Top Banner
1 THE JAPAN FOUNDATION DI INDONESIA 1974-1985: PERKEMBANGAN HUBUNGAN JEPANG DAN INDONESIA Asep Mulyana, Abdurakhman Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia. [email protected] Abstrak Kajian ini membahas perkembangan The Japan Foundation di Indonesia pada 1974—1985. Tujuan kajian ini adalah ingin mengetahui bagaimana situasi yang terjadi pada era itu mempengaruhi perkembangan kegiatan maupun struktural The Japan Foundation. Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode sejarah. Maraknya kritik terhadap kebijakan ekonomi Jepang pada 1970-an menjadi pendorong pendirian The Japan Foundation pada 1972. The Japan Foundation didirikan dan diperluas pada saat-saat krisis untuk membantu Jepang memediasi kepentingan nasionalnya melalui diplomasi kebudayaan. Pasca Malari 1974, The Japan Foundation membuka kantornya di Jakarta kemudian diperluas menjadi Pusat Kebudayaan Jepang pada 1979. Berbagai peristiwa turut memengaruhi perkembangan kegiatan The Japan Foundation di Indonesia hingga pertengahan dasawarsa 1980-an. Kata kunci: diplomasi kebudayaan; ekonomi Jepang; Malari; Pusat Kebudayaan Jepang; The Japan Foundation. Abstract This study discusses about the development of Japan Foundation in Indonesia in 1974—1985. The purpose of this study is to show the situation that occured in that era influenced the development of The Japan Foundation in structural and activities.. The research method used is the historical method. The rise of the criticism of the Japanese economy in the 1970s became the driving establishment of the Japan Foundation in 1972. The Japan Foundation itself was established and expanded in times of crisis to help Japan mediated its national interests through cultural diplomacy. Post Malari 1974, The Japan Foundation opened its office in Jakarta, and later expanded into the Japanese Cultural Center in 1979. The events also affected the development of activities of the Japan Foundation in Indonesia until mid 1980’s. Keyword: cultural diplomacy; Japanese Cultural Center; Japanese economy; Malari; The Japan Foundation. 1. Pendahuluan Pada jajak pendapat yang dilakukan BBC pada 2011 1 , Indonesia memandang Jepang sebagai negara yang memiliki citra paling positif. Tidak mengherankan jika di berbagai pelosok di kota-kota besar Indonesia banyak bermunculan produk-produk budaya Jepang, mulai dari restoran, pusat perbelanjaan, kendaraan, kontraktor pembangunan fasilitas dan lain-lain. Hal ini berbeda jauh dengan era 1970-an, saat terjadi gelombang sentimen anti Jepang di Indonesia, juga di sebagian negara Asia Tenggara. Gelombang sentimen yang 1 Jajak pendapat BBC terhadap rating 27 negara di seluruh dunia, BBC World Service Country Rating Poll, BBC News, <news.bbc.co.uk/2/shared/bsp/.../05_03_11_bbcws_country_poll.pdf>, diunduh pada 12 November 2014, pukul: 16.12 WIB. The Japan ..., Asep Mulyana, FIB UI, 2016
19

THE JAPAN FOUNDATION DI INDONESIA 1974-1985: …

Oct 15, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: THE JAPAN FOUNDATION DI INDONESIA 1974-1985: …

1    

THE JAPAN FOUNDATION DI INDONESIA 1974-1985: PERKEMBANGAN HUBUNGAN JEPANG DAN INDONESIA

Asep Mulyana, Abdurakhman

Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia,

Depok, Indonesia.

[email protected]

Abstrak Kajian ini membahas perkembangan The Japan Foundation di Indonesia pada 1974—1985. Tujuan kajian ini adalah ingin mengetahui bagaimana situasi yang terjadi pada era itu mempengaruhi perkembangan kegiatan maupun struktural The Japan Foundation. Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode sejarah. Maraknya kritik terhadap kebijakan ekonomi Jepang pada 1970-an menjadi pendorong pendirian The Japan Foundation pada 1972. The Japan Foundation didirikan dan diperluas pada saat-saat krisis untuk membantu Jepang memediasi kepentingan nasionalnya melalui diplomasi kebudayaan. Pasca Malari 1974, The Japan Foundation membuka kantornya di Jakarta kemudian diperluas menjadi Pusat Kebudayaan Jepang pada 1979. Berbagai peristiwa turut memengaruhi perkembangan kegiatan The Japan Foundation di Indonesia hingga pertengahan dasawarsa 1980-an. Kata kunci: diplomasi kebudayaan; ekonomi Jepang; Malari; Pusat Kebudayaan Jepang; The Japan Foundation.

Abstract This study discusses about the development of Japan Foundation in Indonesia in 1974—1985. The purpose of this study is to show the situation that occured in that era influenced the development of The Japan Foundation in structural and activities.. The research method used is the historical method. The rise of the criticism of the Japanese economy in the 1970s became the driving establishment of the Japan Foundation in 1972. The Japan Foundation itself was established and expanded in times of crisis to help Japan mediated its national interests through cultural diplomacy. Post Malari 1974, The Japan Foundation opened its office in Jakarta, and later expanded into the Japanese Cultural Center in 1979. The events also affected the development of activities of the Japan Foundation in Indonesia until mid 1980’s. Keyword: cultural diplomacy; Japanese Cultural Center; Japanese economy; Malari; The Japan Foundation. 1. Pendahuluan

Pada jajak pendapat yang dilakukan BBC pada 20111, Indonesia memandang Jepang

sebagai negara yang memiliki citra paling positif. Tidak mengherankan jika di berbagai

pelosok di kota-kota besar Indonesia banyak bermunculan produk-produk budaya Jepang,

mulai dari restoran, pusat perbelanjaan, kendaraan, kontraktor pembangunan fasilitas dan

lain-lain. Hal ini berbeda jauh dengan era 1970-an, saat terjadi gelombang sentimen anti

Jepang di Indonesia, juga di sebagian negara Asia Tenggara. Gelombang sentimen yang                                                                                                                          1 Jajak pendapat BBC terhadap rating 27 negara di seluruh dunia, BBC World Service Country Rating Poll, BBC News, <news.bbc.co.uk/2/shared/bsp/.../05_03_11_bbcws_country_poll.pdf>, diunduh pada 12 November 2014, pukul: 16.12 WIB.

The Japan ..., Asep Mulyana, FIB UI, 2016

Page 2: THE JAPAN FOUNDATION DI INDONESIA 1974-1985: …

2    

terakumulasi dan diwujudkan dengan adanya demonstasi mahasiswa Indonesia pada 1974

(Malari). Hal ini menunjukan betapa buruknya citra Jepang saat itu. Lalu, apa yang membuat

hal ini berubah dalam kurun waktu kurang lebih 40 tahun? Ini tidak dapat dipisahkan dari

perjalanan sejarah hubungan Jepang dan Indonesia, hingga akhirnya membentuk citra Jepang

seperti sekarang ini.

Sejak Perjanjian San Fransisco pada 1951—yang menghasilkan perjanjian pampasan

perang antara Indonesia dan Jepang—hingga era 1970-an, hubungan Jepang dan Indonesia

terutama didominasi oleh bidang ekonomi. Kebijakan ekonomi Jepang di Indonesia para era

itu, misalnya melalui bantuan ekonomi Jepang yang disebut Official Development Assistans

(ODA), penting bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Hingga suatu titik pada dasawarsa

1970-an, semakin marak demonstrasi anti ekonomi Jepang di Indonesia. Terjadinya hal

tersebut, dinilai pentingnya untuk meningkatkan hubungan kebudayaan, salah satunya melalui

program pertukaran kebudayaan yang dilakukan Jepang dengan Indonesia. Tidak dapat

dipungkiri, citra Jepang yang baik seperti saat ini, sedikit banyak karena kebijakan

kebudayaan yang dilakukannya, selain kebijakan ekonomi yang terus terjalin. Bahkan, pada

praktiknya, kebijakan ekonomi Jepang di Indonesia juga beriringan dengan kebijakan

kebudayaan. Selain hubungan bilateral, kepentingan Jepang dan Indonesia juga tidak dapat

dipisahkan dari situasi politik domestik dan internasional yang melingkupi kedua negara.

