Top Banner
TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA (Analisis Putusan Nomor: 143/Pid.B/2015/PN.Dmk) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: CHAIRUNISA NIM: 11170480000008 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1442 H / 2021 M
70

TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

Oct 05, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG

DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA

(Analisis Putusan Nomor: 143/Pid.B/2015/PN.Dmk)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

CHAIRUNISA

NIM: 11170480000008

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H / 2021 M

Page 2: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

i

TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG

DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA

(Analisis Putusan Nomor: 143/Pid.B/2015/PN.Dmk)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

CHAIRUNISA

NIM: 11170480000008

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H / 2021 M

Page 3: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

ii

TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG

DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA

(Analisis Putusan Nomor: 143/Pid.B/2015/PN.Dmk)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

CHAIRUNISA

NIM: 11170480000008

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Alfitra, S.H., M.Hum. Mara Sutan Rambe, S.H.I., M.H.

NIP. 19720203 200701 1 034 NIP. 19850524 202012 1 006

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H / 2021 M

Page 4: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

iii

Page 5: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, Saya:

Nama : Chairunisa

NIM : 11170480000008

Program Studi : Ilmu Hukum

Alamat : Gang Damiri RT 009 RW 004 No. 7, Condet, Kelurahan

Batu Ampar, Kecamatan Kramat Jati, Provinsi Jakarta

Timur, 13520.

Nomor HP : 083870316044

Email : [email protected]

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata (S-1) di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti hasil karya saya bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 06 Februari 2021

Chairunisa

Page 6: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

v

ABSTRAK

CHAIRUNISA. NIM 11170480000008. “TINDAK PIDANA

PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN SECARA

BERSAMA-SAMA (Analisis Putusan Nomor 143/Pid.B/2015/PN.Dmk)”.

Praktisi Hukum, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1442 H/2021 M.

Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah ketidaktepatan

penjatuhan pidana oleh Hakim kepada pelaku dalam kasus pencurian dengan

pemberatan pada Putusan Nomor 143/Pid.B/2015/PN.Dmk. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktor yang melatarbelakangi

terjadinya pencurian dengan pemberatan dan pertimbangan Hakim dalam

menjatuhkan pidana terhadap pelaku dalam Putusan Nomor

143/Pid.B/2015/PN.Dmk.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian

hukum normatif adalah penelitian yang meletakkan hukum sebagai bangunan

sistem norma yang terdiri asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-

undangan, putusan pengadilan, perjanjian, dan doktrin (ajaran) dari para hukum.

Peneliti menggunakan Putusan Pengadilan dengan mengkaji Putusan Nomor

143/Pid.B/2015/PN.Dmk.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang melatarbelakangi

terjadinya tindak pidana pencurian dengan pemberatan dalam putusan Nomor

143/Pid.B/2015/PN.Dmk oleh AD sebagai pelaku turut serta melakukan

pencurian dengan pemberatan yaitu disebabkan oleh faktor ekonomi karena ia

merupakan tulang punggung keluarga dan harus memenuhi kebutuhan hidup

baik untuk dirinya maupun keluarganya. Kemudian, oleh karena semua unsur

dalam dakwaan primair telah terpenuhi, Hakim menjatuhkan pidana kepada

pelaku dengan dakwaan kesatu yaitu pelaku melanggar Pasal 363 Ayat (1) Ke-

3, Ke-4, dan Ke-5 KUHP. Hakim sudah tepat mengambil keputusan yaitu

mengadili pelaku dengan tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan

akan tetapi hukuman yang dijatuhkan oleh Hakim sangatlah minim dan lebih

rendah dari apa yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum karena pelaku sebelum

melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan baru saja keluar dari

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dengan kasus Penggelapan dalam Putusan

Nomor 133/Pid.B/2014/PN.Pti dan sudah pernah dihukum. Maka dari itu,

hukuman yang diberikan kepada pelaku tidaklah sebanding dengan apa yang

dilakukannya dan sebaiknya Hakim juga mempertimbangkan dampak dan

kerugian yang ditimbulkan bagi korban akibat perbuatan pelaku.

Kata Kunci : Tindak Pidana, Pelaku, Pencurian dengan Pemberatan

Pembimbing Skripsi : 1. Dr. Alfitra, S.H., M.Hum.

2. Mara Sutan Rambe, S.H.I., M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1958 sampai Tahun 2019.

Page 7: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam selalu dipanjatkan

kepada Baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya

sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “TINDAK

PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN

SECARA BERSAMA-SAMA (Analisis Putusan Nomor

143/Pid.B/2015/PN.Dmk)”. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memperoleh

gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Peneliti menyadari bahwa terwujudnya skripsi ini tidak

lepas dari masukan, arahan, dukungan, serta bimbingan yang diberikan oleh

banyak pihak. Oleh karena itu, peneliti ingin menyampaikan terima kasih

kepada:

1. Dr. Ahmad Tholabi, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu

Hukum dan Bapak Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program

Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan arahan dan saran untuk

menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Alfitra, S.H., M.Hum. Pembimbing Skripsi I yang telah meluangkan

waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan

skripsi ini. Terima kasih atas kemudahan, didikan, ilmu serta saran/solusi

yang diberikan kepada peneliti.

4. Mara Sutan Rambe, S.H.I., M.H. Pembimbing Skripsi II yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam

penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas kemudahan, didikan, ilmu serta

saran/solusi yang diberikan kepada peneliti.

Page 8: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

vii

5. Prof. Dr. Djawahir Hejazziey S.H., M.A. Dosen Pembimbing Akademik

yang telah membimbing peneliti agar dapat menyelesaikan skripsi.

6. Kepala Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta dan Kepala Pusat Perpustakaan Nasional yang telah memberikan

fasilitas dan mengizinkan peneliti untuk mencari dan meminjam buku

referensi yang diperlukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda H. Bachtiar, S.E dan Ibunda Hj. Nunik

Indiati yang selama ini telah memberikan dukungan baik moral maupun

materil serta doa yang tak pernah putus sehingga dapat diselesaikannya

skripsi ini. Serta kakak tercinta Fitrianisa S.Tr. yang selalu memberi arahan

kepada peneliti.

8. Pihak-pihak lain yang telah memberi kontribusi kepada peneliti dalam

penyelesaian skripsi ini.

Jakarta, 06 Februari 2021

Peneliti

Chairunisa

Page 9: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................ iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv

ABSTRAK .............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ................... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 5

D. Metode Penelitian ...................................................................... 6

E. Sistematika Pembahasan ........................................................... 8

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIDANAAN

A. Kerangka Konseptual .............................................................. 10

1. Tindak Pidana ................................................................... 10

2. Pidana dan Pemidanaan .................................................... 12

B. Kerangka Teori ........................................................................ 14

1. Teori Sosialis .................................................................... 14

2. Teori Relatif atau Tujuan ................................................. 15

3. Teori Interpretasi Hakim .................................................. 15

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ...................................... 16

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PENCURIAN DAN TINDAK

PIDANA SECARA BERSAMA-SAMA

A. Tindak Pidana Pencurian ......................................................... 20

B. Penyertaan Tindak Pidana Dalam KUHP ............................... 28

Page 10: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

ix

BAB IV TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN

YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA DALAM

PUTUSAN NOMOR 143/PID.B/2015/PN.DMK.

A. Faktor Yang Melatarbelakangi Terjadinya Pencurian dengan

Pemberatan .............................................................................. 39

B. Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Pidana Terhadap Pelaku

Dalam Putusan Nomor 143/Pid.B/2015/PN.Dmk ................... 40

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................. 52

B. Rekomendasi ........................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 54

Page 11: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI) adalah Negara hukum. Maksudnya ialah

Indonesia adalah Negara yang tidak berdasar atas kekuasaan (maachstaat).

Segala aspek kehidupan dalam segi kemasyarakatan, kenegaraan dan juga

pemerintahan harus lah berdasarkan hukum.1 Untuk mewujudkan Negara

hukum diperlukan perangkat hukum yang digunakan untuk mengatur di

segala bidang kehidupan rakyat demi menjaga keseimbangan dan keadilan.

Pancasila serta UUD 1945 sebagai dasar filosofis dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara, tidak hanya dalam masalah perundang-undangan,

melainkan dalam segala masalah kehidupan.2

J.C.T. Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto3 berpendapat bahwa

hukum merupakan peraturan-peraturan yang sifatnya memaksa,

menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan di masyarakat dan

dibuat oleh badan-badan resmi berwajib terkait pelanggaran mana terhadap

peraturan tersebut yang berakibat diambilnya suatu tindakan yaitu dengan

memberikan hukuman tertentu.

Hukum yang sifatnya memaksa, maka tiap masyarakat harus mematuhi

hukum karena kalau melanggar akan mendapatkan sanksi. Begitu banyak

hukum yang berlaku di Indonesia salah satunya ialah hukum pidana.

Menurut Sudarsono, hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang

kejahatan maupun pelanggaran terhadap kepentingan umum lalu perbuatan

1.Muntoha, Negara Hukum Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945, (Yogyakarta: Kaukaba

Dipantara, 2013), h. 1-2. 2 Achmad Irwan Hamzani, “Menggagas Indonesia Sebagai Negara Hukum Yang

Membahagiakan Rakyatnya”, Yustisia, Edisi 90, (September-Desember 2014), h. 141. 3 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, (Jakarta:

Rineka Cipta, 2011), h. 33-34.

Page 12: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

2

tersebut diancam dengan pidana yang berakibat suatu penderitaan baginya.4

Sedangkan Prof. Moeljatno menjelaskan mengenai hukum pidana adalah

bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara untuk:5

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan

dilarang, kemudian disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu

bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.

2. Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah

melanggar larangan-larangan tersebut dapat dikenakan atau dijatuhi

pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

3. Menentukan bagaimana caranya pengenaan pidana dapat dilaksanakan

apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Kehidupan masyarakat yang semakin berkembang dan selalu mengikuti

perubahan zaman tidak hanya menimbulkan dampak positif saja tetapi juga

dampak negatif yang sering terjadi di masyarakat. Ditambah lagi

masyarakat yang kesulitan beradaptasi menimbulkan banyak konflik dan

berbagai masalah. Sebagai dampaknya, orang berperilaku menyimpang

dengan melakukan berbagai kejahatan demi keuntungan dan kepuasan

sendiri tanpa mementingkan nasib orang lain.

Kejahatan (crime) merupakan tingkah laku yang melanggar hukum dan

tidak bisa dihapuskan.6 Alasan pelaku tindak pidana untuk membela dirinya

bahwa ia tidak bersalah tetap saja sulit diterima oleh masyarakat karena

stigma masyarakat yang beranggapan bahwa pelaku akan mengulang

perbuatannya lagi dan selalu mengakibatkan kerugian bagi orang lain.

Media-media cetak maupun elektronik menyuguhkan beberapa perbuatan

yang melanggar hukum serta menimbulkan kekhawatiran kepada

masyarakat, salah satunya adalah kejahatan pencurian.

4 Titik Triwulan Tutik, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publishier,

2006), h. 216. 5 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), h. 1. 6 Andi Matalata “Santunan Bagi Korban”, dalam J.E. Sahetapy. Viktimologi Sebuah Bunga

Rampai, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1987), h. 35.

Page 13: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

3

Tiap tahun angka kejahatan pencurian di Indonesia semakin meningkat.

Dalam Buku Kedua Bab XXII tentang Pencurian mulai dari Pasal 362

sampai dengan Pasal 367 KUHP yakni Pencurian biasa diatur dalam Pasal

362 KUHP, Pencurian dengan Pemberatan diatur dalam Pasal 363 KUHP,

Pencurian ringan diatur dalam Pasal 364 KUHP, Pencurian dengan

Kekerasan diatur dalam Pasal 365 KUHP, dan Pencurian dalam keluarga

diatur dalam Pasal 367 KUHP.7 Salah satu tindak pidana yang marak terjadi

adalah pencurian dengan pemberatan atau disebut juga sebagai pencurian

tertentu atau kualifikasi (gequalificeerd diefstal).

Maksud dari jenis pencurian tertentu atau kualifikasi ini adalah suatu

pencurian yang dilakukan dengan cara atau dalam keadaan tertentu,

sehingga sifatnya lebih berat dan diancam dengan pidana yang lebih berat

pula dari pencurian biasa.8 Istilah yang digunakan oleh R. Soesilo yaitu

“pencurian dengan pemberatan” dalam bukunya Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP)9, sebab dari istilah tersebut dapat dikatakan bahwa

karena sifatnya maka pencurian itu diperberat ancaman pidananya dan

menimbulkan kerugian materiil yang dirasakan oleh korban.

Permasalahan dalam putusan Nomor 143/Pid.B/2015/PN.Dmk,

rendahnya hukuman dalam tuntutan yang diberikan oleh Jaksa Penuntut

Umum serta pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap

pelaku ini tidak memperhatikan hal-hal yang memberatkan dan tidak sesuai

karena pelaku telah memenuhi unsur-unsur pencurian dengan pemberatan

sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 363 KUHP dan pelaku merupakan

seorang residivis (recidivice).

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang tindak pidana pencurian dengan pemberatan dengan judul

“Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan

7 Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), (Jakarta: Bumi Aksara,

2006), h. 128-131. 8 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung, Eresco,

1986), h. 19. 9 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), (Bogor: Politeia, 1988), h.

248.

Page 14: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

4

Secara Bersama-Sama (Analisis Putusan Nomor

143/Pid.B/2015/PN.Dmk)”.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti memberikan

identifikasi masalah sebagai bahan penelitian sebagai berikut:

a. Perkembangan zaman banyak menimbulkan dampak negatif di

masyarakat.

b. Perilaku menyimpang dan melakukan kejahatan sebagai dampak

dari kesulitan beradaptasi masyarakat.

c. Angka kejahatan pencurian selalu meningkat setiap tahunnya.

d. Kekhawatiran dan keresahan masyarakat terhadap pelaku

pelanggar hukum.

e. Maraknya kasus pencurian dengan pemberatan yang terjadi di

kalangan masyarakat.

f. Tidak sesuainya hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku dalam

Putusan Nomor 143/Pid.B/2015/PN.Dmk.

