BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkerasan Lentur Perkerasan lentur memiliki sifat lentur
atau elastis, namun akibat pelayanan lalu lintas atau akibat beban
lalu lintas berulang akan menimbulkan tegangan elastis dan prastis.
Tegangan elastis terjadi pada perkerasan pada perkerasan akibat
dibebani akan kembali kebentuk semula. Sedangkan tegangan plastis
adalah perkerasan beton aspal apabila diberi beban tidak seutuhnya
kembali kebentuk semula. GAMBAR 2.1
Respon terhadap beban kenderaan pada lapis beraspal adalah
dicerminkan dengan regangan horizontal ((h) dan pada tanah dasar
dengan regangan vertical (v). tegangan atau regangan tarik
horizontal ijin lapisan beraspal sangat tergantung dari
karakteristik campuran yang di desain.
2.1.1 Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan Lentur Kontruksi
perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan
diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan lapisan tersebut
berfungsi menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke Lapisan
dibawahnya. Beban kenderaan dilimpahkan keperkerasan jalan melalui
bidang kontak roda berupa beban terbagi rata. Beban tersebut
diterima oleh lapisan permukaan dan disebarkan ketanah dasar yang
lebih kecil dari daya dukung tanah dasar, seperti yang ditujukkan
pada gambar 2.2GAMBAR 2.2Kontruksi perkerasan lentur (flexible
pavenment), dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) bagian seperti
yang ditunjukkan pada gambar 2.3 :GAMBAR 2.3Sedangkan beban lalu
lintas yang bekerja diatas konstruksi perkerasan dapat dibedakan
atas :1. Muatan kenderaan berupa gaya vertical.2. Gaya rem
kenderaaan berupa gaya horizontal. 3. Pukulan roda kenderaan yang
berupa getaran getaran. Oleh karena sifat penyebaran gaya maka
muatan yang diterima oleh masing masing lapisan berbeda dan semakin
kebaha semakin k ecil. Lapisan permukaan harus mampu menerima
seluruh j enis gaya yang bekerja, lapis pondasi atas menerima gaya
vertical dan getaran, sedangkan tanah dasar dinggap hanya menerima
gaya vertical saja.
2.1.1.1 Lapisan Permukaan (Suface Course) Lapisan yang terletak
paling atas adalah lapis permukaan, berfungsi antara lain sebagai
berikut :1. Lapis perkerasan penahan beban roda, dengan persyaratan
harus mempunyai stabilitas tinggi untuk m enahan beban roda selam
masa pelayaan. 2. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh
diatasnya tidak meresep kelapisan dibawahnya dan melemahkan lapisan
tersebut. 3. Lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung
menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudan menjadi aus4.
Lapis yang menyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga dapat
dipikul oleh lapisan lain dengan daya dukung yang lebih buru. Guna
dapat memenuhi fungsi tersebut diatas, pada umumnya lapisan
permukaan dibuat dengan m enggunakan bahan pengikat aspal sehingga
menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi
dan daya tahan yang lama. Jenis lapisan permukaan yang umum
dipergunakan di Indonesia antara lain :1. Lapisan bersifat non
structural, berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air antara lain
:a. Burtu (Laburan aspal satu lapis), merupakan lapis penutup yang
terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat
bergradasi seragam, dengan tebal maksimum 2 cm. b. Burda (Laburan
aspal dua lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan
aspal ditaburi agregat yang ditaburi dua kali secara berturutan
dengan tebal maksimum 3,5 cm.c. Latasir (Lapis tipis aspal pasir),
merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir
alam bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu
tertentu dengan tebal 1-2 cm. d. Latasbun (Lapis tipis asbuton
murni), merupaakan lapis penutup yang terdiri dari campuran asbuton
dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur secara
dingin dengan tebal padat maksimum 1 cm.e. Lataston (Lapis tipis
aspal beton), dikenal dengan nama hot roller sheet (HRS)
dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam
keadaan panas. Tebal padat antara 2 - 3,5 em. Lataston umumnya
terdiri dari dua janis yaitu : lataston lapis pondasi (HRS-Base)
dan lataston lapis permukaan (HRS- Wearing coarse).Jenis lapisan
permukaan tersebut diatas walaupun bersifat nonstruktural, dapat
menambah daya tahan perkerasan terhadap penurunan mutu, sehingga
seeara keseluruhan menambah masa pelayanan dari konstruksi
perkerasan. Jenis perkerasan ini terutama digunakan untuk
pemeliharaan jalan.2. Lapisan bersifat stmktural, berfungsi sebagai
lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda.a. Penetrasi
Macadam (Lapen), merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari
agregat pokok dan agregat pengunei bergradasi terbuka dan seragam
yang diikat oleh aspal dengan eara disemprotkan diatasnya dan
dipadatkan lapis demi lapis. Diatas lapen ini biasanya diberi
laburan aspal dengan dengan agregat penutup . Tebal lapisan satu
lapis dapat bervariasi dari 4 em - 10 emb. Lasbutag merupakan suatu
lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran antara
agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan
dipadatkan secara dingin. Tebal lapisan padat antara 3 - 5 em.c.
Laston (Lapis aspal beton), merupakan suatu lapisan pada konstruksi
jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dengan agregat yang
mempunyai gradasi menerus, dieampur, dihampar dan dipadatkan pada
suhu tertentu. Laston terdiri atas tiga macam campuran, Laston
Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis
Pondasi (AC-Base). Ukuran maksimum agregat masing-masing campuran
adalah 19 mm, 25 mm dan 37,5 mm. Bilamana campuran aspal yang
dihampar lebih dari satu lapis, seluruh campuran aspal tidak boleh
kurang dari toleransi masing-masing campuran dan tebal nominal
rancangan.
2.1.1.2 Lapisan Pondasi Atas (Base Course)Lapisan perkerasan
yang terletak diantara lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar
bila tidak menggunakan lapis pondasi bawah) dan lapis permukaaan
dinamakan lapis pondasi atas (base course)Fungsi lapisan pondasi
atas ini antara lain:1. Bagian perkerasan yang menahan beban roda
dan menyebarkan beban kelapisan bawahnya.2. Lapisan peresapan untuk
lapisan pondasi bawah.3. Bantalan terhadap lapisan
permukaan.Material yang digunakan untuk lapis pondasi atas adalah
material yang cukup kuat. Untuk lapis pondasi atas tanpa bahan
pengikat umumnya menggunakan material dengan CBR > 50 % dan
plastisitas indeks < 4 %. Bahan-bahan alam seperti batu pecah,
kerikil pecah, stabilisasi tanah dengan semen dan kapur dapat
digunakan sebagai lapis pondasi atas.Jenis lapis pondasi atas yang
umum dipergunakan di Indonesia antara lain :1. Agregat bergradasi
baik yang dibedakan atas : batu pecah kelas A, batu pecah kelas B,
batu pecah kelas C. Batu pecah kelas A bergradasi lebih baik dari
batu pecah kelas B dan batu pecah kelas B lebih baik dari batu
pecah kelas C. Kriteria dari masing-masing jenis lapisan diatas
dapat diperoleh dari spesifikasi yang diberikan2. Pondasi Macadam3.
Pondasi Tellford4. Penetrasi Macadam (Lapen)5. Asphalt beton
pondasi (Asphalt Concrete Base/Asphalt Treated Base)6. Stabilisasi
yang terdiri dari :a. Stabilisasi agregat dengan semenb.
Stabilisasi agregat dengan kapurc. Stabilisasi agregat dengan
asphalt2.1.1.3 Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)Lapis pondasi
bawah adalah lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi
atas dan tanah dasar. Lapis pondasi bawah berfungsi sebagai :1.
Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda
ketanah dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR 20 % dan
Plastisitas Indeks ::; 10 %2. Efesiensi penggunaan material.
Material pondasi bawah relatif murah dibandingkan dengan lapisan
perkerasan diatasnya.3. Mengurangi teballapisan diatasnya yang
lebih mahal.4. Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di
pondasi.5. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat Jancar.6. Lapisan
untuk mencegah partikel-partikel tanah halus dari tanah dasar
kepennukaan lapis pondasi atas.Jenis lapis pondasi bawah yang umum
digunakan di Indonesia antara lain:1. Agregat bergradasi baik,
dibedakan atas :a. Sirtulpitrun kelas A b. Sirtuipitrun kelas B c.
