-
BAB 1
Pada suatu sore di musim gugur, Yi Hwon dan pengawal pribadinya,
Woon, menemukan pohon besar
sebagai tempat berteduh dari hujan yang sangat lebat. Hwon
sedang menyamar, hanya mengenakan
busana bangsawan biasa. Sementara penampilan Woon tak dapat
dibantah, ia adalah seorang pendekar.
Rambut panjangnya terikat rapi dengan kedua pedang panjang
tersampir di punggung dan pinggangnya.
Kedua pria itu berada jauh dari desa terdekat, dan hujan
sepertinya tak akan berhenti dalam waktu
dekat. Tiba-tiba Hwon melihat sebuah gubuk kecil di kaki gunung
dan memutuskan kalau mereka akan
berteduh di tempat itu sampai hujan usai.
Tanpa menunggu jawaban Woon, seperti kena sihir, Hwon berjalan
cepat menuju rumah itu. Tak ada
pilihan lain bagi Woon selain mengikutinya.
Setibanya di depan gerbang, langkah Woon terhenti karena melihat
ada sebilah tiang panjang
menancap di pintu gerbang. Woon menyarankan agar Hwon tak
memasuki rumah itu, karena rumah itu
didiami oleh seorang shaman.
Namun tiba-tiba seorang wanita (yang nanti kita kenal dengan
nama Seol) muncul dan membuka pintu.
Tunjukkan siapa dirimu!
Aku tak tahu harus berkata apa. Dalam situasi seperti apa
seorang tuan rumah harus menunjukkan jati
dirinya pada tamunya? Bukankah seharusnya aku yang harus
menanyakan hal itu?
Untuk apa seorang wanita memiliki sebuah pedang?
Mengagumkan. Bagaimana kau tahu kalau aku memiliki pedang?
Seperti dugaan.. Oh! Bukan itu
maksudku. Ehm.. Tuanku Putri memintaku untuk mengundang kalian
untuk masuk.
Aku tanya sekali lagi, mengapa kau harus memiliki pedang? tanya
Woon kembali.
Di tempat terpencil seperti ini, dua orang wanita tinggal
sendirian. Bukankah sudah sewajarnya kami
memiliki setidaknya sebuah pedang? Pertanyaan yang bodoh. Jadi,
kalian mau masuk atau tidak?
Walaupun Hwon ingin masuk, tapi ia tak dapat memaksakan
kehendaknya karena Woon. Tapi sepertinya
Seol sudah tahu kalau tamunya ragu-ragu, maka iapun melanjutkan,
Tuanku Putri berkata kalau para
tamu pasti tak akan mau masuk, maka ia bertanya, Apa bedanya
jika berteduh di bawah atap pintu
masuk rumah seorang rendahan dengan berada di sebuah ruangan
yang hangat dan nyaman?
Kata-kata itu menjadi alasan yang tepat bagi Hwon untuk
memaksakan dirinya masuk ke dalam rumah.
Seol mengantar tamunya ke sebuah ruang kosong. Ruangan itu
beraroma wangi bunga anggrek dan di
lantai terdapat sebuah meja kecil dengan minuman dan makanan di
atasnya. Di samping meja, ada
anglo yang menyapa hangat para tamu, seakan-akan mereka memang
diharapkan datang. Namun
selain itu, ruangan itu tak ada bedanya dengan ruangan biasa,
dan tak memiliki ciri-ciri yang
menunjukkan kalau rumah itu dimiliki oleh seorang shaman. Bahkan
ruangan itu malah mirip dengan
-
ruangan seorang pria, seorang pelajar, karena di di rak buku
terdapat banyak buku literatur (Konfusius)
seperti Refleksi dari Lima Kitab dan Pertanyaan pada Ajaran
Agung.
Mendengar wanita, yang dipanggil Tuanku Putri oleh Seol,
memasuki ruang sebelah, Hwon kembali
duduk di lantai. Ruang sebelah hanya dipisahkan oleh sebuah
pembatas ruangan sehingga Hwon hanya
dapat melihat siluet anggun seorang wanita yang ada di depannya.
Rambutnya terkepang dan diikat
dengan sebuah daengi (pita), menunjukkan kalau wanita itu belum
menikah.
Dari ruang sebelah, wanita itu memberi hormat dengan membungkuk
sekali padanya, namun ia
kemudian membungkuk lagi. Dalam tata cara tradisional, dua kali
penghormatan berarti memberi
hormat pada orang yang sudah meninggal. Hwon dan Won mengerutkan
kening, tak suka dengan
tindakan wanita itu yang kurang ajar.Tapi kemudian wanita itu
membungkuk lagi, membuat bingung
kedua pria yang ada dihadapannya (Tiga kali penghormatan berarti
memberi hormat pada Budha). Dan
betapa terkejutnya Hwon dan Won karena wanita itu membungkuk
sekali lagi, penghormatan yang
ditujukan pada seorang raja. Setelah penghormatan yang terakhir,
wanita itu menempelkan keningnya
ke atas lantai, dan membungkukkan tubuhnya serendah mungkin.
Angkat wajahmu.
Wanita itu perlahan-lahan mengangkat badannya, dan dengan lembut
menangkupkan kedua tangan di
atas lutut kirinya. Hwon masih belum dapat melihat jelas wajah
wanita itu. Ia bertanya pada wanita itu,
mengapa ia memberi empat kali penghormatan padanya. Apakah kau
tak dapat menghitung?
Saya hanya ingin memberi penghormatan yang selayaknya pada
matahari.
Mendengar suaranya yang indah, Hwon sesaat kehilangan
kata-kata.
Apa yang kau maksud dengan matahari? Bagi seorang wanita,
matahari adalah suami.
Seorang wanita juga rakyat Joseon.
Hwon tak dapat berucap lagi. Jelas wanita ini mengetahui kalau
ia adalah seorang raja. Kemudian,
wanita itu meminta Hwon untuk meminum minuman yang telah ia
persiapkan.
Hwon jadi semakin ingin tahu wajah wanita itu dan memintanya
untuk memperlihatkan wajahnya. Tapi
ketika wanita itu tak menjawab, malah tetap mempersilakan Hwon
untuk minum, Hwon
memerintahkan Woon untuk memindahkan pembatas itu. Dengan sekali
tebas, pembatas yang
memisahkan ruangan mereka terjatuh ke lantai. Dan seakan-akan
pedang tajam Woon juga membelah
awan hujan di langit, cahaya bulan tertumpah sehingga memenuhi
ruangan.
Sekali lagi Hwon terkesima akan kecantikan wanita itu yang
sangat mempesona, tapi ia menutupinya
dengan kemarahan.Tak peduli seberapa rendah tamu yang datang,
adalah kewajiban tuan rumah
untuk memperlihatkan diri dan menyambut saat tamu memasuki
rumah. Mengapa kau tak mematuhi
perintahku?
-
Walaupun status sosial saya adalah terendah dari yang rendah,
berdasarkan takdir langit, saya adalah
seorang wanita. Saya gagal melaksanakan kewajiban saya sebagai
tuan rumah karena saya
melaksanakan kewajiban saya sebagai seorang wanita (yaitu
menjaga jarak dengan pria).
Kau mengikuti aturan itu walau kau bukan wanita bangsawan?
Saya tak pernah mendengar sebuah undang-undang yang melarang
seorang wanita rendahan tak boleh
mengikuti aturan para wanita bangsawan.
Hwon tertawa sembari meraih sebotol arak. Ia tak pernah menemui
seorang wanita yang tak takut
untuk mengungkapkan perasaannya dengan penuh rasa hormat tapi
juga penuh percaya diri pada Raja.
Hwon menuangkan minuman untuk Woon, tapi Woon tak melihat gelas
itu dan tetap menatap lantai,
mengisyaratkan kalau ia tak dapat minum saat sedang bertugas
mengawal raja.
Melihat hal ini, wanita itu berkata, Betapa tak bertanggung
jawab kau ini. Kau tak tahu siapa aku dan
minuman apa yang aku sajikan, dan kau malah menolak minuman itu?
Apa kau mengawal Raja hanya
dengan pedangmu saja?
Mendengar kata-kata itu, Woon tak punya pilihan lain kecuali
meminumnya. (Seperti kebiasaan minum
di Korea) Ia menolehkan kepalanya ke samping, dan matanya
bersirobok dengan mata wanita itu.
Hwon ingin tahu bagaimana wanita itu bisa mengenalinya sebagai
Raja.
Hamba ingin bertanya pada Paduka. Jika sebuah matahari bersinar
di langit malam, apakah itu sebuah
matahari, atau sebuah bulan?
Hwon tak menjawab dan wanita itu pun melanjutkan, Matahari
adalah matahari, dimanapun ia berada.
Begitu juga dengan Paduka.
Tapi tak seorang pun di desa mengenaliku. Jadi bagaimana kau
bisa?
Ketika wanita itu tak menjawab, Hwon bergumam pada dirinya
sendiri, Meja dan anglo ini sudah
dipersiapkan sebelumnya. Apakah aku dihantui oleh sebuah
roh?
Setelah berpikir sejenak, wanita itu menjawab kalau ia
mengenalinya dari pedang yang dibawa oleh
Woon, karena Seol memiliki cukup banyak pengetahuan tentang
pedang.
Seol memiliki mata yang hebat. Dari kejauhan dan kegelapan, ia
mampu melihat pedang yang dibawa
oleh pengawal Raja. Tidak, ia bahkan dapat mengetahui sebelum
melihatnya. Apakah aku sedang
digoda oleh hantu? Hwon tetap memandang wanita itu dan berkata,
Kemarilah. Duduk di ruangan
sebelah membuatku tak mampu melihat apakah kau menyembunyikan
kesembilan ekormu atau tidak.
Wanita itu sedikit ragu, namun ia berjalan menuju ruangan dimana
Hwon dan Woon duduk. Dan ia pun
duduk kembali.
Apakah kau hantu .. atau manusia..?
-
Orang-orang mengatakan kalau saya bukan manusia.
Jadi kau benar-benar seorang hantu?
Mungkin. Saya adalah sebuah jiwa dengan kesedihan yang
dalam.
Apakah kau mempermainkanku? Bagaimana mungkin seorang hantu
memiliki bayangan?
Saya tak berbohong. Bukankah seorang shaman memiliki derajat
lebih rendah dari seorang manusia
budak? Jadi saya tak berani mengatakan kalau saya adalah seorang
manusia.
Seorang shaman.. Kau adalah seorang shaman. Jadi kau sudah
mengetahui kedatanganku.
Tidak, Paduka. Walaupun saya seorang shaman, saya tak dapat
meramal atau membaca pikiran orang.
Saya adalah seorang shaman tanpa kemampuan seperti itu.
Memang ada jenis shaman seperti itu?
Saya malu untuk mengakuinya, tapi memang ada jenis shaman
seperti itu. Menjalani hidup seperti ini,
di tempat ini, adalah sebuah cara untuk memperpanjang hidup.
Kau berbicara tapi aku tak memahami ucapanmu. Woon, apakah kau
pernah mendengar hal semacam
ini?
Woon melirik wanita itu kemudian menunduk kembali, menandakan
kalau ia juga tak pernah
mendengar hal seperti itu. Hwon yang bingung kemudian bertanya
lagi, Apakah kau benar-benar
seorang shaman?
Tak mampu mengakhiri hidup, saya hidup sebagai shaman. Saya tak
bisa hidup sebagai manusia,
tapi sebagai shaman maka saya bisa tetap hidup.
Melihat wanita itu berbicara dengan tenang, Hwon malah merasakan
kepedihan yang mendalam. Iapun
bertanya kembali, Siapa namamu?
Saya bukan siapa-siapa.
Aku bertanya siapa namamu.
Ada hukum yang tegas. Di depan raja, semua orang tidaklah
penting. Mohon ijinkan saya untuk
memperkenalkan diri sebagai bukan siapa-siapa.
Hwon yang frustasi mengeraskan suaranya. Kurang ajar! Beraninya
kau membuatku mengulang
perintah. Aku bertanya sekali lagi. Siapa namamu? Jika kau
manusia, kau pasti memiliki nama keluarga
dan nama lahir. Jika kau bukanlah seorang hantu, katakan
namamu.
-
Nama keluarga diberikan pada orang yang memiliki ayah. Nama
lahir adalah nama yang diberikan pada
orang yang memiliki ibu. Karena saya tak memiliki ayah ataupun
ibu, maka sayapun tak memiliki nama.
Maksudmu, kau tak bernama?
Saya.. telah hidup tanpa sebuah nama.
Menyebalkan sekali. Apakah kau mempermainkanku lagi?
Saya sudah mengatakan kalau saya tak akan berbohong.
Aku pernah mendengar kalau setiap shaman mempunyai ibu wali.
Bagaimana ibu wali memanggilmu?
Ibu wali tak pernah memanggil saya dengan sebuah nama.
Bagaimana mungkin?
Khawatir akan nasib yang akan mengikat kami karena sebuah nama,
maka ia tak pernah memberi
nama.
Berapa umurmu?
Karena saya tak pernah menghitung tahun, maka saya tak dapat
menjawab.
Berapa tahun kau tinggal di sini?
