ASMA BRONKIALPengertian Asma bronkhial adalah penyakit jalan
nafas obstruktif intermitten, reversible dimana trakeobronkial
berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma
bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi
adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat
berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan .
Klasifikasi Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat
diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu : 1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang,
obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma
ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi
genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor
pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan
terjadi serangan asma ekstrinsik. 2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara
dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran
pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan
sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi
bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan. 3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
Etiologi Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan
presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial. a. Faktor
predisposisi Genetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya,
meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas.
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat
juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika
terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. b. Faktor presipitasi
Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : 1.
Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi 2.
Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan 3.
Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan,
logam dan jam tangan Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa
pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah
angin serbuk bunga dan debu. Stress Stress/ gangguan emosi dapat
menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat
serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul
harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan
masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati. Lingkungan kerja Mempunyai hubungan
langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan
dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu
lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. Olah raga/
aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan
mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga
yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut. Patofisiologi Asma ditandai dengan
kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan
sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang
timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai
berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan
antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel
mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat
dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup
alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen
bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang
merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan
menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun
sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot
polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas
menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih
berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena
peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian
luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka
sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang
menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan
adekuat, tetapi sekali-kali mel Hal ini menyebabkan dispnea.
Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat
meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara
ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest akukan
ekspirasi.. `Gambaran Klinik Umumnya penderita asma mengeluh sesak
napas kumat-kumatan, dada terasa berat, sukar bernapas disertai
batuk tanpa dengan dahak. Gejala demikian mungkin timbul satu tahun
sekali atau dua kali. Atau tiap bulan sekali, atau satu minggu
sekali atau setiap hari.Keluhan timbul setelah melakukan aktifitas,
paska menghirup bahan allergen, makan,minum,marah,ketawa, batuk,
olahraga, atau kecewa.Pada serangan suara nafas berbunyi wheezing,
kedua tapak tangan tertumpu ke kursi, wajah berkeringat dan
flushing, pergerakan cuping hidung, bibir dan ujung jari kebiruan
(cyanosis). Diadnosa bandingSuatu konsep yang memberikan arahan dan
perlu di pahami benar adalaha pengertian dasar bahwa wheezing
bukanlah semat-mata di sebabkan oleh asma , walaupun wheezing itu
sendiri dianggap patogmonis bagi asma . karena itu setiap penderita
dengan keluhan wheezing, perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan
laboratorium yang diteliti sebelum diagnosa asma ditegakkan . untuk
itu diagnosa bandig yang perlu dipikirkan adalah:1. Asma kardinal2.
Bronkitis akut ataupun yang menahun3. Broonkiektasis4. Keganasan 5.
Infeksi paru6. Penyakit granuloma7. Farmers lung disease8. Alergi
bahan inhalan industri9. Hernia difragmatika atau oesofagus10.
Tumor atau pembesaran kelenjar mediatinum11. Sembab laring12. Tumor
trakeo bronkial13. Tumor atau kista laring14. Aneurisma aorta15.
kecemasan
Diagnosis AsmaUmumnya, diagnosis asma tidaklah sulit, tetapi
pada kasus tertentu kadang-kadang sukar dibedakan dengan penyakit
lain yang memberikan gejala yang serupa. Ada kalanya gejala yang
muncul hanya batuk atau sesak atau mungkin hanya rasa berat di
dada. Maka untuk kasus-kasus seperti ini diperlukan pemeriksaan
yang lebih cermat dan mungkin perlu beberapa pemeriksaan
penunjang.Rangkaian pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosis
penyakit asma, terdiri dari: anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.AnamnesisAnamnesis pada penderita asma
sangatlah penting. Tujuannya, selain untuk menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan diagnosis banding, anamnesis juga berguna untuk
menyususn srategi pengobatan pada penderita asma. Pada anamnesis
akan kita jumpai adanya keluhan, batuk, sesak, mengi dan atau rasa
berat di dada yang timbul secara tiba-tiba dan hilang secara
spontan atau dengan pengobatan. Tetapi adakalanya juga penderita
hanya mengeluhkan batuk-batuk saja yang umumnya timbul pada malam
hari atau sewaktu kegiatan jasmani ataupun hanya pada musim-musim
tertentu saja. Disamping itu, mungkin adanya riwayat alrgi baik
pada penderita maupun pada keluarganya, seperti rhinitis alergi,
dermatitik atopic dapat membantu menegakakan diagnosis.Yang perlu
juga diketahui adalah faktor-faktor pencetus serangan, dengan
mengetahui factor pencetus kemudian menghindarinya, diharapkan
gejala asma dapat dicegah. Faktor-faktor pencetus pada asma,
terdiri dari:Allergen, baik yang berupa inhalasi seperti debu
rumah, tungau, serbuk sari, bulu binatang, kapas, debu kopi atau
the, maupun yang berupa makanan seperti udang, kepiting, zat
pengawet, zat pewarna dan sebagainya.Infeksi saluran napas,
terutama oleh virus seperti Respiratory syncitial, parainfluensa
dan sebagainya.Kegiatan jasmani/ olahraga, seperti lari.Ketegangan
atau tekanan jiwa.Obat-obatan, seperti penyekat beta, salisilat,
kodein, AINS dan sebagainya.Polusi udara atau bau yang merangsang,
seperti asap rokok, semprot nyamuk, parfum dan
sebagainya.Berdasarkan hal-hal di atas, maka seseorang dicurigai
menderita asma apabila:Sesak atau batuk yang berkepanjangan setelah
menderita influenzaBatuk-batuk setelah olahraga, terutama pada
anak-anak atau rasa berat atau tercekik pada dada sehabis olahraga
(yang terbukti tidak ada kelainan jantung)Sesak atau batuk-batuk
pada waktu ruang berdebu atau berasapBatuk-batuk setelah mencium
bau tertentuBatuk-batuk atau sesak yang sering timbul pada malam
hari dan tidak berkurang sesudah duduk.Dengan kata lain, bila
seseorang mengeluh sesak, batuk atau mengi yang tidak bisa
diterangkan penyebabnya, kita perlu mencurigai itu suatu asma. Atau
yeng membedakan asma dengan penyakit paru lain yaitu pada asma
serangan dapat hilang dengan atau tanpa obat. Artinya, serangan
asma ada yang hilang dengan sendirinya tanpa pengobatan. Tetapi,
membiarkan penderita asma dalam srangan tanpa obat selain tidak
etis, juga bisa membahayakan nyawa penderita.
Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik, selain berguna untuk
menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding, juga
berguna untuk mengetahui penyakit-penyakit yang mungkin menyertai
asma. Pemeriksaan fisik meliputi seluruh badan, mulai dari kepala
sampai ke kaki.Kelainan fisik pada penderita asma tergantung pada
obstruksi saluran napas (beratnya serangan) dan saat pemeriksaan.
