TINDAK PIDANA PERJUDIAN DITINJAU DARI HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF (Analisis Putusan No 273/Pid.B/2013/PN. BJ) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Program Studi Jinayah Syiasah untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy.) Oleh : RIDWAN DAUS NIM. 1110045100027 PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M
86
Embed
TINDAK PIDANA PERJUDIAN DITINJAU DARI HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30364/1/RIDWAN... · DARI. H. UKUM. P. IDANA. I. SLAM. DAN. H. UKUM. P. ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TINDAK PIDANA PERJUDIAN DITINJAU DARI HUKUM PIDANA
ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF
(Analisis Putusan No 273/Pid.B/2013/PN. BJ)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Program Studi Jinayah Syiasah
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy.)
Oleh :
RIDWAN DAUS
NIM. 1110045100027
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini, saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah (UIN) Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah (UIN) Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil karya asli saya,
atau merupakan hasil dari jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN)
Jakarta.
Jakarta, 8 Mei 2015
Ridwan Daus
NIM. 1110120000042
v
ABSTRAK
Ridwan Daus. NIM 1110045100027. Tindak Pidana Perjudian ditinjau dari
Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif (Analisis Putusan No 273/Pid.B/2013/PN.
Bj). Konsentrasi Kepidanaan Islam, Program Studi Jinayah Siyasah, Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Tahun
1437 H/2015 M. viii + 72 halaman + 1 lampiran.
Masalah utama dalam skripsi ini adalah mengenai sanksi tindak pidana
perjudian. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui sanksi tindak pidana perjudian
dalam Undang-Undang Nomor 303 Tahun 1974 ditinjau dari hukum Positif.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang berarti penulis tidak
menggunakan sample. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan,
penulis melakukan pengidentifikasian secara sistemis dari sumber yang berkaitan
dengan objek kajian. Setelah data diperoleh penulis menganalisis secara yuridis
normatif data yang diperoleh terhadap objek kajian.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketentuan sanksi dalam Undang-
Undang Nomor 303 Tahun 1974. Sanksi yang diberikan adalah pidana penjara
selama 10 bulan ditambah dengan denda. Dalam hukum Islam perjudian dikenakan
sanksi, yaitu jarimah ta’zir.
Kata Kunci: jarimah ta’zir
Pembimbing : Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag.
Daftar Pustaka : Tahun 1956 s.d. Tahun 2013
vi
KATA PENGANTAR
احلمد هلل رب العاملني، وبه نستعني، على أمور الدنيا والدين، والصالة والسالم على أشرف األنبيآء
واملرسلني، وعلى آله وأصحابه أمجعني. أما بعد:
Alhamdulillah, syukur kepada Allah SWT, atas berkat rahman dan rahim-Nya
kita diberikan pilihan untuk hidup dan bersikap sewajarnya manusia yang berfikir,
tanpa lupa akan tunduk terhadap perintah dan larangan-Nya. Shalawat serta salam
kepada Nabi kita Muhammad SAW, semoga kita menjadi pengikut beliau yang
diakui serta diberikan syafa’atnya di akhirat kelak. Ậmîn.
Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada para pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.
2. Ketua dan Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah. Dra. Hj. Maskufa, M.Ag
dan Dra. Hj. Rosdiana, M.Ag.
3. Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag. selaku dosen pembimbing, yang dengan arahan
dan bimbingan beliau saya bisa menyelesaikan skripsi ini.
4. Segenap dosen fakultas syari’ah dan hukum yang dengan ikhlas
menyampaikan ilmu dan pengetahuannya dalam kegiatan belajar mengajar.
vii
5. Kedua orang tua penulis, Ayah Syamsuddin dan Ibu Zubaedah, atas semua
yang telah diberikan dan dikorbankan, termasuk motivasi dan masukan yang
diberikan keduanya kepada penulis dalam penyelesaian skripsi dan studi di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Dina Aulia selaku adik yang selalu memberi dukungan khususnya selama
penulisan skripsi ini berjalan.
7. Teman-Teman seperjuangan Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi
Pidana Islama ngkatan 2010 yang telah memberikan semangat dan motivasi
selama menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Kepada sahabat-sahabatku dalam kelompok Kampak Mintul Farid Fauzi,
Andika Yudho, Muhammad Amin, Gerardin Ferari, Rijal El Muslim,
M.Fadillah, Masrur Fuadi, Edo Fahmi, dan Badru Tamam Terima kasih
sebanyak-banyaknya yang selalu bersedia menemani penulis baik berdiskusi
maupun berpetualang.
9. Kepada sahabatku yang setia menamaniku dalam pembuatan skripsi, Kasyful
Anwar ibn Thabrani, S.Pd.I. saya ucapkan bermilyar-milyar terimakasih.
10. Kepada keluarga besar MC (Ayah’s Café), yang sudah menemani futsal
maupun ngopi bareng.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT memberi mereka balasan yang
jauh lebih besar dari apa yang mereka lakukan dan berikan, khususnya kepada penlis,
viii
umumnya kepada semua pihak, baik yang menyangkut penulisan skripsi ini atau hal
lainya.
Penulis berharap semoga skripsi ini Allah jadikan wasîlah yang dapat
memberikan manfaat khususnya terhadap diri saya sendiri, umumya bagi pembaca
sekalian.
Ậmîn yâ Rabb al- ‘Ậlamîn.
Jakarta, 2 Juli 2015
Ridwan Daus
viiii
Pedoman Transliterasi
Yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan Arab ke
tulisan Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan yaitu berupa pedoman aksara dan
vokal.
a. Pedoman Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
tidak dilambangkan ا
Be ب
t Te خ
ts te dan es ث
j je ج
H ha dengan garis bawah ح
Kh ka dan ha خ
D de د
dz de dan zet ذ
r er ر
z zet س
S es س
sy es dan ye ش
S es dengan garis bawah ص
d de dengan garis bawah ض
t te dengan garis bawah ط
z zet dengan garis bawah ظ
koma terbalik di atas hadap ع
kanan
gh ge dan ha غ
f ef ف
q ki ق
k ka ك
l el ل
M em م
N en ن
W we و
H ha ھ
apostrop ˊ ء
Y ye ي
x
b. Vokal
1. Vokal Tunggal (Monoftong)
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
_ a fathah
¯ I kasrah
_ u dammah
2. Vokal Rangkap (Diftong)
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai a dan i _ ي
Au a dan u _ و
3. Vokal Panjang (Madd)
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ȃ a dengan topi di atas ـا
ȋ i dengan topi di atas ـى
Ȗ u dengan topi di atas ـى
c. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf ( ال ),
dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun
huruf qomariyyah. Misalnya :
al-ijtihâd = اإلجتهاد
al-rukhsah, bukan ar-rukhsah = الزخصح
d. Tasydîd (Syaddah)
Dalam alih aksara, syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan huruf,
yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi,
hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah
xi
kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya : حالشفع = al-
syuf‘ah, tidak ditulis asy-syuf‘ah
e. TaMarbûtah
Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1)
atau diikuti oleh sifat (na‘t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Dan jika huruf ta marbûtah tersebut
diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “t”
(te) (lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
syarîʻah شزعح .1
al- syarîʻah al-islâmiyyah الشزعح اإلسالمح .2
muqâranat al-madzâhib مقارنح المذاھة .3
f. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi‘l), kata benda (ism) atau huruf (harf),
ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara dengan
2. Dakwaan dan Tuntutan Jaksa ......................................................... 52
B. Putusan Hakim dan Dasar Pertimbangan Hakim ............................... 52
C. Analisan Putusan Pengadilan Negeri Binjai dalam Perkara Tindak
Pidana Perjudian Menurut hukum Positif dan Hukum Negatif .......... 55
1. Menurut Hukum Positif .................................................................. 55
2. Menurut Hukum Islam ................................................................... 62
xiiii
BAB V PENUTUP ................................................................................................... 65
A. Kesimpulan ......................................................................................... 65
B. Saran ................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 69
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perjudian adalah hal yang membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara. Banyak orang mengira judi hanya berdampak pada
pelaku judi saja, padahal sebenarnya secara tidak langsung masyarakat sekitarnya pun
ikut terpengaruh oleh kegiatan perjudian ini, terutama psikis.
Betapa tidak, adanya ketidak pedulian seseorang terhadap perilaku judi atau
ikut berpartisipasi dalam judi dapat menimbulkan kebiasaan judi yang mendarah
daging, buktinya saja seseorang dapat memulai berjudi sejak masih kecil karena
kebiasaan mereka ketika masih kecil untuk memainkan permainan yang di dalamnya
terdapat taruhan. Sehingga ketika dewasa, sewaktu memainkan permainan yang di
dalamnya terdapat taruhan seakan-akan ada yang kurang. Pepatah mengatakan
bagaikan sayur tanpa garam.
