UJI MODEL PERKUATAN LERENG JALAN TIPE GEO-ROOT DENGAN MEDIA TANAM AKAR WANGI The Test of Road Sloping Reinforcement Model of Geo Root Column Type with Akar Wangi Plant ABRAHAM STEVEN BONAY P2302213011 PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018
126
Embed
The Test of Road Sloping Reinforcement Model of Geo Root ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
UJI MODEL PERKUATAN LERENG JALAN TIPE GEO-ROOT
DENGAN MEDIA TANAM AKAR WANGI
The Test of Road Sloping Reinforcement Model of Geo
Root Column Type with Akar Wangi Plant
ABRAHAM STEVEN BONAY
P2302213011
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii
LEMBAR PENGESAHAN
UJI MODEL PERKUATAN LERENG JALAN TIPE GEO-ROOT
DENGAN MEDIA TANAM AKAR WANGI
Disusun dan diajukan oleh :
ABRAHAM STEVEN BONAY
P2302213011
Menyetujui :
Tanggal 25 April 2018
Komisi Penasihat
Mengetahui :
Ketua Program Studi S2 Teknik Sipil
Prof. Dr. Ir. H. Lawalenna Samang, MS., MEng
Ketua
Dr. Eng Tri Harianto, ST. MT.
Sekretaris
Dr. Eng. Ir. Farouk Maricar, MT.
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Abraham Steven Bonay
Nomor Mahasiswa : P2302213011
Program Studi : Teknik Sipil
Konsentrasi : Sistem Transportasi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari
terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini
hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, 2018
Yang menyatakan,
Abraham Steven Bonay
iv
PRAKATA
Puji syukur yang sangat besar dan ungkapan terima kasih yang tak
terhingga kepada Tuhan Yesus Kristus yang karena kemurahannya
sehingga saya dapat meyelesaikan tesis ini.
Sumber pemikiran yang mendasari penulisan tesis ini adalah
banyaknya pembangunan jalan di Provinsi Papua dengan cara memotong
lereng gunung sehingga mengakibatkan adanya longsoran pada badan
jalan tersebut. Saya berkeinginan menangani permasalahan longsoran
pada lereng jalan dengan cara yang efektif dan efisien serta ramah
lingkungan maka lahirlah pemikiran menggunakan tanaman akar wangi
sebagai penanganan lereng jalan secara vegetatif, ramah lingkungan juga
efisien serta efektif. Penelitian dilakukan melalui pengujian eksperimental di
laboratorium serta hasil yang di dapat dimodelkan dengan softwere Plaxis.
diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi
pembangunan jalan di Provinsi Papua Papua serta merupakan sumbangsi
pemikiran perkembangan teknologi perkuatan lereng jalan secara vegetatif.
Banyak kendala yang di hadapi oleh saya dalam rangka penyusunan
tesis ini, berkat bantuan berbagai pihak maka tesis ini dapat selesai. Dalam
kesempatan ini saya dengan tulus menyampaikan terima kasih yang
sangat kepada bapak Prof. Dr. Ir. Lawalenna Samang, MS., M.Eng.
sebagai Ketua Komisi Penasihat yang sangat baik dan sabar dalam
menuntun saya untuk menyelesaikan tesis ini beliau sangat luar biasa saya
mendokan yang terbaik untuk beliau beserta keluarga, berikut kepada
v
bapak Dr. Eng. Tri Harianto, ST., MT yang sudah membimbing dan
meluangkan waktu saya ucapkan terima kasih yang sebesar besarnya dan
medoakan yang tebaik buat beliau dan keluarga. Tidak lupa kepada bapak
Dr. Eng. Ir. Farouk Maricar, MT ketua program studi S2 tekni sipil yang
dengan kemurahan hati membantu saya selama pengurusan perpanjangan
studi S2 dan berbagai hal dijurusan sipil saya juga mengucapkan terima
kasih yang sebesar besarnya dan mendoakan yang terbaik untuk keluarga
beliau serta karir beliau kedepan.
Yang berikutnya kepada kedua orang tua saya yang sangat saya cintai
bapa Y G Bonay dan mama E Rumbiak yang selalu menanyakan kapan
selesai S2 ? terima kasih karena selalu peduli dan mengingatkan untuk
meyelesaikan tesis ini, Tuhan Yesus Memberkati Kalian dimasa tua,
memberikan umur panjang dan terima kasih yang sangat besar untuk
semuanya selama ini.
Buat saudara, keluarga, hamba Tuhan, persekutuan doa, teman teman di
kampus Universitas Hassanudin dan semua pihak yang tidak dapat di sebut
satu persatu yang sudah membantu dalam penulisan tesis ini baik dalam
doa, juga secara langsung dan tidak langsung saya mengucapkan banyak
terima kasih kepada kalian semuanya Tuhan Yesus memberkati.
Dan yang sangat special dan istimewa yaitu untuk Isriku, mama tercinta
Anderfina J Karma/Bonay, kedua anak tersayang Johanis Jayden Bonay
dan Stevira Alisha Bonay, terima kasih papa ucapkan dan papa sangat
bersyukur mempunyai kalian yang selalu ada dan mama yang selalu
vi
mengingatkan. Terima kasih dan papa saying kalian mama, JJ dan Epira.
Tuhan Yesus memberkati.
Saya juga menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan,oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat
bermanfaat dan digunakan untuk pengembangan wawasan serta
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua termasuk penelitian lebih
lanjut.
Makassar, April 2018
Abraham Steven Bonay
vii
1.247). 9,96% (1,134 menjadi
viii
9,96% (1,134 becomes 1,247).