Pada saat serangan, tekanan darah bisa naik, frekuensi pernapasan
dan denyut nadi juga meningkat, mengi (wheezing) sering dapat
terdengar tanpa statoskop, ekpirasi memanjang (lebih dari 4 detik
atau 3 kali lebih panjang dari inspirasi) disertai ronki kering dan
mengi. Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada, dimana pada perkusi akan terdengan
hipersonor. Pernapasan cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan
otot-otot bantu pernapasan, sehingga tanpak retraksi suprasternal,
supraklavicula dan sel iga dan pernapasan cuping hidung.Dalam
praktek, jarang dijumpai kesulitan dalam menegakkan diagnosis asma,
tetapi batuk, sesak ataupun mengi (wheezing) tidak hanya dijumpai
pada penderita asma, untuk itu, perlu dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut lagi untuk menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan Penunjang1.Pemeriksaan laboratoriumPada pemeriksaan
darah tepi, terutama jumlah eosinofil total sering meningkat pada
pasien asma, dan hal ini dapat membantu untuk membedakan asma
dengan bronchitis kronik. Jumlah eosinofil menurun dengan pemberian
kortikosteroid, sehingga dipakai juga untuk patokan cukup tidaknya
dosis kortikosteroid yang dibutuhkan pada pasien asma.Pada
pemeriksaan sputum, dimana sputum eosinofil sangat karakteristik
untuk asma, sedangkan neutrofil sangat dominan pada bronchitis
kronik. Selain untuk melihat adanya eosinofil, Kristal
Charcot-Leyden, dan Spiral Curschmann, pemeriksaan ini penting
untuk melihat adanya miselium Aspergillus fumigates.Pemeriksaan
analisis gas darah, hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase
awal serangan terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2 < 35
mmHg) kemudian pada fase yang lebih berat PaCO2 justru mendekati
normal sampai normokapnia. Selanjutnya pada asma yang sangat berat
terjadinya hiperkapnia (PaCO2 > 45 mmHg), hipoksemia dan
asidosis respiratorik.2.Pemeriksaan RadiologisPemeriksaan
radiologis dada ditujukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang
memberikan gejala serupa, seperti ggal jantung kiri, atau menemukan
penyakit lain yang menyertai asma seperti tuberculosis, atau
mendeteksi adanya komplikasi asma seperti pneumothoraks,
pneumomediastinum, atelektasis dan lain-lain.3.Uji KulitTujuan tes
ini adalah untuk mengetahui adanya antibody IgE yang spesifik pada
kulit, yang secara tidak langsung menggambarkan adanya antibody
yang serupa pada saluran napas penderita asma. Tes ini hanya
menyokong anamnesis, karena allergen yang menunjukkan tes kulit
positif tidak selalu merupakan pencetus serangan asma, demikian
pula sebaliknya.4.Pemeriksaan SpirometriSpirometri merupakan alat
yang digunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Pemeriksaan ini
sangat penting baik dalam diagnostic dan penilaian beratnya asma
maupun dalam pengololaan dan penilaian keberhasilan pengobatan,
sama dengan tensimeter dalam diagnostic dan pengelolaan hipertensi
atau glukometer pada diabetes mellitus.Cara yang paling cepat dan
sederhana untuk menegakkan diagnosis asma adalah dengan melihat
respons pengobatan dengan bronkodilator.Reversibilitas penyempitan
saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan
meningkatnya FEV1 dan atau FVC sebanyak 20% atau lebih sesudah
pemberian bronkodilator. Tetapi tidak adanya peningkatan sebesar
20% tidak berarti bukan asma. Hal ini dapat dijumpai pada penderita
yang sudah normal atau mendekati normal. Respons mungkin juga tidak
dijumpai pada obstruksi saluran napas yang berat oleh karena dosis
tunggal aerosol tidak cukup memberikan efek seperti yang diharapkan
mungkin perlu pemberian obat kombinasi (agonis beta 2, teofilin dan
kortikosteroid).Penilaian beratnya obstruksi dapat dilihat pada
rendahnya FEV1 dan FEV1/FVC atau perbandingan FEV1 yang diukur
dengan FEV1 yang prediktif.Derajat obstruksi FEV1 (liter) FEV1/FVC
FEV1/FEV1pApabila tes spirometri dengan bronkodilator hasilnya
diragukan dapat dilakukan tes pemantauan faal paru untuk jangka
waktu 1-3 minggu dengan Miniright Peak Flowmeter, dimana APE diukur
tiga kali sehari ditambah ekstra pada saat munculnya sesak. Apabila
selisih APE yang tertinggi dengan yang terendah 20% atau lebih
merupakan petanda asma.
5.Tes Provokasi BrokialJika pemeriksaan spirometri normal, untuk
menunjukkan adanya hiperaktivitas bronkus dilakukan tes provokasi
bronkus. Tes ini tidak dilakukan apabila tes spirometri menunjukkan
resersibilitas 20% atau lebih.Ada beberapa cara yang dilakukan
untuk tes provokasi bronchial seperti tes provokasi histamine,
metakolin, allergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara
dingin bahkan inhalasi dengan aqua destila. Penurunan FEV1 sebesar
20% atau lebih setelah tes provokasi merupakan pertanda adanya
hiperaktivitas bronkus.PenatalaksanaanTujuan penatalaksanaan asma
:1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma2. Mencegah
eksaserbasi akut3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru
seoptimal mungkin4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk
exercise5. Menghindari efek samping obat6. Mencegah terjadi
keterbatasan aliran udara (airflow limitation) irreversible7.
Mencegah kematian karena asmaPenatalaksanaan asma berguna untuk
mengontrol penyakit. Asma dikatakan terkontrol bila :1. Gejala
minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam2. Tidak ada
keterbatasan aktiviti termasuk exercise3. Kebutuhan bronkodilator
(agonis beta-2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak diperlukan)4.
Variasi harian APE kurang dari 20%5. Nilai APE normal atau
mendekati normal6. Efek samping obat minimal (tidak ada)7. Tidak
ada kunjungan ke unit darurat gawatProgram penatalaksanaan asma,
yang meliputi 7 komponen :1. Edukasi2. Menilai dan monitor berat
asma secara berkala3. Identifikasi dan mengendalikan factor
pencetus4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang5.
Menetapkan pengobatan pada serangan akut6. Control secara teratur7.
Pola hidup sehatKetujuh hal tersebut di atas, juga disampaikan
kepada penderita dangan bahasa yang mudah dan dikenal dengan 7
langkah mengatasi asma. Yaitu :1. Mengenal seluk beluk asma2.
Menentukan klasifikasi3. Mengenali dan menghindari pencetus4.
Merencanakan pengobatan jangka panjang5. Mengatasi serangan asma
dengan cepat dan tepat6. Memeriksa diri dengan teratur7. Menjaga
kebugaran dan olahragaOBAT ASMAPada prinsipnya pengobatan asma
dibagi menjadi 2 golongan yaitu antiinflamasi merupakan pengobatan
rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan
dikenal dengan pengontrol dan bronkodilator yang merupakan
pengobatan saat serangan untuk mengatasi eksaserbasi/serangan,
dikenal dengan pelega.
Obat asma yang tersedia di Indonesia :Golongannama
genetikbentuk/kemasan obat
flutikason propionatIDT
steroid inhalasibudesonideIDT, TURBUHALER
kromolinIDT
NedokromilIDT
sodium kromoglikatZafirlukastOral
Nedokromilmetilprednisonoral, injeksi
Antileukotrienprednisolonoral
kortikosteroid sistemikprokateroloral
agonis beta-2 kerja lamabambuteroloral
formoterolturbuhaler
salbutamoloral, IDT
agonis beta-2 kerja singkatterbutalinoral, IDT, TURBUHALER,
SOLUSIO, AMPUL(INJEKSI)
prokaterolIDT
fenoterolIDT, solusio
ipratropium bromideIDT, solutio
Antikolinergikteofilinoral
Metilsantinaminofilinoral, injeksi
teofilin lepas lambatoral
formoterolturbuhaler
agonis beta-2 kerja lamametilprednisonoral, injeksi
kortikosteroid sistemikprednisonoral, injeksi
EMFISEMAA.PENGERTIANSuatu perubahan anatomis paru yang ditandai
dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal
bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. (The
American Thorack society 1962)B.PENYEBAB1. Faktor GenetikFactor
genetic mempunyai peran pada penyakit emfisema. Factor genetic
diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia
atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper
responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga,
dan defisiensi protein alfa 1 anti tripsin.2. Hipotesis
Elastase-Anti ElastaseDidalam paru terdapat keseimbangan antara
enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi
kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan
elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul
emfisema.3. RokokRokok adalah penyebab utama timbulnya bronkitits
kronik dan emfisema paru. Secara patologis rokok berhubungan dengan
hyperplasia kelenjar mucus bronkus dan metaplasia epitel skuamus
saluran pernapasan.4. InfeksiInfeksi menyebabkan kerusakan paru
lebih hebat sehingga gejalanyapun lebih berat. Infeksi pernapasan
bagian atas pasien bronchitis kronik selalu menyebabkan infeksi
paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah.
Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus influenzae
dan streptococcus pneumoniae.
5. PolusiSebagai factor penyebab penyakit, polusi tidak begitu
besar pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih
tinggi..6. Faktor Sosial-EkonomiEmfisema lebih banyak didapat pada
golongan social ekonomi rendah, mungkin kerena perbedaan pola
merokok, selain itu mungkin disebabkan factor lingkungan dan
ekonomi yang lebih jelek.C. PATOFISIOLOGIPenyempitan saluran nafas
terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan saluran nafas ini
disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari
elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin.
Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim
proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak
jaringan paru. Dengan demikian AAT dapat melindungi paru dari
kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam paru terdapat
keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti
elastase supaya tidak terjadi kerusakan. Perubahan keseimbangan
menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru akan
berubah dan timbul emfisema.Sumber elastase yang penting adalah
pankreas. Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase
bertambah banyak. Sedang aktifitas system anti elastase menurun
yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa -1 anti
tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan
antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan
jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema. Sedangkan pada
paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik
jaringan paru keluar yaitu yang disebabkan tekanan intra pleural
dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan
paru kedalam yaitu elastisitas paru. Pada orang normal sewaktu
terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan
berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan
tertutup.Pada pasien emfisema saluran nafas tersebut akan lebih
cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya saluran nafas
menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan
ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung pada
kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak
ada akan tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan
maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Sehingga
timbul hipoksia dan sesak nafas.D. PEMBAGIAN EMFISEMAEmfisema
dibagi menurut pola asinus yang terserang. Ada dua bentuk pola
morfologik dari emfisema yaitu:1. CLE (emfisema sentrilobular) CLE
ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus
respiratorius. Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung
dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang. Mula-mula duktus
alveolaris yang lebih distal dapat dipertahankan penyakit ini
sering kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi
cenderung menyebar tidak merata. CLE lebih banyak ditemukan pada
pria dibandingkan dengan bronchitis kronik, dan jarang ditemukan
pada mereka yang tidak merokok(Sylvia A. Price 1995).2. PLE
(emfisema panlobular) Merupakan bentuk morfologik yang lebih
jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus
terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata. PLE
ini mempunyai gambaran khas yaitu tersebar merata diseluruh
paru-paru. PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil penderita
emfisema primer, Tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema akibat
usia tua dan bronchitis kronik. Penyebab emfisema primer ini tidak
diketahui, tetapi telah diketahui adanya devisiensi enzim alfa
1-antitripsin. Alfa-antitripsin adalah anti protease. Diperkirakan
alfa-antitripsin sangat penting untuk perlindungan terhadap
protease yang terbentuk secara alami( Cherniack dan cherniack,
1983). PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi
dapat juga tidak.Biasanya bula timbul akibat adanya penyumbatan
katup pengatur bronkhiolus. Pada waktu inspirasi lumen bronkhiolus
melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan
mukosa dan banyaknya mucus.. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen
bronkhiolus tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat
menghalangi keluarnya udara. D.MANIFESTASI KLINISEmfisema paru
adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit
bertahun-bertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-25
tahun.Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran
nafas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang
produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia
dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada
kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan nafas dan meninggal
dunia.E. DIAGNOSA1. Pemeriksaan fisik :Inspeksi:- Paru
hiperinflasi, ekspansi dada berkurang, kesukaran inspirasi, dada
berbentuk barrel chest, dada anterior menonjol, punggung berbentuk
kifosis dorsal.Palpasi :- Ruang antar iga melebar, taktik vocal
fremitus menurun,
Perkusi :- Terdengar hipersonor, peningkatan diameter dada
anterior posterior.Auskultasi :- Suara napas berkurang, ronkhi bisa
terdengar apabila ada dahak2. Pemeriksan radiologisPemeriksaan foto
dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan menyingkirkan
penyakit-penyakit lain. Foto dada pada emfisema paruTerdapat dua
bentuk kelainan foto dada pada emfisema paru, yaitu :* Gambaran
defisiensi arteri- overinflasi Terlihat diafragma yang rendah dan
datar,kadang-kadang terlihat konkaf.- oligoemia Penyempitan
pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan kedistal.* corakan
paru yang bertambah Sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema
sentrilobular dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.3.
Pemeriksaan fungsi paruPada emfisema paru kapasitas difusi menurun
karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.4. Analisis Gas
DarahVentilasi yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan
oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal.
Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.5. Pemeriksaan
EKGKelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung.
Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat defiasi aksis ke kanan
dan P-pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS
rendah.Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang dari
1.F. PENATA LAKSANAANPenata laksanaan emfisema paru terbagi atas
:1. penyuluhan2. pencegahan3. terapi farmakologi4. fisioterapi dan
rehabilitasi5. Pemberian O2 dalam jangka
panjangPenyuluhanMenerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat
memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana
cara pengobatan dengan baik.Pencegahan
1. RokokMerokok harus dihentikan meskipun sukar. Penyuluhan dan
usaha yang optimal harus dilakukan
2. PencegahanSebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala pada
pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang mengeluarkan
zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas3.
VaksinDianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama
terhadap influenza dan infeksi pneumokokus.
TERAPI FARMAKOLOGITujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi
jalan nafas yang masih mempunyai komponen yang reversible meskipun
sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan :1. pemberian
bronkodilator2. pemberian kortikosteroid3. mengurangi sekresi
mucus
1. Pemberian bronkodilatora. golongan teofilinBiasanya diberikan
dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan memperhatikan kadar
teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik antara
10-15 mg/L
b. golongan agonis B2Biasanya diberikan secara
aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah tremor,tetapi
menghilang dengan pemberian agak lama.
2. Pemberian kortikosteroidPada beberapa pasien, pemberian
kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi saluran
nafas.Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian
kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru
dihentikan.
3. Mengurangi sekresi mucus- Minum cukup,supaya tidak dehidrasi
dan mucus lebih encer sehingga urine tetap kuning pucat.-
Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat,
kalium yodida, dan amonium klorida.- Nebulisasi dan humidifikasi
dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencerkan sputum.-
Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin.
Fisioterapi dan RehabilitasiTujuan fisioterapi dan rehabilitasi
adalah meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup dan
memenuhi kebutuhan pasien dari segi social, emosional dan
vokasional.Program fisioterapi yang dilaksanakan berguna untuk :
Mengeluarkan mucus dari saluran nafas. Memperbaiki efisiensi
ventilasi. Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis
Pemberian O2 jangka panjangPemberian O2 dalam jangka panjang
akan memperbaiki emfisema disertai kenaikan toleransi latihan.
Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu
tidur atau waktu latihan. Menurut Make, pemberian O2 selama 19
jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik dari pada pemberian 12
jam/hari.
BRONKITIS KRONIKDefinisiPenyakit paru obstruktif kronik ialah
penyakit saluran napas yang bersifat ireversibel dan progresif.
Bila penyakit telah terjadi, maka akan berlangsung seumur hidup dan
memburuk dari waktu ke waktu. Perburukan akan lebih cepat terjadi
bila timbul fase-fase eksaserbasi akut. Usaha untuk menegakkan
diagnosis lebih dini, pencegahan eksaserbasi akut, serta
penatalaksanaan yang baik akan bermanfaat memperlambat perjalanan
penyakit sehingga penderita dapat hidup lebih baik.Penyakit ini
mempunyai berbagai definisi tergantung dari penulis yang
mengemukakannya. Brinkman mendefinisikan penyakit ini sebagai suatu
gangguan batuk berdahak yang terjadi tiap hari selama paling kurang
enam bulan dan jumlah dahak minimal satu sendok teh. Definisi yang
banyak dipakai adalah definisi dari American Thoracic Society,
yaitu penyakit dengan gangguan batuk kronik dengan dahak yang
banyak terjadi hampir tiap hari minimal tiga bulan dalam setahun
selama dua tahun berturut-turut. Produksi dahak yang berlebihan ini
tidak disebabkan oleh penyakit tuberkulosis atau bronkiektasis.
Penyakit bronkitis kronik sering terdapat bersama-sama emfisema dan
dikenal dengan nama bronkitis emfisema.Bronchitis kronik dapat
dibagi atas:1) Simple chronic bronchitis: bila sputum bersifat
mukoid.2) Chronic atau recurrent mucopurulent bronchitis: bila
sputum bersifat mukopurulen.3) Chronic obstructive bronchitis: bila
disertai obstruksi saluran napas yang timbul apabila terpajan zat
iritan atau ada infeksi saluran napas akut.
EpidemiologiBronchitis kronik lebih banyak didapatkan pada
laki-laki daripada wanita. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
penyebab utamanya sampai saat ini adalah merokok, dan laki-laki
lebih banyak yang merokok dibandingkan dengan wanita. Di Indonesia
jumlah perokok menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga 1996 adalah
53% laki-laki dan 4% wanita.Saat ini diperkirakan 20% laki-laki
dewasa menderita bronchitis kronik, dan pada wanita dewasa lebih
sedikit. Namun karena wanita yang merokok terus meningkat maka
angka bronchitis kronik pada wanita akan meningkat pula.Penyakit
dan gangguan saluran napas masih merupakan masalah terbesar di
Indonesia pada saat ini. Angka kesakitan dan kematian akibat
penyakit saluran napas dan paru seperti infeksi saluran napas akut,
tuberkulosis asma dan bronkitis masih menduduki peringkat
tertinggi. Infeksi merupakan penyebab yang tersering.Kemajuan dalam
bidang diagnostik dan pengobatan menyebabkan turunnya insidens
penyakit saluran napas akibat infeksi. Di lain pihak kemajuan dalam
bidang industri dan transportasi menimbulkan masalah baru dalam
bidang kesehatan yaitu polusi udara. Bertambahnya umur rata-rata
penduduk, banyaknya jumlah penduduk yang merokok serta adanya
polusi udara meningkatkan jumlah penderita bronkitis kronik.
Bronkitis kronik termasuk kelompok penrakit paru obstruktif kronik
(PPOK). Di negara maju penyakit ini merupakan masalah kesehatan
yang besar, karena bertambahnya jumlah penderita dari tahun ke
tahun. Pada tahun 1976 di Amerika Serikat ditemukan 1,5 juta kasus
baru, dan pada tahun 1977 kematian yang disebabkan oleh PPOK
berjumlah 45.000 orang. Penyakit ini merupakan penyebab kematian
urutan ke lima.
