TINEA KRURIS ET KORPORIS
I. PENDAHULUAN Penyakit infeksi jamur pada kulit mempunyai
prevalensi yang cukup tinggi di Indonesia. Hal ini disebabkan
karena negara Indonesia memiliki iklim tropis dan kelembaban yang
tinggi.(1) Dermatofitosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh
golongan jamur dermatofit. Golongan jamur dermatofit bersifat
keratolitik yang artinya menyerang lapisan kulit yang mengandung
keratin (zat tanduk) yaitu mulai dari stratum korneum sampai dengan
stratum basalis, rambut dan kuku. Golongan Jamur dermatofit antara
lain adalah Trichophyton, Epidermophyton dan Microsporum.(2)
Berdasarkan habitatnya dermatofit digolongkan sebagai antropofilik
(manusia), zoofilik (hewan), dan geofilik (tanah). Dermatofit yang
antropofilik paling sering sebagai sumber infeksi tinea, tetapi
sumber yang zoofilik diidentifikasi (jika mungkin) untuk mencegah
reinfeksi manusia.(3) Nama penyakit akibat jamur dermatofit ini
sesuai dengan lokasi yang diserang oleh jamur tersebut. Penyakit
dermatofitosis dapat menyerang seluruh bagian dari tubuh.(2) Tinea
korporis adalah penyakit dermatofit pada kulit glabrosa , selain
kulit kepala, wajah, kaki, telapak tangan dan kaki, janggut dan
lipatan paha. Manifestasinya akibat infiltrasi dan proliferasinya
pada stratum korneum dan tidak berkembang pada jaringan yang hidup.
Metabolisme dari jamur dipercaya menyebabkan efek toksik dan respon
alergi.(3) Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur dan paling
sering terjadi pada iklim yang panas (tropis dan subtropis). Ada
beberapa macam variasi klinis dengan lesi yang bervariasi dalam
ukuran derajat inflamasi dan kedalamannya. Variasi ini akibat
perbedaan imunitas hospes dan spesies dari jamur. Tricophyton
rubrum merupakan infeksi yang paling umum diseluruh dunia dan
sekitar 47 % menyebabkan tinea korporis.(3) Tinea kruris adalah
penyakit infeksi jamur dermatofita di daerah lipat paha, genitalia
dan sekitar anus yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian
bawah. Tinea kruris disebut juga eczema marginatum, dhobie itch,
ringworm of groin. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun,
bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup.
Tinea kruris merupakan salah satu bentuk klinis yang sering di
lihat di Indonesia.(4) Infeksi dermatofit tidak menyebabkan
mortalitas yang signifikan tetapi mereka bisa berpengaruh besar
terhadap kualitas hidup. Tinea korporis prevalensinya sama antara
pria dan wanita. Tinea kruris dan korporis mengenai semua orang
dari semua tingkatan usia. Secara geografi lebih sering pada daerah
tropis daripada subtropis. Biasanya mudah terjadi pada1
lingkungan dan daerah yang kotor dan lembab. Pakaian ketat dan
cuaca panas dihubungkan dengan banyaknya frekuensi dan beratnya
erupsi.(3) Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang mendadak
biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap
bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha,
anogenital atau bahkan meluas ke daerah bokong. Dalam hal ini di
sebut tinea korporis et kruris atau sebaliknya tinea kruris et
korporis.(2) Berikut ini dilaporkan satu kasus pasien dengan
diagnosa tinea kruris et korporis. Pasien datang ke Poli Kulit dan
Kelamin RSUD Raden Mattaher pada tanggal 10 Oktober 2011 dengan
keluhan utama bercak-bercak merah yang gatal pada lengan kiri atas
3 bulan.