ix
DAFTAR ISI
halaman
LEMBAR PENGAJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
i
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS iii
PRAKATA iv
ABSTRAK vii
ABSTRACK viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 5
D. Batasan Masalah 6
E. Sistematika Penulisan 6
II. TINJAUAN PUSTAKA 7
A. Konsepsi Lereng dan Longsoran 7
B. Faktor Penyebab Instabilitas Lereng
C. Prinsip Proteksi dan Perkuatan Lereng
14
15
D. Tanah dan Kompos Sebagai Media Tanam 35
x
E. Asesment Parameter Desain Perkuatan Lereng 37
F. Stabilitas Lereng penerapan Numerik
G. Penelitian Terdahulu
41
47
III. METODE PENELITIAN 51
A. Lokasi dan Waktu Penelitian 51
B. Rancangan dan Metode Penelitian 51
C. Analisa Data 57
D. Bagan Alir penelitian 60
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian 62
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 65
A. Karakteristik Tanah Media Tanam 65
B. Kuat Tekan Tanah Berkompos Perkuatan Geo-Root Akar wangi
74
C. Tingkat Stabilitas Lereng Perkuatan Geo-Root Akar Wangi
82
V. KESIMPULAN 93
A. Saran 93
B. Kesimpulan 94
Daftar Pustaka 95
xi
DAFTAR TABEL
Nomor halaman
1. Laju kecepatan gerakan tanah (Hansen, 1984) 13
2. Dampak fisik umum vegetasi pada kestabilan lereng 20
3. Pembatasan sudut kemiringan lereng pada penanaman
vegetasi 20
4. Matriks variasi tanaman dan media tanam 56
5. Jumlah sampel uji tekan bebas 56
6. Rekapitulasi hasil pemeriksaan karakteristik tanah asli 65
7. Nilai Kuat Tekan Tanah Tanpa Tanaman Akar Wangi 69
8. Klasifikasi Berdasarkan AASHTO 71
9. Klasifikasi Berdasarkan USCS 73
10. Perkembangan pertumbuhan akar tanaman akar wangi
1 rumpun, 3 rumpun dan 6 rumpun dengan tanah asli 74
11. Perkembangan pertumbuhan akar tanaman akar wangi
1 rumpun, 3 rumpun dan 6 rumpun dengan kompos 10% 75
12. Perkembangan pertumbuhan akar tanaman akar wangi
1 rumpun, 3 rumpun dan 6 rumpun dengan kompos 20% 75
13. Nilai Kuat Tekan (qu) dan Modulus Elastisitas (E) 78
14. Lapisan Tanah Sebelum Adanya Perkuatan Tanaman Akar
Wangi 83
xii
15. Lapisan Tanah Setelah Adanya Perkuatan Tanaman Akar
Wangi 84
16. Sitem Density, Sitem Diameter, Moment of Inersia, Modulus
of Elasticity, (Dunn,1996) 89
17. Kondisi Lereng Berdasarkan Nilai Safety Factor 89
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor halaman
1. Klasifikasi longsoran oleh Stewart Sharpe (1938, dalam
Hansen, 1984) 8
2. Klasifikasi longsoran (landslide) oleh Coates (dalam
Hansen, 1984) 9
3. Klasifikasi longsoran (landslide) oleh Varnes (1978,
dalam M.J. Hansen, 1984) yang digunakan oleh Higway
Reseach Board Landslide Comitte (1978, dalam
Pangular & Sudarsono 1986). 10
4. Penempatan bahan konstruksi pada perkuatan lereng 16
5. Aplikasi penempatan bahan konstruksi pada perkuatan
lereng 18
6. Aplikasi stabilitas lereng vegetative 21
7. Vetiver membentuk penyaring-alami yang tebal dan efektif 27
8. akar Vetiver menahan dinding dam ini, melindunginya dari
tersapu banjir 28
9. Model hidrolis rendaman melalui tanaman pagar vetiver 29
10. Unconfined compression test 40
11. Tipe keruntuhan lereng (R.F.Craig, 2004) 44
xiv
12. Penyelesaiaan Eksak – integral 45
13. kiri : Jendela utama dari program Masukan (modus
masukan geometri), Kanan : Jendela Pengaturan global
(lembar-tab Proyek) 58
14. Kiri : Jendela utama dari proses Perhitungan Kanan : Lembar
-tab Parameter dari jendela Perhitungan 59
15. Contoh out put gambar bidang longsor program plaxis 59
16. Toolbar dalam jendela utama pada program Kurva 60
17. Ilustrasi lereng yang akan ditangani 60
18. Bagan alir rancangan penelitian 61
19. Grafik analisa butiran tanah 67
20. Grafik hubungan kadar air dan berat isi kering tanah asli 68
21. Hubungan tegangan regangan tanpa tanaman akar wangi 69
22. Pengujian uct tanah asli 70
23. Perkembangan pertumbuhan akar tanaman akar wangi
1 rumpun, 3 rumpun dan 6 rumpun dengan tanah asli 77
24. Perkembangan pertumbuhan akar tanaman akar wangi
1 rumpun, 3 rumpun dan 6 rumpun dengan tanah + 10%
kompos 77
xv
25. Perkembangan pertumbuhan akar tanaman akar wangi
1 rumpun, 3 rumpun dan 6 rumpun dengan tanah + 20%
kompos 77
26. Perubahan Nilai Kuat Tekan (%) akar wangi umur 28 hari 79
27. Hubungan nilai kuat tekan bebas, tanpa kompos 80
28. Hubungan nilai kuat tekan bebas, komposisi Kompos 10% 80
29. Hubungan nilai kuat tekan bebas, komposisi Kompos 20% 80
30. Hubungan modulus elastisitas – kompos 1 rumpun 81
31. Hubungan modulus elastisitas – kompos 3 rumpun 82
32. Hubungan modulus elastisitas – kompos 6 rumpun 83
33. Pemodelan lereng jalan 85
34. Sketsa Lapisan Tanah Asli (Tanpa Perkuatan) 86
35. Hasil running program plaxis 87
36. Pola pergerakan tanah tanpa perkuatan dan nilai safety factor
dari hasil plaxis 88
37. Sketsa lapisan tanah dengan tanaman akar wangi 90
38. Hasil running program plaxis 91
39. Pola Pergerakan tanah dengan perkuatan akar wangi dan
nilai safety factor dari hasil plaxis 92
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ruas jalan Kanggime – Bogonuk di Kabupaten
Tolikara dibuka pada lereng bukit sepanjang pegunungan di kawasan
tersebut. Bukaan lereng jalan pada kemiringan tertentu sepanjang kawasan
perbukitan atau pegunungan bogonuk sampai di kampung Bogonuk sejauh
5 kilometer. Pada bukaan jalan Kanggime – Bogonuk ini pada badan jalan
di beberapa STA tertentu terlihat adanya longsoran atau patahan pada area
jalan yang baru dibuka di karenakan air tanah dan juga erosi pada saat
hujan turun sehingga sangat rawan karena mudah terjadi longsoran
disebabkan erosi alur permukaan lereng yang dipotong.
Lereng pada ruas jalan pada ruas jalan Kanggime – Bogonuk adalah
lereng dengan tanah yang mudah longsong karena di daerah ini merupakan
daerah yang dingin dan curah hujan yang tinggi sehingga sangat mudah
terjadi longsoran tanah. Usaha yang sudah dilakukan saat ini yaitu
menggali saluran di sepanjang kiri jalan ini, tetapi di karena penglupasan
jalan yang cukup luas dan tingginya erosi serta kurangnnya daya dukung
tanah maka sangat mudah sekali terjadi longsoran di area sepanjang jalan
Kanggime - Bogonuk.
2
Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali,
namun di kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia
dalam tata guna lahan yang buruk, penggundulan hutan, kegiatan
pertambangan, perkebunan dan perladangan, kegiatan
konstruksi/pembangunan yang tidak tertata dengan baik dan pembangunan
jalan. Permukaan lereng jalan yang dibiarkan terbuka dari pengaruh luar
(dalam hal ini curah hujan), akan berakibat rawan erosi. Apalagi bila
kemiringan lereng tersebut curam, karena derajat kemiringan lereng
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya erosi.
Erosi pada lereng jalan dapat merusak Daerah Manfaat Jalan,
akibatnya akan mempersingkat umur rencana jalan yang telah ditetapkan.
Untuk itu diperlukan suatu pemecahan dalam penanganan erosi
permukaan lereng jalan tersebut.
Erosi permukaan lereng jalan dapat ditangani melalui berbagai
metoda, salah satu metoda adalah dengan memanfaatkan media tanaman.
Tanaman dapat berpengaruh baik untuk mengurangi erosi permukaan
lereng, karena butir-butir hujan yang jatuh dapat diperlemah melalui daun
tanaman. Penanganan erosi permukaan lereng dengan menggunakan
media tanaman dapat memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber
daya alam yang dimiliki, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan
Scaling, Triming, dan lain sebagainya. Beberapa contoh cara
penempatan bahan konstruksi pada perkuatan lereng.
Gambar 4: Penempatan bahan konstruksi pada perkuatan lereng
17
Shotcrete
Drainage
Soil Nailing
Woven Wire mesh
18
Triming
Gambar 5: Aplikasi penempatan bahan konstruksi pada perkuatan lereng.
