TUGAS FARMAKOTERAPI 1
THYROID DISORDER
Kelas C :
1. Dyah Aprilia Sari
(1041111041)2. Wahyu Widayanti
(1041211189)
3. Wijayanti Marheani
(1041211191)4. Wilda Pradita
(1041211192)
5. Wilda Shofiana Ulfa
(1041211193)
6. William Nander Mboeik(1041211194)7. Yerika Budi Astuti
(1041211196) 8. Yoyada Agnesia Agatha(1041211197)9. Yulinda
Rahma Hidayah(1041211198)10. Yuliyani Kristanti
(1041211199)11. Zakiya Imanda Putri
(1041211200)12. Zena Lutvina Oviyanti(1041211201)13. Amalina Eka
Nur F
(1041311170)14. Aries Koes Sundoro
(1041311171)15. Dinar Dibayu N
(1041311172)PROGRAM STUDI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN PHARMASI
SEMARANG
2014
PENDAHULUANA. PENGERTIAN
Tiroid atau kelenjar gondok adalah sebuah organ kecil yang
terdiri atas dua bagian (lobus) yang terletak disebelah kanan dan
kiri trakhea dan yang dihubungkan oleh secarik jaringan tiroid yang
disebut istmus. jembatan ini melintasi trakhea disebelah depannya
dan mirip suatu perisai. Kelenjar tiroid berfungsi untuk
menghasilkan hormon tiroid.
Tiroid berfungsi sebagai termostat (pengatur kalor) dari
metabolisme tubuh yang aktivitasnya diatur oleh hipofisis. Di bawah
pengaruh hormon TRH (Thyrotropin Releasing Hormone, protirelin)
dari hipotalamus, hipofisis mensekresikan TSH (Thyreoid Stimulating
Hormone), yang selanjutnya menstimulir tiroid untuk mensekresi
hormon triiodothyronine (T3) dan tiroksin (T4). Selain itu, pada
anak-anak, hormon tiroid sangat penting untuk pertumbuhan dan
pengembangan.
Sekresi hormon-hormon ini diatur oleh sistem H-H
(Hipotalamus-Hipofisis) tersebut melalui mekanisme feedback
negatif. Bila produksinya melampaui kebutuhan tubuh, yakni sekitar
0,5 mg sehari, maka hipotalamus mengurangi pelepasan TRH yang
berakibat menurunnya produksi TSH dan kemudian berkurangnya sekresi
T3 dan T4. Sekresi TRH ternyata distimulasi oleh neurohormon
noradrenalin, sedangkan sekresi TSH dihambat oleh somatostatin.
Paratiroid atau anaktiroid terdiri dari 4 kelenjar kecil yang
terletak di belakang tiroid dan membentuk hormon parathormon (PTH),
suatu polipeptida dengan 84 asam amino. PTH bersama vitamin D dan
kalsitonin memegang peran utama dalam mengatur kadar kalsium dalam
darah. Bertentangan dengan kalsitonin, PTH berfungsi untuk
meningkatkan kadar kalsium darah bila kadarnya menurun. Maka dalam
hal ini, jika kadar-Ca rendah, sekresi PTH ditingkatkan. Mekanisme
dari kalsitonin yaitu :
a. meningkatkan ekskresi kalsium (dan fosfat) oleh ginjal
b. menghambat penyerapan kalsium dari usus, dan c. menghambat
perombakan tulang (resorpsi) ke dalam darah berkat kerja langsung
terhadap sel-sel perombak tulang (osteoclast)
Sekresinya distimulir dan meningkat bila kadar kalsium darah
tinggi dan juga naiknya kadar magnesium darah dan hormon-hormon
lambung-usus.
Gangguan tiroid mencakup berbagai penyakit yang mempengaruhi
produksi hormon tiroid atau sekresi yang menyebabkan perubahan
dalam stabilitas metabolik. Hipertiroidisme dan hipotiroidisme
adalah sindrom klinik dan biokimia yang diakibatkan oleh
peningkatan dan penurunan produksi hormon tiroid.