Sirtuipitrun kelas Cb. Sirtu kelas A bergradasi lebih kasar dari
sirtu kelas B, yang masing masing dapat dilihat pada spesiftkasi
yang diberikan.2. Stabilisasia. Stabilisai agregat dengan semen
(Cement Treated Subbase)b. Stabilisasi agregat dengan kapur (Lime
Treated Subbase)c. Stabilisasi tanah dengan semen (Soil Cement
Subbase)d. Stabilisasi tanah dengan kapur (Soil Lime
Stabilization)
2.1.1.4 Tanah Dasar (Subgrade)Tanah Dasar adalah permukaan tanah
asli, permukaan galian atau permukaan tanah timbunan yang merupakan
dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Perkerasan
jalan diletakkan diatas tanah dasar, dengan demikian secara
keseluruhan mutu dan daya tahan konstruksi perkerasan tak lepas
dari sifat tanah dasar. Tanah dasar yang baik untuk konstruksi
perkerasan jalan adalah tanah dasar yang berasal dari lokasi itu
sendiri atau didekatnya, yang telah dipadatkan sampai tingkat
kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik serta
berkemampuan mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan
walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah
setempat. Sifat masing-masing jenis tanah tergantung dari tekstur,
kepadatan, kadar air, kondisi lingkungan, dan lain
sebagainya.Kekuatan dan keawetan dari konstruksi perkerasan jalan
sangat bergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar.
Dapat dimaklumi bahwa penentuan daya dukung tanah dasar permukaan
berdasarkan evaluasi pengujian laboratorium tidak dapat mencakup
segala detail sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar tempat demi
tempat tertentu sepanjang suatu bagian jalan. Koreksi-koreksi
semacam itu akan diberikan pada gambar rencana atau telah tersebut
dalam spesifikasi pelaksanaan.Umumnya persoalan yang menyangkut
tanah dasar adalah sebagai berikut:1. Perubahan bentuk tetap
(deformasi permanent. dari jenis tanah tertentu akibat beban laiu
lintas;2. Sifat mengembang darijenis tanah tertentu akibat
perubahan kadar air;3. Daya dukung tanah yang tidak merata dan
sukar ditentukan secara pasti pada daerah dengan jenis tanah yang
sangat berbeda sifat dan kedudukannya;4. Lendutan (dejleksi) dan
pengembangan yang besar selama dan sesudah pembebananlalu lintas
dari jenis tanah tertentu;5. Tambahan pemadatan akibat pembebanan
lalu lintas dan penurunan yang diakibatkannya yaitu pada tanah
berbutir kasar (granular soils) yang tidak dipadatkan secara baik
pada saat pelaksaaan.Untuk sedapat mungkin meneegah timbulnya
persoalan diatas maka beberapa hal perlu diperhatikan antara lain
:1. Tanah-tanah dasar tanpa kohesi ( Cohessionless Subgrade )Tanah
dasar tanpa kohesi harus dipadatkan tidak boleh kurang dari pada
100%. Kepadatan kering maksimum yang ditentukan dari hasil test dan
tebal kepadatan tanah dasar tersebut minimum 15 em. Lapisan
bawahnya minimum 15 em dipadatkan sampai 90% kepadatan kering
maksimum. Tanah dasar dari tanah asli, galian dipadatkan minimum
100% dari kepadatan kering maksimum sampai dengan kedalaman 30 em
dibawah permukaan tanah dasar.2. Tanah-tanah dasar berkohesia.
Untuk tanah-tanah dasar berkohesi dan dengan indeks plastis kurang
dari 25 tebal minimum 15 em bagian atas, harus dipadatkan supaya
rnencapai 95% dari kepadatan maksimurn. Untuk tanah dasar dan tanah
asli galian dianjurkan memadatkannya hingga meneapai 100% kepadatan
kering maksimurn. Selama pemadatan hendaknya dijaga agar kadar air
tidak berbeda lebih dari 20% dari kadar air optimum.b. Untuk
tanah-tanah dasar berkohesi dan dengan indeks sarna atau lebih
besar dari 25 harus dilakukan satu diantara beberapa tindakan
dibawah ini:1. Berusaha menurunkan indeks plastis dengan eara
meneampur tanah dasar dengan kapur (lime stabilization) atau bahan
lain yang sesuai (ditentukan berdasarkan penyelidikan
laboratorium).2. Membuang lapisan tanah tersebut setebal 15 em dan
menggantinya dengan tanah berbutir kasar atau tanah yang lebih
baik.3. Usaha-usaha lain yang ditetapkan oleh seseorang ahli
tentang tanah.Pada setiap keadaan sebelum menempatkan tanah
campuran atau tanah pengganti, tanah asli harus terlebih dahulu
dipadatkan pada kadar air yang disesuaikan dengan hasil
penuyelidikan laboratorium agar mengurangi kemungkinan pengembangan
volume
3. Tanah-tanah dengan sifat mengembang yang besarApabila
pertimbangan biaya dan pelaksanaan memungkinkan, tanah dengan sifat
demikian harus dibuang dan diganti dengan tanah yang lain lebih
baik. Apabila tidak, maka harus diselidiki sifat pengembangan
tersebut agar dapat ditentukan langkah-langkah pengamanannya antara
lain :a. Mengusahakan subdrain yang cukup baik dan efektif agar
kadar air tanah dasar tetap berada dibawah harga yang dianggap
berbahaya ( penyelidikan laboratorium) sehubungan dengan sifat
mengembang tanah tersebut.b. Memberikan beban statis permukaan
(surcharge) berupa urugan atau lapis tambahandengan tebal tertentu
sedemikian rupa sehingga bila diperhitungkan beratnya akan cukup
mencegah tanah dasar mengembang melebihi batas-batas yang dianggap
berbahaya (ditentukan berdasarkan percobaan laboratorium).4.
Mengusahakan daya dukung tanah dasar yang merata.Apabila terjadi
perbedaan daya dukung yang menyolok antara tanah dasar yang
berdekatan (misalnya perubahan dari tanah lempung kepasiran/tanah
lempung kelanauan ketanah lempung yang plastis atau juga perubahan
dari galian keurugan), maka harus diusahakan perubahan teballapisan
perkerasan berjalan secara miring dan rata. Dianjurkan untuk
mengadakan jarak transisi 10 meter terhitung dari perbatasan
perubahan daya dukung tanah ke arah daya dukung tanah dasar yang
lebih baik.5. Perbaikan tanah dasar untuk keperluan mendukung beban
roda alat-alat besar. Dalam hal dimana kasus daya dukung tanah
dasar tidak mendukung untuk lewatnya alat-alat besar, harus
diadakan cara-cara yang tepat sesuai dengan keadaan setempat agar
beban roda alat-alat besar dapat ditahan oleh tanah dasar.
Perbaikan tanah dasar ini dapat berupa tambahan lapis pondasi bawah
diluar dari yang diperhitungkan untuk tebal perkerasan yang
diperlukan. Daya dukung tanah dasar dapat diperkirakan dengan
mempergunakan hasil perneriksaan CBR.
2.2.2 Kriteria Konstruksi Perkerasan Lentur JalanAgar dapat
memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan, maka
konstruksi perkerasan jalan haruslah memenuhi syarat-syarat
tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :1.
Syarat-syarat berlaJu lintasKonstruksi perkerasan lentur dipandang
dari segi keamanan dan kenyamanan berlalu lintas haruslah memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :a. Permukaan yang rata, tidak
bergelombang, dan tidak berlubang.b. Permukaan cukup kaku, sehingga
tidak mudah berubah bentuk akibat beban yang bekerja diatasnya;c.
Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban
dengan permukaan jalan sehingga tidak mudah selip;d. Permukaan
tidak mengkilap, tidak silau jika terkena sinar matahari.
2. Syarat-syarat struktural atau kekuatanKonstruksi perkerasan
jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban,
haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :a. Ketebalan yang
cukup sehingga mampu menyebarkan beban muatan ketanah dasar;b.
Kedap air, sehingga tidak mudah meresap kelapisan bawahnya;c.
Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh
diatasnya dapat dengan cepat dialirkan;d. Kekakuan memikul beban
yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang signifikan.