2. Stabilisasi lereng dengan vegetatif
Vegetasi sudah digunakan sebagai alat bioteknologi alami untuk
memperbaiki tanah, mengendalikan erosi dan menstabilkan lereng
selama berabad-abad, dan semakin popular penggunaanya di
beberapa puluh tahun belakangan. Hal ini dikarenakan sekarang lebih
banyak informasi tentang vegetasi tersedia untuk para insinyur, dan
sebagian dikarenakan biayanya yang rendah dan efektifitas dari
pendekatan teknik “lembut” yang ramah lingkungan tersebut.
Dengan dampak dari beberapa faktor disebutkan diatas, lereng
akan menjadi tidak stabil dikarenakan: 1. erosi permukaan atau “sheet
erosion”; dan 2. Kelemahan struktur internal. Erosi permukaan ketika
tidak dikendalikan sering menyebabkan erosi anak sungai dan parit
yang, seiring waktu, akan melabilkan lereng; lemahnya struktur akan
menyebabkan pergerakan massal atau longsoran. Karena erosi
permukaan dapat menyebabkan longsor, perlindungan terhadap
permukaan lereng harus sungguh dipertimbangkan sebagai penguatan
19
struktur., tetapi cara ini sering terlupakan. Melindungi permukaan
lereng adalah pencegahan yang efektif, ekonomis, dan penting. Pada
banyak kasus, penerapan langkah pencegahan akan memastikan
lereng tetap stabil, dan selalu lebih murah dari perbaikan.
Tutup perlindungan vegetatif yang disediakan oleh penyemaian
rumput, pembibitan hidro atau hydro-mulching biasanya cukup efektif
melawan erosi permukaan dan erosi dari arus kecil, dan tumbuhan
berakar dalam seperti pohon dan semak dapat menguatkan struktur
tanah. Tetapi, pada lereng baru, lapisan permukaan sering tidak
terkonsolidasi dengan baik, jadi bahkan lereng yang ditanami vegetatif
dengan benar tetap tidak bisa mencegah erosi anak sungai dan parit.
Pohon berakar dalam tumbuh perlahan dan seringkali sulit ditanam
pada tanah yang tidak ramah. Dalam hal ini, para insinyur
menyesalkan ketidakefisienan dari tutup vegetatif dan membangun
perbaikan struktural langsung setelah konstruksi. Pendeknya,
perlindungan permukaan lereng dengan rumput lokal dan pohon tidak
dapat, pada banyak kasus, menjamin kestabilan yang diperlukan. Pro,
kontra dan keterbatasan penanam vegetasi pada lereng.
20
Tabel 2: Dampak fisik umum vegetasi pada kestabilan lereng
Dampak Ciri fisik
Manfaat
Penguatan akar, lengkungan tanah, penopangan, angkuran, penaangkapan, batuan yang menggelinding oleh pohon
Aerasi akar, distribusi dan morfologi; Kekuatan tarik akar; pemberian jarak, diameter dan penanaman pohon, ketebalan dan kemiringan strata hasil; sifat kekuatan geser tanah
Berkurangnya kelembapan tanah oleh serapan akar dan transpirasi
Kelembapan tanah; level air tanah; Tekanan pori/pengisapan tanah
Intersepsi curah hujan oleh dedaunan, termasuk kehilangan dalam penguapan
Curah hujan bersih pada lereng
Meningkatkan ketahanan hidolik di irigasi kanal dan parit
Manning's coefficient
Kerugian
Terganjalnya akar dari baruan dekat permukaan dan batuan besar dan tumbang ketika angin topan
Rasio area akar, distribusi dan morfologi
Terbebaninya lereng oleh pohon besar (berat) (terkadang bermanfaat, tergantung keadaan di lapangan)
Berat rata-rata vegetasi
Beban angin Rancangan kecepatan angin selama waktu yang ditentukan; tinggi pohon dewasa rata-rata untuk kelompok pohon
Mempertahankan kapasitas infiltrasi
Variasi kelembapan tanah dengan kedalaman
Tabel 3: Pembatasan sudut kemiringan lereng pada penanaman vegetasi
Sudut kemiringan
(derajat)
Jenis tumbuhan
Rumput Semak/Pohon
0 - 30 Tingkat kesulitan rendah; bisa dilakukan dengan teknik penanaman rutin
Tingkat kesulitan rendah; bisa dilakukan dengan teknik penanaman rutin
21
Sudut kemiringan
(derajat)
Jenis tumbuhan
Rumput Semak/Pohon
30 - 45
Semakin sulit untuk menanaman rizoma atau perumputan; penerapan rutin hidro-seeding
semakin sulit untuk penanaman
> 45 Diperlukan pertimbangan khusus
penanaman harus secara umum pada potongan tanah tertentu
Gambar 6: Aplikasi stabilitas lereng vegetative
a. Stabilitas Lereng Perkuatan Akar Wangi
Akar Wangi atau Sistem Vetiver (VS), yang berdasarkan penerapan
rumput Vetiver (Vetiveria zizanioides L Nash, sekarang diklasifikasikan
22
kembali sebagai Chrysopogon zizanioides L Roberty), pertama kali
dikembangkan oleh Bank Dunia untuk konservasi tanah dan air di India
pada pertengahan tahun 1980. Meskipun penerapannya masih
memegang peranan penting dalam pengaturan tanah pertanian, penelitian
dan pengembangan (R&D) yang dilaksanakan 20 tahun terakhir jelas-jelas
menunjukkan, karena adanya ciri-ciri yang mengagumkan dari rumput
Vetiver, VS sekarang digunakan sebagai teknik bioteknologi untuk
stabilisasi lereng curam, pembuangan limbah cair, fitoremediasi dari tanah
dan air yang terkontaminasi, dan tujuan perlindungan lingkungan yang
lain.
Nama latin rumput vetiver yaitu Vetiveria zizanioides STAPF atau
disebut juga Andropogon zizanioides URBAN atau A. muricatus RETZ
atau A. squarrosus LINN. Jenis rumput ini mempunyai nama berbeda
untuk daerah-daerah di wawasan Nusantara, seperti : DI Gayo : useur; di
Manado : akar babau; di Timor : akar banda; di daerah Sunda : Janur,
Narawasatu, usar; di Jawa : Larasetu, Larawastu, Rarawestu; di Madura :
Karabistu; di Bali : Anggarawastu, Padang babad sanur; di Gorontalo :
Tahele; di Makasar : Narawasatu, sare ambong; di Bugis : Nawarasatu,
sere bandong; di Ternate : Gara ma kusu batawi; di Tidore : Bara ma kusu
batai; di Halmahera utara : Ruju-ruju; di Halmahera selatan : Babuwa
mendi (weda)
Vetiver, yang di Indonesia dikenal sebagai akar wangi (Vetiveria
zizanioides), adalah sejenis rumput-rumputan berukuran besar yang
23
memiliki banyak keistimewaan. Di Indonesia rumput ajaib ini baru
dimanfaatkan sebagai penghasil minyak atsiri melalui ekstraksi akar
wangi, tetapi di mancanegara vetiver banyak dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan ekologis dan fitoremediasi (memperbaiki lingkungan dengan
menggunakan tanaman) lahan dan air, seperti rehabilitasi lahan bekas
pertambangan, pencegah erosi lereng, penahan abrasi pantai dan
stabilisasi tebing melalui teknologi yang disebut Vetiver Grass Technology
(VGT) atau Vetiver System (VS), sebuah teknologi yang sudah
dikembangkan selama lebih dari 200 tahun di India.