Sangat lama sekali. Saya hidup terperangkap di sini untuk waktu
yang sangat lama.
Tapi dialekmu bukan seperti orang asli daerah ini. Dialekmu
seperti orang yang berasal dari Hanyang
(ibukota Joseon) jadi kau pasti bukan asli dari daerah ini.
Sebelum tinggal di sini, kau pasti memiliki
identitas, kan?
Mata wanita itu tak dapat menyembunyikan kesedihan yang
mendalam. Tapi suaranya tetap tenang.
Itu adalah kisah masa lalu yang sayapun tak dapat
mengingatnya.
Dalam kemarahannya, Hwon membanting gelas araknya ke atas meja.
Aku sudah bertanya banyak
padamu, dan satupun tak kau jawab!
Saya telah memberi banyak jawaban pada Paduka, tapi satupun tak
Paduka akui.
Dan apa yang telah kau jawab? Namamu? Umurmu? Kau bahkan tak
menjawab jenis shaman seperti
apa kau ini! Apakah kau benar-benar seorang shaman?
-
Jika Paduka tetap menganggap kalau jawaban saya tak memuaskan,
apakah saya harus berbohong
pada Paduka? Jika saya berbohong, apakah jawaban itu dapat
memuaskan Paduka?
Hwon melanjutkan minum dan tanpa berkata-kata. Sesaat kesunyian
merayapi ruangan. Ia kemudian
melanjutkan, Tempatmu duduk masih terlalu jauh. Kemarilah
mendekat.
Wanita itu berjalan dua langkah mendekati Hwon dan duduk
kembali.
Masih terlalu jauh. Kemarilah lebih dekat lagi.
Akhirnya wanita itu mendekat hingga jaraknya hanya seperlengan
dari Hwon dan ia duduk kembali.
Walaupun bagi Hwon jarak itu masih terlalu jauh, tapi ia
membiarkannya. Sudah tak ada jarak lagi bagi
wanita itu untuk duduk lebih dekat. Di hadapan Hwon, nampak
wajah putihnya, lebih putih dari giok
putih. Ia memiliki bulu mata yang lentik dan bola mata yang
pekat. Di hadapan Woon terlihat sisi
samping wanita itu. Walaupun sebuah wajah dapat berdusta, tapi
tidak dengan postur tubuhnya. Dan
bagi Woon, kesedihan wanita itu nampak kentara sekali. Agar tak
melihat wanita itu, Woon
menundukkan kepala dan menutup matanya.
Sambil menghela nafas panjang, Hwon bertanya, Apakah kau dapat
melihat bagaimana hatiku
mengalir padamu?
Karena hanya ada setitik sinar rembulan, saya tak mampu
melihatnya.
Kau tak mampu melihat atau tak mau melihat? .. Tak dapatkah aku
merengkuhmu? (Catatan :
merengkuh di sini bisa dikonotasikan secara seksual)
Karena khawatir hati Paduka akan berat meninggalkan tempat ini,
saya akan tetap mengikat erat pita
(baju saya)
Aku tak akan meninggalkan hatiku. Karena aku akan membawamu
kembali. Jadi apakah kau
mengijinkanku untuk menyentuhmu?
Saya tak dapat pergi. Saya terikat dengan tempat ini.
Aku, Rajamu, telah mengatakan akan membawamu pergi. Walaupun kau
tak dapat pergi, kau harus
mengikutiku.
Di bawah langit, ada hal yang bisa disatukan, dan adajuga hal
lain yang tak akan pernah bisa
bersatu. Seorang raja dan seorang shaman sangatlah jauh terpisah
dan tak akan pernah bersama.
Karena ditolak, Hwon menaikkan suaranya, Beri aku alasan mengapa
kita tak dapat bersama!
Wanita itu mengutip bagian dari buku Zouyi (Buku tentang
Perubahan I Ching) dimana langit dan bumi
haruslah terpisah agar dapat menciptakan kedamaian.
-
Aku juga telah membaca Zouyi tapi arti yang kutangkap bukanlah
itu. Ia menjelaskan kalau bumi
tidaklah rendah karena dekat dengannya, dan karena kedekatan
itulah maka ia harus memperlakukan
dengan baik.
Mengutip dari buku Zuangzhi, wanita itu menjelaskan, Langit yang
mulia, bumi yang hina, itu adalah
hukum alam. Seperti musim gugur dan musim dingin yang mengikuti
musim semi dan musim panas
adalah sifat dari keempat musim, langit dan bumi juga memiliki
peringkatnya. Apalagi manusia.
Guruku tak mengajarkan Zuangzhi seperti itu. Walaupun pemimpin
berkuasa dan rakyat mengikuti,
pemimpin harus menjadi contoh bagi rakyatnya. Jika aku adil,
maka rakyat menjadi adil. Jika aku
mulia, maka rakyat ikut mulia. Itulah peringkat alam yang
dimaksud. Aku tak akan menjadi hina dengan
merengkuhmu, tapi malah kau yang akan menjadi mulia.
Berbicara kewajiban tanpa memperhatikan tanggungjawab bukanlah
sebuah kewajiban. Jika saya tak
direngkuh, maka Paduka akan memberi contoh yang baik bagi
rakyat.. Saya bukanlah siapa-siapa yang
bahkan tanpa nama.
Aku juga tak memiliki nama. Semenjak aku lahir dan masuk daftar
calon putra mahkota, membuatku
tak bernama. Setelah dinobatkan menjadi putra mahkota, aku
bernama Hwon. Tapi tak seorang pun
dapat memanggil nama itu. Tak ada yang memanggilku Hwon atau
Pangeran Ilsung, tapi hanya Putra
Mahkota. Sekarang setelah menjadi raja, bahkan nama Hwon pun tak
boleh tertulis dalam kertas. Jadi,
bukankah kita sama, tak bernama?
Tidak sama. Itulah perbedaan langit dan bumi.
Wanita itu tetap kukuh seperti batu. Hwon terdiam seperti
memikirkan sesuatu. Kemudian seakan
disadarkan oleh sesuatu, ia pun menyerukan,
Ah, benar! Karena ibu walimu tak memberi nama karena takut
terikat nasib denganmu, maka akulah
yang akan memberimu nama, dan nasib kita akan terikat. Aku akan
memberimu sebuah nama.
Kali ini, wanita itu nampak terkejut.
Di dunia ini tak hanya ada nasib baik saja. Paduka tak
seharusnya memberi nama karena pertemuan
sesaat. Mohon Paduka memikirkannya kembali.
Kau terlihat seperti rembulan, atau rembulan yang terlihat
sepertimu? Aku akan menamaimu Wol
(artinya adalah bulan)
Dan sejak saat itu, wanita itu menjadi Wol. Hwon merasa yakin
dengan memberinya sebuah nama,
takdir mereka akan berlanjut. Hwon ingin menyentuh wajah Wol,
tapi ia urungkan, khawatir jika ia
menyentuh wajahnya ia akan lenyap menjadi debu. Maka ia hanya
melanjutkan minumnya.
Hari ini bukanlah satu-satunya hari. Aku tahu namamu, aku tahu
kau tak bisa pergi dari tempat ini.
Jadi akan ada pertemuan berikutnya.
-
Hwon menuangkan arak untuk Wol dan membacakan sebuah puisi
Semua makhluk datang dan datang lagi, tak pernah berhenti.
Aku menunggu apakah semua sudah datang, tapi yang lain tetap
datang.
Mereka datang dan datang lagi dari sebuah tempat yang tak
bertepi.
Maka aku bertanya pada mereka, dari mana tempatmu berasal?
(Cuplikan dari bait pertama puisi Hwadam Seo Kyung Deok :
Relic)
Walaupun puisi itu sepertinya bertanya pada Wol darimana
asalnya, tapi pertanyaan itu bukan untuk
Wol saja. Puisi itu adalah pertanyaan Hwon pada dirinya sendiri,
tentang perasaan yang tak
terbantahkan muncul dari hatinya. Wol menutup matanya, tak
melirik sedikitpun pada minuman yang
dituangkan Hwon untuknya.
Semua makhluk pergi dan pergi lagi, tak pernah berhenti.
Aku menunggu apakah semua sudah pergi, tapi ada yang belum
pergi.
Mereka pergi dan pergi lagi hingga saat akhir, tapi tak ada yang
terakhir.
Maka aku bertanya pada mereka, kemanakah kalian pergi?
(Cuplikan dari bait kedua puisi Hwadam Seo Kyung Deok :
Relic)
Hwon tak mengerti. Walaupun ia mengerti arti puisi itu, ia tak
mengerti apa yang Wol maksud dengan
membacakan puisi tersebut.
Apa yang sebenarnya ingin kau katakan?
Saya hanya ingin menyelesaikan bagian kedua (dari puisi itu).
Dan karena malam ini adalah akhir dari
takdir kita, maka ini adalah permintaan saya agar tak ada
pertemuan berikutnya, Paduka.
Mengherankan ada seorang shaman yang mengerti puisi Hwadam..
Begitu pula seorang raja yang mengerti puisi Hwadam.
(Catatan : Karya Hwadam adalah jenis sahak, bukannya jeonghak.
Suatu karya yang seharusnya tak
dipelajari oleh raja. Tak tahu beda antara sahak dan jeonghak.
Mungkin seperti perbedaan ideologi)
Dan Wol melanjutkan, menyarankan Hwon untuk segera kembali
karena hujan telah berhenti dan
gelasnya sudah kosong. Tapi Hwon merasa terluka karena Wol
menyuruhnya segera pergi. Bukan terluka
oleh Wol, tapi lebih pada perpisahaan itu sendiri.
Pergilah bersamaku. Saat pagi datang, pergilah bersamaku.
Saya ingin bertanya, konsekuensi apa yang akan menimpa pengawal
Paduka jika paduka tak kembali
saat ini juga.
Wol benar. Karena Hwon diam-diam pergi meninggalkan wisma
kerajaan untuk pergi ke desa, jika
sesuatu terjadi, maka yang menangung akibatnya bukanlah Hwon
tapi Woon. Dan seperti biasa,
kesalahan Woon dikarenakan ia sebagai anak selirlah yang menjadi
sasaran.
-
Wol! Aku akan datang menemuimu lagi. Tunggulah aku.
Saya telah mengatakan jika malam ini adalah akhir dari takdir
kita.
Dan aku juga telah mengatakan kalau malam ini adalah awal dari
takdir kita.Dan karena aku tak bisa
pergi begitu saja, aku harus membawa kenang-kenangan darimu.
Saat Hwon mengatakan kenang-kenangan, Wol membuka matanya dan
tersenyum sedih. Hwon gembira
melihat senyum pertama yang diberikan Wol padanya, dan ia pun
duduk mendekati Wol. Wol
menjawab, Saya tak memiliki apapun. Saya hanya memiliki bulan di
langit yang Paduka berikan pada
saya sebagai sebuah nama.
Hwon melihat ke bulan dan tersenyum, Maka aku akan mengambil
bulan itu, yaitu seluruh dirimu.
Anda tak seharusnya melakukan itu, Paduka. Saya mohon Paduka
mempertimbangkannya kembali.
Tak ada yang tak mungkin aku lakukan! Aku akan mengikat
perasaanku pada bulan yang telah kau
berikan padaku.
Tapi bisakah saya meminta kenang-kenangan dari Paduka?
Wajah Hwon mendadak sumringah dan ia langsung menjawab, Katakan
apapun itu. Aku akan
memberikan semuanya.
Saya mohon agar Paduka meninggalkan semua yang terjadi malam
ini. Matikan semuanya.
Jika aku mematikan semua kenangan ini, apakah kau akan mengubur
kenanganmu juga?
Betapa kejamnya dirimu! Betapa tak berhatinya dirimu! Kau
mengundangku datang sehingga aku masuk.
Dan ketika aku tak mau pergi, kau malah menyuruhku keluar.
Walaupun sekarang aku pergi, tapi takdir
kita tak akan berakhir.
Ini adalah takdir yang tak berarti.
Pertemuan badan ini bukan hanya satu-satunya takdir. Pertemuan
hati kita juga adalah takdir. Kau
tadi mengatakan kalau kau tak akan berbohong. Jadi bisakah kau
memungkiri kalau malam ini hati kita
tak pernah bertemu?
Alasan mengapa aku tak mengambilmu malam ini karena aku menjaga
perasaanmu, jadi jangan pernah
mengatakan dirimu serendah itu. Walaupun status sosial seseorang
yang mengerti literatur itu rendah,
tapi tidak dengan kepribadiannya. Dan malam aku akan pergi
dengan membawa bulanmu.
Dan dengan kata-kata itu, Hwon bangkit dan keluar bersama Woon,
meninggalkan Wol yang terduduk di
ruangan. Setelah berjalan cukup jauh, Hwon berkata pada Woon,
Hatiku sakit dan aku tak sanggup
melihat ke belakang. Tolong lihatkan untukku. Apakah Wol melihat
kepergianku?
-
Woon melihat ke belakang, walaupun ia tak yakin alasan
melihatnya karena perintah raja atau
keinginannya sendiri. Tapi di belakang mereka, hanya tatapan
Seol yang mengantar kepergian mereka.