Patogenesis Asap rokok, debu di tempat kerja dan polusi udara
merupakan bahan-bahan iritan dan oksidan yang menyebabkan
terjadinya bronkitis kronik. Dari semua ini, asap rokok merupakan
penyebab yang paling penting. Tidak semua orang yang terpapar zat
ini menderita bronkitis kronik, hal ini dipengaruhi oleh status
imunologik dan kepekaan yang bersifat familial. Hipereaktivitas
bronkus memang ditemukan pada sebagian penderita PPOK, dan
persentasenya bervariasi.Di dalam asap rokok terdapat campuran zat
yang berbentuk gas dan partikel. Setiap hembusan asap rokok
mengandung 10 radikal bebas yaitu radikal hidroksida (OH-).
Sebagian bebas radikal bebas ini akan sampai ke alveolus. Partikel
ini merupakan oksidan yang dapat merusak paru. Kerusakan parenkim
paru oleh oksidan ini terjadi karena: 1) Kerusakan dinding
alveolus.2) Modifikasi fungsi anti elastase pada saluran napas.
Antielastase seharusnya menghambat netrofil, oksidan menyebabkan
fungsi ini terganggu sehingga timbul kerusakan jaringan
interstitial alveolus. Partikulat yang terdapat dalam asap rokok
dan udara yang terpolusi mempunyai dampak yang besar terhadap
pembersihan oleh sistem mukosilier. Sebagian besar partikulat
tersebut mengendap di lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus,
sehingga mengharnbat aktivitas silia. Pergerakan cairan yang
melapisi mukosa bronkus akan sangat berkurang, mengakibatkan
meningkatnya iritasi pada epitel mukosa bronkus. Kelenjar mukosa
dan sel goblet dirangsang untuk menghasilkan mukus yang lebih
banyak, hal ini ditambah dengan gangguan aktivasi silia menyebabkan
timbulnya batuk kronik dan ekspektorasi. Produksi mukus yang
berlebihan memudahkan terjadinya infeksi dan memperlambat proses
penyembuhan. Keadaan ini merupakan suatu lingkaran dengan akibat
terjadi hipersekresi. Di samping itu terjadi penebalan dinding
saluran napas sehingga dapat timbul mucous plug yang menyumbat
jalan napas, tetapi sumbatan ini masih bersifat reversibel. Bila
iritasi dan oksidasi di saluran napas terus berlangsung maka
terjadi erosi epitel serta pembentukan jaringan parut. Di samping
itu terjadi pula metaplasia skuamosa dan penebalan lapisan
submukosa. Keadaan ini mengakibatkan stenosis dan obstruksi saluran
napas yang bersifat ireversible.
Iritasi bronkus (asap rokok, polusi)Skema Patogenesis Bronkitis
Kronik
Hipertrofi, hiperplasi kelenjar mukusBronkospasmeParalisis
silia
Statis mukusObstruksi saluran napas yang reversibleProduksi
mucus bertambah
Infeksi kuman (sekunder)
Erosi epitel, pembentukan jaringan parut, metaplasi skuamosa
serta penebalan lapisan skuamosa
Obstruksi saluran napas yang ireversible Pada orang dewasa
normal dengan bertambahnya umur akan terjadi penurunan faal paru,
yaitu volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) sebanyak
rata-rata 28 ml per tahun. Pada penderita PPOK penurunan ini lebih
besar yaitu antara 5080 ml setiap tahun. Perburukan fungsi paru
akan cepat terjadi bila timbul fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai
faktor dapat memperburuk perjalanan penyakit. Faktor itu adalah: 1)
Faktor risiko, yaitu faktor yang dapat menimbulkan serta
memperburuk penyakit seperti merokok, polusi udara, polusi
lingkungan, infeksi dan perubahan cuaca.2) Derajat obstruksi
saluran napas yang terjadi dan identifikasi komponen yang
memungkinkan terdapatnya reversibilitas. 3) Tahap perjalanan
penyakit. 4) Penyakit lain yang memudahkan timbulnya infeksi
saluran napas bawah seperti sinusitis dan faringitis kronik. 5)
Keteraturan penderita berobat.
PatologiKelainan utama pada bronkus yaitu hipertrofi dan
hyperplasia kelenjar mucus bronkus. Terjadi sekresi mucus yang
berlebihan dan lebih kental. Secara histologist dapat dibuktikan
dengan membandingkan tebalnya kelenjar mucus dan dinding bronkus
(indeks Reid).Selain itu terdapat juga peradangan difus, penambahan
sel mononuclear di submukosa trakeobronkial, metaplasia epitel
bronkus dan silia berkurang. Pada pasien yang sering mengalami
bronkospasme otot polos saluran napas bertambah dan timbul fibrosis
peribronkial. Yang penting juga adalah perubahan pada saluran napas
kecil (small airways) yaitu hyperplasia sel goblet, sel radang di
mukosa dan submukosa, edema fibrosis peribronkial, penyumbatan
mucus intraluminal dan penambahan otot polos.
Manifestasi KlinisBronchitis kronik merupakan penyakit menahun,
yang mana terjadi sedikit demi sedikit selama bertahun-tahun.
Biasanya mulai pada seorang pasien perokok berumur 15-25 tahun.
Pada umur 25-35 tahun kemampuan kerja beratnya mulai menurun dan
mulai timbul perubahan pada saluran napas kecil serta fungsi paru
juga mulai berubah antara lain berupa kenaikan closing volume. Umur
35-45 tahun timbul batuk yang produktif dan VEP1 (volume ekspirasi
paksa selama 1 detik) atau FEV1 (forced expiratory volume 1 second)
menurun. Sesak napas, hipoksemia dan perubahan spirometri sudah
terjadi pada umur 45-55 tahun. Pasien sering sering mendapat
infeksi saluran napas bagian atas berulang-ulang sehingga sering
atau sama sekali tidak dapat bekerja. Pada umur 55-65 tahun sudah
ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan napas dan
meninggal dunia.
Diagnosis1) AnamnesisKeluhan utama pada bronchitis kronik adalah
batuk berdahak dan sesak. Menurut Burrows dkk 75% bronchitis kronik
dimulai dengan batuk, 22% dimulai dengan sesak.Pasien dengan
bronchitis kronik dominan mempunyai riwayat batuk-batuk dengan
sputum produktif yang sering dikatakannya karena merokok. Pasien
sendiri tidak menganggap sebagai keluhan, kecuali bila kita tanya
langsung. Makin lama batuk makin sering, berlangsung lama dan makin
berat, timbul siang maupun malam, sehingga pasien terganggu
tidurnya. Bila timbul infeksi saluran napas, batuk-batuk bertambah
hebat dan berkurang bila infeksi teratasi.2) Pemeriksaan fisikPada
stadium dini tidak ditemukan kelainan fisis. Hanya kadang terdengar
ronki pada waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan sesak,
akan terdengar ronki pada saat ekspirasi maupun inspirasi, kadang
disertai bising mengi. Selain itu, didapatkan juga tanda
overinflasi paru seperti barrel chest, kifosis, diameter
anteroposterior dada bertambah, jarak tulang rawan krikotiroid
dengan lekukan supra sterna kurang dari 3 jari, iga lebih
horizontal dan sudut subcostal bertambah.Pada perkusi terdengar
hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih ke
bawah, pekak jantung berkurang, suara napas dan suara jantung
lemah. Bila sudah ada kenaikan tekanan pulmonal, suara jantung
kedua akan lebih keras, terutama di ruang interkostal dua dan tiga
sebelah kiri.Pasien dengan bronchitis kronik, pada stdium lanjut
biasanya terlihat gemuk dan sianosis. Sesak tidak begitu berat dan
otot-otot pernapasan tambahannya pun tidak digunakan. Sering
disertai tanda payah jantung kanan. PaO2 menurun dan PaCO2 normal
atau naik. Penurunan PaO2 menstimulasi eritropoesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga kor-pulmonalnya
bertambah berat.3) Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan
radiologisMenurut Fraser dan Pare > 50% pasien bronchitis kronik
mempunyai foto dada yang normal. Tetapi secara radiologis ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan:a. Tubular shadows atau tram
lines tarlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari
hilus menuju apex paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus
yang menebal.b. Corak paru bertambah. Pemeriksaan faal paruTerdapat
VEP1 dan KV menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal.
Analisis gas darahPasien bronchitis kronik tidak dapat
mempertahankan ventilasi dengan baik, sehingga PaCO2 naik, saturasi
Hb menurun dan timbul sianosis. Terjadi juga vasokonstriksi
pembuluh darah paru dan penambahan eritropoesis.