Permainan yang dimaksud adalah semisal permainan kartu (kwartet), yang
mana di dalam permainan tersebut anak ditekankan untuk mengalahkan musuhnya
(temannya). Selain itu kebanyakan orang Indonesia menganggap perjudian hanyalah
berbetuk togel, remik, gaplek atau sejenisnya. Padahal masa kini perjudian lebih
banyak dalam bentuk-bentuk yang lain yang mereka anggap sebagai permainan yang
menghibur, seperti halnya judi bola dan lotre. Bahwa pada hakekatnya perjudian
bertentangan dengan agama, kesusilaan dan moral pancasila, serta membahayakan
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
2
Sebagai makhluk sosial (zoon politicon), manusia dalam berinteraksi satu
sama lain seringkali tidak dapat menghindari adanya bentrokan-bentrokan
kepentingan di antara mereka, konflik yang terjadi dapat menimbulkan kerugian,
karena biasanya disertai dengan pelanggaran hak dan kewajiban dari pihak satu ke
pihak yang lain. Konflik-konflik seperti itu tidak mungkin dibiarkan begitu saja,
tetapi memerlukan sarana hukum untuk menyelesaikannya.
Dalam keadaan seperti itulah hukum sangat diperlukan untuk menyelesaikan
persoalan yang terjadi. Seperti ungkapan “di mana ada masyarakat, maka di situ perlu
hukum”. Eksistensi hukum sangat diperlukan dalam mengatur kehidupan manusia,
tanpa adanya hukum kehidupan manusia akan liar. Siapa yang kuat dialah yang
menang1.
Dalam kehidupan ini, manusia diatur oleh sebuah norma-norma hukum
Adanya norma hukum tersebut agar terciptanya kehidupan yang aman, tenteram dan
damai, salah satu aturan hukum yang dikenal adalah hukum pidana positif dan hukum
pidana Islam. Di dalam dua aturan hukum tersebut, banyak aturan-aturan yang harus
dilaksanakan dan aturan-aturan dilarang dikerjakan manusia sebagai objek hukum.
Salah satu aturan hukum yang harus dijauhi adalah tindak pidana perjudian. Masalah
perjudian sudah dikenal sejak lama sepanjang sejarah ditengah- tengah masyarakat.
Sejak zaman dahulu, masalah perjudian merupakan suatu kenyataan atau gejala
1 Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum, Upaya Mewujudkan Hukum yang Pasti dan
Berkeadilan, (Yogyakarta: UII Press, 2006), h. 2
3
sosial, yang berbeda hanyalah pandangan hidup dan cara permainannya2.
Kehidupan masyarakat yang mempunyai tata aturan kehidupan, dengan arti
dan tujuan tertentu berusaha menanggulangi permasalahan ini. Usaha preventif dan
represif oleh pemerintah pun telah dilakukan, namun dewasa ini, berbagai macam
dan bentuk perjudian sudah demikian merebak dalam kehidupan masyarakat sehari
hari, baik yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Bahkan
sebagian masyarakat sudah memandang perjudian sebagai sesuatu hal wajar,
sehingga tidak perlu lagi dipermasalahkan. Sehingga yang terjadi di berbagai tempat
sekarang ini banyak dibuka agen-agen judi togel dan judi-judi lainnya yang
sebenarnya telah menyedot dana masyarakat dalam jumlah yang cukup besar.
Sementara itu di sisi lain, memang ada kesan aparat penegak hukum kurang
begitu serius dalam menangani masalah perjudian ini. Bahkan yang lebih
memprihatinkan, beberapa tempat perjudian disinyalir mempunyai becking dari
oknum aparat keamanan3.
Karena bagaimanapun kenyataan di masyarakat, perjudian dapat
menimbulkan akibat negatif yang membahayakan dan meresahkan masyarakat
seperti: seringnya terjadi pencurian, perkelahian, rusaknya moral generasi muda
(pemarah dan emosional) serta identik dengan penjualan minuman keras dan
pelacuran.
2 A. Hadyana Pudjaatmaka, dkk, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Cipta Adi
Pustaka, 1989) jilid ke -7, h. 474
3 Bambang Sutiyoso, Perjudian dalam Perspektif Hukum, artikel diakses pada hari selasa, 08
Desember 2009 http://bambang.staff.uii.ac.id/2008/10/17/perjudian-dalam-perspektif-hukum
4
Pada hakekatnya, perjudian adalah perbuatan yang bertentangan dengan
norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi
penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Ditinjau dari kepentingan nasional, penyelenggaraan perjudian mempunyai
dampak yang negatif dan merugikan terhadap moral dan mental masyarakat, terutama
terhadap generasi muda. Perjudian merupakan salah satu penyakit masyarakat yang
menunggal dengan kejahatan, yang dalam proses sejarah dari generasi kegenerasi
ternyata tidak mudah diberantas. Oleh karena itu perlu diupayakan agar masyarakat
menjauhi melakukan perjudian, perjudian terbatas pada lingkungan sekecil-kecilnya
dan terhindarnya dampak-dampak negatif yang lebih parah untuk akhirnya dapat
berhenti melakukan perjudian.
Keadaan demikian ini merupakan dilema sosial yang harus dihadapi dan
dihentikan. Pada hakikatnya perjudian adalah bertentangan dengan agama, kesusilaan
dan moral pancasila, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara.4 Padahal menurut hukum, penjudi yang tertangkap
dapat dihadapkan ke meja hijau berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1974
tentang perjudian yang menegaskan bahwa “semua bentuk perjudian dikatagorikan
sebagai tindak kejahatan”, dan ini dipertegas lagi oleh intruksi presiden No. 7 Tahun
1981 yang mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1981 bahwa “ segala bentuk perjudian
dilarang di Indonesia” Berangkat dari permasalahan di atas, penulis memandang perlu
4 H. Al Yasa’ Abubakar, Syari’at Islam di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Paradigma,
Kebijakan dan Kegiatan, ed. 3, (Banda Aceh, Dinas Syari’at Islam Provinsi NAD, 2005), h. 265
5
memperhatikan serta membahas lebih jauh mengenai permasalahan tersebut, serta
dapat dijadikan sebagai skripsi dengan judul “Tindak Pidana Perjudian ditinjau dari
Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif (Analisis Putusan No
273/Pid.B/2013/PN. Bj)”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Di dalam tindak pidana perjudian, penulis membatasi pokok bahasan agar
tidak meluas dan focus dalam membahas tindak pidana perjudian, dan disini penulis
akan membatasi tindak pidana perjudian dari segi macamnya, yaitu tindak pidana
perjudian melalui kartu, togel, dan perlombaan yang menyebabkan perjudian.
2. Perumusan Masalah
Dengan mengacu pada pembatasan masalah di atas, untuk mendapatkan hasil
yang baik, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :
a) Apakah isi putusan Pengadilan Negeri Binjai mengenai tindak pidana
perjudian?
b) Bagaimanakah putusan Pengadilan Negeri Binjai ditinjau dari Hukum
Islam dan Hukum Positif?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dari paparan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka dapat
diketahui bahwa tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor penyebab terjadinya tindak
6
pidana perjudian baik dalam pandangan hukum Islam dan hukum positif
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan pandangan Hukum Islam terhadap
putusan Pengadilan No273/Pid.B/2013/pn.bj. tentang Perjudian
2. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini, diharapkan mendapat manfaat bagi pembangunan
pengetahuan ilmiah di bidang hukum, baik hukum pidana Islam pada khususnya
maupun hukum pidana positif pada umumnya. Selain itu diharapkan skripsi ini dapat
memberikan informasi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana perjudian menurut
hukum pidana Islam dan hukum pidana positif kepada masyarakat luas, dan
khususnya kepada umat Islam, begitu juga sebagai masukan kepada pihak-pihak yang
berwenang dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan agar dapat dilakukan
perbaikan yang diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
bidang hukum, khususnya hukum mengenai perjudian
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian normatif yaitu penelitian yang data-
datanya diungkapkan melalui kata-kata, norma atau aturan-aturan, dengan kata lain
penelitian ini memanfaatkan data normatif.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif doktriner, yaitu
penelitian yang mengkaji asas-asas dan norma-norma hukum. Penulis mencoba
7
menelaah dan menjelaskan aspek-aspek yang berkenaan dengan permasalahan ini.5
Penelitian ini digunakan karena untuk mengetahui dan menjelaskan asas-asas dan
norma-norma hukum yang menjadi landasan hukum yang berkenaan dengan
penelitian ini. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yakni penelitian yang
bertujuan menjelaskan satu variabel.