Ia tak melihat.
Ya, ya. Dan itu membuat hatiku berkurang rasa sakitnya. Woon,
aku tak pernah menyangka kalau
cahaya bulan dapat sangat menyilaukan.
Di ruangan, Wol yang duduk terpaku bertanya pada Seol,
Seol, apakah kau melihatnya pergi?
Sambil menangis, Seol menjawab, Ya, ia pergi! Ia benar-benar
pergi!
Apakah ia melihat ke belakang?
Tidak! Ia tak menoleh sedikitpun.
Wol perlahan bergumam, Ya, ya. Dan itu mengurangi kesedihan
hatiku. Seol, aku tak pernah
menyangka kalau cahaya bulan dapat sangat menyilaukan.
Kenapa kau tak mengantarnya keluar? Kenapa kau hanya duduk di
sini?
Wol tersenyum lembut dan berkata, Karena hujan yang
mengantarkannya telah menempel di rumput,
di tanah dan di angin. Dan setiap kali air hujan menetes di
jubahnya, air itu akan menembus ke dalam
baju, sepatu dan topinya, membawa hatiku bersamanya dan
mengantarkannya pulang ke wisma
kerajaan.
BAB 2
Kenyataan :
- Semua pria yang masuk ke dalam istana harus memakai topi,
kecuali Woon.
- Nama panggilan Woon adalah Bingwoon, yang artinya Awan
Beku
- Untuk alasan keamanan dan fengshui, Hwon tidur di kamar yang
berbeda setiap malam. Beberapa
orang yang tahu di mana raja tidur di kamar yang ditunjuk
hanyalah tiga ahli nujum, beberapa kasim
yang bertugas, beberapa dayang-dayang dan Woon.
Woon pergi ke tempat yang ditunjukkan oleh pesan rahasia, di
mana Hwon akan tidur malam ini. Tapi
Woon malah menemukan Hwon di tempat lain.
Apa yang membawa Paduka datang ke tempat ini?
-
Aku duduk di sini untuk menemui bulanku. Tapi, seberapa keras
aku ingin menjadikannya sebagai
milikku, langit pun juga bersikeras kalau bulan adalah miliknya.
Jadi bagaimana mungkin aku dapat
mengalahkan langit? Langit pasti membenciku karena harus membagi
bulan denganku, maka ia
menyembunyikannya seperti sekarang ini. Aku yakin kalau kau
dapat membawakan bulan kepadaku,
tapi..
Setelah malam pertemuan mereka, Hwon telah menyuruh Woon untuk
menjemput Wol, tapi ia tak
dapat ditemukan di manapun. Pondoknya kosong dan semua orang di
desa tak pernah mendengar
wanita yang digambarkan seperti Wol. Bahkan tak ada nama Wol di
daftar resmi Shaman.
Berhari-hari Woon berada di rumah Wol, tapi ia tetap tak muncul.
Hanya saja Woon tak
memberitahukan pada Hwon kalau wangi bunga anggrek tetap tercium
dari ruangan itu. Atau saat ia
menunggu, betapa ia menginginkan kemunculan Wol, walaupun hanya
dalam bentuk roh. Woon tak
tahu apakah keinginannya itu demi kepentingan Hwon atau untuk
kepentingannya sendiri. Ia juga tak
dapat memberitahukan bagaimana wangi bunga anggrek dan sinar
bulan membuat hatinya pedih, tapi
anehnya, juga memberikan perasaan lega.
Sementara itu di sebuah pondok kecil, seorang shaman wanita tua
yang dikenal dengan Nyonya Jang,
tak seperti biasanya sedang buruk suasana hatinya. Ia
memerintahkan pelayan wanitanya, Janshil,
untuk mempersiapkan sambutan bagi para tamu. Janshil mengeluh,
bertanya-tanya tamu seperti apa
yang harus ia sambut
Tapi betapa terkejutnya Janshil, ada dua tamu mengunjungi pondok
mereka. Yang satu adalah pendeta
Hyegak, seorang pria tua dengan rambut dan jenggot putih dan
panjang sambil membawa tongkat. Satu
lagi adalah seorang pejabat muda golongan 4, wakil dari Kantor
Astronomi Kerajaan.
Mula-mula pendeta Hyegak meminta Nyonya Jang untuk kembali ke
istana sebagai ketua Shaman, tapi
pejabat kerajaan yang tak sabar, langsung memotong dan
mengatakan alasan kunjungan mereka.
Pejabat itu meminta Nyonya Jang untuk meminjamkan putrinya
selama sebulan karena kesehatan Raja
memburuk dan tabib istana tak tahu apa penyebabnya.
Nyonya Jang marah karena harus mengirimkan putrinya yang juga
shaman ke istana saat bintang Sirius
tertutup dalam kegelapan, yang menandakan firasat buruk kalau
negara akan mengalami keterpurukan.
Tapi ia tahu kalau ia tak punya pilihan lain.
Setelah kedua tamu itu pergi, Nyonya Jang mulai minum-minum,
rasanya ingin minum sampai mati.
Kemudian ia berbicara di hadapan sebuah kamar yang gelap.
Tuanku Putri. Apakah Anda mendengarnya? Sepertinya Anda harus
masuk ke istana.
Dari dalam ruangan gelap itu, Wol berkata, meyakinkan kembali
pada Nyonya Jang, Aku hanya akan
duduk di dekat Baginda Raja untuk satu bulan.
Bukan berada di dekat Baginda Raja. Tapi lebih tepatnya lagi,
berada di sampingnya saat ia sedang
tidur. Untuk satu bulan, namun Baginda Raja tak boleh tahu kalau
Anda mengunjunginya. Tidak, beliau
tak boleh tahu.
-
BAB 3
Sebenarnya, tugas Wol adalah menyerap energi jahat dari kamar
Hwon yang mempengaruhi
kesehatannya. Dan saat kesehatan Hwon sudah membaik, ia akan
dapat menyempurnakan
perkawinannya dengan Ratu di hari yang telah ditentukan oleh
Kantor Astronomy sehingga
menghasilkan keturunan laki-laki untuk menjadi pewaris
tahta.
Namun kesehatan Hwon tak kunjung menunjukkan perbaikan, ia
bahkan tak dapat duduk lama saat
memimpin sidang tanpa kehabisan nafas. Ia hanya memeriksa satu
atau dua dokumen setiap harinya,
dan merasa cemas mengetahui mertuanya, Menteri Papyeong, dan
pengikutnya yang memeriksa ratusan
dokumen yang tersisa. Ini menandakan kalau Menteri Papyeonglah
yang memerintah negara ini.
Perjalanan Hwon ke wisma kerajaan sebenarnya bertujuan untuk
memperbaiki kesehatannya. Tapi
bukannya kesehatan Hwon membaik, tapi malah semakin memburuk.
Karena tabib kerajaan tak dapat
mendiagnosa penyakitnya, banyak orang menduga kalau Raja
diguna-guna. Dan memang sulit
beranggapan Hwon normal jika ia selalu memandang bulan dan
menghela nafas setiap malamnya.
Sebulan sejak pertemuannya dengan Wol telah berlalu, dan Hwon
berseru gembira melihat bulan
purnama lagi. Cukup keras hingga Woon yang berdiri di luar kamar
mendengarnya. Hwon mendesah,
Bulan turun, menghilang kemudian datang kembali di hadapanku.
Tapi bulan yang seharusnya kembali
ke hadapanku tak kunjung datang.
Melihat Woon hanya berdiri diam tak menjawab, Hwon mengulurkan
tangannya ke luar jendela dan
menarik jubah Woon.
Lihatlah padaku. Jangan berdiri membelakangiku. Kau juga melihat
bulan itu bersamaku. Atau kau tak
melihatnya?
Woon berbalik dan menjawab singkat, Ya, saya melihatnya, Yang
Mulia.
Jadi bagaimana? Apakah bulan itu juga melihatmu? Atau itu hanya
sebuah ilusi?
Kali ini Woon tak menjawab.
Lancang sekali! Tahukah kau, di masa pemerintahan Raja Sejong,
Pejabat Choi Howon dipenjara
karena tak mau berbicara di hadapan Raja? Kau harusnya
berterimakasih pada bintang
keberuntunganmu karena aku adalah Raja yang murah hati. Jika
raja lain, kau pasti akan dipenjara
seumur hidup, walaupun mendengar ancaman Hwon, Woon tetap diam
membisu.
Bersamaan dengan itu, seorang kasim masuk ke dalam kamar dan
membawakan teh bunga matahari
atas permintaan tabib istana dan kantor Astronomi. Seketika itu
juga semerbak wangi bunga matahari
memenuhi ruangan.
Hwon, yang mulai lelah meminum obat, melancarkan protesnya,
Bukankah Kantor Astronomi sedang
mempersiapkan jimat penangkal? Aku sudah rajin meminum obat,
haruskah aku juga meminum teh ini?
-
Harus, Yang Mulia, agar jimatnya lebih berkhasiat. Teh ini tak
pahit seperti obat, bahkan baunya pun
cukup wangi.
Woon, apakah bulan itu sedang sibuk? Bahkan dalam mimpi pun ia
tak muncul.. Aku sendiri sangat
aneh. Selalu terkenang pada seseorang yang hanya sebentar
kutemui dalam gelap.. Benar-benar tak
normal. Kalau aku merenungkannya lagi, sekarang aku dapat
memahami perasaaannya saat itu.
Bagaimana mungkin ia dapat merindukan seorang pengelana yang
sedang tersesat, yang ia berikan
tempat berteduh dari hujan? Pasti sangat berat baginya untuk
mengusirku karena aku seorang raja.
Pasti dia sudah punya kekasih. Karena susah menolak seorang raja
yang ingin membawanya pergi, maka
ia langsung melarikan diri dengan kekasihnya keesokan harinya.
Bukankah begitu, Woon?
Saya tak tahu, Yang Mulia.
Hwon menjadi semakin yakin dengan kata-katanya sendiri. Aku
harus menyerah. Woon, sebelum aku
menyerah, pergilah ke sana sekali lagi.
Ya, Yang Mulia.
Ah, tidak. Lupakan. Tak seharusnya aku menyuruhmu pergi ke sana
berulang kali, nanti akan
menimbulkan kecurigaan.
Ya, Yang Mulia.
Woon, jangan khawatir. Mulai sekarang, tak akan ada pembicaraan
tentang bulan lagi Tak seperti
biasanya, bulan kelihatan sangat besar sekali.
Setelah menghabiskan tehnya, Hwon merasa mengantuk. Tak sadar
kalau perasaan itu dipengaruhi oleh
teh yang diminum, Hwan naik ke atas ranjang, menyelinap di balik
selimut dan langsung tertidur tanpa
membolak-balikkan badannya seperti biasa.
Menduga ada yang tak beres, Woon membaui cawan teh yang telah
kosong dan bertanya pada kasim
yang bertugas, apa alasannya Raja harus ditidurkan? Kasim
menjelaskan kalau ia diberitahu oleh kantor
Astronomi kalau hal ini harus dilakukan agar jimat penangkal
dapat bekerja secara efektif.
Lonceng malam telah berbunyi dan Woon memperhatikan ada ahli
nujum kerajaan dan seorang wanita
tertutup sseugae chima (kerudung) putih mendekat.
Tangan Woon hendak menarik pedangnya. Tapi semakin wanita itu
mendekat, Woon merasakan sebuah
perasaan yang berbeda. Dan akhirnya pengawal kerajaanlah yang
menghentikan langkah kedua orang
itu.
Siapa kau yang berani mengenakan sseugae chima di dalam
istana.
Ahli nujum kerajaan perlahan menjawab, Tak ada pilihan lain
karena ini adalah satu-satunya cara. Ini
bukanlah orang, tapi sebuah jimat.
-
Jimat? Bagiku, dia adalah seorang manusia.
Tak semua jimat penangkal harus tertulis di atas kertas. Dalam
situasi khusus dimana kita tak
mengetahui penyebab pastinya, jimat penangkal yang terbaik
adalah seorang manusia.
Jadi apakah mungkin ia shaman..
Woon mendekati mereka berdua, dan dengan pedangnya ia mengangkat
sseugae chima dari wajah
wanita itu. Dan ia pun tegang melihat wajah Wol yang
menatapnya.
Sambil menarik sseugae chima-nya kembali dari pedang Woon, Wol
berberkata dengan mata mengarah
ke bulan, Pemandangan awan yang menutupi bulan sangatlah
indah.
Sama seperti sebelummya, suaranya menggetarkan hati Woon
sehingga genggaman pedangnya menguat.
Woon mengerti kata-kata itu ditujukan padanya dan merupakan
permintaan Wol agar merahasiakan hal
ini pada Raja. Ketika Wol lewat, tercium wangi bunga anggrek
darinya.
Wol diantarkan oleh dua dayang dan diperiksa untuk meyakinkan
kalau Wol tak membawa senjata yang
dapat melukai Raja. Kemudian kasim mengantarkannya ke dalam
kamar. Setelah di dalam kamar, ia
menundukkan kepalanya agar tak melihat raja secara langsung
(sebuah kejahatan besar jika melihat
wajah Raja langsung tanpa seijinnya) kemudian ia berjalan
mendekati tempat Hwon terlelap. Wol pun
duduk di dekatnya.