Vetiver System adalah sebuah teknologi sederhana yang berbiaya
murah dengan memanfaatkan tanaman vetiver hidup untuk konservasi
tanah dan air serta perlindungan lingkungan. VS sangat praktis, tidak
mahal, mudah dipelihara, dan sangat efektif dalam mengontrol erosi dan
sedimentasi tanah, konservasi air, serta stabilisasi dan rehabilitasi lahan.
Vetiver juga mudah dikendalikan karena tidak menghasilkan bunga dan
biji yang dapat cepat menyebar liar seperti alang-alang atau rerumputan
lainnya.
Keistimewaan vetiver sebagai tanaman ekologis disebabkan oleh
sistem perakarannya yang unik. Tanaman ini memiliki akar serabut yang
masuk sangat jauh ke dalam tanah (saat ini rekor akar vetiver terpanjang
adalah 5.2 meter yang ditemukan di Doi Tung, Thailand).
Akar vetiver diketahui mampu menembus lapisan setebal 15 cm
yang sangat keras. Di lereng-lereng yang keras dan berbatu, ujung-ujung
24
akar vetiver mampu masuk menembus dan menjadi semacam jangkar
yang kuat. Cara kerja akar ini seperti besi kolom yang masuk ke dalam
menembus lapisan tekstur tanah dan pada saat yang sama menahan
partikel-partikel tanah dengan akar serabutnya.
Keajaiban vetiver lainnya adalah daya adaptasi pertumbuhannya
yang sangat luas.
1) Apa yang akar wangi lakukan dan bagaimana cara kerjanya?
VS adalah cara konservasi tanah dan air, kendali sedimen,
stabilisasi tanah dan rehabilitasi serta fitoremediasi yang sangat
sederhana, praktis, mudah pelaksanaannya, dan sangat efektif.
Karena vegetatif, VS tentu saja ramah lingkungan.
Ketika ditanam pada satu deretan, tumbuhan Vetiver akan
membentuk tanaman pagar yang sangat efektif untuk memperlambat
dan menyebarkan limpasan air, mengurangi erosi tanah,
mempertahankan kelembaban tanah dan memerangkap sedimen serta
zat-zat kimia pertanian. Meskipun tanaman pagar manapun bias
melakukannya, rumput Vetiver, karena keajaibannya dan ciri
morfologis dan fisiologis uniknya, sebagaimana disebutkan dibawah,
bisa melakukannya dengan lebih baik dibanding sistem lain yang telah
diuji coba.
Selebihnya, akar Vetiver yang sangat dalam dan masif mengikat
tanah dan pada saat yang sama membuatnya sangat sulit untuk
dihanyutkan oleh arus yang sangat deras. Akarnya yang dalam sekali
25
dan cepat tumbuh juga membuat Vetiver sangat toleran terhadap
kekeringan dan sangat cocok untuk stabilisasi lereng curam.
2) Karakteristik akar wangi sesuai untuk stabilisasi lereng
Atribut Vetiver yang unik telah diteliti, diuji, dan dikembangkan di
daerah tropis, karenanya dapat dipastikan Vetiver sangat efektif
sebagai alat bio-teknologi.
a) Meskipun secara teknis Vetiver adalah rumput, namun Vetiver
digunakan dalam aplikasi menstabilkan lahan lebih baik daripada
pohon atau semak . Karena Akar Vetiver, per unit area, lebih dalam
dan kuat dibanding akar pohon.
b) Sistem akar Vetiver yang sangat dalam dan terstruktur dengan baik
dapat mencapai sampai dua atau tiga meter (enam sampai
sembilan kaki) di tahun pertama. Pada lereng timbunan tanah,
banyak percobaan menunjukkan rumput ini dapat mencapai 3.6
meter (12 kaki) dalam 12 bulan. (harap dicatat bahwa Vetiver tidak
menembus dalam sampai ke dalam permukaan air bawah tanah.
Karenanya di area dengan level air tanah yang tinggi, sistem
akarnya tidak akan sepanjang di tanah kering). Sistem akar Vetiver
yang ekstensif dan tebal mengikat tanah sehingga sulit untuk
tersapu, dan Vetiver sangat toleran terhadap kekeringan.
c) Sekuat atau lebih kuat dari spesies kayu keras, akar Vetiver
memiliki daya tarik yang sangat tinggi yang terbukti positif untuk
penguatan lereng curam.
26
d) Akar Vetiver dapat menembus tanah padat seperti tanah padas
keras dan tanah lempung gumpal yang umumnya ada di tanah
tropis, yang menyediakan penahan yang baik untuk tanah timbunan
dan permukaan.
e) Ketika ditanam merapat, tumbuhan Vetiver membentuk pagar padat
yang mengurangi kecepatan arus, mengalihkan limpasan air,
menciptakan penyaring yang sangat efektif yang mengendalikan
erosi. Tanaman pagar mengurangi arus dan menyebarkannya,
memberi waktu bagi air untuk meresap ke dalam tanah.
f) Sebagai penyaring yang sangat efektif, pagar Vetiver membantu
mengurangi kekeruhan akibat limpasan air. Karena akar baru
berkembang dari tunas yang terkubur oleh sedimen yang
terperangkap, Vetiver akan terus tumbuh ketika level tanah naik.
Teras akan terbentuk pada tanah tanaman pagar, dan sediman
sebaiknya tidak dipindahkan. Sedimen yang subur biasanya berisi
bibit tanaman lokal yang membantu pertumbuhannya kembali.
g) Vetiver toleran terhadap iklim ekstrim dan lingkungan yang
beragam, termasuk kekeringan berkepanjangan, banjir dan
perendaman, dan suhu yang ekstrim dari -14oC sampai 55oC (7o F
sampai 131oF) (Truong et al, 1996)
h) Rumput ini tumbuh lagi dengan cepat sesudah kekeringan, beku,
asin dan keadaan tanah lain yang berbeda ketika suhu-suhu
ekstrim tadi berlalu.
27
i) Vetiver menunjukkan toleransi tinggi terhadap keasaman tanah,
salinitas, sodisitas dan kondisi asam sulfat (Le van Du and Truong,
2003).
Vetiver sangat efektif ketika ditanam berdekatan pada baris di
kontur lereng. Garis kontur Vetiver dapat menstabilkan lereng alami,
potongan lereng dan tanggul isian. Sistem akarnya yang kaku dan dalam
membantu menstabilkan struktur lereng sementara tunas-tunasnya
memencarkan limpasan, mengurangi erosi, dan menjebak sedimen agar
spesies lokal tumbuh.
Gambar 7: Vetiver membentuk penyaring-alami yang tebal dan
efektif
Hengchaovanich (1998) juga mengamati bahwa Vetiver dapat
tumbuh secara vertikal pada lereng yang lebih curam dari 150% (~56o).
Pertumbuhannya yang cepat dan penguatannya yang luar biasa
menjadikannya tumbuhan yang bagus untuk stabilisasi lereng dibanding
tumbuhan lain. Ciri kecil lain yang membedakannya dari tumbuhan akar
lainnya adalah kemampuannya menembus tanah. Kekuatannya mampu
28
menembus tanah yang sulit, lapisan keras tanah, dan permukaan berbatu
dengan titik-titik lemah. Bahkan Vetiver mampu menembus aspal jalan.
Gambar 8: akar Vetiver menahan dinding dam ini, melindunginya dari
tersapu banjir
3) Karakteristik hidrolis
Ketika ditanam berbaris, tanaman Vetiver membentuk pagar tebal;
batangnya yang kaku memungkinkan pagar semak ini berdiri setidaknya
0.6-0.8m (2-2.6’), membentuk dinding hidup untuk memperlambat dan
menyebarkan limpasan air.Jika ditanam dengan benar, pagar ini
merupakan struktur yang sangat efektif yang menyebar dan mengalihkan
limpasan air ke area yang stabil atau got pembuangan.