Penatalaksanaan Penatalaksanaan umum pada bronkitis kronik
bertujuan memperbaiki kondisi tubuh penderita, mencegah perburukan
penyakit, menghindari faktor risiko dan mengenali sifat penyakit
secara lebih baik. Termasuk dalam penatalaksanaan umum ini adalah
pendidikan buat penderita untuk mengenal penyakitnya lebih baik,
menghindari polusi, menghentikan kebiasaan merokok, menghindari
infeksi saluran napas, hidup dalam lingkungan yang lebih sehat,
makanan cukup gizi dan mencukupi kebutuhan cairan. Penatalaksanaan
khusus dilakukan untuk mengatasi gejala dan komplikasi. Tindakan
ini berupa pemberian obat-obatan, terapi respirasi dan
rehabilitasi.Bronkodilator merupakan obat utama pada bronkitis
kronik. Obat ini tidak saja diberikan pada keadaan eksaserbasi akut
tetapi juga untuk memperbaiki obstruksi yang terjadi. Adanya
respons sesudah pemberian bronkodilator merupakan petunjuk
penggunaan bronkodilator. Pemberian bronkodilator hendaklah selalu
dicoba pada penderita bronkitis kronik. Obat yang diberikan adalah
golongan antikolinergik agonis beta-2 dan golongan xanthin.
Golongan antikolinergik merupakan pilihan pertama, obat ini
diberikan secara inhalasi yaitu preparat ipratropium bromid. Obat
ini mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan go-longan agonis
beta-2, yaitu efek bronkodilatornya lebih besar, tidak menimbulkan
fenomena takifilaksis, tidak mempunyai efek samping tremor dan
palpitasi, tidak mempengaruhi sistem pembersihan mukosilier, masa
kerjanya cukup lama yaitu 68 jam dan theurapetic margin of safety
nya cukup panjang oleh karena obat ini tidak diabsorpsi. Obat
golongan agonis beta-2 yang diberikan secara oral bisa menimbulkan
efek samping tremor, palpitasi dan sakit kepala. Pemberian obat
secara inhalasi mengurangi efek samping ini, selain itu dapat
memobilisasi pengeluaran dahak. Obat ini bekerja dengan
mengaktifkan adenilsiklase dengan akibat meningkatnya produksi
siklik AMP dan menimbulkan relaksasi otot polos saluran napas.
Golongan xanthin merupakan bronkodilator paling lemah, bekerja
dengan menghambat aksi enzim fosfodiesterase, yaitu enzim yang
menginaktifkan siklik AMP. Selain sebagai bronkodilator, obat ini
mempunyai efek yang kuat dan berlangsung lama dalam meningkatkan
daya kontraksi otot diafragma dan daya tahan terhadap kelelahan
otot pada penderita PPOK. Bronkodilator hendaklah diberikan dalam
bentuic kombinasi, tiga macam obat lebih baik dari dua macam obat,
oleh karena mereka mempunyai efk sinergis. Pemberian secara
kombinasi memberikan efek yang optimal dengan dosis yang lebih
rendah dibandingkan pemberian monoterapi, selain itu dosis yang
rendah memberikan efek samping yang minimal. Bila terjadi perubahan
warna sputum dengan peningkatan jumlah dahak dan pertambahan sesak
napas, diberikan antibiotika. Pada keadaan demikian antibiotika
diberikan walaupun tidak ada demam, leukositosis dan infiltrat yang
baru pada foto toraks. Diberikan antibiotika golongan ampisilin,
eritromisin atau kotrimoksasol selama 710 hari. Bila pemberian
antibiotika tidak memberi perbaikan perlu dilakukan pemeriksaan
mikroorganisme. Bila infeksi terjadi selama perawatan di rumah
sakit diberikan antibiotika untuk gram negatif.Pada keadaan
dekompensasi kordis diberikan digitalis. Pemberian dilakukan secara
hati-hati, oleh karena intoksikasi dapat terjadi pada keadaan
hipoksemi. Diuretik diberikan apabila terdapat edema paru.
Pemberian kortikosteroid secara oral manfaatnya masih
diperdebatkan. Pada penderita dengan hipereaktivitas bronkus
pemberian steroid secara inhalasi menunjukkan perbaikan gejala dan
fungsi paru. Pemberian steroid inhalasi jangka lama memperlambat
progresivitas penyakit. Pada serangan akut pemberian steroid jangka
pendek mempunyai manfaat. Diberikan prednison 60 mg selama 47 hari,
kemudian diturunkan secara bertahap selama 710 hari. Pemberian
dosis tinggi kurang dari 7 hari dapat dihentikan tanpa menurunkan
dosis secara bertahap. Pemberian oksigen pada penderita PPOK yang
mengalami hipoksemi kronik dapat menghilangkan beberapa gejala
akibat hipoksemi. Pada eksaserbasi akut dengan hipoksemi sebagai
gambaran yang karakteristik, pemberian oksigen merupakan keharusan.
Pada keadaan hipoksemi (PaQ2 < 55 mmHg) pemberian oksigen
konsentrasi rendah 13 liter/menit secara terus menerus memberikan
perbaikan psikis, koordinasi otot, toleransi beban kerja dan pola
tidur. Terdapatnya gangguan tidur, gelisah dan sakit kepala
merupakan petunjuk dibutuhkannya oksigen pada waktu malam. Pada
penderita hipoksemi dan retensi CO2, pemberian oksigen konsentrasi
tinggi dapat berbahaya, karena pada penderita ini rangsangan
terhadap pusat pernapasan yang terjadi tidak lagi disebabkan oleh
peninggian CO2 di dalam darah tetapi karena adanya hipoksemi.
Pemberian oksigen tinggi dapat menghilang-kan hipoksemi ini,
sehingga rangsangan terhadap pusat napas menurun dan akibatnya
terjadi hipoventilasi dan diikuti oleh asidosis respiratorik.
Rehabilitasi meliputi tindakan fisioterapi, rehabilitasi psikis dan
rehabilitasi pekerjaan. Fisioterapi dilakukan untuk mobilisasi
dahak, latihan bernapas menggunakan otot-otot dinding perut
sehingga didapatkan kerja napas yang efektif. Latihan relaksasi
berguna untuk menghilangkan rasa takut dan cemas dan mengurangi
kerja otot yang tidak perlu. Rehabilitasi psikis perlu untuk
menghilangkan rasa cemas dan takut. Pemakaian obat-obat penenang
tidak dianjurkan karena dapat menekan pusat napas. Rehabilitasi
pekerjaan dilakukan agar penderita dapat melakukan pekerjaan sesuai
dengan kemampuannya. Program rehabilitasi bertujuan mengembalikan
penderita pada tingkat yang paling optimal secara fisik dan psikis.
Tindakan ini secara subjektif bermanfaat buat penderita dan dapat
mengurangi hari perawatan di rumah sakit serta biaya perawatan dan
pengobatan, tetapi tidak mempengaruhi fungsi paru dan analisis gas
darah. Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk memperlambat
perjalanan penyakit adalah : Menghentikan kebiasaan merokok.
Menghindari polusi udara dan kerja di tempat yang mempunyai risiko
terjadinya iritasi saluran napas. Menghindari infeksi dan mengobati
infeksi sedini mungkin agar tidak terjadi eksaserbasi akut.
Menegakkan diagnosis secara dini agar kelainan paru yang masih
reversibel dapat dideteksi sehingga usaha-usaha untuk menghindari
penyakit berlanjut menjadi kelainan yang ireversibel dapat
dilakukan. Melakukan pengobatan dan kontrol secara teratur agar
dapat diberikan obat-obat yang tepat sehingga didapatkan keadaan
yang optimal. Evaluasi faal paru secara berkala. Pemeriksaan faal
paru pada PPOK selain berguna sebagai penunjang diagnostik juga
bermanfaat untuk melihat laju penyakit serta meramalkan prognosis
penderita
Peranan N-Asetilsistein pada bronchitis kronik Oksidan yaitu zat
yang terdapat pada asap rokok dan udara yang terpolusi mempunyai
andil untuk terjadinya bronkitis kronik. Anti oksidan melindungi
dan mempertahankan paru dari radikal-radikal anion superoksid,
hidrogen peroksid, radikal hidroksil dan anion hipohalida yang
diproduksi oleh sel radang. Anti oksidan dapat mengubah oksidan
menjadi molekul yang tidak berbahaya terhadap jaringan paru dan
menekan efek radikal bebas dari asap rokok.N-asetilsistein
merupakan suatu antioksidan, yaitu sumber glutation. Pemberian
N-asetilsistein pada perokok dapat mencegah kerusakan parenkim paru
oleh efek oksidan yang terdapat dalam asap rokok. Di samping
sebagai anti oksidan, obat ini bersifat mukolitik yaitu
mengencerkan sekret bronkus sehingga mudah dikeluarkan. Pemberian
N-asetilsistein selama enam bulan pada penderita bronkitis kronik
memberikan perbaikan dalam hal jumlah sputum, purulensi sputum,
banyaknya eksaserbasi dan lamanya hari sakit secara bermakna.