Setelah Wol menempatkan diri, kasim dan para dayang menuju ruang
sebelah dengan pintu penghubung
tetap terbuka. Woon kemudian memasuki kamar raja namun duduk di
tempat yang jauh dari Hwon dan
Wol.
Setelah semua mata tak lagi tertuju padanya, diam-diam Wol
memandang Hwon. Ia memperhatikan
tangan lembutnya, selimut sutra yang naik turun seiring dengan
nafasnya, baju tidurnya yang putih dan
wajahnya yang terlelap.
Dari kejauhan, Woon pun memperhatikan Wol. Dari baju
berkabungnya yang putih, tangan halus yang
dengan lembut ia letakkan di atas lutut, leher putihnya yang
jenjang, kemudian Woon melihat lebih
atas lagi ke bibir dan hidungnya. Dan akhirnya pada mata Wol
yang tak lepas menatap, tatapannya
hanya kepada Raja.
BAB 4
Bersamaan dengan suara genderang yang menandakan subuh, Wol
diam-diam undur diri. Dan tak lama
kemudian,Hwon pun terbangun. Setelah meminum sedikit air, Hwan
langsung bertanya pada dayang,
Apakah seseorang mengunjungiku kemarin malam?
Semuanya terkejut, tapi kasim dengan tenang menjawab kalau ahli
nujum dari Kantor Astronomi
singgah kemarin malam untuk membawakan jimat penangkal.
-
Hwon meregangkan badan dan bertanya heran, Jimat penangkal
seperti apa? Aku merasa jauh lebih
baik.
Tabib Istana segera dipanggil dan wajahnya sumringah setelah
merasakan denyut nadi Raja. Semuanya
gembira karena kesehatan Raja membaik dengan sangat cepat, tapi
ahl nujjum istana gemetar
ketakutan menyadari kalau masalah kesehatan Hwon sebenarnya
bukan masalah medis dan mereka pun
masih belum tahu penyebabnya.
Bahkan yang lebih mengejutkan lagi adalah Wol tetap terlihat
sehat. Biasanya kesehatan shaman yang
menggantikan menerima guna-guna dari Raja akan langsung
memburuk, tapi hal ini tak terjadi.
Dengan kesehatannya yang cepat membaik, Hwon memaksa unntuk
langsung mengerjakan tugas yang
telah ia abaikan selama sakit. Ia mengirimkan salam pagi pada
Ibu Suri Istana (Nenek Hwon) dan Ibu
Suri (Ibu Hwon) melalui kasim. Dan pada istrinya yang ia tak
pernah merasakan kasih, bahkan kadang
melupakannya, ia kirimkan pesan agar tak perlu
mengunjunginya.
Hwon teringat kalau ia memiliki istri jika ia bertemu dengan
mertuanya, Menteri Papyeong. Bahkan
sampai sekarang, Hwon berharap dapat mengenyahkan Menteri
Papyeong dengan mengasingkannya,
tapi hal itu tak dapat ia lakukan karena berarti ia akan
mengibarkan bendera perang pada neneknya
sendiri yang melindungi pria tersebut.
Sementara itu, nurani Woon bertentangan ketika mengawal Hwon. Ia
tak dapat menceritakan masalah
Wol padanya. Tapi ia juga tak dapat menyembunyikannya pada Hwon
yang telah bersusah payah
mencari Wol.
Walaupun Woon selalu diam, namun Hwon merasa diamnya Woon kal
ini tak seperti biasanya. Ia
menyuruh Woon untuk beristirahat, dan Woon pun pergi tanpa
suara. Ketika pengawal depan melihat
kepergian Woon, mereka langsung bersigap. Tanpa Woon di samping
Hwon berarti para pengawal harus
lebih waspada dalam menjaga Raja. Woon sangatlah tampan, bahkan
para pengawal pria pun berdebar-
debar saat dilewati oleh Woon yang bermata tajam dan berhidung
mancung.
Woon menemui ahli nujum kerajaan di istana. Setelah bimbang
cukup lama, ia pun bertanya, Dimana
dia?
Ahli nujum kerajaan bingung akan pertanyaan yang dilemparkan
oleh Woon yang biasanya diam, tapi ia
segera menangkap maksud Woon yang menanyakan keberadaan shaman
yang semalam. Ia meminta
Woon untuk tak khawatir karena shaman tersebut akan tinggal di
tempat terpencil dekat kediaman
shaman kerajaan selama sebulan.
Sejak kapan ia menjadi bagian dari Shaman Kerajaan?
Ia telah lama terdaftar menjadi Shaman.
Dengan kata-kata itu, ahli nujum istana buru-buru pergi untuk
menemui Hwon, dan meninggalkan Woon
dengan berbagai pertanyaan tak terjawab. Apa yang dikerjakan
oleh shaman kerajaan di pedesaan
yang jauh dari istana? Bagaimana kondisi kesehatannya sekarang?
Apakah mempengaruhi kesehatannya?
Kemana ia akan pergi setelah masa satu bulannya berakhir?
-
Tak lama, matahari terbit dari timur dan mencerahkan dunia. Woon
menatap matahari yang
menyilaukan.
Jaraknya dengan istana sepertinya lebih jauh dari 10.000 ri
(kurang lebih 3.927 km). Aku berkelana
mencarimu. Mungkinkah kau sekarang juga sedang menatap matahari
yang sama? Jika iya, kuminta
jangan. Lebih baik tutup matamu daripada menatap matahari. Kau
mungkin tak tahu betapa berat
hatiku tak dapat menjadi awan yang dapat menyembunyikan sinarmu.
Apakah kau pikir matahari yang
tak dapat melihat bulan akan lebih bahagia daripada awan yang
menyaksikan bulan dan matahari?
Sementara itu ahli nujum istana memberikan dokumen yang
dibungkus kain sutra merah pada raja,
yang berisi waktu baik bagi Raja dan Ratu untuk menyempurnakan
perkawinan mereka. Tapi melirikpun,
Hwon tak sudi.
Yang Mulia..
Aku masih merasa belum sehat.
Tak usah buru-buru, Yang Mulia. Mohon mulai sekarang Paduka
mempersiapkan diri untuk dapat
memiliki pewaris tahta, sehingga pemerintahan akan kembali
stabil.
Raja dan Ratu tak dapat tidur bersama setiap saat. Untuk
mencegah lahirnya Raja yang lalim, waktu
baik untuk pembuahan pun ditentukan oleh Kantor Astronomi. Tapi
dengan segala hari perkecualian;
yaitu saat bulan purnama, tanggal satu setiap bulannya, hari
terakhir setiap bulannya, hari yang
berangin, hari yang berhujan, hari yang berhujan badai atau hari
di saat kondisi kesehatan Raja dan
Ratu sedang tak baik, maka hari yang benar-benar disetujui
mungkin hanya satu kali dalam satu bulan.
Jadi pada hari itu, Raja mau tak mau harus mengeluarkan.
[Note : duh, alinea yang susah-susah gampang untuk
diterjemahkan. Karena lucu dan agak-agak saru.
Cuman karena saya hanya menterjemahkan, dont blame it on me,
ya.. Haduh.. kesian banget jadi
raja.. ]
Tapi sampai sekarang Hwon belum pernah menyempurnakan
perkawinannya dengan Ratu. Tanpa alasan
yang jelas, sejak awal Raja sudah membenci Ratu. Dan ketika hari
baik sudah dipilih, sesuatu pasti
selalu terjadi sehingga membuat kesempatan itu hilang. Jadi saat
sidang selalu terjadi kericuhan,
antara pihak yang menginginkan Raja untuk mengambil selir dengan
pihak Ratu yang menolak hal itu.
Dengan wajah cemberut, Hwon membuka dokumen itu secara
serampangan. Hari baik yang dipilih
adalah satu hari sebelum bulan purnama hari terakhir dimana Wol
ada di istana. Tapi tentu saja,
Hwon tak mengetahui hal ini.
Lihatlah, Won. Aku juga bukan manusia. Bagaimana mungkin aku
berbeda dengan sapi dan babi yang
harus beranak pinak? Walaupun kau bilang kau tak ingin ikut
denganku, seharusnya aku harus
merengkuhmu saat itu juga. Aku benar-benar menginginkannya.
Bukan ragaku, tapi jiwaku.
-
Saat kembali ke ruangannya malam itu, Hwon tak lagi mengungkit
masalah Wol. Bahkan ia tak lagi
memandang bulan. Ia malah menerima teh bunga matahari dengan
senang, dan jatuh terlelap .. tak
menyadari kalau Wol yang ia rindukan berada di sampingnya.
* * *
Minhwa menghela nafas di tengah-tengah kegiatannya menyulam
seekor merak. Ia benar-benar
bermaksud untuk menyulam sebuah merak, tapi yang ia lihat di
hadapannya sekarang adalah seekor
ayam gendut. Ia tak mungkin menggunakan sulamannya untuk
ditempelkan di seragam suami
tercintanya, Yeom. Ia memeluk jeogori (atasan hanbok) milik
Yeom.
Tuanku, aku kangen padamu. Sudah lama ..Ah, baru sebulan sejak
kepergianmu, tapi rasanya lebih
dari setahun bagiku. Aku ingin memamerkan hasil sulamanku saat
kau kembali, tapi aku malah
mengacaukannya. Walau tak ada yang dapat kupamerkan, kumohon
cepatlah pulang.
Bau tubuh Yeom sudah tak tercium dari jeogori tersebut, dan
hanya wangi milik Minhwa yang tersisa.
Sebulan penuh ia memeluk jeogori itu. Diserang rasa kangen yang
mendadak datang, air mata mulai
merebak di mata Minhwa.
Air mata, ayo masuklah kembali. Air mata, ayo masuklah kembali.
Kalau seorang wanita menangis, hal
buruk akan terjadi pada suaminya.
Bersamaan dengan Minhwa yang berjuang untuk tak meneteskan air
mata, ia mendengar teriakan
pelayan wanita dari luar.
Yang Mulia! Yang Mulia! Beliau sudah tiba. Menantu kerajaan
telah tiba!
Mendengar kata-kata itu, Minhwa membuka pintu kamar dengan
terkejut.
Apakah benar? Ia sudah ada di sini atau ia akan menuju ke
sini?
Beliau sudah memasuki pintu gerbang utama.
Bersukacita, Minhwa melesat dan hampir tersandung roknya sendiri
akibat ketidaksabarannya.Ia
membenahi bajunya dan bersiap-siap untuk keluar, tapi berhenti
sejenak untuk membedaki wajahnya.
Kemudian ia berbalik dan bertanya pada Nyonya Min bagaimana
penampilannya. Puas mendengar kata-
kata Nyonya Min yang mengatakan kalau ia kelihatan cantik,
Minhwa mengangkat roknya dan berlari
keluar.
Terkejut melihatnya, Nyonya Min mengejarnya, Yang Mulia! Harga
diri Paduka! Harga diri Paduka!
Tapi Minhwa tak mendengarkannya dan berlari dengan hanya
mengenakan beoseon (kaos kaki yang
dipakai untuk hanbok). Dibelakangnya Nyonya Min menyerukan
tentang harga diri, dan dibelakangnya
lagi seorang gadis pelayan mengejarnya dengan membawa sepatu
Minhwa.
-
Setelah melihat Yeom masuk dan disambut oleh para pelayan, Putri
Minhwa menghentikan langkahnya
dan berbalik karena malu. Berharap suaminya langsung menemuinya
setelah menyapa para pelayan, ia
berulang kali memainkan pita bajunya. Rasanya dadanya ingin
meledak saat ia menunggu, dan ia
merasakan kehadiran Yeom di belakangnya. Tapi bukannya menyapa
Putri Minhwa, Yeom malah terus
berjalan menuju kamar ibunya. Walaupun kecewa, ia menghibur dan
mengingatkan dirinya sendiri
kalau sudah sepatutnya seorang anak yang berbakti harus menyapa
ibunya terlebih dahulu. Minhwa
berdiri di depan kamar ibu mertuanya, hampir tak dapat menahan
diri untuk menyerbu masuk.
Yeom memberi hormat pada Nyonya Shin dan kemudian berlutut di
hadapannya.
Apakah hatimu sekarang jauh lebih baik setelah kembali dari
perjalanan?
Ya.
Yeom tersenyum tanpa suara. Nyonya Shin menghela nafas sebelum
berbicara, Beberapa kali pejabat
istana mengunjungi rumah ini saat kau pergi. Keluarga kerajaan
dan menantu kerajaan seharusnya tak
boleh meninggalkan Hanyang ..
Aku telah mendapatkan ijin.
Tapi aku tak dapat menatap Putri. Tahukah kau betapa ia
sungguh-sungguh menantikanmu? Apakah
kau telah menyapanya sebelum datang menemuiku?
Belum. Aku ingin menemui Ibu dahulu.
Tak seharusnya kau begitu. Cepatlah keluar dan hiburlah dia. Ia
pasti tak sabar menunggu di luar.
Aku akan menemuinya setelah aku mandi. Ibu tak perlu
khawatir.
