PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DAN KETERAMPILAN PROSES TERHADAP HASIL BELAJAR IPS SISWA SD NEGERI BONTOJAI KOTA MAKASSAR THE INFLUENCE OF PROBLEM BASED LEARNING (PBL) MODEL AND THE PROCESS SKILLS OF LEARNING OUTCOMES OF SOCIAL SCIENCE STUDY AT SDN BONTOJAI MAKASSAR CITY TESIS Oleh : IRFANDI IDRIS Nomor Induk Mahasiswa : 105.06.01.040.16 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN DASAR UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020 PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DAN KETERAMPILAN PROSES TERHADAP HASIL BELAJAR IPS
178
Embed
THE INFLUENCE OF PROBLEM BASED LEARNING (PBL) MODEL … · pengaruh model problem based learning (pbl) dan keterampilan proses terhadap hasil belajar ips siswa sd negeri bontojai
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DAN KETERAMPILAN
PROSES TERHADAP HASIL BELAJAR IPS
SISWA SD NEGERI BONTOJAI KOTA MAKASSAR
THE INFLUENCE OF PROBLEM BASED LEARNING (PBL) MODEL AND THE PROCESS SKILLS OF LEARNING OUTCOMES OF SOCIAL
SCIENCE STUDY AT SDN BONTOJAI MAKASSAR CITY
TESIS
Oleh :
IRFANDI IDRIS
Nomor Induk Mahasiswa : 105.06.01.040.16
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN DASAR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DAN KETERAMPILAN
PROSES TERHADAP HASIL BELAJAR IPS
SISWA SD NEGERI BONTOJAI KOTA MAKASSAR
TESIS
Sebagai salah satu syarat guna Memperoleh Gelar Magister
Program Studi Magister Pendidikan Dasar
Disusun dan Diajukan oleh
IRFANDI IDRIS
Nomor Induk Mahasiswa : 105.06.01.040.16
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN DASAR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ABSTRAK
Irfandi Idris, (2019). Pengaruh Model PBL(Problem Based Learning) dan Keterampilan Proses terhadap Hasil Belajar IPS SDN Bontojai. Dibimbing oleh Syarifuddin Cn. Sida dan Idawati.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh problem based learning dan keterampilan proses terhadap hasil belajar siswa SDN Bontojai Kota Makassar. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan menggunakan desain nonequivalent control group design. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 56 siswa dengan populasi seluruh siswa SD Negeri Bontojai Kota Makassar. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling atau sampel yang disengaja, sampel yang digunakan yaitu kelas IVA sebagai kelas eksperimen dan IVB sebagai kelas kontrol. Pengumpulan data menggunakan bentuk tes dan uraian. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS 20.0 for windows dengan melakukan uji normalitas, uji homogenitas, dan uji Manova (Multivariate Analysis of Variance). Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh rata-rata nilai pretest kelas eksperimen 67,50 dan kelas kontrol 46,35. Nilai uji normalitas pretest yang diperoleh kelas eksperimen 0,009 dan kelas kontrol 0,083 untuk uji homogenitas pretest memiliki nilai signifikan 0,125. Rata-rata nilai posttest kelas eksperimen 90,71 dan kelas kontrol 79,61 normalitas posttest kelas eksperimen 0,229 dan kelas kontrol 0,282 sedangkan homogenitas posttest kedua kelas 0,563 dan untuk nilai uji Manova (Multivariate Analysis of Variance) posttest memiliki signifikansi 0,006. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menerapkan model problem based learning dan keterampilan proses dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa terhadap materi pembelajaran.
Kata kunci: PBL, Keterampilan Proses, Hasil Belajar
ABSTRACT
Irfandi Idris, (2019). The Influence Of Problem Based Learning (PBL) Model and Process Skills on the Learning Outcomes Of Social Sciences study at SDN Bontojai Makassar City. Supervised by Syarifuddin Cn.Sida and Idawati.
The research was initiated by the existence of student complaints about learning which has been felt to be very boring, especially on social science study. The teacher
emphasized more on memorization and regular learning by relying on textbooks that caused students were less trained to think based on what they gained in learning. This hugely affected student learning outcomes of the material being taught. This study aimed to determine the influence of problem based on leaning models and process skills of the leaming outcomes of social sciences study under the topic “hero”. This research was a quasi-experimental study using the nonequivalent control group design. The subjects in this study were 56 students with a population of all elementary school students in Makassar City Bontojai. The sampling technique was done by purposive sampling or intentional sampling, the sample used was class IVA as the experimental class and IVB as the control class. Data collection techniques using test descriptions and observation. Quantitative data processing was performed using SPSS 20.0 software for windows by conducting normality tests, homogeneity tests, and Manova on the results of data processing the average pretest value of the experimental class is 67.50 and the control class is 45.35. The pretest normality test value obtained by the experimental class is 0.009 and the control class is 0.083 for the pretest homogeneity test had a significant value is 0.125. The average posttest value of the experimental class is 90.71 and the control class is 79.61 normality of the postest experimental class is 0.229 and the control class is 0.282 while the homogenety of the second posttest class is 0.563 and for the postest Rest value with significance is 0.006. The observation results obtained positif answer of student towards leraning by using problem based learning model an process skill. So it can be concluded that leraning by applying ang problem based learning and process skill of learning outcomes can improve student social studies on learning material. Keywords: PBL, Process Skill, Learning Outcomes
KATA PENGANTAR
Segala pujian hanyalah bagi Allah SWT yang telah memberikan curahan kasih
sayang, rahmat dan karunia, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang
berjudul “Pengaruh PBL (Problem Based Learning) dan Keterampilan Proses
terhadap Hasil Belajar IPS Siswa SDN Bontojai Kota Makassar” ini dengan
cukup baik walaupun dengan keterbatasan pengetahuan, waktu, tenaga dan
sebagainya yang dimiliki penulis.
Salam dan shalawat dan atas junjungan baginda Muhammad SAW besetta
Rasul Allah yang telah membawa kita dari alam kegelapan ke alam terang
benderang dengan segala da’wahnya yang sarat dengan petunjuk dan nasehat
agama. Penyusunan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar Magister Pendidikan (M.Pd) pada Program Studi S2
Pendidikan Dasar di universitas Muhammadiyah Makassar.
Dalam penyusunan, banyak hambatan dan rintangan yang dihadapi penulis.
Namun berkat rahmat-Nya dan bantuan dari berbagai pihak, baik yang bersifat
material maupun nonmaterial, sehingga tesis ini dapat terwujud seperti yang ada
ditangan pembaca saat ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih yang tulus dan ikhlas kepada yang terhormat dan teristimewa kepada orang
tua tercinta Ayahanda H. Idris, S.Pd dan Ibundaku tercinta Hj. Rosnaeni Muin yang
telah membimbing dan memberikan dukungan baik moril maupun materi sejak kecil
sampai sekarang sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini dengan selesai
serta saudara perempuanku yang terkasih Kakanda Hj. Indriani Idris,S.Kep, Putri
Ramadhani Idris dan Inayah Syafirah Idris yang selalu menemani baik suka maupun
duka.
Begitu pula penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih
disampaikan dengan hormat kepada :
1. Prof. Dr. H. Rahman Rahim, SE., MM., Rektor Universitas Muhammadiyah
Makassar.
2. Dr. H. Darwis Muhdina, M.Ag. Direktur Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Makassar.
3. Sulfasyah, MA., Ph.D., Ketua Jurusan Program Magister Pendidikan Dasar.
4. Dr. Syarifuddin Cn.Sida, M.Pd sebagai pembimbing yang telah meluangkan
waktunya dan dengan penuh perhatian memberikan dorongan, bimbingan
serta motivasi kepada penulis.
5. Dr. Idawati, M.Pd sebagai pembimbing yang telah memberikan dukungan
dengan sepenuh hati, saran, motivasi serta dorngan untuk tetap semangat
mengerjakan tesis ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada
Misnawati, S.Pd Kepala Sekolah SDN Bontojai Kota Makassar yang telah
memberikan izin penelitian kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini serta Ibu
Astriani, S.Pd, yang selalu membimbing pada saat penelitian di kelas dan semua
teman Magister Pendidikan Dasar kelas B Angkatan 2016 yang telah memberikan
motivasi dan semangat kepada penulis selama perkuliahan terkhususkan kepada
teman baik saya Nur Aisyah, Muh Syafei, Muh Takdir Iriansah, Nurul Hikmah,
Satrianti, Hawise, Andi Nayla Milawati, Irfandi, Rosmala Dewi Hasibuan, Nurmayani
Lampiran 10: Lembar validasi observasi terhadap aktivitas guru ..............................................
Lampiran 11: Lembar validasi observasi terhadap aktivitas siswa .............................................
Lampiran 12: Nilai Pretest-Posttest Kelas Eksperimen .............................................................