BRONKIEKTASIS
Definisi Adalah pelebaran menetap bronkus dan bronkiolus akibat
kerusakan otot dan jaringan elastic penunjang, yang disebabkan oleh
atau berkaitan dengan infeksi nekrotikans kronis.
Bronkiektasis merupakan kelainan saluran nafas yang seringkali
tidak berdiri sendiri, akan tetapi dapat merupakan sebagian dari
suatu syndrome atau sebagai akibat (penyulit) dari kelainan paru
yang lain. Sekali terbentuk, bronkiektasis menimbulkan kompleks
gejala yang didominasi oleh batuk dan pengeluaran sputum purulen
dalam jumlah besar. Diagnosis bergantung pada riwayat yang sesuai
dan pembuktian adanya dilatasi bronkus pada radiografi. Insidens
bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan pengobatan
antibiotika. Akan tetapi perlu diingat bahwa insidens ini juga
dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, polusi udara, dan kelainan
congenital.
Etiologi 1. sebagai gejala sisa infeksi paruPneumonia
nekrotikans atau supuratif, terutama akibat organisme virulen,
seperti staphylococcus aureus atau klebsiella spp, dapat
mempermudah bronkiektasis. Dahulu, bronkiektasis pascainfeksi
kadang-kadang menjadi sekuele dari pneumonia pada anak yang menjadi
penyulit campak, batuk rejan, dan influenza, tetapi hal ini telah
jauh berkurang berkat keberhasilan imunisasi. Bronkiektasis
pascatuberkulosis masih merupakan penyebab morbiditas yang bermakna
di daerah endemic. 2. obstruksi bronkus. Penyebab yang sering
adalah tumor, benda asing, dan kadang-kadang sumbatan mucus. Pada
keadaan ini, bronkiektasis terletak di segmen paru yang tersumbat.
Bronkiektasis juga dapat menjadi penyulit asma atopik dan
bronchitis kronis. 3. kelainan congenital atau herediter pada
fibrosis kistik, terjadi bronkiektasis berat yang luas akibat
obstruksi dan infeksi karena sekresi mucus yang terlalu kental. Ini
adalah penyulit yang penting dan serius. Pada keadaan
imunodefisiensi, terutama defisiensi immunoglobulin,mudah terjadi
bronkiektasis karena meningkatnya kerentanan terhadap infeksi
bakteri berulang,dapat terjadi bronkiektasis local atau difus.
Syndrome Kartagener, suatu gangguan resesif autosomal, sering
berkaitan dengan bronkiektasis dan sterilitas pasa laki-laki.
Kelainan structural silia menghambat pembersihan jalan nafas oleh
mukosilia sehingga terjadi infeksi persisten dan berkurangnya
mobilitas spermatozoa. Syndrome kartagener terdiri dari trias :
bronkiektasis, sinusitis, dan dekstro kardi/ situs inversus. 4.
Atelektasis
Patogenesis 1. Faktor Radang dan Nekrosis Radang pada saluran
pernapasan menyebabkan silia dari epitel bronkus tidak berfungsi.
Epitel kolumnar mengalami degenerasi dan diganti menjadi epitel
bertatah. Selanjutnya elemen kartilago muskularis mengalami
nekrosis dan jaringan elastis yang terdapat di sekitarnya mengalami
kerusakan sehingga berakibat dinding bronkus menjadi lemah, melebar
tidak beraturan dan permanent. Bila ulserasi mengenai pembuluh
darah, dapat terjadi batuk darah berulang. Selain itu, timbul
hipertrofi dari pembuluh darah serta terbentuk banyak anastomosis
antara vena bronkialis dengan vena pulmonalis (right to left shunt)
dengan akibat timbul hipoksemia kronis dan berakhir dengan kor
pulmonal kronis. 2. Faktor Mekanik Distensi mekanik sebagai akibat
dinding bronkus yang lemah, secret yang menumpuk dalam bronkus,
adanya tumor atau pembesaran kelenjar limfe. Peningkatan tekanan
intra bronchial distal dari penyempitan akibat batuk. Penarikan
dinding bronkus oleh karena fibrosis jaringan paru, sebagai akibat
timbulnya perlekatan local yang permanent dari dinding
bronkusFactor intrinsik juga mempuyai peranan, sebab tidak semua
penderita dengan infeksi disertai obstruksi bronkus akan berakibat
menjadi bronkiektasis. Pelebaran bronkus dapat mmbentuk
sakuler,tubuler dan varikosis
Terdapat dua proses penting yang saling terkait dalam
patogenesis bronkiektasis: obstruksi dan infeksi persisten kronis
.salah satu dari keduanya dapat terjadi lebih dahulu. Mekanisme
pembersihan normal terhambat oleh obstruksi, sehingga segera
terjadi infeksi sekunder, sebaliknya, infeksi kronis pada saatnya
menyebabkan kerusakan dinding bronkus sehingga terjadi perlemahan
dan dilatasi. Sebagai contoh, obstruksi akibat karsinoma
bronkogenik atau benda asing mengganggu pembersihan sekresi
sehingga terbentuk lahan yang subur bagi infeksi. Peradangan yang
terjadi merusak dinding bronkus dan eksudat yang tertimbun semakin
melebarkan jalan napas sehingga terjadi dilatasi irreversible.
Sebaliknya, peradangan nekrotikans persisten di bronkus atau
bronkiolus dapat menghasilkan sekresi obstruktif, peradangan
diseluruh dinding (disertai fibrosis peribronkus dan traksi
jaringan parut terhadap dinding ) dan akhirnya rangkaian kejadian
yang telah dijelaskan di atas. Pada kasus yang biasa, dapat
dibiakan beragam flora dari bronkus yang terkena, termasuk
stafilokokus, streptokokus, pneumokokus, organisme enteric, bakteri
anaerob dan mikroaerofilik dan (terutama pada anak) Haemophilus
influenzae dan Pseudomonas aeruginosa.
Manifestasi klinis Gejala klinis timbul sabagai akibat gangguan
fungsi silia dan adanya stasis secret sehingga memungkinkan secret
terkumpul di segmen yang mengalami dilatasi. Penderita
bronkiektasis mengeluh batuk hebat persisten disertai pengeluaran
sputum mukopurulen, kadang-kadang berbau busuk. Sputum mungkin
mngandung bercak-bercak darah, dapat terjadi hemoptoe. Gejala
sering episodic dan dipicu oleh infeksi saluran nafas atas tau
masuknya patogen baru. Pada kasus bronkiektasis parah dan luas,
disetai hipoksemia, hiperkapnea, hipertensi pulmonalis dan (jarang)
kor pulmonal. Dahak yang dihasilkan pada penyakit ini bila
ditampung dalam gelas transparan dan di diamkan akan tampak tiga
lapisan yaitu: Ekspektorasi timbal dengan perubahan posisi tubuh
yang memungkinkan pengaliran sputum dari segmen bronkiektasis
misalnya waktu bangun tidur, miring kekiri tau kekanan. Batuk darah
Timbal pada 50% penderita, sering perdarahan cukup banyak tetapi
jarana fatal. Kebanyakan abtuk darah pada anak disebabkan oleh
brokiektasis. Penderita tampak kurus,astenia dan anorexia Panas
badan timbal sebagai akibat infeksi seunder Sesak nafas timbal bila
ada stegnasi sputum yang luas pada saluran napas dan keradangan
akut Foetor ex ore memberikan efek psikologis yang kurang baik
Diagnosis 1. Anamnesis 2. pemeriksaan fisik penderita tampak
kurang Gizo, anemia, dipsnue, kadang-kadang sianosis dan sering di
dapatkan jari tab pada tangan dan kaki. Ronki basah persisten pada
lobus interior paru seringkali merupakan kelainan yang Amat
penting. Gejala tersebut lebih jelas terdengar bila pemeriksaan
dilakukan sebelum dan sesudah posisi drainase postural dan
penderita disuruh batuk. Gejala pneumonia mingkin ditemukan bila
ada infeksi akut. 3. pemeriksaan laboratoriumtidak khas, Hb dapat
rendah (anemia), dapat pula tinggi bila tidak ada polisitemia
sekunder sebagai akibat dari insufisiensi paru. Lekositosis dengan
laju endap darah yang tinggi sering dijumpai bila ada infeksi
sekunder.4. pemeriksaan radiologi foto torak PA dan lateral :
tampak infiltrat pada paru bagian basal dengan daerah radiolusen
yang multiple menyerupai sarang lebah (Honey Comb Appearance)
bronkografi : merupakan sarana diagnosis pasti untuk bronkiektasis,
karena dengan bahan kontras yang dimasukan kedalam saluran napas
atas akan tampak kelainan ektasis 5. bronkoskopi tidak dapat
digunakan intuk melihat ektasis, akan tetapi dapat untuk mengetahui
adanya tumor atau benda asing, sumber batuk darah, sputum dan
perdarahan.6. pemeriksaan faal paruuntuk melihat kelainan retriksi
dan atau obstruksi
Diagnosis banding1. Bronkitis kronis Bronkitis kronis menunjukan
gambaran bronkus yang normal pada pemeriksaan bronkografi2.