Melihat Yeom keluar, Minhwa berbalik dan mulai mempermainkan
bajunya lagi. Tapi seperti tadi, Yeom
berjalan melewatinya langsung menuju kamarnya sendiri. Minhwa
ragu-ragu untuk mengikutinya, tapi
setelah melihat pintunya tertutup, air mata merebak di matanya.
Karena ada pelayan di sekitarnya,
dengan cepat ia menyembunyikan tangisnya dan kembali ke dalam
kamar. Begitu sampai di dalam
kamar, ia mengeluarkan tangis yang ia tahan sedari tadi. Setelah
menangis untuk sekian lama, Minhwa
merindukan Yeom lagi. Dengan wajah bersimbah air mata, ia
menyuruh pelayannya untuk melihat apa
yang sedang dilakukan oleh Yeom.
Pelayan itu keluar dan segera kembali sambil berbisik, Beliau
sedang mandi.
Melihat Minhwa bangkit, Nyonya Min buru-buru meraih lengan
Minhwa.
Apa yang akan Yang Mulia lakukan? Yang Mulia tak bermaksud..?
Tidak boleh! Saya tahu apa rencanya
Yang Mulia. Menantu Kerajaan adalah pria yang bermartabat. Yang
Mulia benar-benar tak boleh. Harga
diri Yang Mulia..
-
Aku akan berperilaku bermartabat jika aku di hadapan orang lain,
tapi aku tak memerlukannya di
hadapan suamiku sendiri. Rasanya aku akan mati jika aku tak
menemuinya sekarang juga. Jangan ikuti
aku, Nyonya Min!
Minhwa lari ke tempat pemandian, dan tanpa sepengatahuan
siapapun, diam-diam ia menyelinap
masuk ke dalam. Bahkan untuk pasangan yang telah menikah,
melihat pasangannya mandi adalah
menyalahi tata krama. Dan saat mandi sendiri pun, sudah
sepatutnya mandi dengan memakai pakaian.
Yeom adalah pria yang tahu sopan santun yang selalu mengikuti
tata karma. Jadi walaupun ia ada di
dalam bak mandi, ia tetap mengenakan pakaian.
Yeom past baru saja mencuci rambutnya, karena rambut panjangnya
menempel ke leher dan
mengambang di atas air. Walaupun ia berpakaian, tapi pakaian itu
basah dan membayang,
memperlihatkan kulit di balik pakaian itu. Air yang menetes dari
hidung dan dagunya, terlihat begitu
indah bagi Minhwa. Alis matanya yang gelap, bola matanya yang
hitam seakan sedang berpikir dalam,
sehingga tak menyadari kedatangan Minhwa. Terpesona oleh
suaminya sendiri, Minhwa pun tenggelam
dalam alam pikirannya sendiri.
Akhirnya Yeom merasakan kehadiran orang lain di dalam ruangan
dan terkejut mencarinya. Ia semakin
terkejut menemukan orang itu adalah istrinya sendiri. Tapi
keterkejutan itu berubah menjadi canggung
karena Minhwa tetap berdiri di hadapannya. Yeom berkata pelan,
agar tak ada orang yang
mendengarnya.
Aku sungguh terkejut. Apa yang membawamu ke sini, Putri?
Aku .. aku hanya ingin mengucapkan salam ..
Kalau begitu nanti saja.
Tidak. Sekarang.. Aku merindukanmu dan tak dapat menunggu lebih
lama lagi. Bahkan saat
memandangmu seperti ini, aku juga masih merindukanmu.
Tangis Minhwa pun pecah. Yeom tak tahu bagaimana cara menyapa
Minhwa dengan pakaian (atau tanpa
pakaian) seperti ini. Setelah cukup lama merasa tak enak, Yeom
mengulurkan tangan padanya. Masih
dengan airmata mengalir di wajahnya, Minhwa menghampiri Yeom dan
menyambut uluran tangannya.
Dengan hangat tangan Yeom menggenggam tangan Minhwa.
Apakah mungkin aku membuatmu sedih?
Minhwa tak menjawab. Dengan lembut Yeom mengusap air mata
Minhwa.
Rencananya aku akan menemuimu setelah mandi.
Tapi.. kau kan dapat menatapku sekali saja. Itu sudah cukup
bagiku.
Ada banyak pelayan di sekitar kita. Dan juga.. , Putri, tak
peduli betapa penting masalah itu, kau
harus tetap mengenakan sepatumu.
-
Minhwa terkejut mendengar ucapan itu dan melihat Yeom tersenyum
padanya. Kenyataan kalau Yeom
tahu ia tak memakai sepatu berarti Yeom sudah memperhatikannya
tanpa ia sadari. Dan karena itu, ia
merasa bahagia. Tapi kebahagiaan itu juga singkat, karena Minhwa
menginginkan lebih saat ia
memandang bibir Yeom. Padahal ekspresi Yeom jelas meminta Minhwa
untuk meninggalkan ruang
mandi karena mereka telah bertukar salam.
Yeom tak tahu apa keinginan Minhwa dan Minhwa tahu kalau Yeom
tak akan pernah bisa menebaknya.
Kedatangannya ke ruang mandi saja sudah diluar nalar Yeom.
Minhwa tahu kalau ia harus segera
meninggalkan ruang mandi ini, tapi matanya tak mau lepas dari
Yeom. Akhirnya ia berseru, Aku ingin
sebuah ciuman!
Yeom benar-benar sangat terkejut. Minhwa pun menunduk. Tapi
bahkan setelah menunggu sekian lama,
Yeom tak bergeming. Minhwa malah mendengarnya berbicara,
Ehem.. Selama ini Putri pasti merencanakan berbagai cara untuk
mengejutkanku.
Aku tak ingin ciuman yang dalam. Ciuman yang bermartabat pun tak
masalah..
Mendadak Minhwa merasa khawatir kalau Yeom akan berpikir kalau
dirinya adalah wanita yang agresif,
dan hal ini membuatnya sedih.
Aku masih tak berpakaian yang sepantasnya. Matahari pun belum
tenggelam. Ini tak sopan.
Minhwa tak dapat mengangkat wajahnya. Merasa malu, air matanya
sudah merebak, tapi mengetahui
kalau Yeom akan merasa lebih tak enak lagi, ia telan airmatanya
kembali. Namun pada saat itu juga, ia
merasakan kecupan Yeom di dahinya.
Hal ini sudah cukup bagi Minhwa. Puas, Minwapun mengangkat
wajahnya, bersiap untuk pergi, namun
Yeom kembali menciumnya. Setelah berpisah, Minhwa pun tersenyum
dan memeluk Yeom.
Putri, bajumu akan basah. Aku juga harus menyelesaikan
mandiku.
Tapi Minhwa menolak untuk pergi. Bau jeogori Yeom tak sebanding
dengan bau Yeom saat ini.
Dari kejauhan, seseorang memperhatikan tempat pemandian yang
tertutup dengan sedih. Ia adalah
Seol, yang berdandan seperti pria. Mendengar kedatangan seorang
pelayan, dengan tangkas ia
melompati pagar. Namun walaupun sudah ada di luar, ia tak
sanggup pergi dan malah berbalik melihat
rumah Yeom lagi dan lagi. Hanya ketika ia merasakan kedatangan
seseorang, ia menundukkan kepala
dan segera pergi. Orang itu adalah Woon, yang diutus oleh Raja
karena telah mendengar berita
kedatangan Yeom.
Saat Woon dan Seol berpapasan, mereka sama-sama berhenti. Seol
melihat pedang pengawal kerajaan
yang dibawa Woon. Dan Woon pun heran, mengapa seorang wanita
berpakaian seperti laki-laki. Begitu
pula pedang yang tersembunyi di balik punggungnya dan caranya
berjalan mengusik perhatiannya.
-
Bukan hal yang umum jika seorang wanita membawa pedang. Dan ia
langsung mengetahui kalau wanita
itu adalah gadis pelayan Wol.
Woon melihat ke rumah Yeom. Ia yakin kalau Seol tadi
memperhatikan rumah itu sebelumnya. Tapi
ketika ia berbalik, Seol telah pergi dan tak dapat ia temukan di
mana-mana.
BAB 5
Bahkan saat Woon sedang membaca buku, ia tak dapat mengenyahkan
pikiran mengapa Seol
memperhatikan rumah Yeom waktu itu. Ia sepertinya baru saja
pulang bepergian, dan Woon menduga
kalau kepergian Seol berkaitan dengan Yeom yang juga baru saja
pulang hari ini.
Yeom datang menemui Woon, dan Woon langsung bangkit dengan
kepala tertunduk untuk
menyambutnya. Yeom juga menundukkan kepala dengan hormat.
Walaupun kelas Woon lebih rendah
darinya, Yeom selalu menghargai Woon.
Maaf telah membuatmu menunggu. Padahal kau pasti sedang sibuk
dengan tugas kerajaan.
Tak apa-apa. Aku sedang membaca buku yang bagus saat menunggumu.
Apakah perjalananmu
menyenangkan?
Ya, semuanya berkat dirimu. Ayo kita menuju ke paviliun.
Kedua pria itu duduk berhadapan dan menikmati teh. Walaupun Woon
lebih muda daripada Yeom, tapi
ia adalah guru beladirinya Yeom. Namun karena minat Yeom hanya
tertuju pada akademik, ilmu
pedangnya tak pernah mengalami kemajuan.
Yang Mulia ingin bertemu denganmu. Aku datang membawa pesan agar
kau mengunjunginya di istana.
Sudah seharusnya aku melakukan itu. Begitu banyak kabar miring
yang tentang sakitnya Baginda Raja.
Woon, yang masih merasa tak enak karena bertemu dengan Seol,
akhirnya mengutarakan pikirannya.
Apakah kau bepergian sendiri?
Aku pergi bersama dua pelayan rumahku.
Tindak tanduk Yeom yang kalem menunjukkan kalau ia tak sedang
berbohong. Tapi seakan-akan
teringat sesuatu, Yeom bertanya apakah pihak kerajaan
membuntutinya?
Apa? Apa maksudmu?
Sepanjang perjalanan, aku merasa seperti diikuti seseorang. Tapi
sepertinya penguntitku itu tak
memiliki maksud jahat. Kupikir ada seseorang diutus kerajaan
untuk mengawasi perjalananku.
-
Tentu saja tidak. Mana mungkin kami berani memeriksa menantu
kerajaan yang bepergian atas seijin
Baginda Raja?
Benarkah? Aku pasti salah sangka.
Tapi setelah mendengar cerita Yeom, Woon menjadi semakin merasa
aneh.
Hei! Apakah saudara ipar kerajaan telah kembali? mendadak
Pangeran Yang Myeong datang dan
mendekati Yeom dengan riang dan tangan terbuka, topinya
tergantung di punggung. Terlebih saat ia
melihat Woon, tawanya semakin riang.
Siapa ini? Pengawal Raja. Alangkah beruntungnya aku dapat
melihat kalian berdua. Aku sudah hampir
mati karena rindu pada kalian!
Yeom dan Woon berdiri menyambut Pangeran Yang Myeong. Yeom
bertanya, Apa yang membawamu
datang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu?
Mendengar berita kalau saudara iparku sudah kembali ke Hanyang,
aku langsung lari kemari tanpa
mengirimkan pesan terlebih dahulu. Aku sangat gembira ingin
melihatmu sehingga aku tak punya waktu
memperhatikan tata krama. Saudara ipar, tanpamu Hanyang seperti
anggrek yang tak wangi.
Yang Myeong mendekati Woon dengan tangan terbuka lebar untuk
memeluknya, tapi Woon hanya
menundukkan kepala.
Benar-benar orang yang kaku. Harapanku hanyalah satu, memelukmu
dengan kedua tanganku. Jika
saja tanganmu tak berpedang, aku akan memelukmu dengan paksa.
Tapi karena aku masih ingin
hidup ..
Kali ini Yang Myeong mempersiapkan diri untuk memeluk Yeom, tapi
ia tiba-tiba berhenti dan celingak
celinguk melihat ke sekelilingnya.
Aku berharap dapat meraihmu dalam pelukanku, tapi aku takut
kalau putri mengintai kita dari suatu
tempat, dan lari ke sini untuk memukuliku..
Melihat senyum Yeom, Yang Myeong juga tersenyum. Tak seperti
Yeom dan Woon yang duduk tegak,
Yang Myeong melempar topinya dan duduk seenaknya. Dan seperti
sebelum-sebelumnya, Yang Myeong
memandang gedung tambahan dari kejauhan dengan sedih.
Yeom memberikan secangkir teh dan bertanya apakah Yang Myeong
datang kemari dengan memakai
topi seperti itu.
Tak ada seorangpun yang mengatakan aku bukan anggota kerajaan
jika aku memakai topi seperti ini.
Seberapa keras aku berusaha, label kerajaan tak akan pernah bisa
kulepaskan. Tapi bagaimanapun juga,
kekesalan yang kurasakan tak sebanding dengan dirimu.
Benar-benar bakat yang sia-sia.