Uji coba saluran air dilakukan di University of Southern Queensland
untuk mempelajari desain dan penggabungan pagar Vetiver kedalam
rancang penanaman jalur untuk mitigasi banjir membuktikan adanya
karakteristik hidrolis Vetiver dibawah arus dalam. Gambar 9. Tanaman
pagar dengan baik mengurangi arus banjir dan gerakan tanah yang
terbatas; strip yang kosong mengalami sangat sedikit erosi, dan sorgum
muda benar-benar terlindungi dari kerusakan banjir ((Dalton etal, 1996).
29
Gambar 9: Model hidrolis rendaman melalui tanaman pagar Vetiver
Dimana:
q = volume unit per lebar y = kedalaman arus
y1 = kedalaman hulu So = kemiringan tanah
Sf = energi lereng NF = jumlah Froude dari arus
4) Tekanan pori air
Vegetasi pada lereng meningkatkan perembesan air. Telah
dikawatirkan bahwa kelebihan air akan meningkatkan tekanan pori air di
tanah dan menyebabkan ketidakstabilan lereng. Tetapi, pengamatan di
lapangan sebenarnya menunjukkan perbaikan. Pertama, ditanam di garis
kontur atau garis yang dimodifikasi yang menangkap dan menyebarkan
limpasan air pada lereng, sistem akar Vetiver yang ekstensif dan
menyebar mendistribusikan kelebihan air lebih rata dan bertahap serta
membantu mencegah pengumpulan air di satu tempat.
Kedua, peningkatan perembesan yang mungkin terjadi diimbangi
dengan penipisan air tanah yang bertahap dan lebih tinggi yang dilakukan
30
oleh rumput. Penelitian pada kompetisi kelembaban tanah pada tanaman
di Australia (Dalton et al, 1996) menunjukkan bahwa, pada keadaan curah
hujan rendah, pengurangan air tersebut akan mengurangi kelembaban
tanah sampai 1.5m (4.5’) pada tanaman pagar. Hal ini akan meningkatkan
rembesan air di zona tersebut, menyebabkan pengurangan limpasan air
dan tingkat erosi. Dari sudut pandang geoteknik, keadaan ini membantu
mempertahankan kestabilan lereng. Pada lereng dengan kecuraman (30-
60o), jarak antar baris pada 1m (3’) VI (Vertical Interval) sangatlah dekat.
Karenanya, berkurangnya kelembapan akan lebih meningkatkan proses
stabilisasi lereng. Meski demikian, untuk mengurangi dampak yang bisa
merusak ini, sebagai tindakan pencegahan, pagar Vetiver dapat ditanam
pada kecuraman 0.5% sebagaimana di kontur terasering untuk
menyalurkan sisa air kedalam drainase (Hengchaovanich, 1998).
b. Penerapan VS dalam mitigasi bencana alam dan perlindungan
infrastruktur
Karena karakteristiknya yang unik Vetiver umumnya berguna dalam
mengendalikan erosi pada lereng akibat kerukan maupun urukan dan
pada lereng yang terkait dengan konstruksi jalan, dan khususnya efektif
untuk tanah yang mudah terkikis dan rapuh, seperti tanah sodik, berasam,
dan mengandung asam sulfat., Penanaman Vetiver telah sangat efektif
untuk pengendalian erosi atau stabilisasi dibawah ini:
a) Stabilisasi lereng sepanjang jalan raya dan rel kereta api. Sangat
efektif di sepanjang jalan pedesaan di pegunungan, dimana
31
masyarakat mengalami kekurangan dana untuk stabilisasi lereng
dan di tempat dimana konstruksi jalan sering diperlukan.
b) Stabilisasi tanggul dan dinding/tembok bendungan, pengurangan
erosi kanal, erosi tepian sungai dan pantai, dan perlindungan
struktur keras (seperti talud batuan, dinding penahan beton,
bronjong dsb.)
c) Lereng diatas katub dan outlet gorong gorong (gorong-gorong,
penopang)
d) Pemisah antara struktur semen dan batuan dan permukaan tanah
yang mudah terkikis
e) Sebagai penyaring untuk memerangkap sedimen pada katup
gorong-gorong
f) Untuk mengurangi energi pada outlet gorong gorong.
g) Untuk menstabilkan erosi bagian atas parit, ketika pagar Vetiver
ditanam di garis kontur diatas parit.
h) Untuk menghilangkan erosi yang disebabkan oleh ombak, dengan
menanam beberapa baris Vetiver pada batas atas air pasang di
tembok penahan dam pertanian yang besar atau di tepian sungai
i) Pada penanaman hutan, Vetiver digunakan untuk menstabilkan
bahu jalan pada lereng curam dan parit (jalur penebangan) yang
dibuat untuk panen berikutnya.
Karena karakteristiknya yang unik, Vetiver dengan efektif
mengendalikan bencana air seperti banjir, erosi tepian pantai dan sungai,
32
erosi dam dan tanggul/pematang, dan ketidakstabilan lain. Juga
melindungi jembatan, penopang gorong-gorong dan penghubung antara
beton/struktur batuan dan tanah. Vetiver khususnya efektif di wilayah
dimana tanah timbunan tanggul mudah terkikis dan tidak padat, seperti
tanah sodik, alkalin, dan asam (termasuk asam sulfat).
c. Kelebihan dan kekurangan sistem vetiver
1) Kelebihan:
a) Kelebihan utama VS dibanding tindakan teknik lain adalah
biayanya yang murah dan umurnya yang panjang. Untuk
stabilisasi lereng di Cina, contohnya, penghematan
mencapai 85-90% (Xie, 1997 dan Xia et al, 1999). Di
Australia, biaya yang dihemat dengan VS dibanding metode
teknis lain berkisar antara 64% sampai 72%, tergantung
metode yang digunakan (Braken and Truong 2001).
Singkatnya, biaya maksimumnya hanya 30% dari biaya
tindakan tradisional. Selain itu biaya pemeliharaan tahunan
berkurang secara signifikan ketika tanaman pagar Vetiver
telah tumbuh.
b) Dibandingkan bio-teknologi yang lain, VS selain alami juga
merupakan cara yang ramah lingkungan untuk
mengendalikan erosi dan menstabilisasikan lahan yang
‘melembutkan’ tindakan teknis konvensional yang keras
seperti beton dan struktur batu. Hal ini utamanya penting di
33
daerah urban dan wilayah semi pedalaman dimana orang-
orang lokal tidak menyukai pembangunan prasarana “keras”
c) Biaya perawatan jangka panjangnya rendah. Tidak seperti
struktur teknik kovensional, teknologi hijau jadi lebih baik
ketika vegetatif penutup tumbuh. VS memerlukan rencana
perawatan yang matang pada saat dua tahun pertama; tetapi
ketika sudah tumbuh, pada hakekatnya sudah tidak
diperlukan perawatan. Karenanya, penggunaan Vetiver
khususnya sesuai untuk area terpencil dimana biaya
perawatan mahal dan sulit.
d) Vetiver sangat efektif pada tanah yang tidak subur dan
mudah terkena erosi serta di tanah yang tidak padat.
e) VS khususnya sesuai untuk daerah dengan biaya pekerja
yang murah.
f) Pagar Vetiver adalah alami dan merupakan bio teknologi
yang lembut, alternative yang ramah lingkungan dibanding
struktur yang kasar atau keras.