2.3 Mekanistik - Empiris Perencanaan PerkerasanMekanika adalah
ilmu pengetahuan dari gerakan dan gaya gaya yang bekerja pada
material. Dengan begitu, satu pendekatan mekanistis mencari dan
menjelaskan gejala gejala sampai dampak fisikoDi dalam perencanaan
perkerasan jalan, hal hal yang terjadi adalah tekanan, lendutan dan
regangan di dalam satu struktur perkerasan, dan penyebab-penyebab
phisik adalah jenis bahan dan bobot struktur perkerasan. Hubungan
antar penyebab fisik ini diuraikan menggunakan satu model
matematika. Berbagai model matematika dapat digunakan; paling umum
adalah satu model lapisan elastik. Model mekanistis digunakan untuk
menghitung ilmu fisika pada perkerasan lentur. Bersama dengan
pendekatan mekanistis ini, unsur-unsur empiris digunakan menghitung
tekanan, lendutan dan regangan menyebabkan kerusakan pada
perkerasan jalan. Hubungan antar kerusakan perkerasan jalan dan
fenomena fisik diuraikan oleh persamaan- persamaan dengan
pengalaman diperoleh dengan menghitung banyaknya beban
berulang.
GAMBAR 2.4
Keuntungan dasar dari satu metode empirik mekanistis perkerasan
jalan adalah :a. Kedua-duanya dapat digunakan untuk peningkatan
perkerasan jalan dan konstruksi jalan barnb. Untuk mengakomodasi
perubahan tipe bebanc. Dapat mempertimbangkan jenis jenis
material;1. Pemanfaatan bahan-bahan yang tersedia2. Mengakomodasi
material yang bam3. Peningkatan lapisan perkerasand. Menyediakan
data lebih akurate. Menggambarkan peran dari konstruksif.
Mengakomodasi lingkungan dan efek penuaan materialManfaat dari satu
pendekatan empiris dan mekanistis adalah kemampuannya untuk
meneliti material (termasuk tanah dasar dan struktur perkerasan
ada) dengan menggunakan alat FWD untuk mengukur lendutan di suatu
struktur perkerasan dalam peningkatan perkerasan.
Pengukuran-pengukuran ini kemudian dimasukan ke dalam persamaan
untuk menentukan perkerasan lentur dengan dukungan struktural
(backcalculation). Dan mempertimbangkan satu desain lebih realistis
dengan kondisi yang ada.Ada sejumlah jenis model yang ada pada saat
ini yaitu viskoelastis dan dinamis ada bagian model lapisan elastik
dan Model Elemen Hingga (FEM), ketika contoh-contoh tipe-tipe dari
model-model digunakan. Kedua-duanya dari model-model ini dapat
diprogram dengan mudah dengan komputer dan hanya memerlukan data
yang realistis.
2.3.1 Manfaat Penggunaan Metoda Analitik-Mekanistik untuk
perancangan perkerasan barn dan evaluasi perkerasan "eksisting".a.
Perkerasan barn ( New Pavement)Metoda perencanaan tebal perkerasan,
baik untuk perkerasan lentur maupun perkerasan kaku,telah mengalami
banyak perkembangan selama lebih dari dua dekade terakhir ini.
Semula, metoda yang sering digunakan adalah Metoda Empiris, yang
mengacu kepada hasil "full scale test" yang dilaksanakan di Ottawa,
Amerika Serikat pada awal tahun 60-an (Yoder & Witczak, 1975).
Sehingga dikenal beberapa metoda empiris untuk perencanaan tebal
perkerasan, antara lain : Metoda AASHO 1972 (AASHO,1972), metoda
Asphalt Institute (TAI,1970), Metoda Road Note 29 dan Road Note 31,
dan metoda Analisa Komponen 1987 (SNI,2002), yang te1ah digunakan
sejak lama di Indonesia untuk merencanakan tebal perkerasan lentur.
Mulai akhir tahun 70-an, bersamaan dengan diselenggarakannya
Konferensi ISAP di Ann Harbour, Michigan Amerika Serikat,
diperkenalkan beberapa Metoda Analitis Mekanistik oleh beberapa
peneliti dan universitas terkemuka didunia, yaitu : metoda SHELL
dari Belanda (Claessen et aI.,1977), metoda ASPHALT INSTITUTE dari
Amerika Serikat (TAI,1983) dan metoda NOTTINGHAM dari University of
Nottingham di Inggris (Brown et aI.,1977). Metoda yang
diperkenalkan tersebut, mengubah secara total asurnsi-asumsi yang
digunakan pada metoda empiris, yaitu yang semula mengandalkan
kepada hasil pengamatan "full scale test", menjadi suatu metoda
yang mengembangkan kaidah-kaidah teoritis dari karakteristik
material perkerasan, dilengkapi dengan perhitungan secara eksak
terhadap respons struktur perkerasan terhadap beban sumbu
kendaraan. Metoda yang dikembangkan ini, secara umum dinamakan
metoda Analitis. Sedangkan metoda AASHO yang semula hanya mengacu
kepada metoda empiris, berupaya pula mengembangkan metoda baru yang
disebut sebagai metoda Empiris-Analitis dan dinamakan metoda AASHTO
1993 (AASHTO,1993). Prinsip utama dari Metoda Analitis-Mekanistik
adalah mengasumsikan perkerasan jalan menjadi suatu struktur
"multi-layer (elastic) structure" untuk perkerasan lentur dan suatu
struktur "beam on elastic foundation" untuk perkerasan kaku. Akibat
beban kendaraan yang bekerja diatasnya, yang dalam hal ini dianggap
sebagai beban statis merata, maka akan timbul tegangan (stress) dan
regangan (strain) pada struktur tersebut. Lokasi tempat bekerjanya
tegangan/regangan maksimum akan menjadi kriteria perancangan tebal
struktur perkerasan. Metoda perancangan tebal perkerasan lentur
secara Analitis untuk kondisi Indonesia, sampai saat ini belum ada
satupun yang telah diterima secara resmi oleh semua pihak. Beberapa
usulan pemah diberikan, misalnya mengadopsi metoda AASHTO 1993 yang
masih bersifat "semi analytical" atau mengacu kepada program
"finite element" yang dinamakan program KENPAVE ( Huang ,1993 ),
(Subagio, 2007a ) tetapi belum satupun yang dapat diterima sebagai
metoda spesifik untuk Indonesia.
b. Evaluasi perkerasan "eksisting".Pada umumnya perancangan
tebal overlay dilakukan berdasarkan prinsip pengukuran lendutan
yang terjadi pada permukaan perkerasan. Alat yang biasa digunakan
di Indonesia adalah alat Benkelman Beam (Croney, D, 1977). Beberapa
metoda perhitungan tebal overlay yang banyak dikenal didunia,
misalnya metoda TRRL (Lister, N.W., 1972), metoda Asphalt Institute
(TAI,1977), dikembangkan berdasarkan prinsip metoda empiris, karena
mengacu kepada hasil percobaan "full scale test" dengan mengamati
perubahan lendutan dari perkerasan yang ditinjau. Metoda yang
digunakan di Indonesia juga mengacu kepada metoda Empiris tersebut,
dengan melakukan beberapa kalibrasi untuk menyesuaikan terhadap
kondisi lokal Indonesia, yaitu Metoda Bina Marga (BSN, 2000).
Sejalan dengan berkembangnya Metoda Analitis Mekanistik untuk
perancangan tebal perkerasan baru, maka evaluasi kondisi perkerasan
"existing" juga dilakukan mengacu kepada prinsip-prinsip dasar
metoda tersebut. Prinsip pengukuran lendutan masih tetap digunakan,
tetapi tidak cukup hanya satu titik saja tetapi beberapa titik
secara bersamaan. Alat untuk mengukurnya dinamakan "Falling Weight
Deflectometer", yang bekerja dengan prinsip beban tumbukan ( impuls
) yang dijatuhkan diatas permukaan perkerasan dan reaksi baliknya
ditangkap oleh 7 ( tujuh) buah deflector, yang terpasang dengan
jarak tertentu ( U1lidtz, 1987 ). Sejalan dengan prinsip metoda
Analitis-Mekanistik, beban yang bekerja pada struktur perkerasan
eksisting akan menimbulkan lendutan (deflection), dimana nilai ini
akan di iterasi sehingga akan diperoleh nilai-nilai modulus yang
mewakili struktur perkerasan tersebut. Pada umumnya nilai nilai ini
akan lebih rendah dari nilai awalnya, sehingga teganganlregangan
yang terjadi akibat beban akan melebihi nilai batasnya, oleh
karenanya diperlukan lapis tambahan (overlay) yang dapat menurunkan
nilai-nilai teganganlregangan tersebut, agar tetap memenuhi
persyaratan nilai batas.Beberapa contoh metoda perencanaan tebal
overlay yang mengacu kepada metoda Analitis- Mekanistik, dan
ditampilkan dalam bentuk charts atau nomogram, antara lain metoda
NAASRA - Australia (NAASRA, 1983), metoda Nottingham (Brown et aI.,
1992). Sedangkan metoda ini yang ditampilkan dalam bentuk software
atau program komputer antara lain : program CIRCLY ( AUSTRAROADS,
2000 ), program DAMA TAl, 1983 ), program ELMOD (Ullidtz, 1987),
program MODCALC ( Subagio,1993 ) dan program BACKCALC ( Kosasih,
2003 ) Aplikasi metoda Analitis-Mekanistik menggunakan program
ELMOD dan ELCON terhadap beberapa ruas jalan di Indonesia telah
dilakukan, misalnya terhadap ruas jalan tol Jakarta- Cikampek
(Subagio,2005a), yang merupakan perkerasan lentur, dan terhadap
ruas jalan tol Padalarang-Cileunyi (Sutrisna, I., 2005) yang
merupakan perkerasan kaku.
