Hal ini antara lain disebabkan pangsa DPK
terhadap sumber dana pada kelompok BPD sangat signifikan sehingga
salah satu upaya untuk bersaing adalah dari sisi suku bunga.
Sebaliknya, kelompok bank asing tidak terlalu mengandalkan sumber
dana dari DPK sehingga tidak terlalu agresif dalam menetapkan suku
27
bunga. Selain itu, profil/karakteristik nasabah setiap kelompok bank
juga dapat memengaruhi penetapan suku bunga simpanan.
Secara umum, penetapan suku bunga simpanan perbankan
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suku bunga bank pesaing,
kebutuhan likuiditas, strategi usaha serta pencapaian terhadap target-
target yang telah ditetapkan (seperti target pertumbuhan aset, laba, dan
penyaluran kredit). Tabel 18 menampilkan rata-rata suku bunga DPK
per kelompok bank periode 2010--2012.
Tabel 18. Rata-rata Suku Bunga DPK (%)
Perkembangan Suku Bunga Perbankan
Rata-rata suku bunga kredit rupiah perbankan cenderung menurun
sejak tahun 2005 hingga tercatat sebesar 12,06% per Desember 2012
(lihat Grafik 2). Secara umum, suku bunga tertinggi adalah suku bunga
Kredit Konsumsi (KK), diikuti Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit
Investasi (KI). Penurunan suku bunga kredit tersebut seiring dengan
turunnya rata-rata suku bunga deposito rupiah 1 bulan menjadi 5,59%
pada Desember 2012. Penurunan suku bunga kredit antara lain
disebabkan persaingan yang semakin ketat, biaya dana yang turun,
serta didorong juga oleh tingkat efisiensi bank yang membaik.
Kelompok
Bank 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012
Persero 2.22 2.37 2.08 2.37 2.15 1.59 6.43 6.04 5.23
Swasta 2.25 2.31 1.94 2.89 2.59 2.15 6.93 6.67 5.83
BPD 3.01 2.78 2.67 3.08 3.31 2.54 7.93 7.46 6.08
Campuran 1.37 2.13 1.70 2.87 2.83 2.14 6.30 6.07 5.66
Asing 1.17 1.94 1.71 2.67 1.80 1.17 3.76 4.52 4.52
Industri 2.23 2.41 2.12 2.92 2.44 1.91 6.64 6.41 5.59
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI)
Rata-rata Suku Bunga DPK (%)
Giro DepositoTabungan
28
Grafik 2. Rata-Rata Suku Bunga Kredit dan DPK Rupiah Perbankan (%)
29
IV. ANALISIS TINGKAT KOMPETISI DAN EFISIENSI PERBANKAN
Dalam rangka mengidentifkasi tingkat persaingan dan efisiensi
perbankan, serta hubungan di antara keduanya, dilakukan analisis
kuantitatif menggunakan beberapa metode sebagaimana ditunjukkan
dalam Bagan 1 berikut ini.
Bagan 1. Metode Identifikasi
Tingkat Persaingan dan Efisiensi Perbankan
Terdapat dua pendekatan yang dipergunakan untuk analisis tingkat
kompetisi, yaitu pendekatan struktural dan nonstruktural. Pada
pendekatan struktural akan dipergunakan metode Herfindahl-Hirschman
Index (HHI) untuk menganalisis tingkat konsentrasi bisnis bank dengan
menggunakan pangsa dari tiap-tiap bank. Tingginya HHI index
mengindikasi kompetisi yang rendah. Pada pendekatan nonstruktrural
akan dipergunakan dua metode, yaitu Panzar – Rosse dan Indikator
Boone. Panzar – Rosse dipergunakan untuk menganalisis struktur
persaingan perbankan menggunakan pendekatan intermediasi. Dalam hal
ini perubahan input prices bank (labor, physical capital, dan interest
expenses) akan berpengaruh terhadap (interest) revenue bank. Pasar
bersifat monopoli (memiliki kompetisi yang rendah) saat indeks Panzar-
30
Rosse bernilai 0 (nol). Indikator Boone dipergunakan untuk menghitung
indeks persaingan yang merupakan hasil estimasi hubungan antara relative
market shares (MS) dan relative marginal cost (MC). Market share
menunjukkan kompetisi dan marginal cost merupakan proksi dari efisiensi.
Indikator ini menunjukkan bahwa tingginya marginal cost menyebabkan
kompetisi meningkat.
Dalam rangka menganalisis efisiensi akan digunakan dua metode,
yaitu Stochastic Frontier Analysis dan Data Envelopment Analysis.
Stochastic Frontier Analysis (SFA) dipergunakan untuk menganalisis tingkat
efisiensi bank yang didapat melalui intercept persamaan hubungan antara
faktor biaya, profit atau produksi terhadap input, output, dan faktor
lingkungan. Tingginya intercept menunjukkan kondisi yang tidak lebih
efisien jika dibanding dengan intercept yang lebih rendah. Data Envelopment
Analysis (DEA) merupakan pendekatan non-parametric untuk mencari
frontier efisiensi berdasarkan kombinasi input-output yang optimum.