-
Woon tetap meminum tehnya tanpa perubahan ekspresi sedikitpun
dan Yeom hanya tertawa tanpa
suara. (Catatan : menantu kerajaan dilarang mengikuti segala
aktivitas politik maupun mengejar karir
akademis agar tak mengancam kekuatan raja maupun tahta. Maka
dari itu, biasanya orang-orang yang
berbakat dan mampu berperan dalam kerajaan tak pernah dipilih
menjadi menantu kerajaan.
Sebaliknya, Yeom yang pintar harus menyia-nyiakan bakatnya
karena menikah dengan anggota
kerajaan).
Woon meminum habis tehnya dan beranjak untuk pergi. Yang Myeong
menarik tangannya mencegahnya
pergi.
Sudah mau pergi? Sangat susah bagi kita untuk bertemu seperti
ini.
Aku meninggalkan pos terlalu lama.
Yang Myeong terkekeh sedih dan melepaskan tangan Woon. Yang
Mulia juga meminta dirimu hanya
untuk dirinya sendiri. Ia menyuruhmu tetap di sampingnya dan tak
mau melepaskanmu Aku
merindukan saat-saat dimana kita bertiga berlatih pedang di
sini.
Yeom dan Yang Myeong menatap Woon yang beranjak pergi. Yang
Myeong berkata, Jewoon, ..
semakin hari semakin tampan saja. Dan aku yakin ilmu pedangnya
juga semakin meningkat.
Ia juga pintar dalam bidang akademis. Benar-benar sia-sia.
Ya. Mengenalmu dan Jewoon benar-benar sebuah anugrah
untukku.
Tapi kenapa kau tak menikah lagi? (Pangeran Yang Myeong menjadi
duda setelah kematian istrinya
dua tahun yang lalu).
Belum juga tiga tahun setelah kematiannya (masa berkabung adalah
selama tiga tahun). Hukum
sudah menetapkan kalau kita harus menunggu setidaknya tiga tahun
untuk menikah lagi.
Pria seperti itu sangatlah jarang.
Pangerang Yang Myeong menatap ke gedung tambahan sekali lagi dan
berkata, Jika ada wanita yang
lebih cantik darimu, aku akan menikah lagi secepatnya. Jika ada
wanita sepertimu .. Walaupun aku
tahu bangunan itu telah kosong, aku tak dapat mengalihkan
pandanganku dari sana. Walaupun aku tak
boleh membicarakannya..
Ya, kau memang tak boleh membicarakannya. Tolong lihatlah ke
arah lain.
Yeom hanya duduk dan memandang cangkir tehnya.
Maafkan aku karena mengatakannya. Padahal aku tidak minum, tapi
sekarang aku malah mabuk. Dan
dalam keheningan, kedua pria itu meminum tehnya.
xxxx
-
Kenyataan :
Hwon naik tahta 4,5 tahun yang lalu ketika ia berumur 19 tahun.
Secara turun temurun, jika raja naik
tahta sebelum umur 20 tahun, Ibu Suri atau Ibu Suri Kerajaan
akan memegang tampuk kepemimpinan
hingga Raja cukup umur. Dan parahnya lagi, penampilan Hwon
kelihatan lebih muda daripada usia
yang sebenarnya. Maka Menteri Papyeong (mertua Hwon) dan Ibu
Suri Kerajaan (nenek Hwon)
bersikeras untuk memegang tampuk kekuasaan.
Hwon menunggu kesempatan untuk mempraktekkan kekuatannya sebagai
raja dan kesempatan itu
datang saat rapat untuk memutuskan gelar anumerta bagi raja yang
terdahulu. Dewan lupa
memasukkan gelar Hwon di dalam namanya, tapi Ibu Suri Kerajaan
tak menangkap kelalaian itu. Hwon
mendadak menyerang, Beraninya kau menipu Ibu Suri Kerajaan! Ini
adalah usaha penghinaan yang tak
hanya ditujukan pada ibu suri kerajaan, tapi juga kepadaku, Raja
dari kerajaan ini!
Ia berbalik melihat Perdana Menteri Kiri, yang juga sepupu Ibu
Suri Kerajaan dan merupakan sosok
penting dari faksi itu kemudian bertanya, Perdana Menteri Kiri,
siapakah rajamu?
Mendongak kaget, Perdana Menteri Kiri terbata-bata menjawab,
Tentu saja Paduka Yang Mulia yang
berdiri di hadapan hamba.
Untuk beberapa saat, Hwon terdiam . Kemudian ia berteriak marah,
Siapa yang memberimu ijin
untuk melihat wajahku?
Apa? Apa yang Paduka maksud..
Beraninya kau menatap wajahku tanpa ijin dariku! (Catatan :
Adalah sebuah pengkhianatan jika
melihat wajah Raja tanpa seijinnya).
Hwon langsung memenjarakan Perdana Menteri Kiri, dan tak lama
kemudian mengirimnya ke
pengasingan. Hanya satu bulan setelah Ibu Suri Kerajaan memegang
tampuk kekuasaan, Hwon telah
mendapatkan kekuasaan itu kembali ke tangannya. Tapi kekuasaan
itu tak bertahan lama karena
kesehatannya mulai memburuk tak lama setelahnya.
Mendengar Yeom sudah datang ke istana, wajah Hwon menjadi
sumringah.
Apa yang membuatmu begitu lama datang kemari? Aku telah
mendengar berita kalau kau sudah tiba di
Hanyang beberapa hari yang lalu. Apakah kau tak ingin muncul di
hadapanku?
Tidak, Yang Mulia. Hal itu karena saya terlalu asyik dengan
buku-buku yang tak dapat saya baca di
perjalanan.
Ketika mata Yeon bertemu dengan mata Woon yang berdiri di
belakang raja, ia tersenyum lembut ke
arahnya. Woon mengangguk kecil membalasnya.
-
Yeom melakukan penghormatan dengan membungkuk sebanyak 4 kali (4
kali adalah penghormatan
kepada raja). Dan Hwon bersikeras untuk membungkuk tiga kali
kepada Yeom.
Walaupun aku adalah raja, aku tahu bagaimana bersopan santun
kepada guruku. Kau akan tetap
menjadi guruku.
Saya berada di posisi itu hanya sesaat.
Walaupun sesaat, aku mempelajari lebih banyak ilmu darimu
dibandingkan dengan guru-guru lainnya.
Tak ada satupun ide atau pemikiranku yang tak dipengaruhi oleh
ajaranmu. Bertahun-tahun yang lalu,
ketika Hwon masih menjadi Putra Mahkota yang bermasalah, Yeom
ditugaskan untuk menjadi gurunya.
Yeom tersenyum riang, Saya lega Paduka tampak sehat.
Ketika memerintah, orang yang selalu kuingat bukanlah ayahku,
tapi dirimu. Senyummu itu. Dan orang
yang paling kutakuti juga dirimu.
Tanpa kata yang terucap, Yeom tetap tersenyum.
Kenapa kau tak mengatakan kalau orang yang kutakuti seharusnya
bukan dirimu, tapi orang-orangku.
Aku ingin mendengar suaramu yang jelas. Aku masih tak dapat
memahami ayahanda. Ia menghargai
bakatmu lebih dari yang lain. Tapi ia malah memilihmu sebagai
menantu kerajaan.. Jika kau tak
menjadi menantu kerajaan kau akan menjadi pejabat yang mumpuni
dan membantuku sekarang..
menegurku namun juga memberiku kekuatan. Atau jika tidak, kau
dapat bekerja untuk pengembangan
literatur. Semakin aku memikirkannya, semakin aku tak
percaya.
Tapi Yeom tetap bungkam.
Apakah kau menikmati perjalananmu?
Terima kasih pada Paduka, perjalanan saya sangat
menyenangkan.
Apakah itu sebulan yang lalu? Peringatan kematian Yeon Woo
..
Yeom meletakkan cangkirnya ke atas meja. Hwon melanjutkan
kata-katanya dengan wajah muram.
Aku menduga itulah alasanmu melakukan perjalanan ini. Karena kau
tak dapat melupakan ..
Nama itu tak seharusnya Paduka ingat. Nama itu tak seharusnya
Paduka ucapkan. Memanggil nama
adik saya yang sudah tak ada di dunia ini, terkubur dalam tanah
yang dingin ..
Ketika Hwon menyeruput minumannya, bibirnya gemetar.
Tak ada yang lebih kejam daripada menyuruhku melupakan nama itu.
Yeon Woo adalah tunanganku.
Satu-satunya tunanganku.
-
BAB 6
Ketika Hwon minum bersama Yeom, wajahnya menegang mengingat
kenangan akan hari-hari yang telah
berlalu.
Tujuh tahun dan enam bulan yang lalu, Pangeran Hwon sangat bosan
dengan rutinitas yang ia jalani,
dan menemukan kesenangan dengan mengerjai guru-gurunya. Sampai
suatu ketika salah seorang
gurunya mengundurkan diri karena tak tahan dengan tekanan yang
ia alami saat mengajar Hwon dan
pindah ke desa. Seorang guru baru dipilih secara langsung oleh
raja untuk mengajari Hwon.
Hwon sangat ingin mengetahui siapa target terbarunya dan
menyuruh seorang pegawai rendahan untuk
memeriksa latar belakangnya. Namun pegawai itu ragu-ragu
melaporkan temuannya.
Mengapa kau tak mengatakan sedikitupun? Apa kau tak mampu
menemukan siapa yang akan datang?
Bukan itu, tapi..
Katakan! Siapa dia?
Setelah menimbang cukup lama, pegawai itu menjelaskan, Ia adalah
seorang pemuda bernama Heo
Yeom, dan baru-baru ini ia menjadi lulusan dengan nilai terbaik
di ujian penerimaan pegawai negeri.
Hwon sangat terkejut. Hal ini benar-benar sebuah kenaikan
pangkat yang drastis untuk seorang yang
baru lulus untuk dipromosikan ke golongan pegawai yang memiliki
tanggung jawab mengajar seorang
Putra Mahkota.
Apakah kau mengetahui hal yang lainnya?
Ada.. usianya..
Usia? Berapa tahun usia pemuda, si Heo Yeom ini?
Tahun ini ia berusia 17 tahun.
Hwon berteriak marah, Jika ia berusia 17 tahun, ia hanya satu
tahun lebih tua dariku!
Kebanyakan guru Hwon berusia antara 30-an sampai 40-an. Harga
diri Hwon terluka memikirkan kalau
ia akan diajar oleh seseorang yang setahun lebih tua darinya.
Tapi ia juga ingin tahu. Orang yang lolos
ujian pegawai negeri biasanya berusia sekitar 25 tahun, bahkan
kadang-kadang 40 tahun. Mampu lulus
ujian pada usia 17 tahun, bahkan menjadi lulusan terbaik,
membuktikan kalau si Heo Yeom ini adalah
seorang yang jenius. Maka Hwon menunggu-nunggu kelas perdananya
dengan Yeom, walaupun ia juga
bertekad untuk menendangnya pada hari-hari pertamanya.
Hari pertama, Hwon sudah berencana untuk tak mau bangkit dari
kursi dan tak mau membungkuk
hormat untuk menyambut gurunya, begitulah tata krama yang
seharusnya ia tunjukkan pada gurunya.
Hanya saja, saat melihat wajah Yeom yang duduk di hadapannya, ia
melongo melihat keindahan yang
terpampang di depannya. Sangat terpana sehingga ia melupakan
sejenak niatnya untuk menendang
-
Yeom keluar. Tapi setelah akal sehat Hwon kembali, ia kembali
duduk seenaknya dan topinya pun
terpasang miring di kepalanya.
Tapi reaksi Yeom sama sekali berbeda dengan guru-guru lainnya.
Tak peduli berapa lama Hwon
menunggu, Yeom tak pernah menegurnya untuk duduk yang benar atau
menyuruhnya untuk
menghormati guru. Yeom malah duduk tegak dan tersenyum lembut
tanpa mengatakan satu patah kata.
Hwon jadi capek duduk miring, punggung dan lengannya mulai
terasa linu. Tapi Hwon terlalu keras
kepala dan tak mau bergerak lebih dulu. Akhirnya 45 menit telah
berlalu dan bel berbunyi menandakan
kalau pelajaran telah selesai. Begitu bel berbunyi, Yeom
tersenyum dan beranjak pergi, dan sekali lagi,
tanpa sepatah kata.
Hwon merasa geli. Semua gurunya yang terdahulu selalu cemas
ketika mengajari Putra Mahkota yang
seharusnya menunjukkan perilaku sopan pada guru, sehingga selalu
jatuh pada perangkapnya. Tapi
Yeom adalah guru pertama yang hanya duduk dan tersenyum. Dan ini
terus berlanjut dari hari ke hari.
Hwon jadi bosan dan juga ingin tahu bagaimana suara Yeom. Jadi
setelah beberapa hari dengan perang
diam, Hwon akhirnya membungkuk hormat 3 kali pada Yeom sebagai
guru dan duduk tegak di
hadapannya. Tapi hal ini bukan karena Hwon benar-benar menerima
Yeom sebagai gurunya. Tapi
karena ia sekarang akan menyerang dengan taktik yang
berbeda.
Hwon sedang mempelajari Zhongyong (Kitab Tengah Sempurna) dengan
guru terdahulunya sampai Yeom
menggantikannya. Maka Hwon mempersiapkan diri terlebih dahulu
untuk melindas Yeom. Namun di
kelas pertama mereka, sesuatu yang tak diharapkan terjadi.