2.3.2 Model Lapisan ElastisModel Lapisan Elastis dapat
menghitung tekanan, lendutan dan regangan pada suatu titik dalam
suatu struktur perkerasan .Model Lapisan Elastis berasumsi bahwa
masing-masing lapisan perkerasan adalah homogen, isotropis, dan
linier elastik. Dengan kata lain, akan kembali kebentuk aslinya
ketika beban berpindah. Asal dari teori Lapisan Elastis pertama
kali ditemukan V.l Boussinesq (1885). Hari ini, temuan Boussinesq
secara luas digunakan di dalam perhitungan pondasi dan mekanika
tanah. Model Lapisan Elastis memerlukan jumlah data input untuk
mengetahui struktur perkerasan dan respon terhadap beban.
Parameternya adalah: a. Jenis respon pembebanan material dari
setiap lapisan1. Modulus Elastisitas PerkerasanKoefisien kaku
disebut Modulus setelah Thomas Young yang membuat konsep barn pada
tahun 1807. Modulus Elastisitas (E) dipakai untuk bahan padat dan
membandingkan regangan dan tegangan.
Bahan e1astis bisa kembali ke ukuran atau bentuk aslinya dengan
seketika setelah diregangkan atau ditekan. Hampir semua bahan-bahan
adalah elastis dengan beban yang diberikan dan tidak mengubah
bentuk untuk selamanya. Dengan begitu, keelastisan suatu struktur
atau benda tergantung pada koefisien kakunya dan bentuk
geometris.Modulus Elastisitas untuk satu bahan adalah pada dasarnya
mempunyai batas regangan dan tegangan elastisitasnya (seperti pada
Gambar 2.12. Gambar 2.12 menandakan batas tegangan melawan regangan
pada baja. Bagian garis lurus awal lengkung adalah daerah elastis
baja. Jika baja dengan nilai dari tegangan di sebagian lengkung,
itu akan kembali ke bentuk asli nya. Dengan begitu, modulus
elastisitas adalah kemiringan dari bagian dari lengkung dan sarna
dengan sekitar 207,000 MPa (30,000,000 psi) untuk baja. Adalah
penting untuk diingat bahwa ukuran dari modulus elastisitas bahan
adalah tidak: sarna ukurannya dengan kekuatan. Kekuatan adalah
tegangan yang diperlukan untuk pecah atau patah satu bahan (seperti
yang digambarkan di dalam Gambar 1), sedangkan elastisitas adalah
satu ukuran dari seberapa baik satu bahan kembali ke ukuran dan
bentuk asli nya.GAMBAR 2.5
Table 2.1 Nilai Nilai Modulus Elastisitas untuk berbagai bahan
bahan MaterialMedulus Elastisitas
MPaPsi
Permata1,200,000170,000,000
Baja200,00030,000,000
Alumunium70,00010,000,000
Kayu7,000 14,0001,000,000 2,000,000
Batu150-30020,000-40,000
Tanah35-1505,000 20,000
Karet71,000
Lambang dan tatanama AASHTO 1993 sebagai panduan secara umum
digunakan di dalam modulus perkerasan aspal adalah :EAC = modulus
elastisitas aspal betonE BS = modulus elastisitas pondasiESB =
modulus elastisitas tanah dasarMR (ESG) = modulus elastisitas tanah
dasar2. Sensivitas Tegangan ModulusPerubahan di dalam tegangan
dapat mempunyai dampak besar pada modulus elastisitas . Hubungan
tipikal dapat ditunjukkan di dalam gambar
Gambar 2.6
3. Rasio PoisonMaterial penting digunakan dalam analisa e1astis
dari sistem perkerasan jalan adalah Perbandingan Poison.
Perbandingan Poison digambarkan sebagai rasio garis melintang
sampai regangan bujur dari satu spesimen yang dibebani. Konsep ini
digambarkan di dalam Gambar 2.6. Di dalam terminologi realistis,
perbandingan Poisson dapat bertukar-tukar pada awalnya 0 sampai
sekitar 0.5 (artinya tidak ada volume berubah setelah dibebani).
Secara umum, bahan-bahan . mempunyai Perbandingan- perbandingan
poison lebih rendah dibanding bahan-bahan lain (TabeI2.2).Tabel 2.2
Rasio Poison pada berbagai materialMaterialPoissons Ratio
Baja 0.25-0.30
Alumunium 0.33
PCC0.15-0.20
Perkerasan lentur
Asphalt Concrete0.35 ( )
Batu Pecah 0.40 ( )
Tanah (gradasi baik)0.45 ( )
GAMBAR 2.7
b. Ketebalan lapisan perkerasan c. Kondisi BehanData ini terdiri
dari data beban roda, P (KN/Lbs) , tekanan ban, q (Kpa / Psi) dan
khusus untuk sumbu roda belakang , jarak antara roda ganda , d
(mmlinch). Nilai q dan nilai d pada prinsipnya dapat ditentukan
sesuai dengan data spesiftkasi teknis dari kenderaan yang digunakan
.Sedangkan nilai P dipengaruhi oleh barang yang diangkut oleh
kenderaan. Nilai P pada sumbu roda belakang dan pada sumbu roda
depan juga berbeda. Dengan metode analitis kedua beban sumbu roda
depan dan sumbu roda belakang dapat dianalisis secara
bersamaan.Analisis structural perkerasan yang akan dilakukanpada
langkah selanjutnyajuga memerlukanjarijari bidang kontak,a
(mm,incb) antara roda bus dan permukaan perkerasan yang dianggap
berbentuk lingkaran.
Dimana :a = Jari jari bidang kontak P = beban kendaraan q =
Tekanan beban
GAMBAR 2.8
Hasil dari satu model lapisan elastis adalah regangan, tegangan,
dan lendutan di dalam perkerasan lentur :1. Tegangan. Intensitas
internal di dalam struktur perkerasan pada berbagai titik. Tegangan
satuan gaya per daerah satuan (N/m2, Pa atau psi).2. Regangan, pada
umumnya menyatakan sebagai rasio perubahan bentuk dari bentuk asli
(mmlmm atau in/in). Karena regangan di dalam perkerasan adalah
sangat kecil, dinyatakan dalam microstrain (10-6).3.
Defleksillendutan. Perubahan linier dalam suatu bentuk. Defleksi
dinyatakan di dalam satuan panjang (um atau inchi atau
mm).Penggunaan program komputer analisis lapisan elastis akan
memudahkan untuk menghitung tegangan, regangan, dan defleksi dalam
suatu struktur perkerasan .Ada beberapa parameter penting yang
digunakan di dalam analisis perkerasanjalan (Tabe12.3 dan Gambar
2.16).