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah

peneliti paparkan, banyaknya permasalahan penting yang perlu

dijawab. Sehingga untuk mempertegas arah pembahasan, penelitian ini

akan berfokus menganalisis dan mengevaluasi tindak pidana pencurian

dengan pemberatan yang dilakukan secara bersama-sama dalam

Putusan Nomor 143/Pid.B/2015/PN.Dmk.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan

pembatasan masalah di atas, perumusan masalah yang diangkat adalah

tidak sesuainya hukuman yang diberikan kepada pelaku dalam

Page 15: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

5

kaitannya dengan putusan Pengadilan Nomor

143/Pid.B/2015.PN.Dmk. Untuk mempertegas perumusan masalah,

peneliti menguraikan ke dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai

berikut:

a. Apa saja faktor yang melatarbelakangi terjadinya pencurian

dengan pemberatan?

b. Bagaimana pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana

terhadap pelaku dalam Putusan Nomor 143/Pid.B/2015/PN.Dmk?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, tujuan dari

penelitian ini, antara lain:

a. Untuk mengetahui dan memahami faktor yang melatarbelakangi

terjadinya pencurian dengan pemberatan.

b. Untuk mengetahui dan memahami pertimbangan Hakim dalam

menjatuhkan pidana terhadap pelaku dalam Putusan Nomor

143/Pid.B/2015/PN.Dmk.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

1) Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk referensi

bagi pengembangan ilmu, dengan cara menyajikan penelitian

berdasarkan data yang akurat.

2) Memberikan tambahan ilmu dan wawasan bagi mahasiswa

dan mahasiswi hukum tentang tindak pidana pencurian dengan

pemberatan yang dilakukan secara bersama-sama.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi peneliti, untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana S1 Program Studi Ilmu Hukum, selain itu juga

diharapkan dapat memperdalam pengetahuan peneliti tentang

Page 16: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

6

tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan

secara bersama-sama.

2) Bagi masyarakat, untuk memberikan informasi serta

penjelasan kepada masyarakat dan sebagai acuan untuk

penelitian selanjutnya.

3) Bagi akademisi, untuk memberikan sumbangsih pemikiran

terkait Putusan Pengadilan Nomor 143/Pid.B/2015/PN.Dmk

dalam perkara pencurian dengan pemberatan.

D. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang digunakan berkaitan dengan

penelitian yang dilakukan. Sedangkan penelitian hukum menurut Soerjono

Soekanto10 adalah suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,

sistematika dan pemikiran tertentu dengan tujuan untuk mempelajari gejala-

gejala hukum tertentu yaitu dengan cara meneliti dan menganalisis.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif.

Yang dimaksud dengan penelitian hukum normatif ialah suatu

penelitian yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan dalam

sistem norma. Sistem norma yang dibangun yakni mengenai norma,

asas, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan,

perjanjian, dan doktrin (ajaran) dari pakar hukum.11 Dalam penelitian

ini, peneliti mengkaji Putusan Pengadilan yaitu Putusan Nomor

143/Pid.B/2015/PN.Dmk.

2. Sumber Data

Data merupakan yang atribut atau perlengkapan yang melekat pada

suatu objek tertentu, kemudian berfungsi sebagai informasi yang dapat

10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1996), h. 42-43. 11 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. IV, 2017), h. 33.

Page 17: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

7

dipertanggungjawabkan dan diperoleh melalui suatu metode atau

instrumen dalam pengumpulan data.12 Berdasarkan sumber penelitian

hukum, dalam penelitian ini peneliti telah membaginya yaitu bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adapun penjabarannya

sebagai berikut:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer ialah bahan hukum yang bersifat otoritas,

yang mana terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan-

catatan resmi atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang-

undangan.13 Bahan hukum primer ini meliputi:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

3) Putusan Nomor 143/Pid.B/2015/PN.Dmk.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder ialah bahan hukum yang dapat

memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer.14 Bahan

hukum sekunder ini meliputi:

1) Jurnal Hukum

2) Literatur

3) Buku

4) Artikel

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah studi

kepustakaan (Library Research), yakni melalui penelahan berbagai

literatur meliputi data sekunder seperti buku, literatur, jurnal-jurnal

12 Haris Herdiansyah, Wawancara, Observasi, dan Focus Groups Sebagai Instrument

Penggalian Data Kualitatif, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013), h. 8. 13 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2005), h. 141. 14 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2004), h. 119.

Page 18: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

8

hukum, artikel yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan

masalah yang sedang diteliti.

4. Teknik Analisa Data

Peneliti menggunakan analisa data dalam penelitian ini yaitu

metode analisa kualitatif. Dalam hal ini data yang diperoleh akan

dianalisa dengan metode deskriptif analisis, yaitu dengan

menggambarkan permasalahan yang ada, mencari data-data yang

relevan, menyeleksi dan mengambil kesimpulan dari data-data tersebut.

Kemudian data tersebut dianalisa secara sistematis dalam tindak pidana

pencurian dengan pemberatan yang dilakukan secara bersama-sama.

5. Teknik Penulisan

Pada penulisan ini, peneliti menggunakan metode penelitian skripsi

yang mengacu pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun

2017.

E. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan penulisan dalam penelitian ini, maka peneliti

menyajikan ke dalam lima bab yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini memuat Latar Belakang,

Identifikasi, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode

Penelitian dan Sistematika Pembahasan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIDANAAN

Dalam bab ini akan membahas mengenai Tinjauan Pustaka

meliputi Kerangka Teori yang memuat teori-teori yang

mendukung penelitian, Kerangka Konseptual dan Tinjauan

(Review) Kajian Terdahulu.

Page 19: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

9

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PENCURIAN DAN

TINDAK PIDANA SECARA BERSAMA-SAMA

Dalam bab ini membahas mengenai Tinjauan Umum antara

lain Tindak Pidana Pencurian meliputi pengertian jenis-

jenis, dan Pencurian dengan Pemberatan. Selain itu,

menjelaskan Penyertaan Tindak Pidana dalam KUHP

meliputi pengertian, bentuk-bentuk, dan Pertanggung

Jawaban Penyertaan Dalam Tindak Pidana.

BAB IV TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN

PEMBERATAN YANG DILAKUKAN SECARA

BERSAMA-SAMA DALAM PUTUSAN NOMOR

143/PID.B/2015/PN.DMK.

Dalam bab ini merupakan pembahasan utama dalam

penelitian yang berisi tentang faktor yang melatarbelakangi

serta Pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor

143/Pid.B/2015/PN.Dmk.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini berisi hasil akhir dari penelitian berupa

kesimpulan dan rekomendasi sesuai dengan pokok

pembahasan yang dikaji oleh peneliti.

Page 20: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

10

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIDANAAN

A. Kerangka Konseptual

Dalam pembahasan ini, peneliti menguraikan konsep terkait beberapa

istilah yang digunakan, yaitu:

1. Tindak Pidana

Tindak Pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

disebut juga dengan istilah straafbar feit atau delict. Tindak pidana adalah

suatu tindakan baik bebruat ataupun tidak berbuat yang bertentangan

dengan hukum dan menimbulkan akibat yang oleh hukum dilarang dengan

ancaman hukuman.1 Tindak pidana menurut Moeljatno sebagai perbuatan

yang dilarang oleh aturan hukum dan suatu larangan yang disertai

ancaman sanksi (pidana) bagi siapa saja yang melanggar aturan tersebut.2

Amir Ilyas secara sederhana menyatakan Straafbar feit dalam peristilahan

di Indonesia telah diterjemahkan oleh para sarjana dan terdapat lima istilah

yang digunakan yaitu:3

a. “Tindak pidana”, istilah ini digunakan oleh Soesilo (1979: 26), S.R.

Sianturi (1986: 204), dan Wirjono Prodjodikoro (1986: 55).

b. “Peristiwa pidana”, istilah ini digunakan oleh Utrecht (Sianturi 1986:

206), Andi Zainal Abidin Farid (1962: 32), Rusli Efendi (1981: 46),

dan sebagainya.

c. “Perbuatan pidana”, istilah ini digunakan oleh Moeljatno (1983: 54).

d. “Perbuatan yang boleh dihukum”, istilah ini digunakan oleh H.J. Van

Schravendijk (Sianturi 1986: 206), dan sebagainya. Delik”, istilah ini

1 Abdul Djamali, Pengantar Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,

1990), h. 157. 2 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana Edisi Revisi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 59. 3Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana Memahami Tindak Pidana dan

Pertanggungjawaban Pidana Sebagai Syarat Pemidanaan (Disertai Teori-Teori Pengantar dan

Beberapa Komentar), (Yogyakarta: Rangkang Education Yogyakarta & PuKap-Indonesia, 2012),

h. 21.

Page 21: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

11

digunakan oleh Satochid Kartanegara, Andi Zainal Abidin Farid

(1981: 146), dan sebagainya.

Istilah tindak pidana berhubungan erat dengan masalah kriminalisasi

(criminal act) yang diartikan sebagai perbuatan seseorang yang mulanya

bukan merupakan tindak pidana menjadi tindak pidana, proses ini

merupakan perumusan perbuatan yang berada diluar diri seseorang.4

Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang dan telah dirumuskan

dalam Perundang-Undangan pidana. Apabila perbuatan ini dilakukan

dengan kesalahan maka orang yang melakukan perbuatan tersebut dapat

dikenakan sanksi pidana.5

Unsur-Unsur Tindak Pidana

Sebagaimana rumusan tindak pidana yang terdapat dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), unsur-unsur tindak pidana

meliputi unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah unsur-

unsur yang berhubungan dengan diri pelaku. Sedangkan unsur objektif

adalah unsur-unsur yang berhubungan dengan keadaan dan tindakan dari

pelaku yang harus dilakukan.6

Unsur subjektif tindak pidana, antara lain:7

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (culpa dan dolus);

b. Maksud (Voornemen) pada suatu percobaan atau poging seperti dalam

Pasal 53 ayat (1) KUHP;

c. Macam-macam maksud (oogmerk), contohnnya kejahatan pencurian,

pemerasan, penipuan, dan lain-lain;

d. Merencanakan terlebih dahulu (voorbedachteraad), contohnya

kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;

4 Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, Hukum Pidana, (Malang: Setara Press, 2016), h. 57. 5 I Ketut Martha, dkk, Buku Ajar Hukum Pidana, (Universitas Udayana: Fakultas Hukum,

2016), h. 64. 6 Muhammad Iqbal, dkk, Hukum Pidana, (Tangerang: Unpam Press, 2019), h. 35. 7 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,

1997), h. 193-194.

Page 22: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

12

e. Perasaan takut yang terdapat dalam rumusan tindak pidana, misalnya

pembuangan bayi menurut Pasal 308 KUHP.

Unsur objektif tindak pidana, antara lain:8

a. Sifat melawan hukum.

b. Kualitas diri pelaku

c. Kausalitas, yakni hubungan antara suatu kejadian atau peristiwa

sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.

2. Pidana dan Pemidanaan

a. Pidana

Pidana adalah reaksi atas delik yang berujung nestapa atau

kesengsaraan yang dengan sengaja ditimpakan oleh negara kepada

pembuat delik. Dirumuskan pula oleh R. Soesilo bahwa pidana atau

hukuman adalah suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang

dijatuhkan oleh Hakim dengan vonis, kepada orang-orang yang

melanggar Undang-Undang Hukum Pidana. Asas praduga tak

bersalah (presumption of ennocence) yang dianut dalam sistem

hukum di Indonesia, pidana sebagai reaksi atas delik yang

dijatuhkan harus berdasarkan pada vonis Hakim melalui sidang

peradilan apabila terbukti perbuatan pidana yang dilakukan dan

kalau tidak terbukti bersalah maka tersangka harus dibebaskan.9

Menurut Utrecht, pihak yang mempunyai wewenang untuk

menjatuhkan pidana adalah negara melalui alat-alatnya. Alat-alat

negara yang menjatuhkan pidana adalah Pemerintah karena mereka

mengendalikan hukum dan oleh karenanya pemerintah berhak

memidana. Hak memidana merupakan atribut atau perlengkapan

pemerintah dan hanya yang mempunyai hak memerintah yang

8 Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana, (Yogyakarta: Rangkang Education Yogyakarta &

PuKap Indonesia, 2012), h. 46. 9 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, Cet. 4, 2014), h. 9.

Page 23: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

13

dapat memaksakan dan memberlakukan kehendaknya yaitu pihak

yang mempunyai hak untuk memidana seseorang yang bersalah.10

Hal ini berarti bahwa pidana merupakan sanksi atau hukuman yang

diberikan oleh Hakim kepada orang yang melanggar hukum dan

sanksi tersebut dapat menimbulkan penderitaan pada orang

tersebut.

Bab II Buku I Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP) termaktub jenis-jenis pidana yang terdiri dari dua pidana

yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Adapun penjabarannya

sebagai berikut:

a. Pidana pokok meliputi:

1) Pidana mati

2) Pidana penjara;

3) Pidana kurungan;

4) Pidana denda.

b. Pidana tambahan meliputi:

1) Pencabutan beberapa hak-hak tertentu;

2) Perampasan barang-barang tertentu;

3) Pengumuman putusan Hakim.

b. Pemidanaan

Pemidanaan merupakan penjatuhan pidana sebagai upaya

yang dilandasi hukum untuk mengenakan sanksi kepada seseorang

melalui proses peradilan pidana yang terbukti secara sah dan

menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Kalau pidana

hukumannya sedangkan pemidanaan proses penjatuhan

hukumannya.11 Dapat dikatakan pula bahwa pemidanaan sebagai

suatu cara atau proses untuk menjatuhkan hukuman kepada orang

melakukan kejahatan dan pelanggaran. Dalam proses penjatuhan

10 E. Utrecht, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana I, (Jakarta: Universitas, 1958), h. 149. 11 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Depok: Sinar Grafika, 2004), h. 21.

