-
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam melakukan penelitian tugas akhir ini, ada beberapa konsep
dan
pemikiran dari beberapa disiplin ilmu. Konsep dan pemikiran
tersebut dijadikan
sebagai landasan berpijak dalam pelaksanaan penelitian ini.
Konsep dan
pemikiran tersebut adalah konsep mengenai sistem, supply chain
management,
konsep mengenai pengadaan (procurement), pembelian JIT (Just In
Time),
mengenai evaluasi kinerja pembelian, dan pembelian atas dasar
Konsinyasi, serta
konsep mengenai software Expert Choice. Pada bab ini akan
dijelaskan konsep
dan pemikiran di atas
2.1. Konsep Dasar Sistem
Terdapat dua kelompok didalam mendefinisikan sistem, yaitu
yang
menekankan pada prosedurnya dan yang menekankan pada komponennya
atau
elemennya. (www.gunadarma.com, 2006).
Pendekatan sistem yang lebih menekankan pada prosedurnya
mendefinisikan sistem sebagai berikut:
Suatu sistem adalah jaringan kerja dari beberapa prosedur yang
saling
berhubungan, berkumpul bersama untuk melakukan suatu kegiatan
atau untuk
menyelesaikan suatu sasaran yang tertentu.
Pendekatan sistem yang lebih menekankan pada komponen atau
elemennya mendefinisikan sistem sebagai berikut:
Sistem adalah sekelompok elemen yang terintegrasi dan
berinteraksi
dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan
tertentu.
Sedangkan menurut Alexander, sistem suatu grup elemen, grup
dari
elemen-elemen baik yang berbentuk fisik maupun non fisik yang
menunjukkan
-
8
suatu kumpulan saling berhubungan diantaranya dan berinteraksi
menuju suatu
tujuan atau lebih, sasaran atau akhir dari sebuah sistem.
Sistem itu sendiri memiliki karakterisitik atau beberapa sifat
tertentu, yaitu
mempunyai komponen (components), batas sistem (boundary),
lingkungan luar
sistem (environments), penghubung (interface), masukan (input),
keluaran
(output), pengolah (proses), dan sasaran suatu tujuan (goal).
Adapun penjelasan
dari karateristik dari suatu system adalah sebagai berikut:
a. Komponen sistem (Components)
Bagian sistem yang saling berinteraksi dan membentuk satu
kesatuan.
Komponen atau elemen sistem dapat berupa subsistem atau beberapa
bagian
sistem.
b. Batas sistem (Boundary)
Daerah yang membatasi antara suatu sistem dengan lingkungannya
atau
dengan sistem lainnya. Batas sistem inilah yang membuat sistem
dipandang
sebagai satu kesatuan.
c. Lingkungan Luar Sistem (Environments)
Segala sesuatu yang berada diluar sistem yang mempengaruhi
sistem.
Lingkungan luar sistem dapat bersifat menguntungkan sistem atau
merugikan
sistem.
d. Penghubung Sistem (Interface)
Merupakan media penghubung antara satu subsistem dengan
subsistem
lainnya.Penghubung inilah yang menyebabkan beberapa subsistem
berintegrasi
dan membentuk satu kesatuan.
e. Masukan Sistem (Input)
Sesuatu yang dimasukkan ke dalam sistem yang berasal dari
lingkungan.
f. Keluaran Sistem (Output)
Suatu hasil dari proses pengolahan sistem yang dikeluarkan ke
lingkungan.
-
9
g. Pengolah Sistem (Proses)
Bagian dari sistem yang mengubah masukan (input) menjadi
keluaran
(output).
h. Sasaran Sistem (Objectives) atau Tujuan (Goal)
Sasaran sistem adalah sesuatu yang menyebabkan mengapa sistem
itu
dibuat atau ada. Suatu sistem dikatakan berhasil bila mengenai
sasaran atau
tujuannya.
2.1.1. Pengembangan Sistem
Pengembangan sistem dapat berarti menyusun suatu sistem yang
baru
untuk mengganti sistem yang lama secara keseluruhan atau
memperbaiki sistem
yang telah ada. Sistem yang lama perlu diperbaiki atau diganti
disebabkan karena
beberapa hal, yaitu : (www.Gunadarma.com, 2006)
1. Adanya permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam sistem
yang lama.
Permasalahan yang timbul dapat berupa:
a. ketidakberesan;
b. pertumbuhan organisasi;
2. Untuk meraih kesempatan-kesempatan.
3. Adanya instruksi-instruksi.
Dengan telah dikembangkannya sistem yang baru, maka diharapkan
akan
terjadi peningkatan-peningkatan di sistem yang baru.
Peningkatan-peningkatan
ini, yaitu sebagai berikut :
1. Performance (kinerja)
Peningkatan terhadap kinerja (hasil kerja) sistem yang baru
sehingga
menjadi lebih efektif. Kinerja dapat diukur dari:
a. Throughput, yaitu jumlah dari pekerjaan yang dapat dilakukan
suatu saat
tertentu.
b. Response time, yaitu rata-rata waktu yang tertunda diantara
dua pekerjaan
ditambah dengan waktu response untuk menanggapi pekerjaan
tersebut.
-
10
2. Economy (ekonomis)
Peningkatan terhadap manfaat-manfaat atau keuntungan-keuntungan
atau
penurunan-penurunan biaya yang terjadi.
3. Control (pengendalian)
Peningkatan terhadap pengendalian untuk mendeteksi dan
memperbaiki
kesalahan-kesalahan serta kecurangan-kecurangan yang dan akan
terjadi.
4. Efficiency (efisisensi)
Peningkatan terhadap efisiensi operasi, yaitu bagaimana sumber
daya
digunakan dengan pemborosan yang paling minimum.
5. Service (pelayanan)
Peningkatan terhadap pelayanan yang diberikan oleh sistem.
2.1.2. Analisis Sistem
Sebelum melakukan perancangan sistem informasi yang baru pada
suatu
perusahaan, maka harus dilakukan analisis sistem terlebih dahulu
untuk
memperoleh gambaran yang jelas mengenai kelebihan dan kekurangan
sistem
yang sedang berjalan. Analisis sistem (system analysis) dapat
didefinisikan
sebagai berikut:
Analisis sistem adalah penguraian dari suatu sistem informasi
yang utuh ke
dalam beberapa bagian komponennya dengan maksud untuk
mengidentifikasikan
dan mengevaluasi permasalahan, kesempatan, hambatan yang terjadi
dan
kebutuhan yang diharapkan sehingga dapat diusulkan
perbaikannya.
Dalam menganalisis sebuah sistem, tahapan dasar yang harus
dilakukan
adalah:
1. Mengidentifikasi masalah (identify)
Merupakan langkah pertama yang harus dilakukan dalam analisis
sistem.
Masalah dapat didefinisikan sebagai suatu pertanyaan yang
diinginkan untuk
dipecahkan. Menentukan titik keputusan dimana letak penyebab
masalahnya
sehingga proses pemecahan masalahnya dapat lebih terarah.
2. Memahami kerja dari sistem yang ada (understand)
-
11
Memahami kerja dari sistem yang ada, dengan cara mempelajari
secara
terinci bagaimana sistem yang sedang berjalan tersebut
beroperasi. Data yang
diperlukan dapat diperoleh dengan melakukan penelitian. Analis
sistem perlu
mempelajari apa dan bagaimana operasi sistem yang ada sebelum
mencoba
menganalisis permasalahan, kelemahan dan kelebihan sistem
tersebut.
3. Menganalisis sistem (analize)
Mempelajari data dan informasi yang diperoleh dari sistem yang
sedang
berjalan, kemudian melakukan analisis sistem secara keseluruhan
serta
permasalahan yang terjadi untuk menemukan jawaban apa penyebab
sebenarnya
dari masalah yang timbul.
4. Laporan hasil analisis (report)
Membuat suatu urutan kejadian dalam analisis dan memberikan
keterangan
serta gambaran yang jelas dengan alat bantu analisis sistem,
sehingga
memudahkan penggunaan dalam memahaminya dan juga sebagai
dokumentasi
bagi pengembangan sistem selanjutnya.
2.2. Supply Chain Management
2.2.1. Definisi Supply Chain Management
Supply Chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang
secara
bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu
produk ke
tangan pemakai akhir atau bisa dikatakan supply chain adalah
jaringan fisiknya,
yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan
baku,
memproduksi suatu barang, maupun mengirimkannya ke pemakai
akhir.
Sedangkan Supply Chain Management adalah metode, alat, atau
pendekatan untuk
pengelolaan supply chain itu sendiri. (Pujawan, 2005).