Table 2.3 Analisis dalam perkerasan jalan
Lokasi Respons Alas an digunakan
Permukaan perkerasanLedutan Yang digunakan di dalam pembatasan
pembatasan beban selam musim semi dan desain lapisan overlay
(sebagai contoh)
Lapisan pondasi Tegangan tarik Yang digunakan untuk mengetahui
kelelahan di lapisan perkerasan lentur
Bagian antara lapisan base dan subbaseRegangan vertical Yang
digunakan untuk memprediksi kelelahan di lapisan base dan
subbase
Diatas tanah dasar Regangan verticalYang digunakan untuk
memprediksi kelelahan di lapisan tanah dasar
GAMBAR 2.9
Regangan horizontal dibawah lapisan perkerasan aspal dan
regangan vertikal diatas lapisan tanah dasar dipakai untuk
mengetahui retak lelah dan dan deformasi permanen. Untuk menentukan
regangan horizontal dan regangan vertikal dapat ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut :
?2.3.3 Metode Elemen Hingga (FEM)Metode Elemen Hingga (FEM)
adalah satu teknik analisis numeris untuk memperoleh penyelesaian
suatu permasalahan desain yang luas. Walaupun pertama kali
dikembangkan untuk mempelajari tegangan di dalam struktur, sejak
itu telah diperluas dan diberlakukan bagi medan luas/lebar dari
mekanika kontinum (Huebner., 2001). Dalam suatu variabel secara
umum tidak terbatas nilai fungsi dari tiap titik gerak. Sebagai
contoh, tegangan dalam suatu perkerasan lentur tidak bisa
dipecahkan dengan satu persamaan sederhana sebab fungsi yang
menguraikannya adalah penempatan spesifiknya. Bagaimanapun, metode
e1emen hingga dapat digunakan untuk membagi satu rangkaian ke dalam
sejumlah volume-volume kecil untuk tujuan memperoleh satu
pendekatan penyelesaian numeris untuk masing-masing volume
tersendiri dibanding satu eksakta yang tertutup solusi bentuk untuk
keseluruhan perkerasan jalan.Di dalam FEM analisis dari satu
perkerasan jalan, daerah perkerasan jalan dan tanah
dasar)memasukkan sejumlah unsur beban roda (Gambar 2.17). Elemen
hingga ini meluas secara horisontal dan tegak lurus dari pengaruh
roda.
Gambar 2.10.
FEM mendekati model matematika lebih rumit dibanding pendekatan
lapisan elastik buatan. Program komputer yang dikembangkan oleh
Hongyu Wu dan George Turkiyyah pada University Washington (Wu,
2001), EverFlex, menggunakan satu elemen 6-noded untuk model
Winkler. Program ini juga menggunakan batasan di empat model
perkerasan lentur. Apalagi, pilihan dari geometri elemen (bentuk
dan ukuran) seperti juga fungsi sisipan akan mempengaruhi
keseluruhan kemampuan model.
2.3.4 Kriteria Keruntuhan Mekanistik-Ernpris Perkerasan
LenturBagian-bagian proses utama empiris dari bentuk empiris
mekanistis adalah persamaan-persamaan yang digunakan untuk
menghitung banyaknya beban bergerak dalam kegagalan.
Persamaan-persamaan ini berasal dengan pengamatan kinerja dari
perkerasan dan berhubungan dengan tipe dan luas. Sekarang ini, dua
tipe dari ukuran-ukuran kegagalan secara luas dikenal, pertama
dengan retak lelah dan retak alur di dalam subgrade atau tanah
dasar. Ukuran berbasis lendutan berguna di dalam
penerapan-penerapan khusus karena ukuran kegagalan ini dengan
bentuk pengalaman, dan hams dikalibrasi kepada kondisi lokal yang
spesifik dan secara umum bukan yang bisa diterapkan di suatu skala
yang nasional. Kriteria kegagalan mekanistik-empris perkerasan
lentur adalah sebagai berikut :1. Kriteria Retak Lelah I
FatiqueFenomena "fatigue" -yang terjadi pada campuran beraspal,
yang digunakan pada lapis permukaanstruktur perkerasan, adalah
sarna seperti yang terjadi pada material "solid" lainnya, seperti
logam, komposit, beton, dan yang lain.Pembebanan ulang yang terjadi
terus menerus dapat menyebabkan material menjadi "lelah" dan dapat
menimbulkan "cracking" walaupun tegangan yang terjadi masih dibawah
batas "ultimate"-nya. Untuk material perkerasan, beban berulang
disini berasal dari lintasan beban (as) kendaraan yang terjadi
secara terns menerus, dengan intensitas yang berbeda-beda dan
bergantung kepada jenis kendaraan dan terjadi secara random. Guna
mempelajari fenomena fatigue yang terjadi, dilakukan percobaan
fatigue di laboratorium dengan memakai alat yang dapat memberikan
beban siklik hingga keruntuhan material terjadi. Percobaan fatigue
untuk campuran beraspal yang sering dilakukan di Indonesia adalah
percobaan "three-point bending test" menggunakan alat DARTEC, pada
3 (tiga) tingkat tegangan (stress level) yang berbeda, sehingga
dapat dibuat "fatigue curve" berupa garis linier dalam skala
log-log. Selain melakukan uji eksperimental di laboratorium,
dikenal juga beberapa persamaan fatigue dari campuran beraspal,
yang telah banyak dilakukan dinegara lain. Banyak
persamaan-persamaan telah dikembangkan untuk mengetahui banyaknya
pengulangan kepada kegagalan di dalam modus kelelahan untuk
perkerasan aspal. Kebanyakan dari regangan tarik horisontal pada
dasar lapisan aspal dan modulus elastisitas perkerasan aspal.
Ukuran ini dikembangkan oleh metode Nottingham (Brown dan Brunton,
1977) adalah:RUMUS GAMBAR 2.11Retak "fatigue" dimulai dari titik
terbawah dari lapis beraspal, kemudian merambat keatas, sejalan
dengan bertambahnya perulangan beban, sehingga akhimya mencapai
permukaan berupa retak yang tersebar merata pada suatu lokasi yang
terlemah dan dikatakan bahwa perkerasan te1ah mencapai "rupture"2.
Retak Alur I Deformasi PermanenDeformasi plastis terjadi pada
campuran beraspal disebabkan oleh dua hal: pertama adalah akibat
pemadatan (tambahan) yang diakibatkan oleh beban kendaraan yang
lewat, dan yang kedua berasal dari sifat viscous campuran beraspal
itu sendiri. Sedangkan fenomena "rutting" yang terlihat pada
permukaan perkerasan, merupakan akumulasi dari semua deformasi
plastis yang terjadi, baik dari lapis beraspal, lapis agregat
(pondasi) dan lapis tanah dasar. Kriteria "rutting" merupakan
kriteria kedua yang digunakan dalam Metoda Analitis-Mekanistik,
untuk menyatakan keruntuhan struktur perkerasan akibat beban
berulang. Nilai "rutting" maksimum harus dibatasi, agar tidak
membahayakan bagi pengendara saat melalui lokasi "rutting"
tersebut, terutama pada kecepatan tinggi.Deformasi plastis pada
campuran beraspal, akibat pembebanan berulang, dapat
diukurdilaboratorium menggunakan beberapa macam alat, misalnya
(OECD,1975): creep test, split tensile test, triaxial rupture test,
atau wheel tracking test. Sedangkan "total rutting" harus dihitung
untuk se1uruh struktur perkerasan, mulai dari lapis permukaan,
lapis pondasi samapi lapis tanah tanah dasar. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 65% dari "total rutting" diakibatkan oleh
penurunan (settlement) yang terjadi pada tanah dasar (Yoder &
Witczak, 1975), sehingga critical value kedua dalam Metoda Analitis
Mekanistik adalah "compression strain" yang terjadi pada titik
teratas dari lapis tanah dasar. Deformasi permanen dapat diketahui
setiap lapisan dari struktur, membuat lebih sulit untuk memprediksi
dibanding retak lelah. Ukuran-ukuran kegagalan yang ada dimaksudkan
untuk alur bahwa dapat ditujukan kebanyakan pada suatu struktur
perkerasan yang lemah. Ini adalah pada umumnya dinyatakan dalam
kaitannya dengan menggunakan istilah regangan vertikal (s, ) yang
berada di atas dari lapisan tanah dasar :LogNvi= log (f,.) + 9,4771
- 3,57 x log (Evi)
Dimana: Nvi = Jumlah repetisi lintasan roda (mill.pases)v =
Regangan tekan vertikal diatas lapisan tanah dasarFr = 1
Gambar2.12.