Page 24: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

14

pidana dan pemidanaan terhadap orang dewasa antara lain tunduk

sepenuhnya pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) dan peraturan pelaksanaannya sedangkan bagi anak ada

perlakuan-perlakuan khusus sebagaimana diatur oleh Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak.12

Menurut Wirjono Prodjodikoro, tujuan pemidanaan antara

lain:13

1) Untuk menaku-nakuti seseorang jangan sampai melakukan

kejahatan baik secara menakut-nakuti orang banyak (generals

preventive) maupun menakut-nakuti orang tertentu yang sudah

melakukan kejahatan agar di kemudian hari tidak melakukan

kejahatan lagi (speciale preventive);

2) Untuk mendidik atau memperbaiki seseorang yang melakukan

kejahatan agar menjadi orang-orang yang baik perilakunya

sehingga bermanfaat bagi masyarakat.

B. Kerangka Teori

Peneliti menggunakan teori-teori yang mendukung dalam penelitian ini,

antara lain:

1. Teori Sosialis

Teori sosialis berkembang pada tahun 1850 M dan tokoh aliran ini

banyak dipengaruhi oleh tulisan Marx dan Engels. Teori ini mengatakan

kejahatan timbul disebabkan oleh adanya tekanan ekonomi yang tidak

seimbang dalam masyarakat. Teori ini menggambarkan bahwa untuk

melawan kejahatan tersebut harus diadakan peningkatan di bidang

ekonomi. Dengan kata lain, kemakmuran, keseimbangan, dan keadilan

sosial akan mengurangi terjadinya kejahatan.14

12 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan,… h. 34. 13 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Jakarta: PT.

Eresco, 1980), h. 3. 14 Made Darma Weda, Kriminologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1996), h. 18.

Page 25: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

15

2. Teori Relatif atau Tujuan

Teori relatif atau teori tujuan lahir sebagai reaksi terhadap teori

absolut. Tujuan pidana menurut teori relatif bukan sekedar pembalasan,

tetapi untuk mewujudkan ketertiban dalam masyarakat.15 Sebagaimana

yang dikemukakan oleh Koeswadji bahwa tujuan pokok dari pemidanaan

meliputi:16

a. Untuk mempertahankan ketertiban di masyarakat;

b. Untuk memperbaiki kerugian yang diderita oleh masyarakat akibat

dari terjadinya kejahatan;

c. Untuk memperbaiki si penjahat;

d. Untuk membinasakan atau membuat jera si penjahat;

e. Untuk mencegah terjadinya kejahatan.

Teori relatif adalah mencari dasar pemidanaan yaitu menegakkan

ketertiban dan tujuan pidana untuk mencegah kejahatan. Salah satu tujuan

teori ini yaitu untuk menjerakan dengan penjatuhan hukuman sehingga

dengan hukuman tersebut diharapkan si pelaku menjadi jera dan tidak

mengulangi lagi perbuatannya sehingga masyarakat mengetahui atau

bahkan takut apabila melakukan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku,

mereka akan mengalami hukuman yang sama atau lebih berat (generale

preventive).17

3. Teori Intepretasi Hakim

Hakim dalam melakukan penemuan hukum, berpedoman pada

metode-metode yang mana salah satunya adalah metode interpretasi

(interpretation method). Soeroso menjelaskan bahwa metode interpretasi

atau penafsiran adalah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil yang

15 Usman, Analisis Perkembangan Teori Hukum Pidana, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 2,

Nomor 1, (2011), h. 70. 16 Koeswadji, Perkembangan Macam-macam Pidana Dalam Rangka Pembangunan

Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, Cet. I, 1995) h. 12. 17 Eddy O.S. Haiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka,

2014), h. 37-44.

Page 26: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

16

tercantum dalam Undang-Undang sesuai dengan yang dikehendaki dan

yang dimaksud oleh pembuat Undang-Undang.18

Penafsiran hakim (interpretasi) adalah sebuah pendekatan pada

penemuan hukum dalam hal peraturannya ada tetapi tidak jelas untuk

dapat diterapkan pada peristiwanya. Dengan kata lain, dapat terjadi juga

hakim harus memeriksa dan mengadili perkara yang tidak ada peraturan

yang khusus. Hakim dalam hal ini menghadapi kekosongan atau

ketidaklengkapan Undang-Undang yang mana harus diisi atau dilengkapi,

sebab hakim tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili suatu

perkara.19

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Peneliti melakukan analisis kajian terdahulu sebagai bahan pertimbangan

dan perbandingan dalam penelitian ini. Adapun kajian terdahulu antara lain

sebagai berikut:

1. Angga Kurnia Anggoro20 dalam Skripsinya yang berjudul Dasar

Pertimbangan Dalam Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan (Studi

Pencurian Kendaraan Bermotor Pada Pengadilan Negeri Kabupaten

Semarang). Skripsi tersebut membahas mengenai dasar pertimbangan

pemberatan pidana pada tindak pidana pencurian dan keputusan hakim

dalam memberikan pidana pada pelaku dan dalam pembuktian lalu Hakim

dalam memberikan putusan pemberatan melalui pertimbangan antara lain

berdasarkan Pasal 183 dan Pasal 184 ayat (1) dan (2) KUHAP, unsur-unsur

pada pasal 363, 365, 486 KUHP dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun

2004.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian Chairunisa yaitu

sama-sama membahas mengenai tindak pidana pencurian dengan

18 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 97. 19 Afif Khalid, Penafsiran Hukum Oleh Hakim dalam Sistem Peradilan di Indonesia, Jurnal

Al ‘Adl, Volume VI, Nomor 11, (Januari-Juni 2014), h. 10-11. 20 Angga Kurnia Anggoro, Dasar Pertimbangan Dalam Tindak Pidana Pencurian Dengan

Pemberatan (Studi Pencurian Kendaraan Bermotor Pada Pengadilan Negeri Kabupaten

Semarang), Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang, tahun 2007.

Page 27: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

17

pemberatan. Namun terdapat perbedaannya penelitian terdahulu lebih

menekankan kepada dasar pertimbangan Hakim dalam tindak pidana

pencurian dengan pemberatan dan melakukan studi kasus di Pengadilan

Negeri Kabupaten Semarang, sedangkan penelitian Chairunisa

menganalisis faktor yang melatarbelakangi terjadinya pencurian dengan

pemberatan.

2. Minarsih21 dalam skripsinya yang berjudul Penanggulangan Tindak

Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Oleh Kepolisian Daerah Istimewa

Yogyakarta. Skripsi tersebut membahas upaya-upaya yang dilakukan oleh

Polisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdiri dari Direktorat Reserse

Kriminal Umum (Ditreskrimum), Direktorat Pembinaan Masyarakat

(Ditbinmas) dan Direktorat Samapta Bhayangkara (Distabhara) dalam

upaya penanggulangan tindak pidana pencurian dengan pemberatan.

Selanjutnya, membahas upaya yang dilakukan untuk mengurangi kuantitas

tindak pidana pencurian dengan pemberatan.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian Chairunisa yaitu

sama-sama membahas mengenai tindak pidana pencurian dengan

pemberatan. Namun terdapat perbedaannya penelitian terdahulu lebih

menekankan kepada upaya yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah

Istimewa Yogyakarta dalam menanggulangi tindak pidana pencurian

dengan pemberatan, sedangkan penelitian Chairunisa membahas tentang

pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku dalam

Putusan Nomor 143/Pid.B/2015/PN.Dmk.

3. Wahyuni22 dalam skripsinya yang berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap

Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan (Studi Kasus PN

Watampone No. 112/Pid.B/2014/PN.Wtp. Skripsi tersebut membahas

mengenai tinjauan umum mengenai tindak pidana pencurian. Selanjutnya

21 Minarsih, Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Oleh

Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Sunan Kalijaga

Yogyakarta, tahun 2016. 22 Wahyuni, Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan

(Studi Kasus PN Watampone No. 112/Pid.B/2014/PN.Wtp), Fakultas Hukum Universitas

Hasanuddin Makassar, tahun 2018.

Page 28: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

18

membahas tentang pertanggung jawaban pidana terhadap tindak pidana

pencurian dengan pemberatan dan pertimbangan Hakim terhadap Tindak

Pidana Pencurian dengan pemberatan dalam studi kasus PN Watampone.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian Chairunisa yaitu

sama-sama membahas mengenai tindak pidana pencurian dengan

pemberatan. Namun terdapat perbedaannya penelitian terdahulu

membahas tentang pertanggungjawaban pidana dan pertimbangan Hakim

lalu melakukan studi kasus langsung di Pengadilan Negeri Watampone

Nomor 112/Pid.B/2014/PN.Wtp, sedangkan penelitian Chairunisa

menganalisis Putusan Pengadilan yang didapat dari Direktori Putusan

Mahkamah Agung yaitu Putusan Nomor 143/Pid.B/2015/PN.Dmk.

4. Wahyu Nugroho23 dalam artikel jurnalnya yang berjudul Disparitas

Hukuman Dalam Perkara Pidana Pencurian dengan Pemberatan Kajian

terhadap Putusan Nomor 590/Pid.B/2007/PN.Smg dan Nomor

1055/Pid.B/2007/PN.Smg. Jurnal tersebut menganalisis disparitas putusan

Nomor 590/Pid.B/2007/PN.Smg dan putusan Nomor

1055/Pid.B/2007/PN.Smg karena putusan tersebut hakim kurang

memerhatikan faktor-faktor kriminogen yang ada di masyarakat lalu tidak

bersandarkan kepada tujuan pemidanaan yang mengarahkan narapidana

sebagai sarana untuk memperbaiki perilakunya dan hanya berfungsi

sebagai pembalasan atas perbuatan yang dilakukan.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian Chairunisa yaitu

sama-sama membahas mengenai tindak pidana pencurian dengan

pemberatan. Namun terdapat perbedaannya penelitian terdahulu

menganalisis disparitas putusan yaitu antara putusan Nomor

590/Pid.B/2007/PN.Smg dengan putusan Nomor

1055/Pid.B/2007/PN.Smg, sedangkan penelitian Chairunisa hanya

23 Wahyu Nugroho, Disparitas Hukuman Dalam Perkara Pidana Pencurian dengan

Pemberatan Kajian terhadap Putusan Nomor 590/Pid.B/2007/PN.Smg dan Nomor

1055/Pid.B/2007/PN.Smg, Jurnal Yudisial, Volume 5, Nomor 3, (Desember 2012), h. 271-275.

Page 29: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

19

menganalisis satu putusan saja yaitu Putusan Nomor

143/Pid.B/2015/PN.Dmk.

Page 30: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

20

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PENCURIAN DAN TINDAK

PIDANA SECARA BERSAMA-SAMA

A. Tindak Pidana Pencurian

1. Pengertian Pencurian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pencurian berasal

dari kata “curi” yang berarti proses, perbuatan cara mencuri dilaksanakan.1

Pencurian adalah suatu perbuatan yang mengambil barang milik orang lain

dan tidak dikehendaki oleh pemiliknya dengan itikad yang tidak baik.

Tindak pidana pencurian termasuk ke dalam kategori delik kekayaan

(Vermogens Delicten). Sebagaimana dalam Pasal 362 KUHP, yang

dimaksud dengan pencurian yaitu:2

“Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau Sebagian

kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan

hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima

tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

Bagian inti tindak pidana pencurian dalam Pasal 362 KUHP yang

menjadi definisi semua jenis pencurian adalah:3

a. Mengambil suatu barang (enig goed)

b. Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain

c. Dengan maksud untuk memilikinya secara

d. Melawan hukum

Pencurian diatur dalam Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHP.

Menurut Cleiren, delik pencurian adalah disebut juga sebagai delik formil

atau biasa. Bagaimana cara mengambil barang tidaklah merupakan syarat

1 Ridwan Hasibuan, Kriminologi Dalam Arti Sempit dan Ilmu-Ilmu Forensik, (Medan: USU

Press, 1994), h. 8. 2 Andi Hamzah, KUHP & KUHAP Edisi Revisi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 140. 3 Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2011), h. 100.

Page 31: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

21

berat (mutlak) dalam dakwaan. Waktu dan tempat dalam hal tertentu juga

merupakan pemberatan pidana, misalnya pada waktu malam dalam sebuah

rumah atau pekarangan tertutup. Selain itu juga, mengambil (wegnemen)

berarti sengaja dengan maksud ada untuk memiliki. Pencurian adalah tindak

pidana yang paling umum yang tercantum di dalam semua KUHP di dunia

karena terjadi dan diatur oleh semua negara.4

2. Jenis-Jenis Pencurian

Dalam Hukum Pidana, pencurian dikelompokkan ke dalam beberapa

jenis yaitu:

a. Pencurian biasa

Pencurian biasa diatur dalam Pasal 362 KUHP dan unsur-unsur

pencurian dibagi ke dalam dua unsur yaitu unsur obyektif dan unsur

subyektif. Adapun penjabarannya sebagai berikut:

1) Unsur obyektif adalah unsur yang terkait dengan tindakan atau

perbuatan pelaku, antara lain:

a) Perbuatan mengambil atau wegnemen. Maksud dari perbuatan

mengambil disini yaitu setiap perbuatan yang mengakibatkan

barang dibawah atau diluar kekuasaan pemiliknya. Dalam

pencurian, mengambil maksudnya adalah untuk dikuasai dan

sengaja untuk memiliki.

b) Barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain.

2) Unsur subjektif adalah unsur yang terkait dengan diri pelaku,

antara lain:5

a) Dengan maksud yakni sudah ada niat di dalam hati (mensrea)

dengan tujuan untuk mengambil barang orang lain tanpa

sepengetahuan orang tersebut.