Menurut Indrajit dan Pranoto (2005), supply chain adalah suatu
sistem
tempat organisasi menyalurkan bararang produksi dan jasanya
kepada
pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan atau jejaring
dari berbagai
organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang
sama, yaitu
sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan dan penyaluran barang
tersebut.
-
12
2.2.2. Area Cakupan SCM
SCM pada hakekatnya mencakup lingkup pekerjaan dan tanggung
jawab
yang luas. Supply Chain Management mencakup semua kegiatan yang
yang
terkait dengan aliran material, informasi, dan uang di sepanjang
supply chain.
(Pujawan, 2005)
Tabel 2.1. Empat bagian utama dalam sebuah perusahaan yang
terkait dengan
fungsi utama supply chain
Bagian Cakupan Kegiatan
Pengembangan
Produk
Melakukan riset pasar, merancang produk baru, melibatkan
supplier dalam perancangan produk baru
Pengadaan Memilih supplier, mengevaluasi kinerja supplier,
melakukan pembelian bahan baku dan komponen, memonitor supply
risk,
membina dan memelihara hubungan dengan supplier.
Perencanaan dan
Pengendalian
Demand planning, peramalan permintaan, perencanaan
kapasitas, perencanaan perencanaan produksi dan
persediaan.
Operasi / Produksi Eksekusi produksi, pengendalian kualitas.
Pengiriman / Distribusi Perencanaan jaringan distribusi,
penjadwalan pengiriman,
mencari dan memelihara hubungan dengan perusahaan jasa
pengiriman, memonitor service level di tiap pusat distribusi
Sumber : (Pujawan, 2005)
2.3. Pengadaan Bahan Baku (Procurement)
Manajemen pengadaan bahan baku adalah salah satu komponen
utama
supplay chain management. Tujuan manajemen pengadaan bahan baku
adalah
mendapatkan efisiensi operasi melalui integrasi semua perolehan,
pergerakan
bahan baku, dan kegiatan penyimpanan bahan baku di
perusahaan.(Render and
Heizer, 2001).
Secara tradisional bagian pengadaan dianggap sebagai bagian yang
kurang
strategis. Dewasa ini anggapan tersebut sudah banyak berubah.
Ini dikarenakan
bagian ini punya potensi untuk menciptakan daya saing
perusahaan, bukan hanya
dari perannya dalam mendapatkan bahan baku dengan harga murah,
tetapi juga
-
13
dalam upaya meningkatkan time to market, meningkatkan kualitas
produk dan
meningkatkan responsiveness (dengan memilih supplier yang bukan
hanya
murah, tetapi juga responsif). Bagian pengadaan dituntut untuk
memiliki keahlian
bernegosiasi, memiliki kemampuan untuk menerjemahkan tujuan
strategis
perusahaaan ke dalam sistem pemilihan dan evaluasi supplier, dan
sebagainya.
Disamping tugas-tugas rutinnya untuk melakukan pembelian bahan
baku,
komponen, jasa, dan sebagainya, bagian ini juga diharapkan bisa
menciptakan
kolaborasi jangka panjang dengan supplier-supplier yang relevan,
melibatkan
mereka dalam perancangan produk baru, mengevaluasi supply risk,
dan
sebagainya. (Pujawan, 2005).
2.3.1. Tugas-Tugas Bagian Pengadaaan Bahan Baku
Melakukan pembelian barang dan jasa dalah salah satu tugas
bagian
pengadaan. Namun kalo kita lihat tujuannya, yakni untuk
menyediakan barang
maupun jasa dengan harga yang murah, berkualitas, dan terkirim
tepat waktu,
tugas-tugas bagian pengadaan tidak terbatas pada kegiatan rutin
pembelian.
Secara umum, tugas-tugas yang dilakukan mencakup: (Pujawan,
2005)
a. Merancang hubungan yang tepat dengan supplier.
Hubungan dengan supplier dapat bersifat kemitraan jangka
panjang
maupun hubungan transaksional jangka pendek. Bagian
pengadaan
bertugas untuk mengatur relationship portofolio untuk semua
supplier dan
juga untuk menetapkan berapa jumlah supplier yang harus dimiliki
untuk
tiap jenis item.
b. Memilih supplier.
Untuk supplier-supplier kunci yang berpotensi untuk menjalin
hubungan jangka panjang, proses pemilihan ini bisa melibatkan
evaluasi
awal, mengundang mereka untuk presentasi, kunjungan lapangan
(site
visit) dan sebagainya. Kalau inovasi adalah salah satu kunci
dalam
persaingan, kemampuan supplier untuk memasok material dengan
spesifikasi yang berbeda mungkin menjadi pertimbangan yang
penting.
Sebaliknya, pada supplay chain yang bersaing atas dasar harga,
supplier
-
14
yang menawarkan barang dengan harga murah yang mungkin harus
diprioritaskan.
c. Memilih dan mengimplementasikan teknologi yang cocok.
Kegiatan pengadaan selalu membutuhkan bantuan teknologi yang
lebih tradisional dan lumrah digunakan adalah telepon dan fax.
Dengan
munculnya internet, teknologi pengadaan mengalami perkembangan
yang
sangat dramatis. Berkembangnya electronic procurement yaitu
aplikasi
internet untuk kegiatan pengadaan, dapat membantu perusahaan
untuk
memiliki katalog elektronik yang bisa mengakses berbagai data
supplier.
Electronic procurement juga dapat membantu perusahaan untuk
memilih
supplier melalui proses e-auction atau e-bidding.
d. memelihara data item yang dibutuhkan dan data supplier.
Bagian pengadaan harus memiliki data yang lengkap tentang
item-
item yang dibutuhkan maupun data-data tentang supplier
mereka.
Beberapa data supplier yang penting untuk dimiliki adalah nama
dan
alamat masing-masing supplier, item apa yang mereka pasok, harga
per
unit, lead time pengiriman, kinerja masa lalu, serta kualifikasi
supplier.
e. Melakukan pembelian.
Ini adalah pekerjaan yang paling rutin dilakukan oleh bagian
pengadaan. Proses pembelian bisa dilakukan dengan beberapa
cara,
misalnya pembelian rutin dan pembelian dangan melalui tender
atau
lelang.
f. Mengevaluasi kinerja supplier.
Penilaian kinerja supplier juga pekerjaan yang sangat
penting
dilakukan untuk menciptakan daya saing yang berkelanjutan.
Bagi
perusahaan pembeli, kinerja supplier bisa digunakan sebagai
dasar untuk
menentukan volume pembelian (kalau ada lebih dari satu supplier
untuk
item sejenis) maupun untuk menentukan peringkat supplier.
-
15
2.3.2. Pembelian
Rantai pasokan menerima perhatian yang besar karena di sebagian
besar
perusahaan, pembelian merupakan kegiatan yang paling memakan
biaya.
Pembelian berarti perolehan barang atau jasa. Kegiatan pembelian
adalah salah
satu tugas bagian pengadaan barang yang paling rutin dilakukan.
Pembelian
memberikan peluang besar pengurangan biaya dan peningkatan
margin
kontribusi.
Tujuan utama dari pembelian material dan komponen menurut
Gaspersz, 2004
adalah:
1. Mempertahankan kontinuitas dari pemasok agar sesuai dengan
jadwal
2. Memberikan material dan komponen yang memenuhi atau tingkat
kualitas
yang ditetapkan kepada bagian produksi untuk diproses menjadi
produk
akhir guna memenuhi permintaan dari pelanggan.
3. Memperoleh item-item yang dibutuhkan pada ongkos yang
serendah
mungkin tetapi masih tetap konsisten dengan kebutuhan kualitas,
waktu
penyerahan, dan performansi lainnya.
Sedangkan tujuan dari kegiatan pembelian menurut Render and
Heizer, 2001
adalah :
1. Membantu mengidentifikasi produk atau jasa yang dapat
diperoleh
secara eksternal.
2. Mengembangkan, mengevaluasi,dan menentukan pemasok, harga
dan
pengiriman yang terbaik bagi barang atau jasa tersebut.
2.3.2.1 Proses Pembelian
Proses pembelian rutin biasanya berlaku untuk item-item yang
suppliernya
sudah jelas karena ada kesepakatan jangka panjang antara
supplier dengan
perusahaan. Walaupun proses tender dan lelang sedikit berbeda,
pada bagian ini
akan dikelompokkan menjadi satu karena pada hakekatnya banyak
kemiripan.