2) Kekurangan:
a) Kekurangan utama VS adalah ketidaktoleranan Vetiver
terhadap peneduh, khususnya pada saat pertumbuhan.
Peneduhan sebagian memperlambat pertumbuhannya;
peneduhan yang banyak bisa membunuhnya dalam jangka
panjang dengan mengurangi kemampuannya untuk bersaing
34
dengan spesies yang toleran terhadap keteduhan. Tetapi
kelemahan ini bisa jadi menguntungkan dalam keadaan
dimana stabilisasi awal memerlukan tanaman pelopor untuk
meningkatkan kemampuan mikro-lingkungan untuk menjadi
tempat spesies endemik asli baik yang direncanakan
maupun yang tumbuh sendiri.
b) Sistem Vetiver hanya efektif ketika tanaman benar-benar
telah tumbuh. Penanaman yang efektif memerlukan periode
pertumbuhan awal selama 2-3 bulan di cuaca hangat dan 4-
6 bulan di cuaca lebih sejuk. Kelambatan tersebut bisa
diantisipasi dengan menanam lebih awal, dan di musim
kering.
c) Pagar Vetiver sepenuhnya efektif hanya ketika tanaman
membentuk pagar rapat. Celah yang ada antar rumpun
harus ditanami ulang pada saat yang tepat.
d) Sulit untuk mengairi tanaman di lereng yang tinggi atau
curam.
e) Vetiver memerlukan perlindungan dari ternak selama masa
awal pertumbuhan.
Dengan alasan-alasan tersebut, kelebihan penggunaan VS sebagai
alat bio-teknologi lebih besar daripada kekurangannya, khususnya ketika
Vetiver digunakan sebagai spesies pelopor.
35
Bukti-bukti di dunia mendukung penggunaan VS untuk
menstabilkan tanggul. Vetiver telah dengan sukses menstabilkan sisi
jalan, diantaranya, di Australia Brazil, America Tengah, Cina, Etiopia, Fiji,
India, Italia, Madagascar, Malaysia, Filipina, Afrika Selatan, Sri Lanka,
Venezuela, Vietnam, dan West Indies. Diterapkan sesuai dengan terapan
geoteknologi, Vetiver telah digunakan untuk menstabilkan tanggul di Nepal
dan Afrika Selatan.
D. Tanah dan Kompos Sebagai Media Tanam
Tanah adalah tempat tumbuh tumbuhan di atas permukaan bumi.
Di dalam tanah terdapat air, udara dan berbagai hara tumbuhan untuk
proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Air yang berada dalam
tanah sangat penting untuk proses kimia, biologi dan fisika tanah.
Sebagian air tanah terdapat dalam bentuk lapisan tipis yang dinamakan
air kapiler. Air kapiler membentuk larutan tanah yang berfungsi sebagai
sumber unsur hata tumbuhan. Jenis tanah yang baik untuk pembibitan
akar wangi: Tanah yang lempung dan berpasir akan membuat panen
mudah dan mengecilkan resiko kerusakan pada mahkota dan akar
tumbuhan. Tanah lempung berpasir bisa dipakai tetapi lempung berat
tidak bagus.
Tanah Lempung dalam klasifikasi tanah secara umum, partikel
tanah lempung memiliki diameter 2 μm atau sekitar 0,002 mm (USDA,
AASHTO, USCS). Namun demikian, dibeberapa kasus partikel berukuran
36
antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih digolongkan sebagai partikel
lempung (ASTM-D-653). Disini tanah diklasifikasikan sebagai lempung
hanya berdasarkan ukuran saja, namun belum tentu tanah dengan ukuran
partikel lempung tersebut juga mengandung mineral-mineral lempung.
Jadi, dari segi mineral tanah dapat juga disebut sebagai tanah
bukan lempung (non clay soil) meskipun terdiri dari partikel-partikel yang
sangat kecil (partikel-partikel quartz, feldspar, mika dapat berukuran sub
mikroskopis tetapi umumnya tidak bersifat plastis). Partikel-partikel dari
mineral lempung umumnya berukuran koloid, merupakan gugusan kristal
berukuran mikro, yaitu < 1 μm (2 μm merupakan batas atasnya). Tanah
lempung merupakan hasil proses pelapukan mineral batuan induknya,
yang salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam atau
alkali, oksigen, dan karbondioksida.
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari
campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial
oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang
hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H.
Crawford, 2003).
Manfaat kompos bagi tanaman bagi tanah/tanaman: Meningkatkan
kesuburan tanah, Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah,
Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah, Meningkatkan
aktivitas mikroba tanah, Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi,
dan jumlah panen), Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman,
Training Manual Bangkok Thailand, Department Of Highways,
Bangkok Thailand). Dikarenakan pada program plaxis tidak
terdapat material berupa tanaman akar wangi, maka diasumsikan
geogrid yang berwarna kuning pada sketsa tanah dibawah ini
sebagai akar tanaman akar wangi dengan mengganti nilai E pada
setting material sesuai dengan nilai E dari tanaman akar wangi.
Tabel 16.Sitem Density, Sitem Diameter, Moment of Inersia, Modulus of Elasticity,(Dunn, 1996)
Tabel 17.Kondisi Lereng Berdasarkan Nilai Safety Factor
Safety Factor Kondisi Lereng
SF > 1,25 Keruntuhan jarang terjadi
1,07 > SF > 1,25 Keruntuhan pernah terjadi
SF < 1,07 Keruntuhan biasa terjadi
90
Berikut sketsa lapisan tanahnya :
Gambar 37. Sketsa lapisan tanah dengan tanaman akar wangi
91
Setelah dilakukan running program plaxis, didapatkan hasil seperti gambar berikut ini :
Gambar 36. Hasil running program plaxis
Dari gambar dapat diperhatikan bahwa warna biru dari gambar menandakan pergerakan tanah yang mendekati
nol, dan semakin cerah warna yang dihasilkan maka semakin besar pergerakan tanah yang terjadi.
92
Gambar 39. Pola Pergerakan tanah dengan perkuatan akar wangi dan nilai safety factor dari hasil plaxis
Nilai Safety factor - Sf (menggunakan software plaxis) lereng jalan yang diberi perkuatan tanaman akar wangi
mengalami peningkatan sebesar 9,96% (1.134 menjadi 1.247).
93
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Variasi pola tanaman akar wangi berpengaruh terhadap
pertumbuhan akar tanaman tersebut dimana 1 rumpun lebih cepat
pertumbuhan akar dibandingkan dengan 3 dan 6 tumpun.
2. Pertumbuhan akar tanaman akar wangi sangat baik pada tanah di
berikan kompos 10% dan 20%. Pada pemberian kompos 20%
sangat baik sekali pertumbuhan akarnya dibandingkan dengan
tanah tanpa kompos atau 10%.
3. Dari hasil uji kuat tekan bebas (UCT) adanya peningkatan nilai kuat
tekan bebas dari 0 hari sampai 28 hari yaitu sebesar 106,5% (0.121
menjadi 0.250)
4. Nilai Safety factor - Sf (menggunakan software plaxis) lereng jalan
yang diberi perkuatan tanaman akar wangi mengalami peningkatan
sebesar 9,96% (1.134 menjadi 1.247).
94
B. Saran
Dalam pengujian dan analisa dari penelitian ini masih perlu
dilakukan penyempurnaan. Beberapa saran yang dapat dilakukan antara
lain :
1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut dengan cara merubah atau
memvariasikan jumlah tanaman dan variasi kompos.