3. Kriteria Kegagalan LendutanSejumlah lendutan berdasarkan
kriteria yang telah dikembangkan oleh berbagai para agensi 40 tahun
terakhir. AASHO Road Test dan Roads and Transportation Association
Canada (RTAC), kedua kriteria ini dikembangkan berdasarkan pada
lendutan. sebagai berikut :a. Kriteria AASHO Road TestAASHO Road
Test digunakan untuk mengembangkan hubungannya dengan Higway
Research Board" (1962) adalah:log W2.5 = 9.40 + 1.321og Ll -
3.251og d3m Dimana : Log W25 = Jumlah beban gandar L1 dengan indeks
pelayanan perkerasan 2.5L1 = Beban gandar tunggal (kips)Dsn =
Benkelman Beam mengukur lendutan di permukaan perkerasan (0,001
inch)Kriteria ini didasarkan pada data dari Loops 2 sampai 6 dan
beban gandar tunggal 6, 12, 18, 24, dan 30 kips (1 kips =1,000
lbs). Persamaan yang berikut diperoleh jika Ll =18,000 lbs (standar
ESAL) adalah:logW2.5 = 11,06 3,25Log dsn
b. Kriteria Roads and Transportation Association of Canada
(RTAC)Kriteria RTAC dapat dihitung sebagai berikut (setelah RTAC
(1977) dan Haas (1994) adalah :BB =
10[0,40824-0,30103(logESAL)]Dimana:BB= lendutan balik maksimum
(inch) (menggambarkan lendutan batik kembali rata-rata standar
deviasi ) pada suhu standar dari 21C= 0.1 inch untuk ESAL:s 47.651=
0.02 inch untuk ESAL > 10.000.000ESAL = 80 KN (18.000 Lbs) beban
gandar tunggal
Tabel 2.4 Batas Ledutan AASHO Road Test Dan RTAC
2.4 Pengaruh Temperatur Terhadap Perkerasan Lentur
Temperatur adalah salah satu faktor-faktor yang paling penting
mempengaruhi desain dan kinerja dari perekerasan lentur.
Perubah-perubahan suhu di dalam struktur perkerasan membuat
kerusakan. Pengetahuan tentang efek suhu adalah penting bagi
penentuan desain dan syarat pemeliharaan . Efek kondisi lingkungan
terhadap perkerasan aspal telah diketahui dengan baik. Variasi
temperatur merupakan salah satu faktor penting yang harus
diperhitungkan dalam desain struktur perkerasan modem karena pada
kenyataannya modulus lapis aspal di lapangan sangat dipengaruhi
oleh temperatur.Implikasi gradien temperatur terukur bagi desain
perkerasan dianalisa dengan menilai modulus lapis aspal efektif
Secara definisi, modulus aspal efektif adalah modulus yang jika
diterapkan bagi seluruh lapis aspal akan mengakibatkan tingkat
kerusakan lapis dasar perkerasan atau tingkat kelelahan lapis aspal
yang sarna seperti bila gradien modulus lapis aspal turut
diperhitungkan.
44Pengaruh temperatur terhadap modulus perkerasan, khususnya
modulus lapisan campuran beraspal, cukup nyata. Model matematis
untuk memperkirakan modulus lapisan campuran beraspal sebagai
fungsi dari temperatur telah banyak diusulkan, seperti menurut
metoda Nottingham (Brown dan Brunton, 1984) dan metoda Asphalt
Institute (1982). Di laboratorium, modulus lapisan campuran
beraspal pada berbagai temperatur dapat diukur, misalnya dengan
alat uji modulus dinamis (SHELL, 1990; AASHTO, 1998); dan, di
lapangan, variasi nilai modulus dari masing-masing lapisan
perkerasan bahkan dapat diperkirakan secara bersamaan melalui
proses back calculation terhadap data lendutan yang diukur pada
berbagai temperatur (ASTM, 2000).
Ada dua pendekatan yang dapat diikuti untuk memperhitungkan
pengaruh temperatur dalam proses desain struktur perkerasan lentur
secara analitis, yaitu pendekatan desain praktis yang menggunakan
faktor temperatur desain, dan pendekatan desain sistematis
berdasarkan teori Miner. Pendekatan desain praktis atau pendekatan
desain rata-rata menawarkan kemudahan dalam prosesnya tetapi
memerlukan standar desain untuk penentuan faktor temperatur desain
yang diperlukan. Sayangnya, standar desain struktur perkerasan
lentur secara analitis belum resmi diberlakukan di Indonesia.
Sedangkan, pendekatan desain sistematis memerlukan data yang
cenderung lebih rinei dan secara umum memerlukan program aplikasi
komputer yang re1atiflebih rumit.Dalam hal ini, modulus lapisan
campuran beraspal dapat bervariasi mengikuti perubahan temperatur
perkerasan dalam sehari, dan modulus tanah dasar dapat bervariasi
mengikuti perubahan musim dalam setahun. Sedangkan, variasi beban
lalu lintas dalam sehari umumnya dapat dianggap tipikal sepanjang
tahunProsedur desain struktur perkerasan secara analitis yang
dilakukan dalam penelitian. Ada beberapa komponen utama dari proses
desain ini, yaitu data struktur perkerasan, data spektrum beban
Ialu lintas dan data temperatur udara rata-rata tahunan.Penentuan
faktor temperatur desain yang dilakukan secara iteratif baik untuk
desain struktur perkerasan yang didasarkan pada kriteria retak
lelah, maupun kriteria deformasi permanen. Agar kedua kriteria
desain dapat dianalisis di sini, struktur perkerasan hipotetikal
perlu disertakan dalam analisis dengan mengatur tebal lapisan
campuran beraspal (D1) dan tebal lapisan agregat (D2) sedemikian
rupa sehingga masa layan rencana dari kedua struktur perkerasan
hipotetikal adalah sarna. Secara umum, desain struktur
perkerasan dengan lapisan agregat yang tebal akan ditentukan oleh
kerusakan retak lelah. Sebaliknya, desain struktur perkerasan
dengan lapisan agregat yang tipis akan ditentukan oleh kerusakan
deformasi permanen.Perhitunganmodulus elastisitas perkerasan
pendekatan desain rata-rata mempunyai parameter yang mempengaruhi
modulus perkerasan antara lain :a. VMA (Void in the mineral
agregat)
Sifat volumetrik dari campuran beton aspal yang telah dipadatkan
dilaboratorium maupun dilapangan .Salah satu parameter yang
digunakan adalah volume pori diantara butir agregat campuran, dalam
beton aspal,termasuk yang terisi oleh aspal .VMA adalah volume pori
didalam beton aspaJ padat jika seluruh selimut aspal
ditiadakan.Tidak termasuk didalam VMA volume poring didalam masing
masing butir agregat.VMA akan meningkat jika selimut aspal Iebih
tebal, atau agregat yang digunakan bergradasi terbuka.b. Frekwensi
Pembebanan (LF)
Disamping karena pengaruh temperatur (T), sifat visko-elastis
material aspal juga dipengaruhi oleh pembebanan (t). Parameter ini
berhubungan dengan frekuensi pembebanan yang akan menentukan
ketahanan terhadap kelelahan akibat retak. Frekuensi dan waktu
pembebanan dihubungkan dengan rumus sebagai berikut :
1=_1_21C t
Dimana:
f= frekuensi (Hz)
t = waktu pembebanan (detik)
Menurut Brown (1973) perhitungan pembebanan yang terjadi pada
bagian bawah lapis aspal dapat dinyatakan dalam persamaan berikut
:Log (t) = 5 x lO-4h- 0,94 log (v)
Dimana :
t = waktu pembebanan, detik h = ketebalan lapisan, mmv =
kecepatan kenderaan, km/jam]
untuk ketebalan lapisan aspal antara 150 mm sampai 300 mm, Brown
dan Brunton (1980) menyarankan waktu pembebanan dapat dihitung
dengan hubungan linear terhadap kecepatan, yaitu :t=t/v dimana:t =
waktu pembebanan, detik v = kecepatan, km/jamThe asphalt institute
dan TRRL mendasar frekuensi pembebanan pada 10
Hz dan 5 Hz yang kira kira samna dengan waktu pembebanan 0,016
detik dan
0,032 detik. SHRP-A-90-011 (1990) memberikan indikasi bahwa
waktu pembebanan antara 0,004 sampai 0,1 detik relatif sesuai
digunakan untuk pengujian kelelahan (Simangunsong, 2001).Frekuensi
pembebanan 10 Hz dapat diperkirakan sarna dengan kecepatan antara
24 sampai 48 km/jam didalam perkerasan (Strategic Highway Research
Program, 1994).Pola pola pembebanan pada pengujian kelelahan adalah
sebagai berikut dibawah ini:
a.Full sine wave (sinusoidal wave), pola ini pada bagian serat
yang paling ekstrim dari benda uji aspal mengalami pembalikan
tegangan secara penuh pada setiap siklus beban.b.Half sine wave,
hampir sama dengan diatas tetapi tidak ada pembalikan tegangan.c.