Jepang yang dianggap sebagai superpower ekonomi pada dasawarsa 1970, mengalami

beberapa perubahan dalam hubungan internasionalnya. Hubungan dengan sekutu utamanya,

AS, mengalami gangguan akibat adanya ketidakseimbangan perdagangan dan peristiwa Nixon

Shock. Istilah Nixon shock berkaitan dengan dua perubahan kebijakan tak terduga yang

diambil oleh Presiden AS, Richard Nixon pada awal 1970-an. Kebijakan yang pertama adalah

ketika ia membatalkan sistem Bretton Woods dan menghentikan penukaran langsung dollar

AS terhadap emas pada 1971. Kebijakan yang kedua, adalah kunjungannya ke Beijing dan

menghentikan kebijakan konfrontasi AS tanpa berkonsultasi dengan Jepang, berikut negosiasi

rahasianya dengan Cina pada 1972. Tantangan lain termasuk timbulnya sentimen anti-Jepang,

yang merebak di sebagian kawasan Eropa dan Asia. Berbagai kritikan dan kesalahpahaman

timbul akibat kebijakan ekonomi yang dilakukan Jepang.2

Seiring meningkatnya kritik dan kesalahpahaman terhadap Jepang, pemerintah Jepang

merespon hal ini dengan meningkatkan pertukaran kebudayaan dan hubungan dengan

                                                                                                                         2 Tadashi Ogawa, “Origin and Development of Japan’s Public Diplomacy”, dalam Nancy Snow, Philip M. Taylor. ed., The Routledge Handbook of Public Diplomacy, (New York And London: Routledge, 2009).., hal. 268-269

The Japan ..., Asep Mulyana, FIB UI, 2016

Page 3: THE JAPAN FOUNDATION DI INDONESIA 1974-1985: …

3    

masyarakat internasional. Jepang harus meningkatkan keterlibatan internasional yang berbeda

dengan sebelumnya. Tidak hanya dalam bidang politik, tetapi juga dalam bidang kebudayaan.

Karena hubungan internasional kebudayaan juga sangat penting untuk rakyat dan ketahanan

negaranya.3 Oleh karena itu, pemerintah Jepang mendirikan sebuah lembaga kebudayaan

yang dikenal dengan The Japan Foundation pada bulan Oktober 1972 di Tokyo. Lembaga ini

bertujuan sebagai pusat pertukaran kebudayaan Jepang.4 Sasaran utama dari diplomasi

kebudayaan ini awalnya adalah Amerika Serikat karena berbagai kritik terkait masalah

ketidakseimbangan perdagangan dan adanya peristiwa Nixon Shock. Masalah ini kemudian

menjadi agenda penting bagi hubungan diplomatik Jepang dengan tujuan untuk menjelaskan

dan melawan kesalahpahaman terhadap kebudayaan dan perilaku orang Jepang.5

Sentimen terhadap Jepang juga marak terjadi di Asia Tenggara pada 1970-an.

Bertepatan dengan kunjungan muhibah PM Tanaka Kakuei ke negara-negara ASEAN pada

tahun 1974, terjadi demonstrasi anti-Jepang di Muang Thai (Thailand), Malaysia, dan

Indonesia. Kedatangan PM. Tanaka ke Indonesia pada 15 Januari 1974 disambut dengan

demonstrasi besar-besaran oleh mahasiswa dan masyarakat.6 Terjadinya demonstrasi anti-

Jepang di Asia Tenggara—disebut Peristiwa Malari 1974 di Indonesia—memaksa Jepang

untuk mengintrospeksi kebijakan yang selama ini dijalankannya. Jepang harus memperbaiki

diplomasi ekonominya jika ingin tetap membina hubungan baik dengan negara-negara Asia

Tenggara, khususnya Indonesia. Tidak lama setelah itu, kantor Japan Foundation didirikan di

Jakarta. Ini menunjukan keseriusan Jepang untuk mulai melakukan diplomasi kebudayaan di

samping diplomasi ekonominya di Indonesia.7

2. Hasil Penelitian

2.1 Kebijakan Kebudayaan Jepang di Luar Negeri (1945-1979)

Bangsa Jepang berada di bawah pemerintahan asing setelah kekalahannya pada Perang

Dunia II. Sejak Deklarasi Postdam pada 14 Agustus 1945, Jepang diduduki oleh Amerika

Serikat sebagai pemenang perang mewakili Sekutu. Masyarakat Jepang sesudah perang

menyadari bahwa mereka dalam keadaan yang sepenuhnya baru. Hal ini karena keadaan

negara yang porak-poranda akibat perang dan masyarakat yang berada dalam kemelaratan.

                                                                                                                         3 Umesao Tadao, “Keluar dari Keterkucilan Kebudayaan”, Mohtar Lubis, ed., Kekuatan Yang Membisu: Kepribadian dan Peranan Jepang, (Jakarta: Sinar Harapan, 1981), hal. 91-92. 4 Ibid., hal. 94 5 Ibid. 6Koran Kompas, 14-17 Januari 1974 7 Ogawa, op.cit.  

The Japan ..., Asep Mulyana, FIB UI, 2016

Page 4: THE JAPAN FOUNDATION DI INDONESIA 1974-1985: …

4    

Keprihatinan mereka yang pokok adalah untuk bertahan sebagai individu dan sebagai bangsa.

Jumlah penduduk yang bertambah serta ketergantungan yang lebih besar pada industri telah

membuat mereka jauh lebih bergantung pada sumber-sumber dan perdagangan dunia

ketimbang sebelumnya. Tidak ada pilihan lain bagi Jepang saat itu selain melakukan

perdagangan damai yang dapat membawa Jepang ke masa depan yang menggairahkan.8 Hal

tersebut dikarenakan salah satu tujuan nasional Jepang adalah untuk memperbaiki

perekonomian yang hancur pasca Perang Dunia II.

Jepang berusaha mencari identitas nasional yang baru untuk masuk kembali dalam

masyarakat internasional. Pada masa pendudukan Sekutu (1945-1951), para pembuat

kebijakan Jepang menyadari perlunya diplomasi kebudayaan (bunka gaiko) sebagai jalan

untuk mengubah identitas nasional yang negatif sebagai negara yang “kalah perang” menjadi

negara yang berkontribusi untuk dunia.9 Pada masa Perang Dunia II, kebijakan kebudayaan

dikontrol oleh negara. Kemudian, Jepang dituntut untuk menampilkan identitas nasional baru

dengan meninggalkan citra sebagai negara militer. Oleh karena itu, Perdana Menteri Tetsu

Katayama dalam pidato kebijakannya menekankan “pembangunan negara budaya” untuk

mengembalikan kebanggaan nasional dan kredibilitas internasional.10

Meskipun kegiatan pertukaran kebudayaan internasional penting bagi Jepang, tetapi

pada awalnya tidak mudah dilakukan. Hal ini membutuhkan waktu dan proses untuk dapat

berjalan. Selain itu, dibutuhkan faktor-faktor penunjang lainnya, salah satunya masalah

finansial. Pada dasawarsa 1950-an, pemerintah Jepang tidak banyak mengadakan kegiatan

pertukaran kebudayaan keluar karena masalah finansial tersebut. Pembiayaan untuk

pertukaran kebudayaan sangat terbatas dan sebagian besar dana dialokasikan untuk hibah

kepada Kokusai Bunka Shinkokai (KBS). Dasawarsa 1950-an, KBS hanya mencakup AS

dengan memperkenalkan kebudayaan tradisional Jepang.