Lampiran 13: Nilai Pretest-Posttest Kelas Kontrol ....................................................................
Lampiran 14: Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas ...............................................................
Lampiran 15: Hasil Uji Hipotesis (Uji-Manova) ......................................................................
Lampiran 16: Dokumentasi Kelas Eksperimen .........................................................................
Lampiran 17: Dokumentasi Kelas Kontrol................................................................................
Lampiran 18: SK Pengangkatan Dosen Pembimbing ................................................................
Lampiran 19: Surat Izin Observasi ...........................................................................................
Lampiran 20: Surat Tanda Bukti Melaksanakan Penelitian .......................................................
Lampiran 21: Riwayat Hidup ...................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru dan siswa yang
saling bertukar informasi. Kedudukan Akal dalam Syari'at Islam. “Syari'at Islam
memberikan nilai dan urgensi yang amat penting dan tinggi terhadap akal manusia.
Itu dapat dilihat berdasarkan:
Allah SWT hanya menyampaikan kalam-Nya kepada orang-orang yang
berakal, karena hanya mereka yang dapat memahami agama dan syari'at-Nya.
Allah SWT berfirman:
Artinya:"Dan kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan
(Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rohmat dari kami
dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran". (QS. Shaad (38): 43).
Allah SWT mencela orang yang tidak menggunakan akalnya. Misalnya celaan
Allah SWT terhadap ahli neraka yang tidak menggunakan akalnya:
Allah SWT berfirman:
Artinya: "Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan
(peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang
menyala-nyala". (QS. 067. Al Mulk [67]: 10)
Allah SWT mencela orang-orang yang tidak mengikuti syari'at dan petunjuk
Nabi-Nya. Allah subhanahu wa'ta'ala berfirman:
Artinya: "Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang Telah diturunkan
Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa yang Telah
kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami"."(Apakah mereka akan mengikuti
juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak
mendapat petunjuk?". (QS. 002. Al Baqarah [2]: 170).
Allah SWT juga menegaskan untuk memperhatikan Al-Qur’an sebab
didalamnya terdapat banyak manfaat bagi manusia sebagai petunjuk untuk menjadi
kemaslahatan manusia.
Allah SWT berfirman:
Artinya:"Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al-
Quran itu bukan dari sisi Allah SWT, tentulah mereka mendapat pertentangan yang
banyak di dalamnya". (QS. An Nisaa' [04]: 82)
Simpulannya adalah Akal merupakan syarat yang harus ada dalam diri
manusia untuk mendapat taklif (beban kewajiban) dari Allah SWT. Hukum-hukum
syari'at tidak berlaku bagi mereka yang tidak mempunyai akal. Dan diantaranya yang
tidak menerima taklif itu adalah orang gila karena kehilangan akalnya. Sebab itu,
Allah SWT memberikan akal kepada manusia untuk bisa digunakan dalam hal-hal
yang baik dan untuk diri sendiri maupun orang lain.
Adapun Hadist yang menguatkan beberapa pemahaman tentang kesadaran
berakala antara lain:
Rosulullah Muhammad SAW bersabda:
"رفع القلم عن ثلث ومنها : الجنون حتى يفيق"
Artinya: "Pena (catatan pahala dan dosa) diangkat (dibebaskan) dari tiga golongan,
diantaranya: orang gila sampai dia kembali sadar (berakal)". (HR. Abu Daud: 472
dan Nasa'i: 6/156).
1. Penyebutan begitu banyak proses dan aktivitas kepemikiran dalam Al-Qur'an,
seperti tadabbur, tafakkur, ta'aquul dan lainnya. Seperti kalimat "La'allakum
tafakkarun" (mudah-mudahan kalian berfikir) atau "Afalaa Ta'qiluun" (apakah
kalian tidak berakal), atau "Afalaa Yatadabbarunal Qur'an" (apakah mereka
tidak merenungi isi kandungan Al-Qur'an) dan lainnya.
2. Al-Qur'an banyak menggunakan penalaran rasional. Misalnya ayat-ayat
berikut ini:
Kualitas pendidikan berkaitan dengan proses pembelajaran yang terjadi di
kelas. Proses pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara penuh dan aktif
(student centered) akan membantu peserta didik dalam membangun dan
mengkonstruk ide-ide matematis secara mandiri. Pembelajaran yang aktif yang
mencakup pada peserta didik aktif bertanya, berdiskusi, mengungkapkan pendapat,
memberikan saran, memecahkan masalah dan lain sebagainya akan lebih
memberikan kompetensi, pengetahuan dan serangkaian kecakapan yang peserta
didik butuhkan dari waktu ke waktu serta meningkatkan kemampuan literasi
matematis peserta didik, memecahkan masalah mulai dari kemampuan
mengidentifikasi, menganalisis, membuat hipotesis, menyimpulkan bahkan peserta
didik mampu mengembangkan masalah yang diberikan. Adapun pembelajaran yang
berpusat pada guru (teacher-centered) menjadikan peserta didik pasif dalam
pembelajaran, peserta didik hanya menerima pengetahuan yang disampaikan oleh
guru dan peserta didik tidak diberikan kesempatan untuk mengkonstruk
pembelajaran berdasarkan ide-ide peserta didik.
Proses pembelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) yang dilakukan di setiap
jenjang pendidikan dikatakan berhasil apabila tujuan pembelajaran itu telah tercapai.
Puspasari (2015: 2) menyatakan bahwa pada dasarnya tujuan akhir pembelajaran
adalah menghasilkan peserta didik yang memiliki pengetahuan dan keterampilan
dalam memecahkan masalah yang dihadapi kelak di masyarakat.
Kajian tentang masyarakat dalam IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) dapat
dilakukan dalam lingkungan yang terbatas, yaitu lingkungan sekitar sekolah atau
siswa dan siswi atau dalam lingkungan yang luas, yaitu lingkungan negara lain, baik
yang ada di masa sekarang maupun di masa lampau. Dengan demikian siswa dan
siswi yang mempelajari IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) dapat menghayati masa
sekarang dengan dibekali pengetahuan tentang masa lampau umat manusia. Dalam
kegiatan belajar mengajar IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) membahas manusia
dengan lingkungannya dari berbagai sudut ilmu sosial pada masa lampau, sekarang,
dan masa mendatang, baik pada lingkungan yang dekat maupun lingkungan yang
jauh dari siswa dan siswi. Oleh karena itu, guru IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial)
harus sungguh-sungguh memahami apa dan bagaimana bidang studi IPS (Ilmu
Pengetahuan Sosial) itu.
Aunurrahman (2011: 140) keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas
dari kemampuan guru mengembangkan model-model pembelajaran yang efektif di
dalam proses pembelajaran dimana peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran.
Pembelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) yang dilaksanakan baik pada
pendidikan dasar maupun pada pendidikan tinggi tidak menekankan pada aspek
teoritis keilmuannya, tetapi aspek praktis dalam mempelajari, menelaah, mengkaji
gejala, dan masalah sosial masyarakat, yang bobot dan keluasannya disesuaikan
dengan jenjang pendidikan masing-masing. Permendiknas No. 68 Tahun 2013
tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah menjelaskan
bahwa mata pelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) merupakan muatan wajib yang
harus ada dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Istilah IPS merupakan
hasil kesepakatan dari para ahli di Indonesia dalam Seminar Nasional tentang Civic
Education tahun 1972 di Tawangmangu.
Upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia ditandai dengan adanya
penyempurnaan-penyempurnaan yang dilaksanakan oleh pemerintah pada setiap
aspek pendidikan. Aspek pendidikan yang mengalami perkembangan terus menerus
guna peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia adalah pengembangan dan
perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan,
pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga
kependidikan lainnya. Tetapi kenyataan belum cukup dalam meningkatkan kualitas
pendidikan. Salah satu permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran
adalah rendahnya keterampilan proses pembelajaran dan hasil belajar peserta didik.
Ketarampilan proses membekali siswa dengan keterampilan memecahkan
masalah. Semiawan (1987:14-16) mengemukakkan empat alasan pentingnya
pendekatan keterampilan proses diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Keempat
alasan tersebut. Pertama, perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung cepat
sehingga menuntut kompetensi guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan
perkembangannya. Kedua, siswa mudah memehami konsep apabila kegiatan
pembelajaran menyajikan contoh konkrit. Ketiga penemuan ilmiah bersifat tentarif
atau dapat berubah berdasarkan fakta dan data baru. Keempat pengembangan
konsep seyogyanya tidap terlepas dari pengembangan sikap dan nilai pada diri
siswa sehingga memiliki kemampuan secara intelektual dan sosial.