Penyakit tiroid ini dapat diterapi dengan pemberian hormon
sintetis, yaitu ; 1. Tiroksin (levothyroxin Na, tetraiodtironin,
T4, Thyrax, Euthyrox)
2. Liotironin (T3, triiodtironin, Cytomel)
3. Kalsitonin (salcatonin atau salmon, miacalcic)Selain
pemberian hormon sintetis, ada pula pengobatan farmakologinya,
yaitu ;
1. Thionamida (karbimazol, tiamazol, dan propiltiourasil) 2. Iod
dan iodida 3. Iod radioaktif 4. Propanolol
B. EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 1975, tiroiditis telah diakui sebagai penyebab umum
tirotoksikosis dan mungkin mewakili hingga 15% dari kasus
tirotoksikosis di Amerika Utara. Prevalensi hipoteroid congenital
diperkiraka satu dari 4000 kelahiran, satu dari 2000 orang pada ras
timur, satu dari 5500 pada ras eropa dan satu dari 32000 pada ras
afrika,insiden meningkat pada sindrom down 1:140, 95 % kelainan ini
bersifat sporadic dan 5 % nya terkait genetic yang biasanya pada
dishormonogenesis. Perbandingan perempuan dan laki-laki adalah 2:1
dan terkait tipe HLA spesifik PATOFISIOLOGIA. ETIOLOGI
Hipotiroid merupakan suatu sindrom klinis yang dihasilkan karena
berkurangnya hormon tiroid. Hipotiroid dapat disebabkan karena
kerusakan secara primer atau sekunder. Kerusakan secara primer
disebabkan karena adanya kerusakan pada kelenjar tiroid, sedangkan
kerusakan sekunder disebabkan karena kerusakan pada
hipotalamus-hipofisis. Hipotiroid umumnya lebih disebabkan karena
kerusakan primer dibandingkan kerusakan sekunder. Tiroiditis
Hashimoto mungkin merupakan penyebab hipotiroidisme tersering.
Pada`pasien-pasien lebih muda, lebih sering dihubungkan dengan
goiter; pada pasien lebih tua, kelenjar mungkin dihancurkan total
oleh proses imunologis dan satusatunya sisa penyakit ini adalah uji
antibodi mikrosomal antitiroid yang terus menerus positif. Seperti
juga, stadium terakhir penyakit Graves adalah hipotiroidisme. Hal
ini makin dipercepat dengan terapi destruktif seperti pemberian
iodin radioaktif aau tiroidektomi subtotal. Kelenjar tiroid yang
terlibat dalam penyakit autoimun lebih rentan terhadap asupan
iodida berlebihan, (seperti iodide-containing cough preparat atau
obat antiaritmia amiodaron) atau pemberian media kontras
radiografik yang mengandung iodida. Sejumlah besar iodida yang
besar menghambat sintesis hormon tiroid, menimbulkan hipotiroidisme
dengan goiter pada pasien dengan kelainan kelenjar tiroid; kelenjar
normal biasanya "lolos" dari blok iodida .
Penyebab umum lain dari hipotiroid primer selain kerusakan pada
kelenjar yaitu Idiopathic atrophy, Iatrogenic destruction of
thyroid, Pembedahan, Terapi Radioaktif Iodin, terapi X-ray,
Postinflammatory thyroiditis, Cretinism (congenital hypothyroidis).
Penyebab umum lainnya dari hipotiroid sekunder yaitu Deficiency of
TSH caused by pituitary dysfunction, Deficiency of TRH caused by
hypothalamic dysfunction, Goitrous Hypothyroidism (Enlargement of
Thyroid Gland), Dyshormonogenesis: defect in hormone synthesis,
transport, or action, Hashimotos thyroiditis, Congenital cretinism:
maternally induced, Iodide deficiency, Natural goitrogens
(rutabagas, turnips, cabbage), Drug-Induced, Aminoglutethimide5,
Amiodarone1820, Bexarotene31,38, Ethionamide39, Iodides and
iodide-containing preparations40, Rifampin41, Tyrosine kinase
inhibitors (e.g., imatinib, sunitinib, sorafenib)4245,
Interleukin46,47, Interferon-4851, Lithium5254, Thiocyanates,
phenylbutazone, sulfonylureas4.
Hipertiroid adalah sindroma klinis yang terjadi bila jaringan
terpejan hormon tiroid beredar dalam kadar tinggi. Pada kebanyakan
kasus, tiroksikosis disebabkan hiperaktivitas kelenjar tiroid atau
hipertiroidisme. Kadang-kadang, tirotoksikosis bisa disebabkan
sebab-sebab lain seperti menelan hormon tiroid berlebihan atau
sekresi hormon tiroid berlebihan dari tempat-tempat ektopik.