2
II. LAPORAN KASUS Seorang pasien Tn. NK, usia 22 tahun, jenis
kelamin laki-laki, alamat Muara Sabak, pekerjaan sebagai staf
honorer, status belum menikah, suku bangsa Jawa, datang ke
Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Raden Mattaher Jambi
tanggal 10 Oktober 2011, dengan keluhan utama : bercak-bercak merah
dan gatal pada lengan kiri atas sejak 3 hari. Dengan keluhan
tambahan berupa bercak berwarna kehitaman bersisik dari paha kiri
atas yang menyebar ke paha kanan, bokong, perut di bawah pusat
hingga ke pinggang yang terasa gatal sejak 3 bulan, bercak
kemerahan yang terasa gatal dan keropeng kehitaman pada pergelangan
kaki kanan bagian dalam sejak 3 bulan. Kisaran 3 bulan yang lalu
pasien mengatakan timbul bercak merah sebesar koin logam yang
terasa gatal pada lipat paha kiri. Karena tidak dapat menahan
gatalnya pasien menggaruknya. Semakin lama bercak kemerahan
tersebut menghitam bersisik dan semakin melebar ke bokong, perut di
bawah pusat hingga ke pinggang dan lipat paha kanan. Pasien
mengatakan gatal terasa saat berkeringat. Untuk mengurangi keluhan
awalnya pasien menggunakan salap new astar yang dibelinya sendiri
di apotik, bercak kemerahan dan gatal berkurang sehingga pasien
tidak menggunakan salap itu lagi. Pasien juga mengeluh terdapat
bercak merah seperti di lipat paha kiri pada pergelangan kaki kanan
yang terasa gatal sejak 3 bulan. Awal nya bercak merah sebesar koin
logam, kemudian pasien menggaruknya sehingga bercak melebar,
bersisik dan timbul bintil-bintil kemerahan pada tepi bercak.
Karena garukan tersebut terdapat luka-luka kecil yang menghitam.
Kisaran 3 hari yang lalu terdapat bercak merah pada lengan kiri
atas yang timbul secara tiba-tiba dan terasa gatal. Karena gatal
pasien menggaruknya sehingga bercak merah melebar dan timbul
bintil-bintil kemerahan pada tepi bercak kemerahan tersebut. Lalu
pada tanggal 10 Oktober 2011 pasien datang ke poli kulit dan
kelamin RSUD Raden Mattaher Jambi dengan keluhan ini. Pasien mandi
sehari sebanyak dua kali sehari menggunakan air sumur dan sabun
cair. Handuk digunakan sendiri dan dicuci tiga minggu sekali.
Sebelumnya, kira-kira 1 tahun yang lalu pasien pernah mengalami
penyakit seperti ini, yaitu bercak kemerahan yang yang gatal pada
lipat paha. Untuk mengobatinya pasien menggunakan salap new astar
dan sembuh. Keluarga pasien tidak ada yang menderita keluhan yang
sama.
3
Dari pemeriksaan didapatkan keadaan umum baik, tampak sakit
ringan, kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi
78x/menit, pernapasan 18x/menit, dan suhu afebris. Pada pemeriksaan
fisik : Kepala, tidak terdapat konjungtiva anemis dan sclera
ikterik. Pada leher tidak terdapat pembesaran kelenjar getah
bening. Pada thoraks, bunyi jantung regular, murmur dan gallop
tidak ditemukan, suara napas vesikuler, ronkhi dan wheezing tidak
ditemukan. Pada abdomen datar, hepar dan lien tidak teraba, bising
usus (+) normal. Ektremitas superior dan inferior tidak terdapat
udem dan akral hangat. Pada pemeriksaan dermatologi didapatkan : a.
Regio brachii sinistra Ruam primer berupa plak eritematosa numular,
multipel, polisiklik dengan tepi yang aktif dan bagian tengah lebih
tenang (central healing). Ditemukan papul eritematosa, multipel,
milier, di tepi plak eritematosa. Skuama pitiriasiformis putih,
multipel, diatas plak eritematosa. b. Regio hipogastrica dan regio
gluteus dextra et sinistra Ditemukan plak eritematosa mengelilingi
bokong, soliter, plakat, polisiklik dengan bagian tepi lebih aktif
yang terdiri dari papul eritematosa, multipel, milier. Skuama
pitiriasiformis putih, multiple di atas plak eritematosa. c. Regio
inguinal dextra et sinistra Terdapat plak hiperpigmentasi, soliter,
plakat, polisiklik. Skuama pitiriasiformis putih multiple di atas
plak hiperpigmentasi. d. Regio ankle joint medialis dextra Terdapat
ruam plak eritematosa, soliter, ukuran 10 x 10 cm polisiklik dengan
bagian tepi lebih aktif dan bagian tengah lebih tenang (central
healing) yang terdiri dari papul eritematosa, multipel, milier.