Penelitian ini melibatkan data seluruh bank di Indonesia (120 bank)
dari tahun 2000 hingga 2012.
4.1 Analisis Tingkat Kompetisi
Herfindahl – Hirschman Index (HHI) dan Concentration Ratio
(CR)
Indeks HHI dan CR merupakan pendekatan struktural yang
dipergunakan untuk analisis tingkat konsentrasi. Kemampuan rasio
konsentrasi dalam mencerminkan kondisi struktural pasar menjadikan
rasio konsentrasi sebagai alat statistik yang sering digunakan dalam
model struktural untuk menjelaskan kompetisi bank (Bikker dan Haaf,
2000). Adapun formula yang dipergunakan untuk menghitung indeks
HHI adalah sebagai berikut.
𝐻𝐻𝐼 = ∑ 𝑠𝑖2
𝑛
𝑖=1
Keterangan:
s = pangsa dari individu bank
n = jumlah bank
31
Indeks HHI yang meningkat menunjukkan tingkat konsentrasi
perbankan yang meningkat. Kecenderungan peningkatan tingkat
konsentrasi perbankan menunjukkan market power yang meningkat.
Akibatnya, bank dapat bersifat monopoli yang secara teori ditunjukkan
oleh kemampuan bank untuk menetapkan harga yang lebih tinggi
daripada marginal cost. Ketika terdapat satu atau beberapa bank yang
melakukan praktik monopoli, akibatnya kompetisi menjadi menurun.
Pasar dikuasi oleh bank yang memiliki market power tinggi.
HHI ↑ → 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ↑ → 𝑚𝑎𝑟𝑘𝑒𝑡 𝑝𝑜𝑤𝑒𝑟 ↑→ (𝑝 > 𝑚𝑐) → 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑒𝑡𝑖𝑠𝑖 ↓
Hasil perhitungan indeks HHI dari seluruh bank di Indonesia untuk total
aset, total kredit, dan total DPK ditunjukkan oleh Grafik 3 berikut ini.
Grafik 3. Indeks HHI untuk Total Aset, Kredit, dan DPK
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa indeks HHI cenderung mengalami
penurunan sejak tahun 2000 hingga 2012. Hal ini menunjukkan bahwa
pasar perbankan tidak hanya dikuasai oleh beberapa bank terbesar.
Berdasarkan threshold indeks HHI yang dikeluarkan oleh US Horizontal
Merger Guidelines 2010, hasil perhitungan indeks HHI berada pada level
unconcentrated. Pada akhirnya, tingkat konsentrasi yang menurun
mengindikasi tingkat kompetisi antarbank yang meningkat. Secara lebih
lengkap hal itu dapat dilihat pada Tabel 19 berikut ini.
32
Tabel 19. Threshold HHI dan Market Type
Threshold HHI berdasarkan US Horizontal Merger Guidelines 2010
Market type Threshold HHI
Unconcentrated < 1500
Moderately concentrated 1500 < HHI < 2500
Highly concentrated > 2500
Selain itu, juga dilakukan penghitungan rasio konsentrasi (concentration
ratio) beberapa bank terbesar, yaitu 4 bank terbesar (CR – 4), 10 bank
terbesar (CR – 10), dan 14 bank terbesar (CR – 14). Adapun formula dari
rasio konsentrasi terhadap k bank terbesar adalah sebagai berikut.
𝐶𝑅𝑘 = ∑ 𝑠𝑖
𝑘
𝑖=1
Keterangan:
s = pangsa dari individu bank
k = jumlah bank terbesar
Hasil perhitungan rasio konsentrasi untuk total aset, kredit, dan DPK
berturut-turut ditunjukan dalam Grafik 4, 5, dan 6 berikut.
Grafik 4. Concentration Ratio Total
Aset untuk CR4, CR10, dan CR14
Grafik 5. Concentration Ratio Total
Kredit untuk CR4, CR10, dan CR14
33
Ketiga indeks CRk menunjukkan kecenderungan penurunan tingkat
konsentrasi usaha bank besar pada total aset, kredit, dan DPK. Hal ini
mengindikasi bahwa kelompok bank kecil mampu meningkatnya
pangsanya terhadap total aset, kredit, dan DPK. Sejalan dengan
penjelasan untuk HHI, menurunnya tingkat konsentrasi menunjukkan
kompetisi antarbank yang meningkat.
Model Panzar–Rosse
Metode ini menggunakan pendekatan nonstruktrural untuk
mengindentifikasi struktur persaingan bank umum. Dengan
menggunakan pendekatan intermediasi, Panzar-Rosse menyatakan
bahwa perubahan input prices bank (labor, physical capital, dan interest
expenses) akan berpengaruh terhadap (interest) revenue bank. Model ini
diestimasi menggunakan panel fixed – effect dengan formula sebagai
berikut.