2. Sumber Data
Adapun sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah sumber data
sekunder, yang terdiri dari :
a. Bahan primer yaitu : Perundang-undangan yakni dokumentasi putusan
Pengadilan No.273/Pid.B/2011/pn.bj, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dalil-
dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an dal Al-Hadits, serta ketentuan-ketentuan
Fiqh yang mengatur masalah perjudian.
b. Bahan hukum sekunder yaitu : buku-buku hukum yang ada kaitannya dengan
materi yang ada kaitannya dengan materi yang menjadi pokok masalah.
Bahan hukum tersier yaitu : bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan sekunder
3. Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumenter yaitu
dengan cara memanfaatkan dokumen, buku-buku tertentu atau arsip yang ada di
5 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), Cet. Ke-8, h. 13
8
lembaga pemerintahan setempat sebagai objek penelitian serta data- data yang
diperoleh dari literatur dan referensi yang berhubungan dan berkenaan dengan judul
skripsi ini
4. Tehnik Analisa Data
Dalam menganalisa data, digunakan tehnik analisis perbandingan antara
positif dan islam. Dengan tehnik ini penulis berusaha untuk mengkualifikasikan
bahan-bahan yang telah diperoleh dan disusun, kemudian melakukan interpretasi dan
formulasi, yang mana, penulis menggambarjan objek pembahasan dengan apa adanya
untuk kemudian dicermati secara mendalam.
Adapun tehnik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku Pedoman
Penulisan Skripsi, cetakan ke-1 yang diterbitkan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013
E. Tinjauan pustaka
Ada sejumlah penelitian yang membahas tentang perjudian diantaranya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Lutfiah Rahmah yang berjudul Kajian Hukum Pidana
Islam Terhadap Putusan Hakim Tentang Penyewaan Tempat Untuk Perjudian
(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
No.803/PID/B/2009/PNJKT.SEL). Skripsi ini mengambil kesimpulan bahwa
penyewaan tempat pada dasarnya adalah hasil yang manfaat bagi penyewa dan yang
menyewakan tapi penyewaan tempat judi dilarang oleh agama maupun Negara karena
keduanya tidak ada manfaat bagi keduanya. Walaupun hasil penyewa itu buat mata
pencahariannya, walaupun penyewa dapat melalui telepon atau kartu undian dari hasil
9
perjudian. Yang bisa berakibat pada permusuhan dan pertengkaran apalagi sampai
bisa saling membunuh satu sama lain.
Adapun dalam analisis putusan penyidikan dan kejahatan perjudian yang
dilakukan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melakukan langkah-langkah dalam
mengambil keputusan. Dalam menjatuhkan hukuman atau vonis terhadap terdakwa,
Majelis Hakim menggunakan pasal 303 KUHP tentang perjudian. Oleh karena itu
terdakwa dihukum dengan hukuman penjara 10 (sepuluh) bulan penjara
Selain itu ada juga penelitian yang dibahas oleh Reniati Sumanta yang
berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perjudian (Kajian Perbandingan Qanun
Maisir di Aceh dan Perda Perjudian do Kota Bekasi) Skripsi ini mengambil
kesimpulan bahwa dari aspek Perbuatan yang dilarang di dalam qanun Aceh dan
Perda Bekasi ada yang sama, yaitu: Pertama, perbuatan menyelenggarakan dan/atau
memberi fasilitas kepada orang yang akan melakukan perbuatan judi. Kedua, menjadi
pelindung terhadap bentuk apapun terhadap kegiatan perjudian. Ketiga, memberikan
izin usaha penyelenggaraan perjudian. Pengaturan ini juga tidak dibahas oleh ulama
fiqh namun bukan berarti bertentangan dengan hokum Islam karena pengaturan judi
termasuk jarimah takzir. Pengaturan perjudian dari aspek definisi perbuatan yang
dilarang, pelaku hukum, sanksi pidana dan pelaksanaan hukuman tidak bertentangan
dengan dengan hukum Islam. Karena ketentuan-ketentuan pidana perjudian menurut
hukum Islam adalah bentuk jarimah takzir. Penelitian ini berbeda dengan penelitian
di atas karena penelitian ini membahas tentang muhallil dalam kasus perjudian yang
diputus di PN. Binjai, penelitian ini di tinjau menurut Hukum Pidana Islam dan
10
Hukum Pidana Positif.
F. Sistematika Penulisan
Dalam upaya memudahkan penyusunan skripsi ini serta agar lebih terarah, maka
penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut
BAB I Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Pembatasan
danPerumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Metode
Penelitian,Telaah Studi Terdahulu, Sistematika Penulisan
BAB II Dalam bab ini penulis membahas tentang pengertian Perjudian,
Bentuk-bentuk Perjudian, dan Sanksi Tindak Pidana Terhadap Perjudian Menurut
Hukum Islam
BAB III Dalam bab ini penulis membahas tentang pengertian Perjudian,
Bentuk-bentuk Perjudian, dan Sanksi Tindak Pidana Terhadap Perjudian Menurut
Hukum Positif
BAB IV Bagian ini akan menerangkan tentang Analisa terhadap Putusan
Hakim No.273/Pid.B/2011/pn.bj dalam Perkara Tindak
Pidana Perjudian, Deskripsi Kasus Perjudian, Analisa
Putusan Pengadilan No.273/Pid.B/2011/pn.bj Menurut Hukum
Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif
BAB V Penutup meliputi Kesimpulan dan Saran-saran
11
BAB II
PERJUDIAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM
A. Pengertian Perjudian
1. Menurut Hukum Islam
Maisir dalam bahasa Arab mengandung beberapa pengertian di antaranya
ialah: lunak, tunduk, keharusan, mudah, gampang, kaya, membagi-bagi, dll. Ada
yang mengatakan bahwa kata maisir berasal dari kata yasara( يسر ) yang artinya
keharusan. Keharusan bagi siapa yang kalah dalam bermain maisir/judi untuk
menyerahkan sesuatu yang dipertaruhkan kepada pihak yang menang. Ada yang
mengatakan bahwa kata maisir berasal dari kata yusrun ( يسر ) yang artinya mudah,
dengan analisa bahasa karena maisir/judi merupakan upaya dan cara untuk
mendapatkan rezeki dengan mudah, tanpa susah payah.1
Menurut Syekh Muhammad Rasyid Ridha dalam buku Suplemen
Ensiklopedia Islam menyatakan bahwa maisir itu suatu permainan dalam mencari
keuntungan tanpa harus berpikir dan kerja keras.Menurut at-Tabarsi, ahli tafsir Syiah
imamiah abas ke-6 Hijriah, maisir adalah permainan yang pemenangnya
mendapatkan sejumlah uang atau barang tanpa usaha yang wajar dan dapat membuat
1 Ibrahim Hosen, Apakah Judi Itu ?,(Jakarta: Lembaga Kajian Ilmiah Institut Ilmu Al-Qur‟an
(IIQ), 1987), h. 24-25.
12
orang jatuh ke lembah kemiskinan.Permainan anak-anak pun jika ada unsur
taruhannya, termasuk dalam kategori ini.2
Dan menurut Yusuf Qardlawy dalam kitabnya “Al-halal Wal-Haram Fil-
Islam”, judi adalah setiap permainan yang mengandung taruhan.Qimar atau judi
adalah setiap permainan yang permainannya bisa untung dan bisa rugi (untung-
untungan). Definisi maisir/judi menurut pengarang Al-Munjid, maisir/judi ialah
setiap permainan yang diisyaratkan padanya bahwa yang menang akan
mendapatkan/mengambil sesuatu dari yang kalah baik berupa uang atau yang
lainnya.3
Menurut Imam Syafi‟i di dalam kitabnya Al-Iqna‟ juz II hal 268, apabila
kedua orang yang berlomba pacuan kuda itu mengeluarkan taruhannnya secara
bersama-sama (artinya, siapa yang kalah harus memberi kepada yang menang) maka
dalam kondisi seperti itu tidak boleh. Kecuali apabila keduanya tadi memasukan
muhallil itu sepadan dengan kuda orang yang berpacu tersebut. Pihak ketiga menjadi
penengah tadi dinamakan muhallil karena ia berfungsi untuk menghalalkan aqad, dan
mengeluarkannya dari bentuk judi yang diharamkan.4
Berdasarkan definisi-definisi yang diutarakan para ulama tersebut di atas
maka dapat disimpulkan bahwa judi ialah segala macam bentuk permainan yang
didalamnya mendapat taruhan dan praktik untung-untungan, yang membuat orang
2 Hasan Muarif Ambary, Suplemen Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996), h. 297-298.
3 Ibrahim Hosen, Op.Cit., h. 28-34.
4 Ibid., h. 35.
13
yang bermain berharap akan mendapatkan keuntungan dengan mudah tanpa bekerja
keras.Judi dilarang oleh agama dan negara karena judi itu sendiri membahayakan
bagi masyarakat lingkungan terutama buat keluarganya itu sendiri, akibat berjudi
banyak orang yang menjadi korban, judi juga dalam bentuk permainan ataupun tidak
dalam bentuk permainan banyak keburukannya.