Penyebab hipertiroid dapat dilihat pada table dibawah ini.
B. DIAGNOSA
Kombinasi FT4 atau FT4I serum yang rendah dan TSH serum
meningkat adalah diagnostik adanya hipotiroidisme primer. Kadar T3
bervariasi dan dapat berada dalam batas normal. Uji positif
terhadap autoantibodi tiroid mengarah tiroiditis Hashimoto yang
mendasari. Pada pasien dengan miksedema hipofisis, FT4 atau FT4
akan rendah tapi TSH serum tidak akan meningkat. Kemudian mungkin
perlu membedakan penyakit hipofisis dari hipotalamus, dan untuk hal
ini uji TSH paling membantu . Tidak adanya respons TSH terhadap TRH
menunjukkan adanya defisiensi hipofisis. Respon parsial atau
"normal" menunjukkan bahwa fungsi hipofisis intak tapi bahwa defek
ada pada sekresi TRH hipotalamus. Pasien mungkin mendapatkan terapi
tiroid (levotiroksin atau tablet tiroid kering) ketika pertama kali
kita jumpai. Skema diagnosa dapat dilihat sebagai berikut :
C. PATOGENESIS
Patogenesis Penyakit Graves
Pada penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan terhadap
antigen yang berada didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan
merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen
tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi dengan reseptor
TSH didalam membran sel tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan
dan fungsi sel tiroid, dikenal dengan TSH-R antibody. Adanya
antibodi didalam sirkulasi darah mempunyai korelasi yang erat
dengan aktivitas dan kekambuhan penyakit. Mekanisme otoimunitas
merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya
hipertiroidisme, oftalmopati, dan dermopati pada penyakit Graves.
Sampai saat ini dikenal ada 3 otoantigen utama terhadap kelenjar
tiroid yaitu tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan
reseptor TSH (TSH-R). Disamping itu terdapat pula suatu protein
dengan BM 64 kiloDalton pada permukaan membran sel tiroid dan
sel-sel orbita yang diduga berperan dalam proses terjadinya
perubahan kandungan orbita dan kelenjar tiroid penderita penyakit
Graves.
Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan bereaksi dengan antigen
diatas dan bila terangsang oleh pengaruh sitokin (seperti
interferon gamma) akan mengekspresikan molekul-molekul permukaan
sel kelas II (MHC kelas II, seperti DR4) untuk mempresentasikan
antigen pada limfosit T.
Gambar 1 : Patogenesis Penyakit Graves
Faktor genetik berperan penting dalam proses otoimun, antara
lain HLA-B8 dan HLA-DR3 pada ras Kaukasus, HLA-Bw46 dan HLA-B5 pada
ras Cina dan HLA-B17 pada orang kulit hitam. Faktor lingkungan juga
ikut berperan dalam patogenesis penyakit tiroid otoimun seperti
penyakit Graves. Virus yang menginfeksi sel-sel tiroid manusia akan
merangsang ekspresi DR4 pada permukaan sel-sel folikel tiroid,
diduga sebagai akibat pengaruh sitokin (terutama interferon alfa).
Infeksi basil gram negatif Yersinia enterocolitica, yang
menyebabkan enterocolitis kronis, diduga mempunyai reaksi silang
dengan otoantigen kelenjar tiroid. Antibodi terhadap Yersinia
enterocolitica terbukti dapat bereaksi silang dengan TSH-R antibody
pada membran sel tiroid yang dapat mencetuskan episode akut
penyakit Graves. Asupan yodium yang tinggi dapat meningkatkan kadar
iodinated immunoglobulin yang bersifat lebih imunogenik sehingga
meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya penyakit tiroid
otoimun. Dosis terapeutik dari lithium yang sering digunakan dalam
pengobatan psikosa manik depresif, dapat pula mempengaruhi fungsi
sel limfosit T suppressor sehingga dapat menimbulkan penyakit
tiroid otoimun. Faktor stres juga diduga dapat mencetuskan episode
akut penyakit Graves, namun sampai saat ini belum ada hipotesis
yang memperkuat dugaan tersebut. Terjadinya oftalmopati Graves
melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells) dan antibodi
sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang
berhubungan dengan tiroglobulin atau TSH-R pada fibroblast,
otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin yang terbentuk
dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast dan miositis
orbita, sehingga menyebabkan pembengkakan otot-otot bola mata,
proptosis dan diplopia.Dermopati Graves (miksedema pretibial) juga
terjadi akibat stimulasi sitokin didalam jaringan fibroblast
didaerah pretibial yang akan menyebabkan terjadinya akumulasi
glikosaminoglikans.