4 Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP,… h. 101-102. 5 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2, (Jakarta: PT. Raja Grafika Persada,

2002), h. 91.

Page 32: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

22

b) Untuk memiliki yakni memiliki barang secara diam-diam dan

tidak dikehendaki oleh orang lain.

c) Secara melawan hukum yakni perbuatan yang dilakukan oleh

pelaku dengan mengambil barang orang lain dan bertentangan

dengan hukum.

b. Pencurian dengan Pemberatan

Pencurian ini diatur dalam Pasal 363 KUHP dan jenis pencurian

yang berbeda dengan jenis-jenis pencurian lainnya. Dengan demikian,

arti dari pencurian dengan pemberatan adalah perbuatan pencurian yang

mempunyai unsur-unsur dari perbuatan pencurian di dalam bentuknya

yang pokok, yang karena ditambah dengan lain-lain unsur sehingga

ancaman hukumannya menjadi diperberat.6

c. Pencurian ringan

Pencurian ringan atau yang disebut juga “geprivilegeerde diefstal”

adalah suatu perbuatan pencurian yang memiliki unsur-unsur pencurian

di dalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan unsur-

unsur yang lain ancaman hukumannya menjadi diperingan.7 Pencurian

ini diatur dalam Pasal 364 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:8

“Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 butir 4,

begitu pun perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363 butir 5, apabila

tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada

rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima

puluh rupiah, diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara

paling lama tiga bulan atau pidana denda sebanyak sembilan ratus

rupiah”.

6 P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir, Delik-Delik Khusus Kejahatan Yang

Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik, (Bandung: Tarsito,

1979), h. 109. 7 P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir, Delik-Delik Khusus Kejahatan Yang

Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik,… h. 155. 8 Andi Hamzah, KUHP & KUHAP Edisi Revisi,… h. 141.

Page 33: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

23

Berdasarkan rumusan Pasal 364 KUHP, unsur-unsur pencurian

ringan antara lain:9

1. Pencurian di dalam bentuknya yang pokok.

2. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara

bersama-sama.

3. Tindak pidana pencurian, yang untuk mengusahakan masuk ke

dalam tempat kejahatan atau untuk mencapai benda yang hendak

diambilnya, orang yang bersalah telah melakukan pembongkaran,

pengrusakan, pemanjatan atau telah memakai kunci palsu, perintah

palsu, atau jabatan palsu.

Pencurian seperti itu disebut pencurian ringan, jika:10

1. Tidak dilakukannya dalam sebuah tempat kediaman.

2. Tidak dilakukan diatas sebuah pekarangan tertutup yang diatasnya

terdapat sebuah tempat kediaman.

3. Harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua ratu lima puluh

rupiah.

d. Pencurian dengan kekerasan

Pencurian dengan kekerasan adalah pencurian yang dilakukan

dengan melukai fisik baik sengaja maupun tidak disengaja yang

dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang atau disebut juga

sebagai “perampokan”. Dalam Pasal 365 KUHP mengatur tentang

kejahatan ini yang berbunyi sebagai berikut:11

(1) “Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun,

pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan

atau ancaman kekerasan terhadap orang dengan maksud untuk

mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal

9 P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir, Delik-Delik Khusus Kejahatan Yang

Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik,… h. 156. 10 P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir, Delik-Delik Khusus Kejahatan Yang

Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik,… h. 157. 11 Andi Hamzah, KUHP & KUHAP Edisi Revisi,… h. 141-142.

Page 34: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

24

tertangkap basah, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau

peserta yang lain, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.”

(2) Diancam dengan pidana paling lama dua belas tahun jika:

1. Perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah

atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum

atau dalam kereta api, atau trem yang sedang berjalan;

2. Perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan

bersekutu;

3. Masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau

memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah

palsu atau pakaian jabatan palsu; 4. Perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.

(3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian, maka diancam dengan

pidana penjara lima belas tahun.

(4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup

atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika

perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan

oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah

satu yang diterangkan nomor 1 dan 3.

Bagian inti tindak pidana ini sama dengan pencurian biasa (Pasal

362 KUHP), yaitu:12

1. Mengambil suatu barang

2. Barang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain

3. Maksud memiliki barang itu

4. Dengan melawan hukum, lalu ditambah

5. Dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan (ayat (1)).

e. Pencurian dalam keluarga

Yang dimaksud dengan pencurian dalam keluarga menurut Pasal

367 KUHP berbunyi sebagai berikut:13

(1) Jika pembuat atau pembantu dari salah satu kejahatan dalam Bab

ini adalah suami (isteri) dari orang yang terkena kejahatan dan

tidak terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan, maka

terhadap pembuat atau pembantu ini tidak mungkin diadakan

tuntutan pidana.

12 Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP,… h. 78. 13 Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),… h. 130-131.

Page 35: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

25

(2) Jika dia adalah suami (isteri) yang terpisah meja dan ranjang atau

terpisah harta kekayaan, atau jika dia adalah keluarga sedarah atau

semenda, baik dalam garis lurus maupun garis menyimpang derajat

kedua, maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan

penuntutan jika ada pengaduan yang terkena kejahatan.

(3) Jika menurut Lembaga matriarkal, kekuasaan bapak dilakukan oleh

orang lain daripada bapak kandung (sendiri), maka ketentuan ayat

di atas berlaku juga bagi orang itu.

b. Pencurian dengan Pemberatan

Menurut M. Sudrajat Bassar, pencurian dengan pemberatan termasuk

ke dalam pencurian istimewa karena pencurian ini dilakukan dengan cara

atau keadaan tertentu sehingga bersifat lebih berat.14 Sebagaimana dalam

Pasal 363 KUHP berbunyi sebagai berikut:15

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:

1. Pencurian ternak;

2. Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi

atau gempa laut, gunung Meletus, kapal karam, kapal terdampar,

kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan atau bahaya

perang;

3. Pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan

tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada

disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;

4. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan

bersekutu;

5. Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau

untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan

merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak

kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

(2) Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah

satu hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara

paling lama sembilan tahun.

Unsur-Unsur Pencurian dengan Pemberatan

Pencurian dengan pemberatan tidak terlepas dari unsur-unsur

memberatkan yang ada dalam pencurian ini. Adapun unsur-unsur yang

14 P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta

Kekayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, Cet. 2, 2009), h. 56. 15 Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),… h. 128-129.

Page 36: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

26

terdapat dalam pencurian dengan pemberatan antara lain sebagai

berikut:

1. Unsur-unsur pencurian dalam bentuk pokok yang terdapat dalam

Pasal 362 KUHP;

2. Unsur-unsur yang memberatkan yaitu terdapat dalam Pasal 363

KUHP, antara lain:

a. Pencurian ternak

Pasal 101 memberi pengertian ternak yaitu semua

binatang yang berkuku satu, binatang memamah biak dan babi.

Hewan yang berkuku satu misalnya adalah kuda dan yang

memamah biak misalnya adalah sapi dan kerbau.16 Ternak

merupakan unsur yang memberatkan karena di Indonesia

sendiri, ternak termasuk peliharaan bagi rakyat dan kekayaan

yang penting.

b. Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa

bumi atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal

terdampar, kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan

atau bahaya perang

Dampak dari kericuhan dan kekacauan karena bencana

tersebut kemudian barang-barang tidak terjaga dan tidak

diperhatikan oleh sang pemiliknya juga sangat memudahkan

pelaku untuk melakukan pencurian. Hal ini menjadi alasan

pemberat pidana karena dilakukan pada saat bencana alam.

c. Pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau

pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh

orang yang ada disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki

oleh yang berhak

Dalam Pasal 98 KUHP, malam artinya antara matahari

terbenam dan terbit. Rumah adalah sebuah bangunan yang

dijadikan tempat tinggal oleh manusia. Kemudian tempat

kediaman atau woning adalah setiap bangunan yang

dipergunakan oleh manusia sebagai tempat kediaman.

Selanjutnya, yang dimaksud dengan sebuah pekarangan

16 P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir, Delik-Delik Khusus Kejahatan Yang

Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik,… h. 111.

Page 37: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

27

tertutup adalah sebidang tanah yang mempunyai batas-batas

yang dapat dilihat dan batas-batas mana yang membatasi tanah

tersebut dari tanah-tanah di sekitarnya. Tidak diketahui atau

diluar pengetahuan itu adalah bahwa si pembuat telah masuk

ke dalam rumah atau pekarangan tidak dengan pengetahuan

orang yang berhak atas rumah atau pekarangan tersebut

sedangkan tidak dikehendaki atau diluar keinginan adalah

bahwa si pembuat telah berada di dalam rumah atau

pekarangan itu dengan tidak meminta izin terlebih dahulu dari

orang yang berhak atas rumah atau pekarangan tersebut.17

d. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan

bersekutu.

Pelaku pencurian yaitu orang yang melakukan secara

bersama-sama dengan mengambil barang milik orang lain

sesuai tujuan bersama dan mempunyai niat yang disengaja.

Dalam hal ini, pelaku tidak hanya satu orang saja atau disebut

juga dengan Turut Serta (deelneming).

e. Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan,

atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan

dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan

memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan

palsu.

1) Memanjat

Pasal 99 KUHP memberi pengertian tentang

memanjat termasuk pula masuk melalui lubang yang

sudah ada terlebih dahulu namun bukan untuk masuk atau

melalui lubang di dalam tanah yang secara sengaja digali,

begitu juga menyebrangi selokan ataupun parit yang

digunakan sebagai batas penutup.18

2) Merusak

Menurut Prof. Mr. Satauchid Kartanegara, merusak

adalah perbuatan yang hanya menimbulkan kerusakan

yang kecil saja.19

17 P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir, Delik-Delik Khusus Kejahatan Yang

Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik,… h. 113-114. 18 Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP,… h. 104-105. 19 P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir, Delik-Delik Khusus Kejahatan Yang

Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik,… h. 139.

Page 38: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

28

3) Kunci Palsu

Pasal 100 KUHP memberi pengertian tentang anak

kunci palsu termasuk pula perkakas yang tidak dimaksud

untuk membuka kunci.20 Jadi, dalam pengertian kunci

palsu itu termasuk juga benda-benda seperti kawat, paku,

obeng dan sebagainya.21

4) Perintah Palsu

Perintah palsu ini hanyalah menyangkut tentang

perintah palsu untuk memasuki tempat kediaman dan

pekarangan orang lain.22

5) Seragam Palsu

Yang dimaksud dengan seragam palsu adalah

seragam yang dipakai oleh orang-orang yang tidak baik,

misalnya untuk masuk tempat kediaman atau rumah orang

lain untuk melakukan kejahatan memakai pakaian

seragam polisi atau jaksa.23

B. Penyertaan Tindak Pidana dalam KUHP

1. Pengertian Penyertaan

Penyertaan atau yang dikenal dengan istilah deelneming ialah

perbuatan yang mengacu kepada keikutsertaan seseorang dan pembantuan

dalam melakukan suatu tindak pidana. Menurut Kanter dan Sianturi,

penyertaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh dua orang atau

lebih yang melakukan suatu tindak pidana dengan mengambil bagian

untuk mewujudkan suatu tindak pidana.24 Dengan kata lain, penyertaan

(deelneming) adalah terwujudnya suatu tindak pidana yang dilakukan oleh

lebih dari satu orang dimana antara orang satu dengan yang lain memiliki

20 Irfan Iqbal Munthahhari, KUHP & KUHAP, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), h. 44. 21 P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir, Delik-Delik Khusus Kejahatan Yang

Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik,… h. 140. 22 P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir, Delik-Delik Khusus Kejahatan Yang

Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik,… h. 141. 23 P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir, Delik-Delik Khusus Kejahatan Yang

Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik,… h. 141-142. 24 S.R. Sianturi dan E.Y. Kanter, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Storia Grafika, 2002),

h. 338.

Page 39: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

29

hubungan atau keterkaitan dengan perbuatan dalam suatu tindak pidana.25

Pada kenyataannya, terjadinya suatu tindak pidana seringkali dilakukan

oleh pelaku yang lebih dari satu orang dan bekerja sama dengan membagi

tugas untuk melakukan kejahatan tersebut dan hasilnya dibagi secara

bersama-sama.

Dapat dikatakan juga bahwa penyertaan merupakan pengertian yang

meliputi semua bentuk turut serta atau orang-orang terlibat baik secara

psikis maupun fisik melakukan perbuatan masing-masing sehingga

melahirkan suatu tindak pidana. Orang-orang yang bekerja sama terlibat

untuk mewujudkan suatu tindak pidana, perbuatan mereka berbeda satu

dengan yang lain atau mereka melakukan tugasnya masing-masing, namun

bisa tidak sama juga apa yang ada dalam batin mereka terhadap tindak

pidana ataupun terhadap peserta lainnya. Akan tetapi, dari perbedaan

tersebut dapat terjadilah suatu hubungan erat dimana perbuatan yang satu

menunjang perbuatan yang lainnya dan semuanya mengarah ke

terwujudnya suatu tindak pidana.26

Menurut Roeslan Saleh27, turut serta melakukan mengakibatkan pula

adanya kesimpulan mengenai pembuat bahwa ia tidak melakukan secara

sendirian. Harus ada orang lain yang turut melakukan perbuatan tersebut

dan bukan orang lain itu harus dituntut pula. Mungkin saja ada beberapa

pelaku, tetapi hanya seorang saja yang dituntut. Memang harus dibuktikan

terlebih dahulu bahwa yang dituntut turut serta melakukan itu terjadi

bersama satu orang atau lebih. Tidak pula harus diketahui siapa-siapakah

itu. Mereka yang turut serta melakukan karenanya tidak perlu menjadi

mereka yang turut serta sebagai tersangka.