B. Bentuk-Bentuk Perjudian Menurut Hukum Islam
Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perjudian, apabila telah memenuhi
unsur-unsur khusus, menurut H.S. Muchlis ada dua unsur yang merupakan syarat
khusus untuk dinamakan seseorang telah melakukan jarimah perjudian, ialah:
a. Harus ada dua pihak yang masing-masing terdiri dari satu orang atau lebih yang
bertaruh: yang menang (penebak tepat atau pemilik nomor yang cocok) akan dibayar
oleh yang kalah menurut perjanjian dan rumusan tertentu.
b. Menang atau kalah dikaitkan dengan kesudahan suatu peristiwa yang berada di luar
kekuasaan dan di luar pengetahuan terlebih dahulu dari para pertaruh.5
Rasyid Ridha dan at-Tabarsi sepakat menyatakan bahwa segala bentuk
permainan yang mengandung unsur taruhan termasuk ke dalam pengertian maisir
yang dilarang syara‟.Menurut Hasbi ash-Shiddieqiy permainan yang mengandung
unsur untung-untungan, termasuk judi, dilarang syara‟.6 Berdasarkan rumusan di
atas, maka jika ada kesebelasan sepak bola yang bertanding oleh sponsor akan
diberikan hadiah kepada yang menang, ini bukan judi, karena tidak ada dua pihak
5 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Kapita Selekta Hukum Islam), h. 148.
6 Hasan Muarif Ambary, Op.Cit., h. 297-298.
14
yang bertaruh. Contoh lain: dua pemain catur yang mengadakan perjanjian, siapa
yang kalah membayar kepada yang menang sejumlah uang, juga tidak dapat
dinamakan berjudi, sebab pertandingan itu merupakan adu
kekuatan/keterampilan/kepandaian.7
C. Perlombaan atau Taruhan dan Unsur Unsur Perjudian di dalamnya
Dewasa ini, berbagai bentuk peraduan dan pertandingan telah muncul dalam
kalangan Umat Islam dengan janjian uang taruhan yang lumayan. Namun, Umat
Islam masa kini tidak mengetahui akan hukum-hukum yang berkaitan peraduan dan
pertandingan, sehingga banyak di kalangan mereka terjebak dalam perjudian secara
tidak sadar.
Maka di sini, kami akan menjelaskan sedikit hukum-hukum musabaqah yang
seyogyanya termaktub dalam kitab-kitab fiqh, bahkan Imam al-Syafii ra. telah
meletakkan masalah ini dalam bab khusus berbeda dengan Ulama-ulama sebelum
beliau.
1. Maksud Musabaqah:
Musa>baqah atau al-Sibaq atau al-Sabq ( السبق-السباق-المسابقت ) artinya ialah
perlombaan, seperti lomba pacu kuda, lomba lari, dan jalan kaki. Adapun al-Ramyu
artinya adalah peraduan yang berkaitan dengan (المناضلت) atau Muna>dhalah (الرمي)
lontaran, seperti lontar lembing, memanah, dan menembak.
7 Masjfuk Zuhdi, Op.Cit., h. 150.
15
Adapun al-Sabaq (السبق) adalah uang taruhan yang diberikan untuk pemenang dalam
sesuatu perlombaan atau peraduan.
2. Hukum Musabaqah:
Islam membenarkan atau membolehkan perlombaan dan pertandingan untuk
maslahah agama dan kesehatan tubuh/badan sebagaimana dalam firman Allah Taala:
وا (60 : 8/االنفال ( وعدوكم الل عدو بو ت رىبون اليل رباط ومن ق وة من استطعتم ما لم وأعد
Artinya: “dan sediakanlah untuk menentang mereka (musuh yang menentang) segala
jenis kekuatan yang dapat kamu sediakan dan dari pasukan-pasukan berkuda yang
lengkap sedia, untuk mengancam dengan persediaan tersebut musuh Allah dan
musuhmu…” [Al-Anfa>l: 60].
Apabila Allah Ta‟ala memerintahkan kita supaya mempersiapkan diri untuk
peperangan dan jihad di jalan-Nya, maka disyariatkan juga latihan perang dan dalam
latihan ini, untuk mengetahui tahap pencapaian seseorang memerlukan ujian dan
pertandingan.
Dalam hadits pula banyak sekali dalil keharusan dan disyariatkan pertandingan yang
dapat memberi maslahah untuk jihad di antaranya:
هما الل رضي - عمر ابن عن قد الت باليل - وسلم عليو الل صلى - النب سابق » قال: - عن رت، ر ل الت اليل ب ي وسابق الوداع ثنية أمدىا وكان الفياء، من ضم بن مسجد إل الثنية من تضم
فق . «سابق فيمن عمر ابن وكان زريق، ، زاد عليو. مت الوداع ثنية إل الفياء من سفيان: قال البخاري .ميل زريق ن ب مسجد إل الثنية ومن ستة، أو أميال، خسة
16
Artinya: Dari Ibn Umar r.hma beliau berkata: "Pernah Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam melombakan antara dua kuda, kuda yang memang khusus untuk pacuan
dilepas dari Haifa hingga Tsaniyyatul wada', sedang kuda biasa (tak dipersiapkan
untuk pacuan) dilepas dari Tsaniyatul wada' hingga masjid bani Zuraiq, dan
Abdullah di antara mereka yang ikut pacuan." [Muttafaq „Alaih]. Imam Bukha>ri
menambah: Sufyan berkata: “Jarak dari Hafya ke Tsaniyyatul wada‟ 5 atau 6 mil,
dan dari Tsaniyyatul wada‟ ke Masjid Zuraiq 1 mi>l.8
Berkata Imam al-San‟ani r.a: “Hadits ini menjadi dalil disyariatkan musabaqah dan