2. Untuk pengujian lebih lanjut diperlukan analisis lebih mendalam
untuk mengetahui kuat geser tanah akibat akar tanaman akar
wangi.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, H.Z., dan Kesumadhama, S., 1991, Konstruksi Jalan di daerah Pegunung-an tropis, Makalah Ikatan Ahli Geologi Indonesia, PIT ke-20, Desember1991, hal. 471- 481
Bracken, N. and Truong, P.N. (2 000). Application of Vetiver Grass Technology in the stabilization of road infrastructure in the wet tropical region of Australia. Proc. Second International Vetiver Conf. Thailand, January 2000.
Brunsden,D., Schortt,L., & Ibsen,M.L.(editor), 1997, Landslide Recognition, Identificat- ion Movement and Causes, John Wiley & Sons, England, p. 137 – 148
Buma, J, & Van Asch, T., 1997, Slide (Rotational), dalam Dikau, R. (editor) et.al., 1997, Landslide Recognition, John Willey & Sons, pp. 43-61
Chaobo Zhang, Lihua Chen, Dan Jing Jiang (2008) “Distribusi akar vertikal dan kohesi akar khas spesies pohon di Dataran Tinggi Huangtu, Cina”
Cheng Hong, Xiaojie Yang, Aiping Liu, Hengsheng Fu, Ming Wan (2003). A Study on the Performance and Mechanism of Soil-reinforcement by Herb Root System. Proc. Third International Vetiver Conf. China, October 2003.
Dalton, P. A., Smith, R. J. and Truong, P. N. V. (1996). Vetiver grass hedges for erosion control on a cropped floodplain, hedge hydraulics. Agric. Water Management: 31(1, 2) pp 91-104.
Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Pembinaan Jalan Kota. No.11/S/BNKT/1991 ; Spesifikasi Penguatan Tebing
Ekawit, Veerapunth, Suraphol, Sanguankaeo 1999 Vetiver Grass Training Manual Bangkok Thailand, Department Of Highways, Bangkok Thailand.
Hansen, M.J., 1984, Strategies for Classification of Landslides, (ed. : Brunsden, D,& Prior, D.B., 1984, Slope Instability, John Wiley & Sons, p.1-25
Hengchaovanich, D. (1998). Vetiver grass for slope stabilization and erosion control, with particular reference to engineering applications. Technical Bulletin No. 1998/2. Pacific Rim Vetiver Network. Office of the Royal Development Project Board, Bangkok, Thailand.
Hengchaovanich, D. and Nilaweera, N. S. (1996). An assessment of strength properties of Vetiver grass roots in relation to slope stabilisation. Proc. First International Vetiver Conf. Thailand pp. 153-8.
Hirnawan, R. F., 1994, Peran faktor-faktor penentu zona berpotensi longsor di dalam mandala geologi dan lingkungan fisiknya Jawa Barat, Majalah Ilmiah Universitas Padjadjaran, No. 2, Vol. 12, hal. 32-42.
Jagath C. Ekanayake, Michael Marden, Alex J. Watson, And Donna Rowan (1998) “Akar pohon dan stabilitas lereng: perbandingan antara pinus radiata dan kanuka”
Jaspers-Focks, D.J and A. Algera (2006). Vetiver Grass for River Bank Protection. Proc. Fourth Vetiver International Conf. Venezuela, October 2006.
97
Kazutoki Abe dan Robert R. Ziemer (1991) “Effect of tree roots on a shear zone: modeling reinforced shear stress”
Le Van Du, and Truong, P. (2003). Vetiver System for Erosion Control on Drainage and Irrigation Channels on Severe Acid Sulphate Soil in Southern Vietnam. Proc. Third International Vetiver Conf. China, October 2003.
Pangular, D., & Sudarsono 1986, Petunjuk Penyelidikan & Penanggulangan Gerakan Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan, Balitbang Departemen Pekerjaan Umum, 233 hal
Pasuto, A., & Soldati, M., 1997. Rock Spreading, dari Dikau, R., Brunsden, D., Schortt, L., & Ibsen, M.L. (ed.), Landslide Recognition, Identification, Movement and Causes, John Wiley & Sons, England, p. 122 – 136
Pedoman Panitia Teknis No 91-01 Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil pada Subpanitia Teknis 91-01/S2 Rekayasa Jalan dan Jembatan melalui Gugus Kerja Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan. “Penanaman Rumput vetiver untuk pengendalian erosi permukaan dan pencegahan longsoran dangkal pada lereng jalan”
PLAXIS User Guide Ver. 8.2 Editor R.B.J. Brinkgreve. Plaxis B. V., The Netherlands. 1998
Rully Wijayakusuma (2007) dalam Green Design Seminar, “Stabilisasi Lahan Dan Fitoremediasi Dengan Vetiver System”. Truong, P. N. (1998). Vetiver Grass Technology as a bio-engineering tool for infrastructure protection. Proceedings North Region Symposium. Queensland Department of Main Roads, Cairns August, 1998.
Truong, P., Gordon, I. and Baker, D. (1996). Tolerance of Vetiver grass to some adverse soil conditions. Proc. First International Vetiver Conf. Thailand, October 2003.
Truong P, Tran tan van, Elise Pinners dan David Booth (2011) Penerapan Sistem Vetiver Buku panduan Teknis Edisi Bahasa Indonesia Diterbitkan Oleh The Indonesia Vetiver Network
Varnes, D.J., 1978, slope Movement Tyepes and Processes, Special
Report, Washington, D.C.
Xia, H. P. Ao, H. X. Liu, S. Z. and He, D. Q. (1999). Application of the Vetiver grass bio-engineering technology for the prevention of
98
highway slippage in 72 southern China. International Vetiver Workshop, Fuzhou, China, October 1997.
Xie, F.X. (1997). Vetiver for highway stabilization in Jian Yang County: Demonstration and Extension. Proceedings abstracts. International Vetiver Workshop, Fuzhou, China, October 1997.
YEAR BOOK MITIGASI BENCANA 1999, Januari 2000, Direktorat Teknologi Pengelolaan Sumerdaya Lahan dan Kawasan, Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam, BPPT, hal. I.105 - I.123
Zakaria, Zufialdi. Analisis Kestabilan Lereng Tanah. Bandung.
Zakaria, Z., 2000, Peran Identifikasi Longsoran dalam Studi Pendahuluan Permodelan Sistem STARLET Untuk Mitigasi Bencana Longsor.
Analisis Lapisan Tanah 1, 2, 3 dan 4 Pada Pemodelan
Plaxis Perkuatan Tanaman Akar Wangi
Data lapisan tanah pada permodean Plaxis 2D yang dipergunakan
merupakan data gabungan dari hasil Analisa laboratorium dan hasil korelasi
dari nilai-nilai tanah yang diurutkan dari perkiraan nilai N-SPT tanah secara
umum.
Lapisan tanah kedua merupakan hasil dari pengujian tanah yang
dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah dengan mendapatkan nilai E dari
grafik tegangan regangan percobaan Unconfined Compression Test
(UCT),nilai berat isi dari pengujian kompaksi tanah, serta nilai Kohesi (C) dan
nilai sudut geser dari pengujian Direct Shear Test.
Lapisan tanah pertama, ketiga dan keempat didapatkan dari
pendekatan korelasi tanah berdasarkan nilai N-SPT tanah yang biasanya ada
pada tanah dengan acuan data dari hasil pengujian tanah lapisan kedua yang
didapatkan dari pengujian laboratorium. Data tanah lapis pertama merupakan
tanah lempung, lapisan ketiga merupakan lempung berpasir, dan lapis
keempat merupakan lempung padat.