Krusta hiperpigmentasi, multipel, milier di atas plak eritematosa.
Skuama pitiriasiformis putih, multipel mengelilingi plak
eritematosa.
4
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Dilakukan pemeriksaan penunjang mikologik kerokan kulit dengan
KOH 10% didapat adanya hifa. Differensial diagnosis pada pasien ini
yaitu : tinea kruris et korporis, dermatitis seboroik, pitiriasis
rosea, kandidosis intertriginosa. Diagnosa kerja yaitu : tinea
kruris et korporis.
5
Pada pasien ini diberikan pengobatan berupa pengobatan umum dan
khusus. Secara umum menghilangkan faktor predisposisi penting,
misalnya mengusahakan daerah lesi selalu kering dan memakai baju
yang menyerap keringat, dan selalu menjaga kebersihan tubuh serta
pengobatan yang teratur sampai lesi benar-benar sembuh. Secara
khusus terapi yang diberikan berupa sistemik dan topikal. Sistemik
yang diberikan yaitu ketokonazol 1x200 mg pada pagi hari setelah
makan selama 2 minggu dan loratadine 1x10 mg (bila gatal). Selain
itu juga diberikan topikal yaitu mikonazol krim 2% 2x/hari selama 2
minggu. Prognosis kelainan kulit pada pasien ini adalah baik.
6
III. PEMBAHASAN Diagnosis tinea kruris et korporis pada pasien
ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Pada kasus ini pasien mengeluh terdapat
bercak-bercak merah dan gatal pada lengan kiri atas sejak 3 hari.
Dengan keluhan tambahan berupa bercak berwarna kehitaman bersisik
dari paha kiri atas yang menyebar ke paha kanan, bokong, perut di
bawah pusat hingga ke pinggang yang terasa gatal sejak 3 bulan,
bercak kemerahan yang terasa gatal dan keropeng kehitaman pada
pergelangan kaki kanan sejak 3 bulan. Penyakit tinea korporis
adalah dermatofitosis pada daerah kulit tak berambut pada wajah,
badan, lengan dan tungkai. Sedangkan, tinea kruris adalah
dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus.
Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genitor-krural saja, atau
meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian
bawah, atau bagian tubuh yang lain.(1,2) Perjalanan penyakitnya
dari kecil hingga meluas ke pinggir dan tempat lain karena golongan
jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. Pada pemeriksaan
dermatologi didapatkan : a. Regio brachii sinistra Ruam primer
berupa plak eritematosa numular, multipel, polisiklik dengan tepi
yang aktif dan bagian tengah lebih tenang (central healing).
Ditemukan papul eritematosa, multipel, milier, di tepi plak
eritematosa. Skuama pitiriasiformis putih, multipel, diatas plak
eritematosa. b. Regio hipogastrica dan regio gluteus dextra et
sinistra Ditemukan plak eritematosa mengelilingi bokong, soliter,
plakat, polisiklik dengan bagian tepi lebih aktif yang terdiri dari
papul eritematosa, multipel, milier. Skuama pitiriasiformis putih,
multiple di atas plak eritematosa. c. Regio inguinal dextra et
sinistra Terdapat plak hiperpigmentasi, soliter, plakat,
polisiklik. Skuama pitiriasiformis putih multiple di atas plak
hiperpigmentasi. d. Regio ankle joint medialis dextra Terdapat ruam
plak eritematosa, soliter, ukuran 10 x 10 cm polisiklik dengan
bagian tepi lebih aktif dan bagian tengah lebih tenang (central
healing) yang terdiri dari papul eritematosa, multipel, milier.
Krusta hiperpigmentasi, multipel, milier di atas plak eritematosa.
Skuama pitiriasiformis putih, multipel mengelilingi plak
eritematosa.