Menurut Satochid Kartanegara, penyertaan pada suatu tindak pidana

apabila bersangkut paut dengan beberapa orang atau lebih yang memiliki

25 Haliman, Hukum Pidana Syari’at Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1971), h. 225. 26 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002),

h. 71. 27 Muhammad Ainul Syamsu, Pergeseran Turut Serta Melakukan Dalam Ajaran

Penyertaan Telaah Kritis Berdasarkan Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban

Pidana, (Jakarta: PrenadaMedia Group, 2014), h. 70.

Page 40: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

30

hubungan dengan tindak pidana yang terjadi.28 Berdasarkan sifatnya,

penyertaan atau deeleneming dapat dibagi menjadi dua yaitu sebagai

berikut:29

a. Bentuk penyertaan berdiri sendiri

Pertanggungjawaban dari masing-masing pelaku dinilai atau

dihargai secara sendiri atas segala perbuatan atau tindakan yang

dilakukan olehnya. Yang termasuk dalam bentuk ini adalah mereka

yang melakukan dan yang turut serta juga melakukan tindak pidana.

b. Bentuk penyertaan yang tidak berdiri sendiri

Pertanggungjawaban dari pelaku yang digantungkan pada

perbuatan pelaku yang lain. Yang termasuk dalam bentuk ini adalah

pembujuk, pembantu dan juga yang menyuruh melakukan suatu

tindak pidana.

Penyertaan yang tidak dapat dihindarkan (Noodzakelijke Deelneming

atau Necessary Complicity) tidak dapat terjadi apabila tindak pidana yang

dilakukan tanpa adanya penyertaan dengan orang yang lain. Jadi, tindak

pidana dapat terjadi kalau ada orang lain sebagai penyerta. Berikut ini

adalah delik-delik yang termasuk dalam kategori ini:30

a. Menyuap atau membujuk orang lain untuk tidak menjalankan hak

pilih (Pasal 149);

b. Membujuk orang lain untuk masuk dinas militer negara asing (Pasal

238);

c. Bigami yakni beristri atau bersuami dua (Pasal 279);

d. Perzinahan (Pasal 284);

e. Melakukan hubungan kelamin dengan anak perempuan di bawah 15

tahun (Pasal 287);

28 Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Bagian Dua, (Jakarta: Balai

Lektur Mahasiswa, 1998), h. 497. 29 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana Edisi Revisi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012),

h. 204. 30 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana Edisi Revisi,… h. 212.

Page 41: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

31

f. Menolong orang lain untuk bunuh diri (Pasal 345).

2. Bentuk-Bentuk Penyertaan

Bentuk-bentuk penyertaan diatur dalam KUHP pada Bab V Pasal 55

dan Pasal 56 KUHP. Dalam Pasal 55 KUHP yang berbunyi sebagai

berikut:31

(1) Dipidana sebagai pembuat delik

1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang

turut serta melakukan perbuatan;

2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan

menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan,

ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan,

sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya

melakukan perbuatan.

(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah

yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

Sedangkan dalam Pasal 56 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:32

Dipidana sebagai pembantu kejahatan:

1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan

dilakukan;

2. Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan

untuk melakukan kejahatan.

Berdasarkan Pasal-Pasal tersebut, penyertaan dibagi menjadi dua

pembagian besar, yaitu:33

1. Pembuat atau Dader (Pasal 55) yang terdiri dari:

a. Pelaku (pleger);

b. Yang menyuruh melakukan (doenpleger);

c. Yang turut serta (medepleger);

d. Penganjur (uitlokker).

2. Pembantu atau Medeplichtige (Pasal 56) yang terdiri dari:

a. Pembantu pada saat kejahatan dilakukan;

b. Pembantu sebelum kejahatan dilakukan.

31 Andi Hamzah, KUHP & KUHAP Edisi Revisi,… h. 26. 32 Andi Hamzah, KUHP & KUHAP Edisi Revisi,… h. 27. 33 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana Edisi Revisi,… h. 205.

Page 42: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

32

Adapun penjabarannya sebagai berikut:

1. Pelaku (Pleger)

Pelaku adalah orang yang melakukan sendiri perbuatan yang

memenuhi perumusan delik dan dipandang paling bertanggungjawab

atas kejahatan.34 Menurut Mahrus Ali, pelaku atau pleger adalah orang

yang secara materiil nyata melakukan perbuatan secara sempurna

memenuhi semua unsur dari rumusan delik yang terdapat dalam

hukum pidana yang dilanggar, oleh karena itu pada prinsipnya ia

merupakan orang yang secara sendiri maupun terkait dengan orang

lain dapat dijatuhi sanksi pidana.35

2. Orang yang menyuruh melakukan (Doenpleger)

Doenpleger adalah orang yang melakukan perbuatan dengan

perantaraan orang lain, sedangkan perantara itu hanya digunakan

sebagai alat. Oleh karena itu, ada dua pihak yaitu pembuat langsung

(manus ministra atau auctor physicus) dan pembuat tidak langsung

(manus domina atau auctor intellectualis).36

Unsur-unsur pada doenpleger adalah:37

a. Alat yang dipakai adalah manusia;

b. Alat yang dipakai berbuat;

c. Alat yang dipakai tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Hal-hal yang menyebabkan alat (pembuat materiil) tidak dapat

dipertanggungjawabkan, antara lain sebagai berikut:38

a. Bila ia tidak sempurna pertumbuhan jiwanya, yang diatur dalam

Pasal 44;

b. Bila ia berbuat karena daya paksa, yang diatur dalam Pasal 48;

34 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana Edisi Revisi,… h. 206. 35 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 124. 36 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana Edisi Revisi,… h. 207. 37 Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2011), h. 117. 38 Herman Sitompul, Penyertaan dalam Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Hukum dan

Keadilan, Volume 6, Nomor 2, (September 2019), h. 113.

Page 43: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

33

c. Bila ia berbuat karena perintah jabatan yang tidak sah, yang diatur

dalam Pasal 51 ayat (2);

d. Bila ia keliru mengenai salah satu unsur delik;

e. Bila ia tidak mempunyai maksud seperti yang disyaratkan untuk

kejahatan yang bersangkutan.

Menurut Memorie van Toelichting (MvT), unsur menyuruh

melakukan adalah seseorang yaitu manusia. Untuk dapat

dikategorikan sebagai doen pleger paling sedikit itu harus ada dua

orang dimana satu orang bertindak sebagai perantara karena doen

pleger yaitu seseorang yang melakukan tindak pidana namun ia tidak

melakukannya secara sendiri tetapi menyuruh orang lain dengan

syarat orang yang disuruh tidak menolak keinginan orang yang

menyuruh lakukan.39

3. Orang yang turut serta (Medepleger)

Definisi turut serta ialah melakukan suatu tindak pidana dengan

cara bersama-sama yaitu melakukan kerjasama yang masing-masing

pelaku berbeda peran dan tugasnya dan hal tersebut sudah

direncanakan terlebih dahulu. Menurut Memorie van Toelichting

(MvT), turut serta atau medepleger adalah orang yang dengan sengaja

turut berbuat atau turut mengerjakan pula terjadinya sesuatu. Turut

mengerjakan sesuatu, yaitu:40

a. Mereka memenuhi semua rumusan delik;

b. Salah satu memenuhi semua rumusan delik;

c. Masing-masing hanya memenuhi sebagian rumusan delik.

39 El-Roomey, Pleger, Doen Pleger, Uitlokker, Medepleger dan Medeplichtige, diakses

dari http://elroomey.blogspot.com/2014/12/pleger-doen-pleger-uitlokker-

medepleger_30.html#:~:text=Menyuruh%20melakukan%20(doen%20plegen).,diancam%20pidana

%20sebagaimana%20seorang%20pelaku., pada tanggal 03 Januari 2021. 40 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana Edisi Revisi,… h. 208.

Page 44: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

34

Syarat adanya medepleger, antara lain:41

a. Ada kerja sama secara sadar dan dilakukan secara sengaja untuk

bekerja sama dan dilarang Undang-Undang;

b. Ada pelaksanaan bersama secara fisik, yang menimbulkan

selesainya delik yang bersangkutan;

Kerja sama atau pelaksanaan bersama secara fisik ialah kerja

sama yang erat dan langsung atas suatu perbuatan yang langsung

menimbulkan selesainya delik yang bersangkutan. Dibandingi dengan

bentuk penyertaan lain, turut serta melakukan mempunyai ciri khas

yang berbeda karena mensyaratkan adanya perbuatan bersama

(meedoet) antara pelaku materiel (pleger) dan juga pelaku turut serta

melakukan (medepleger).42

4. Penganjur (Uitlokker)

Menurut Pasal 55 ayat (1) angka 2 KUHP, yang dimaksud dengan

penganjur adalah orang yang menggerakkan orang lain untuk

melakukan suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana yang

ditentukan oleh Undang-Undang, yaitu memberi atau menjanjikan

sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, kekerasan,

ancaman, atau penyesatan, dengan memberi kesempatan, sarana, atau

keterangan.43

Pelaku dalam penganjuran paling sedikit ada dua orang atau lebih

dan kedudukannya yaitu masing-masing terdapat dua pihak sebagai

pihak yang menganjurkan dan pihak yang melakukan anjuran. Akan

tetapi yang melakukan anjuran, penganjur bukan sebagai alat yang

41 Loebby Loqman, Percobaan, Penyertaan, dan Gabungan Tindak Pidana, (Jakarta:

Universitas Tarumanegara, 1995), h. 62. 42 Muhammad Ainul Syamsu, Pergeseran Turut Serta Melakukan Dalam Ajaran

Penyertaan Telaah Kritis Berdasarkan Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban

Pidana,… h. 59. 43 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana Edisi Revisi,… h. 208-209.

Page 45: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

35

tidak dapat diminta pertanggungjawaban tetapi orang yang melakukan

anjuran dapat dihukum dan dimintakan pertanggungjawabannya.44

Syarat penganjuran yang dapat dipidana, antara lain:45

a. Ada kesengajaan menggerakkan orang lain;

b. Menggerakkan dengan sarana atau upaya yang terdapat dalam

Undang-Undang;

c. Putusan kehendak pembuat materiil ditimbulkan karena upaya-

upaya tersebut;

d. Pembuat materiil dapat dipertanggungjawabkan.

5. Pembantuan (Medeplichtige)

Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 56 KUHP,

pembantuan terdiri dari dua jenis yaitu:

a. Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan. Mirip dengan turut

serta (medeplegen), namun terdapat perbedaannya yaitu terletak

pada:46

1) Sifat pembantuan perbuatannya hanya menunjang,

sedangkan turut serta merupakan perbuatan pelaksanaan;

2) Pembantuan, pembantu hanya sengaja memberi bantuan

tanpa disyaratkan harus Kerjasama dan tidak bertujuan atau

berkepentingan sendiri, sedangkan dalam turut serta orang

yang turut serta sengaja melakukan tindak pidana, dengan

cara bekerja sama dan mempunyai tujuan sendiri.

3) Pembantuan dalam pelanggaran tidak dipidana (Pasal 60

KUHP), sedangkan turut serta dalam pelanggaran tetap

dipidana;

4) Maksimum pidana pembantu adalah maksimum pidana yang

bersangkutan dikurangi sepertiga, sedangkan turut serta di-

44 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-

Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, 2013), h. 74. 45 Ahmad Bahiej, Hukum Pidana, (Yogyakarta: Teras, 2008), h. 54. 46 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana Edisi Revisi,… h. 210.

Page 46: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

36

pidana sama.

b. Pembantuan sebelum kejahatan dilakukan47. Yang dilakukan

dengan cara memberi kesempatan, sarana atau keterangan

(maksud). Mirip dengan penganjuran (uitlokking). Namun,

terdapat perbedaannya yang terletak pada niat atau kehendak,

pada pembantuan kehendak jahat pembuat materiil sudah ada

sejak semula atau tidak ditimbulkan oleh pembantu, sedangkan

dalam penganjuran kehendak melakukan kejahatan pada pembuat

materiil ditimbulkan oleh si penganjur.48

c. Pertanggungjawaban Penyertaan Dalam Tindak Pidana

Menurut hukum, tanggung jawab adalah akibat dari suatu perbuatan

yang berkaitan dengan etika atau moral dalam melakukan suatu tindakan.49

Sedangkan menurut Simon, pidana adalah suatu penderitaan yang

ditimpakan kepada seseorang. Penderitaan tersebut oleh Undang-Undang

pidana dihubungkan dengan terjadinya pelanggaran terhadap suatu norma,

dengan suatu putusan hakim yang telah dijatuhkan kepada seseorang yang

bersalah atau dalam hal ini disebut pelaku.50 Selanjutnya,

pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban oeh seseorang

terhadap tindak pidana yang dilakukan olehnya. Pertanggungjawaban

pidana dapat terjadi karena telah adanya tindak pidana yang dilakukan.51

Syarat untuk adanya pertanggungjawaban pidana atau seseorang dapat

47 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana Edisi Revisi,… h. 211. 48 Agus Kasiyanto, Teori dan Praktik Sistem Peradilan Tipikor Terpadu di Indonesia,

(Jakarta: Kencana, 2018), h. 24. 49 Soekidjo Notoatmojo, Etika dan Hukum Kesehatan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 45. 50 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung: Alumni,

2005), h. 13. 51 Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, (Jakarta: Kencana, Cet. 2, 2006), h. 70.

Page 47: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

37

dikenakan pidana harus ada unsur kesalahan yaitu berupa kesengajaan atau

kealpaan.52

Kepentingan sosial yang terkandung dalam aturan pidana harus

diterapkan kepada seluruh masyarakat tanpa terkecuali dengan tujuan

untuk menjaga sistem sosial yaitu melalui penegakan norma hukum.

Berdasarkan aturan tersebut, tiap orang melakukan perbuatan yang

dilarang akan terkena aturan itu (hukuman).53 Bila dilihat dari perumusan

delik yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP), pada umumnya dirumuskan secara tunggal yakni hanya orang

peroranglah yang dipertanggungjawabkan atas delik yang dilakukannya.