perlombaan bukanlah perbuatan sia-sia bahkan merupakan suatu aktivitas yang
terpuji yang dapat memperoleh penghasilan tujuan-tujuan peperangan dan
bermanfaat untuk jihad dan hukumnya antara harus dan mustahab (sunat)”.9
Maka Ulama telah sepakat bahwa perlombaan dalam perkara-perkara yang
bermanfaat untuk jihad dan kesehatan adalah harus bahkan sunat bagi mereka yang
belajar ilmu peperangan untuk beradu kemahiran dan makruh jika
meninggalkannya.10
3. Jenis-jenis Musabaqah:
Pertama: Musabaqah yang diharuskan dan disyariatkan, baik dengan taruhan (uang
taruhan) atau tidak ialah pertandingan yang berkaitan dengan Jihad seperti lomba
kuda, memanah, melontar lembing, dan lomba unta. Pada zaman sekarang
8 Shahih Bukha>ri, hadits No. 6791.
9 Muhammad Bin Ismail Al-Amir Ash-Shan‟ani, Subul as-Sala>m – Syarh~ Bulugh al-
Maram, (Jakarta : Darus Sunnah, 2007). Cet. II, h. 510-512
10 Syihabuddin al-Qolyubiy dan Syihabuddin „Umairah, Ha>syiyah al-Qolyuubiy Wa
„Umairoh „Ala> Syarh~ al-Mahalliy „Ala> Minha>j ath-Tha>libi>n, (Kairo-Mesir: Maktabah Wa
Mathba‟ah Mushthafa> al-Baab al-Halbiy Wa Aula>dih, 1956), Jilid IV, Cet. III, h. 265
17
dihubungkan dengannya seperti lomba jet perang, pertandingan menembak, dll. Ini
berdalilkan sabda Nabi s.a.w:
، ف إال سبق ال وسلم عليو الل صلى الل رسول قال :قال ىري رة أب ن ع اه و ر .حافر أو ،نصل أو خف .صحيح واسناده ان،ب ح ن ب و ،ي ائ س الن و ،ي ذ م الت و ،داو د و ب أ
artinya: “Tidak (boleh) mengadakan uang taruhan atau taruhan untuk pertandingan
kecuali dalam lomba unta, kuda, dan memanah”.[HR. Abu> Da>wud, al-Tirmidzi>,
al-Nasa>i, Ibn H~ibba>n].11
Hadits ini mebatasi pertandingan yang boleh disediakan uang taruhan hanyalah dalam
lomba kuda, unta, dan memanah, namun hukum ini adalah mu‟allal (mempunyai
illat) maka diqiaskan atasnya segala jenis permainan yang sama illat dengannya yaitu
alat perang dan jihad.12
Musabaqah jenis ini hanya khusus untuk mereka yang layak menjadi Mujahidin,
mereka itu ialah lelaki, adapun wanita dan khunsa makruh mereka bertanding dalam
perkara ini jika tanpa uang taruhan dan tiada perkara haram lain (seperti mengumbar
aurat dll.) dan jika dengan uang taruhan adalah haram hukumnya.13
Kedua: Musabaqah yang tidak dibenarkan (yakni haram) baik dengan uang taruhan
maupun tidak ialah dalam perkara-perkara yang haram seperti bermain dadu, alat
musik, ratu kecantikan, dan catur. Sabda Nabi s.a.w:
11
Abdullah Bin Abdurrahman al-Bassam, Taudih al-Ahka>m Min Bulu>gh al-Mara>m,
(Jeddah-Saudi Arabia: Dar al-Qiblah Li ats-Tsaqafah al-Islamiyyah, 1992), Jilid V, Cet. I, h. 478
12
Muhammad Bin Shalih al-„Utsaimin, Mudzakkirah Fiqh, (Kairo-Mesir: Daar al-Ghad al-
Gadeed, 2007), Jilid II, Cet. I, h. 263
13 Syihabuddin al-Qolyubiy dan Syihabuddin „Umairah, h. 266
18
ردشي لعب من قال وسلم عليو الل صلى النب أن أبيو عن ب ريدة بن سليمان عن ا بالن ف يده صبغ فكأن ، وأمحد(3763) ، وابن ماجو(4939) ، وأبو داود(2260) أخرجو مسلم .ودمو خنزير لم
رد : (16/15" )شرح مسلم" قال اإلمام النووي ف ردشي ىو الن رد عجمي معرب ،قال العلماء: الن ، فالن هما " وىو تشبيو لتحرميو و )شي( معناه حلو... ومعن "صبغ يده ف لم النزير ودمو ف حال أكلو من
أعلم .ا.ى . بتحرمي أكلهما. والل
Maksudnya: dari Sulaiman bin Buraidah dari Bapaknya bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Barang Siapa yang bermain dengan permainan
Nardasyir (sejenis catur), maka seolah-olah ia telah melumuri tangannya dengan
daging dan darah babi." [HR. Muslim, Ibn Ma>jah, Ahma>d].
Ketiga: Musabaqah yang boleh bila tanpa uang taruhan, dan tidak boleh bila dengan
uang taruhan yaitu permainan yang mempunyai masalahah kesehatan tetapi tidak
bermanfaat secara langsung dalam jihad dan peperangan seperti berenang, jalan kaki,
lomba lari, bermain pedang, seni pertahanan diri, angkat beban, lomba perahu, dan
lain-lain selagi tidak dimasuki perkara yang diharamkan seperti pengumbaran aurat,
percampuran lelaki dan wanita, melupakan waktu terutama waktu sholat.14
14
Abdullah Bin Abdurrahman al-Bassam, Taudih al-Ahka>m Min Bulu>gh al-Mara>m,
(Jeddah-Saudi Arabia: Dar al-Qiblah Li ats-Tsaqafah al-Islamiyyah, 1992), Jilid V, Cet. I, h. 478
19
4. Taruhan dan Uang taruhan Pertandingan:
Boleh mengadakan uang taruhan atau pertaruhan dalam pertandingan yang
mempunyai manfaat langsung dalam peperangan seperti: lomba pacu kuda, unta,
memanah dan yang serupa dengannya seperti menembak, lumba jet tempur, dan lain-
lain.
Ini berdasarkan hadits:
، ف إال سبق ال وسلم عليو الل صلى الل رسول ال ق :قال ىري رة أب عن اه و ر .حافر أو ،نصل أو خف .صحيح واسناده حبان، وبن ،ي ائ س الن و ،ي ذ م الت و ،داو د و ب أ
artinya: “Tidak (boleh) mengadakan uang taruhan atau taruhan untuk pertandingan
kecuali dalam lomba unta, kuda, dan memanah”.[HR. Abu> Dawu>d, al-Tirmidzi>,
al-Nasa>i, Ibn H~ibba>n].15
Berkata Syeikhul Islam Ibn Taimiah r.h:
ف ام ك ،ة ع ف ن م و ي ف ن و ك ي د ق و احا،ب م ان ك ن إ و ،اد ه ال ىل ع و ب ان ع ت س ي ال ئاي ش ل ع ال ب ز و ي م ل ف .ام د ق األ ىل ع ة ق اب س م ال و ،ة ع ار ص م ال
artinya: “Maka tidak boleh memberi uang taruhan apapun pada pertandingan yang
tidak digunakan untuk berjihad, walaupun mubah (boleh) dan mungkin ada padanya
manfaat, seperti bergulat dan lomba lari”.16
Jumhur Ulama telah sepakat bahwa tiga jenis permainan ini boleh padanya uang
taruhan dan pertandingan dengan uang taruhan ini terdapat beberapa bentuk, yaitu:
15
Sunan An-nasa>‟i, hadits No. 3530.
16
Ahmad Bin Abdul Halim Ibn Taimiyah, Majmu‟fata>wa , (Madinah-Saudi Arabia:
Pertama: Uang taruhan dikeluarkan oleh pihak ketiga, tidak melibatkn peserta,
seperti harta uang taruhan itu dibayar oleh Sultan atau pemerintah dan harus
menggunakan uang baitul mal karena perlombaan tersebut untuk maslahah jihad,
maka termasuk di bawah Asnaf Fi Sabi>lillah. Dan peserta harus lebih dari dua
orang.
Kedua: Dua orang bertanding lomba pacu kuda misalnya dan uang taruhan akan
dikeluarkan salah seorang daripada mereka. Misalnya Yusuf berlomba kuda dengan
Ahmad dan Ahmad akan mengeluarkan uang taruhan jika Yusuf berhasil
mengunggulinya dan jika Ahmad berhasil mengungguli Yusuf tiada uang taruhan
yang perlu Yusuf keluarkan.
Ketiga: Dua orang bertanding dan kedua-duanya perlu membayar uang taruhan
kepada yang menang seperti bentuk di atas. Hanyasaja apabila Ahmad berhasil
menang atas Yusuf maka Yusuf juga mesti memberi uang taruhan kepada Ahmad.
Keempat: Tiga orang bertanding dan dua orang daripada mereka akan memberikan
uang taruhan kepada orang ketiga jika dia berjaya menandingi mereka berdua, adapun
jika mereka berdua yang berjaya menandingi orang ketiga maka boleh uang taruhan
dikenakan. Misalnya Yusuf, Ahmad, dan Amin berlomba memanah, jika Amin
berjaya menandingi panahan si Yusuf dan Ahmad, maka Amin akan mendapat uang
taruhan dari Yusuf dan Ahmad, jika sebaliknya, maka tiada uang taruhan.17
17
Mushthafa al-Khin dan Mushthafa al-Bugha, al-Fiqh al-Manhajiy „Ala> Madzhab al-
Ima>m asy-Sya>fi‟iy, (Damaskus: Dar el-Qalam Li ath-Thaba‟ah Wa an-Nasyr Wa at-Tauzi>‟, 1992),
Jilid VIII, Cet. II, h. 158
21
Jumhur Ulama sepakat bahwa bentuk yang pertama adalah boleh jika harta uang
taruhan bersumber dari pemerintah atau baitul ma>l, namun jika rakyat yang
mengeluarkannya seperti seorang bangsawan atau orang kaya, maka Imam Malik r.h
berpendapat tidak boleh, karena urusan Jihad adalah urusan pemerintah. Namun,
pendapat yang rajih (kuat) adalah boleh karena ini hanyalah latihan jihad bukan
pelaksaan jihad sesungguhnya sama seperti boleh bagi siapa saja mewaqafkan kuda
dan peralatan perang.18
Bentuk yang kedua pula adalah boleh juga di sisi Jumhur Ulama, kecuali Imam Malik
r.h karena beliau hanya mengharuskan uang taruhan daripada pemerintah saja, jika
uang taruhan dikeluarkan pemain, maka termasuk „Qima>r‟ (judi) dan menjadi
permainan yang bathil.19
Namun, yang sahih adalah pendapat Jumhur, karena terdapat hadits dari Ibn „Umar
r.a:
ل ي ال ي ب ق ب س ظ:ف ل ف و { ن اى ر و ل ي ال ب ق ب س - م ل س و و ي ل ع للا ىل ص - ب الن ن أ } ر م ع ن اب ن ع و .دمح أ ااه و ر ق.اب الس ىط ع أ و
artinya: “Bahwa Nabi s.a.w berlomba kuda dan baginda memberi uang taruhan
kepada pemenang”. [Ahma>d, sahi>h].