Tabel 1. Korelasi N – SPT dengan modulus elastisitas pada tanah
lempung
Tabel 2. Korelasi N – SPT dan qc dengan modulus elastisitas pada tanah pasir
Tabel 3. korelasi N-SPT dengan sudut geser dalam tanah
Tabel 4. korelasi berat jenis tanah jenuh (sat) untuk tanah non kohesif
Tabel 5. Korelasi empiris antara nilai N-SPT dengan unconfied compressive
strength dan berat jenis (sat) untuk tanah kohesif
Pada pengujian permodelan menggunakan akar wangi sebagai
perkuatan tanah, data tanah yang dipergunakan sama dengan data tanah
yang dipergunakan pada saat tanpa perkuatan, yang membedakan dari
pengujian tersebut adalah, pada lapisan tanah yang diberikian perkuatan
akar wangi merupakan “elastic material” dengan nilai E yang didapatkan dari
pengujian Unconfined Compression Test (UCT) sebesar 1489 kN/m2.
Gambar 1. Pemodelan lereng jalan
A. Lapisan Tanah 1, 2, 3 dan 4 Sebelum adanya Perkuatan :
Dapat diliat pada tabel dibawah ini :
Lapisan Tanah 1 Lapisan Tanah 2 Lapisan Tanah 3 Lapisan Tanah 4
C : 1,5 kN/m2 C : 7 kN/m2 C : 1 kN/m2 C : 10 kN/m2 E : 1179 kN/m2 E :1764 kN/m2 E : 2x104 kN/m2 E : 1x104 kN/m2 Kx : 0,01 m/day Kx : 0,01 m/day Kx : 1 m/day Kx : 0,01 m/day
: 270 : 200 : 330 : 330
sat : 18 kN/m3 sat : 18 kN/m3 sat : 20 kN/m3 sat : 20 kN/m3
Nilai-nilai yang didapatkan dari lapisan 2 merupakan hasil analisis di
laboratoium sedangkan untuk lapisan tanah 1, 3 dan 4 di asumsikan
menggunakan pendekatan nilai N – SPT sebagai Berikut :
Lapisan tanah 2
Pada lapisan tanah 2 diperoleh dari hasil analis laboratorium.
Lapisan tanah 1
- Pada tanah lapisan 1 diasumsikan nilai N-SPT nya adalah 2, sehingga
dari tabel korelasi yang didapatkan nilai kohesi (c) sebesar (1,5
kN/m2), nilai modulus elastisitas (E) sebesar 1179 kN/m2, nilai
koefisien permeabilitas 0.01 m/day, sudut geser sebesar () 270 dan
nilai gamma saturasi (sat) : 18 kN/m3.
Tabel 1. Korelasi N – SPT dengan modulus elastisitas pada tanah lempung
Tabel 2. korelasi N-SPT dengan sudut geser dalam tanah
Tabel 7 Korelasi empiris antara nilai N-SPT dengan unconfied compressive
strength dan berat jenis (sat) untuk tanah kohesif
Asumsi Lapisan 1 adalah :
Pada lapisan 1 diasumsikan nilai N-SPTnya adalah 2 maka :
1. Nilai kohesi (c) = 0,68 x N
= 0,68 x 2
= 1,36 kN/m2
= 1,5 kN/m2
2. Nilai Modulus Elastisitas (E)
Karena diasumsikan Nilai N-SPT 2 maka dari tabel didapatkan nilai
E = 171 psi di konversi ke kN/m2 maka dikalikan 6,895
= 171 X 6,895
= 1179 kN/m2
3. Sudut geser () dari tabel diperoleh 270
4. Nilai gamma saturasi (sat) dari tabel diperoleh 18 kN/m3
Lapisan tanah 3
- Pada tanah lapisan 3 diasumsikan nilai N-SPT nya adalah 10,
sehingga nilai kohesinya tanah pasir adalah 1 kN/m2, nilai modulus
elastisitas (E) sebesar 2x104 kN/m2, nilai koefisien permeabilitas 0.01
m/day, sudut geser sebesar () 330 dan nilai gamma saturasi (sat) : 20
kN/m3
Tabel 1. Korelasi N – SPT dan qc dengan modulus elastisitas pada tanah pasir
Tabel 3. korelasi berat jenis tanah jenuh (sat) untuk tanah non kohesif
Asumsi Lapisan 3 adalah :
Pada lapisan 3 diasumsikan nilai N-SPTnya adalah 10 maka :
1. Nilai kohesi lapisan pasir adalah 1 kN/m2
2. Nilai Modulus Elastisitas (E)
Karena diasumsikan Nilai N-SPT 10 maka dari tabel didapatkan
nilai E = 2900 psi di konversi ke kN/m2 maka dikalikan 6,895
= 2900 X 6,895
= 19995,5 kN/m2
= 2x104 kN/m2
3. Nilai Sudut geser () dari tabel diperoleh 330
4. Nilai gamma saturasi (sat) dari tabel diperoleh 20 kN/m3
Lapisan tanah 4
- Pada tanah lapisan 4 diasumsikan nilai N-SPT nya adalah 15,
sehingga dari tabel korelasi yang didapatkan nilai kohesi sebesar 0.1
kg/cm2 (10 kN/m2), nilai modulus elastisitas (E) sebesar 1x104 kN/m2,
nilai koefisien permeabilitas 0.01 m/day, sudut geser sebesar () 330
dan nilai gamma saturasi (sat) : 20 kN/m3.
Tabel 1. Korelasi N – SPT dengan modulus elastisitas pada tanah lempung
Tabel 2. korelasi N-SPT dengan sudut geser dalam tanah
Tabel 7 Korelasi empiris antara nilai N-SPT dengan unconfied compressive
strength dan berat jenis (sat) untuk tanah kohesif
Asumsi Lapisan 4 adalah :
Pada lapisan 4 diasumsikan nilai N-SPTnya adalah 15 maka :
1. Nilai kohesi (c) = 0,68 x N
= 0,68 x 15
= 10,2 kN/m2
= 10 kN/m2
2. Nilai Modulus Elastisitas (E)
Karena diasumsikan Nilai N-SPT 10 maka dari tabel didapatkan nilai E
= 1450 psi di konversi ke kN/m2 maka dikalian 6,895
= 1450 x 6,895
= 9997,75 kN/m2
= 1x104 kN/m2
3. Nilai sudut geser () dari tabel di peroleh 330
4. Nilai gamma saturasi (sat) dari tabel diperoleh 20 kN/m3
B. Lapisan Tanah 1, 2, 3 dan 4 Sebelum adanya Perkuatan :
Dapat dilihat pada tabel berikut :
Lapisan Tanah 1 Lapisan Tanah 2 Lapisan Tanah 3 Lapisan Tanah 4
C : 1,5 kN/m2 C : 7 kN/m2 C : 1 kN/m2 C : 10 kN/m2 E : 1179 kN/m2 E : 1764 kN/m2 E : 2x104 kN/m2 E : 1x104 kN/m2 Kx : 0,01 m/day Kx : 0,01 m/day Kx : 1 m/day Kx : 0,01 m/day
: 270 : 200 : 330 : 330
sat : 18 kN/m3 sat : 18 kN/m3 sat : 20 kN/m3 sat : 20 kN/m3
Lapisan tanah 2 : Tidak Mengalami Perubahan (yang berubah
hanya parameter tanah yang digunakan sebagai pengganti Vetiver
yang diasumsikan sebagai “elastic material” dengan nilai modulus
elastisitas (E) sebesar 1489 kN/m2). Lapisan tanah 1, 3 dan 4 Tidak