tuberkulosis parutampak gambaran radiologis yang berbeda dengan
bronkiektasis, terlebih lagi dijumpai basil tuberkulosis dan
sputum. Akan tetapi perlu dingat bahwa bronkiektasis dapat
merupakan penyulit dari tuberkulosis paru3. abses paru pada
radiologis tampak gambaran abses yang dapat dibedakan dari gambaran
bronkiektasis4. tumor parutampak gambaran masa yang padat pada
paru, bila proses keganasan memberi gambaran infiltrat, maka perlu
dibedakan dengan proses pneumonia
Penyulit 1. batuk darah masif2. kor pulmonal kronikum
dekompensa3. infeksi sekunder : pneumonia dan abses
Terapi konservatif 1. mengobati penyakit dasar2. drainase
postural3. pemggunaan entibiotika yang tepat dan segera4. mukolitik
dan ekspektoran, terutama bila sputum kental sehunnga sukar
dikeluarkan.dibatukkan suportif 1. memperbaiki keadaan umum2.
psikoterapi agar tidak menarik diri dari lingkungan pembedahan
paling ideal dilakuakn reseksi pada bagian yang sakitindikasi :
batuk darah berulang,proses ektasis yang
lokal/soliterkontraindikasi: pada bronkiektasis yang difus, faal
paru yang jelek
Prognosis Tergantung dari penyebab, lokasi, luas proses, derajat
gangguan faal paru dan adanya penyulit. Penggunaan antibiotika yang
tepat dan tindakan bedah sangat berpengaruh trhadap prognosis.
Tanpa pengobatan penderita ektasis jarang dapat hidup melewati umur
10-15 thn. Kebanyakan penderita meninggal pada umur < 40 tahun,
karena adanya penyulit.
Pencegahan 1. vaksinasi terhadap pertusis dan morbili2. bila ada
obstruksi bronkus =, harus dihilangkan3. higiene saluran nafas :
udara pernapasan bebas polusi termasuk rokok
GAGAL JANTUNG KONGESTIF (CHF)A. Pengertian Gagal jantung adalah
keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu
memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang
penting dari defenisi ini adalah pertama defenisi gagal adalah
relatif terhadap kebtuhan metabolic tubuh, kedua penekanan arti
gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan.
Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium
; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi
mekanisme kompensatorik sirkulai dapat menunda atau bahkan mencegah
perkembangan menjadi gagal jantung dalam fungsi pompanya.Istilah
gagal sirkulasi lebih bersifat umum dari pada gagal jantung. Gagal
sirkulasi menunjukkan ketidakmampuan dari sistem kardiovaskuler
untuk melakukan perfusi jaringan dengan memadai. Defenisi ini
mencakup segal kelainan dari sirkulasi yang mengakibatkan perfusi
jaringan yang tidak memadai, termasuk perubahan dalam volume darah,
tonus vaskuler dan jantung. Gagal jantung kongetif adlah keadaan
dimana terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan
mekanisme kompenstoriknya. Gagal jantung kongestif perlu dibedakan
dengan istilah yang lebih umum yaitu. Gagal sirkulasi, yang hanya
berarti kelebihan beban sirkulasi akibat bertambahnya volume darah
pada gagal jantung atau sebab-sebab diluar jantung, seperti
transfusi yang berlebihan atau anuria.
B. Etiologi dan PatofisiologiGagal jantung adalah komplikasi
yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung kongestif
maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung
mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir
atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat
septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana
terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas
miokardium dapat menurun pada imfark miokardium dan kardiomiopati.
Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui
penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi
sistemik dan infeksi paru-paru dan emboli paru-paru. Pennganan yang
efektif terhadap gagal jantung membutuhkan pengenalan dan
penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis dan penykit
yang mendasarinya, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu
terjadinya gagal jantung.C. PatofisiologiKelainan intrinsik pada
kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat
penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan
ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun
mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan volume residu
ventrikel.Tekanan rteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon
terhadap peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary
meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan
kejadian seprti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi
pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjdi kongesti sistemik
dan edema.Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan
edema dapat dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dan
katub-katub trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi
fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katub
atrioventrikularis atau perubahan-perubahan pada orientasi otot
papilaris dan kordatendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi
ruang.Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga meknisme
primer yang dapat dilihat; meningkatnya aktifitas adrenergik
simpatik, meningkatnya beban awal akibat aktivasi istem
rennin-angiotensin-aldosteron dan hipertrofi ventrikel. Ketiga
respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curh jantung.
Meknisme-meknisme ini mungkin memadai untuk mempertahnkan curah
jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung
dini, pada keadaan istirahat. Tetapi kelainan pad kerj ventrikel
dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan
berktivitas. Dengn berlanjutny gagal jantung maka kompensasi akan
menjadi semakin luring efektif.D. PenangananGagal jantung ditngani
dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung dan
manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi
miokardium, baik secar sendiri-sendiri maupun gabungan dari : beban
awal, kontraktilitas dan beban akhir.Penanganan biasanya dimulai
ketika gejala-gejala timbul pad saat beraktivitas biasa. Rejimen
penanganan secar progresif ditingkatkan sampai mencapai respon
klinik yang diinginkan. Eksaserbasi akut dari gagal jantung atau
perkembangan menuju gagal jantung yang berat dapat menjadi alasan
untuk dirawat dirumah sakit atau mendapat penanganan yang lebih
agresif . Pembatasan aktivitas fisik yang ketat merupakan tindakan
awal yang sederhan namun sangat tepat dalam pennganan gagal
jantung. Tetapi harus diperhatikan jngn sampai memaksakan lrngan
yng tak perlu untuk menghindari kelemahan otot-otot rangka. Kini
telah dikethui bahwa kelemahan otot rangka dapat meningkatkan
intoleransi terhadap latihan fisik. Tirah baring dan aktifitas yang
terbatas juga dapat menyebabkan flebotrombosis. Pemberian
antikoagulansia mungkin diperlukan pad pembatasan aktifitas yang
ketat untuk mengendalikan gejala.
E. Pemeriksaan Diagnostik1. EKG : Hipertrofi atrial atau
ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin
terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan
segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard
menunjukkan adanya aneurime ventricular.2. Sonogram : Dapat
menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas
ventricular.3. Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan
memperkirakan pergerakan dinding.4. Kateterisasi jantung : Tekanan
bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung
sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi,
Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan
kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi
fraksi/perubahan kontrktilitas.
FIBROSIS KISTIK
PendahuluanFibrosis kistik adalah kelainan genetic yang bersifat
resesif heterogen dengan gambaran patobiologik yang mencerminkan
mutasi pada gen regulator transmembrana fibrosis kistik (CFTR).
Penyakit ini ditandai dengan infeksi saluran napas kronik yang
akhirnya menimbulkan bronkiektasis serta bronkiolektasis,
insufisiensi kelenjar eksokrin pancreas dan disfungsi intestinal,
fungsi kelenjar keringat yang abnormal dan disfungsi
urogenital.
PatogenesisDasar genetika. Fibrosis kistik merupakan penyakit
autosomal resesif akibat mutasi gen yang terletak pada kromosom 7.
Mutasi gen tersebut menyebabkan hilangnya fenilamin pada rantai
asam amino 508 gen fibrosis kistik, yang dikenal sebagai regulator
transmembrana fibrosis kistik (CFTR).Protein CFTR merupakan rantai
asam amino yang berfungsi sebagai saluran Cl- diatur AMP siklik.