𝑙𝑛 (𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑒𝑠𝑡 𝑟𝑒𝑣𝑒𝑛𝑢𝑒
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡) = 𝛼 + ∑ 𝛽𝑖. 𝑙𝑛𝑤𝑖 + ∑ 𝑙𝑛𝐶𝐹𝑗 + 𝜀
𝑗
3
𝑖=1
Dalam hal ini, indeks Panzar–Rosse merupakan penjumlahan dari
koefisien input price.
𝑃𝑎𝑛𝑧𝑎𝑟 − 𝑅𝑜𝑠𝑠𝑒 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑥 = ∑ 𝛽𝑖
3
𝑖=1
Grafik 6. Concentration Ratio Total DPK
untuk CR4, CR10, dan CR1
34
Tabel 20 menjelaskan bahwa variabel yang dipergunakan dalam
model, sedangkan Tabel 21 menjelaskan bahwa interpretasi dari indeks
Panzar–Rosse berdasarkan threshold-nya.
Tabel 20. Daftar Variabel pada Model Panzar - Rosse
Tabel 21. Interpretasi Indeks Panzar–Rosse
Threshold Interpretasi Panzar–Rosse Index (H)
H ≤ 0 Keseimbangan monopoli: tiap-tiap bank beroperasi secara independen dan maksimalisasi keuntungan di bawah kondisi
monopoli atau kartel sempurna
0 < H < 1 Keseimbangan persaingan monopolistik
dengan kondisi free entry (banyak perusahaan bersaing dengan masing-masing
memiliki market power yang tidak sama)
H = 1 Persaingan sempurna. Ekuilibrium free entry dengan utilisasi kapasitas penuh yang efisien
Berikut ini merupakan model panel fixed–effect yang digunakan
untuk menghasilkan indeks Panzar–Roose :
Hasil estimasi untuk semua bank umum di Indonesia menghasilkan
indeks Panzar Rosse sebesar 0,77. Nilai ini menunjukkan bahwa
struktur persaingan bank umum di Indonesia cukup tinggi, tetapi belum
mencapai persaingan sempurna. Hasil ini sejalan dengan penelitian
sebelumnya mengenai tingkat persaingan perbankan di Indonesia yang
dilakukan oleh Claessens dan Laeven (2003) serta Mulyaningsih dan
Daly (2011).
35
Selanjutnya, model diestimasi per kelompok bank berdasarkan
kepemilikan, yaitu Persero, devisa, nondevisa, BPD, campuran, dan
asing. Indeks yang dihasilkan bersifat relatif terhadap semua bank yang
berada di dalam kelompok bank yang sama.
Grafik 7. Indeks Panzar–Rosse per Kepemilikan Bank
Hasil estimasi menunjukkan bahwa tingkat persaingan terendah
terjadi pada kelompok BPD, diikuti oleh bank campuran, asing, swasta
nondevisa, dan tertinggi pada Persero dan swasta devisa. Kelompok BPD
memiliki tingkat persaingan terendah karena wilayah operasi suatu BPD
relatif terpisah/berbeda dengan BPD lainnya.
Indikator Boone
Metode ini merupakan pendekatan nonstruktrural yang
menghasilkan indeks persaingan perbankan. Boone (2008), Schaeck dan
Cihak (2010), Leuvensteijin et al (2011) menyatakan bahwa indikator
Boone merupakan hasil estimasi hubungan antara relative market shares
(MS) dan relative marginal costs (MC). MC merupakan proksi tingkat
efisiensi bank. Adapun model indikator Boone adalah sebagai berikut.
𝑙𝑛𝑀𝑆𝑖𝑡 = 𝛼𝑡 + 𝛽𝑡. 𝑙𝑛𝑀𝐶𝑖𝑡 + 𝑣𝑡, dengan 𝛽𝑡 = 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝐵𝑜𝑜𝑛𝑒
Ekspektasi nilai untuk βt adalah negatif yang mengindikasikan bahwa
semakin rendah marginal cost yang harus dikeluarkan oleh suatu bank
relatif terhadap bank lain yang menjadi kompetitornya maka akan
semakin tinggi market share bank tersebut. Hal ini juga dapat diartikan
36
bahwa semakin besar nilai negatif indikator Boone maka pasar semakin
kompetitif.
Nilai marginal cost yang digunakan dalam model diperoleh melalui
translog cost function (Leuvensteijn, et al, 2007). Total Cost (TC)
merupakan fungsi dari beberapa variabel sebagai berikut.
𝑙𝑛𝑇𝐶𝑖𝑡 = 𝑓(𝑙𝑜𝑎𝑛𝑠, 𝑠𝑒𝑐𝑢𝑟𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠, 𝑜𝑡ℎ𝑒𝑟 𝑒𝑥𝑝. , 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑜𝑛𝑛𝑒𝑙 𝑒𝑥𝑝. , 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑒𝑠𝑡 𝑒𝑥𝑝. , 𝑒𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦) + 𝜀𝑖𝑡
Marginal cost (MC) merupakan turunan pertama dari TC terhadap
loans berdasarkan hasil estimasi yang diperoleh dari persamaan TCF
sebagai berikut.