Suryabrata dalam Ismail (2012: 176) menjelaskan bahwa hasil belajar
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: (1) faktor internal peserta didik, dan (2) faktor
eksternal peserta didik. Faktor internal peserta didik berkaitan dengan sikap, minat,
bakat, emosi, kecerdasan, kemampuan, dan sebagainya. Faktor eksternal peserta
didik berkaitan dengan faktor guru, sarana dan fasilitas belajar, kurikulum, metode,
model pembelajaran yang diterapkan, bentuk evaluasi yang diterapkan, tujuan,
lingkungan keluarga, sekolah, serta masyarakat.
Pemilihan model pembelajaran yang sesuai merupakan kemampuan dan
keterampilan dasar yang mesti dimiliki oleh seorang guru. Hal ini didasari oleh
asumsi bahwa ketepatan guru dalam memilih model pembelajaran diduga akan
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Riyadi (2012: 313) menyatakan bahwa
model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan
para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.
Model pembelajaran yang diterapkan selama ini didominasi oleh
pembelajaran tradisional. Pembelajaran tradisional dikenal dengan istilah
pembelajaran langsung atau ekspositori. Hal ini sejalan dengan Roy Killen (1998)
dalam Sumantri (2015: 62) yang menamakan langkah ekspositori dengan istilah
pembelajaran langsung (direct instruction). Farhan (2014: 228) menyatakan bahwa
pembelajaran tradisional pada dasarnya mampu mengontrol lingkungan kelas secara
penuh, akan tetapi tidak efektif dalam membangun pemahaman peserta didik,
peserta didik akan pasif dan tidak diberikan kesempatan untuk mengkonstruk ide-ide
matematis, pembelajaran yang berlangsung tidak menyenangkan bagi peserta didik
dan tidak mampu membangkitkan hasrat atau keinginan peserta didik untuk belajar.
Sappaile (2015: 33) bahwa kelemahan model pembelajaran langsung, siswa kurang
dilibatkan untuk menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri konsep-konsep
matematika. Akibatnya, pembelajaran matematika dirasakan kurang bermakna.
Observasi di lapangan dari hasil wawancara guru yang mengajar peserta didik
sekolah dasar, khususnya SDN Bontojai Kota Makassar pengajaran masih
menggunakan metode lama tidak mengembangkan kemampuan peserta didik
sehingga menunjukkan keterampilan proses dan hasil belajar IPS (Ilmu Pengetahuan
Sosial) peserta didik rendah. Hal ini dibuktikan dari perolehan skor tes keterampilan
proses hanya 30% dari 28 peserta didik yang mencapai nilai standar, selebihnya
70% memperoleh nilai dibawah 60 (dibawah standar). Begitupun dengan perolehan
skor hasil belajar IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) hanya 30% dari 28 peserta didik
yang mencapai nilai standar, selebihnya 70% memperoleh nilai dibawah 60
(dibawah standar).
Observasi di lapangan dari hasil wawancara guru yang mengajar peserta didik
sekolah dasar, khususnya SDN Bontojai Kota Makassar pengajaran masih
menggunakan metode lama tidak mengembangkan kemampuan peserta didik
sehingga menunjukkan keterampilan proses dan hasil belajar IPS (Ilmu Pengetahuan
Sosial) peserta didik rendah. Hal ini dibuktikan dari perolehan skor tes keterampilan
proses hanya 30% dari 28 peserta didik yang mencapai nilai standar, selebihnya
70% memperoleh nilai dibawah 60 (dibawah standar). Begitupun dengan perolehan
skor hasil belajar IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) hanya 30% dari 28 peserta didik
yang mencapai nilai standar, selebihnya 70% memperoleh nilai dibawah 60
(dibawah standar).
Kurangnya keterampilan proses dan hasil belajar peserta didik dengan data
awal yang diperoleh maka peneliti melakukan riset dengan menggunakan Model
pembelajaran PBL (Problem Based Learning) dan mengkoordinasikan kepada guru
dan pihak sekolah sehingga membantu mengatasi kesulitan guru dalam
melaksanakan PBM (Proses Belajar Mengajar) untuk memperoleh keterampilan
proses pembelajaran dan hasil belajar yang memuasakan. Model Pembelajaran PBL
(Problem Based Learning) menjadi salah satu model yang dimaksudkan untuk
membuat siswa lebih memahami pelajaran..
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dipilih model
problem based learning (PBL) untuk meningkatkan keterampilan proses dan hasil
belajar IPS peserta didik. Oleh karena itu, peneliti akan merancang dan melakukan
penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) pada
Keterampilan Proses dan Hasil Belajar IPS Siswa pada SDN Bontojai Kota
Makassar”,
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas,
maka rumusan masalah dari penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana perbandingan Keterampilan Proses dan Hasil Belajar IPS siswa
pada kelas kontrol dan eksperimen SDN Bontojai Kota Makassar?
2. Apakah terdapat pengaruh PBL (Problem Based Learning) pada Keterampilan
Proses dan Hasil Belajar IPS siswa sesudah perlakukan kelas eksperimen
pada SDN Bontojai Kota Makassar?
3. Apakah terdapat pengaruh PBL (Problem Based Learning) terhadap
Keterampilan Proses dan Hasil Belajar IPS siswa SDN Bontojai Kota
Makassar?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui perbandingan Keterampilan Proses dan Hasil Belajar IPS
siswa pada kelas kontrol dan eksperimen SDN Bontojai Kota Makassar?
2. Untuk mengetahui pengaruh PBL (Problem Based Learning) pada
Keterampilan Proses dan Hasil Belajar IPS siswa sesudah perlakukan kelas
eksperimen pada SDN Bontojai Kota Makassar?
3. Untuk mengetahui pengaruh PBL (Problem Based Learning) terhadap
Keterampilan Proses dan Hasil Belajar IPS siswa SDN Bontojai Kota
Makassar?
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik teoretis maupun
praktis.
1. Teoretis
Manfaat teoritis dari penelitian tersebut adalah
a. Dapat dijadikan acuan pengembangan teori pembelajaran khususnya para
pendidik mengenai bentuk model PBL (Problem Based Leraning).
b. Dapat dijadikan pembanding bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan
bentuk model PBL (Problem Based Leraning) yang dilaksanakan di sekolah
khsusnya SD.
2. Praktis
Manfaat praktis dari penelitian tersebut adalah:
a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu
pendidikan terutama dikaitkan dengan hal-hal yang mempengaruhi
keberhasilan belajar anak.
b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka
penyempurnaan konsep maupun implementasi praktik pendidikan sebagai
upaya yang strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia.
c. Bagi guru hasil penelitian bermanfaat sebagai pengembangan variasi
keterampilan siswa dalam meningkatkan pembelajaran.
d. Informasi kepada pihak sekolah dapat menjadi lebih maju karena siswa dan
guru sama-sama mempunyai keinginan yang tinggi dalam proses belajar
mengajar.
e. Sumbangan pemikiran untuk pihak sekolah, orang tua siswa, dan siswa
mengenai manfaat model Pembelajaran Based Learning (PBL) bagi siswa
untuk mengembangkan kecerdasan emosional.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teoretis
1. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang direncanakan
untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran dan memberi petunjuk
kepada pengajar dikelas dalam mengatur pembelajaran maupun mengatur lainnya.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pembelajaran yang
didasarkan kepada psikologi kognitif dari asumsi bahwa belajar adalah proses
perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Belajar bukan semata-mata
proses menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses interaksi secara sadar antara
individu dan lingkungannya. Melalui proses ini siswa akan berkembang secara utuh
dalam peoses belajar mengajar untuk meningkatkan kemampuannya dalam
pembelajaran. Artinya perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek kognitif,
tetapi juga aspek afektif dan psikomotorik melalui penghayatan secara internal akan
problema yang dihadapi.
Menurut Undang - Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pembelajaran merupakan proses interaksi siswa dengan guru dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar sehingga siswa mampu mengenali lingkungan
belajarnya dalam kehidupan sehari-hari.
Sagala (2010: 61), pembelajaran adalah proses komunikasi dua arah,
mengajar dilakukan oleh guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh
peserta didik atau siswa. Sugihartono (2007:81) Pembelajaran merupakan suatu
upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu
pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai
metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien
serta dengan hasil optimal.
Sanjaya (2011: 26) pembelajaran diartikan sebagai proses kerjasama antara
guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik
potensi yang bersumber dari dalam diri siswa seperti minat, bakat, dan kemampuan
dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar maupun potensi yang ada di luar diri siswa
seperti lingkungan, sarana dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan
belajar tertentu. Jadi dalam suatu pembelajaran tidak hanya menitikberatkan pada
kegiatan guru atau kegiatan siswa saja tetapi guru dan siswa secara bersama-sama
berusaha mencapai tujuan yang telah ditentukan. Abidin (2014: 6), pembelajaran
adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan siswa guna mencapai hasil belajar
tertentu di bawah bimbingan, arahan, dan motivasi guru. Berdasarkan pendapat ini
terlihat bahwa pembelajaran bukanlah proses yang didominasi oleh guru.