(Pujawan, 2005)
-
16
1. Pembelian rutin
Pembelian rutin dilakukan untuk item-item yang kebutuhannya
berulang
(repetitive). Biasanya item-item yeng seperti ini relatif
standar sehingga proses
pembelian tidak lagi melibatkan perancangan spesifikasi. Proses
pembelian
meliputi langkah-langkah berikut:
a) Bagian yang membutuhkan mengirimkan permintaaan pembelian
ke
bagian pengadaan.
b) Bagian pengadaan akan mengevaluasi material requisition (MR)/
purchase
requisition (PR) yang diterima.
c) Begitu supplier sepakat untuk memenuhi purchase order (PO)
tersebut,
bagian pengadaan harus secara proaktif memonitor
perkembangan
pengirimannya agar tidak terjadi keterlambatan.
d) Pada saat pesanan datang, bagian gudang berkewajiban untuk
mengecek
benar tidaknya item yang dikirim serta jumlah dan
kualitasnya.
e) Bagian akuntansi kemudian akan menyelesaikan proses
pembayaran
sesuai dengan term pembayaran yang berlaku.
2. Pembelian dengan tender/lelang.
Pembelian dengan metode tender atau lelang dilakukan apabila
tidak
memungkinkan untuk langsung mengirimkan purchase order (PO)
ke
supplier setelah ada purchase requition (PR) atau material
requition (MR)
dari bagian yang membutuhkan barang atau jasa. Tender sedikit
berbeda
dengan lelang. Pada proses tender, tidak ada kesempatan bagi
peserta
(supplier) untuk merevisi harga yang telah ditawarkan. Harga
penawaran
biasanya bersifat rahasia dan tidak diperlihatkan kepada peserta
lain.
Sedangkan untuk proses lelang, peserta diundang untuk datang
(secara fisik
atau lewat internet) untuk mengikuti proses lelang. Pada saat
lelang
berlangsung, peserta bisa melihat harga yang ditawarkan oleh
peserta yang
lain dan mereka boleh merevisi harga sampai pada batas waktu
lelang yang
ditetapkan.
-
17
2.3.2.2. Strategi-Strategi Pembelian
Strategi pembelian sering dikaitkan dengan kemampuan perusahaan
untuk
mengendalikan dan mengatur hubungan dengan pemasok atau
suppliernya.
Berikut ini beberapa strategi pembelian yang mungkin
dikembangkan oleh
perusahaan : (Render and Heizer, 2001)
a) Banyak Pemasok
Dengan strategi banyak pemasok, pemasok menangggapi
permintaan
dan spesifikasi dari permintaan untuk kutipan, pesanan biasanya
jatuh
ke penawar yang paling murah. Strategi ini memainkan antara
pemasok
satu dengan yang lainnya dan membebankan pemasok untuk
memenuhi
permintaan pembeli. Pemasok secara agresif bersaing satu sama
lainnya.
Meskipun banyak pendekatan negosiasi yang dapat digunakan
dengan
strategi ini, hubungan jangka panjang bukan merupakan
tujuan.
Pendekatan ini membebankan tanggung jawab pada pemasok agar
mempertahankan teknologi, keahlian, dan kemampuan ramalan
yang
diperlukan ditambah dengan biaya, kualitas, dan kemampuan
pengiriman.
b) Beberapa Pemasok
Strategi dimana pemasoknya ada beberapa pemasok
mengimplikasikan
bahwa bukannya mencari atribut-atribut jangka pendek, pembeli
lebih baik
membentuk hubungan jangka panjang dengan pemasok yang komit.
Penggunaan hanya beberapa pemasok dapat menciptakan nilai
dengan
memungkinkan pemasok mempunyai skala ekonomis dan kurva
belajar
yang menghasilkan biaya transaksi dan biaya produksi yang lebih
rendah.
c) Integrasi Vertikal
Pembelian dapat diperluas menjadi bentuk integrasi vertikal.
Integrasi
vertikal, artinya pengembangan kemampuan memproduksi barang dan
jasa
yang sebelumnya dibeli, atau dengan benar-benar membeli pemasok
atau
distributor. Integrasi vertikal dapat mengambil bentuk integrasi
ke belakang
atau ke depan.
-
18
Integral vertikal dapat menawarkan peluang-peluang strategis
bagi para
manajer operasi. Untuk perusahaan-perusahaan yang analisis
internalnya
menampakkan bahwa mereka mempunyai modal, kemampuan
manajemen,
dan permintaan yang ada, integrasi vertikal dapat memberikan
kesempatan-
kesempatan substansial dalam mengurangi biaya.
Keuntungan-keuntungan
lainnya dalam pengurangan persediaan dan penjadwalan persediaan
dapat
diperoleh perusahaan yang mengelola integrasi vertikal atau
hubungan yang
erat dan saling menguntungkan dengan pemasok. Integrasi vertikal
dapat
menghasilkan pengurangan biaya, peningkatan kualitas, dan dan
pengiriman
yang tepat waktu. Tambahan pula, integrasi vertikal terlihat
baik bila pangsa
pasar organisasi besar atau bila keahlian manajemennya dapat
mengoperasikan penjual yang diakuisisi.
d) Jaringan Keiretsu
Banyak perusahaan manufaktur yang menemukan jalan tengah
antara
membeli dari sedikit pemasok dan integrasi vertikal.
Perusahaan-perusahaan
manufaktur seringkali mendukung pemasok secara finansial
lewat
kepemilikan atau pinjaman. Pemasok kemudian menjadi bagian dari
koalisi
perusahaan yang dikenal dengan sebutan keiretsu. Anggota
keiretsu
dipastikan akan mempunyai hubungan jangka panjang dan oleh sebab
itu
diharapkan dapat berfungsi sebagai mitra, menularkan keahlian
teknis, dan
mutu produksi yang stabil kepada perusahaan manufaktur. Para
angggota
keiretsu dapat juga beroperasi sebagai subkontraktor rantai dari
pemasok-
pemasok yang lebih kecil.
e) Perusahaan Maya (Virtual)
Perusahaan maya mengandalkan berbagai hubungan pemasok untuk
memberikan pelayanan pada saat diperlukan. Perusahaan maya
batasan
organisasinya tidak tetap dan bergerak sehingga mereka bisa
menciptakan
perusahaan yang unik agar dapat memenuhi permintaan pasar yang
berubah-
ubah. Hubungan yang ada dapat berjangka pendek ataupun
berjangka
panjang, mitra sejati atau hanya pemberi kolaborasi, dan pemasok
atau
-
19
subkontraktor yang mampu. Keuntungan bentuk perusahaannya
mencakup
keahlian manajemen yang terspesialisasi, investasi modal yang
rendah,
fleksibilitas, dan kecepatan. Hasilnya adalah efisiensi.
2.3.3. Evaluasi dan Pemilihan Supplier
Evaluasi dan pemilihan supplier merupakan salah satu kegiatan
bagian
pengadaan yang penting sehingga kegiatan ini harus mendapat
perhatian yang
lebih. Hal ini disebabkan karena supplier merupakan bagian
penting dari kegiatan
pengadaan barang.
2.3.3.1. Kriteria Pemilihan Supplier
Memilih supplier merupakan kegiatan yang strategis, terutama
bila supplier
tersebut akan memasok item yang kritis dan atau akan digunakan
dalam
jangka panjang sebagai supplier yang penting. Secara umum
banyak
perusahaan yang menggunakan kriteria-kriteria dasar seperti
kualitas barang
yang ditawarkan, harga, dan ketepatan waktu pengiriman. Namun
seringkali
pemilihan supplier membutuhkan kriteria lain yang dinggap
penting oleh
perusahaan. Penelitian Dickson hampir 40 tahun yang lalu
menunjukkan
bahwa kriteria pemilihan supplier bisa sangat beragam. (Pujawan,
2005)
Tabel 2.2. Kriteria pemilihan / evaluasi supplier
No. Kriteria Skor
1. Quality 3.5
2. Delivery 3.4
3. Performance history 3.0
4. Warranties and claim policies 2.8
5. Price 2.8
6. Technical capability 2.8
7. Financial position 2.5
8. Prosedural compliance 2.5
9. Communication system 2.5
-
20
10. Reputation and position in industry 2.4
11. Desire for business 2.4
12. Management and organization 2.3
13. Operating controls 2.2
14. Repair service 2.2
15. Attitudes 2.1
16. Impression 2.1
17. Packaging ability 2.0
18. Labor relations records 2.0
19. Geographical location 1.9
20. Amount of past bussiness 1.6
21. Training aids 1.5
22. Reciprocal arrangements 0.6 Sumber : (Dickson, 1966) Angka
pada kolom kedua menunjukkan tingkat kepentingan dari masing-
masing kriteria yang berdasarkan kumpulan jawaban dari survey
yang direspon
oleh 170 manajer pembelian di Amarika Serikat. Responden diminta
memilih
angka 0 - 4 pada skala likert dimana 4 berarti sangat penting.