Proses pembentukan CFTR seluruhnya ditemukan pada membrane plasma
epitel normal. Mutasi DF508 menyebabkan proses yang tidak benar dan
pemecahan protein CFTR intraseluler, sehingga tidak ditemukannya
protein CFTR pada lokasi selular.Epitel yang dirusak oleh fibrosis
kistik memperlihatkan fungsi yang berbeda. Dimana pada kelenjar
keringat konsentrasi Na+ dan Cl- disekresikan ke lumen kelenjar
normal, tetapi epitel yang melapisi duktus kelenjar tidak permeable
terhadap Cl-. Keringat bergerak menuju permukaan reabsorbsi normal
Cl- melalui CFTR yang diikuti kation Na+ terjadi kegagalan. Ini
proses yang menjelaskan mengapa konsentrasi NaCl yang tinggi di
keringat pasien fibrosis kistik.Penyebab utama karena obstruksi
mukosa kelenjar eksokrin. Terdapat secret yang tebal dan lengket
menyumbat saluran napas distal dan kelenjar submukosa pada paru
manusia. Gambaran patologi yang khas yaitu pelebaran dari saluran
kelenjar (sumbatan mucus) dan ditutupinya permukaan saluran napas
oleh debris yang tebal, kental, dan berupa mukopurulen yang
mengandung banyak neutrofil. Hiperflasia kelenjar submukosa sangat
menonjol dan dikelilingi oleh inflamasi peribronkial dan jaringan
parut.
Manifestasi Klinis
Pasien mengeluh batuk yang kronik dan berdahak, dan sering
berulang, menggambarkan infeksi saluran napas yang memburuk. Selama
fase eksaserbasi ini, batuk menjadi lebih parah dan dahak makin
banyak dan purulen dan kadang-kadang bercampur darah. Juga dijumpai
anoreksia, berat badan menurun, dan demam. Faal paru terganggu dan
dijumpai sesak napas. Akhirnya, keadaan ini menyebabkan hipertensi
paru dan kor pulmonal, diikuti gagal napas dan kematian.Terdapat
juga pneumotoraks dan hemoptisis. Adanya mengi dan bukti adanya
obstruksi saluran napas yang reversible pada tes faal paru
merupakan kunci penting adanya ABPA ( Allergic bronchopulmonary
aspergilosis ). Komplikasi pada pasien dewasa yaitu sinusistis dan
polip hidung.Manifestasi di luar paru adalah malabsorbsi oleh
karena kekurangan eksokrin pancreas, diabetes mellitus,
pancreatitis, obstruksi usus, intususepsi, kolelitiasis, sirosis
bilier, dan azoospermia.Pemeriksaan fisis. Pasien biasanya kurus.
Toraks berbentuk tong (barrel chest), menggambarkan keadaan paru
yang hiperinflasi. Terdapat ronki pada auskultasi terutama pada
bagian apex. Terdapat juga mengi yang disebabkan karena sumbatan
mekanis saluran napas oleh mucus atau oleh karena spasme bronkus.
Pasien juga terlihat memakai otot-otot bantu pernapasan, sianosis,
bukti adanya hipertensi paru dan tanda dari gagal jantung kanan,
menunjukkan kelainan paru lanjut.Diagnosis Fibrosis KistikCriteria
diagnostic yang baku untuk fibrosis kistik yang klasik telah
dibakukan, yakni: peningkatan konsentrasi yang menetap dari
elektrolit pada kelenjar keringat ditambah dengan gambaran klinis
yang khas (tipe gastrointestinal atau tipe paru dan kadang-kadang
azoosperma obstruktif) atau adanya riwayat family.Uji
laboratorium1. Uji keringat. Uji yang menunjukkan positif kuat (Cl3
80 mmol/l), dengan manifestasi klinis yang khas, memastikan
diagnose. Harus dibedakan denagn keadaan lain yang juga
meningkatkan elektrolit keringat, antara lain hipotiroid,
insufisiensi adrenal, dan malnutrisi.2. Foto toraks. Menunjukkan
hiperinflasi, dengan diafragma yang mendatar. Dinding bronkus
menebal, dalam potongan melintang terlihat seperti cincin, dalam
posisi longitudinal terlihat seperti garis yang parallel. Pada
penyakit lebih lanjut, perubahan-perubahan kistik akan dijumpai dan
sering pada lobus atas. Jika kista penuh berisi pus, gambaran kista
akan terlihat sebagai nodul.3. Uji faal paru. Gambaran khasnya
berupa gambaran obstruktif. Volume residu meningkat, mencerminkan
udara yang terperangkap. Kapasitas difusi tetap normal dan menurun
pada tahap lanjut. Analisa gas darah arteri normal pada keadaan
ringan, tapi muncul hipoksemia yang progresif oleh karena gangguan
faal paru; hiperkapnia dijumpai dalam fase lanjut.4. Analisa semen.
Azoosperma obstruktif adalah bukti yang kuat dari fibrosis kistik.
Harus dikonfirmasi dengan biopsy testis, dan harus tidak ada
penjelasan lain untuk keadaan azoosperma tersebut (misalnya
vasektomi)5. Foto sinus. Pansinusitis sering dijumpai. Keadaan ini
sangat kuat menyokong diagnosis. Sinus yang normal pada foto adalah
sangat kuat walau bukan absolute, bukti bahwa tidak dijumpainya
fibrosis kistik.6. Uji fungsi kelenjar eksokrin. Respon pasien yang
memiliki keluhan dan tanda malnutrisi sangat baik terhadap
pemberian enzim pancreas. Membuktikan adanya kekurangan eksokrin
pancreas. Hasil uji tidak langsung (absorbsi asam paraaminobenzoat,
kadar enzim dalam feses, kadar karoten serum, kadar kuantitatif
lemak dalam feses, dan USG pancreas) dapat menolong diagnosis. Tapi
standar emas (intubasi, isolasi saluran pancreas dan analisa dari
sekresi sebelum dan sesudah perangsangan dengan secretin dan
cholecystokinin) mungkin diperlukan untuk mendeteksi kelainan yang
lebih detail.7. Bronchoalveolar Lavage (BAL). BAL selalu
menunjukkan persentase yang tinggi dari neutrofil ( 50 % pada
pasien fibrosis kistik) dan jumlah neutrofil sangat tinggi. Tidak
diperlukan pada keadaan yang berat. Pada pasien yang klinisnya
tidak khas tetapi tanpa penyakit paru yang nyata, adanya neutrofil
dalam jumlah besar dalam cairan lavage, walau tidak ada bakteri
pathogen, adalah bukti kuat adanya penyakit ini. Termasuk
ditemukannya Pseudomonas aeroginosa, juga menyokong diagnosis.
Kadar antibody terhadap pseudomonas yang meninggi dalam serum dapat
dipakai untuk menduga adanya infeksi walau kultur negative.8.
Pengukuran beda potensial nasal. Dilakukan dengan mengukur beda
potensial antara electrode yang dipasang di lengan dan di cavum
nasi. Tidak boleh dilakukan bila ada infeksi akut. Normal -24,7 0,9
mV; abnormal -53 1,8 mV. Pengukuran beda potensial nasal (termasuk
respons terhadap amiloride, cairan bebas Cl, dan isoproterenol)
yang menunjukkan CFTR yang tidak normal lebih dipercaya daripada
uji keringat.
PengobatanAntibiotika. Terdiri dari 2 antibiotika diberikan
secara parenteral selama 14-21 hari, ditambah pembersihan saluran
napas dan pemberian bronkodilator. Antibiotika pilihannya adalah
kombinasi penisilin semi sintetik atau sefalosporin generasi III
dan aminoglikosida. Antibiotika diberikan secara oral dan
siprofloksasin sering dipakai.Bronkodilator. 2-agonis dan
anti-kolinergik memperbaiki ekspirasi, lebih baik diberikan
bersamaan. Diberikan juga pada keadaan eksaserbasi.Steroid. Pada
anak usia 1-2 tahun, diberikan prednisone dosis tinggi (3 mg/kgBB).
Diberikan selama 12 minggu dapat memperbaiki faal paru. Tidak dapat
diberikan dalam jangka panjang karena efek samping seperti gangguan
pertumbuhan dan lain-lain.Menurunkan kekentalan dahak. Recombinant
human desoxyribonuclease I (rhDNase I) yang dapat memakan DNA
ekstraselulare menurunkan kekentalan sputum secara in
vitro.Pengobatan gen. hasil uji klinisnya belum memuaskan.Modulasi
farmakologi dari transport ion. Amiloride bekerja menghambat
absorbsi Na, diberikan secara aerosol untuk mencapai apeks (kerja
maksimal) dan diberikan paling sedikit 4 kali sehari untuk
mempertahankan konsentrasi efektif di permukaan saluran napas apeks
paru. Pemberian nucleotide triphospate (UTP = uridine triphospat
dan ATP) merangsang sekresi Cl dengan mengaktifkan reseptor P2.
Pemberian amiloride pada selaput hidung yang diikuti peningkatan
konsentrasi UTP dan ATP akan menginduksi sekresi Cl dan
meningkatkan beda potensial transepitel.Fisioterapi. Membersihkan
secret pada saluran napas dengan cara drainase postural, perkusi
dinding dada, latihan napas dan olahraga. Memerlukan waktu yang
lama dan tenaga yang terlatih.