Pembelajaran adalah proses yang menuntut siswa secara aktif kreatif melakukan
sejumlah aktivitas sehingga siswa benar-benar membangun pengetahuannya secara
mandiri dan berkembang pula kreativitasnya.
Model adalah suatu objek atau konsep yang digunakan untuk
mempresentasikan sesuatu hal. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan
atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman untuk merencanakan
pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam melakukan suatu tutorial dan untuk
menentukan suatu perangkat yang akan dipakai dalam proses tersebut. Rusmono
(2012: 6) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai
pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam
merencanakan aktivitas belajar mengajar. Artinya setiap aktivitas pembelajaran akan
selalu menggunakan model sebagai peninjau kesuksesan proses belajar mengajar
karena model pembelajaran merupakan suatu perangkat yang telah tersedia untuk
kelangsungan belajar. Metode pembelajaran merupakan proses atau prosedur yang
digunakan oleh guru atau instruktur untuk mencapai tujuan atau kompetensi. Istilah
model pembelajaran meliputi pendekatan suatu model pembelajaran yang luas dan
menyeluruh. Salah satu contoh model pembelajaran berdasarkan masalah, dimana
kelompok-kelompok siswa bekerja sama dalam memecahkan suatu masalah yang
telah disepakati bersama dan disepakati guru. Ketika guru menerapkan model
tersebut. tuntutan kepada siswa harus mampu berpiki kritis dan mampu menggali
keterampilan yang ada dalam dirinya untuk memecahkan suatu masalah.
Model pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan
pembelajarannya. Sebagai salah satu contoh berdasarkan tujuan yaitu pembelajaran
langsung, suatu model pembelajaran yang baik untuk membantu siswa dalam
mempelajari keterampilan dasar seperti memahami kebutuhan dalam kegiatan
ekonomi atau topik-topik bahasan lain yang berkaitan dengan penggunaan alat. Dari
berbagai pengertian pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
adalah interaksi dua arah dari seorang guru dan siswa, di mana antara keduanya
terjadi komunikasi dua arah yang intens dan terarah di dalam lingkungan belajar
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pembelajaran terjadi dua
arah artinya guru bukan sebagai pentransfer pengetahuan utama tetapi siswa bisa
mendapatkan pengetahuan dari sumber lainnya. Maka dari itu, guru dapat bertindak
sebagai motivator utama untuk peserta didik dalam mengembangkan pengetahuan
siswa.
Belajar aktif meliputi berbagai cara untuk membuat peserta didik aktif sejak
awal melalui aktivitas-aktivitas yang membangun kerja kelompok dan dalam waktu
singkat membuat mereka berpikir tentang materi pelajaran. Setiap model
pembelajaran membutuhkan lingkungan yang berbeda. Misalnya pembelajaran
kooperatif memerlukan lingkungan belajar yang fleksibel seperti tersedianya meja
dan kursi yang dapat dengan mudah untuk dipindahkan. Pada model diskusi para
siswa membutuhkan duduk bersamaan dan berhadap-hadapan untuk mencurahkan
pendapat dari masing-masing siswa tersebut.
Khabibah mengemukakan bahwa untuk melihat tingkat kelayakan model
pembelajaran untuk aspek validitas dibutuhkan ahli dan praktisi untuk memvalidasi
model pembelajaran yang dikembangkan yang dimaksud ahli dan praktisi disini
adalah seorang guru, dimana guru dituntut mampu mengembangkan model
pembelajaran agar suatu proses pembelajaran dengan topik tertentu dapat berjalan
dengan baik dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Dalam mengajarkan suatu
pokok bahasan tertentu guru harus mampu memilih model yang sesuai dengan
kebutuhan pengajaran tersebut dan terutama sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai. Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran harus perlu
dipertimbangkan terlebih dahulu agar model tersebut sesuai dengan kebutuhan
siswa. Selain harus mempertimbangkan guru juga harus mampu mengembangkan
potensi dirinya agar model pembelajaran berlangsung secara sempurna dan materi
yang akan disampaikan dapat diterima dengan baik oleh siswa.
2. Pengertian PBL (Problem Based Learning)
Pengertian PBL (Problem Based Learning) Pembelajaran Berbasis Masalah)
adalah seperangkat model mengajar yang menggunakan masalah sebagai fokus
untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, keterampilan, materi dan
pengaturan diri. Model pembelajaran ini yang berfokus pada pemecahan masalah
dan menuntut tanggung jawab untuk memecahkan masalah yang ditumpu oleh siswa
serta peran guru mendukung proses siswa pada saat memecahkan masalah.
Pembelajaran berdasarkan masalah adalah suatu model pembelajaran yang
didasarkan pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal akuisis dan
integrasi pengetahuan baru. Belajar berbasis masalah adalah suatu bentuk
pembelajaran yang berlandaskan pada paradigma kontruktivisme yang berorientasi
pada proses belajar siswa. Pembelajaran berbasis masalah berfokus pada penyajian
suatu permasalahan (nyata atau simulasi) kepada siswa, kemudian siswa diminta
memecahkannya melalui diskusi. Dalam proses belajar mengajar, guru hendaknya
dapat menggunakan model pembelajaran yang berorientasi agar siswa tidak jenuh
dalam belajar. Salah satunya model Problem Based Learning (PBL) dapat
merangsang kemampuan siswa dalam berpikir tingkat tinggi. Sedangkan Dewey
(dalam Sudjana 2010:45) menyatakan
Belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengana respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik.
Model pembelajaran ini bercirikan penggunaan masalah dalam kehidupan
nyata sebagai suatu yang harus dipelajari siswa dan untuk melatih dan
meningkatkan keterampilan berpikir secara kritis dan masalah serta mendapatkan
pengetahuan. PBL (Problem Based Learning) berfokus pada penyajian suatu
permasalahan baik nyata maupun simulasi kepada siswa, kemudian siswa diminta
mencari pemecahannya melalui serangkaian penelitian, teori, konsep, maupun
prinsip yang dipelajari dari berbagai ilmu lainnya. Arends (2012:78),
Pengajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentuk dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri.
Shoimin (2014:130) mengemukakan bahwa pengertian dari model PBL ( Problem
Based Learning/ pembelajaran berbasis masalah adalah model pengajaran yang
bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik
belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh
pengetahuan. PBL (Problem Based Learning) atau pembelajaran berbasis masalah
meliputi pengajuan pertanyaan atau masalah memusatkan pada keterkaitan antar
disiplin, penyelidikan serta menghasilkan karya berupa peragaan. Pembelajaran
berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberi informasi
sebanyak – banykanya pada siswa namun bertujuan untuk membantu siswa
mengembangkan keterampilan berfikir serta memecahkan masalah.
Model pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian
aktivitas pembelajaran yang menekankan para proses penyelesaian masalah yang
dihadapi secara ilmiah. Pembelajaran ini tidak mengharapkan siswa hanya
mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, tetapi siswa
dituntut aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan yang terakhir
menyimpulkan. Kata kunci dari pembelajaran ini adalah tanpa masalah maka tidak
mungkin ada proses pembelajaran. Pembelajaran berbasis masalah memiliki
karakteristik: (1) belajar dimulai dengan suatu masalah, (2) memastikan bahwa
masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa, (3) mengorganisasikan
pelajaran seputar masalah, bukan seputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung
jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara
langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6)
menuntut siswa untuk mendemonstrasikan yang telah mereka pelajari dalam bentuk
produk atau kinerja. Berdasarkan uraian diatas, tampak jelas bahwa pembelajaran
berbasis masalah dimulai dengan adanya masalah yang dalam hal ini masalah
tersebut dimunculkan oleh siswa maupun guru, lalu kemudian guru membimbing
siswa untuk menggali pengetahhuan yang dimilikinya dan yang mereka ketahui
tentang pemecahan masalah tersebut. Dengan adanya masalah yang dimunculkan
dalam proses pembelajaran siswa mampu menemukan atau memecahkan masalah
yang bisa diterakan dalam kehidupan sehari-hari.
Penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih
peserta didik menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi ataupun
perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara
bersama-sama. Pembelajaran berbasis masalah melibatkan peserta didik dalam
prosses pembelajaran yang aktif, kolaboratif, dan berpusat kepada peserta didik
yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan belajar
mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karir,
dalam lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini. Pembelajaran berbasis
masalah ini dapat dimulai dengan melakukan kerja kelompok antar peserta didik,
mereka menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan, kemudian menyelesaikan
masalahnya dibawah petunjuk guru.
PBL (Problem Based Learning)/Pembelajaran berbasis masalah menyarankan
kepada peserta didik untuk mencari atau menentukan sumber-sumber pengetahuan
yang relevan. Pembelajaran berbasis masalah memberikan tantangan kepada
peserta didik untuk belajar sendiri. Dalam hal ini peserta didik lebih diajak untuk
membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit bimbingan atau arahan guru,
sementara pada pembelajaran tradisional peserta didik lebih diperlakukan sebagai
penerima pengetahuan yang diberikan secara terstruktur oleh guru.