Ternyata ratarata
responden memilih kualitas sebagai aspek terpenting dalam
memilih supplier.
(Pujawan, 2005)
2.3.3.2. Teknik Pemilihan Supplier
1. Menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process)
(Pujawan,2005)
Pada pemilihan supplier, prosesnya bisa diringkas sebagai
berikut:
a. Tentukan kriteria-kriteria pemilihan. Setelah kriteria
ditetapkan
dan beberapa kandidat supplier diperoleh maka perusahaan
harus
melakukan pemilihan. Perusahaan mungkin akan memilih satu
atau
beberapa dari alternatif yang ada.
b. Tentukan bobot masing-masing kriteria. Masing-masing
kriteria
kriteria dan sub-kriteria memiliki tingkat kepentingan yang
-
21
berbeda-beda. Proses pemberian bobot untuk masing-masing
kriteria dan sub-kriteria ini akan dilakukan oleh para
manajer
fungsional (produksi, pengadaan, teknik yang meliputi kegiatan
R
& D, pemasaran, dan keuangan). Bobot bisa diberikan
secara
terpisah kemudian digabungkan, atau diberikan secara
bersama-
sama melalui proses konsensus.
c. Identifikasi alternatif (supplier) yang akan dievaluasi
d. Evaluasi masing-masing alternatif dengtan kriteria di
atas
e. Hitung nilai berbobot masing-masing supplier
f. Urutkan supplier berdasarkan nilai berbobot tersebut
2. Menggunakan Analisis Nilai (pada sistem JIT)
(Gaspersz, 2004)
Menggunakan prinsip dasar dari analisis nilai terhadap produk,
kita
dapat menerapkan prinsip analisis pada pemasok material,
dengan
menggunakan daftar periksa dimana bagian pembelian harus
berkonsentrasi pada hal-hal berikut :
a) Bagian pembelian harus yakin bahwa pemasok material
memahami
prinsip-prinsip JIT (Just In Time)
b) Memberikan pengetahuan yang berkaitan dengan teknik analisis
nilai
dan penerapannya pada pemasok.
c) Membuat suatu daftar yang memudahkan pemasok untuk
menyumbangkan ide-ide dalam analisis nilai.
d) Melibatkan pemasok dalam pembuatan keputusan pembelian
material.
e) Menetapkan secara bersama dengan pihak pemasok berkaitan
dengan
atribut-atribut yang perlu dianalisis dari pemasok.
f) Melakukan rating terhadap pemasok berdasarkan kontribusi
dari
analisis nilai itu.
g) Memilih pemasok berdasarkan nilai tertinggi yang dicapai
dalam
analisis nilai itu.
-
22
h) Memberikan penghargaan yang pantas kepada pemasok atas
bantuan
mereka mendukung sistem pembelian JIT.
i) Selalu memantau performansi pemasok berdasarkan analisis
nilai yang
telah disepakati bersama itu.
Deskripsi item yang dievaluasi dapat berbeda pada setiap
perusahaan,
tergantung situasi dan kondisi aktual dari perusahaan.
Berdasarkan analisis nilai
terhadap pemasok, tentu saja pemilihan pemasok didasarkan pada
pemasok yang
memiliki nilai total tertinggi. Berdasarkan kenyataan penggunaan
analisis nilai di
atas, pada dasarnya model prosedural dari analisis nilai
mengikuti beberapa tahap
seperti yang ditunjukkan dalam gambar di bawah ini.
ELEMEN TAHAP-TAHAP
1. Definisi fungsi
2. Mengumpulkan data
3. Evaluasi alternatif
4. Menentukan dan membandingkan
kelayakan dan kecocokan
5. Menentukan dan membandingkan
biaya
6. Meninjau ulang alternatif kelayakan
7. Memilih alternatif terbaik
8.Memperoleh persetujuan manajemen
9. Mengembangkan spesifikasi baru
10. Audit efektifitas dari keputusan
INFORMASI
ALTERNATIF
ANALISIS
KEPUTUSAN
EVALUASI
Gambar 2.1. Model Proses Analisis Nilai (Gaspersz, 2004)
-
23
Berkaitan dengan penggunaan analisis nilai untuk evaluasi
pemasok, kita
dapat menggunakan formulir sederhana berikut ini.
Tabel 3.3. Formulir Evaluasi Pemasok Berdasarkan Analisis
Nilai
FORMULIR EVALUASI PEMASOK
Nama Pemasok: No. Part: Waktu Evaluasi: Nilai Total:
Deskripsi Item Yang Dievaluasi Sangat Baik (5)
Baik
(4)
Cukup
(3)
Kurang
(2)
Sangat Kurang
(1) A. KEADAAN UMUM PEMASOK 1. Ukuran dan/atau kapasitas
produksi
2. Kondisi finansial
3. Kondisi operasional
4. Fasilitas riset dan desain
5. Lokasi geografis
6. Hubungan kerja antarkaryawan
7. Hubungan dagang antarindustri
8. Dan lain-lain
Nilai Total =
Bobot x Nilai Total = 0,60 x Nilai Total =
B. KEADAAN PELAYANAN
1. Waktu penyerahan material
2. Kondisi kedatangan material
3. Mengikuti instruksi/permintaan pembeli
4. Kuantitas pesanan yang ditolak
5. Penanganan keluhan dari pembeli
6. Bantuan teknik yang diberikan
7. Bantuan dalam keadaan darurat
8. Informasi material yang diberikan
9. Informasi harga yang diberikan
10. Dan lain-lain
Nilai Total =
Bobot x Nilai Total = 0,70 x Nilai Total =
C. KEADAAN MATERIAL
-
24
1. Kualitas material
2. Harga material
3. keseragaman/uniformitas material
4. Jaminan yang diberikan oleh pemasok
5. Keadaan pengepakan/pembungkusan
6. Dan lain-lain
Nilai Total =
Bobot x Nilai Total = 1,5 x Nilai Total =
Keterangan: nilai bobot dapat ditentukan berdasarkan
kebijaksanaan manajemen pembelian
Sumber : (Gaspersz, 2004)
2.3.4. Menilai Kinerja Supplier
Penilaian kinerja ini penting untuk dilakukan sebagai bahan
evaluasi yang
nantinya bisa digunakan untuk meningkatkan kinerja supplier atau
sebagai
pertimbangan perlu tidaknya mencari supplier alternatif.
Kriteria yang digunakan
untuk memilih supplier dapat juga digunakan untuk untuk menilai
kinerja
supplier. Pada saat mengevaluasi calon supplier, kriteria
seperti kesehatan
keuangan perusahaan, kemampuan teknologi, dan reputasi penting
untuk dinilai
karena hal tersebut dianggap bisa mendukung mereka untuk menjadi
supplier
yang handal. Namun penilaian kinerja lebih pada hal-hal seperti
kualitas,
ketepatan waktu, fleksibilitas, dan harga yang ditawarkan.
(Pujawan,2005)
Setelah supplier dipilih dan hubungan antara pembeli dan penjual
telah
cukup berkembang, dalam artian telah ada hubungan jual beli
untuk beberapa
waktu lamanya, maka tibalah kegiatan penting lagi bagi pembeli
profesional, yaitu
melakukan monitor dan evaluasi atas kinerja pemasok. Dalam
studinya mengenai
Evaluation of Supplier Performance, National Association of
Purchasing
Management (NAPM) melakukan investigasi tentang tiga tipe
perencanaan
evaluasi pemasok, yaitu: (Indrajit dan Pranoto, 2005)
1. Categorial Plan
2. The Weighted Point Plan
3. Cost Ratio Plan
-
25
1). Categorial Plan
Dalam perencanaan ini, beberapa petugas dari berbagai bagian
perusahaan
pembeli membuat catatan evaluasi secara informal. Pada setiap
pertemuan
bulanan atau dua bulanan, setiap pemasok besar dinilai
berdasarkan faktor kinerja
yang sudah disiapkan. Setiap faktor tersebut ditimbang
secukupnya secara relatif,
dan setiap pemasok besar dinilai secra keseluruhan, yang
biasanya dikategorikan
dalam tiga golongan besar, yaitu:
1. Preffered
2. Neutral
3. Unsatisfactory
Tabel berikut adalah contoh formulir evaluasi seperti yang
dimaksud dalam
jenis penilaian ini. Banyak perusahaan menggunakan cara yang
cukup sederhana
ini.
Tabel 2.4. Contoh Formulir Evaluasi Categorial Plan
SUPPLIER PERFORMANCE EVALUATION FORM, CATEGORIAL PLAN by
NAPM
Supplier:.........................................................................