7
Menurut kepustakaan, pada dermatofitosis kelainan yang dilihat
dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas
terdiri atas eritema, skuama, kadang kadang dengan vesikel dan
papul di tepi. Lesi dengan tepi aktif dengan penyembuhan sentral.
Daerah tengahnya biasanya lebih tenang. Kadang kadang terlihat
erosi dan krusta akibat garukan. Lesi lesi pada umumnya merupakan
bercak bercak terpisah satu dengan yang lain. Oleh karena gatal dan
digaruk, maka lesi akan semakin meluas, terutama pada daerah kulit
yang lembab. Sehingga kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai
lesi-lesi dengan pinggir yang polisiklik, karena beberapa lesi
kulit menjadi satu.(1) Teori ini sesuai dengan hasil yang ditemukan
pada pasien ini. Pemeriksaan fisik diatas sesuai dengan kepustakaan
mengenai tinea korporis et kruris. Hal ini dapat didiagnosis
banding dengan Dermatitis seboroik. Menurut kepustakaan, predileksi
dermatitis seboroik pada daerah yang banyak mengandung kelenjar
palit, misalnya kulit kepala, dahi, leher, interskapula, lipatan
nasolabial dan lipat paha atau lipatan kulit. Klinis dermatitis
seboroik berupa eritema dan skuama berminyak kekuningan, batasnya
kurang tegas.(1,5) Sedangkan pada pasien ini tidak ditemukan skuama
berminyak kekuningan. Menurut kepustakaan, pitriasis rosea ialah
penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, ada yang
mengemukakan bahwa penyebabnya virus, karena penyakit ini self
limiting disease. Pitriasis rosea didapati pada semua umur,
terutama antara 15-40 tahun, pada wanita dan pria sama banyaknya.
Penyakit dimulai dengan lesi pertama (herald patch), umumnya di
badan, solitar, berbentuk oval dan anular, diameter 3 cm. Ruam
terdiri atas eritema dan skuama halus di pinggir. Lamanya beberapa
hari hingga beberapa minggu. Lesi berikutnya timbul 4-10 hari
setelah lesi pertama, memberi gambaran yang khas, sama dengan lesi
pertama hanya lebih kecil, susunannya sejajar dengan kosta, hingga
menyerupai pohon cemara terbalik.(1,6) Dengan begitu maka diagnosis
pitriasis rosea tersingkir. Di dalam mendiagnosis tinea kruris
kadang kita dibingungkan dengan kandidosis intertriginosa karena
memiliki predileksi yang sama-sama terjadi didaerah lipatan paha
dan memiliki bentuk klinis yang mirip yaitu bercak yang berbatas
tegas, bersisik, basah, dan eritematosus. Yang menyebabkan pada
penderita tidak dapat didiagnosis kandidosis intertriginosa, karena
dari status dermatologinya kita tidak mendapatkan adanya lesi
satelit, sedangkan untuk dapat mendiagnosis kandidosis
intertriginosa paling tidak kita menemukan adanya lesi satelit,
karena hal tersebut yang membedakan tinea kruris dengan kandidosis
intertriginosa. Dimana lesi utama tersebut dikelilingi oleh satelit
berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila
pecah meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar
dan berkembang seperti lesi primer.(1)8
Pada pemeriksaan laboratoriumnya ditemukan adanya hifa, yang
memastikan diagnosis penyakit adalah dermatofitosis yaitu tinea
kruris et korporis. Hifa adalah struktur menyerupai benang yang
tersusun dari dinding berbentuk pipa. Dinding ini menyelubungi
membran plasma dan sitoplasma hifa. Sitoplasmanya mengandung
organel eukariotik. Kebanyakan hifa dibatasi oleh dinding melintang
atau septa. Septa mempunyai pori besar yang cukup untuk dilewati
ribosom, mitokondria, dan kadangkala inti sel yang mengalir dari
sel ke sel. Akan tetapi, adapula hifa yang tidak bersepta atau hifa
senositik. Struktur hifa senositik dihasilkan oleh pembelahan inti
sel berkali-kali yang tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma.