Berbagai gejala tirotoksikosis berhubungan dengan perangsangan
katekolamin, seperti takhikardi, tremor, dan keringat banyak.
Adanya hiperreaktivitas katekolamin, terutama epinefrin diduga
disebabkan karena terjadinya peningkatan reseptor katekolamin
didalam otot jantung.
Pathogenesis Penyakit Hipotiroid
Jalur1Agenesis tiroid dan keadaan lain yang sejenis menyebabkan
sintesis dan sekresi hormon tiroid menurun sehingga terjadi
hipotiroid primer dengan peningkatan kadar TSH tanpa adanya
struma.
Jalur2Defisiensi iodium berat menyebabkan sintesis dan sekresi
hormon tiroid menurun, sehingga hipofisis non sekresi TSH lebih
banyak untuk memacu kelenjar tiroid mensintesis dan mensekresi
hormon tiroid agar sesuai dengan kebutuhan. Akibatnya kadar TSH
meningkat dan kelenjer tiroid membesar (stadium kompensasi).
Walaupun pada stadium ini terdapat struma difusa dan peningkatan
kadar TSH, tetapi kadar tiroid tetap normal. Bila kompensasi ini
gagal, maka akan terjadi stadium dekompensasi, yaitu terdapatnya
struma difusa, peningktan kadar TSH, dan kadar hormon tiroid
rendah.Jalur3Semua hal yang terjadi pada kelenjer tiroid dapat
mengganggu atau menurunkan sintesis hormon tiroid (bahan/obat
goitrogenik, tiroiditis, pasca tiroidektomi, pasca terapi dengan
iodium radioaktif, dan adanya kelainan enzim didalam jalur sintesis
hormon tiroid) disebut dishormogenesis yang mengakibatkan sekresi
hormon tiroid menurun, sehingga terjadi hipotiroid dengan kadar TSH
tinggi, dengan/tanpa struma tergantung pada penyebabnya.
Jalur4ASemua keadaan yang menyebabkan penurunan kadar TSH akibat
kelainan hipofisis akan mengakibatkan hipotiroid tanpa struma
dengan kadar TSH yang sangat rendah atau tidak terukur.
Jalur4BSemua kelainan hipotalamus yang mengakibatkan yang
menyebabkan sekresi TSH ynag menurun akan menyebabkan hipotiroid
dengan kadar TSH rendah dan tanpa struma.
KETERANGAN : Jalur 1, 2, dan 3 adalah patogenesis hipotiroid
primer dengan kadar TSH yang tinggi. Jalur 1 tanpa desertai struma,
jalur 2 disertai struma, dan jalur 3 dapat dengan atau tanpa
struma. Jalur 4A dan 4B adalah patogenesis hipotiroid sekunder
dengan kadar TSH yang tidak terukur atau rendah dan tidak ditemukan
struma.SASARAN TERAPISasaran terapi untuk hipertiroid adalah
menormalkan produksi hormon tiroid dimana pada kasus gangguan
tyroid ditemukan adanya perubahan volume produksi atau sekresi
hormon tiroid yang menyebabkan perubahan stabilitas metabolik .
Mengurangi simtom dan konsekuensi jangka panjang yang disebabkan
oleh produksi hormone tyroid yang berkurang atau bahkan berlebih,
karena efek dari adanya gangguan dalam produksi hormone berakibat
pada timbulnya gangguan hormone lain seperti emosi labil, mudah
pingsan, tidak tahan terhadap panas, turunnya berat bersamaan
dengan peningkatan nafsu makan, peningkatan frekeuensi pergerakan
intestinal, palpitasi (denyut jantung yang cepat dan tidak
teratur), kelemahan pada otot proksimal (bisa terlihat saat menaiki
tangga atau bangkit dari posisi duduk), dan menstruasi tidak
teratur serta kuantitasnya kecil. Dan memberikan terapi individual
berdasar tipe dan keparahan penyakit, usia pasien dan kelamin,
adanya kondisi non-tiroid, dan respon terhadap terapi
sebelumnya.