Date..........................................................
Summary Evaluation
by Departement Purchasing
Receiving
Accounting
Engineering
Quality Control
Preferred Neutral Unsatisfactory
Performance Factors
Purchasing
Delivers on schedule
Delivers at quoted price
Prices at competitive
Prompt and accurate with routine documents
Anticipates our needs
Helps in emergencies
-
26
Does not unfairly exploit a single source position
Does not request special consideration
Currently supplies price, catalog, and technical
information
Furnishes specialiy requested information promptly
Advises us of potential troubles
Has good labor relations
Deliver without constant follow-up
Replaces rejections promptly
Accepts our terms without exception
Keeps promises
Has sincere desire to serve
Receiving
Deliveries per routing instructions
Has adequate delivery service
Has good packaging
Accounting
Invoices correctly
Issues credit memos punctually
Does not ask for special financial consideration
Engineering
Past record on reliability of product
Has technical ability for difficult work
Readily accept responsibility for latent deficiencies
Provides quick and effective action in emergencies
Furnishes requested data promptly
Quality Control
Quality on material
Furnishes on certifications, affidavits, etc
Replies with corrective action
(Indrajit dan Pranoto, 2006)
-
27
2). The Weighted Point Plan
Di dalam perencanaan ini, faktor kinerja yang dinilai diberi
bobot.
Misalnya, dalam suatu pertimbangan tertentu, mutu diberi bobot
25%, layanan
25%, dan harga 50%. Dalam hal lain, mungkin mutu diberi bobot
50% dan
layanan berkurang menjadi 25%. Pemberian ini memang perlu
dipertimbangkan
dan ditentukan oleh pembeli berdasarkan perkiraan tingkat
kepentingan relatif
dari masing-masing faktor tersebut. Sesudah pembobotan
ditentukan, maka
masing-masing pemasok dinilai berdasarkan pembobotan ini.
Tabel 2.5. Contoh Formulir Evaluasi The Weighted Point Plan
THE WEIGHTED POINT PLAN BY NAPM
Weight Factor Measurement Formula
50% Quality performance = 100% - percentage of rejects
25% Service performance = 100% - 7% of each failure
25% Price performance = paidactuallyprice
offeredpricelowest
Sumber : (Indrajit dan Pranoto, 2006)
Untuk penjelasan selanjutnya, misalnya pada bulan tertentu
kinerja
pemasok A dinilai sebagai berikut. Lima persen dari jumlah
pembelian ditolak
karena persoalan mutu, tiga pengiriman barang yang terpisah
diterima secara tidak
memuaskan, dan harga barangnya $100/satuan. Tabel berikut
menggambarkan
evaluasi total tentang kinerja pemasok A ini.
Tabel 2.6. Contoh Aplikasi Evaluasi The Weighted Point Plan
ILLUSTRATIVE APPLICATION OF THE WEIGHTED POINT PLAN SUPPLIER
A Monthly Performance Evaluation
Factor Weight Performance Actual Performance Evaluation
Quality 50 5% reject 50 x (1,00 0,05) = 47,50
Service 25 3 failure 25 x (1,00 (0,07 x 3)) = 19,75
Price 25 $100 25 x ($90 / $100) = 22,50
Overall evaluation = 89,75
Sumber : (Indrajit dan Pranoto, 2005)
-
28
3). Cost Ratio Plan
Dalam cara ini, kinerja pemasok dinilai dengan menggunakan
analisis
harga standar. Jika menggunakan cara, pembeli harus menghitung
tambahan biaya
yang terjadi apabila membeli dari pemasok tertentu. Ini terpisah
dari tiga faktor
kinerja yang disebut di atas, yaitu mutu, layanan, dan harga.
Tiap-tiap tambahan
biaya faktor-faktor tersebut diterjemahkan dalam rasio ,
sehingga ada tiga jenis
rasio biaya. Selanjutnya, tiga jenis rasio biaya ini dijumlahkan
menjadi jumlah
rasio biaya untuk pemasok tertentu. Misalnya, pemasok B
mempunyai data
sebagai berikut:
1. Quality Cost Ratio : 2%
2. Service Cost Ratio : -1%
3. Delivery Cost Ratio : 2%
4. Total Cost Ratio : 3%
5. Price : $72.25
6. Adjusted Price : $72,25 (0,03 x $72,25) = $74,42
Adjusted Price dari pemasok ini kemudian dibandingkan dengan
pemasok
yang lain dan ini akan menentukan pemenangnya (dalam hal
penentuan pemenang
tender), atau dalam hal evaluasi rekanan, jumlah rasio biaya
dapat dijadikan bahan
evaluasi. Perhitungan dengan cara ini cukup rumit sehingga
jarang digunakan oleh
perusahaan dalam melakukan evaluasi pemasoknya.
2.4.Pembelian Material dengan Sistem Just In Time (JIT)
Just In Time merupakan satu falsafah pemecahan yang
berkelanjutan dan
memang harus dihadapi karena dapat menyebabkan sesuatu terbuang
percuma.
Sebagai suatu sistem perbaikan yang berkelanjutan, JIT menyerang
kesia-siaan
dan variabilitas yang menyebabkan kesia-siaan
tersebut.Variabilitas adalah setiap
penyimpangan dari proses optimal untuk mengantarkan produk
sempurna tepat
waktu. (Render and Heizer, 2001)
2.4.1. Karakteristik dan Manfaat JIT dalam Pembelian
Schonberger (1982) mengemukakan sejumlah karakteristik dan
manfaat dari
pembelian JIT (Just In Time Purchasing) seperti yang ditunjukkan
tabel berikut:
-
29
Tabel 2.7. Karakteristik dan Manfaat JIT dalam Pembelian
No. Deskripsi Karakteristik JIT
1. Kuantitas Tingkat kuantitas stabil sesuai yang diinginkan
Penyerahan dalam ukuran lot kecil dengan frekuensi lebih
sering
Kontrak jangka panjang
Lebih sedikit menggunakan kertas
Kuantitas penyerahan dapat bervariasi tetapi tetap untuk
bentuk kontrak keseluruhan
Pemasok didorong untuk melakukan pengepakan dalam
kuantitas yang tetap
Pemasok didorong untuk mengurangi ukuran lot produksi
mereka
2. Kualitas Spesifikasi minimum
Pemasok membantu untuk memenuhi kebutuhan kualitas
Pemasok didorong untuk menggunakan pangendalian proses
daripada mengandalkan inspeksi
Deteksi kecacatan lebih cepat, karena frekunsi penyerahan
material lebih sering
Tindakan korektif pada kecacatan lebih cepat
Kualitas dari material yang dibeli lebih tinggi, karena
pemasok
lebih bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan kualitas
3. Pemasok Membina hubungan dengan lebih sedikit (pemasok
tunggal)
dalam lokasi yang berdekatan
Aktif menggunakan analisis nilai (value analysis) untuk
memperoleh pemasok yang diinginkan serta bertahan pada
harga yang konpetitif
Melakukan pengelompokan pemasok
Menjalin hubungan bisnis berulang dengan pemasok yang
sama
Pemasok didorong untuk mengembangkan JIT dalam aktivitas
pembelian ke pemasok mereka
4. Pengiriman Pengiriman terjadwal dengan menggunakan mode
trasportasi
-
30
yang telah dikontrak dalam jangka panjang
5. Ongkos Ongkos penyimpanan inventory menjadi rendah
Penurunan ongkos material karena manfaat dari pengalaman
belajar jangka panjang dalam menggunakan pemasok yang
terbatas
Ongkos scrap menjadi berkurang, karena kecacatan telah
dapat dideteksi sejak awal
6. Desain Respons terhadap perubahan rekayasa lebih cepat
Menimbulkan inovasi dalam desain, karena pemasok memiliki
kebebasan tanpa terikat pada spesifikasi desain yang ketat
7. Efisiensi
administratif
Kebutuhan untuk kontrak lebih ketat
Meminimumkan penggunaan kertas
Lebih sedikit pembatalan yang dilakukakan
Ongkos-ongkos administrasi menjadi berkurang
Perhitungkan untuk material yang diterima menjadi lebih
mudah, karena pemasok menggunakan kontainer standar
berukuran tetap
Identifikasi pesanan yang diterima lebih mudah dan tepat,
karena pemasok menggunakan kontainer yang memiliki tanda
yang jelas
8. Produktifitas Pekerjaan ulang (rework) berkurang, karena
menggunakan
material yang berkualitas tinggi
Inspeksi material menjadi berkurang
Mengurangi keterlambatan produksi, karena penyerahan
material tepat waktu dengan kualitas yang baik
Meningkatkan efisiensi pembelian, pengendalian produksi,
pengendalian inventory, dan pekerjaan supervis, karena
pemasok ikut bertanggung jawab menyerahkan material
berkualitas tinggi pada waktu yang tepat
Sumber: (Schonberger,1982)
2.4.2. Karakteristik Kemitraan JIT.
Dari karakteristik JIT ini kita dapat mengetahui kelemahan
dan
keunggulan dari sistem JIT.