𝑀𝐶𝑖𝑡 =𝜕𝑇𝐶𝑖𝑡
𝜕𝑙𝑜𝑎𝑛𝑠𝑖𝑡= (
𝑇𝐶𝑖𝑡
𝑙𝑜𝑎𝑛𝑠𝑖𝑡)
𝜕𝑙𝑛𝑇𝐶𝑖𝑡
𝜕𝑙𝑛𝑙𝑜𝑎𝑛𝑠𝑖𝑡
Tabel berikut menampilkan daftar variabel yang dipergunakan dalam
persamaan total cost.
Tabel 22. Variabel dalam Persamaan Total Cost (TC)
Model diestimasi menggunakan metode General Method of Moments
(GMM). Hasil estimasi menunjukkan nilai indikator Boone yang
cenderung semakin negatif dari tahun ke tahun. Semakin negatifnya
nilai indikator Boone menunjukkan tingkat kompetisi perbankan yang
semakin meningkat. Berikut ini merupakan perkembangan nilai
indikator Boone bank umum di Indonesia periode 2001--2012.
Variabel Definisi Sumber
TC (Total Cost ) rasio total pembiayaan terhadap total aset Laporan laba rugi & Neraca
Loans rasio kredit terhadap total aset Laporan laba rugi & Neraca
Securities rasio surat berharga yang dimiliki ditambah
penempatan pada Bank Indonesia dan bank lain
terhadap total aset
Neraca
Other Expenses rasio beban lainnya terhadap total aset Laporan laba rugi & Neraca
Personnel Expenses rasio beban personalia terhadap total aset Laporan laba rugi & Neraca
Interest Expenses rasio beban bunga terhadap total aset Laporan laba rugi & Neraca
Equity rasio equity terhadap total aset Neraca
37
Grafik 8. Indeks Tingkat Persaingan Pasar Bank Umum 2001–2012
Kompetisi yang semakin meningkat mengindikasikan bahwa
kelompok bank di luar bank besar telah mampu bersaing dan
meningkatkan kinerjanya sehingga mampu bersaing dengan bank besar.
Hal ini sejalan dengan hasil CR4, CR10, dan CR14 yang cenderung
menurun.
Sebagai tambahan untuk analisis, dilakukan perhitungan korelasi
antara indeks HHI dan indikator Boone. Hasil perhitungan menunjukkan
korelasi yang cukup tinggi antara keduanya. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tingginya tingkat kompetisi menyebabkan pasar semakin
tidak terkonsentrasi.
Tabel 23. Korelasi antara Indeks HHI dan Indikator Boone
Boone Indikator
HHI_Aset 0.776
HHI_Kredit 0.523
HHI_DPK 0.741
4.2 Analisis Tingkat Efisiensi
Stochastic Frontier Analysis (SFA)
SFA menggambarkan hubungan antara faktor biaya, profit, atau
produksi terhadap inputs, outputs, dan faktor lingkungan (environment
factors) serta memberi peluang masuknya random error dalam spesifikasi
tersebut. Estimasi inefisiensi diperoleh dari conditional mean atau mode
dari distribusi error term yang dispesifikasikan untuk inefisiensi, relatif
38
terhadap observasi dari error term secara keseluruhan (Berger dan
Humprey,1997). Adapun model yang dipergunakan adalah sebagai
berikut.
𝑙𝑛(𝑇𝐶/𝑇𝐴) = 𝑓(𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 𝑣𝑎𝑟𝑠, 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 𝑝𝑟𝑖𝑐𝑒 𝑣𝑎𝑟𝑠, 𝑟𝑖𝑠𝑘 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑣𝑎𝑟) + 𝜀
dan 𝜀 = 𝑢 + 𝑣
Keterangan:
TC/TA = Total operational cost/ Total aset
u = Tingkat inefisiensi bank (semakin kecil nilai u semakin efisien
bank tersebut)
v = Random error
Pada model SFA, intercept dari model merupakan proksi dari
inefisiensi sehingga nilai intercept yang tinggi menunjukkan kondisi yang
lebih tidak efisien jika dibandingkan dengan intercept yang rendah. Tabel
berikut menampilkan variabel yang dipergunakan pada model SFA.
Tabel 24. Variabel dalam Model SFA
Input Price Output Risk Control
rasio biaya tenaga
kerja/TA
rasio beban bunga/DPK
rasio biaya overhead (tidak termasuk biaya
tenaga kerja)/TA
rasio kredit/TA
rasio investasi/TA
rasio NPL/kredit
Estimasi dilakukan dengan menggunakan panel fixed effect model.