Tujuan terapi hipertiroidisme adalah mengurangi sekresi kelenjar
tiroid. Sasaran terapi dengan menekan produksi hormon tiroid atau
merusak jaringan kelenjar dengan (dengan yodium radioaktif atau
pengangkatan kelenjar) (Cooper, 2005).
Tujuan pengobatan hipertiroid adalah produksi hormon (obat anti
tiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif,
tiroidektomi sub total) :
1. Obat antitiroid Digunakan dengan indikasi :
a. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi
yang menetap pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang
dan tirrotoksikosis.
b. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum
pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat
yodium radioaktif.
c. Persiapan tiroidektomi
d. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
e. Pasien dengan krisis tiroidObat antitiroid yang sering
digunakan :
ObatDosis awal (mg/hari)Pemeriksaan (mg/hari)
Karbimatol
Metimazol
Propiltiourasil30 60
30 60
300 6005 20
5 20
50 200
Obat-obatan ini umumnya diberikan sekitar 18 24 bulan. Pada
pasien hamil biasanya diberikan propil tiourasil dengan dosis
serendah mungkin yaitu 200 mg/hari atau lebih lagi. Pada masa
laktasi juga diberikan propiltiourasil karena hanya sedikit sekali
yang keluar dari air susu ibu, oasis yang dipakai 100-500 mg tiap 8
jam.
2.Pengobatan dengan yodiumradioaktif
Indikasi pengobatan dengan yodium radiaktif diberikan pada :
a. Pasien umur 35 tahun atau lebih
b. Hipertiroid yang kambuh sesudah di operasi c. Gagal mencapai
remisi sesudah pemberian obat antitiroid
d. Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat
antitiroid
e. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
3.Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroid.
Indikasi operasi adalah :
a. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons
terhadap obat antitiroid
b. Pada wanita hamil(trimester kedua) yang memerlukan obat
antitiroid dosis besar
c. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima
yodium radioaktif
d. Adenoma toksik atau strauma multinodular toksik
e. Pada penyakit graves yang berhubungan dengan satu atau lebih
nodulSebelum operasi biasanya pasien diberi obat antitiroid sampai
eutitiroid sampai eutiroid kemudian diberi cairan kalium yodida
100-200 mg/hari atau cairan lugol 10-14 tetes/ hari selama 10 hari
sebelum dioperasi untuk mengurangi vaskularisasi pada kelenjar
tiroid.4.Pengobatan tambahan
a.Sekat -adrenergik
Obat ini diberikan untuk mengurangi gejala dan tanda
hipertiroid. Dosis diberikan 40-200 mg/hari yang dibagi atas 4
dosis. Pada orang lanjut usia diberik 10 mg/6 jam.
b.Yodium
Yodium terutama digunakan untuk persiapan operasi. Sesudah
pengobatan dengan yodium radiaktif dan pada krisis tiroid. Biasanya
diberikan pada dosis 100-300 mg/hari.c.Ipodat
Ipodat kerjanya lebih cepat dan sangat baik digunakan pada
keadaan akut seperti krisis tiroid kerja padat adalah menurunkan
konversi T4 menjadi T3 diperifer, mengurangi sintesis hormon
tiroid, serta mengurangi pengeluaran hormon dari tiroid.
d.Litium
Litium mempunyai daya kerja seperti yodium, namun tidak jelas
keuntungannya dibandingkan dengan yodium.Litium dapat digunakan
pada pasien dengan krisis tiroid alergi terhadap yodium.
(Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, M.P., and Lance, L.L.,
2006)STRATEGI TERAPIA. TERAPI HIPOTIROIDISME
Hipotiroidisme diobati dengan levotiroksin (T4), yang terdapat
dalam bentuk murni dan stabil dan tidak mahal. Levotiroksin
dikonversi menjadi T3 di intraselular, sehingga kedua hormon
sama-sama didapatkan dalam tubuh walaupun hanya satu jenis. Tiroid
kering tidak memuaskan karena isi hormonnya yang bermacam-macam,
dan triiodotirosin (sebagai liotironin) tidak memuaskan karena
absorpsinya yang cepat dan waktu paruhnya yang singkat dan efek
sementara. Waktu paruh levotiroksin kira-kira 7 hari, jadi hanya
perlu diberikan sekali sehari. Preparat ini diabsorpsi dengan,kadar
dalam darah mudah dipantau dengan cara mengikuti FT4I atau FT4 dan
kadar TSH serum. Ada peningkatan T4 atau FT4I kira-kira 1-2 g/dL
(13-26 nmol/L) dan disertai penurunan TSH sebanyak 1-2 U/L (1-2
mU/L) mulai dalam 2 jam dan berakhir setelah 8-10 jam setelah dosis
per oral 0,1-0,15 mg levotiroksin . Karena itu, dosis harian
levotiroksin sebaiknya diminum pagi hari untuk menghindari
gejala-gejala insomnia yang dapat timbul bila diminum malam hari.
Sebagai tambahan, ketika kadar serum tiroksin dipantau, adalah
penting mengukur darah puasa atau sebelum mendapat dosis harian
hormon untuk mendapat data yang konsisten.B. TERAPI PENYAKIT GRAVES
Walaupun mekanisme autoimun bertanggung jawab atas penyakit
sindroma Graves, pengelolaannya terutama ditujukan terhadap
pengendalikan hipertiroidisme. Terdapat 3 metode yang tersedia (1)
terapi obat anti tiroid (2) bedah dan (3) terapi iodin
radioaktif.TATA LAKSANA
KASUS
ALGORITMA PENGOBATAN
Algoritma penegakan diagnosis hipotiroidisme
KASUS
Seorang laki-laki berumur 56 tahun dirawat di ruang rawat dengan
penyakit Grave yang mengalami sesak napas dialih rawat ke ICU. Pada
saat tiba di ICU kesadaran gelisah, sesak napas (laju napas
40x/menit), laju nadi 160x/menit iregular, tekanan darah 100/45
mmHg, suhu 38,9C. Pada waktu dipersiapkan untuk dilakukan intubasi
trakea, pasien mengalami henti jantung, segera dilakukan resusitasi
jantung paru selama 15 menit dan berhasil dengan laju nadi
140x/menit iregular, tekanan darah 95/45 mmHg. Pada pasien kemudian
diberikan bantuan ventilasi mekanik dengan pola assist controlled,
volume tidal 450 ml, laju napas 12x/menit, Positive End Expiratory
Pressure (PEEP) 8 cmH2O dan FiO2 0,5. Selama dalam bantuan
ventilasi mekanik, pada pasien diberikan sedasi morfin infus dan/
propofol infus sesuai kebutuhan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
ronki basah di kedua lapangan paru, eksoftalmus dan edema pada
kedua tungkai. Pasca- henti jantung dilakukan pemeriksaan gas darah
arteri dengan hasil pH 7,145, pO2 121,3 mmHg, pCO2 30,1 mmHg, HCO3
10,7 mEq/L, BE - 10,7, SaO2 98,6%; dan kadar laktat darah 10,4.
Gambaran elektrokardiogram (EKG) menunjukan fibrilasi atrium cepat,
dan foto toraks menunjukan adanya kardiomegali, edema interstisial
dan infiltrat bilateral basal (Gambar 1A). Hasil pemeriksaan kadar
leukosit 12300/mm3 dengan jumlah segment 88%, dan kadar
prokalsitonin 10, sedangkan hasil pemeriksaan kimia darah lainnya
masih dalam batas normal. Hasil uji fungsi tiroid adalah free T4 :
3,07ng/dl (0,71- 1,85), T3 total: 1,80ng/dl (0,450-1,370), dan
thyroid stimulating hormon (TSH): 0,002U/ml (0,470- 4,680).
Ekokardiografi menunjukkan 50,4% ejection fraction of left
ventricel, LVESD: 40,8mm, LVEDD 55,1mm, diameter LA 30,1mm, TR
pressure gradient 0,928 mmHg dan reguritasi mitral dan regurgitasi
trikuspid ringan.
Riwayat pasien sebelum dirawat adalah penyakit Graves dengan
pengobatan yang tidak teratur. Berdasarkan skor kriteria Burch dan
Wartofsky ( Tabel 1), pasien ini mempunyai skor = 100 yang terdiri
dari suhu = 5, takikardi = 25, susunan saraf pusat = 30, edema paru
=15, fibrilasi atrium = 15 dan riwayat penyakit = 10.