-
31
Tabel 2.8. Karakteristik Kemitraan JIT.
PEMASOK Sedikit pemasok Jarak pemasok dekat Transaksi yang
berulang yang berulang kali dengan pemasok yang sama Analisis untuk
memungkinkan pemasok yang disukai menjadi atau tetap kompetitif
dalam hal harga. Tender kompetitif kebanyakan terbatas hanya untuk
pembelian baru Pembeli menolak integrasi vertikal dan penghapusan
bisnis pemasok Pemasok mendorong agar dilakukan perluasan pembelian
JIT terhadap pasokannya
JUMLAH Tingkat outputnya stabil Pengiriman secara berkala dalam
jumlah lot yang kecil Perjanjian kontrak berjangka panjang
Administrasi untuk pemesanan lebih sedikit Jumlah pengiriman tetap
selama selama jangka waktu kontrak Tidak dibolehkan sedikit atau
sama sekali keterlambatan atau kecepatan Pemasok mengemas pesanan
dalam jumlah tepat Pemasok menurunkan ukuran lot produksi mereka
(atau menyimpan bahan baku yang tidak dikirimkan)
MUTU Spesifikasi produk yang dimintakan kepada pemasok sangat
sedikit Pemasok dibantu untuk memenuhi kebutuhan mutu Hubungan
antara karyawan divisi pemastian mutu dari pihak pembeli dan
pemasok dekat Pemasok menggunakan diagram pengendalian proses dan
bukan inspeksi pengujian sample lot
PENGANGKUTAN Penjadwalan muatan masuk Mendapatkan kuasa
pengendalian dengan pemasok milik perusahaan sendiri atau
pengangkutan dan pergudangan sesuai kontrak Sumber: (Render and
Heizer, 2001)
2.4.3. Tujuan Kemitraan JIT
Sistem pembelian JIT dilakukan dengan tujuan: (Render and
Heizer, 2001)
1. Menghapus kegiatan-kegiatan yang tidak perlu. Misalnya
kegiatan
menerima dan memeriksa kiriman pesanan. Kedua hal itu tidak
perlu
dalam sistem JIT dengan pemasok yang baik.
-
32
2. Menghapus persediaan dalam pabrik. JIT mengirimkan bahan
baku
dimana dan kapan dibutuhkan.
3. Menghapus persediaan dalam pengalihan. Persediaan dapat
dikurangi
dengan suatu teknik yang dikenal dengan istilah konsinyasi.
Dengan
pengaturan persediaan konsinyasi, pemasok bertanggung jawab
atas
persediaan tersebut digunakan. Misalnya sebuah pabrik
perakitan
mungkin menemukan pemasok perangkat keras yang mau
menempatkan
pabriknya dekat dengan ruangan persediaan pembeli. Dengan cara
ini,
pada saat perangkat keras diperlukan, kebutuhan itu tidak jauh
dari dari
ruang persediaan perusahaan, dan dan pemasok dapat mengirim
ke
pembeli lain, yang mungkin lebih kecil, dari ruang
persediaanitu.
Pemasok menagih pemakai berdasarkan tanda terimayang telah
ditanda
tangani atau berdasarkan jumlah unit yang diangkut.
4. Menyingkirkan pemasok yang buruk. Pengiriman yang dilakukan
hanya
pada saat dibutuhkan, dalam jumlah yang persis sesuai dengan
kebutuhan,
juga mengharuskan mutu yang sempurna, atau juga dikenal dengan
istilah
zero defect, dan tentu saja, pemasok maupun sistem pengirimannya
harus
baik.
2.4.4. Kekhawatiran Pemasok
Ada beberapa kekhawatiran pemasok dalam melakukan pembelian
dengan
sistem JIT, yaitu: (Render and Heizer, 2001)
1. Keinginannya dilakukan diversivikasi. Banyak pemasok yang
tidak
ingin mengikat dirinya melalui perjanjian jangka panjang
dengan
satu konsumen.
2. Penjadwalan konsumen yang buruk. Banyak pemasok yang
tidak
percaya pada kemampuan pembeli dalam mengurangi pesanan
menjadi jadwal-jadwal yang mulus dan terkoordinasi.
3. Perubahan engineering. Perubahan engineering yang sering
terjadi
dengan lead time yang tidak cukup bagi pemasok untuk
melakukan
-
33
perubahan-perubahan peralatan dan proses, dapat
menghancurkan
JIT.
4. Pemastian mutu. Produksi dengan zero defect dianggap tidak
relistis
oleh banyak pemasok.
5. Ukuran lot yang kecil. Pemasok sering merancang prosesnya
untuk
ukuran lot yang besar, dan menurut mereka pengiriman berkala
kepada konsumen dengan ukuran lot yang kecil merupakan cara
memindahkan biaya penyimpanan ke pemasok.
6. Kedekatan. Tergantung lokasi konsumen, pengiriman berkala
dari
pemasok dalam ukuran lot yang kecil secara ekonomi akan
sangat
membebani pemasok.
2.4.5. Proses Penjadwalan dan Pengendalian Pemasok dalam Sistem
JIT
Terdapat beberapa penjadwalan dan pengendalian pemasok dalam
sistem
JIT, yaitu: (Gaspersz, 2004)
1. Membuat komitmen pembelian jangka panjang dengan pemasok.
Biasanya lama kontrak berkisar antara 18 sampai 24 bulan.
Kesepakatan jangka panjang ini akan menjamin komitmen dari
pemasok untuk menerapkan JIT dan mungkin memberikan diskon
harga terhadap pembelian dalam volume besar itu. Kesepakatan
pembelian dapat menggunakan sistem blanket purchase order
(BPO), yaitu pembelian dalam jumlah besar, namun pengiriman
diatur secara bertahap sesuai permintaan pelanggan.
2. Memberikan kepada pemasok informasi tentang kebutuhan
material
bulanan selama periode waktu sekitar enam bulan ke depan.
Pemasok akan menggunakan informasi ini untuk tujuan
perencanaan
material. Kebutuhan dapat diubah daalm spesifikasi waktu
tunggu
yang disepakati bersama.
3. Memberikan kepada pemasok firm release (order release)
untuk
produksi bulan berikut.
-
34
4. Menetapkan kesepakatan dengan pemasok pada tingkat
kuantitas
material berapa akan diserahkan, termasuk waktu pemasokan.
5. Menetapkan suatu kesepakatan dengan pemasok tentang
kebijaksanaan untuk perubahan tingkat penyerahan.
Kebijaksanaan
seyogyanya jelas dan harus mencakup peningkatan maupun
penurunan kuantitas tingkat penyerahan itu.
2.4.6. Contoh Implementasi JIT pada Departemen Pembelian
Sistem JIT dikembangkan berdasarkan ide bahwa inventory
adalah
pemborosan, karena ia menutupi masalah-masalah kualitas dan
biaya. Karena itu,
sistem JIT dikembangkan untuk menghilangkan ketergantungan pada
inventory.