Pada dasawarsa 1960-an, Jepang memasuki periode baru dalam pertumbuhan ekonomi

yang tinggi dan mulai menjadi kekuatan ekonomi dunia.11 Dimulai dengan Olimpiade Tokyo

1964, dengan memperlihatkan kemajuan ekonominya, Jepang mencoba mengubah kesan dari

negara yang cinta perdamaian menjadi negara yang maju secara ekonomi. Pada tahun yang

sama, Jepang diterima dalam OECD (Organization of Economic Cooperation and

Development) yang merupakan perkumpulan ekonomi negara dagang industri. Sedikit demi                                                                                                                          8 Edwin O. Reischauer, Manusia Jepang (Jakarta: Sinar Harapan, 1982), hal. 450-451. 9 Maki Aoki-Okabe, Yoko Kawamura, dan Toichi Makita, “German in Europe”, Japan And Asia”: National Commitments to Cultural Relations within Regional Frameworks”, dalam Jessica C.E. Gienow-Hectht, Mark C. Donfried, ed., Searching for a Cultural Diplomacy (New York and Oxford: Berghahn, 2010) hal. 220. 10 Tadashi Ogawa,op.cit,, hlm. 268. 11 Ibid.

The Japan ..., Asep Mulyana, FIB UI, 2016

Page 5: THE JAPAN FOUNDATION DI INDONESIA 1974-1985: …

5    

sedikit, Jepang memperoleh pengakuan sebagai salah satu negara industri yang penting.12

Oleh karena itu, sangat wajar jika pada tahun 1970an, Jepang telah disejajarkan dengan

negara industri barat atau telah termasuk kedalam kelompok “dunia pertama”.

Kemajuan ekonomi Jepang pada dasawarsa 1970-an, selain mendapat perhatian

internasional juga diikuti dengan munculnya kecurigaan dan kritik terhadap Jepang. Perhatian

internasional dapat terlihat dari berkembangnya studi Jepang di banyak negara, terutama di

Amerika dan Eropa. Pada saat bersamaan juga menuai kritik dari Amerika Serikat dan negara-

negara di Asia Tenggara yang merupakan partner penting kerjasama ekonomi Jepang. Hal ini

sebagaimana terlihat dengan terjadinya Nixon Shock dan banyaknya demonstasi anti ekonomi

Jepang di Asia Tenggara pada awal 1970-an. Pemerintah Jepang kemudian menganggap

permasalahan ekonomi yang terjadi sebagai kesalahpahaman akibat perbedaan kebudayaan.

Pemerintah Jepang berusaha memperbaiki kebijakan yang selama ini dijalankannya

dengan semakin meningkatkan kerjasama dalam bidang kebudayaan. Keseriusan pemerintah

Jepang untuk menitikberatkan pada kebijakan kebudayaan diwujudkan dengan pendirian

Japan Foundation pada 1972. Pada awalnya Amerika Serikat yang menjadi target utama.

Selanjutnya pada 1974, kantor Japan Foundation didirikan di Thailand dan Indonesia sebagai

respons terhadap aksi demonstrasi anti-Jepang di kedua negara tersebut.Pemerintah Jepang

terus berupaya memperbaiki hubungannya dengan negara-negara di Asia Tenggara melalui

berbagai kerjasama dengan ASEAN. Maksud baik Jepang dibuktikan dengan kunjungan

Perdana Menteri Fukuda ke negara-negara ASEAN. Pada tanggal 18 Agustus 1977,

kunjungan Fukuda di Manila berakhir dengan dikeluarkannya Doktrin Fukuda, yang salah

satu isinya adalah Jepang akan berusaha keras untuk meningkatkan hubungan dengan negara-

negara ASEAN.13 Hubungan ini ditekankan sebagai hubungan persahabatan, tidak hanya di

bidang ekonomi dan politik, melainkan juga di bidang sosial budaya. Kebijakan yang

dikeluarkan salah satunya adalah didirikannya pusat kebudayaan untuk membangun citra baik

bangsa Jepang dan sebagai alat diplomasi.

Diplomasi kebudayaan Jepang di Indonesia melalui Japan Foundation semakin

mengalami peningkatan pasca dikeluarkannya Doktrin Fukuda. Melihat berbagai respon

masyarakat Indonesia terhadap Jepang, pada tahun 1979, didirikan Pusat Kebudayaan Jepang

di Jakarta. Tujuannya adalah untuk meningkatkan hubungan kebudayaan antara Jepang dan

Indonesia.14 Hal ini menjadi keuntungan tersendiri bagi Jepang dalam mempertahankan

                                                                                                                         12 Edwin O. Reischauer., op.cit., hal 484 13 J. Panglaykim, “Doktrin Fukuda: Suatu Pandangan Bisnis.” Analisa, Vol. VI No. 10 Oktober 1977, hal. 8. 14 The Japan Foundation, Nuansa, Jakarta: edisi Januari-Februari-Maret 2011, hal.1

The Japan ..., Asep Mulyana, FIB UI, 2016

Page 6: THE JAPAN FOUNDATION DI INDONESIA 1974-1985: …

6    

hubungan baik dengan Indonesia.15 Pusat kebudayaan ini adalah perluasan dari kantor Japan

Foundation di Jakarta. Dengan pendiriannya diharapkan akan meningkatkan hubungan

persahabatan antara Jepang dan Indonesia. Untuk meningkatkan hubungan persahabatan

diperlukan saling pengertian akan kebudayaan masing-masing.

2.2 Pandangan Pemerintah Indonesia terhadap Jepang

Setelah kemerdekaan, pemulihan hubungan Indonesia-Jepang dilakukan dengan

penyelesaian pampasan perang oleh Jepang. Pada masa Orde Baru, pola hubungan Indonesia,

selain untuk melanjutkan penuntasan penyelesaian pampasan perang, juga dilanjutkan dengan

kerjasama ekonomi yang semakin intensif.16 Interaksi ekonomi menjadi bentuk hubungan

utama antara pemerintah Indonesia dan Jepang. Interaksi ekonomi ini terus berlanjut dan tidak

hanya dilakukan antar-pemerintah, tetapi juga melalui pihak swasta. 17

Kepentingan Jepang di Indonesia lebih memperlihatkan kepentingan ekonomi

daripada kepentingan lainnya. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan mentah

yang dibutuhkan oleh Jepang untuk industrinya. Hal ini menjadi pendorong hubungan yang

muncul dalam dasawarsa-dasawarsa berikutnya pasca pembukaan hubungan diplomatik pada

15 April 1958. Bagi Indonesia, hubungan dengan Jepang pada tahun-tahun pertama setelah

hubungan diplomatik adalah untuk mencapai salah satu tujuan politik luar negeri Indonesia

saat itu, terutama untuk membangun kondisi dalam negeri yang terpuruk sejak dasawarsa

1950-an.18. Kedua negara sama-sama membutuhkan keamanan dan kestabilan kawasan Asia

Pasifik. Jepang memerlukannya untuk keamanan negara, sedangkan Indonesia

memerlukannya untuk membangun dan merealisasikan tujuan-tujuan nasional.19

Politik Indonesia waktu itu lebih diarahkan pada mencari bantuan luar negeri untuk

mencapai tujuan lebih besar, yaitu kestabilan ekonomi Indonesia. Terbukanya pintu bagi

investasi asing semakin mendorong mengalirnya modal asing ke Indonesia antara tahun

1968—1969. Investasi modal swasta Jepang juga meningkat dalam periode 1969—1970.

Prakarsa Jepang dalam membentuk konsorsium negara-negara donor untuk Indonesia (IGGI)

                                                                                                                         15 Ibid., hal. 2-3 16 I Ketut Surajaya, “Hubungan Indonesia Jepang” dalam Hubungan Indonesia Jepang”, dalam Taufik Abdullah, R.Z. Leirissa, dan Saleh Asa’ad Djamhari, Indonesia dalam Arus Sejarah Jilid VII. (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve. 2010), hal. 327. 17 Bantarto Bandoro, “Beberapa Dimensi Hubungan Indonesia-Jepang dan Pelajaran Bagi Indonesia” dalam Bantarto Bandoro, ed., Hubungan Luar Negeri Indonesia selama Orde Baru (Jakarta:CSIS, 1994), hal. 94 18 Ibid., hal. 99. 19 Ibid., hal 94.  