Pada model ini, Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) tidak dimasukkan
dalam perhitungan karena karakteristiknya yang berbeda jika
dibandingkan dengan kelompok bank lainnya, terutama dari sisi sumber
dan penggunaan dana. Selanjutnya dilakukan pengindeksan ulang
terhadap hasil untuk mendapatkan tingkat efisiensi. Sebagai catatan,
indeks efisiensi yang dihasilkan bersifat relatif terhadap bank yang
memiliki efisiensi tertinggi.
39
Grafik 9. Perkembangan Tingkat Efisiensi Perbankan
Grafik 9 menunjukkan tingkat efisiensi sebagai hasil estimasi model.
Terdapat peningkatan efisiensi selama 13 tahun terakhir. Secara relatif,
skor efisiensi tertinggi dicapai pada tahun 2012 dan terendah tahun
2002.
Selanjutnya, perhitungan tingkat efisiensi disesuaikan berdasarkan
status kepemilikan bank. Grafik 10 menunjukkan perkembangan tingkat
efisiensi perbankan berdasarkan status kepemilikannya.
Grafik 10. Tingkat Efisiensi Berdasarkan Status Kepemilikan Bank
Berdasarkan status kepemilikan, kelompok bank yang memiliki
efisiensi tertinggi adalah kelompok bank campuran, selanjutnya BPD
dan Persero, sedangkan bank yang memiliki tingkat efisiensi terendah
40
adalah bank swasta devisa dan nondevisa. Salah satu alasan tingginya
tingkat efisiensi kelompok bank campuran karena pangsa biaya
overhead dan beban bunga terhadap beban operasional yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan kelompok bank lainnya, kecuali
kelompok bank asing.
Data Envelopment Analysis (DEA)
Data Envelopment Analysis (DEA) merupakan pendekatan non-
parametric. Pada metode ini, DEA mencoba mencari frontier efisiensi
berdasarkan kombinasi input-output yang optimum. Hasil DEA akan
memberikan skor efisiensi untuk setiap bank yang nilainya di antara
0<DEA<100. Semakin tingginya skor DEA menunjukkan tingkat efisien
yang tinggi.
Faktor yang digunakan sebagai input dan output dalam analisis ini
adalah sebagai berikut.
Bagan 2. Faktor Input dan Output pada Data Envelopment Analysis (DEA)
Sejalan dengan hasil SFA, hasil DEA juga menunjukkan bahwa
tingkat efisiensi perbankan cenderung meningkat meskipun terdapat
perbedaan pada kisaran efisiensi setiap tahunnya.
Grafik 11. Tingkat Efisiensi Perbankan
41
4.3 Analisis Hubungan antara Kompetisi dan Efisiensi
Selanjutnya, untuk mengetahui apakah hubungan antara kompetisi
dan efisiensi di perbankan Indonesia mengikuti teori Competition-Efficiency
Hypothesis atau Competition-Inefficiency Hypothesis, dilakukan Granger
Causality test antara tingkat kompetisi (menggunakan indikator Boone) dan
tingkat efisiensi (menggunakan DEA).
Tabel 25. Hasil Granger Causality Test Tingkat Kompetisi dengan Tingkat Efisiensi
Hasil estimasi adalah koefisien negatif dan signifikan pada indikator
Boone. Dalam hal ini, koefisien yang negatif mengindikasi tingkat
persaingan yang tinggi. Hal ini membuktikan bahwa “competition-efficiency
hypothesis” juga berlaku pada perbankan Indonesia, yaitu semakin
meningkatnya tingkat persaingan bank akan mendorong bank untuk
semakin bertindak lebih efisien.
4.4 Kebijakan Bank Indonesia
Dalam rangka mendorong tingkat persaingan yang sehat dan tingkat
efisiensi perbankan yang lebih baik, Bank Indonesia senantiasa melakukan
berbagai upaya baik melalui ketentuan maupun supervisory approach.
Beberapa hal yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan publikasi informasi Suku
Bunga Dasar Kredit (SBDK) pada bulan Maret 2011 (termasuk
pengaturan tambahan segmen mikro pada bulan Februari 2013).
2. Bank wajib memasukkan target efisiensi (rasio BOPO dan NIM), SBDK
dan suku bunga kredit di dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) sehingga
dapat diketahui perkembangan efisiensi bank ke depan serta upaya-
Dependent
Independent Efficiency Score
Eficiency Score (t-1) 0.535***
(6.29)
Boone Indicator (t-1) -19.816***
(-4.79)
***p<0.01, **p<0.05, *p<0.1
42
upaya yang akan dilakukan oleh bank. Selanjutnya, RBB tersebut
dimonitor dan dievaluasi pencapaiannya oleh Bank Indonesia.
3. Bank Indonesia melakukan pemantauan secara rutin terhadap
perkembangan rasio efisiensi dan suku bunga perbankan (kredit dan
simpanan) yang dilaporkan oleh bank untuk selanjutnya dilakukan
supervisory action jika diperlukan.
4. Bank Indonesia mendorong linkage program antara bank umum dan
BPR, terutama dalam penyaluran kredit UMKM, sehingga BPR bisa
mendapatkan tambahan dana untuk disalurkan kepada UMKM.