Diagnosis masuk pasien ini adalah krisis tiroid dengan gagal
jantung dan syok septik. Skor Simplified Acute Physiologic Severity
(SAPS) II adalah 74 dengan Predicted Death Rate (PDR) 88 %.
Pengelolaan yang dilakukan adalah dimulai dengan resusitasi
cairan dengan target penurunan kadar laktat, pemantauan tekanan
vena sentral dan saturasi vena sentral (ScvO2). Pengendalian
hemodinamik dilakukan dengan infus norepinefrin titrasi dengan
target tekanan arteri rerata > 65 mmHg. Propiltiourasil (PTU)
600 mg segera diberikan melalui pipa nasogastrik dan selanjutnya
diberikan 200 mg tiap 8 jam. Setelah tekanan tekanan arteri rerata
> 65 mmHg, terapi nitrogliserin infus dimulai. Lima jam setelah
hemodinamik stabil, laju nadi meningkat, tidak teratur (180x/menit)
terjadi fibrilasi atrium cepat, kemudian diberikan bolus amiodaron
150mg intravena dalam 30 menit dan dilanjutkan infus. Pada saat
selesai diberikan bolus, tekanan darah turun, tidak membaik dengan
resusitasi cairan, pemberian norepinefrin dan dobutamin, maka
amiodaron dihentikan dan diberikan digoksin intravena. PTU
diberikan dengan dosis dinaikkan (300 mg) dan propanolol 10 mg
melalui pipa nasogastrik, hidrokortison diberikan dengan bolus
intravena 100mg dilanjutkan dengan infus 100mg/ 8 jam. Hemodinamik
mulai membaik dua jam kemudian. Selama perawatan pasien demam
(37,8C-39,9C) diobati dengan infus parasetamol. Terapi antibiotik
meropenem diberikan untuk mengatasi infeksi paru (pneumonia).
Pada hari keenam pasien pindah ke ruangan, dan pada hari ke
sebelas pasien sembuh dan diperbolehkan meninggalkan rumah
sakit.S.O.A.PSUBJEK
Seorang laki-laki berumur 56 tahun dirawat di ruang rawat dengan
penyakit Grave yang mengalami sesak napas dialih rawat ke ICU. Saat
tiba di ICU kesadaran gelisah. Riwayat pasien sebelum dirawat
adalah penyakit Graves dengan pengobatan yang tidak teratur.OBJEK
Sesak napas (laju napas 40x/menit), laju nadi 160x/menit iregular,
tekanan darah 100/45 mmHg, suhu 38,9C.
Saat pasien mengalami henti jantung, segera dilakukan resusitasi
jantung paru selama 15 menit dan berhasil dengan laju nadi
140x/menit iregular, tekanan darah 95/45 mmHg. Pemeriksaan fisik
didapatkan ronki basah di kedua lapangan paru, eksoftalmus dan
edema pada kedua tungkai.
Pasca- henti jantung dilakukan pemeriksaan gas darah arteri
dengan hasil pH 7,145, pO2 121,3 mmHg, pCO2 30,1 mmHg, HCO3 10,7
mEq/L, BE - 10,7, SaO2 98,6%; dan kadar laktat darah 10,4
Gambaran elektrokardiogram (EKG) menunjukan fibrilasi atrium
cepat, dan foto toraks menunjukan adanya kardiomegali, edema
interstisial dan infiltrat bilateral basal Hasil pemeriksaan kadar
leukosit 12300/mm3 dengan jumlah segment 88%, dan kadar
prokalsitonin 10, sedangkan hasil pemeriksaan kimia darah lainnya
masih dalam batas normal. Hasil uji fungsi tiroid adalah free T4 :
3,07ng/dl (0,71- 1,85), T3 total: 1,80ng/dl (0,450-1,370), dan
thyroid stimulating hormon (TSH): 0,002U/ml (0,470- 4,680).
Ekokardiografi menunjukkan 50,4% ejection fraction of left
ventricel, LVESD: 40,8mm, LVEDD 55,1mm, diameter LA 30,1mm, TR
pressure gradient 0,928 mmHg dan reguritasi mitral dan regurgitasi
trikuspid ringan.