The Japan ..., Asep Mulyana, FIB UI, 2016

Page 7: THE JAPAN FOUNDATION DI INDONESIA 1974-1985: …

7    

pada 1966 juga menunjukkan bahwa Jepang adalah bagian penting dalam proses

pembangunan ekonomi Indonesia. Pertemuan pertama IGGI juga dilaksanakan di Jepang.20

Kerja sama ekonomi Jepang dan Indonesia sempat terhambat oleh adanya peristiwa

Malari pada 1974. Peristiwa ini dapat dipahami sebagai hasil dari kecurigaan orang-orang

Indonesia kepada motivasi Jepang dalam memberikan banyak bantuan. Hal ini mendorong

Jepang dan Indonesia berintrospeksi mengenai kerjasama ekonomi yang selama ini telah

terjalin. “Jepang ... dipaksa untuk meninjau kembali peran ekonominya di kawasan Asia

Tenggara. Indonesia mengambil hikmah dari peristiwa di Jakarta itu, dalam arti ia didorong

untuk mengambil sikap lebih hati-hati terhadap setiap inisiatif ekonomi Jepang”.21

Setelah peristiwa Malari, pemerintah Jepang mengevaluasi banyak kebijakannya dan

melancarkan banyak program untuk mempererat hubungan kedua negara. Indonesia juga

menunjukkan minat untuk membina hubungan yang saling menguntungkan dengan Jepang.

Diplomasi Indonesia waktu itu tidak hanya untuk kepentingan pembangunan semata, tetapi

juga untuk pembangunan dan stabilitas kawasan. Hal ini dikarenakan hubungan dan

kerjasama pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang terkait dengan kepentingan

kawasan Asia Tenggara, khususnya ASEAN. Tidak lain karena ASEAN merupakan pilar

politik luar negeri yang penting bagi Indonesia.22

Usaha-usaha untuk mempererat hubungan kedua negara tetap dilakukan oleh kedua

belah pihak. Berbagai analisis mengenai hubungan Indonesia-Jepang difokuskan pada

hubungan ekonomi dan perdagangan.23 Dalam setiap kesempatan kunjungan ke Jepang, para

pejabat pemerintah Indonesia selalu mendesak pemerintah Jepang untuk menyingkirkan

rintangan-rintangan yang mempersulit masuknya produksi Indonesia ke Jepang. Jepang pun,

terutama kalangan pengusaha, meminta Indonesia memperbaiki iklim usaha yang

memungkinkan mereka melakukan investasi secara lebih baik.

Pada tahap tertentu, hubungan luar negeri Indonesia dengan Jepang tetap berorientasi

pada bidang ekonomi.24 Pada dasawarsa ini, terlihat bahwa Jepang adalah sumber dana luar

negeri yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Secara jelas, politik Indonesia terhadap

Jepang dalam dasawarsa 1970-an lebih diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan ekonomi

                                                                                                                         20 “Hubungan Jepang –Indonesia” Aneka Jepang, 30 Januari 1974, hal.7. 21 Bandoro, op.cit., hal. 95. 22 Soedjono Hoemardani, “Indonesia-Japan Relation in Future: A Strategic Review.” Hadi Soesastro dan A.R. Sutopo, ed., Strategi dan Hubungan Internasional: Indonesia di Kawasan Asia Pasifik (Jakarta: CSIS, 1981). 23 Lihat misalnya CSIS, Japanese-Indonesia Relation in the Seventies (Jakarta: CSIS, 1973). Lihat juga A.R. Soehoed, “Toward New Pattern of Japan-Indonesian Cooperation in Private Investment.” Dalam CSIS, Japan-Indonesia Relation in Context of Regionalism in Asia (Jakarta:CSIS, 1977). 24 Bandoro, opcit., hal. 107.

The Japan ..., Asep Mulyana, FIB UI, 2016

Page 8: THE JAPAN FOUNDATION DI INDONESIA 1974-1985: …

8    

Indonesia. Jepang telah menjadi partner ekonomi Indonesia yang peranannya tidak dapat

diabaikan dalam pelaksanaan kebijakan ekonomi luar negeri Indonesia.

2.3 Pandangan Umum Masyarakat Indonesia terhadap Jepang

Di Indonesia, kritik terhadap Jepang paling banyak dibandingkan negara Asia

Tenggara lainnya. Maraknya demonstrasi anti Jepang pada awal dasawarsa 1970-an dapat

menggambarkan hal tersebut. Ada kekhawatiran lama bahwa sebenarnya Jepang akan

menjalankan politik lama “kemakmuran bersama Asia Timur Raya” dengan Jepang sebagai

pemimpinnya.25 Dalam rangkaian demonstrasi-demonstrasi itu terdapat kritik-kritik tajam

yang antara lain “Negara milik Jepang, Akhirat milik kami” adalah poster yang dibawa para

demonstran di Jakarta pada 17 Desember 1973.26; “Jangan kuras Tanah Air sendiri, rakyat

sudah cukup lama menanggung derita, tangkap dan usut kolaborator-kolaborator Jepang yang

merugikan kekayaan negara”, adalah poster dari generasi muda angkatan 1966” pada 22

Desember 1973.27; “Stop Imperialisme Ekonomi Jepang” adalah poster yang dibawa

demonstran di depan kedutaan besar Jepang di Jakarta pada 31 Desember 1973.28 Peristiwa 15

Januari 1974, telah menjadi bukti protes terhadap invasi ekonomi Jepang di Indonesia. Selain

itu, pembakaran produk-produk Jepang saat itu juga merupakan peristiwa terburuk yang

pernah dialami menyangkut hubungan kedua negara setelah perang.

Sifat hidup eksklusif dari pengusaha Jepang di Indonesia juga menimbulkan rasa

kurang senang terhadap Jepang di kalangan para pejabat Indonesia. Seperti yang diucapkan

wakil presiden saat itu, Sultan Hamengkubuwono: “orang-orang Jepang terlalu eksklusif.

Mereka tidak bercampur dengan rakyat kita, yang disoalkan selalu bisnis. Mereka memiliki

perkumpulan, restoran, sekolah mereka sendiri. Itu (semua) membawa ingatan buruk bagi

pendudukan (Jepang)”; Umarjadi Njotowijono, mantan duta besar dan sekjen ASEAN yang

pernah belajar 14 tahun di Jepang dan beristerikan orang Jepang mengatakan: “Orang-orang

Eropa lebih dapat mengerti orang-orang Asia daripada orang-orang Jepang dan orang-orang

Jepang menganggap rendah orang-orang Indonesia” dan sebagainya.29

Penelitian PT. Inscore Indonesia dan CSIS di Jakarta bulan Juni-Juli 1974 mengenai

pandangan umum masyarakat terhadap penanaman modal Jepang di                                                                                                                          25 Herman Kahn, The Emerging Japanese Superstate, (Harmondswaort: Penguin Book, Ltd, 1970), hal. 268 26 Harian Abadi, 18 Desember 1973, tahun ke XXIII 27 Nusantara, 22 Desember 1973, tahun ke-24 28 Indonesia Raya, 1 Desember 1973, Tahun ke-24 29 Kutipan-kutipan dalam terjemahan bahasa Inggris Lihat Raul S. Manglapus, Japan in Southeast Asia: Collision Course (New York/Washington D.C.: Carnegie Endowment for International Peace, 1976), Hal 44.

The Japan ..., Asep Mulyana, FIB UI, 2016

Page 9: THE JAPAN FOUNDATION DI INDONESIA 1974-1985: …

9    

Indonesia,30memperlihatkan bahwa kehadiran ekonomi Jepang yang besar di Indonesia belum

cukup berhasil mendapatkan derajat penerimaan yang tinggi dari masyarakat. Sikap tidak

suka terhadap Jepang ini dapat bertahan kalau tidak ada usaha perbaikan. Hal ini akan

mempengaruhi hubungan Indonesia Jepang secara negatif. Tidak mustahil ini akan membawa

kembali kenangan buruk masa pendudukan Jepang ke tengah-tengah masyarakat dan juga

generasi muda yang tidak pernah mengalaminya akan terpengaruh. Kurangnya pengetahuan

masyarakat Indonesia tentang kebudayaan dan ekonomi Jepang juga telah menimbulkan

perasaan atau kesan bahwa Jepang telah mencurangi Indonesia.31 Kurangnya pengetahuan

bangsa Indonesia mengenai kebudayaan, ekonomi, pola bekerja Jepang dan juga sebaliknya

kekurangan pengetahuan Jepang tentang sentimen, adat istiadat politik Indonesia dapat

membawa hubungan kedua negara kepada keadaan dan situasi yang tidak diinginkan.