Dengan demikian, diharapkan suku bunga kredit UMKM dapat
semakin menurun karena pemain dan volume kredit UMKM semakin
meningkat.
5. Di dalam penilaian tingkat kesehatan bank, efisiensi merupakan salah
satu aspek yang dinilai dan dievaluasi.
6. Bank Indonesia melakukan pengaturan kembali kepemilikan tunggal di
perbankan Indonesia yang bertujuan untuk mencapai struktur
perbankan yang sehat dan kuat dalam rangka peningkatan ketahanan
dan daya saing perbankan untuk mengantisipasi dinamika
perekonomian regional dan global.
7. Bank Indonesia mendorong bank untuk menelaah (review) corporate
plan dan meningkatkan risk management dalam kegiatan operasional
sehingga diperoleh struktur pendapatan dan biaya yang optimal sesuai
dengan kapabilitas inti.
8. Bank Indonesia mendorong bank untuk meningkatkan fee based
income sesuai dengan basis teknologi informasi.
9. Bank Indonesia mendorong bank untuk meningkatkan value chain
business pada segmentasi bisnis yang tepat.
10. Bank Indonesia mendorong bank untuk melakukan merger/konsolidasi
untuk meningkatkan economies of scale.
11. Bank Indonesia melakukan kajian praktik pemberian hadiah oleh bank
terhadap nasabah penyimpan dana.
12. Melakukan edukasi kepada masyarakat (penabung) untuk lebih selektif
dalam memilih bank, tidak hanya melihat tingginya suku bunga
43
simpanan dan hadiah yang diberikan. Selain itu, juga melakukan
edukasi kepada masyarakat (nasabah/debitur) agar lebih selektif dan
rasional dalam memilih fasilitas kredit dari bank.
13. Di dalam ketentuan Multilicense terdapat hal-hal sebagai berikut.
a. Salah satu faktor yang dinilai/dievaluasi oleh Bank Indonesia di
dalam melakukan evaluasi RBB terkait dengan pembukaan jaringan
kantor bank adalah aspek efisiensi sehingga dapat mendorong bank
untuk senantiasa meningkatkan efisiensinya.
b. Bank berdasarkan kelompoknya (BUKU) wajib menyalurkan kredit
produktif dengan kisaran 55--70% dari total kreditnya yang wajib
dipenuhi paling lambat akhir bulan Juni 2016. Dengan demikian,
supply kredit produktif akan bertambah sehingga dapat
meningkatkan persaingan yang pada akhirnya dapat menekan suku
bunga kredit.
c. Kewajiban penyaluran kredit produktif tersebut termasuk di
dalamnya kewajiban bank untuk menyalurkan kredit kepada UMKM
minimal 20% dari total kredit bank yang pemenuhannya secara
bertahap s.d. tahun 2018. Semakin banyaknya pemain dan
meningkatnya volume kredit UMKM akan menyebabkan persaingan
semakin ketat sehingga diharapkan dapat mendorong penurunan
suku bunga kredit UMKM.
d. Bank yang beroperasi sesuai dengan kapasitasnya diharapkan
dapat memiliki ketahanan yang lebih baik karena risiko-risiko yang
dihadapi dapat diserap dengan baik oleh modal yang dimiliki. Selain
itu, bank menjadi lebih efisien karena kegiatannya terfokus pada
produk dan aktivitas yang menjadi keunggulannya.
e. Ketentuan Multilicense mengarahkan bank untuk beroperasi pada
skala ekonomisnya. Dengan beroperasi pada skala ekonomis, bank
akan dapat mencapai tingkat efisiensi yang baik karena perolehan
keuntungan akan lebih ditentukan oleh volume aktiva produktifnya
dan tidak lagi fokus pada “pricing” atau suku bunga
kredit/pembiayaan yang disalurkan bank.
44
V. SIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Simpulan
Tingkat persaingan perbankan yang diidentifikasi dengan
menggunakan pendekatan struktural, yaitu Herfindahl Hirschman Index
(HHI) dan Concentration Ratio (CR) menunjukkan bahwa tingkat persaingan
perbankan Indonesia cenderung mengalami peningkatan dan pasar
perbankan tidak hanya dikuasai oleh beberapa bank besar. Selain itu,
identifikasi dengan menggunakan pendekatan nonstruktural menunjukkan
bahwa struktur persaingan bank umum di Indonesia cukup tinggi, tetapi
belum mencapai persaingan sempurna. Hal ini ditandai dengan nilai Index
Panzar Rosse untuk semua bank umum sebesar 0,77. Sejalan dengan
analisis Index Panzar Rosse, analisis indikator Boone juga menunjukkan
bahwa selama periode 2001--2012 tingkat kompetisi perbankan Indonesia
cenderung mengalami peningkatan.