Dengan ilustrasi bunyi “barangsiapa” yang menunjukkan bahwa hanya

seorang saja yang dapat mempertanggungjawabkan atas terlanggarnya

perumusan delik tersebut. Oleh karena itu, setiap orang bertanggungjawab

atas perbuatannya yang melanggar hukum.54

Hal yang sama dengan delik turut serta dimana kepentingan

masyarakat yang menekankan dilarangnya turut serta melakukan tindak

pidana untuk menjaga ketertiban dalam sistem sosial. Bagi pelaku turut

serta, bentuk kesalahan yang diharuskan adalah kesengajaan (dolus) dalam

bekerja sama dan juga melakukan tindak pidana. Syarat-syarat nyata bagi

pertanggungjawaban pelaku turut serta tidak bergantung kepada

pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana. Dalam konteks

pertanggungjawaban pelaku turut serta, syarat nyata (conditioning facts)

hanya berhubungan dengan kewajiban pelaku turut serta untuk

mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum.55 Jadi,

52 Hamzah Hatrik, Asas Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia,

(Jakarta: RajaGrafindo, 1996), h. 11. 53 Muhammad Ainul Syamsu, Pergeseran Turut Serta Melakukan Dalam Ajaran

Penyertaan Telaah Kritis Berdasarkan Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban

Pidana,… h. 113. 54 Aknes Susanty Sambulele, Tanggung Jawab Pelaku Penyertaan Dalam Tindak Pidana,

Jurnal Lex Crimen, Volume II, Nomor 7, (November 2013), h. 88. 55 Muhammad Ainul Syamsu, Pergeseran Turut Serta Melakukan Dalam Ajaran

Penyertaan Telaah Kritis Berdasarkan Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban

Pidana,… h. 118-119.

Page 48: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

38

penyertaan dari aspek pertanggungjawaban pidana bukan mereka saja

yang melakukan perbuatan pidana sesuai Pasal 55 ayat (1) dan ayat (2)

KUHP namun mereka juga yang melanggar Pasal 53 dan Pasal 56 KUHP.

Pertanggungjawaban penyertaan (deelneming) dalam doktrin hukum

dapat dibagi dalam penyertaan yang berdiri sendiri atau disebut

zelfstandige vorm van deelneming dan penyertaan yang tidak berdiri

sendiri atau disebut onzelfstandige vorm van deelneming. Yang dimaksud

dengan penyertaan yang berdiri sendiri adalah pertanggungjawaban tiap

pelaku sendiri-sendiri sesuai dengan perbuatannya, sedangkan penyertaan

yang tidak berdiri sendiri adalah pertanggungjawaban pelaku yang satu

digantungkan pada perbuatan pelaku lainnya. Maksudnya ialah apabila

pelaku yang satu dihukum, pelaku lainnya juga dihukum.56

Pertanggungjawaban pidana pelaku turut serta yang termasuk berdiri

sendiri turut memengaruhi struktur dalam “menyuruh lakukan”. Ciri khas

dari suruh lakukan (doenpleger) yang menempatkan pelaku materiel

sebagai alat tanpa kehendak (manus ministra) yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan tidak dapat dipertahankan lagi karena hal itu

berlaku bagi seluruh bentuk penyertaan. Dengan kata lain, turut serta dan

penyertaan tidak serta merta menjadikan pelaku dapat

dipertanggungjawabkan dan dipidana sebagai pelaku turut serta dan

peserta.57

56 Amiruddin, Hukum Pidana Indonesia, (Jogjakarta: Genta Publishing, Cet. I, 2015), h.

171. 57 Muhammad Ainul Syamsu, Pergeseran Turut Serta Melakukan Dalam Ajaran

Penyertaan Telaah Kritis Berdasarkan Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban

Pidana,… h. 120.

Page 49: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

39

BAB IV

TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG

DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA DALAM PUTUSAN NOMOR

143/PID.B/2015/PN.DMK.

A. Faktor Yang Melatarbelakangi Terjadinya Pencurian dengan

Pemberatan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)1, yang dimaksud dengan

faktor adalah hal atau keadaan yang ikut menyebabkan terjadinya sesuatu.

Sedangkan pencurian dengan pemberatan sendiri merupakan pencurian yang

ancaman hukumannya diperberat karena jenis pencurian ini dilakukan dalam

keadaan yang memberatkan. Berdasarkan data statistik Kepolisian Negara

Republik Indonesia (Polri)2, pada tahun 2020 angka kriminalitas di Indonesia

semakin meningkat salah satunya adalah pencurian dengan pemberatan

sebanyak 616 kasus.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tindak pidana pencurian dengan

pemberatan tidak bisa dianggap remeh dan pencurian ini disebabkan oleh

berbagai faktor yang mendorong pelaku untuk melakukan kejahatan tersebut.

Seperti putusan Nomor 143/Pid.B/2015/PN.Dmk oleh AD sebagai pelaku turut

serta yang melakukan pencurian dengan pemberatan disebabkan oleh faktor

ekonomi karena ia merupakan tulang punggung keluarga dan harus memenuhi

kebutuhan hidup baik untuk dirinya maupun keluarganya. Namun, pada

mulanya barang hasil curian tersebut akan dibagi dua hasilnya dengan

temannya yang bernama K akan tetapi perbuatan AD bersama temannya

tidaklah mulus dan sudah ketahuan duluan dengan korbannya.

1 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Faktor, diakses dari https://kbbi.web.id/faktor,

pada tanggal 16 Januari 2021. 2 Farouk Arnaz, Angka Kriminal Naik Termasuk Pencurian, diakses dari

https://www.beritasatu.com/nasional/655089/angka-kriminal-naik-termasuk-pencurian, pada

tanggal 16 Januari 2021.

Page 50: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

40

Peneliti berpendapat, faktor ekonomi merupakan faktor yang sangat

dominan atau berpengaruh dalam terjadinya suatu kejahatan. Faktor ini

membuat seseorang akan memiliki keinginan untuk mendapatkan uang dengan

cara yang cepat dan dalam waktu singkat tanpa memikirkan kerugian bagi

korban. Kejahatan di Indonesia, salah satunya didorong oleh krisis ekonomi

termasuk juga ketimpangan pendapatan dan ketidakadilan ekonomi.3 Berkaitan

dengan teori sosialis, dimana teori ini mengemukakan timbulnya kejahatan

disebabkan oleh adanya tekanan ekonomi yang tidak seimbang dalam

masyarakat, maka dari itu dapat dilihat dari kesulitan ekonomi yang dialami

oleh AD dan ia mengambil jalan pintas dengan melakukan pencurian guna

bertahan hidup bersama keluarganya dan belanja untuk sehari-hari. Selain itu,

dampak dari persaingan ekonomi yang sangat ketat dan tidak dipungkiri lagi

sulitnya mendapat pekerjaan di zaman yang serba modern ini, membuat AD

tidak memikirkan jangka panjang akibat dari perbuatannya.

B. Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Pidana Terhadap Pelaku Dalam

Putusan Nomor 143/Pid.B/2015/PN.Dmk.

1. Duduk Perkara

Hari Jum’at tanggal 17 Juli 2015, AD baru saja keluar dari Lembaga

Pemasyarakatan Pati. Sebelumnya, AD telah menelpon temannya yang

bernama K untuk janjian bertemu di daerah Ngembal Kudus. Setelah

sampai dirumah K pada saat itu ada seorang laki-laki yang mengendarai

sepeda motor Honda Vario yang AD tidak kenal yang telah menunggu di

depan rumah K. Kemudian, sekitar jam 21.00 WIB datang seorang laki-

laki dengan menggunakan sepeda motor Yamaha Jupiter Z warna Silver

Hitam kerumah K yang tidak dikenal oleh AD. Selanjutnya, sekitar jam

21.30 WIB AD bersama dengan K dan satu orang laki-laki yang tidak AD

kenal pergi dengan berboncengan tiga dengan menggunakan sepeda motor

Yamaha Jupiter Z warna Silver, sedangkan seorang laki-laki lagi

3 Anang Priyanto, Kriminologi, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012), h. 77.

Page 51: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

41

mengendarai sepeda motor Honda Vario warna merah hitam mengikuti

dari belakang.

Setelah sampai di jalan raya arah Purwodadi, AD berbelok kearah

kanan melalui jembatan dan setelah sampai dipertigaan jalan desa yang

terletak diarea persawahan diturunkan didekat peternakan ayam yang ada

Pos Ronda atau Pos Keamanan. Pada saat itu K langsung mengeluarkan

alat-alat berupa tank bergagang warna merah dan obeng pipih yang

gagangnya terbuat dari plastik warna hijau dan merah yang pada saat itu

disimpan oleh K dengan cara diselipkan di celana bagian samping. Singkat

cerita, AD dan K berhenti di sebuah rumah milik Korban PP sekitar pukul

02.00 WIB lalu tugas AD adalah menunggu di depan rumah untuk

mengawasi lalu temannya masuk dengan mencongkel atau merusak pintu

rumah korban. Dikarenakan kondisi depan rumah korban yang aman, AD

masuk kerumah untuk membantu temannya yaitu K mencuri sepeda motor

lalu ketika hendak memutar posisi motor untuk dibawa keluar, korban

yang sedang tertidur mendengar suara berisik di dalam rumahnya lalu

terbangun memergoki dengan mengarahkan sinar lampu baterai kearah K

dan terdakwa AD. Kemudian, karena terkejut AD dan temannya yang

bernama K langsung lari keluar dari rumah korban, akan tetapi terdakwa

berhasil ditangkap oleh warga namun temannya yang bernama K berhasil

kabur. Disini AD dan K belum sempat memiliki sepeda motor tersebut

karena sudah ketahuan dengan korban.

2. Amar Putusan

a. Menyatakan Terdakwa AD terbukti secara sah dan menyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana “pencurian dalamm keadaan

memberatkan”;

b. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana

penjara selama 11 (sebelas) bulan;

c. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani

Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

Page 52: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

42

d. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;

e. Menetapkan barang bukti berupa:

1) (Satu) unit sepeda motor Honda Beat warna hitam No. Pol.: H-

6427-ADE, Nomor Rangka: MH1JFR113FK086177, Nomor

Mesin: JFR1E-1082455;

2) (Satu) buah kunci pintu rumah yang terbuat dari kayu jati.

Dikembalikan kepada saksi PP (Alm);

3) (Satu) buah tank gagang karet warna merah.

Dirampas untuk dimusnahkan.

3. Analisis Peneliti

Hakim adalah pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh

Undang-Undang untuk mengadili sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1

Angka 8 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)4. Dalam

Pasal 1 Angka 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP,

maksud mengadili (to adjudicate) ialah tindakan Hakim untuk menerima,

memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas jujur, bebas dan

tidak memihak (berat sebelah) di sidang pengadilan dalam hal dan menurut

cara yang diatur dalam Undang-Undang ini.5

Pertimbangan Hakim merupakan aspek yang sangat penting untuk

mewujudkan nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan

(ex aequo et bono) dan kepastian hukum, disamping itu terdapat manfaat

bagi para pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini harus

teliti, cermat, dan baik. Jika pertimbangan hakim itu tidak teliti, cermat,

dan baik maka putusan hakim tersebut dapat dibatalkan oleh Pengadilan

Tinggi atau Mahkamah Agung.6

4 Andi Hamzah, KUHP & KUHAP Edisi Revisi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 229-230. 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana. 6 Mukti Aro, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, Cet. V, 2004), h. 140.

Page 53: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

43

Menurut Lilik Mulyadi, hakekat pertimbangan hakim sebagai

pembuktian dari unsur-unsur suatu delik apakah perbuatan terdakwa

memenuhi dan sesuai dengan delik yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut

Umum sehingga pertimbangan tersebut relevan atau sesuai terhadap amar

putusan atau diktum putusan hakim.7 Pada saat Hakim menyatakan

pemeriksaan dalam persidangan ditutup, selanjutnya hakim

mempertimbangkan dengan memeriksa dan mengadili suatu perkara yaitu

mengadakan musyawarah untuk mendapatkan putusan yang seadil-adilnya

sesuai dengan tujuan hukum.8 Dalam Pasal 197 ayat (1) d KUHAP

mengatur tentang pertimbangan hakim yang berbunyi:9

“Pertimbangan disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta

alat bukti yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar

penentuan kesalahan terdakwa”.

Asas tiada pidana tanpa kesalahan merupakan salah satu asas pidana

yang berlaku di Indonesia. Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1 ayat

(1) KUHP10, yang dimaksud dengan asas tiada pidana tanpa kesalahan

adalah tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan

pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan

tersebut dilakukan. Dalam hal ini, terdakwa dapat dijatuhkan pidana oleh

Hakim apabila terdakwa terbukti bersalah sesuai dengan dakwaan

terhadapnya. Tetapi, tidak bisa dikenakan pidana begitu saja namun harus

didukung dengan alat bukti yang sah sebagaimana yang terdapat dalam

Pasal 183 dan 184 ayat (1) KUHAP yang berbunyi:

Pasal 183 KUHAP:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan

bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah

yang bersalah melakukannya”.

7 Lilik Mulyadi, Kompilasi Hukum Pidana Dalam Perspektif Teoritis dan Praktek

Peradilan, (Bandung: Mandar Maju, 2007), h. 193. 8 AL. Wisnubroto, Praktik Persidangan Pidana, (Yogyakarta: Universitas Atmajaya

Yogyakarta, 2014), h. 148. 9 Irfan Iqbal Munthahhari, KUHP & KUHAP, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), h. 337. 10 Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),… h. 3.

Page 54: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

44

Pasal 184 ayat (1) KUHAP:

(1) Alat bukti yang sah ialah:

a. Keterangan saksi;

b. Keterangan ahli;

c. Surat;

d. Petunjuk;

e. Keterangan terdakwa.