Bukannya mengajar Zhongyong, Yeom
memberitahu kalau mereka akan mempelajari Kitab Ribuan Huruf,
sebuah buku dasar untuk
mengajarkan huruf-huruf China pada anak-anak dan pemula. Hwong
sangat tercengang. Tapi sebelum
Hwon sempat berteriak marah, Yeom telah meminta pustakawan untuk
membawakan buku Kitab
Ribuan Huruf.
Setelah Hwon pulih dari keterkejutannya, ia berteriak, Beraninya
kau! Aku sekarang sedang
mempelajari Zhongyong dan Zizhi Tongjian (Arti secara harafiah:
Cermin Komprehensif untuk
Membantu Pemerintah). Tapi kau malah mengajarkan Kitab Ribuan
Huruf?
Tak seperti Hwon, Yeom berkata kalem, senyum lembutnya tak
pernah hilang, Yang Mulia, Saya tak
pernah mengajar orang lain sebelumnya. Dan ketika saya
diperintahkan untuk mengemban tugas ini,
saya menolaknya. Tapi Baginda Raja menyuruh saya untuk
mengajarkan apa yang saya pelajari.
Tapi kenapa harus Kitab Ribuan Huruf?
Buku yang dipelajari untuk pemula adalah Kitab Ribuan Huruf.
Tapi sebelum mempelajari buku
apapun, langkah pertama adalah sikap belajar. Yang Mulia telah
berhasil menguasai sikap itu dalam
beberapa hari yang lalu, dan langkah berikutnya adalah Kitab
Ribuan Huruf. Saya melakukan ini karena
begitulah yang diajarkan pada saya.
Hwon sangat marah. Tapi ia tak dapat memikirkan kata-kata yang
tepat untuk membalasnya.
Sementara itu, pustakawan telah kembali dengan buku tersebut
yang sekarang berada di atas meja.
-
Yeom membuka buku dan membaca, .
Tapi mulut Hwon terkunci rapat dan memandang Yeom dengan
marah.
Yang Mulia, katanya Anda telah menguasai huruf-huruf Cina ini.
Kalau begitu, apakah ?
Artinya langit!
Kalau begitu, apa artinya langit?
Hwon tak siap menjawab. Pertanyaan Hwon sangat mendadak,
sehingga Hwon sulit menjelaskan
definisi langit.
Anda mengatakan kalau sedang mempelajar Zhongyong. Jadi, apa
arti langit menurut Zhongyong?
Hwon tahu kalau ia telah mempelajarinya, tapi ia tak dapat
menjawab. Yeom akhirnya berbicara.
Dikatakan kalau langit adalah sumber kebenaran/pencerahan. Apa
yang langit telah takdirkan disebut
(alam), dan yang bertindak seperti alam adalah (prinsip), dan
yang menjadikan sebuah prinsip
adalah pembelajaran/pendidikan. Jadi ketika tengah/tidak
menyimpang (/Zhong) bertemu dengan
keselarasan (), langit dan bumi akan mendapat tempat yang tepat,
dengan demikian semua hal di
dunia ini akan terpelihara dengan baik.
Hwon menyadari kalau ia tak hanya belum menguasai huruf pertama
langit yang muncul di Kitab
Ribuan Huruf, tapi ia juga sepenuhnya belum memahami Zhongyong .
Ia membalas dengan serangan
kecil.
Jadi menurutmu apa itu langit dan bumi?
Pertanyaan itu bukan ditujukan pada saya, tapi untuk Yang Mulia
cari melalui pelajaran yang didapat
dari kitab-kitab tersebut.
Jadi kau tak dapat menjelaskannya?
Yeom tersenyum saat mengangguk, Saya juga masih membaca
kitab-kitab itu sehingga saya dapat
mempelajarinya. Menurut Liezi, energi yang murni dan cemerlang
akan bangkit menjadi langit,
sedangkan yang berat dan tak murni akan jatuh ke bumi.
Keselarasan dari bumi dan langit adalah
manusia. Jiwa manusia diterima oleh langit, dan tubuhnya akan
masuk ke bumi."
Ini pertama kalinya Hwon mempelajari Liezi. Ia menyadari kalau
ia sangat tertarik dengan ajaran Yeom.
Begitukah? Jadi karena itu saat manusia mati, jiwanya ke surga
dan tubuhnya ke bumi?
Yeom tersenyum cerah, Apa yang Paduka katakan juga dikatakan
oleh Liezi.
Hmm Aku harus mencari buku itu dan membacanya.
-
Tanpa mereka sadari, 45 menit telah berlalu. Hwon telah
melupakan niatnya untuk menyiksa Yeom
bahkan malah menemukan keasyikan dalam pelajaran rutinnya.
Hampir semua yang keluar dari mulut
Yeom adalah sesuatu yang baru baginya, bahkan sesuatu yang Hwon
sudah ketahui terasa baru baginya.
Adalah keinginan Hwon untuk mengalahkan Yeom, padahal banyak hal
yang masih belum dikuasainya.
Dengan tujuan baru yaitu untuk mengalahkan Yeom walaupun hanya
sekali saja, setiap hari Hwon
belajar keras. Saat ia belajar Kitab Ribuan Huruf bersama Yeom,
ia juga mempelajari ajaran dari kitab
lain. Dengan begitu, Hwon mulai menyukai gurunya yang belum
pernah ia rasakan dengan guru-guru
sebelumnya.
Waktu di kelas terasa sangat singkat bagi Hwon, jadi ketika Yeom
beranjak bangun, Hwon selalu
meminta Yeom untuk tinggal lebih lama untuk makan malam bersama.
Tapi melihat Yeom selalu pulang
lebih awal setiap malam, membuat Hwon terluka dan suatu hari
bertanya, Aku masih ingin bermain
denganmu, tapi kenapa kau tak mau tinggal lebih lama?
Yeom menjelaskan dengan minta maaf, Walaupun itu juga merupakan
tugas saya, saya yang masih
muda, merasa sukar tinggal di istana lebih lama. Lagipula ..
Lagipula? Masih ada alasan yang lain?
Saya mempunyai adik perempuan. Karenanya..
Tapi kau masih memiliki orang tua. Tak seharusnya kau yang
menjaga adikmu.
Bukan seperti itu, tapi saya ingin menghabiskan waktu
bersamanya.
Hwon mengernyit memikirkan kalau ia harus menghabiskan waktu
bersama adiknya. Hwon berpikir
kalau Yeom itu aneh, tapi wajah Yeom cerah ketika membicarakan
adiknya.
Saya menyukai kegiatan membaca dengan adik saya.
Membaca bersama? Adikmu membaca buku? Bersamamu?
Ya, Yang Mulia. Walaupun saya mengajarinya ...
Bukankah kau dulu bilang kalau aku adalah orang pertama yang kau
ajari?
Yeom nampak tersipu malu dan ragu-ragu menjelaskan, Anak ini
berbeda. Walaupun saya
mengajarinya, tapi saya malah belajar darinya.
Berapa umurnya?
Ia 3 tahun lebih muda dari saya, dan berumur 14 tahun.
-
Artinya ia 2 tahun lebih muda dariku. Bahkan seorang jenius
sepertimu belajar darinya? Apa
maksudmu?
Biasanya, kata orang, kalau kau mengajari seseorang satu hal, ia
akan memahami sepuluh. Tapi ketika
aku mengajarinya satu hal, ia mengembalikan dengan sepuluh
pertanyaan. Untuk menjawab
pertanyaannya, saya belajar lebih banyak lagi. Dan saya
menikmatinya. Adik saya adalah guru
terpenting dalam hidup saya.
Tak peduli bagaimana Hwon memikirkannya, Hwon sangat terkesima
mendengar ada seorang gadis yang
membaca dan belajar.
Aku juga mempunya seorang adik. Putri Minhwa Walaupun kau
mungkin tak pernah bertemu
dengannya, kau pasti pernah mendengarnya.
Ah! Saya pernah melihatnya. Beberapa waktu yang lalu, tepat
berada di hadapan saya. Walaupun saya
tak dapat melihat wajahnya.
Begitu, ya? Bagaimanapun juga, Putri Minhwa tiga tahun lebih
muda dariku, tapi ia sangat manja dan
bertingkah semaunya. Huruf yang ia ketahui hanya kalimat pertama
dari Kitab Ribuan Huruf.
Bagaimana mungkin seorang gadis berusia 13 dan 14 tahun bisa
amat sangat berbeda?
Tiba-tiba, mereka mendengar suara tangis seorang gadis, dan
sebelum mereka sadar, Putri Minhwa
menyeruak masuk ke ruangan mereka dengan memakai pakaian
pelayan.
Hwon berteriak, Baju apa yang kau pakai? Dan beraninya kau masuk
kemari!
Bersimbah air mata, ia mendekati Hwon dan mulai memukulinya.
Aku benci padamu, Orabeoni! Aku benci padamu! (Orabeoni adalah
panggilan Oppa/Kakak/Mas
dalam bahasa Korea kuno)
Kenapa sih kau ini?
Kau menjelek-jelekkan aku! Dari sekian banyak orang, kenapa kau
menjelek-jelekkan aku di
hadapannya? Aku benci padamu! Aku benci padamu! Aku benci
padamu!
Walaupun Hwon berteriak-teriak marah, tapi Minhwa tetap memukuli
Hwon. Nyonya Min akhirnya
masuk untuk menjemput majikannya, tapi dengan cepat Minhwa
mendekati Yeom. Karena melanggar
hukum jika Yeom melihat langsung wajah anggota kerajaan tanpa
ijin, Yeom langsung menundukkan
kepalanya. Tapi Minhwa meraih wajahnya dan memaksanya untuk
melihat padanya.
Tidak benar! Apa yang Yang Mulia katakan tadi semuanya tidak
benar. Aku tidak manja, tapi wanita
yang lembut. Aku hampir mempelajari semua ribuan huruf itu. Dan
juga..
Sebelum Minhwa sempat menyelesaikan kalimatnya, para dayang
telah menyeretnya pergi.
-
Hwon dan Yeom duduk tercengang melihat semua yang telah terjadi.
Akhirnya Hwon memecah
keheningan dengan bertanya pada kasim yang bertugas. Ada apa
dengannya? Darimana ia bisa
mendapatkan baju pelayan dan kenapa ia datang kemari?
Benar-benar kekanak-kanakkan!
Kasim itu hanya diam dan melihat Yeom sambil tersenyum. Karena
gangguan dari Minhwa, mereka tak
meneruskan pembicaraan tentang adik Yeom.
Tapi beberapa hari kemudian, pembicaraan itu muncul kembali.
Sebelum kelas dimulai makanan kecil
yang dipercaya dapat membantu Putra Mahkota untuk tidak ngantuk
di dalam kelas selalu dipersiapkan
bagi Hwon. Hari itu, yeot hitam (permen kunyah) yang diimpor
dari China adalah menu makanan kecil
Hwon. Hwon menyimpannya untuk kemudian dibagikan pada Yeom, tapi
Yeom hanya memandanginya.
Kenapa kau tak makan? Apakah kau tak menyukainya?
Bukan begitu .. Tapi saya hanya berpikir kalau adik saya pasti
menyukainya.
Ah! Adik yang banyak bertanya? Sepertinya kau mengagumi adikmu.
Apakah itu tak sedikit berlebihan?
Yeom hanya tersenyum. Melihat senyum indah Yeom, Hwon menjadi
penasaran dengan adiknya.
Apakah ia mirip denganmu? Jika iya, ia pasti sangat cantik.
Yeom hanya tersenyum, tapi melihat senyumnya Hwon menyadari
kalau ia dapat merasakan pesona
adiknya juga. Seolah-olah pernah melihatnya, hati Hwon mulai
berdebar-debar.
Siapakah nama adikmu?
Apa? Maaf tapi saya tak dapat memberitahukannya, Yang Mulia. Ia
bahkan belum memakai dangho.
(*sangat tak pantas untuk memanggil seorang wanita bangsawan
dengan nama kecilnya, walaupun ia
masih muda. Sudah aturannya untuk memanggil wanita itu dengan
danghonya (nama bangsawan).
Terlebih lagi, tak mungkin seorang gadis dipanggil dengan nama
kecil di depan seorang putra mahkota.)
Aku hanya menanyakan namanya, memang apa masalahnya? Karena nama
keluargamu adalah Heo,
nama keluarganya pasti juga Heo. Dan namanya adalah..
Yeom menutup mulutnya rapat-rapat dan menolak mengatakan apapun.
Tapi Hwon semakin penasaran
setengah mati sehingga ia mengancam Yeom.
Hmmff! Jika aku mau, aku dapat mencari tahu nama adikmu dengan
cara lain. Tapi bukankah itu akan
menimbulkan masalah yang lebih besar?
Yeonwoo.. namanya adalah Yeonwoo.
Yeonwoo.. seperti hujan?
Ya, Yang Mulia. Ia menggunakan huruf-huruf Cina.
-
Yeonwo..