Haversine wave with delay. d. Block loading.Secara umum pada
pengujian di laboratorium , kurva kele1ehan tegangan dan regangan
untuk benda uji berbentuk balok yang dipadatkan menunjukkan bahwa
benda uji dengan pembalikan tegangan memiliki umur kelelahan yang
lebih pendek dari pada benda uji tanpa pembalikan tegangan (Irwin
& Gallaway, 1974). Rantetoding (1988) meneliti bahwa pola
sinusoidal (full sine) lebih mewakili pola pembebanan akibat beban
kenderaan yang bekerja pada bagian atas lapis permukaan.c.
Penetrasi aspal awal (Pi)
Kepekaan terhadap temperatur akan menjadi dasar perbedaan umur
aspal untuk menjadi retak /mengeras. Parameter pengukur kepekaan
aspal terhadap temperatur adalah indeks penetrasi (penetration
index).Nilai PI antara -1 dan +1 adalah nilai PI yang umum yang
dimiliki oleh aspal yang digunakan untuk material pekerasan
jalan.d. Volume Aspal (Vb)
Volume aspal dalam campuran beton yang telah dipadatkan adalah
pengertian darivolume aspa1.Dimana hasil dari volume aspal
didapatkan dari
perbandingan antara berat aspal dalam beton campuran dengan
berat jenis aspal.e. Titik Lembek Aspal Awal
Pemeriksaan kepekaan aspal terhadap temperatur dilakukan dengan
meialui pemeriksaan titik lembek.Titik lembek adalah temperatur
dimana pada saat aspal mulai Iembek.Titik lembek aspal bervariasi
antara 30C sampai200C.Dua aspal yang mempunyai penetrasi yang sarna
belum tentu mempunyai titik lembek yang sama.Aspai dengan titik
Iembek yang lebih tinggi kurang peka terhadap perubahan temperatur
dan Iebih baik untuk bahan pengikat konstruksi perkerasan.f. Faktor
temperatur Desain (ft)
45
Untuk memperhitungkan pengaruh temperatur dalam proses desain
struktur perkerasan lentur secara analitis yaitu pendekatan desain
praktis yang menggunakan faktor temperatur desain.Pendekatan desain
praktis atau pendekatan desain rata rata menawarkan kemudahan dalam
prosesnya tetapi memerlukan standar desain untuk penentuan faktor
temperatur desain yang diperlukan.Dalam pemakainnya faktor
temperatur desain dikalikan dengan temperatur udara rata rata
tahunan untuk memperoleh temperatur lapisan campuran beraspal
(untuk selanjutnya disebut temperatur perkerasan) rata rata tahunan
yang diperlukan dalam memperkirakan modulus lapisan campuran
beraspal. Secara umum faktor temperatur desain diusulkan sebesar
1.92 untuk kriteria retak lelah dan 1.47 untuk kriteria deformasi
permanen.
g. Modulus Elastisitas kekakuan aspal
Aspal adalah material yang bersifat visco-elastis dan deformasi
yang timbul adanya tegangan merupakan fungsi dari temperatur dan
waktu pembebanan. Pada temperatur dan waktu pembebanan yang panjang
berperilak:u viscous- liquid dan pada suhu yang rendah atau waktu
pembebanan yang pendek (seketika) bersifat solid - elastic
(brittle).Berapa konsep modulus kekakuan adalah :Van der Poel
(1954) memperkenalkan konsep modulus kekakuan aspal (stiffness
modulus of bitumen) sebagai parameter dasar untuk menjelaskan sifat
sifat mekanisme aspal. Pada saaat awal ( t = 0) tegangan tarik (0)
yang diberikan pada material visko- elastis tersebut menyebabkan
regangan tarik (E t) namun tidak bertambah secara proporsional
terhadap
waktu pembebanan, sehingga modulus kekakuan aspal yang terjadi
tergantung pada waktu atau lamanya pembebanan. Karena bersifat
visco-elastis, modulus kekakuan aspal juga tergantung pada
temperatur.
Gambar 2.13 Tegangan dan distribusi temperatur dalam perkerasan
lentur.
Shell rnengidentifikasikan bahwa modulus beton aspal sangat
bergantung pada modulus kekakuan aspal (Sbit), volume agregat (VG)
dan aspal (VB) Sbit = 1.157 x 10-7 x t -0.368 x 2.718 -PI
(TR&B- T)5Tegangan dan regangan pada perkerasan lentur umumnya
memprediksi moda ke1elahan didasarkan pada konsep sistem elastis
multilapis. Solusi analitis untuk menyatakan hubungan tegangan dan
regangan didasarkan atas berupa asumsi berikut (Yoder &
Witczak, 1975) :1. Sifat sifat untuk setiap lapis adalah homogen
dan isotropis,
2.Setiap lapis pada arah lateral mempunyai ketebalan tertentu
kecuali pada lapis paling bawah (tanah dasar , subgrade),3. Geser
penuh terjadi diantara lapis perkerasan (interface),
4.Tidak ada kekuatan geser yang timbul pada bagian atas dari
lapis permukaan,5.Solusi tegangan berhubungan dengan 2 (dua)
parameter sifat material yakni Poisson's ratio (u) dan modulus
kekakuan (E).Pada gambar diberikan diagram tegangan yang terjadi
pada perkerasan lentur. Tegangan dan regangan kritis terjadi pada
bagian bawah lapis permukaan dan dipermukaan tanah dasar. Umumnya
regangan yang terjadi pada bagian bawah lapis permukaan (Ehi)
adalah regangan tarik (tensile strain) sebaliknyapada permukaan
tanah dasar regangan yang terjadi adalah regangan tekan
(compressive strain). Umunya teori yang digunakan adalah
memprediksi moda kelelahan didasarkan pada konsep sistem elastis
multilapis .
48
Perhitungan Modulus Elastisitas lapisan campuran beraspal (E)
dihitung melalui rumus, sebagai berikut.:Perkiraan masa layan sisa
struktur perkerasan yang didasarkan pada dua regangan kritis yang
terjadi di dalam struktur perkerasan. Regangan tarik horizontal (E
I) di bawah lapisan campuran beraspal akan menentukan kerusakan
retak lelah; dan, regangan tekan vertikal di atas tanah dasar (E c)
akan menentukankerusakan deformasi permanen. Kemudian, masa layan
sisa ditentukan dari model desain struktur perkerasan.
2.5 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Temperatur di
Perkerasan
Lentur
Penampilan dari jalan aspal adalah sangat dipengaruhi oleh
kondisi kondisi lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang
paling penting mempengaruhi mekanika perkerasan adalah temperatur.
Jadi dengan demikian, prediksi yang akurat distribusi suhu di dalam
struktur perkerasan itu adalah penting .Profil temperatur
perkerasan terdiri dari temperatur udara, kelembaban, kecepatan
angin dan radiasi matahari pada sel-sel material perkerasan.
Kandungan campuran aspal berubah secara drastis dipengaruhi
temperatur. Aspal perkerasan yang keras, rentan pecah pada suhu
rendah dan cenderung mengalami deformasi permanen pada
temperatur-temperatur yang tinggi. Pengukuran temperatur dapat
membantu para ahli di dalam melaksanakan back calculations aspal
mendapatkan modulus dan estimate lendutan perkerasan. Temperatur
perkerasan adalah sangat penting di dalam mengevaluasi aksi beku
dan di dalam pemilihan kadar aspal struktur perkerasan.
51
Sebagian dari parameter tidak diukur secara langsung tetapi
diperkirakan dengan kore1asi-korelasi empiris. Beberapa model-model
empiris berdasar pada analisis regresi linear telah digabungkan
untuk mengetahui temperatur maksimum dan temperatur minimum di
dalam perkerasan.. Analisis menuujukkan bahwa ketika radiasi
matahari dan udara temperatur dimasukkan, perkiraan sinus
menyediakan taksiran dari permukaan temperatur.