18
Abu Husein Yahya Ibn Abi al-Khair Ibn Salim al-„Imroniy, al-Baya>n Fi> Madzhab al-
Ima>m asy-Sya>fi‟I, (Beirut: Dar el-Minhaj, tt.), Jilid VII, h. 425-426
19 Yahya Ibn Syarf Al-Nawa>wi>, Kitab al-Majmu‟ Syarh al-Muhadzdzab, (Jeddah: Saudi
Arabia, Maktabah al-Irsyad, tt.), Jilid XVI, h.24
22
Bentuk yang ketiga pula, Jumhur Ulama mengharamkannya karena termasuk dalam
keumuman larangan Qima>r dan Maisir (judi) sebagaimana dalam firman Allah
Ta‟ala:
. : (90)املائده
artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bahwa Sesungguhnya arak, dan judi,
dan pemujaan berhala, dan mengundi nasib dengan batang-batang anak panah,
adalah (Semuanya) kotor (keji) dari perbuatan syaitan. oleh karena itu hendaklah
kamu menjauhinya supaya kamu beruntung .” [al-Ma>idah: 90].
*yang dimaksud al-Maisir adalah Qima>r: “Semua permainan atau pertaruhan yang
mensyaratkan yang kalah mesti membayar uang taruhan kepada yang menang”.20
Berkata Ibn Abbas r.a:
ومالو. بأىلو ذىب صاحبو قمر فأيهما ومالو، أىلو على خياطر الاىلية ف الرجل كان القمار. امليسرartinya: “al-Maisir itu adalah qimar. Ada seseorang di zaman Jahiliyyah bertaruh
dengan keluarga dan hartanya, maka siapa yang menang atas pertaruhan rekannya
maka dia akan mengambil keluarga dan hartanya”.21
Maka semua permainan yang melibatkan ada untung dan rugi pada kedua pihak
adalah qima>r dan maisir yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya. Namun, Syeikhul
Islam Ibn Taimiah r.h dan Ibn al-Qayyim r.h melihat keumuman sabda Nabi s.a.w
berkenaan musabaqah dan kebolehan membuat pertaruhan atasnya dan dalam hadits:
20
Muhammad Rawwas Qal‟ahji dan Hamid Shadiq Qanaybiy, Mu‟jam Lughat al-Fuqaha>,
(Beirut-Lebanon: Dar an-Nafaais, 1988), Cet. II, h. 355
اج زمن اليل أرسلت قال لبيد أب عن نا قال البصرة على أمي أيوب بن والكم الج ا الرىان فأت ي ف لم عليو الل صلى الل رسول عهد على ت راىنون أكنتم فسألناه مالك بن أنس إل ملنا لو ق لنا اليل جاءت
ناه وسلم صلى الل رسول عهد على ت راىنون أكنتم محزة أبا يا ف قلنا فسألناه الزاوية ف قصره ف وىو فأت ي الل صلى الل رسول راىن لقد والل ن عم قال ي راىن وسلم عليو الل صلى الل رسول فكان وسلم عليو الل
ن ط ق ار الد و دمح أ اه و ر .وأعجبو لذلك فان تشى الناس فسبق سبحة لو ي قال لو ف رس على وسلم عليو ي.ق ه ي ب ال و
artinya: dari Abu Labid berkata; "Telah dikirim seekor kuda ketika Al Hajjaj dan Al
Hakam bin Ayyub menjadi amir di Bashroh". (Lubaid RH) berkata; "Kami
melakukan perlombaan adu cepat kuda (dengan memberikan hadiah bagi yang
menang), dan tatkala seekor kuda telah datang, kami berkata; 'bagaimana kalau kita
pergi kepada Anas bin Malik. Kita bertanya kepadanya, apakah kalian melakukan
lomba kuda pada masa Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam? ' maka kami
mendatangi dia di rumahnya yang ada di tepi, kami bertanya padanya, 'wahai Abu
Hamzah apakah engkau melakukan lomba adu kuda pada masa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam ', 'apakah Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam ikut
berlomba kuda di dalamnya? ' (Anas bin Malik RA) berkata; "Ya, demi Allah
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam telah ikut lomba berkuda dengan seekor kuda
miliknya yang dijuluki dengan Sabhah, maka beliau menang hingga beliau kagum
dan suka akan itu". [HR. Ahma>d, al-Da>ruqutni, al-Baihaqi-sahi>h].
kata “تراهن” secara bahasa menunjukkan adanya perlakuan dari dua pihak,
maka zhahir hadits ini kedua belah pihak meletakkan uang taruhan dalam perlombaan
kuda itu dan tidak ada dalam hadits ini menceritakan berkenaan „Muhallil‟ yakni
orang ketiga.22
Adapun jika dikatakan jika tidak ada Muhallil maka ini adalah
„Qima>r‟ (judi) maka dijawab ini adalah yang diharuskan dengan dalil khusus.23
22
Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad Ibn Abi Bakar Ibn Ayyub Ibn Qayyim al-
Jauziyyah, al-Furu>siyyah, (Hail-Saudi Arabia: Dar el-Andalus, 2003), Cet. I, h.165-166
23 Shalih Ibn Fauzan Ibn Abdullah al-Fauzan, al-Mulakhkhash al-Fiqhiy, (Riyadl-Saudi
Arabia: Riaasah Idarat al-Buhuuts al-„Ilmiyyah Wa al-Ifta, 1423 H), Jilid II, Cet. I, h. 158
24
Adapun Jumhur Ulama berdalilkan hadits berikut:
فل يسبق أن يأمن ال وىو ف رسي ب ي ف رسا أدخل من قال وسلم عليو الل صلى النب عن ىري رة أب عن ارقطن ماجو وابن أمحد رواه قمار. ف هو يسبق أن أمن قد ف رسي ب ي ف رسا أدخل ومن بو بأس والد
هقي .والب ي
Artinya: dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Barangsiapa memasukkan kudanya pada dua kuda lainnya (yang sedang berlomba)
sedang dirinya tidak merasa yakin bahwa kudanya akan mendahului maka tidaklah
mengapa. Dan barangsiapa memasukkan kudanya pada dua kuda lainnya sedang
dirinya merasa yakin bahwa kudanya akan menang maka itu adalah judi". [HR.
Abu> Da>ud, Ibn Ma>jah, Ahma>d, al-Da>ruqutni, al-Baihaqi>].
*Maksud hadis ini ialah apabila dua orang yang berlomba mengeluarkan uang
taruhan, maka perlu ada peserta ketiga yang tidak mengeluarkan uang taruhan dan
disyaratkan peserta ketiga ini juga setara dengan dua peserta lainnya dari segi
kecepatan kuda (misalnya pada lomba kuda), jika dia hanya sekedar masuk
sedangkan kudanya memang pasti lemah dan tidak mampu menandingi kuda dua
peserta lainnya maka ia tetap qima>r (judi).24
Hadits ini dinilai berbeda pandangan antara Ulama hadits, Ibn Hajar al-Asqalani
dalam Bulughul Maram mendhaifkannya dan disokong oleh mereka yang tidak
mensyaratkan Muhallil seperti Ibn Taimiah, Ibn al-Qayyim, dan kebanyakan Ulama
Hanabilah Mutaakhirin dan disetujui juga oleh Syeikh al-Albani.25
24
Yahya Ibn Syarf Al-Nawa>wi>, Op. Cit., h. 30-31
25 Muhammad Nashir ad-Di>n al-Albani, Irwaa al-Ghal>il, (Lebanon: al-Maktab al-Islamiy,
1979), Jilid V, Cet. I, h. 340
25
Sebagian Ahli Hadits lagi menshahihkan hadits ini, diantaranya: al-Hakim dan Ibn
Hibban namun yang benarnya hadits ini adalah dha‟if tetapi dalam Shahih Ibn
Hibban:
قا، ن هما سب ن هما عن ابن عمر، أن النب صلى الل عليو وسلم سابق ب ي اليل، وجعل ب ي وجعل ب ي رواه ابن حبان. ". ف حافر أو نصل ال إ سبق "ال :ملل، وقال
artinya: “dari Ibn Umar, bahwa Nabi s.a.w berlomba kuda dan baginda jadikan
antara keduanya uang taruhan dan baginda letakkan muhallil dan bersabda: “Tidak
ada uang taruhan kecuali dalam lomba kuda atau unta”. [HR. Ibn H~ibba>n].
Tetapi hadits ini juga dha‟if karena dha‟ifnya Abdullah bin Dinar, namun
yang rajih (kuat) pada kami –walla>hua‟lam- disyaratkan muhallil walaupun dalil-
dalil naqlinya dha‟if namun dari segi qiyas hal tersebut (adanya muhallil) itu benar,
supaya tidak termasuk qima>r.