Sebagaimana yang kita ketahui, proses peradilan pidana di Indonesia

dimulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di

sidang Pengadilan. Dalam pemeriksaan di pengadilan, kasus pencurian

dengan pemberatan yang sedang diteliti oleh peneliti yaitu pada Putusan

Nomor 143/Pid.B/2015/PN.Dmk, hakim dalam mengambil putusan

berdasar pada sekurang-kurangnya dua alat bukti yaitu keterangan saksi,

keterangan terdakwa, dan terdapat juga barang-barang bukti. Dalam hal

keterangan saksi, merupakan alat bukti yang paling pertama dan utama

dikarenakan saksi ini adalah orang yang melihat sendiri, mendengar

sendiri, dan mengalami sendiri.

Sebelum saksi memberikan kesaksiannya, ia wajib disumpah terlebih

dahulu sesuai dengan agama masing-masing dan pengucapan sumpah

merupakan syarat mutlak suatu kesaksian sebagai alat bukti. Selain itu,

pentingnya sumpah adalah ketika saksi memberikan keterangannya dalam

persidangan dapat memperkuat keterangannya sebagai alat bukti dan

meyakinkan Hakim untuk mendapatkan kebenaran bahwa tindak pidana

tersebut benar-benar terjadi. Apabila saksi tidak mau disumpah maka ia

dapat ditahan paling lama 14 hari sebagaimana diatur dalam Pasal 161 ayat

(1) KUHAP. Dalam putusan tersebut, terdapat 4 saksi yang diajukan oleh

Jaksa Penuntut Umum. Saksi-saksi tersebut antara lain:

1. PP (alm). Ia merupakan korban pencurian yang dilakukan oleh

terdakwa.

2. MH. Ia merupakan tetangga satu desa dari saksi PP (alm).

3. SS. Ia merupakan Kepala Desa Babat, Kecamatan Kebonagung,

Kabupaten Demak.

Page 55: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

45

4. AD. Ia merupakan anggota POLRI yang bertugas di wilayah hukum

Demak Polres dan berdinas di Polsek Kebonagung.

Setelah saksi-saksi tersebut memberikan keterangannya, terdakwa

menyatakan benar setiap keterangan yang diberikan oleh saksi dan

terdakwa tidak mengajukan saksi yang meringankan atau disebut juga

sebagai saksi a de charge. Selain saksi-saksi, terdakwa sendiri pun

memberikan keterangannya kemudian antara keterangan saksi dengan

keterangan terdakwa sangatlah benar dan sesuai. Dengan demikian dari

alat dan barang bukti yang diajukan oleh Penuntut Umum memiliki

keterkaitan satu sama lain.

Terdakwa dalam hal ini mengakui segala perbuatannya serta tidak

mengajukan pembelaan (pledoi) atas keterangan-keterangan yang

diberikan oleh saksi. Perbuatan terdakwa AD didakwa oleh Jaksa Penuntut

Umum dengan dakwaan alternatif yaitu melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-

3, ke-4 dan ke-5 KUHP dan melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-3, ke-4, dan

ke-5 KUHP Jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP. Namun, dalam tuntutan pidana

yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa terdakwa

AD telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak

Pidana Percobaan Pencurian dalam keadaan memberatkan sebagaimana

diatur dan diancam pidana dalam Pasal 363 ayat (1) ke-3, ke-4, dan ke-5

KUHP Jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP dalam dakwaan kedua atau

subsidairnya dan menjatuhkan pidana penjara selama 1 (Satu) Tahun

dikurangi selama terdakwa ditahan.

Setelah Jaksa Penuntut Umum melakukan penuntutan atau requisitoir,

terdakwa mengajukan permohonan yakni mohon agar diberi keringanan

hukuman karena mempunyai keluarga dan merupakan tulang punggung

keluarga. Akan tetapi, dalam putusan Nomor 133/Pid.B/2014/PN. Pti yang

mana terdakwa pernah dihukum juga karena melakukan tindak pidana

penggelapan, permohonannya juga sama dengan putusan Nomor

Page 56: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

46

143/Pid.B/2015/PN.Dmk dan terdakwa ini tetap melakukan tindak pidana

lagi serta tidak menyesal akan perbuatannya.

Menurut peneliti, Hakim juga wajib memperhatikan faktor

memberatkan dan meringankan dari si terdakwa. Adapun faktor

memberatkan dan meringankan dalam Putusan Nomor

143/Pid.B/2015/PN.Dmk.

Faktor memberatkan antara lain:

a. Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat.

b. Terdakwa pernah dihukum.

Faktor meringankan antara lain:

a. Terdakwa selama persidangan selalu bersikap sopan.

b. Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya.

c. Terdakwa belum menikmati hasilnya.

Berbeda dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan

bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana percobaan

pencurian dalam keadaan memberatkan dengan dakwaan subsidairnya.

Lain halnya dengan Hakim yang memeriksa terlebih dahulu dengan

mempertimbangkan dakwaan primair dalam putusan ini sebagaimana

diatur dalam Pasal 363 ayat (1) ke-3, ke-4, dan ke-5, yang mana unsur-

unsurnya adalah sebagai berikut:

1. Unsur barang siapa

Di depan persidangan, setelah diperiksa pada awal persidangan

identitas terdakwa AD benar dan sesuai dengan apa yang telah

diuraikan Penuntut Umum dalam dakwaannya sehingga tidak terjadi

error in persona terhadap orang yang telah dihadapkan dimuka

persidangan oleh Penuntut Umum.

2. Mengambil barang sesuatu

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan,

berdasarkan keterangan para saksi, barang bukti serta keterangan

Page 57: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

47

terdakwa sendiri terungkap fakta bahwa terdakwa bersama K (DPO)

telah mengambil dan berpindah tempat barang berupa satu unit sepeda

motor Honda Beat warna hitam No. Pol.: H-6427-ADE, Nomor

Rangka: MH1JFR113FK086177, Nomor Mesin: JFR1E-1082455

pada hari Sabtu tanggal 18 Juli 2015, sekitar jam 02.00 WIB, di dalam

sebuah rumah milik saksi PP (alm) yang terletak di Desa Babat,

Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Demak. Barang tersebut

termasuk ke dalam pengertian barang karena mempunyai nilai

ekonomis dan dapat diperjualbelikan sudah dipindahkan tempat dari

tempat semula ke tempat lain walaupun hanya bergeser di tempat yang

sama namun telah berpindah dari tempat semula secara paksa ke

dalam yang pengambil / Terdakwa beserta temannya bukan atas

kehendak dari pemiliknya atau izin dari saksi-saksi PP (Alm), oleh

karena itu perbuatan tersebut termasuk ke dalam pengertian

mengambil suatu barang.

3. Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan,

berdasarkan keterangan dari para saksi, barang bukti serta keterangan

terdakwa sendiri di persidangan terungkap bahwa barang berupa satu

unit sepeda motor Honda Beat warna hitam No. Pol.: H-6427-ADE,

Nomor Rangka: MH1JFR113FK086177, Nomor Mesin: JFR1E-

1082455 adalah milik saksi korban PP (Alm) dan bukanlah milik

terdakwa.

4. Dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan,

berdasarkan keterangan dari para saksi, barang bukti, serta keterangan

terdakwa sendiri di persidangan terungkap bahwa barang berupa satu

unit sepeda motor Honda Beat warna hitam No. Pol.: H-6427-ADE,

Nomor Rangka: MH1JFR113FK086177, Nomor Mesin: JFR1E-

1082455 dan Terdakwa mengetahui bahwa barang tersebut adalah

milik orang lain dan terdakwa menghendaki untuk memiliki barang

Page 58: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

48

tersebut karena ingin memanfaatkan barang tersebut dengan cara

mengambilnya secara paksa dari PP (Alm) namun keburu ketahuan

pemiliknya namun barang tersebut telah berpindah dari tempat semula

dan hal tersebut termasuk ke dalam pengertian dengan sengaja dan

Terdakwa mengambil barang tersebut tanpa seizin para pemiliknya

dengan maksud untuk dimiliki terdakwa.

5. Dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan

tertutup yang ada rumahnya

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan,

berdasarkan keterangan dari para saksi, barang bukti, serta keterangan

terdakwa sendiri di persidangan terungkap bahwa barang berupa satu

unit sepeda motor Honda Beat warna hitam No. Pol.: H-6427-ADE,

Nomor Rangka: MH1JFR113FK086177, Nomor Mesin: JFR1E-

1082455 pada malam hari tepatnya pada hari Sabtu tanggal 18 Juli

2015, sekitar jam 02. 00 WIB, di dalam sebuah rumah milik saksi PP

(Alm) yang terletak di Desa Babat, Kecamatan Kebonagung,

Kabupaten Demak.

Semua unsur dalam dakwaan primair telah terpenuhi, Hakim

menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan dakwaan kesatu yaitu

terdakwa melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-3, ke-4 dan ke-5 KUHP. Peneliti

berpendapat, Hakim sudah tepat mengambil keputusan yaitu mengadili

terdakwa dengan tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan.

Akan tetapi, hukuman yang dijatuhkan oleh Hakim kepada terdakwa ini

sangatlah minim dan lebih rendah dari apa yang dituntut oleh Jaksa

Penuntut Umum karena terdakwa sebelum melakukan tindak pidana ini

baru saja keluar dari Lembaga pemasyarakatan dengan kasus penggelapan

dalam Putusan Nomor 133/Pid.B/2014/PN.Pti dan sudah pernah dihukum

atau disebut juga sebagai residivis (recidivice). Maka dari itu hukuman

yang diberikan kepada terdakwa tidaklah sebanding dengan apa yang

Page 59: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

49

dilakukannya dan sebaiknya Hakim juga mempertimbangkan dampak dan

kerugian yang ditimbulkan kepada korban akibat perbuatan terdakwa.

Disebabkan terdakwa sudah pernah dihukum seharusnya hukumannya

diperberat tidak hanya 11 bulan saja karena perbuatan terdakwa termasuk

kategori kejahatan kualifikasi atau tertentu dan ancaman hukumannya juga

diperberat dimana unsur-unsur pokok pencuriannya sama dengan unsur-

unsur pencurian dalam Pasal 362 KUHP. Sedangkan unsur khusus yang

memberatkan pidana terdapat dalam banyak unsur, misalnya pada ayat (1)

dari Pasal 363 terdiri dari banyak alternatif, yaitu pemberat pada unsur

objeknya yakni ternak; terletak pada saat atau kejadian ketika melakukan

pencurian; pembuatnya lebih dari satu (dengan bersekutu) dan

seterusnya.11 Mengingat salah satu jenis putusan pengadilan yakni putusan

pemidanaan. Yang dimaksud dengan putusan pemidanaan dalam Pasal 193

ayat (1) KUHAP12 sebagai berikut:

“Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak

pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan

pidana”.

Tentunya kalau Hakim menjatuhkan putusan pidana, terdakwa

dimasukkan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan yang mana sesuai dengan

perbuatannya dan gunanya Lapas sendiri ialah untuk membina dan

membimbing terdakwa agar menjadi lebih baik lagi. Hal ini berkaitan

dengan tujuan pokok teori relatif yaitu tujuan pidana bukanlah sekedar

pembalasan, tetapi untuk mewujudkan ketertiban di dalam masyarakat.

Oleh karena itu, dengan menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa yang

setimpal dengan tindak pidana yang ia lakukan, diharapkan terdakwa akan

jera dan tidak akan mengulang perbuatannya lagi serta masyarakat dapat

hidup dengan aman seperti sedia kala serta masyarakat takut untuk

melakukan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku dan mengetahui

11 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2 Penafsiran Hukum Pidana, Dasar

Peniadaan, Pemberatan & Peringanan, Kejahatan Aduan, Perbarengan & Ajaran Kausalitas Edisi

Revisi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2016), h. 94. 12 Andi Hamzah, KUHP & KUHAP Edisi Revisi,… h. 310.

Page 60: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

50

hukuman apa yang akan mereka dapatkan kalau melakukan kejahatan yang

sama.

Dapat peneliti katakan bahwa antara ancaman hukuman Pasal 363

KUHP dengan putusan yang dijatuhkan Hakim pada putusan tersebut

sangatlah berlawanan dan tidak sesuai karena dalam Pasal 363 disebutkan

ancaman untuk pelaku pencurian dengan pemberatan yaitu minimal tujuh

tahun dan maksimal sembilan tahun penjara. Pasal 363 ayat (2)13

menyatakan bahwa apabila jika pencurian yang diterangkan dalam ke-3

disertai dengan salah satu tersebut ke-4 dan ke-5, maka dikenakan pidana

penjara paling lama sembilan tahun.

Pencurian yang dilakukan terdakwa ini sudah memenuhi unsur-unsur

tersebut yakni dilakukan pada malam hari dalam sebuah rumah, dilakukan

oleh dua orang atau bersekutu, dan mengambil barang orang lain dengan

cara merusak pintu rumah korban. Oleh karena itu, karena ancaman

hukuman yang diberikan kepada terdakwa sangatlah ringan dan

berdasarkan dengan teori interpretasi hakim, Hakim mempunyai hak untuk

melakukan interpretasi atau penafsiran hukum apabila peraturannya ada

namun tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwanya sebab Hakim

tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara.

Menurut peneliti, metode interpretasi atau penafsiran yang tepat

digunakan oleh Hakim dalam mempertimbangkan dan memutus perkara

pencurian dengan pemberatan dalam Putusan Nomor

143/Pid.B/2015/PN.Dmk adalah penafsiran sosiologis. Dalam penafsiran

sosiologis, Hakim disini selain mempertimbangkan hal yang memberatkan

dan meringankan terdakwa lalu juga mempertimbangkan keadaan di

masyarakat. Seorang Hakim dalam menafsirkan sesuai dengan tujuan

Undang-Undang tersebut dan disesuaikan dengan perkembangan

kehidupan masyarakat.

13 Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),… h. 129.