Dalam suatu diskusi terkait pertukaran kebudayaan yang disponsori oleh Japan

Foundation, Dr. Lie Tek Tjeng mengatakan bahwa masalah antara Jepang dan Indonesia

bukan berbasis pada masalah antar-pemerintahan. Masalah yang sebenarnya antara Indonesia

dan Jepang di Asia Tenggara adalah mengadakan kontak antar masyarakat atau people-to-

people.32 Hal tersebut dikarenakan, masyarakat Indonesia dan masyarakat Jepang sangat

sedikit mengetahui satu sama lain, jika dibandingkan dengan hubungan keduanya dengan

negara-negara Barat (Eropa dan Amerika). Hal ini dikarenakaan terdapat kaitan dalam

masalah pendudukan dan masalah khusus lainnya.

2.3 Japan Foundation di Indonesia

Pendirian Japan Foundation Pusat di Tokyo pada 1972 merupakan titik krusial dalam

sejarah diplomasi Jepang. Takeo Fukuda yang saat itu menjabat sebagai menteri luar negeri

menginstruksikan kepada Kementerian Luar Negeri untuk mulai mempelajari kemungkinan

dikerjakannya pendirian suatu organisasi berskala besar terkait pertukaran kebudayaan

internasional. Hal ini juga sebagai jawaban atas semakin cepatnya perkembangan dari

                                                                                                                         30 Pendapat Umum Tentang Penanaman Modal Jepang di Indonesia ( PT. Inscore Indonesia CSIS, Jakarta, Juni-Juli 1974) 31 Lie Tek Tjeng, Studi Wilayah pada Umumnya, Asia Timur pada Khususnya Jilid II (Penerbit Alumi: Bandung, 1977), hal. 336-392; lihat juga Alfian, Jepang Dilemma Sebuah Sukses (Jakarta: Lembaga Ekonomi dan Kemasyarakatan, Desember 1971). 32 Discussion on Cultural Exchange Between Indonesia and Japan, Jakarta pada 20 Maret 1975, hal. .9

The Japan ..., Asep Mulyana, FIB UI, 2016

Page 10: THE JAPAN FOUNDATION DI INDONESIA 1974-1985: …

10    

pertukaran kebudayaan internasional saat itu.33 Rencana Fukuda mulai terwujud pada Februari

1972 ketika Undang-Undang tentang Japan Foundation (Japan Foundation Law), telah

disetujui oleh kabinet dan segera disampaikan kepada Diet (parlemen Jepang). Pada 25 Mei

1972, Undang-Undang tentang Japan Foundation kemudian disetujui oleh Diet dan mulai

berlaku pada tanggal 1 Juni 1972. Japan Foundation yang telah lama dinanti-nantikan ini

kemudian diresmikan pada tanggal 2 Oktober 1972.34

Pada awalnya, Amerika Serikat yang menjadi prioritas utama sebagai negara sasaran

kegiatan dari Japan Foundation. Namun kemudian, Asia Tenggara menjadi wilayah lain yang

penting bagi Japan Foundation. Hal ini terjadi tidak lama setelah terjadi kerusuhan anti-

Jepang di Thailand dan Indonesia sewaktu kunjungan resmi dari Perdana Menteri Kakuei

Tanaka pada tahun 1974. Jepang menyadari bagaimana telah tertanam kuat perasaan negatif

beberapa negara Asia Tenggara terhadap Jepang. Hal ini berkaitan dengan pengalaman pahit

selama masa pendudukan Jepang pada Perang Dunia II dan dominasi ekonomi Jepang pasca

perang. Dalam merespon situasi ini, Japan Foundation memberikan banyak bantuan berupa

sumber daya manusia dan bantuan dana ke Asia Tenggara.35

Pemerintah Jepang telah mengirimkan beberapa orang dalam misi menjajaki

pertukaran kebudayaan antara Jepang dan Asia Tenggara. Pada tanggal 7 Agustus 1971

misalnya, sebuah tim yang membawa misi pertukaran kebudayaan Jepang telah tiba di

Indonesia.36 Selanjutnya, pada tanggal 25—30 Maret 1973, sebuah tim pertukaran

kebudayaan kembali mengunjungi Indonesia.37 Tujuan dari kunjungan misi tersebut di

Indonesia ialah untuk mengadakan tukar menukar pikiran dengan para tokoh Indonesia dari

berbagai kalangan mengenai cara-cara untuk meningkatkan hubungan dan kerjasama

kebudayaan dan pendidikan antara Indonesia dan Jepang, serta untuk lebih memperkokoh

hubungan persahabatan yang telah ada antara kedua negara.

Di Indonesia, Japan Foundation tercatat telah memulai kegiatannya sejak tahun-tahun

awal berdirinya. Pada 1972, Japan Foundation telah mulai melakukan kegiatan seperti

pertukaran ahli, bantuan progam bahasa dan studi Jepang, pertunjukan, pameran dan lain-lain.

                                                                                                                         33 Morihiko Okatsu, “The Present State of Cultural Exchange in Japan: An Assesment.” The Japan Foundation, Dialogue Southeast Asia and Japan: Symposium on Cultural Exchange (Tokyo, The Japan Foundation, 1977) hal. 101. 34 Aneka Jepang, loc.cit. hal. 11 35 Tadashi Ogawa, loc.cit., hal. 269 36 “Misi Pertukaran kebudayaan Djepang Tiba Sabtu Ini.” Kompas, Sabtu, 7 Agustus 1971, hal. 1 sambung ke hal 7. 37“Misi Pertukaran Kebudayaan Pemerintah Jepang Ke Asia Tenggara Kunjungi Indonesia.” Aneka Jepang, 30 April 1973, hal. 12.

The Japan ..., Asep Mulyana, FIB UI, 2016

Page 11: THE JAPAN FOUNDATION DI INDONESIA 1974-1985: …

11    

Kemudian pada 1973 memulai dengan kegiatan sarana audio visual untuk Indonesia.38

Setahun kemudian, setelah membuka kantornya di Jakarta, kegiatan penerbitan dan

perpustakaan dimulai. Dengan membuka kantornya di Jakarta, kegiatan Japan Foundation di

Indonesia semakin meningkat.

Salah satu kegiatan Japan Foundation di Indonesia adalah menyelenggarakan

simposium maupun seminar. Seminar ini berkaitan dengan upaya meningkatkan pertukaran

kebudayaan antara Jepang dengan Indonesia.39 Hubungan antara Indonesia dan Jepang selama

ini dinilai terlalu menitikberatkan pada hubungan ekonomi saja. Oleh karena itu, perlu

mengembangkan hubungan-hubungan lain, seperti hubungan kebudayaan. Beberapa hasil

yang diperoleh dari seminar, antara lain disebutkan, perlunya tenaga-tenaga ahli mengenai

keadaan negara masing-masing dari kedua belah pihak. Dalam usaha meningkatkan

pengetahuan umum tentang keadaan masing-masing negera tersebut, juga diperlukan adanya

penerbitan buku-buku sejarah, ilmu bumi, kesusasteraan dan sebagainya untuk memperkaya

pengetahuan tentang keadaan negeri masing-masing. Selain itu, pertukaran kunjungan antara

pemuda, intelektual, juga dianggap penting sebagai landasan mengembangkan minat terhadap

negeri yang tidak dikenalnya sebelum itu.40

Upaya untuk mengundang beberapa tokoh untuk datang ke Jepang maupun sebaliknya

sebenarnya telah terlebih dahulu diupayakan oleh Japan Foundation. Tercatat tiga tokoh

Indonesia yang diundang oleh Japan Foundation untuk mengunjungi Jepang, tidak lama

setelah peresmian pendirian Japan Foundation pada 2 Oktober 1972. Drs. Gondomono M.A.,

Ketua Jurusan Studi Asia Timur, FSUI dan Drs. Livain Lubis, Dekan Fakultas Sastra,

Universitas Padjajaran, bertolak ke Tokyo pada 19 Februari 1973 dalam rangka undangan

untuk melakukan kunjungan selama dua minggu ke Jepang. Selama di Jepang, mereka

mengadakan pertemuan dengan para tokoh kebudayaan dan pejabat-pejabat yang

bersangkutan dengan Studi Jepang serta mengunjungi beberapa universitas dan lembaga

kebudayaan. Disamping kedua tokoh tersebut, Japan Foundation juga mengundang Dra. Wiwi

Winarsih, Staf Pengajar dari Jurusan Jepang, Fakultas Sastra Universitas Padjajaran.