Implementasi JIT pada bagian pembelian akan sangat tergantung
pada kesiapan
dan kesediaan dari pemasok untuk memasok material dan parts yang
dibutuhkan
setiap hari pada penyerahan tepat waktu. Di bawah sistem JIT,
seringkali bagian
pembelian hanya berurusan dengan pemasok tunggal untuk material
atau part
tertentu. Hal ini berdasarkan pertimbangan untuk memudahkan
pengendalian
terhadap pemasok itu. (Gaspersz, 2004)
Pada sisi lain Lee dan Ansari (1985) melakukan analisis
komparatif dari
praktek pembelian tradisional yang banyak dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan
di AS dengan praktek pembelian JIT yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan
di Jepang seperti yang di tunjukkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.9. Analisis komparatif antara Praktek Pembelian JIT dan
Tradisional
No. Aktivitas Pembelian Praktek Pembelian JIT Praktek Pembelian
Tradisional
1. Ukuran lot pembelian
(Purchase lot size)
Pembelian dalam ukuran lot
kecil dengan frekuensi
penyerahan yang lebih sering
Pembelian dalam ukuran lot
besar dengan frekuensi
penyerahan yang lebih
sedikit/jarang
2. Pemilihan pemasok Berhubungan dengan
pemasok tunggal untuk
material dalam lokasi
geografis yang berdekatan
Berhubungan dengan banyak
pemasok untuk material
tertentu berdasarkan kontrak
jangka panjang
-
35
berdasarkan kontrak jangka
panjang
3. Evaluasi pemasok Pemasok dievaluasi
berdasarkan pada kualitas
material, performansi
penyerahan, dan harga
Pemasok dievaluasi dengan
lebih menekankan pada harga
material
4. Inspeksi penerimaan Penghitungan dan inspeksi
kedatangan material
dikurangi dan mungkin
dihilangkan, dalam hal ini
tanggung jawab dialihkan ke
pemasok
Pembeli bertanggung jawab
untuk menerima, menghitung,
dan menginspeksi kedatangan
material
5. Negosiasi dan proses
kontrak
Tujuan utama adalah untuk
mencapai kualitas matarial
malalui kontrak jangka
panjang dan harga yang
pantas (saling
menguntungkan)
Tujuan utama adalah untuk
memperoleh material dengan
harga yang serendah mungkin
(lebih menguntungkan pembeli)
6. Penentuan mode
transportasi
Memperhatikan penyerahan
tepat waktu, jadwal
penyerahan ditentukan oleh
pembeli, dan memperhatikan
ongkos transportasi yang
pantas
Lebih menekankan pada
ongkos transportasi yang
rendah dengan jadwal
penyerahan ditentukan
ditentukan oleh pemasok
7. Spesifikasi material Pembeli lebih percaya pada
spesifikasi performansi
daripada desain material, dan
dalam hal ini pemasok
didorong untuk lebih inovatif
Spesifikasi material ditentukan
secara ketat oleh pembeli,
sehingga pemasok tidak
memiliki kebebasan untuk
mendesain spesifikasi material;
pembeli lebih percaya pada
spesifikasi desain daripada
performansi material
8. Kertas kerja (Paper Karena telah membina Membutuhkan
pesanan
-
36
work) hubungan baik yang bersifat
informal, pesanan pembelian
yang berkaitan dengan waktu
penyerahan dan kuantitas
pesanan dapat dilakukan
melalui telepon
pembelian secara formal
dengan menggunakan formulir
pesanan pembelian. Perubahan
dalam waktu penyerahandan
kuantitas pesanan
membutuhkan perubahan pada
pada formulir pesanan
pembelian
9. Pengepakan Menggunakan kontainer
berukuran kecil untuk
menampung kuantitas
material dengan spesifikasi
yang tepat
Pengepakan reguler untuk
setiap jenis material tanpa
spesifikasi yang jelas pada isi
material
Sumber: (Lee dan Ansari, 1985)
2.5. Pembelian Atas Dasar Konsinyasi
Istilah ini mengandung pengertian kebijakan pembelian sedemikian
rupa
sehingga mengakibatkan perusahaan tidak perlu menyimpan barang
dalam
persediaan, sehingga tidak terkena biaya penyimpanan yang begitu
besar. Dalam
cara konsinyasi ini, pembeli tidak menanggung resiko finansial
atas penyediaan
barang yang dibeli. Yang memiliki barang selama belum dipakai
oleh pembeli
adalah penjual. Barang yang (akan) dibeli dapat disimpan di
gudang pembeli atau
dapat juga di gudang penjual. Dalam hal barang tersebut di
simpan di gudang
pembeli, barang tersebut lazim disebut barang konsinyasi dan
pembeliannya
disebut pembelian secara konsinyasi. (Indrajit dan Pranoto,
2005)
Dalam sistem ini, harga mungkin akan lebih mahal sedikit karena
biaya
dan resiko penyimpanan ada di tangan penjual, tetapi biaya total
bagi pembeli
dapat lebih kecil. Apabila barang disimpan di gudang penjual,
hendaknya
diusahakan agar gudang tersebut tidak terlampau jauh letaknya
dari pembeli agar
waktu pengangkutan tidak terlalu lama dan pembeli dapat merasa
aman - bila
sewaktu-waktu barangnya diperlukan dapat segera dipenuhi /
didatangkan dalam
hitungan jam. Umumnya yang dapat dibeli dengan jenis pembelian
ini adalah
-
37
barang yang sering digunakan, walaupun mungkin tidak secara
teratur, dan yang
umumnya tersedia di gudang atau di toko penjual.
2.6. Pengukuran Kinerja dan Benchmarking Pembelian
Terdapat berbagai cara untuk mengukur kinerja dan
benchmarking
pembelian, (Indrajit dan Pranoto, 2005)
2.6.1. Pengukuran Kinerja
Ukuran kinerja atau parameter atau performance indices atau
yardstick
adalah suatu ukuran yang dibuat untuk mengukur tingkat
keberhasilan atau kinerja
suatu fungsi atau pekerjaan. Ukuran tersebut dinamakan ukuran
kinerja dan dapat
dinyatakan secara kualitatif dan kuantitatif. Ukuran kuantitatif
menggunakan
kurva, grafik, angka, atau data kuantitatif lainnya. Ukuran
kualitatif menggunakan
deskripsi non kuantitatif.
2.6.1.1. Ukuran Kualitatif
Ukuran kualitatif adalah ukuran yang menggunakan deskripsi
non
kuantitatif. Walaupun ukuran ini berguna dan diperlukan, tetapi
mengandung
kelemahan-kelemahan sebagai berikut :
1. Seringkali terlalu subjektif ;
2. Tergantung dari kondisi penilai (latar belakang, suasana
batin, persepsi,
pendidikan, pengalaman, dan sebagainya);
3. Tidak konsisten dari waktu ke waktu;
4. Kurang objektif;
5. terbatas kemampuannya, untuk mendukung keputusan
manajemen.
Oleh karena itu, ukuran kualitatif perlu dilengkapi dengan
ukuran
kuantitatif.
2.6.1.2. Ukuran Kuantitatif
Ukuran kuantitatif mempunyai sifat-sifat yang lebih unggul
daripada
ukuran kualitatif, yaitu :
1. Pengukuran dapat dilakukan dengan lebih mudah.
-
38
2. Perkembangan dari waktu ke waktu lebih mudah dilihat dan
diukur.
3. Perbandingan dengan data lain lebih mudah dilakukan.
4. lebih objektif karena tidak tergantung dari selera pribadi
yang menilai.
5. lebih banyak berguna untuk mendukung keputusan manajemen.
2.6.2. Benchmarking
Benchmark atau tolok ukur adalah ukuran kinerja perusahaan
unggulan
yang dijadikan acuan oleh perusahaan-perusahaan lain, sedangkan
benchmarking
adalah usaha untuk meningkatkan perusahaan sendiri menuju hasil
kinerja
perusahaan unggulan yang dijadikan benchmark tersebut.
2.6.3. Ukuran Kinerja Benchmarking
Kinerja fungsi pembelian dapat diukur sekurang-kurangnya dari
tiga segi,
yaitu harga barang/ jasa yang dibeli, efisiensi proses
pembelian, dan efektivitas
fungsi pembelian, dengan penjelasan singkat sebagai berikut:
2.6.3.1. Harga Pembelian
Salah satu prisip pembelian adalah membeli dengan harga yang
tepat
atau at the right price, atau membeli dengan harga yang layak.
Penentuan harga
yang layak sangat tergantung, misalnya dari beberapa hal sebagai
berikut:
1. Urgensi kebutuhan pada waktu pembelian;
2. Keadaan pasar pada waktu pembelian;
3. Harga yang umum berlaku pada waktu pembelian;
4. Keadaan pasokan dan permintaan;
5. Persyaratan pembelian, khususnya mengenai syarat
pembayaran;
6. Cara pembelian ynag dilakukan, apakah pembelian biasa
atau
pembelian di muka.
Pembeli yang unggul adalah pembeli yang mampu melakukan
pembelian
dengan harga yang layak bagi perusahaan, apapun pengertian harga
layak
tersebut.
-
39
2.6.3.2. Efektivitas Pembelian
Segi efektivitas adalah seberapa jauh pembelian berdaya guna
untuk
bagian yang membutuhkan barang yang dibeli. Untuk itu, ada
beberapa tolok
ukur yang dapat digunakan yang berhubungan dengan efektivitas
pembelian
seperti:
1. Rasio ketepatan waktu pengiriman
Ini adalah salah satu cara untuk mengukur efektifitas
pembelian,
sejauh keterlambatan kedatangan barang tersebut berpengaruh
pada
kegiatan perusahaan.