Hifa pada jamur yang bersifat parasit biasanya mengalami modifikasi
menjadi haustoria yang merupakan organ penyerap makanan dari
substrat; haustoria dapat menembus jaringan substrat.(7) Pada
pemeriksaan mikroskopik ditemukan
hifa bersepta / bersekat, hifa spiral, ditemukan makrokonidia
berbentuk ganda berdinding tipis terdiri dari 6 12 sel, juga
ditemukan yang bentuknya seperti tetes air. (8) mikrokonidia
Gambar Hifa yang membentuk miselium dan tubuh buah
9
Gambar Hifa bersekat dan tidak bersekat
Penatalaksanaan umum pada pasien adalah menghilangkan faktor
predisposisi penting, misalnya mengusahakan daerah lesi selalu
kering dan memakai baju yang menyerap keringat serta pengobatan
yang teratur sampai lesi benar-benar sembuh.. Terapi khusus yang
diberikan berupa anti jamur sistemik dan topikal. Anti jamur
sistemik yang diberikan yaitu anti jamur golongan imidazol
(ketokonazol 200 mg/hari) selama 2 minggu. Selain itu juga
diberikan anti jamur topikal yaitu anti jamur golongan imidazol
(mikonazol krim 2% 2x/hari) selama 2 minggu. Diberikan golongan
imidazol untuk terapi sistemik maupun topikal karena umumnya
berkhasiat fungistatik dan pada dosis tinggi bekerja fungisid
terhadap fungi tertentu. Imidazol memiliki efektivitas klinis yang
tinggi dengan angka kesembuhan berkisar 70-100%. Mikonazol
berkhasiat fungisid kuat dengan spektrum kerja yang lebar sekali.
Sedangkan ketokonazol adalah fungistatikum imidazol pertama yang
digunakan per oral. Spektrum kerjanya mirip dengan mikonazol.
Selain itu, golongan imidazol efektif untuk yang resisten terhadap
griseofulvin terutama dengan penyakit yang menahun.(9) Pemberian
antihistamin non sedatif loratadine tablet 1x10 mg disini bertujuan
untuk efek anti gatalnya yang tidak menyebabkan kantuk.(10)
Prognosis dari tinea kruris et korporis ini akan baik dengan
tingkat kesembuhan 70100% setelah pengobatan dengan obat jamur
golongan imidazol sistemik dan topikal secara teratur dan juga
dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungannya.10
10
IV. KESIMPULAN Telah dilaporkan kasus tinea kruris et korporis.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pengobatan diberikan secara sistemik dan
topikal. Secara sistemik diberikan anti jamur dan antihistamin,
sedangkan topikal diberikan anti jamur.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda. A, Hamzah. M, Aisah. S. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi kelima, cetakan kelima, Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2010. 2. Jack L Lesher Jr, MD Chief, Professor. Tinea
Corporis. Medical College of Georgia. Available at
www.emedicine.com. 2009. 3. Siregar RS. Atlas berwarna. Saripati
Penyakit Kulit. Edisi kedua. Jakarta EGC. 2002 4. Michael
Wiederkehr, MD. Tinea Cruris. Livingston Dermatology Associates.
Available at www.emedicine.com. 2009. 5. Price, Sylvia A. dan
Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Edisi 6 Volume I. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2006. 6. Pitriasis Rosea. Available
at www.medicastore.com. 15 Oktober 2011. 7. Jamur. Available at
http://www.adipedia.com/2011/04/ciri-ciri-umum-jamur-danklasifikasi.html.
15 Oktober 2011. 8. Sodikin. Dermatomikosis (Mikosis Superfisial).
Available at
http://www.sodiycxacun.web.id/2010/05/dermatomikosis-mikosissuperfisial.html#axzz1aydb8MPK.
15 Oktober 2011. 9. Cholis, M. Penatalaksanaan Tinea Glabrosa dan
Perkembangan Obat Anti Jamur Baru. Available at
www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_130_kulit_dan_kelamin.pdf. 15
Oktober 2011. 10. Mansjoer, A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi ketiga. Jilid 2. Media Aesculapsius Fakultas Kedokteran
Indonesia. Jakarta. 2000.
12