Tujuannya diundang ke Jepang adalah untuk lebih memperdalam pengertian tentang Jepang

dan melakukan studi tentang bahasa dan kebudayaan Jepang. Ia berangkat ke Jepang pada

tanggal 17 Februari 1973. 41

                                                                                                                         38 The Japan Foundation, Laporan Kegiatan The Japan Foudation, hal. 11. 39”Seminar Indonesia-Jepang tentang Pembangunan Bangsa dan Pertukaran Kebudayaan.” Aneka Jepang, 30 April 1973, hal. 9—12. 40 Loc.cit. 41 “Tiga Pejabat Indonesia Diundang Yayasan Jepang.” Aneka Jepang, 28 Februari 1973, hal. 11.

The Japan ..., Asep Mulyana, FIB UI, 2016

Page 12: THE JAPAN FOUNDATION DI INDONESIA 1974-1985: …

12    

Tidak lama setelah peristiwa Malari, Japan Foundation semakin meningkatkan

kegiatannya. Pada bulan Februari 1974, Japan Foundation Liaison Office, kantor Japan

Foundation pertama di Asia Tenggara dibuka. Kantor ini awalnya bertempat di Kedutaan

Besar Jepang di Jakarta. Pembukaannya disebutkan sebagai usaha untuk menyelenggarakan

pertukaran kebudayaan yang sesuai dengan keadaan Indonesia saat itu.42 Semenjak pertama

kali didirikan, Japan Foundation Liaison Office mengalami berbagai perkembangan guna

semakin meningkatkan perannya sebagai suatu organisasi pertukaran kebudayaan. Pada bulan

Juli 1974, ditempatkan seorang Direktur yang bernama Takeshi Komiyama. Pada 31 Agustus

1975, dibuka The Japan Foundation Liaison Office baru yang bertempat di Jalan Cimandiri

24, Jakarta Pusat. Pada Agustus 1977, dilakukan pergantian Direktur The Japan Foundation

Liaison Office. 43 Tekeshi Komiyama digantikan oleh Tsuneharu Nakagawa.

Sebagai salah satu kantor di luar negeri, Japan Foundation Jakarta (Indonesia)

bertugas menyelenggarakan pelaksanaan kegiatan kebudayaan yang dilakukan oleh Japan

Foundation Pusat. Selain itu, berperan dalam memediasi dan memberitahukan tentang

keadaan kebudayaan negara setempat kepada kantor pusat. Kemudian dapat juga

mengusulkan kegiatan-kegiatan kebudayaan apa saja yang berlu dilakukan sebagai kegiatan

kantornya dengan pertimbangan bahwa kegiatan kebudayaan yang diselenggarakan tersebut

erat hubungannya dengan negara setempat.44 Kantor Japan Foundation di Indonesia telah

menyelenggarakan bermacam-macam kegiatan seperti pertunjukan film, ceramah, pameran

dan sebagainya. Selain itu, juga menyelenggarakan kegiatan untuk perpustakaan dan

sumbangan peralatan.

Adanya Doktrin Fukuda pada 1977 membuat diplomasi kebudayaan Jepang semakin

meningkat. Alhasil, kegiatan Japan Foundation di Indonesia juga mengalami peningkatan.

Pada awal tahun 1978, Kedutaan Besar Jepang mengajukan permintaan dana sekitar 800 ribu

dollar Amerika Serikat pada kabinet pemerintahannya untuk membangun Pusat Kebudayaan

Jepang—Indonesia di Jakarta.45 Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Hidemichi Kira menilai

hubungan kebudayaan antara Jepang dan Indonesia agak terlambat dibina jika dibandingkan

dengan hubungan ekonomi dan perdagangan. Dalam sebuah pertemuan dengan wartawan

pada 18 Februari 1978 saat kunjungan ke Bandung, Kira mengharapkan parlemen Jepang

dapat menyetujui proyek tersebut.46

                                                                                                                         42 Ibid. 43 Ibid., hal. 12. 44 Ibid., hal. 24. 45 “Jepang Ingin Tingkatkan Hubungan Kebudayaan” Kompas, 22 Februari 1978. 46 Ibid.,.

The Japan ..., Asep Mulyana, FIB UI, 2016

Page 13: THE JAPAN FOUNDATION DI INDONESIA 1974-1985: …

13    

Rencana untuk pendirian pusat kebudayaan tersebut kemudian terwujud dengan

pendirian Pusat Kebudayaan Jepang pada 1979. Pada tanggal 2 April 1979, diresmikanlah

Pusat Kebudayaan Jepang di Jakarta yang diselenggarakan oleh Japan Foundation Pusat.

Dalam peresmiannnya, gedung “Pusat Kebudayaan Jepang” baru yang terletak di Jalan

Cemara 1 ini ditandai dengan pengguntingan pita oleh Menteri PDK, Dr. Daoed Joesoef dan

Dubes Jepang, Hidemichi Kira. Selain itu, tampak juga menyaksikan pengguntingan pita

tersebut, Gubernur DKI Jakarta, Tjokropranolo.47 Pusat kebudayaan Jepang ini merupakan

yang pertama yang didirikan di Asia setelah perang Dunia II, setelah sebelumnya sudah ada

dua pusat kebudayaan Jepang di Eropa, yaitu di Roma dan Koln yang didirikan sebelum

perang.48 Hal ini dapat diindikasikan betapa pentingnya hubungan kebudayaan antara

Indonesia dan Jepang. Pendirian Pusat Kebudayaan ini merupakan salah satu usaha yang

dilakukan oleh Jepang dalam menjalin persahabatan dari hati ke hati dengan rakyat Indonesia

sebagaimana tertuang dalam Doktrin Fukuda.

Berbagai perkembangan situasi dan kondisi pada 1980-an banyak berpengaruh

terhadap perkembangan The Japan Foundation di Indonesia yang saat itu disebut Pusat

Kebudayaan Jepang. Setelah pendirian Pusat Kebudayaan Jepang yang terletak di Jalan

Cemara 1, pada 1985, kantor The Japan Foundation atau Pusat Kebudayaan Jepang berpindah

lokasi ke Summitmas Tower di Jalan Jendral Sudirman. Dapat dilihat bahwa perpindahan

lokasi ini dari Jl. Cemara 1 di daerah Menteng yang notabenenya daerah pemukiman

penduduk ke Jl. Jendral Sudirman yang terkenal sebagai pusat perekonomian dan bisnis di

Jakarta, sedikit banyak terkait dengan situasi dan kondisi yang berkembang saat itu.

Sebagaimana diketahui bahwa era 1980-an mulai terjadi peningkatan kerjasama ekonomi

Indonesia dan Jepang, seiring dengan pemberian ODA yang terus meningkat. Era 1980-an

juga dianggap masa pematangan hubungan antara Indonesia dan Jepang terutama dalam

bidang ekonomi, perdagangan dan politik.

3. Kesimpulan

Hubungan Jepang dan Indonesia era 1970-an memiliki dua sudut pandang yang

berbeda. Sudut pandang tersebut berasal dari sisi pemerintahan dan sisi masyarakat umum.

Pemerintah Orde Baru melihat Jepang sebagai sumber modal utama untuk pembangunan.