PBL (Problem Based Learning) merupakan salah satu model pembelajaran
yang inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBL adalah
suatu model pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk memecahkan suatu
masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga peserta didik dapat
mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut sekaligus
memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Cara mencapai hasil
pembelajaran secara optimal, pembelajaran berbasis masalah perlu dirancang
dengan baik mulai dari penyiapan masalah yang sesuai dengan kurikulum yang
dikembangkan dikelas, memunculkan masalah dari peserta didik, peralatan yang
mungkin diperlukan, dan penilaian yang digunakan. Pengajar yang menerapkan
model ini harus mengembangkan diri melalui pengalaman mengelola dikelasnya,
melalui pendidikan pelatihan atau pendidikan formal yang berkelanjutan serta
mengintegrasikan sesuai RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model Problem Based
Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) merupakan model pembelajaran yang
melibatkan siswa dalam kemampuan keterampilan berfikir dan keterampilan
pemecahan masalah sehingga menjadi pelajar yang mandiri. Dalam model ini peran
guru menyajikan masalah dan membentuk kelompok kecil serta memfasilitasi siswa
dalam proses berjalannya pembelajaran. Dengan demikian diharapkan siswa dapat
mengembangkan cara berfikir yang lebih tinggi sehingga meningkatkan prestasi
belajarnya. Bukan hanya itu pembelajaran PBL (Problem Based Learning)
dimaksudkan agar peserta dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari.
Sugianto mengemukakan yaitu terdapat 5 tahapan dalam pembelajaran PBL
dengan prilaku (arahan) yang diberikan guru, diantaranya yaitu:
Tabel 2.1 Tahapan-Tahapan PBL
No Tahapan Arahan dari guru
1 2 3
1.
Memberikan orientasi
tentang permasalahan
kepada siswa
Guru membantu siswa untuk
membentuk kelompok belajar. Guru
membahas tujuan pembelajaran,
menjelaskan bahan yang dibutuhkan,
memotivasi siswa agar terlibat dalam
pemecahan masalah yang dipilih.
2. Mengorganisasikan siswa
untuk meneliti (belajar)
Guru membantu siswa untuk
mendefinisikan dan mengorganisasi
tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut.
3. Ci
ri-ciri
Pembela
jaran
Model
Problem
Based
Learning
(PBL)
A
rends
mengem
ukakan
karakteristik model pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut:
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah.
Pembelajaran berbasis masalah dimulai dengan pengajuan pertanyaan atau
masalah bukan mengorganisasikan disekeliling atau disekitar prinsip
keterampilan tertentu. Pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan
pengajaran di sekitar pertanyaan atau masalah yang kedua-duanya secara sosial
penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa. Mereka mengajukan situasi
kehidupan nyata autentik untuk menghindari jawaban sederhana dan
memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu serta
menemukan jawaban berdasarkan nalar dan kreativitas peserta didik itu sendiri.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
3. Membantu investigasi atau
membimbing penyelidikan
individual atau kelompok
Guru mendorong siswa untuk
mendapatkan dan mengumpulkan
informasi yang tepat, melaksanakan
eksperimen, untuk mendapatkan
penjelasan dan solusi.
4. Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa untuk
merencanakan dan menyiapkan
karya yang sesuai atau tepat, seperti
laporan, rekaman vidio, dan model-
model yang membantu mereka untuk
menyampaikannya kepada orang
lain.
5. Menganalisis dan
mengevaluasi proses
mengatasi (pemecahan)
Masalah
Guru membantu siswa melakukan
refleksi dan evaluasi terhadap
penyelidikan atau investigasi mereka
dan proses-proses yang mereka
gunakan.
Masalah yang diselidiki telah benar-benar nyata agar dalam pemecahannya
siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran. Kesesuaian materi ajar
dalam model ini sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan peserta didik dalam
memperoleh hasil akhir dari proses belajar mengajar.
c. Penyelidikan autentik.
Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan
autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka
harus menganalisis dan mengidentifikasi masalah, mengembangkan hipotesis,
dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisa informasi, melakukan
eksperimen (jika diperlukan), membuat referensi, dan merumuskan kesimpulan.
d. Menghasilkan produk dan memamerkannya
Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk
tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili
bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Bentuk tersebut dapat
berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer. Karya nyata yang
akan dijelaskan kemudian direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan
kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari dan
menyediakan suatu alternatif terhadap laporan atau makalah.
e. Kolaborasi
Pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu
dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau kelompok kecil.
Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam
tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan
dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.
4. Tahap – tahap dalam Problem Based Learning PBL
Trianto (2007:70) Pelaksanaan model Problem Based Learning terdiri dari 5
tahap proses, yaitu:
a. Tahap pertama, adalah proses orientasi peserta didik pada masalah. Pada tahap
ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan,
memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah, dan
mengajukan masalah.
b. Tahap kedua, mengorganisasi peserta didik. Pada tahap ini guru membagi
peserta didik kedalam kelompok, membantu peserta didik mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.
c. Tahap ketiga, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Pada tahap
ini guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang
dibutuhkan, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
d. Tahap keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil. Pada tahap ini guru
membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan laporan,
dokumentasi, atau model, dan membantu mereka berbagi tugas dengan sesama
temannya.
e. Tahap kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan
masalah. Pada tahap ini guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi
atau evaluasi terhadap proses dan hasil penyelidikan yang mereka lakukan.
Kelima tahap yang dilakukan dalam pelaksanaan model Problem Based
Learning ini selengkapnya dapat disimpulkan melalui tabel 2.2 yang dapat dilihat di
bawah ini:
Tabel 2.2 Tahapan Pembelajaran dengan Strategi Problem Based Learning (PBL)
Tahap Pembelajaran Kegiatan
1 2
Tahap 1
Orientasi peserta didik
pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang diperlukan,
mengajukan fenomena atau
demonstrasi atau cerita untuk
memunculkan masalah, memotivasi
siswa untuk terlibat dalam aktivitas
pemecahan masalah.
Tahap 2
Mengorganisasi peserta
Didik
Guru membagi siswa ke dalam
kelompok, membantu siswa
mendefinisikan dan mengorganisasikan
tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah.
Tahap 3
Mengembangkan dan
menyajikan hasil
Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan
laporan, dokumentasi, atau model, dan
membantu mereka berbagi tugas
dengan sesame temannya.
Tahap 4
Menganalisis dan
mengevaluasi proses dan
hasil pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap proses
dan hasil penyelidikan yang mereka
lakukan.
(Diadaptasi dari Mohammmad Nur, 2006)
5. Konsep Dasar Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang
menekankan pada proses penyelesaian masalah. Dalam implementasi model
pembelajaran berbasis masalah guru perlu memilih bahan pelajaran yang memiliki
permasalahan yang dapat dipecahkan. Model pembelajaran berbasis masalah ini
dapat diterapkan dalam kelas jika:
a. Guru bertujuan agar peserta didik tidak hanya mengetahui dan hafal materi
pelajaran saja, tetapi juga mengerti dan memahaminya.
b. Guru mengiginkan agar peserta didik memecahkan masalah dan membuat
kemampuan intelektual siswa bertambah.
c. Guru menginginkan agar peserta didik dapat bertanggung jawab dalam
belajarnya sehingga pembelajaran semakin inovatif berkat kreativitas peserta
didik dalam memecahkan masalah.
d. Guru menginginkan agar peserta didik dapat menghubungkan antara teori yang
dipelajari di dalam kelas dan kenyataan yang dihadapinya di luar kelas.
e. Guru bermaksud mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan, mengenal antara fakta dan
pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat tugas secara
objektif.
6. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Bound (dalam Rusmono 2012:81) pembelajaran berbasis masalah (Problem
Based Learning) adalah suatu pendekatan untuk membelajarkan siswa untuk
mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah,
belajar peranan orang dewasa yang otentik serta menjadi pelajar mandiri.
Pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima tahap utama yang dimulai dengan
guru memperkenalkan siswa pada suatu masalah dan diakhiri dengan penyajian
analisis hasil kerja siswa. lima tahapan model pembelajaran berbasis masalah
adalah sebagai berikut:
a. Orientasi siswa pada masalah. Pada tahap ini guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau
demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk
terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar. Pada tahap ini guru membagi siswa ke
dalam kelompok kecil, membantu, mendefinisikan dan mengorganisasikan
pembelajaran.
c. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Pada tahap ini guru
mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah.
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan
model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pada tahap ini
guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan sehingga peserta
didik mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki.