Berulang kali Hwon mengulang nama itu di kepalanya, lagi dan
lagi dan berpikir, Nama yang cantik
sekali. Aku dapat membayangkan ia pasti berwajah cantik juga.
Kuharap aku dapat menemuinya walau
hanya sekali.
Ketika Yeom bersiap untuk mulai mengajar, Hwon berbisik pada
kasim yang berdiri di sebelahnya.
Kasim itu meninggalkan ruangan dan kembali lagi saat kelas usai
dengan membawa bungkusan kecil
untuk Yeom. Yeom memandang Hwon penuh tanya, dan Hwon
menjelaskan, Karena kau tak mau
memakannya, aku sudah menyiapkan yeot hitam. Nikmatilah bersama
adikmu.
Saat itu, bukan hanya Hwon yang memberikan yeot, Yeom yang
menerimanya pun membawanya pulang
tanpa banyak pikran. Tapi kemudian, malam harinya, Hwon merasa
aneh ketika menyadari kalau
dirinya, Putra Mahkota kerajaan ini, telah memberikan hadiah
pada seorang wanita. Terlebih lagi,
mereka berdua sama-sama belum menikah. Karena penasaran setengah
mati ingin tahu reaksi Yeonwoo
pada hadiahnya, Hwon tak dapat memejamkan mata malam itu. Hwon
menghabiskan malam dengan
memikirkan seorang gadis yang wajahnya sama sekali belum pernah
ia lihat.
BAB 7
Keesokan harinya, saat Hwon melihat Yeom ia langsung bertanya,
Jadi, apa yang ia katakan? Hwon
kesal melihat Yeom yang tak tahu apa yang sedang dimaksud oleh
Hwon.
Yeot hitam yang kemarin. Apakah kau menikmatinya?
Ah! Ya, yeot hitam itu sangat lezat sekali.
Hwon menunggu lanjutan kata-kata Yeom, tapi Yeom cuma membuka
bukunya. Hwon bingung akan
maksud kata-kata Yeom, apakah Yeom menyukai Yeot hitam itu atau
Yeon Woo juga menyukainya.
Yeon, .. maksudku apa adikmu juga menyukainya?
Ya. Ia sangat menykainya.
Hwon senang mengetahui kalau Yeon Woo menyukai yeot itu, tapi ia
belum puas. Yang ingin Hwon
ketahui bukannya Yeon Woo menyukai yeot atau tidak, tapi kesan
Yeon Woo padanya setelah menerima
hadiah itu. Setengah mati ia ingin tahu apa yang Yeom ceritakan
pada Yeon Woo mengenai dirinya, dan
apa yang Yeon Woo pikirkan tentangnya. Sekarang, ia mulai
menyesali perilaku sebelumnya pada Yeom
di pertemuan pertama mereka.
Ehem. Kau tak mengatakan hal-hal yang buruk tentangku, kan?
Yang Mulia, apa yang Anda maksud..?
Maksudku, kau tak mengatakan hal yang berlebihan mengenaiku pada
Nona Yeon Woo?
-
Tidak, Yang Mulia. Saya tak mengatakan sepatah katapun tentang
Yang Mulia padanya, jadi Yang Mulia
tak perlu khawatir.
Apa?!
Melihat kemarahan Hwon, Yeom menatapnya bingung. Hwon segera
menenangkan nada suaranya dan
berbicara sesopan mungkin.
Ehem. Yang aku maksud adalah .. kau katakan dari siapa Yeot itu
berasal?
Saya hanya mengatakan kalau yeot itu dari istana. Apakah saya
mengatakan hal yang salah?
Walaupun yang Yeom katakan tidak salah, Hwon merasa kecewa
karena hadiahnya menjadi tak
bermakna. Sesaat Hwon duduk merengut namun ia kemudian
berbicara. Tak masalah kalau kau
berbicara berlebih. Tak masalah kalau kau menceritakan padanya
kalau pemberi yeot itu adalah aku.
Yeom, yang tak mengerti perasaan Hwon, langsung memulai kelas
saat itu juga. Hwon menolak untuk
menyerah. Setelah kelas usai, Hwon menyuruh kasim untuk
membawakan kotak lainnya lagi kali ini
adalah pastel beras manis yang berisi kacang polong dan kenari
(walaupun biasa disajikan untuk putra
mahkota, kenari tetap dianggap suatu kemewahan).
Ehem. Ini tak begitu banyak. Dan.. kau dapat mengatakan kalau
ini dariku. Jika memungkinkan,
baiknya kalau kau mengatakan hal-hal yang baik tentang putra
mahkota. Ini akan meyakinkan seluruh
rakyat dari kerajaan ini. Dan.. alasan mengapa aku jahat padamu
bukan karena sifatku yang kurang
baik, tapi karena aku ingin menguji kualitasmu sebagai guru.
Yeom tersenyum tanpa kata.
Hwon tiba-tiba teringat, O ya! Dan mari kita buat segalanya
lebih jelas. Walaupun sekarang aku
sedang mempelajari Kitab Ribuan Huruf darimu, bukan berarti aku
tak tahu baca tulis, tapi karena cara
mengajarmu yang sangat menarik. Aku telah menguasai Kitab Ribuan
Huruf saat aku masih kecil.
Masalah ini harus benar-benar jelas untuk dimengerti.
Ya, Yang Mulia. Saya mengerti.
Hwon merasa aman melihat senyum Yeom, tapi sepertinya belum
cukup. Maka ia melanjutkan, Baru-
baru ini aku mempelajari Makna Lanjutan dari Ajaran Agung (The
Great Learning). Jangan lupa untuk
menyampaikan hal ini.
Yang Mulia, apa maksudnya?
Hwon merasa frustasi dengan Yeom, tapi ia tak dapat mengatakan
dengan mulutnya sendiri kalau ia
berharap Yeom mengatakan hal ini pada Yeon Woo.
Tak ada maksud apapun. Dan aku adalah seorang putra mahkota yang
sangat menyukai belajar. Lebih
dari itu, aku juga memiliki enam keahlian (perilaku, musik,
memanah, berkuda, kaligrafi dan
-
aritmatika) yang seharusnya dimiliki oleh sarjana. Di latihan
memanahku hari ini, aku sanggung
memanah enam.. tidak, tujuh dari sepuluh yang tepat sasaran.
Yeom tak mengerti alasan Hwon mengatakan ini padanya. Ia menduga
sesuatu yang mencurigakan, tapi
ia tak dapat menebaknya. Maka, ia hanya tersenyum. Hwon merasa
malu untuk terus memuji-muji
dirinya sendiri, maka ia melemparkan tatapan pada kasim yang
sedang bertugas.
Kasim itu langsung mengerti dan membantu Hwon, Benar, keahlian
Yang Mulia sangat mengesankan
dan mampu menyaingi Raja Agung Sejong.
Tercatat oleh sejarah kalau Raja Agung Sejong adalah pemanah
yang handal. Hwon sangat bangga
disamakan dengannya.
Yah, aku sih belum sebanding dengannya. Haha. Ah, akhir-akhir
ini aku menyukai puisi. Apakah kau
mau mendengarnya?
Hwon membaca sebait puisi dan kemudian bertanya, Apakah kau tahu
puisi ini?
Ya, Yang Mulia. Bukankah puisi itu yang berjudul Syair musim
semi dari ruang Putra Mahkota oleh
Kim Bu Shik?
Ah, kau sudah tahu
Hwon merasa kecewa karena gagal mengesankan Yeom. Tapi bukan
Hwon namanya, jika menyerah
begitu saja.
Bukankah sangat indah bagaimana putra mahkota yang digambarkan
di puisi ini selalu pergi menyapa
Raja setiap pagi sesaat setelah subuh datang? Kim Bu Shik di
masa lalu pasti sedang membayangkan
diriku yang sekarang.
Yang Mulia benar-benar mengagumkan. Sangatlah tak mudah untuk
melakukannya tiap hari.
Yah.. tidak setiap hari. Ayahanda sangat sibuk dengan urusan
kerajaan, jadi aku sering tak dapat
melakukannya. Tapi mulai sekarang, aku akan melakukannya tiap
pagi. Bukankah itu adalah bakti
seorang anak yang sebenarnya?
Kasim yang bertugas menahan tawanya. Ia merasa betapa manisnya
Hwon yang mencoba memberi
kesan pada Yeom dan betapa lucunya Yeom yang mendengarkan ucapan
Hwon dengan penuh perhatian.
Hwon ingin mendengar lebih banyak tentang Yeon Woo dan ia
bertanya pada Yeom, Jika kau
mengetahui puisi ini, apa berarti adikmu juga mengetahuinya?
Karena kalian berdua sama-sama
membacanya..
Ya, Yang Mulia. Anak itu sangat menikmati membaca puisi. Dan ia
mengetahui lebih banyak puisi
daripada saya. Saat ia membaca puisi itu, ia bertanya-tanya
apakah semua pangeran mahkota seperti
itu.
-
Mata Hwon berbinar dan ia mencondongkan tubuhnya ke arah Yeom,
Dan.. apa yang kau katakan?
Saat itu adalah saat sebelum saya lulus Ujian Negara dan bertemu
Paduka. Jadi saya katakan kalau
saya tak tahu.
Hwon merasa kecewa dan kesal karena kakak beradik Heo membaca
puisi itu lebih dulu. Walaupun
kecewa, tapi ia mulai berbicara lagi.
Jadi.. puisi apa yang dia sukai?
Ia sepertinya menyukai segala jenis puisi Tapi belum lama ini,
saya memberinya buku puisi dan saya
memergokinya menangis saat membacanya.
Yeom membacakan,
Sinar fajar menyingkap riasan dari wajah kekasihku
Tapi pemikiran untuk berpisah terlalu memilukan.
Tak mampu mengucap, melalui pintu aku keluar menuju halaman
dimana rembulan memancarkan
sinarnya,
Dan hanya bayang-bayang bunga apricot yang menutupi badanku.
Hwon tak pernah mendengar puisi ini sebelumnya. Tapi saat
mendengar Yeon Woo sangat sedih saat
membaca puisi ini, ia merasa harus sedih juga. Memikirkan
seorang gadis dapat merasa sedih ketika
membaca puisi terasa sangat indah hingga hatinya membuncah,
bukan karena puisi itu tapi karena
kesan pada gadis itu.
Menyedihkan. Beritahu Nona Yeon Woo kalau aku juga merasa sedih
karena puisi itu. Kau harus
katakan padanya.
Ya? Ah, ya, Yang Mulia.
Yeom tak mengerti alasan Hwon menyuruhnya memberitahu hal ini
pada adiknya. Walau Yeom
berpendidikan tinggi, tapi pemuda itu buta tentang asmara, jadi
ia tak begitu memahami ketertarikan
Hwon pada adiknya yang sangat mendadak.
Tapi puisi itu karangan siapa?
Puisi itu ditulis oleh Jung Po dari dinasti Goryeo.
Ah, ya! Dan kau juga harus memberitahukannya kalau aku adalah
putra mahkota yang menyukai puisi.
Keesokan harinya, Hwon menyuruh pelayan untuk membangunkannya
saat subuh. Ia masih mengantuk
saat kasim menyikat giginya. Tapi ketika kasim itu bertanya
apakah Hwon ingin kembali tidur, ia
-
bersikeras ingin mengunjungi Raja untuk memberi ucapan selamat
pagi. Dengan setengah tertidur,
Hwon berjalan menuju kamar ayahnya.
Raja sudah bangun dan sedang membaca buku. Ia menyambut
kedatangan Hwon dengan senang.
Apa yang membuatmu datang pagi-pagi begini?
Untuk melakukan bakti saya. Hati saya terbebani karena merasa
tak mampu mengucapkan selamat
pagi setiap hari. Mulai sekarang, saya akan berbuat
sebaik-baiknya.
Raja tersenyum senang. Melihat betapa terpujinya putra
mahkotaku, aku akan membanggakannya di
depan para pegawai kerajaan.
Hwon merasa bangga. Lebih-lebih lagi, kabar tentang baktinya ini
tak hanya didengar oleh Yeom, tapi
juga ayah Yeom. Ini merupakan kesempatan besar agar Hwon
terlihat baik oleh Yeon Woo.
Gembira, Hwon bertanya apakah ayahnya sudah memakan camilan
pagi.
Belum, belum. Apakah kau juga ingin mengurus masalah camilan
pagiku? (Catatan : Camilan pagi
disajikan sebelum sarapan pagi)
Ya, Yang Mulia. Mengurus makanan Paduka juga merupakan bakti
seorang anak.
Raja mengamati dengan teliti wajah Hwon yang gembira, dan
kemudian menyuruh kasim untuk
menyajikan camilan paginya untuk dua orang.
Kembali pada Hwon, Raja bertanya, Bagaimana pelajaranmu
akhir-akhir ini? Apakah kau senang
dengan gurunya? Jika kau mau, kau dapat menggantinya dengan guru
baru.
Tidak, Yang Mulia! Tentu saja tidak. Saya belajar banyak
darinya. Ia benar-benar orang yang
mengagumkan. Paduka tak perlu khawatir.
****
Hari itu, Hwon terus menerus mengingatkan kasimnya untuk
memberitahukan pada Yeom apa yang
telah ia lakukan hari ini. Saat jed