                                                                                                                         47 “Gedung Baru “PKJ”: ‘Pusat Kebudayaan Jepang’ Diresmikan.” Majalah Ambassador, edisi April-Mei 1979, hal. 38. 48 H.Kira, “Hubungan Indonesia Jepang: Sangat Bermanfaat Bagi Stabilitas dan Perdamaian di Asia.” Majalah Ambassador, edisi April-Mei 1979, hal. 7.

The Japan ..., Asep Mulyana, FIB UI, 2016

Page 14: THE JAPAN FOUNDATION DI INDONESIA 1974-1985: …

14    

Kerjasama ekonomi antar pemerintah Jepang dan Indonesia kemudian terjalin erat. Kedua

negara memiliki ketergantungan: Indonesia adalah sumber bahan mentah untuk industri

Jepang dan Jepang adalah sumber dana untuk pembangunan nasional Indonesia. Hubungan

kedua pemerintahan juga terkait dengan situasi politik internasional, yakni Perang Dingin.

Sebagian besar hubungan yang terjalin antarpemerintahan terkait pada masalah ekonomi dan

politik. Pada sisi berbeda, pandangan masyarakat Indonesia terhadap Jepang tidak begitu baik.

Kerjasama ekonomi yang terjalin antar pemerintah belum mendapat penerimaan yang positif

dari masyarakat. Banyaknya kerjasama ekonomi antara pemerintah Indonesia dan Jepang

pada gilirannya turut membawa para pengusaha Jepang ke Indonesia. Para pebisnis Jepang

tersebut dianggap sebagai representasi dari negara Jepang. Sikap hidup eksklusif pengusaha

Jepang di Indonesia, telah menimbulkan rasa kurang senang dari sebagian besar kalangan

masyarakat umum. Terlebih lagi, terdapat pengalaman pahit ketika Jepang pernah menjajah

Indonesia. Diplomasi ekonomi Jepang dianggap sebagai bentuk imperialisme baru.

Masyarakat juga mencurigai adanya motif tersembunyi dari bantuan ekonomi yang diberikan

Jepang. Hal tersebut kemudian memunculkan sikap sentimen anti Jepang karena adanya

kekhawatiran bahwa Jepang akan kembali menjajah dengan kekuatan ekonominya.

Sadar akan keadaan ini, pemerintah Jepang berusaha memperbaiki kebijakan yang

selama ini dijalankannya di Indonesia. Pemerintah Jepang melakukan berbagai upaya guna

menjernihkan ataupun memperbaiki citra Jepang yang buruk tersebut. Masalah yang timbul

dinilai karena kekurangan pengetahuan bangsa Indonesia terhadap kebudayaan Jepang,

ekonomi dan pola bekerja orang Jepang dan sebaliknya kekurangan pengetahuan Jepang

tentang sentimen, adat istiadat politik bangsa Indonesia. Melalui program pertukaran

kebudayaan, Jepang berusaha menjelaskan kebudayaan Jepang agar terjadi saling pengertian.

The Japan Foundation yang telah berkegiatan sejak 1972, memiliki peran penting sebagai

sarana dan panggung dialog yang mempertemukan kebudayaan Jepang dan Indonesia.

Landasan pokok kegiatan the Japan Foundation di Indonesia pada tahun 1970-an,

terlebih dahulu adalah untuk mengenalkan kebudayaan Jepang kepada masyarakat Indonesia.

Dengan berbagai program yang telah disusun sedemikian rupa sesuai dengan tujuan

pendirinya, The Japan Foudation telah memiliki modal besar untuk melakukannya. Hal ini

juga sesuai dengan garis besar visi dan misi The Japan Foundation sendiri. Pembukaan kantor

The Japan Foundation di Indonesia sejak 1974, selain melakukan kegiatan kebudayaan yang

dilakukan oleh kantor pusatnya di Tokyo, juga senantiasa dituntut untuk memberitahukan

keadaan kebudayaan negara Indonesia kepada pusat dan mengusulkan kegiatan yang perlu

dilakukan sebagai kegiatan kantornya.

The Japan ..., Asep Mulyana, FIB UI, 2016

Page 15: THE JAPAN FOUNDATION DI INDONESIA 1974-1985: …

15    

The Japan Foundation kembali mengalami peningkatan pasca dikeluarkannya Doktrin

Fukuda pada 1977. Fungsi dan kegiatannya di Asia Tenggara semakin meningkat, terlebih

lagi dengan tambahan dana dari pemerintah Jepang. Akhirnya pada 1979, kantor Japan

Foundation di Indonesia diperluas menjadi Pusat Kebudayaan Jepang. Tidak dapat dipungkiri

bahwa selain semakin meningkatnya diplomasi kebudayaan Jepang, pendirian Pusat

Kebudayaan Jepang ini didorong oleh situasi politik yang berkembang di Asia Tenggara.

The Japan Foundation di Indonesia terus berkembang dalam hal kegiatan maupun

struktural sejak pertama kali didirikan hingga diperluas menjadi Pusat Kebudayaan Jepang.

Namun, perkembangannya sendiri mengalami pasang surut karena menyesuaikan keputusan

pemerintah Jepang sebagai pemberi dana utama. Situasi internasional, politik luar negeri,

kepentingan nasional dan keadaan dalam negeri Jepang berpengaruh besar dalam hal ini.

Hingga pada 1981 atau tiga tahun sejak berdirinya Pusat Kebudayaan Jepang (PKJ), Direktur

PKJ saat itu menyatakan bahwa kegiatan yang dilakukan belum maksimal. Hal ini terlihat dari

jarangnya kegiatan pentas yang diselenggarakan di PKJ pada waktu itu. Menurutnya, hal ini

dikarenakan terbatasnya anggaran dan kurangnya fasilitas yang ada di Indonesia. Dalam

perkembangan selanjutnya, hal tersebut terus mengalami perbaikan dan penyesuaian pada

dekade 1980-an dan setelahnya. Pada tahun 1985, PKJ pindah lokasi ke Summitmas Tower di

Jalan Jendral Sudirman, Jakarta.

Kegiatan Japan Foundation sendiri—yang merupakan bentuk diplomasi kebudayaan—

bukan hanya berguna untuk kepentingan jangka pendek, tetapi juga jangka panjang. Jepang

kini dipandang memiliki kesan baik dan positif sebagai negara pemberi bantuan ekonomi dan

negara yang berbudaya. Program hubungan kebudayaan yang dijalankan oleh Japan

Foundation sejak didirikannya pada 1970-an, dan organisasi-organisai kebudayaan lainnya

turut memberikan andil dalam mencapai kesan-kesan tersebut. Dengan perkataan lain,

kegiatan yang dilakukan Japan Foundation pada dasawarsa 1970an, melandasi kegiatan

pertukaran kebudayaan internasional Jepang pada masa setelahnya. Namun, tidak dapat

dilupakan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut dijalankan fleksibel sesuai dengan situasi

internasional yang berkembang terhadap Jepang. Hasilnya saat ini adalah Jepang memiliki

citra internasional yang positif di sebagian besar negara-negara Asia Tenggara, termasuk

Indonesia.

The Japan ..., Asep Mulyana, FIB UI, 2016

Page 16: THE JAPAN FOUNDATION DI INDONESIA 1974-1985: …

16    

Daftar Referensi

Surat Kabar :

Harian Abadi, 18 Desember 1973, tahun ke XXIII.

Nusantara, 22 Desember 1973, tahun ke-24.

Indonesia Raya, 1 Desember 1973, Tahun ke-24.

Kompas, 14-16 Januari 1974.

Misi Pertukaran kebudayaan Djepang Tiba Sabtu Ini. (1971, Agustus 7). Kompas, hal. 1

sambung ke hal 7.

Jepang Ingin Tingkatkan Hubungan Kebudayaan. (1978, Februari 22). Kompas.

Hasil Survey:

Pendapat Umum Tentang Penanaman Modal Jepang di Indonesia (1974, Juni-Juli). Jakarta:

PT. Inscore Indonesia dan CSIS

Majalah dan Terbitan Berkala:

The Japan Foundation. (2011, Januari-Februari, Maret). Nuansa.

Hubungan Jepang–Indonesia. (1974, Januari 30). Aneka Jepang.