John Dewey (dalam Dewi 2012: 78) seorang ahli pendidikan berkebangsaan
Amerika menjelaskan 6 langkah dalam pembelajaran berbasis masalah (Problem
Based Learning) sebagai berikut: (1) Merumuskan masalah. Guru membimbing
siswa untuk menentukan masalah yang akan dipecahkan dalam proses
pembelajaran, walaupun sebenarnya guru telah menetapkan masalah tersebut. (2)
Menganalisis masalah. Langkah peserta didik meninjau masalah secara kritis dari
berbagai sudut pandang. (3) Merumuskan hipotesis. Langkah siswa merumuskan
berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. (4)
Mengumpulkan data. Langkah siswa mencari dan menggambarkan berbagai
informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah. (5) Pengujian hipotesis.
Langkah siswa dalam merumuskan dan mengambil kesimpulan sesuai dengan
penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan. (6) Merumuskan rekomendasi
pemecahan masalah. Langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat
dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
7. Manfaat Model Pembelajaran Problem Based Learning
Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berbasis
masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan
berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual (belajar berbagi peran
orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan
menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri serta menjadikan peserta didik
sebagai manusia seutuhnya.
Sudjana (2016: 34) mengemukakan manfaat khusus yang diperoleh dari
metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu
para siswa merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran.
Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya .
8. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Problem Based Learning
Sebagai suatu strategi pembelajaran, PBL memiliki beberapa keunggulan,
diantaranya:
a. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih
memahami isi pelajaran.
b. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan
kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
c. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
d. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer
pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran.
f. Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap
mata pelajaran, pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus
dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-
buku saja.
Disamping keunggulan, PBL juga memiliki kelemahan, diantaranya:
a. Siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah
yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk
mencoba.
b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui PBL membutuhkan cukup waktu
untuk persiapan.
c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah
yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin
pelajari.
9. Keterampilan Proses
Gega (1994) (dalam Dimiyati 2007: 18) keterampilan proses digunakan oleh
para ilmuwan (saintis) dalam memecahkan masalah. Apabila kita memandang
bahwa kegiatan pembelajaran termasuk kegiatan ilmiah, maka keterampilan proses
menjadi salah satu jawaban untuk membekali siswa dengan keterampilan ilmiah,
seperti halnya yang dilakukan oleh para saintis. Kajian ilmiah berangkat dari suatu
permasalahan dan berakhir dengan menghasilkan suatu kesimpulan. Untuk itu,
keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh siswa adalah keterampilan
mengidentifikasi masalah, menemukan fakta dan mencari data, mengembangkan
konsep dan generalisasi, menganalisis hubungan kausalitas, merumuskan
kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil sebagai produk karya ilmiah.
Pembelajaran keterampilan proses sebenarnya sudah lama dikenal dan
digunakan dalam lingkungan pendidikan sains. Prinsip pelajaran sains di sekolah
adalah untuk membekali siswa memiliki keterampilan mengetahui dan mengerjakan
agar siswa memahami alam sekitar secara mendalam. Sehingga proses
pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran yang menekankan pada
memfasilitasi siswa untuk memperoleh pengalaman secara langsung. Pendekatan
keterampilan proses membekali siswa dengan keterampilan memecahkan masalah.
Materi pembelajaran yang disajikan dengan nuansa problematik dapat menarik
perhatian siswa. Artinya, guru harus menyajikan tantangan dan masalah
pembelajaran yang dapat dipecahkan agar pembelajaran bermakna bagi siswa.
Subana (2014: 16) mengemukakan bahwa pendekatan keterampilan proses
adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam proses belajar-mengajar yang
menekankan proses perolehan murid dalam menemukan sesuatu. Makna lain dari
pendekatan ini adalah melihat dan menilai cara seorang murid mendapatkan hasil
belajarnya, dan dapat mengetahui hasil belajar mereka yang sebenarnya.
Semiawan (1987:14-16) mengemukakan empat alasan pentingnya
pendekatan keterampilan proses diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Keempat
alasan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung cepat sehingga menuntut
kompetensi guru melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan
perkembangan tersebut. Kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada
mengajarkan fakta dan konsep (metode ceramah) tidak memberikan kepampuan
untuk menemukan pengetahuan kepada siswa, melainkan hanya memiliki
pengetahuan. Untuk itu, guru harus mengembangkan strategi pembelajaran yang
dapat memberikan keterampilan memperoleh pengetahuan kepada siswa.
b. Siswa mudah memahami konsep apabila kegiatan pembelajaran menyajikan
contoh konkrit, contoh yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi
siswa, serta mempraktekan atau melakukan sesuatu (learning by doing). Dengan
kata lain, apabila siswa mendapatkan pengalaman belajar langsung maka akan
mudah memahami konsep dan diperoleh hasil belajar yang bermakna serta
berlangsung tetap.
c. Penemuan ilmiah bersifat tentatif. Artinya dapat berubah berdasarkan fakta dan
data baru. Dengan demikian, pembelajaran harus menanamkan kemampuan
berfikir kritis-analitis terhadap permasalahan.
d. Pengembangan konsep seyogyanya tidak terlepas dari pengembangan sikap dan
nilai pada diri siswa, sehingga mereka memiliki kemampuan secara intelektual
dan sosial. Pembelajaran harus mengembangkan kemampuan yang terintegrasi
antara kemampuan intelektual dan kemampuan sosial.
Berdasarkan pemaparan keempat alasan tersebut, maka pembelajaran
keterampilan proses menjadi salah satu alternatif untuk melibatkan aspek jasmani
dan aktivitas mental siswa dalam kegiatan pembelajaran, sehingga siswa
mendapatkan pemahaman secara utuh tentang suatu objek.
Semiawan (1987:17-18) bahwa pendekatan keterampilan proses dapat
membekali siswa dengan 13 keterampilan mendasar, yakni:
9. Keterampilan menginterpretasi atau menafsirkan data
10. Keterampilan menyususn kesimpulan sementara (inferensi)
11. Keterampilan meramalkan (memprediksi)
12. Keterampilan menerapkan (mengaplikasi
13. Keterampilan mengkomunikasikan.
Langkah-langkah pembelajaran keterampilan proses tersebut di atas, apabila
kita diskusikan dengan pendapat Bloom (1956: 38) tentang kemampuan berfikir,
maka pendekatan keterampilan proses dapat membekali siswa dengan kemampuan
berfikir. Kemampuan berfikir atau kemampuan intelektual meliputi tiga aspek yaitu:
kemampuan menganalisis, mensintetis, dan mengevaluasi. Ada beberapa alasan
yang melandasi perlunya diterapkan pendekatan keterampilan proses dalam
kegiatan belajar-mengajar.
a. Alasan pertama, perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat
sehinggga tak mungkin lagi para guru mengajarkan semua fakta dan konsep
kepada siswa. Jika guru bersikeras mau mengajarkan semua fakta dan konsep
dari berbagai cabang ilmu maka guru bertindak sebagai satu-satunya sumber
informasi. Karena terdesak waktu untuk mengejar pencapaian kurikulum, maka
guru memilih jalan yang termudah, yakni menginformasikan fakta dan konsep
melalui metode ceramah. Akibatnya, para siswa memiliki banyak pengetahuan
tetapi tidak dilatih untuk menemukan konsep dan mengembangkan ilmu
pengetahuan.
b. Alasan kedua, para ahli psikologi umumnya sependapat bahwa anak-anak
mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan
contoh-contoh yang kongkret, wajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang
dihadapi, dengan mempraktekan sendiri upaya penemuan konsep melalui
perlakuan terhadap kenyataan fisik, melalui penanganan benda-benda yang
benar-benar nyata. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak keliru.
c. Alasan ketiga, Penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak seratus persen,
penemuannya bersifat relative. Suatu teori mungkin terbantah dan ditolak setelah
orang mendapatkan data baru yang mampu membuktikan kekeliruan teori yang
dianut. Anak perlu dilatih berfikir kritis, selalu bertanya, dan memungkinkan
jawaban terhadap satu masalah.
d. Alasan keempat, dalam proses belajar-mengajar seyogyanya pengembangan
konsep tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.
Yang kita tuju adalah menghasilkan insan pemikir sekaligus insan yang
manusiawi yang menyatu dalam satu pribadi yang selaras, serasi, dan seimbang.
1. Hasil Belajar
Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku yang
mencangkup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar merupakan
kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima belajar. Belajar dikatakan
berhasil bila terjadi perubahan tingkah laku yang lebih baik, penambahan
pengetahuan, dan juga lebih terampil dari sebelumnya. Soedjarto (2008: 112)
menyatakan bahwa,
Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pengajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Adapun Briggs menyatakan bahwa hasil belajar merupakan seluruh kecakapan dan segala hal yang diperoleh melalui proses belajar mengajar disekolah yang dinyatakan dengan angka dan diukur dengan menggunakan tes hasil belajar.
Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah proses
belajar berlangsung yang dapat memberikan perubahan tingkah laku baik
pengetahuan, pemahaman, sikap, dan keterampilan peserta didik sehingga menjadi
lebih baik dari sebelumnya. Gagne dalam Suprijono (2012: 5) hasil belajar berupa:
1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk
bahasa, baik lisan maupun tertulis.
2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan
lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi,
kemampuan analitis-sintetis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-
prinsip keilmuan.
3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktifitas
kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah
dalam memecahkan masalah.
4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak
jasmani.
5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan
menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan
menjadikan nilai-nilai sebagai standar prilaku.
Bloom dalam Slameto (2010: 10) hasil belajar atau tingkat kemampuan yang dapat
dikuasai oleh peserta didik mencakup tiga aspek yaitu:
1. Kemampuan kognitif (cognitive domain) adalah kawasan yang berkaitan
dengan aspek-aspek intelektual atau secara logis yang biasa diukur dengan
pikiran atau nalar.
2. Kemampuan afektif (the affective domain) adalah kawasan yang berkaitan
dengan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan
terhadap moral.
3. Kemampuan psikomotorik (the psikomotor domain) adalah kawasan yang
berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem
syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis.
Dari ketiga kemampuan ini dijadikan dasar sebagai kemampuan yang harus
dimiliki oleh peserta didik untuk selanjutnya dijadikan sebagai dasar dalam
menempuh pembelajaran selanjutnya. Berdasarkan pengertian di atas, peneliti
berpendapat bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku, sifat, maupun
sikap yang terjadi setelah mengikuti proses belajar mengajar. Hasil belajar bertujuan
untuk melihat kemajuan peserta didik dalam hal penguasaan materi yang telah
dipelajari. Hasil belajar berupa perubahan tingkah laku yang relatif permanen pada
individu yang ditunjukan oleh adanya kemampuan bereaksi, dimana kemampuan
bereaksi itu akan terbentuk dengan kuat jika ada pengulangan atau penguatan. Hasil
belajar adala pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap,
apresiasi, dan keterampilan.
Benyamin Bloom (dalam Subadi 2010: 55) mengklasifikasikan kemampuan
hasil belajar ke dalam tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah
psikomotorik. Ketiga tingkatan itu dikenal dengan istilah Bloom’s Taxonomy
(Taksonomi Bloom). Pada penelitian ini, hanya akan mengungkapkan hasil belajar
pada ranah kognitif saja. Hasil belajar pada aspek kognitif merupakan suatu
kemampuan yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui, dan memecahkan
masalah. Hasil belajar pada aspek kognitif dibagi ke dalam enam jenjang, yaitu
ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. yaitu: pengetahuan
synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru),
evaluation (menilai), dan application (menerapkan).
b. Affective: receiving (sikap menerima), responding (memberi respon), valuting
(menilai), dan organization (organisasi), dan characterization (karakterisasi).
c. Psikomotoric: Change of attitude (perubahan sikap.
Dari pengertian hasil belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli maka
intinya adalah perubahan dalam diri seseorang. Oleh karena itu, seseorang yang
melakukan aktivitas belajar dan memperoleh perubahan dalam dirinya dengan
memperoleh pengalaman baru, maka individu itu dikatakan telah belajar. Untuk
mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar tersebut dapat dilakukan
melalui tes prestasi belajar. Djamarah (2011: 67) mengemukakan,
Pengertian hasil belajar diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan siswa setelah menerima atau menyelesaikan pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya hasil belajar tersebut membawa guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.
Hasil belajar akan mennumbuhkan pengetahuan dan pengertian dalam diri
seseorang sehingga ia dapat mempunyai kemampuan berupa keterampilan dalam
bentuk kebiasaan, sikap dan cita-cita hidupnya. Orang yang telah berhasil dalam
belajar akan menjadi orang yang mandiri dan dapat meningkatkan kesejahteraan
hidupnya, serta dapat menentukan arah hidupnya.
Kesimpulan hasil belajar yaitu hasil yang telah dicapai secara optimal selama
berlangsungnya belajar baik itu pada mata pelajaran apapun selama proses
pembelajaran berlangsung, terutama mata pelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial),
Dapat dimaknai untuk masa kini dan dapat diantisipasi untuk masa yang akan
datang baik secara regional, nasional, maupun global. Hasil belajar juga akan
maksimal ketika penyampaian pembelajaran terhadap peserta didik oleh guru dapat
tersampaikan dengan baik.
B. Kajian Penelitian Relevan
Dalam mendukung penelitian ini, berikut ini disajikan hasil penelitian yang
relevan dengan penelitian yang sudah dilakukan. Penelitian ini dirujuk pada skripsi
yang dilakukan oleh:
1. Achmad Saifudin (2011) dalam penelitian yang berjudul “Upaya Meningkatkan
Hasil Belajar Kimia Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) di MAN 12 Jakarta Barat. Kesimpulan dari peneliti ini
bahwa Hasil penelitian tersebut dapat meningkatkan hasil belajar, serta siswa
aktif dan berpikir kritis dalam proses pembelajaran menggunakan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran kimia.
2. IB. Siwa, IW Muderawan, IN Tika (2016) yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran
Berbasis Masalah dalam Pembelajaran Kimia terhadap Keterampilan Proses
Sains ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa” menyimpulkan bahwa terdapat
perbedaan hasil belajar keterampilan proses sains antara kelompok siswa yang
mengikuti model pembelajaran proyek dengan kelompok siswa yang mengikuti
model pembelajaran konvensional dengan nilai FA = 38,5313 pada taraf
signifikansi 0,05 dengan nilai rata-rata diatas KKM yaitu eksperimen
mendapatkan nilai 81,25
3. Penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Devi Ertanti (2010) yang
berjudul “Upaya Meningkatkan Sikap Ilmiah melalui Pembelajaran Berbasis
Proyek (Project Based Learning) pada Materi Sistem Pencernaan Siswa Kelas XI
IPA3 Semester II di SMA Negeri 2 Bantul, Yogyakarta Tahun Ajaran 2009/2010”
menyimpulkan bahwa penerapan Project Based Learning meningkatkan sikap
ilmiah dan penguasaan konsep siswa kelas XI IPA3 pada materi sistem
pencernaan manusia. Sikap ilmiah seluruhnya mengalami peningkatan dari siklus
I ke siklus II. Sedangkan peningkatan penguasaan konsep biologi dari siklus I ke
siklus II adalah 13,09%.
4. Penelitian oleh Titik Nur Istiqomah, dkk (2013) yang berjudul “Developing Journal
History (JOURY) through Problem Based Learning as Teaching Media for
Teaching Social Sciences in Grade V of elementary school” menyimpulkan
bahwa dengan penerapan Project Based Learning, pada tugas kelompok, setiap
kelompok siswa mendapatkan nilai 100, 100, dan 75. Di sisi lain, 80% siswa
mendapatkan nilai >70 untuk tugas individu.
5. Penelitian yang dirujuk Wiwin Winarsih (2012) dalam penelitian dengan judul
“Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar
IPS Siswa”. Berdasarkana kesimpulan dari peneliti menyatakan bahwa kegiatan
belajar mengajar tersebut harus melibatkan siswa secara aktif bukan hanya
berpusat pada guru. Dengan demikian proses belajar mengajar dibutuhkan suatu
metode pembelajaran, salah satunya adalah dengan menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah (PBL).
6. Penelitian model Problem Based Learning dapat dilihat dari hasil penelitian yang
dilakukan Nurhikmah (2012) yang berjudul “Keefektifan Penerapan Model
Problem Based Learning (PBL) terhadap Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA
Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Adiwerna 04 Kabupaten Tegal”. Hasil dari
penelitian tersebut menunjukkan model Problem Based Learning dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran IPA kelas V SD Negeri Adiwerna 04.
Peningkatan tersebut diketahui dari adanya perbedaan nilai rata-rata hasil belajar
yang diperoleh antara siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen. Nilai rata-rata
hasil belajar siswa kelas kontrol yaitu 69,12 sedangkan nilai siswa di kelas
eksperimen yaitu 76,25. Hal tersebut menunjukkan siswa yang pembelajarannya
menggunakan model Problem Based Learning mendapatkan hasil belajar yang
lebih baik dibandingkan siswa yang tidak menggunakan model Problem Based
Learning dalam pembelajaran.
7. Penelitian mengenai model Problem Based Learning juga dilakukan oleh Fanny
Vidhayanti Nasution (2012) yang berjudul “Penerapan Model PBL untuk
Meningkatkan Hasil Pembelajaran IPA Siswa Kelas III SD Mutiara Harapan
Lawang”. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa
dalam kegiatan belajar pada siklus I ke Siklus II. Hasil nilai aktivitas belajar siswa
yang berada pada kategori kurang dan cukup, pada siklus II hampir semua siswa
berada pada kategori sangat baik dan baik. Selain meningkatkan aktivitas belajar
juga meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terbukti dari rata-rata hasil belajar
siswa sebelumnya yaitu 59 pada siklus I menjadi 83 pada siklus II.