2. Faktor tingkat operasi pabrik
Ini juga merupakan salah satu tolok ukur efektivitas
pembelian,
sejauh mana pembelian menjamin kelancaran dan kelangsungan
operasi pabrik. Yang dinamakan tingkat operasi pabrik adalah
rasio
jumlah operasi aktual dalam hari per tahun dan jumlah hari
sesuai
dengan yang direncanakan. Dalam mengukur ini, diperlukan
kehati-
hatian karena tingkat operasi tersebut tidak hanya tergantung
dari
penyediaan barang, tetapi juga dipengaruhi oleh pemeliharaan,
cara
operasi, dan sebagainya.
3. Tingkat layanan pelanggan
Istilah ini mengandung pengertian ketepatan pemenuhan janji
penyerahan barang kepada pelanggan, sejauh yang berhubungan
dengan pembelian barang, karena ketepatan ini tergantung dari
banyak
faktor lain seperti angkutan, administrasi, pabrikasi, dan
distribusi.
4. Ketepatan penyelesaian proyek
Dalam hal pembelian barang proyek, ketepatan penyelesaian
proyek merupakan tolok ukur kinerja pembelian juga sejauh
menyangkut penyediaan barang, karena ketepatan penyelesaian
tersebut juga tergantung dari faktor-faktor lain seperti
perijinan,
musim, pekerja, dan teknis.
5. Ketepatan penyelesaian program
-
40
Pengertian ini sama dengan hal di atas, hanya pembelian
barangnya
menyangkut program tertentu, di luar proyek, misalnya untuk
over
haul, untuk memproduksi sejumlah produk tertentu dan
sebagainya.
2.6.3.3. Efisiensi Proses Pembelian
Efisiensi selalu berkenaan dengan biaya, tenaga dan sebagainya,
yaitu
mengenai sumber daya yang digunakan. Dari sudut pandang ini,
beberapa
tolok ukur yang dapat digunakan antara lain sebagai berikut:
1) Turn Over Ratio Persediaan
Ukuran ini tidak sepenuhnya hasil kinerja bagian
pembelian, tetapi kerjasama dengan bagian pengendalian
tingkat
persediaan. Turn over ratio (TOR) ialah rasio antara jumlah
atau
nilai pemakaian barang dalam satu satuan waktu dan jumlah
atau
nilai persediaan. Makin besar TOR maka persediaan makin
cepat
berputar, yang berarti pula makin efisien.
2) Inventory to Revenue Ratio
Ini adalah rasio antara nilai persediaan dan revenue
(pendapatan) pada waktu tertentu. Ini tolok ukur baru yang
dikembangkan dalam rangka pembentukan SBU (strategic
business unit) dengan tujuan agar masing-masing unit usaha
selalu
sadar dan mengacu pada pendapatan sebagai salah satu tolok
ukur
pokok perusahaan. Makin kecil rasio ini, berarti makin
efisien,
karena dengan nilai persediaan yang lebih rendah dapat
dihasilkan
jumlah yang sama atau lebih tinggi.
3) Ratio Claim
Ini adalah tingkat tuntutan yang diajukan setiap waktu
tertentu. Makin kecil rasio klaim ini maka makin besar
efisiensi
pembelian. Rasio klaim dihitung dari jumlah klaim
dibandingkan
dengan jumlah seluruh pesanan, dapat dalam satuan pesanan
atau
dalam satuan harga.klaim diajukan karena berbagai sebab
seperti
-
41
tidak sesuai dengan spesifikasi, barang rusak, barang
diterima
kurang, dan sebagainya.
2.7. KONSEP DASAR AHP
Proses Hierarki Analitik (AHP) dikembangkan oleh Thomas
L.Saaty
(1988) dan dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang
kompleks dan
tidak terstruktur untuk dipecahkan ke dalam kelompok-kelompok
tertentu untuk
selanjutnya diatur menjadi suatu bentuk hierarki.
AHP metode yang komprehensif untuk memfasilitasi proses
pengambilan
keputusan, karena selain melibatkan data-data empiris, AHP juga
mengakomodasi
preferensi subyektif dari pengambil keputusan (Decision Maker).
AHP
menyediakan model permasalahan dengan struktur hierarki serta
mengevaluasi
tingkat kepentingan setiap kriteria yang ada dan preferensi dari
solusi alternatif
keputusan.
Goal
B
B2B1 B3
A C
A1 A2 C3C2C1
Alternatif 1 Alternatif 4Alternatif 3Alternatif 2 Alternatif
5
Goal
Kriteria
Sub-Kriteria
Alternatif
Gambar 2.2. Struktur Hierarki Model dengan 2-Level Kriteria
Hierarki merupakan struktur permasalahan yang terdiri atas
level-level
dari atas ke bawah (top-down flow). Level paling atas merupakan
kategori yang
bersifat umum (goal), sedangkan kategori yang lebih spesifik
(kriteria dan sub-
kriteria) berada pada level-level dibawahnya. Alternatif
merupakan pilihan-pilihan
bagi pengambilan keputusan yang akan dilakukan.
-
42
2.7.1. Struktur Hierarki Model
Di dalam Expert Choice, elemen-elemen keputusan dalam hierarki
model
digambarkan sebagai nodes. Sebuah nodes dapat merepresentasikan
goal,
criteria, sub-criteria maupun alternatives.
Hal penting yang harus diingat dalam membangun model adalah
menjaga
relasi antara satu node dengan node diatasnya (parent nodes)
maupun node
dibawahnya (children nodes). Suatu children nodes berikut
node-node lain
dibawahnya merupakan turunan dari parent nodes
Pemilihan Lokasi
FasilitasTransportasi
KepadatanPenduduk
FaktorEkonomi
Goal:
Kriteria:
Alternatif: Lokasi I Lokasi II
(parent node)
(children node)
Gambar 2.3. Turunan dari parent nodes
2.7.2. Mengenal Expert Choice
Expert Choice (EC) merupakan software pengambilan keputusan
multi
obyektif berbasiskan konsep AHP. Expert Choice didesain untuk
analisis, sistesis,
evaluasi, dan justifikasi dalam proses pengambilan keputusan
dalam
kelompok/group maupun individu serta dapat diaplikasikan secara
luas untuk
permasalahan-permasalahan: (Lab. Komputer TI, 2004)
a. Pengalokasian sumber daya
b. Manajemen sumber daya manusia
c. Evaluasi performansi karyawan
d. Keputusan penggajian
e. Strategi pemasaran
f. Benefit/Cost Analysis
-
43
g. Desain Engineering
h. Manajemen Produksi dan Operasi
i. Evaluasi supplier
j. Analisa kredit
k. Customer feedback
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam AHP dan EC:
1. Membangun hierarki model
2. Pairwise Comparison kriteria-kriteria dan sub-sub kriteria
berdasarkan
tingkat kepentingannya dalam permasalahan
Pairwise Comparison alternatif-alternatif berdasarkan preferensi
mengacu pada
kriteria-kriteria.
a) Petunjuk Pemberian Nilai Bobot.
Berikanlah nilai bobot untuk setiap dimensi dan kriteria dibawah
ini secara
berpasangan sesuai dengan keterangan nilai bobot berikut
ini.
Tabel 2.10. Keterangan nilai bobot
Intensitas
pentingnya
Definisi
1 Elemen ke-i sama pentingnya dengan elemen ke-j
3 Elemen ke-i sedikit lebih penting dengan elemen ke-j
5 Elemen ke-i lebih penting dengan elemen ke-j
7 Elemen ke-i sangat lebih penting dengan elemen ke-j
9 Elemen ke-i mutlak lebih penting dengan elemen ke-j
2,4,6,8 Nilai-nilai diantara 2 pertimbangan yang berdekatan
kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat 1 angka bila
dibandingkan dengan aktivitas j, maka
j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan nilai
i.
-
44
Contoh: Bila A sedikit lebih penting dibandingkan B.Maka nilai
yang diberikan = 3.
B A 3
Bila B sedikit lebih penting dibandingkan A.Maka nilai yang
diberikan 1/3.
B A 1/3
Dalam mendesain kuesioner untuk expert choice maka ada beberapa
hal yang
harus diperhatikan yaitu :
Buatlah kuesioner yang mempunyai dengan atribut yang relevan
dan
benar-benar valid. Buatlah kuesioner secara bertahap diawali
dari level paling atas
sampai dengan level level yang ada dibawahnya.
Jadi tidak bisa menggunakan sekaligus satu kuesioner untuk semua
level.
Buatlah kusioner yang diambil dari seorang yang benar benar tahu
atau ahli
dalam bidang yang ingin ditanyakan.
No. KriteriaSkorQualityReceiving Performance Factors
2.7. KONSEP DASAR AHP