Maka dapat disimpulkan bahwa antara empat bentuk uang taruhan dalam musabaqah
yang dibolehkan padanya uang taruhan ini, hanya bentuk pertama, kedua, dan
keempat saja, adapun bentuk yang ketiga adalah haram menurut Jum>hur Ulama.26
5. Urgensi Muhallil dalam Musabaqah
Muhallil ialah pihak ketiga di dalam sebuah perlombaan yang menyebabkan
suatu perlombaan menjadi sah dan bukan termasuk ke dalam qimar. Karena terdapat
26
Wahbah az-Zuhailiy, al-Fiqh al-Islamiy Wa Adillatuh, (Damaskus: Dar el-Fikr, 1985), Jilid
V, Cet. II, h. 787-788
26
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Ra. Bahwasanya Nabi SAW.
Bersabda: “Barangsiapa yang memasukkan kuda antara dua kuda sedangkan dia tidak
aman daripada didahului maka tidaklah mengapa (bukanlah qimar), dan barangsiapa
yang memasukkan kuda antara dua ekor kuda sedangkan dia aman daripada didahului
maka ia adalah qima>r”.[Abu Daud, Ibn Majah, Ahmad, al-Daruqutni, al-Baihaqi].
*Maksud hadis tersebut ialah apabila dua orang yang berlomba mengeluarkan uang
taruhan, maka perlu ada peserta ketiga yang tidak mengeluarkan uang taruhan dan
disyaratkan peserta ketiga ini juga setara dengan dua peserta lainnya dari segi
kecepatan kuda (misalnya pada lomba kuda), jika dia hanya sekedar berpartisipasi
sedangkan kudanya memang pasti lemah dan tidak mampu menandingi kuda dua
peserta lainnya, maka ia tetap qima>r (judi).
Dengan adanya muhallil, Perlombaan tersebut bukan termasuk perjudian,
karena ada seseorang yang mengambil (taruhan) bila Ia menang dan tidak memberi
(taruhan) jika Ia kalah. Namun bila tanpa muhallil, maka yang terjadi adalah
seseorang mengambil (taruhan) apabila Ia menang, dan memberikan (taruhan) apabila
Ia kalah, dan hal yang demikian itu merupakan bentuk perjudian (qimar). Muhallil
juga diperbolehkan terdiri dari dua orang atau lebih, karena hal tersebut semakin
menjauhkan dari bentuk perjudian.
Jika perlombaan tersebut antara dua kelompok/tim, maka hukum kedua kelompok
tersebut dalam mengikutsertakan muhallil sama seperti hukum 2 orang kontestan,
karena tujuan dari masuknya muhallil adalah membebaskan dari bentuk perjudian,
dan hal itu dapat dicapai dengan cara mengikutsertakan seorang muhallil, baik sedikit
27
ataupun banyaknya jumlah kontestan. Dan ashaab „ulaama berbeda pendapat
mengenai masuknya muhallil, mayoritas dari mereka berpendapat bahwa masuknya
muhallil tersebut untuk menghalalkan taruhan bagi setiap peserta yang menang
diantara para kontestan.
Sedangkan Abu „Ali Ibn Khairan berpendapat bahwa masuknya muhallil itu
adalah untuk membolehkan taruhan hanya bagi dirinya saja. Ia (muhallil) mengambil
(taruhan) bila Ia menang, dan tidak mendapat (uang taruhan/taruhan) bagi kedua
kontestan bila mereka berdua yang menang. Karena bila seandainya dikatakan kepada
kami: “jika kedua kontestan tersebut menang, kemudian mereka mendapat (uang
taruhan/taruhan), hasilnya ialah ada pihak yang memberi taruhan, dan ada pihak yang
mengambil taruhan, dan itu termasuk qima>r (judi).
Menurut pendapat pertama (ashaab), bahwa dengan masuknya muhallil, maka
kedua kontestan terbebas dari unsur perjudian, karena dalam perjudian ada pihak
yang memberi taruhan dan ada pihak yang menerima taruhan. Dengan masuknya
muhallil menghasilkan ada pihak yang mengambil taruhan dan tidak memberi
taruhan, maka hal tersebut tidak menjadi qima>r (judi).
Kemudian jika mereka semua seimbang, yakni mereka sampai ke garis finish
secara berbarengan, maka salah seorang (yang mengeluarkan taruhan) dari kedua
kontestan menyimpan kembali harta taruhannya, karena berarti tidak ada seorangpun
yang memenangkan pertandingan. Dan bagi muhallil tidak mendapat apapun karena
Ia tidak mengungguli salah seorang dari mereka berdua. Dan jika kedua kontestan
yang menang, maka salah seorang (yang mengeluarkan taruhan) dari kedua kontestan
28
juga tetap menyimpan kembali harta taruhannya, karena mereka berdua imbang, dan
muhallil pun tidak menerima ataupun memberi harta taruhan sebab Ia kalah. Namun
jika muhallil mengungguli kedua kontestan, maka muhallil berhak menerima harta
taruhannya, karena Ia menang atas keduanya. Dan bila salah satu kontestan (yang
mengeluarkan harta taruhan) menang atau mengungguli muhallil serta salah satu
peserta lainnya, maka pemenang tersebut (orang yang mengeluarkan harta taruhan)
juga tetap menyimpan taruhannya (mengambil harta taruhannya sendiri).
Dan mengenai masalah harta taruhan bagi yang kalah, ada dua pendapat:
Pertama, menurut ashaab bahwasanya pemenang juga mengeluarkan harta
taruhan/uang taruhan, karena Ia sendiri ikut andil dalam perlombaan. Kedua, menurut
pendapat Ibn Khairan hanya peserta yang kalah saja yang mengeluarkan harta
taruhan/uang taruhan, karena menurutnya pemenang tidak berhak untuk
mengeluarkan harta taruhan.27
D. Sanksi Pidana
27
Yahya Ibn Syarf Al-Nawa>wi> , Kita>b al-Majmu>‟ Syarh~ al-Muhadzdzab, (Jeddah,
Saudi Arabia: Maktabah al-Irsyad), . Jilid XVI, h. 150
29
Agama Islam membolehkan berbagai macam hiburan dan permainan bagi
setiap pemeluknya, tetapi Islam mengharamkan setiap permainan yang di campuri
dengan unsur perjudian, yaitu suatu permainan yang mengandung unsur taruhan, baik
itu berupa uang, barang, kehormatan dan orang yang menang itu mendapat hak
taruhan tersebut.
1. Menurut Hukum Islam
Sanksi pidana dalam bahasa Arab disebut „uqu>bah.„Uqu>bah artinya:
mengiringnya dan datang dibelakangnya. Dalam pengertian yang agak mirip dan
mendekati pengertian istilah, barangkali lafaz tersebut bisa diambil dari lafaz: yang
artinya: membalasnya sesuai dengan apa yang dilakukan.28
Perbuatan yang dilarang
( adakalanya berupa mengajarkan perbuatan yang dilarang dan adakalanya (المحظورة
meninggalkan perbuatan yang diperintahkan. Sedangkan lafaz syari>‟ah (شريعت)
dalam definisi tersebut mengandung pengertian, bahwa suatu perbuatan baru
dianggap sebagai jarimah apabila perbuatan itu tidak ada larangannya dalam syara‟
dan diancam dengan hukuman. Dengan demikian apabila perbuatan itu tidak ada
dalam larangan dalam syara‟ maka perbuatan tersebut hukumnya mudah, sesuai
dengan dalil kaidah yang berbunyi: Pada dasarnya semua perkara diperbolehkan,
sehingga ada dalil yang mengajukan keharamannya.
Pengertian jarimah menurut syara‟, pada lahirnya agak berbeda dengan
pengertian jarimah atau tindak pidana menurut hukum positif dalam kaitan dengan
28
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah, (Jakarta:
PT Sinar Grafika), h. 136.
30
masalah hukuman takzir. Menurut hukum Islam hukuman takzir adalah hukuman
yang ketentuan jumlahnya tidak tercantum di dalam nash sedangkan menurut hukum
positif, hukuman itu harus tercantum dalam undang-undang. Akan tetapi, apabila
dipelajari dapat juga kita temui persesuaiannya terutama pada garis
besarnya.Hukuman takzir dimaksudkan untuk mencegah dari kerusakan timbulnya
bahaya. Apabila tujuan diadakannya takzir itu demikian maka jelas sekali hal itu
dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah, karena setiap perbuatan yang merusak dan
merugikan orang lain hukumnya tetap dilarang. Allah SWT berfirman dalam Al-
Qur‟an.
. . . .