8. Berikutnya jurnal dalam negeri mengenai Problem Based Learning oleh
Sudarman (2013) dengan judul “Suatu Model Pembelajaran untuk
Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah”.
Kesimpulan yang didapat PBL adalah suatu pendekatan yang menggunakan
masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara
berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan yang esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran berbasis
masalah dirancang untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi
berorientasi pada masalah. Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan
terutama untuk membantu kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan
keterampilan intelektual dan belajar menjadi pembelajaran yang otonom.
Keuntungsn PBL adalah mendorong kerja sama dalam menyelesaikan tugas.
Pembelajaran berbasis masalah melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihannya
sendiri, yang memungkinkan siswa mengeinterpretasikan dunia nyata dan
membangun pemahaman tentang fenomena tersebut. Terstrukturnya model
pembelajaran berbasis masalah ini mengkonstruksi peserta didik membangun
pemahannya tentang pemecahan masalah yang dihadapi sehingga mendorong
untuk mengumpulkan informasi.
Tabel 2.3 Penelitian yang Relevan
No Nama Peneliti
Judul
Persamaan dan Perbedaan
1 2 3 4
1. Achmad
Saifudin
Upaya
Meningkatkan Hasil
Belajar Kimia Siswa
dengan
Menggunakan
Model
Persamaan dengan penelitian
ini adalah sama-sama meneliti
model pembelajaran Problem
Based Learning terhadap hasil
belajar. Perbedaan dengan
penelitian ini meneliti mata
Pembelajaran
Problem Based
Learning (PBL) di
MAN 12 Jakarta
Barat.
pelajaran kimia sedangkan
peneliti akan meneliti terhadap
mata pelajaran ekonomi.
2. Wiwin
Winarsih
Pengaruh Model
Pembelajaran
Problem Based
Learning terhadap
Hasil Belajar IPS
Siswa
Persamaan dengan penelitian
ini adalah sama-sama meneliti
model pembelajaran Problem
Based Learning terhadap hasil
belajar. Perbedaan dengan
penelitian ini adalah penelitian
ini meneliti mata pelajaran IPS
secara keseluruhan sedang
peneliti akan meneliti terhadap
mata pelajaran ekonomi.
3. Nurhikmah Keefektifan
Penerapan Model
Problem Based
Learning (PBL)
terhadap
Peningkatan
Kualitas
Pembelajaran
IPA Siswa Kelas V
Sekolah Dasar
Negeri Adiwerna 04
Kabupaten Tegal.
Persamaan dengan penelitian
ini adalah sama-sama meneliti
model pembelajaran Problem
Based Learning terhadap hasil
belajar. Perbedaan penelitian
yang dilakukan lebih menekan
kepada seberapa efektif
penerapan model PBL
sedangkan penelitian yang
akan dilakukan lebih melihat
dari hasil belajar siswa.
4. Fanny
Vidhayanti
Nasution
Penerapan Model
PBL untuk
Meningkatkan Hasil
Pembelajaran IPA
Siswa Kelas III SD
Mutiara Harapan
Persamaan dengan penelitian
ini adalah sama-sama meneliti
model pembelajaran Problem
Based Learning terhadap hasil
belajar. Perbedaan dengan
penelitian ini adalah penelitian
Lawang. ini meneliti mata pelajaran IPA
secara menyeluruh sedangkan
peneliti akan meneliti terhadap
mata pelajaran ekonomi.
5. Sudarman Jurnal: Suatu Model
Pembelajaran untuk
Mengembangkan
dan Meningkatkan
Kemampuan
Memecahkan
Masalah
Persamaan dengan penelitian
ini adalah sama-sama meneliti
model pembelajaran Problem
Based Learning. Perbedaan
dengan jurnal ini adalah
penelitian yang akan dilakukan
menggunakan pendekatan
saintifik dalam model
pembelajaran tersebut.
C. Kerangka Pikir
Guru merupakan salah satu komponen penting dalam proses belajar
mengajar. Seorang guru ikut berperan serta dalam usaha membentuk sumber daya
manusia yang potensial dibidang pembangunan. Pengertian guru profesional
menurut para ahli adalah semua orang yang mempunyai kewenangan serta
bertanggung jawab tentang pendidikan anak didiknya, baik secara individual atau
klasikal, di sekolah atau di luar sekolah. Guru adalah semua orang yang mempunyai
wewenang serta mempunyai tanggung jawab untuk membimbing serta membina
murid. Latar belakang pendidikan bagi guru dari guru lainnya tidak selalu sama
dengan pengalaman pendidikan yang dimasuki dalam jangka waktu tertentu.
Keberhasilan dari proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain faktor dari dalam diri peserta didik, maupun faktor dari luar peserta didik.
Faktor dari luar antara lain metode pembelajaran dan materi pelajaran. Alat bantu
pembelajaran diperlukan agar pembelajaran lebih menarik dan meningkatkan
kemampuan bagi siswa untuk mengetahui konsep-konsep yang abstrak menjadi
jelas. Media dan sumber belajar yang baik diperlukan agar pembelajaran IPS yang
dirasa sulit oleh peserta didik dapat menjadi menyenangkan. Seorang guru harus
pandai memilih metode, model, dan pendekatan pembelajaran yang dapat
meningkatkan minat peserta didik untuk memahami IPS.
Latar belakang pendidikan bisa mempengaruhi aktivitas seorang guru dalam
menjalankan kegiatan belajar mengajar. Namun, karena tidak sedikit guru yang
diperlukan di madrasah maka latar belakang pendidikan seringkali tidak begitu
dipedulikan. Jika kompetensi mempunyai arti kecakapan atau kemampuan, hal ini
erat kaitannya dengan pemilihan ilmu, kecakapan atau keterampilan menjadi
seorang guru. Kompetensi adalah suatu tugas yang memiliki dan mempunyai
kecakapan atas pengetahuan, keterampilan serta kemampuan yang dituntut karena
jabatan seseorang.
Guru profesional adalah semua orang yang mempunyai kewenangan serta
mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan siswa, baik individual atau klasikal.
Hal ini berarti bahwa guru, harus memiliki minimal dasar kompetensi sebagai bentuk
wewenang dan kemampuan di dalam menjalankan tugas-tugasnya. Kompetensi guru
adalah suatu keahlian yang wajib dimiliki oleh guru, baik dari kemampuan segi
pengetahuan, kemampuan dari segi keterampilan dan tanggung jawab pada murid-
murid yang di didiknya, sehingga dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang
pendidik bisa berjalan dengan baik. Hal ini guru perlu untuk mengetahui dan
memahami kompetensi seorang guru.
Kompetensi guru menjadi modal penting di dalam pengelolaan pendidikan dan
pengajaran yang begitu banyak macamnya. Dilihat secara garis besar ada dua segi
yaitu dari segi kompetensi pribadi serta dari kompetensi guru professional. Dengan
macam-macam kompetensi itu maka pengertian guru profesional harus mampu
mengembangkan kepribadian, berinteraksi serta berkomunikasi, mampu
melaksanakan bimbingan serta penyuluhan, melaksanakan administrasi sekolah,
menjalankan penelitian sederhana sebagai keperluan pengajaran, menguasai
landasan kependidikan, memahami bahan pengajaran, menyusun program
pengajaran, melaksanakan program pengajaran, dan mengevaluasi hasil dan proses
belajar mengajar yang telah dijalankan. Kompetensi guru profesional juga harus
memperhatikan berbagai macam model pembelajaran. Model pembelajaran dapat
diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajarannya. Sebagai salah satu contoh
berdasarkan tujuan yaitu pembelajaran langsung, suatu model pembelajaran yang
baik untuk membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar seperti
memahami kebutuhan dalam kegiatan ekonomi atau topik-topik bahasan lain yang
berkaitan dengan penggunaan alat.
Model pembelajaran membutuhkan lingkungan yang berbeda. Misalnya
pembelajaran kooperatif memerlukan lingkungan belajar yang fleksibel seperti
tersedianya meja dan kursi yang dapat dengan mudah untuk dipindahkan. Pada
model diskusi para siswa membutuhkan duduk bersamaan dan berhadap-hadapan
untuk mencurahkan pendapat dari masing-masing siswa tersebut. Model
pembelajaran, salah satu model pembelajaran yang menjadi kajian adalah model
Problem Based Learning. Problem Based Learning adalah seperangkat model
mengajar yang menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan
keterampilan pemecahan masalah, keterampilan, materi dan pengaturan diri.
Model pembelajaran ini yang berfokus pada pemecahan masalah dan
menuntut tanggung jawab untuk memecahkan masalah yang ditumpu oleh siswa