Page 61: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

51

Sejalan dengan pandangan Scholten14, ia berpendapat bahwa karena

hukum itu dinamis dan selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan

masyarakat maka untuk mengetahui maksud dan kehendak pembuat

Undang-Undang belum cukup bagi Hakim, sebab Hakim harus

menerapkan peraturan-peraturan itu sesuai dengan asas keadilan

masyarakat sekarang. Sebagai contoh, dalam Pasal 362 KUHP

menegaskan larangan untuk mencuri barang milik orang lain.15 Bunyi

Pasal 362 sebagai berikut:

“Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian

kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan

hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama

lima tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.16

Awalnya, pengertian barang ialah sesuatu yang bisa diraba, dilihat,

dan dirasakan secara nyata.17 Namun, R. Soesilo berpendapat bahwa yang

dimaksud dengan barang ialah segala sesuatu yang berwujud, lalu

termasuk juga binatang, uang, kalung, baju, dan sebagainya.18

Dengan kata lain, peneliti simpulkan bahwasanya dalam putusan ini

perbuatan terdakwa yang sangat meresahkan masyarakat dan

menimbulkan banyak kerugian untuk korban kemudian apabila terdakwa

sudah mendapatkan hukuman yang sesuai dengan perbuatannya dan

masyarakat juga sudah merasa aman karena Penegak Hukum yaitu Hakim

sudah melaksanakan tugasnya yaitu mengadili terdakwa, tentunya

menciptakan rasa keadilan di masyarakat.

14 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum,… h. 102. 15 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum,… h. 106. 16 Irfan Iqbal Munthahhari, KUHP & KUHAP,…. h. 149. 17 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum,… h. 107. 18 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-

Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor, Politeia, 1995), h. 250.

Page 62: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

52

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis peneliti yang telah peneliti uraikan pada bab-

bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Keterangan AD dalam Putusan Nomor 143/Pid.B/2015/PN.Dmk

mengatakan bahwa faktor yang menyebabkan ia melakukan pencurian

dengan pemberatan adalah faktor ekonomi karena ia merupakan tulang

punggung keluarga dan hasil dari curian tersebut akan digunakan

untuknya bertahan hidup dan belanja kebutuhan keluarganya sehari-

hari. Sebagai dampak dari persaingan ekonomi yang sangat ketat dan

tidak dipungkiri lagi sulitnya mendapat pekerjaan di zaman yang serba

modern ini, membuat AD tidak memikirkan jangka panjang akibat dari

perbuatannya. Oleh karena itu, dari faktor tersebut, dapat dikatakan

bahwa terjadinya tindak pidana pencurian dengan pemberatan tidak

terlepas dari berbagai faktor sebagai penyebabnya dan pelaku

mempunyai alasan tersendiri untuk melakukan kejahatan tersebut.

2. Pertimbangan Hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa dalam

Putusan Nomor 143/Pid.B/2015/PN.Dmk dinilai tidak tepat dan kurang

adil karena tidak sebanding dengan apa yang diperbuat oleh terdakwa.

Pencurian yang dilakukan oleh terdakwa termasuk kategori kejahatan

kualifikasi atau tertentu dan ancaman hukumannya juga diperberat dan

perbuatannya sudah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 363 ayat (2)

KUHP. Kemudian, metode interpretasi atau penafsiran yang tepat

digunakan oleh Hakim dalam memutus perkara pencurian dengan

pemberatan dalam Putusan Nomor 143/Pid.B/2015/PN.Dmk adalah

penafsiran sosiologis karena selain mempertimbangkan hal yang

memberatkan dan meringankan, hakim juga harus mempertimbangkan

keadaan sosial di masyarakat.

Page 63: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

53

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil analisis yang telah peneliti paparkan di atas, maka

peneliti memberikan beberapa rekomendasi sebagai berikut:

1. Penegak hukum khususnya polisi dan para personilnya hendaknya rutin

melakukan pengawasan dan patroli ke sejumlah tempat-tempat yang

rawan dengan kejahatan pencurian dengan pemberatan serta

memberikan penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat untuk selalu

waspada dengan kejahatan yang sering terjadi. Selain penegak hukum,

masyarakat juga harus turut serta menjaga keamanan lingkungan

tempat tinggal masing-masing seperti mengadakan Sistem Keamanan

Lingkungan (Siskamling) dan kegiatan ronda agar kondisi lingkungan

terhindar dari pencurian. Dari diri sendiri pun harus selalu mawas diri

dan menjaga rumah seperti memasang CCTV, memberi peringatan di

depan rumah misalnya “awas anjing galak”, menaruh barang berharga

di tempat yang paling aman, dan sebagainya.

2. Supaya hakim dalam memberikan hukuman kepada pelaku pencurian

dengan pemberatan lebih tegas dan sesuai dengan perbuatan yang ia

lakukan sehingga antara pidana yang dijatuhkan dan penafsiran hakim

dapat selaras. Selain memperhatikan hal-hal yang meringankan,

diharapkan hakim juga memperhatikan hal-hal yang memberatkan

terlebih kepada pelaku yang pernah dihukum agar pelaku yang

melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan mendapatkan

efek jera dan takut untuk berbuat kejahatan lagi.

Page 64: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

54

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ainul Syamsu, Muhammad. Pergeseran Turut Serta Melakukan Dalam Ajaran

Penyertaan Telaah Kritis Berdasarkan Teori Pemisahan Tindak Pidana

dan Pertanggungjawaban Pidana. Jakarta: PrenadaMedia Group, 2014.

Ali, Mahrus. Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Amiruddin, Hukum Pidana Indonesia. Jogjakarta: Genta Publishing, Cet. I,

2015.

Amirudin dan Asikin, Zainal. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2004.

Ariman, Rasyid dan Raghib, Fahmi. Hukum Pidana. Malang: Setara Press,

2016.

Aro, Mukti. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, Cet. V, 2004.

Chazawi, Adami. Pelajaran Hukum Pidana. Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada, 2002.

______________. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2. Jakarta: PT. Raja

Grafika Persada, 2002.

______________. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2 Penafsiran Hukum

Pidana, Dasar Peniadaan, Pemberatan & Peringanan, Kejahatan Aduan,

Perbarengan & Ajaran Kausalitas Edisi Revisi. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2016.

Darma Weda, Made. Kriminologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1996.

Djamali, Abdul. Pengantar Hukum Pidana Indonesia.Jakarta: RajaGrafindo

Persada, 1990.

Page 65: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

55

Effendi, Erdianto, Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2011.

Fajar, Mukti dan Achmad, Yulianto. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan

Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. IV, 2017.

Haliman, Hukum Pidana Syari’at Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1971.

Hamzah, Andi. KUHP & KUHAP Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

______________. Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP.

Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

______________. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1987.

Hasibuan, Ridwan. Kriminologi Dalam Arti Sempit dan Ilmu-Ilmu Forensik.

Medan: USU Press, 1994.

Hatrik, Hamzah. Asas Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana

Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo, 1996.

Herdiansyah, Haris. Wawancara, Observasi, dan Focus Groups Sebagai

Instrument Penggalian Data Kualitatif. Jakarta: RajaGrafindo Persada,

2013.

Hiariej, Eddy O.S. Prinsip-Prinsip Hukum Pidana. Yogyakarta: Cahaya Atma

Pustaka, 2014.

Huda, Chairul. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan. Jakarta: Kencana, Cet. 2,

2006.

Ilyas, Amir. Asas-Asas Hukum Pidana. Yogyakarta: Rangkang Education

Yogyakarta & PuKap Indonesia, 2012.

__________. Asas-Asas Hukum Pidana Memahami Tindak Pidana dan

Pertanggungjawaban Pidana Sebagai Syarat Pemidanaan (Disertai

Page 66: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

56

Teori-Teori Pengantar dan Beberapa Komentar. Yogyakarta: Rangkang

Education Yogyakarta & PuKap-Indonesia, 2012.

Iqbal, Muhammad, dkk. Hukum Pidana. Tangerang: Unpam Press, 2019.

Iqbal Munthahhari, Irfan. KUHP & KUHAP. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011.

Kansil, C.S.T dan S.T. Kansil, Christine. Pengantar Ilmu Hukum Indonesia.

Jakarta: Rineka Cipta, 2011.

Kasiyanto, Agus. Teori dan Praktik Sistem Peradilan Tipikor Terpadu di

Indonesia. Jakarta: Kencana, 2018.

Kartanegara, Satochid. Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Bagian Dua. Jakarta:

Balai Lektur Mahasiswa, 1998.

Koeswadji. Perkembangan Macam-macam Pidana Dalam Rangka

Pembangunan Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bhakti, Cet.1, 1995.

Lamintang, P.A.F. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra

Aditya Bakti, 1997.

Lamintang, P.A.F. dan Djisman Samosir, C. Delik-Delik Khusus Kejahatan

Yang Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lain Hak Yang Timbul

Dari Hak Milik. Bandung: Tarsito, 1979.

Lamintang, P.A.F. dan Lamintang, Theo. Delik-Delik Khusus Kejahatan

Terhadap Harta Kekayaan. Jakarta: Sinar Grafika, Cet. 2, 2009.

Loqman, Loebby. Percobaan, Penyertaan, dan Gabungan Tindak Pidana.

Jakarta: Universitas Tarumanegara, 1995.

Mahmud Marzuki, Peter. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2005.

Martha Ketut, I, dkk. Buku Ajar Hukum Pidana. Universitas Udayana: Fakultas

Hukum, 2016.

Page 67: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

57

Matalata, Andi. “Santunan Bagi Korban” dalam J.E. Sahetapy “Viktimologi

Sebuah Bunga Rampai”. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1987.

Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, 1993.

______________. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: Bumi

Aksara, 2006.

______________. Asas-Asas Hukum Pidana Edisi Revisi. Jakarta: Rineka

Cipta, 2008.

Muntoha. Negara Hukum Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945.

Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2013.

Muladi dan Nawawi Arief, Barda. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana,

Bandung: Alumni, 2005. Prasetyo, Teguh. Hukum Pidana Edisi Revisi.

Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012.

Mulyadi, Lilik. Kompilasi Hukum Pidana Dalam Perspektif Teoritis dan

Praktek Peradilan. Bandung: Mandar Maju, 2007.

Nawawi Arief, Barda. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum

Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2007.

Notoatmojo, Soekidjo. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta,

2010.

Priyanto, Anang. Kriminologi. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012.

Prodjodikoro, Wirjono. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia.

Bandung: Eresco, 1980.

_________. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung, Eresco,

1986.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1996.

Soeroso, R. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

Page 68: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

58

Soesilo, R Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bogor: Politeia,

1988.

_________. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-

Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor, Politeia, 1995.

_________. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-

Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 2003.

Triwulan Tutik, Titik. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Prestasi Pustaka

Publishier, 2006.

Utrecht, E. Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana I. Jakarta: Universitas, 1958.

Waluyo, Bambang. Pidana dan Pemidanaan. Depok: Sinar Grafika, 2004.

____________. Pidana dan Pemidanaan. Jakarta: Sinar Grafika, Cet. 4, 2014.

Wisnubroto, AL. Praktik Persidangan Pidana. Yogyakarta: Universitas

Atmajaya Yogyakarta, 2014.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian.

Page 69: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

59

Artikel Jurnal

Hamzani, Achmad Irwan. “Menggagas Indonesia Sebagai Negara Hukum

Yang Membahagiakan Rakyatnya.” Jurnal Yustisia, Edisi 90 (2014):

141.

Khalid, Afif. “Penafsiran Hukum Oleh Hakim dalam Sistem Peradilan di

Indonesia.”. Jurnal Al ‘Adl (VI), no. 11 (2014): 10-11.

Nugroho, Wahyu. “Disparitas Hukuman Dalam Perkara Pidana Pencurian

dengan Pemberatan Kajian terhadap Putusan Nomor

590/Pid.B/2007/PN.Smg dan Nomor 1055/Pid.B/2007/PN.Smg.” Jurnal

Yudisial (5), no. 3 (2012): 271-275.

Sitompul, Herman. “Penyertaan dalam Tindak Pidana Korupsi.” Jurnal Hukum

dan Keadilan (6), no. 2 (2019): 113.

Susanty Sambulele, Aknes. “Tanggung Jawab Pelaku Penyertaan Dalam

Tindak Pidana.” Jurnal Lex Crimen (II), no. 7 (2013): 88.

Usman. “Analisis Perkembangan Teori Hukum Pidana.” Jurnal Ilmu Hukum

(2), no. 1 (2011): 70.

Skripsi

Anggoro, Angga Kurnia. “Dasar Pertimbangan Dalam Tindak Pidana

Pencurian Dengan Pemberatan (Studi Pencurian Kendaraan Bermotor

Pada Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang)”. Skripsi S-1 Fakultas

Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang, 2007.

Minarsih. “Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan

Oleh Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta”. Skripsi S-1 Fakultas

Syariah dan Hukum. Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016.

Wahyuni. “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencurian Dengan

Pemberatan (Studi Kasus PN Watampone No.

Page 70: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG …

60

112/Pid.B/2014/PN.Wtp)”. Skripsi S-1 Fakultas Hukum. Universitas

Hasanuddin Makassar, 2018.

Internet

Arnaz, Farouk. “Angka Kriminal Naik Termasuk Pencurian”.

https://www.beritasatu.com/nasional/655089/angka-kriminal-naik-

termasuk-pencurian (diakses Januari 2021, 16).

El-Roomey. “Pleger, Doen Pleger, Uitlokker, Medepleger dan

Medeplichtige”. http://elroomey.blogspot.com/2014/12/pleger-doen-

pleger-uitlokker-

medepleger_30.html#:~:text=Menyuruh%20melakukan%20(doen%20p

legen).,diancam%20pidana%20sebagaimana%20seorang%20pelaku.,

pada tanggal 03 Januari 2021.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). “Faktor”. https://kbbi.web.id/faktor

(diakses Januari 2021, 16).