Berdasarkan skor kriteria Burch dan Wartofsky, pasien ini
mempunyai skor = 100 yang terdiri dari suhu = 5, takikardi = 25,
susunan saraf pusat = 30, edema paru =15, fibrilasi atrium = 15 dan
riwayat penyakit = 10. ASSESMENT
Pasien ini mempunyai riwayat penyakit Graves dengan pengobatan
tidak teratur sehingga mengalami krisis tiroid yang dipicu oleh
adanya pneumonia yang mengakibatkan syok septic. Pengelolaan krisis
tiroid ditujukan untuk menurunkan sintesis dan sekresi hormon
tiroid, menurunkan pengaruh perifer hormon tiroid dengan menghambat
konversi T4 ke T3, terapi mencegah dekompensasi sistemik, terapi
penyakit pemicu dan terapi suportif.
Pada kasus ini terapi dengan pemberian obat propiltiourasil
(PTU) dan methimazole (MMI) sudah benar karena obat ini dapat
menghambat secara menyeluruh dan cepat sintesis hormon tiroid. PTU
merupakan tionamid pilihan pertama, karena dapat pula menghambat
konversi perifer T4 menjadi T3.Pada kasus ini pasien ini diberikan
terapi amiodaron yang ditujukan untuk mengendalikan fibrilasi
atrium. Namun, amiodaron ini memiliki efek samping (adverse effect)
yang dapat memperburuk krisis tiroid. Sehingga seharusnya amiodaron
tidak diberikan sebagai terapi aritmia pada krisis tiroid. Oleh
karena itu pemberian amiodaron dihentikan dan diganti dengan
digoksin intravena untuk mengendalikan laju ventrikel pada
fibrilasi atrium.PLAN
Pengelolaan yang dilakukan adalah dimulai dengan resusitasi
cairan dengan target penurunan kadar laktat, pemantauan tekanan
vena sentral dan saturasi vena sentral (ScvO2). Pengendalian
hemodinamik dilakukan dengan infus norepinefrin titrasi dengan
target tekanan arteri rerata > 65 mmHg. Propiltiourasil (PTU)
600 mg segera diberikan melalui pipa nasogastrik dan selanjutnya
diberikan 200 mg tiap 8 jam. Setelah tekanan tekanan arteri rerata
> 65 mmHg, terapi nitrogliserin infus dimulai. Lima jam setelah
hemodinamik stabil, laju nadi meningkat, tidak teratur (180x/menit)
terjadi fibrilasi atrium cepat, kemudian diberikan bolus amiodaron
150mg intravena dalam 30 menit dan dilanjutkan infus. Pada saat
selesai diberikan bolus, tekanan darah turun, tidak membaik dengan
resusitasi cairan, pemberian norepinefrin dan dobutamin, maka
amiodaron dihentikan dan diberikan digoksin intravena. PTU
diberikan dengan dosis dinaikkan (300 mg) dan propanolol 10 mg
melalui pipa nasogastrik, hidrokortison diberikan dengan bolus
intravena 100mg dilanjutkan dengan infus 100mg/ 8 jam. Hemodinamik
mulai membaik dua jam kemudian. Selama perawatan pasien demam
(37,8C-39,9C) diobati dengan infus parasetamol. Terapi antibiotik
meropenem diberikan untuk mengatasi infeksi paru (pneumonia).DAFTAR
PUSTAKA
K. Alldredge, Brian, dkk. 2013. Koda-Kimble & Youngs Applied
Therapeutics The Clinical Use of drugs tenth edition. Lippincott
Williams &Wilkins, Awolters Kluwer Business :
PhiladelphiaJoseph T. DiPiro, dkk. 2005.Pharmacotherapy A
pathophysiologic approach Sixth Edition. MCGRAW-HILL Medical
Publishing Division : USAAnwar, Ruswana. 2005. Fungsi dan Kelainan
Kelenjar Tiroid. Bandung : Fakultas Kedokteran UnpadKusumo,
Santarwan, dkk. 2012. Laporan Kasus Krisis Tiroid. Jakarta :
Majalah Kedokteran Terapi
Intensifhttp://reference.medscape.com/drug/cytomel-triostat-liothyronine-342733#0PHARMACOTHERAPY
A Pathophysiologic Approach