Dilihat dari aspek efisiensi, tingkat efisiensi perbankan mengalami
peningkatan berdasarkan tren rasio BOPO dan juga pendekatan kuantitatif
(SFA dan DEA). Jika dibandingkan dengan negara lain, tingkat efisiensi
perbankan Indonesia relatif berimbang. Selain itu, rasio CIR dapat juga
digunakan untuk melihat tingkat efisiensi perbankan karena
mencerminkan operasionalisasi suatu bank tanpa memasukkan beban
bunga.
Analisis hubungan antara kompetisi dan efisiensi pada perbankan
Indonesia dilakukan dengan mengikuti teori Competition-Efficiency
Hypothesis atau Competition-Inefficiency Hypothesis dan menggunakan
metode Granger Causality test antara tingkat kompetisi (menggunakan
indikator Boone) dan tingkat efisiensi (menggunakan DEA). Hasil Granger
Causality Test menunjukkan bahwa “competition-efficiency hypothesis” juga
berlaku pada perbankan Indonesia yang peningkatan pada
kompetisi/persaingannya akan mendorong bank untuk semakin
berusaha/beroperasi lebih efisien.
45
Kondisi perbankan nasional yang pada umumnya masih dalam tahap
pengembangan memerlukan biaya untuk ekspansi bisnis dalam rangka
mencapai skala usaha yang ekonomis sehingga menyebabkan relatif
tingginya beban operasional bank. Sumber dana utama bank umumnya
adalah DPK, kecuali kelompok bank asing yang mempunyai sumber dana
lain yang cukup signifikan. Struktur dana perbankan telah menunjukkan
perbaikan, yaitu pangsa dana murah (giro dan tabungan) secara bertahap
menjadi lebih tinggi daripada dana mahal (deposito) sehingga dapat
mengurangi biaya DPK bank.
Kredit merupakan outlet penempatan dana terbesar perbankan,
diikuti penempatan dana di BI dan surat berharga. Kondisi ini
menunjukkan bahwa bank sangat mengandalkan pendapatan dari kredit.
Dari sisi pendapatan operasional, pendapatan bunga merupakan sumber
terbesar walaupun pada tahun 2012 pendapatan bunga pertumbuhannya
melambat. Sementara itu, pangsa fee based income masih relatif terbatas,
kecuali pada kelompok bank asing yang tercatat lebih tinggi daripada
kelompok bank lainnya.
Sumber pendapatan bunga terbesar perbankan berasal dari
penyaluran kredit, dengan tren yang cenderung meningkat walaupun
pertumbuhannya melambat pada tahun 2012. Sumber pendapatan bunga
lainnya yang cukup besar adalah dari surat berharga dan penempatan di
BI.
Beban bunga dan biaya tenaga kerja (BTK) adalah penyumbang
terbesar terhadap beban operasional bank, kecuali pada kelompok bank
asing. Adapun sumbangan biaya promosi relatif rendah jika dibandingkan
dengan komponen biaya lainnya. Komponen beban bunga yang terbesar
adalah biaya DPK sejalan dengan kondisi bahwa DPK merupakan sumber
dana terbesar perbankan.
Secara umum, biaya overhead (OHC) terdiri atas 11 komponen biaya.
Pangsa OHC terhadap beban operasional bank cukup signifikan selama
tiga tahun terakhir. Namun, pada tahun 2012 pertumbuhan OHC
melambat jika dibandingkan dengan 2011 yang mengindikasikan tingkat
efisiensi bank membaik. Kontribusi/produktivitas tenaga kerja terhadap
46
kinerja industri perbankan pada tahun 2012 lebih rendah daripada 2011.
Oleh karena itu, produktivitas tenaga kerja tersebut perlu ditingkatkan
terutama agar dapat memberikan kontribusi positif bagi kinerja bank,
mengingat biaya tenaga kerja merupakan komponen biaya terbesar
terhadap beban operasional dan biaya overhead bank.
Pertumbuhan laba setelah pajak industri perbankan pada tahun
2012 lebih lambat daripada tahun 2011. Sementara itu laba operasional
tumbuh cukup signifikan terutama terkait dengan volume kredit yang
meningkat (walaupun suku bunga kredit cenderung turun), selain
membaiknya efisiensi perbankan.
Mengacu pada konsep SBDK, komponen terbesar pembentuk suku
bunga kredit perbankan adalah Harga Pokok Dana untuk Kredit (terutama
biaya DPK), diikuti biaya overhead (terutama biaya tenaga kerja), margin
keuntungan, dan premi risiko. Sejak tahun 2005, rata-rata suku bunga
kredit perbankan menunjukkan tren menurun.
5.2 Rekomendasi
Beberapa rekomendasi terkait dengan penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Tingkat efisiensi perbankan perlu dievaluasi dan dimonitor secara terus
menerus perkembangannya, baik terkait dengan pemenuhan terhadap
ketentuan maupun yang bersifat supervisory approach.
2. Pertemuan dan diskusi antara bank dengan pengawas tetap dilakukan
secara rutin untuk mengetahui bagaimana tingkat persaingan di pasar
dan perkembangan efesiensi bank sehingga ke depan dapat diambil
kebijakan yang tepat.