Memperkenalkan: Hidemi Kohn “Presiden Pertama Yayasan Jepang.(1973, April 30). Aneka

Jepang.

Misi Pertukaran Kebudayaan Pemerintah Jepang Ke Asia Tenggara Kunjungi Indonesia.(

1973, April 30) Aneka Jepang, hal. 12.

Seminar Indonesia-Jepang tentang Pembangunan Bangsa dan Pertukaran Kebudayaan.(1973,

April 30). Aneka Jepang, hal. 9—12.

Tiga Pejabat Indonesia Diundang Yayasan Jepang. (1973, Februari 28). Aneka Jepang, hal.

11.

Gedung Baru “PKJ”: ‘Pusat Kebudayaan Jepang’ Diresmikan. (1979, edisi April-Mei).

Majalah Ambassador, hal. 38.

Kira, Hidemichi. Hubungan Indonesia Jepang: Sangat Bermanfaat Bagi Stabilitas dan

Perdamaian di Asia. (1979, edisi April-Mei). Majalah Ambassador, hal. 7.

The Japan ..., Asep Mulyana, FIB UI, 2016

Page 17: THE JAPAN FOUNDATION DI INDONESIA 1974-1985: …

17    

Buku:

Alfian. Jepang Dilemma Sebuah Sukses. Jakarta: Lembaga Ekonomi dan Kemasyarakatan,

Desember 1971.

Centre for Strategic and International Studies (CSIS). Japan-Indonesia Relation: Past,

Present, and Future. Jakarta: Centre for Strategic and International Studies (CSIS),

1979.

-------. Japan-Indonesia Relation In The Context Regionalism in Asia. Jakarta: Centre for

Strategic and International Studies (CSIS), 1976.

-------. Japanese-Indonesian Relations In The Seventies. Jakarta: Centre Strategic and

International Studies (CSIS), 1973.

Cipto, Bambang. Politik dan Pemerintahan Amerika. Yogyakarta: Penerbit Lingkaran, 2003.

Connors, Michael K. The New Global Politics of the Asia-Pacific. New York: Routledge,

2004.

Drifte, Reinhard. Japan’s Foreign Policy. London: Routledge, 1990

Effendi, Tony Dian. Diplomasi Publik Jepang: Perkembangan dan Tantangan. Bogor: Ghalia

Indonesia, 2011.

H, A. Irawan J. Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Graha Ilmu,

2007.

Hook, Glenn D. Julie Gilson, Christopher W. Hughes, Hugo Dobson. Japan’s International

Relations : Politics, Economics and Security. New York: Routledge, 2001.

-------. Japan’s International Relations : Politics, Economics and Security. New York:

Routledge, 2005.

Irsan, Abdul. Budaya & Perilaku Politik Jepang di Asia. Jakarta: Penerbit Grafindo Khazanah

Ilmu, 2007.

-------. Jepang: Politik Domestik, Global dan Regional. Makassar: Hasanuddin University

Press, 2005.

Kahn, Herman. The Emerging Japanese Superstate. Harmondswaort: Penguin Book, Ltd,

1970.

Lie Tek Tjeng. Studi Wilayah pada Umumnya, Asia Timur pada Khususnya Jilid II. Bandung:

Penerbit Alumi, 1977.

Manglapus, Raul S. Japan in Southeast Asia: Collision Course. New York/Washington D.C.:

Carnegie Endowment for International Peace, 1976.

The Japan ..., Asep Mulyana, FIB UI, 2016

Page 18: THE JAPAN FOUNDATION DI INDONESIA 1974-1985: …

18    

Muhaimin, A. Yahya. Bisnis dan Politik: Kebijaksanaan Ekonomi di Indonesia 1950-1980.

Jakarta: LP3ES, 1989.

Ogoura, Kazuo. Japan’s Cultural Diplomacy. Tokyo: The Japan Foundation, 2009.

Reischauer, Edwin O. Manusia Jepang. Jakarta: Sinar Harapan, 1982.

Suryohadiprojo, Sayidiman. Belajar Dari Jepang: Manusia dan Masyarakat Jepang dalam

Perjoangan Hidup. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1987.

The Japan Foundation. 15 Years The Japan Foundation. Tokyo: The Japan Foundation, 1990.

---------.Dialogue Southeast Asia and Japan: Symposium on Cultural Exchange. Tokyo: The

Japan Foundation, 1977.

--------. Discussion on Cultural Exchange Between Indonesia and Japan, Jakarta pada 20

Maret 1975. Tokyo: The Japan Foundation, 1975.

--------. Laporan Kegiatan The Japan Foundation Di Indonesia (2 Oktober 1972 – 31 Maret

1978). Jakarta: Japan Cultural Centre Jakarta (The Japan Foundation), April 1979.

Artikel atau Bab dalam Buku:

Bandoro, Bantarto. (1994). Beberapa Dimensi Hubungan Indonesia-Jepang dan Pelajaran

Bagi Indonesia. Dalam Bantarto Bandoro, ed., Hubungan Luar Negeri Indonesia

selama Orde Baru. Jakarta: CSIS.

Hoemardani, Soedjono. (1981). Indonesia-Japan Relation in Future: A Strategic Review.

Dalam Hadi Soesastro dan A.R. Sutopo, ed., Strategi dan Hubungan Internasional:

Indonesia di Kawasan Asia Pasifik. Jakarta: CSIS.

Maki, Aoki-Okabe. Yoko Kawamura. dan Toichi Makita. (2010). “German in Europe”,

“Japan and Asia”: National Commitments to Cultural Relations within Regional

Frameworks”. Dalam Jessica C.E. Gienow-Hectht, Mark C. Donfried, ed., Searching

for a Cultural Diplomacy. New York and Oxford: Berghahn.

Nagasu. Kazuji, (1981). Citra Suatu Kekuasaan Raksasa Ekonomi. Dalam Mohtar Lubis. ed.

Kekuatan Yang Membisu: Kerpibadian dan Peranan Jepang. Jakarta: Sinar Harapan.

Nishihara, Masashi. (2003). Japan’s Political and Security Relations with ASEAN. Dalam

Pamela J. Noda, ed. ASEAN-Japan Cooperation: A Foundation for East Asian

Community. Tokyo: Japan Center For International Exchange (JCIE).

Ogawa, Tadashi. (2009). Origin and Development of Japan’s Public Diplomacy. Dalam

Nancy Snow, Philip M. Taylor. ed. The Routledge Handbook of Public Diplomacy.

New York And London: Routledge.

The Japan ..., Asep Mulyana, FIB UI, 2016

Page 19: THE JAPAN FOUNDATION DI INDONESIA 1974-1985: …

19    

Okatsu, Morihiko. (1977). The Present State of Cultural Exchange in Japan: An Assesment.

Dalam The Japan Foundation, Dialogue Southeast Asia and Japan: Symposium on

Cultural Exchange. Tokyo, The Japan Foundation.

Soehoed, A.R. (1977). Toward New Pattern of Japan-Indonesian Cooperation in Private

Investment. Dalam CSIS, Japan-Indonesia Relation in Context of Regionalism in

Asia. Jakarta:CSIS.

Surajaya, I Ketut. (2011). Hubungan Indonesia Jepang. Dalam Taufik Abdullah, R.Z.

Leirissa, dan Saleh Asa’ad Djamhari. Indonesia dalam Arus Sejarah Jilid VII. Jakarta:

Ichtiar baru van Hoeve.

Umesao. Tadao. (1981). Keluar dari Keterkucilan Kebudayaan. Dalam Mohtar Lubis. ed.

Kekuatan Yang Membisu: Kerpibadian dan Peranan Jepang. Jakarta: Sinar Harapan.

Artikel Jurnal:

J. Panglaykim. Doktrin Fukuda: Suatu Pandangan Bisnis. (Analisa, Vol. VI No. 10 Oktober

1977.

Sumber Internet:

BBC News. (2011, Maret 7). BBC World Service Country Rating Poll . 2014, November 12,

news.bbc.co.uk/2/shared/bsp/.../05_03_11_bbcws_country_poll.pdf

The Japan ..., Asep Mulyana, FIB UI, 2016