“…dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan membuat
kerusakan.” (QS.Al-Baqarah [2]: 60)
Di samping itu, meskipun hukuman takzir itu ketentuannya diserahkan kepada
ulil amri (penguasa), namun dalam pelaksanaannya tetap berpedoman kepada dasar-
dasar yang telah ditetapkan oleh Al-Qur‟an dan As-Sunnah dengan tujuan mencegah
manusia, supaya ia tidak membuat kekacauan dan tidak membuat kerusakan.29
Alangkah tepat dan indahnya Al-Qur‟an ketika mengumpulkan antara khamr
dan judi dalam ayat-ayat dan hukum-hukumnya, karena sama bahayanya terhadap
pribadi, keluarga, tanah air, dan akhlak. Tidak ada bedanya orang yang mabuk karena
29
Ahmad Wardi Muslich, Op.Cit., h. 10-12.
31
judi dengan orang mabuk karena khamr dan judi termasuk perbuatan syaitan.30
Dalam
hukum yang mengatur tentang sanksi hukum peminum khamr dan judi diungkapkan
oleh Allah dalam Al-Qur‟an secara bertahap tentang status hukum.Meminum
minuman memabukan (khamr) dan berjudi adalah dua perbuatan yang dilarang.Para
peminum khamr dan berjudi dinilai sebagai perilaku setan.Dalil hukum yang
mengatur tentang sanksi hukum peminum khamr diungkapkan oleh Allah SWT
dalam Al-Qur‟an secara bertahap tentang status hukum.Hal itu diungkapkan sebagai
berikut.
Surah Al-Baqarah ayat 219
.
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,” (Q.S. Al-Baqarah [2]:
219).
Mengenai isi kandungan ayat tersebut, tampak jelas bahwa ayat ini sudah
menyentuh sisimanfaat danmudharat, ketika di turunkan ayat ini.Dalam Al-Qur‟an
dan tafsirnya menjelaskan manfaat meminum khamr sedikit sekali, boleh dikatakan
tidak ada artinya dibandingkan dengan bahayanya.
30
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram, Penerjemah: Abu Sa‟id al-Falahi dan Aunur Rafiq
Sholeh Tamhid, (Jakarta: Robbani Press, 2010), Cet. XI, h. 352.
32
Misalnya: minum khamr, mungkin dapat menjadi obat, dapat dijadikan
perdagangan yang mendatangkan keuntungan, dan dapat menimbulkan semangat bagi
para prajurit-prajurit yang akan pergi berperang dan lain-lain. Tapi semua itu
bukanlah manfaat yang berarti. Begitu juga berjudi dapat menolong orang miskin
kalau yang menang itu orang yang dermawan, cepat mendapat keuntungan tanpa
susah payah. Tapi semuanya itu juga tidak ada artinya, dan tidak ada berkatnya.
Tentang bahaya-bahaya minum khamr dan judi, dan apa yang akan diderita oleh
peminum khamr dan pemain judi nantinya, selain dijelaskan oleh Allah SWT dalam
Al-Qur‟an juga banyak diterangkan dalam hadist-hadist Nabi Muhammad SAW.31
Kata maisir dijumpai dalam Al-Qur‟an sebanyak 3 kali, yaitu dalam surah Al-
Baqarah ayat 219 dan surah Al-Maa‟idah ayat 90-91 diketahui bahwa judi merupakan
perbuatan keji yang diharamkan Islam. Keharaman judi dalam surah Al-Baqarah ayat
219 tidak begitu jelas. Dalam surah Al-maa‟idah ayat 90, Allah SWT secara tegas
menyatakan yang artinya: “wahai oran-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengudi nasib dengan
panah, adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan. Maka jahuilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keuntungan.Penyebab diharamkannya
perbuatan judi dijelaskan Allah SWT dalam ayat 91 yang artinya, “sesungguhnya
setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu
31
Sonhadji, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, h. 369.
33
lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengintai
Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan perintah itu).
Dari ketiga ayat tersebut, para mufasir menyimpulkan beberapa hal. 1) judi
merupakan dosa besar. 2) judi merupakan perbuatan setan. 3) judi sejajar dengan
syirik. 4) judi menanamkan rasa permusuhan dan kebencian di antara sesama
manusia. 5) judi membuat orang malas berusaha. 6) judi juga akan menjauhkan orang
dari Allah SWT. Selain lebih banyak mudharat dari pada manfaatnya, perbuatan judi
dilarang oleh Allah SWT karena tidak sesuai dengan ajaran agama Islam yang
senantiasa memotivasi umatnya untuk melakukan kreasi yang positif dalam
menunjang di dunia dan akhirat.32
Jika Islam membolehkan bermacam-macam hiburan dan permainan bagi
orang Muslim, namun ia mengharamkan setiap permainan yang dibarengi dengan
judi, di mana pemain tidak lepas dari untung dan rugi. Dan sabda Rasulullah SAW
mengenai hal itu: “barangsiapa berkata kepada kawannya: „marilah berjudi‟, maka
hendaklah ia bersedekah.” Dengan demikian, seorang Muslim tidak menjadikan
permainan judi sebagai alat untuk menghibur diri dan mengisi waktu senggang,
sebagaimana tidak diperbolehkan menjadikannya sebagai cara mencari uang, dengan
alasan apapun.33
Ketentuan-ketentuan pidana perjudian menurut hukum Islam adalah bentuk
jarimah takzir. Pidana perjudian termasuk ke dalam jarimah takzir sebab setiap orang
32
Hasan Muarif Ambary, Suplemen Ensiklopedi Islam, h. 298-299.
33 Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram, h. 350-351.
34
yang melakukan perbuatan maksiat yang tidak memiliki sanksi had dan tidak ada
kewajiban membayar harus di takzir, baik perbuatan maksiat itu berupa pelanggaran
atas hak Allah atau hak manusia.34
Jarimah takzir adalah segala bentuk tindak pidana yang dikenakan hukuman
takzir.Yang dimaksud dengan takzir adalah mengenakan hukuman selain hukuman
hudud dan kafarat kepada pelaku perbuatan tindak pidana, baik perbuatan tindak
pidanaitu menyangkut hak Allah SWT maupun hak pribadi seseorang.Hukuman
dalam jarimah takzir tidak di tentukan bentuk, jenis dan jumlahnya oleh syara‟.Hanya
menentukan sejumlah hukuman, dari hukuman terendah sampai hukuman tertinggi.
Untuk menentukan hukuman mana yang harus dilaksanakan terhadap suatu tindak
pidana hukuman takzir, hukum Islam menyerahkan sepenuhnya kepada
kebijaksanaan hakim, setelah mempertimbangkan kemaslahatan terpidana,
lingkungan yang mengitarinya, dan tujuan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan
hukum tersebut.35
Hakim diberi kebebasan untuk memilih hukuman-hukuman sesuai dengan
macam tindak pidana takzir serta keadaan pelaku.Singkatnya, hukuman-hukuman
tindak pidana takzir tidak mempunyai batasan-batasan tertentu.Meskipun demikian,
hukum Islam tidak memberi wewenang kepada penguasa atau hakim untuk
menentukan tindak pidana setengah hati, tetapi harus sesuai dengan kepentingan-
kepentingan masyarakat dan tidak boleh berlawanan dengan nash-nash (ketentuan)
34
Wahbah Zuhaili, Fiqh Imam Syafi‟i, h. 359-360.
35 Abdul Azis Dahlan,Ensiklopedi Hukum Islam,(Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996).
35
serta prinsip umum hukum Islam.Dari keterangan di atas bahwa tidak ada satu
kejahatan yang tidak dikenakan sanksi atau hukuman.36
Para ulama sepakat bahwa
bentuk dan kualitas hukuman takzir tidak boleh menyamai hukuman diat atau
hudud.37
Dalam hukum Islam, akan disebutkan beberapa hukuman takzir terpenting
yang ditetapkan oleh hukum Islam. Selain itu, harus diingat bahwa prisnsip-prinsip
hukum Islam tidak menolak untuk mengambil hukuman lain apapun juga yang dapat
mewujudkan tujuan hukuman dalam hukum Islam.38
a. Hukuman Mati
Pada dasarnya menurut syari‟at Islam hukum takzir adalah untuk memberikan
pengajaran (Al-ta‟dib) dan tidak sampai membinasakan, oleh karena itu dalam
hukuman takzir tidak boleh pemotong anggota badan atau penghilangan nyawa, akan
tetapi kebanyakan fuqaha membuat suatu pengecualian dari aturan umum tersebut,
yaitu kebolehan dijatuhkannya hukuman tersebut jika kepentingan umum
menghendaki demikian, atau jika pemberantasan kejahatan tidak bisa terlaksana
kecuali dengan jalan membunuhnya; seperti mata-mata, pembuat fitnah, dan residivis
yang berbahaya.39
Adapun alat yang digunakan untuk melaksanakan hukuman mati
36
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, h. 100.