3. Dari sisi sumber dana, perbankan perlu melakukan diversifikasi, yakni
tidak terlalu mengandalkan DPK karena ketika persaingan semakin
ketat dapat meningkatkan biaya dana bank (suku bunga tinggi dan/atau
pemberian hadiah dan sejenisnya).
4. Bank perlu melakukan diversifikasi sumber pendapatannya, tidak hanya
mengandalkan kredit karena kredit sangat rentan terhadap kondisi
perekonomian dan persaingan yang semakin ketat. Sumber pendapatan
47
yang perlu ditingkatkan secara bertahap adalah fee based walaupun
tetap perlu diperhatikan agar bank tetap menjalankan fungsinya sebagai
lembaga intermediasi.
5. Produktivitas tenaga kerja perlu ditingkatkan agar dapat menunjang
kinerja positif bank.
6. Peningkatan penggunakan electronic banking dan/atau outlet transaksi
lainnya (seperti ATM dan transaksi nontunai) didorong untuk
mengurangi biaya tenaga kerja.
7. Sesuai dengan salah satu tujuan dari ketentuan multilicense, bank perlu
fokus pada produk dan aktivitas yang menjadi keunggulan bank.
48
REFERENSI
Banker, R.D., A.W. Charnes, dan W.W. Cooper. 1984. “Some Models for
Estimating Technical and Scale Inefficiencies in Data Envelopment
Analysis”, Management Science, 30(9) 1078--1092.
Berger, A.N., Lawrence G. Goldberg, dan Lawrence J. White. 2001. “The
Effects of Dynamic Changes in Bank Competition on the Supply of
Small Business Credit”, European Finance Review 5, 115--139.
Bikker, J.A., dan K. Haaf. 2002. “Measure of Competition and Concentration
in the Banking Industry: A Review of the Literature”, Economic &
Financial Modelling 9, 53--98.
Boot, A.W., dan A. Schmeijts. 2005. “ The Competitive Challenge in
Banking”, Amsterdam Center for Law & Economics Working Paper No.
2005-08.
Casu, B., dan C. Girardone. 2007. “Does Competition Lead to Efficiency?
The Case of EU Commercial Banks”, Essex University, Discussion
Paper No. 07-01.
Casu, B., dan C. Girardone. 2006. “Bank Competition, Concentration and
Efficiency in the Single European Market”, The Manchester School,
7(4), 441--468.
Charnes, A., W.W. Cooper, dan Rhodes, E. 1978. “Measuring the Efficiency
of Decision Making Units”, European Journal of Operational Research,
2, 429--444.
Demsetz, H. 1973. “Industry Structure, Market Rivalry and Public Policy”,
Journal of Law and Economics, Vol. 51, pp.393--414.
Enoch, C., B. Baldwin, O. Frécaut, dan A. Kovanen. 2001. “Indonesia:
Anatomy of a Banking Crisis Two Years of Living Dangerously 1997-
99”, IMF Working Paper 01/52. Washington: International Monetary
Fund.
Fiorentino, E., A. Karmann, dan M. Koetter. 2006. “ The Cost Efficiency of
German Banks: A Comparison of SFA and DEA”, Discussion Paper,
Series 2: Banking and Financial Studies 10, Germany: Deutsche
Bundesbank.
49
Hadad, M.D., W. Santoso, E. Mardanugraha, D. Illyas. 2003. “Pendekatan
Parametrik Untuk Efisiensi Perbankan di Indonesia”.
Maudos, J., J.M. Pastor, dan F. Perez. 2002. “Competition and Efficiency in
the Spanish Banking Sector: The Importance of Specialisation”,
Applied Financial Economics 12, 505--516.
Morduch, J. 1999. “The Microfinance Promise”, Journal of Economic
Literature, 37, 1569--1614.
Mulyaningsih, T., dan A. Daly. 2011. “Competitive Conditions in Banking
Industry: An Empirical Analysis of the Consolidation, Competition and
Concentration in the Indonesia Banking Industry Between 2001 and
2009”, Bulletin of Monetary Economics and Banking, Vol. 14 .Jakarta:
Bank Indonesia.
Panzar, J.C., dan J.N. Rosse. 1987. “Testing for ‘Monopoly’ Equilibrium’,
Journal of Industrial Economics 35, 443--456.
Robinson, M., 2001, “The Microfinance Revolution: Sustainable Finance for
The Poor”, World Bank, Washington D.C.
Schaeck, K., dan M. Čihák. 2008. “How Does Competition Affect Efficiency
and Soundness in Banking? New Empirical Evidence”, ECB Working
Paper No. 932. Frankfrurt: European Central Bank.
Schäfer, D., B. Siliverstovs, E. Terberger. 2010. “Banking Competition, Good
or Bad? The Case of Promoting Micro and Small Enterprise Finance in
Kazakhstan”, Applied Economics, Taylor and Francis Journals, vol.
42(6), 701--716.