Temperatur merupakan faktor-faktor yang paling penting
mempengaruhi dari perkerasan-perkerasan kaku dan lentur. Perubahan
suhu di dalam struktur perkerasan menyebabkan kegagalan struktur
sebelum umur rencana. Pengetahuan tentang efek suhu adalah penting
bagi penentuan desain dan syarat pemeliharaan terutarna di dalam
iklim-iklim panas seperti kebanyakan lingkungan daerah beriklim
panas. Perubahan suhu di dalam struktur perkerasan sangat berperan
pada kegagalan struktur perkerasan. Sehari-hari dan keragaman
musiman maksimum, minimum, rata-rata dan gradient kedalaman
perkerasan yang harus dipertimbangkan di dalam menentukan tegangan
dan menghitung parameter parameter desain dari perkerasan kaku dan
perkerasan lentur. Kondisi panas, dapat menjurus kepada
permasalahan penting, termasuk (Andersen, 1992):1. Retak disebabkan
oleh diferensial-diferensial temperatur yang besar antara bagian
dalam dari beton dan lingkungan eksternal.2. Kekuatan berkurang
disebabkan oleh pembekuan sebelum mencapai cukup kekuatan,3.
Kekuatan berkurang disebabkan oleh temperatur-temperatur yang
internal di dalam massa betonTemperatur dan kelernbapan bersifat
variable di dalam semua permasalahan dari perkerasan konstruksi
pelabuhan udara, desain, perilaku, dan penampilan (Dempsey, 1976).
Temperatur dan kelembapan mempunyai suatu pengaruh kerusakan
permukaan perkerasan pelabuhan udara, yang mempunyai suatu pengaruh
yang besar pada landasan terbang. Tegangan di dalam perkerasan
perkerasan yang kaku diakibatkan oleh bermacam penyebab-penyebab
(Yoder dan Witczak, 1975), termasuk roda beban perubahan-perubahan
siklis di dalam
temperatur, berubah di dalam kelembapan, dan volumetrik berubah
di dalam subgrade atau tanah dasar.Distribusi suhu
perkerasan-perkerasan yang lentur adalah secara langsung
dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan. Perpindahan panas
antara permukaan dari perkerasan dan lingkungan disebabkan oleh
pengaruh radiasi matahari, panas dan sinaran gelombang panjang
antara permukaan dan lingkungan, perpindahan panas antara butiran
perkerasan permukaan dan udara atau air.Kecepatan angin adalah
suatu faktor mempengaruhi temperatur perkerasan dan perubahan
menerus perpindahan kalor / panas. Sebagai contoh, suatu secara
relatif percepatan angin kencang menghasilkan suatu pendinginan
permukaan.
Gambar 2.14 Keseimbangan energi dari perkerasan
52Penyebab kerusakan perkerasan adalah alur akibat penurunan
memanjang oleh roda kenderaan karena variasi-variasi suhu yang
tinggi, beban gandar dan pembatasan berat .yang tak terkendalikan.
Fungsi perkerasan lentur untuk melindungi struktur perkerasan dari
faktor kerusakan. Struktur perkerasan yang lemah dapat
mengakibatkan kegagalan terkait dengan beban seperti retak buaya. M
Perl et al dalam penelitiannya kinerja asfal pada suhu rendah.
Kinerja aspal
pada kurang 20C dan di bawah OC. Ia menyimpulkan bahwa aspal
dapat mengalami deformasi .
2. 6 Temperatur Kritis Pada Perkerasan Lentur
Fromm dan Phang membuat temperatur kritis itu untuk mengukur
aliran jenis dari beton aspal. Temperatur kritis itu adalah
temperatur di mana aliran viscous di bawah beban rangkak dalam satu
jam sama dengan penyusutan temperatur dalam satu jam. Pada
temperatur-temperatur yang lebih tinggi dibanding temperatur
kritis, bahwa aliran viscous dari bahan itu cukup tinggi
membebaskan tegangan karena penyusutan. Dan sebaliknya, pada
temperatur temperatur di bawah temperatur kritis, thermal tegangan
mengembang lebih cepat dari aliran vicous mengalami relaksasi dan
retak.Untuk menentukan temperatur kritis, Fromm dan Phang
menggunakan dua metoda pengujian . Pertama-tama, mereka membuat
pengujian untuk menentukan koefisien kontraksi thermal.Berikutnya,
satu jam menguji rangkak untuk ukuran, aliran viscous pada
temperature yang berbeda. Hasil-hasil dari menguji rangkak adalah
yang direncanakan untuk menentukan aliran viscous dengan
temperatur. Temperatur kritis ditentukan dengan suatu penurunan
temperatur~Jtw ( dikalikan dengan a dan menentukan temperatur yang
sesuai di kurva rangkak. Suatu kunci dari model ini adalah karena
yang diasumsikanl' adalah 10F per jam.
2.7 Faktor-Faktor Yang Mendukung Keretakan Perkerasan Lentur
53
Faktor-faktor yang mendukung atas keretakan dapat digolongkan
seperti jenis campuran, kekakuan campuran atau hambatan kelembapan;
faktor-faktor yang terkait dengan beban, seperti lalu lintas
mengukur kontak tegangan ban diperkerasan; faktor lingkungan
seperti pengerasan presipitasi dan kerusakan karena kelembapan;
faktor-faktor struktural, termasuk gradient-gradient kekakuan dan
ketebalan perkerasan; dan faktor-faktor konstruksi, seperti
pemadatan dan segragasi yang lemah. Ada dua faktor-faktor terkait
dengan beban yang utama bahwa dapat berpotensi mempengaruhi
kejadian dari atas menurun/jatuh keretakan: tingkat lalu lintas,
dan kontak perkerasan ban tegangan. Seperti halnya setiap gejala
kelelahan, tingkat kerusakan disebabkan oJeh beban berulang adalah
suatu fungsi kedua-duanya dari magnitudo dari beban dan frekuensi.
Berdasarkan Matsuno dan Nishizawa bahwa keretakan di dalam
perkerasan- beton asfal di Jepang kebanyakan terjadi hanya di
jalan-jalan yang dapat dilalui dengan volume-volume lalu lintas
yang tinggi. Di dalam bentuk perkerasan yang ada, banyak penggunaan
dibuat dari beban gandar ekuivalen tunggal (ESALS), menunjukkan
beban gandar 80 kN diperkirakan menyebabkan kerusakan lelah dari
kendaraan-kendaraan yang melintas perkerasan selama periode waktu
yang diberi. Pendekatan lebih barn karakteristik lalu lintas untuk
desain perkerasan menggunakan konsep dari spektrum-spektrum beban,
di mana karakteristik beban lalu lintas mempunyai distribusi
frekuensi relatif dengan beban gandar. Kerusakan disebabkan oleh
lalu lintas itu adalah karakteristik umum karakteristik melalui
model-model kelelahan.
Menurut Myers dan Roque bahwa tegangan kontak ban di dalam
perkerasan lentur, tegangan cukup besar untuk membuat keretakan
permukaan perkerasan. Mun menunjukkan kontak perkerasan ban yang
tidak seragam, bahwa tegangan dapat meningkatkan kerusakan
permukaan dalam perkerasan lentur. Kontak perkerasan ban, tegangan
menyebar sangat cepat di dalam perkerasan, maka permukaan retak
meluas ke dalam perkerasan.Faktor lingkungan yang utama yang
mendukung atas retak adalah: thermal tegangan, pengerasan
presipitasi dan kerusakan akibat kelembapan. pengerasan presipitasi
yang keras di permukaan perkerasan ,sehingga retak top down terjadi
Pengerasan presipitasi ini, pada umumnya, menyebabkan kerusakan
kekurusan dan secara relatif kulit perkerasan getas terbentuk
dipermukaan perkerasan, yang berpotensi membuat tegangan besar dan
permukaan retak.Gradien suhu juga menghasilkan kekakuan campuran,
karena perubahan temperatur akan mempengaruhi modulus dari suatu
campuran. Di musim panas permukaan perkerasan dapat melebihi 60C,
dan dibawah permukaan akan jauh lebih dingin. Kombinasi usia
pemadatan dan gradien suhu bisa menciptakan gradient-gradient
ekstrim. Sebagai contoh, di musim panas permukaan dari suatu
perkerasan bisa lembut oleh karena temperatur yang tinggi
Kondisi-kondisi seperti itu akan membuat regangan yang tinggi dan
tegangan geser di bawah beban lalu lintas , bisa menyebabkan
retakan.