Top Banner
1 PENGARUH INFILTRASI PREINSISI KETAMIN 0,3 MG/KGBB DENGAN BUPIVAKAIN 0,25% TERHADAP RESPON HEMODINAMIK DAN WRA PADA PROSEDUR PEMBEDAHAN LAPAROSKOPI THE EFFECTS OF PREINCISIONAL INFILTRATION OF KETAMINE 0,3 MG/KGBB VERSUS BUPIVACAINE 0,25% ON HEMODYNAMIC RESPONSES AND TIME TO RESCUE ANALGESIA IN LAPAROSCOPIC SURGERY Lismasari, 1 Muhammad Ramli, 1 A.Husni Tanra, 1 Burhanuddin Bahar 2 1 Bagian Anestesiologi, Perawatan Intensif dan Manajemen Nyeri, FakultasKedokteran,Universitas Hasanuddin, Makassar 2 Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar Alamat korespondensi: dr.Lismasari Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP: 082189183067 Email: [email protected]
14

THE EFFECTS OF PREINCISIONAL INFILTRATION OF …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/945537d21379999c2ecc394167ba0e74.pdf · dapat mencegah sensitisasi sentral dari nosiseptor-nosiseptor

Feb 02, 2018

Download

Documents

donhi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: THE EFFECTS OF PREINCISIONAL INFILTRATION OF …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/945537d21379999c2ecc394167ba0e74.pdf · dapat mencegah sensitisasi sentral dari nosiseptor-nosiseptor

1

PENGARUH INFILTRASI PREINSISI KETAMIN 0,3 MG/KGBB DENGAN BUPIVAKAIN 0,25% TERHADAP RESPON HEMODINAMIK

DAN WRA PADA PROSEDUR PEMBEDAHAN LAPAROSKOPI

THE EFFECTS OF PREINCISIONAL INFILTRATION OF KETAMINE 0,3 MG/KGBB VERSUS BUPIVACAINE 0,25% ON HEMODYNAMIC

RESPONSES AND TIME TO RESCUE ANALGESIA IN LAPAROSCOPIC SURGERY

Lismasari,1Muhammad Ramli,1A.Husni Tanra,1Burhanuddin Bahar2

1Bagian Anestesiologi, Perawatan Intensif dan Manajemen Nyeri, FakultasKedokteran,Universitas Hasanuddin, Makassar

2Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar

Alamat korespondensi: dr.Lismasari Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP: 082189183067 Email: [email protected]

Page 2: THE EFFECTS OF PREINCISIONAL INFILTRATION OF …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/945537d21379999c2ecc394167ba0e74.pdf · dapat mencegah sensitisasi sentral dari nosiseptor-nosiseptor

2

Abstrak

Nyeri pascabedah setelah prosedur laparoskopi sering dikeluhkan. Anestesi infiltrasi (subkutan) menggunakan anestesi lokal dan ketamin merupakan salah satu metode penanganan nyeri pascabedah yang memberikan efek analgesia preemptif. Penelitian ini bertujuan membandingkan efek analgesia preemptif dari infiltrasi preinsisi menggunakan ketamin dan bupivakain pada saat insisi, insersi trokar dan insuflasi CO2 selama operasi dan membandingkan waktu rescue analgesia pascabedah antara ketamin dan bupivakain pada operasi bedah laparoskopi.Penelitian eksperimental ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal, yang mengikutsertakan 45 pasien yang menjalani prosedur bedah laparoskopi dengan anestesi GETA dengan status fisik ASA 1-2, berusia 18-55 tahun. dibagi menjadi 3 kelompok. Pasien yang memenuhi kriteria penelitian dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok K (n=15) mendapatkan infiltrasi 15 menit preinsisi dengan ketamin 0,3 mg/kgBB dan kelompok B (n=15) mendapatkan infiltrasi 15 menit preinsisi dengan bupivakain 0,25% dan kelompok P (n=15) mendapatkan infiltrasi perinsisi dengan NaCl 0,9%. Masing-masing kelompok diberikan volume infiltrasi 20 cc. Sebelum dilakukan premedikasi dilakukan pencatatan tanda vital sebagai T0. Dilakukan prosedur anestesi GETA sebelum dilakukan infiltrasi. TAR dan HR diukur pada saat insisi (T1), pada saat insersi trokar(T2), pada saat insuflasi(T3). Dilakukan pengukuran WRA (waktu rescue analgesia) mulai dilakukan setelah operasi sampai dengan pasien merasakan sensasi nyeri dengan VAS ≥ 4 yang dinyatakan dalam hitungan menit. Masing-masing variabel dianalisis dan diperbandingkan menggunakan uji statsitik yang sesuai. Tingkat kepercayaan 95% dengan kemaknaan p<0,05. Hasil penelitian ditemukan bupivakain memberikan efek analgetik preemptif yang lebih baik pada saat insisi dibandingkan plasebo (p<0,05) dan ketamin (p>0,05) dan ketamin memberikan efek analgetik preemptif yang baik pada saat insersi trokar dibandingkan plasebo (p<0,05) dan bupivakain (p>0,05), pada saat insuflasi, ketamin memberikan efek analgetik preemptif yang lebih baik dibandingkan plasebo (p<0,05) dan bupivakain (p<0,05). Efek analgetik preemptif pasca bedah untuk kelompok ketamin ditemukan WRA yang paling lama (>6 jam) dan bermakna secara statistik (p<0,05).

Kata kunci : Infiltrasi preinsisisi, ketamin, bupivakain, analgetik preemptif, bedah laparoskopi

Abstract: Infiltration anaesthesia (subcutaneus) using local anaesthesia and ketamine is one of the methods to overcome pain post operation to provide a preemptive analgesic effect. The study therefore aims to compare preemptive analgesia effect of pre-incision, trocar insertion, dan CO2 insuflation while in the operation between the two post laparoscopic surgeries. This experimental study is a clinical randomised sigleblind experiment involving 45 patient of laparoscopic surgery with GETA anaesthesia with physical status ASA 1-2, aged 18 to 55 years divided into 3 groups fulfilling the study: (n=15) 15 minute pre-incision infiltration with ketamine 0,3 mg/kgBW, B group (n=15) 15 minute preincision infiltration with bupivacaine 0,25% and P group (n=15) preincision infiltration with NaCl 0,9%, each group 20 cc infiltration. Average basal arterial pressure (TAR0) and basal heart rate(HR0) were taken before premedication of midazolam 0,001 mg/kgBB and fentanyl 2 mcg/kgBW. After incision location had been identified, 15 minutes pre-incision infiltration was performed to each group under general anaesthesia. TAR and HR were measured during incision (TAR 1 dan HR1), trocar insertion(TAR2 dan HR2) and insufflation CO2(TAR3 dan HR3). After surgery, ART (analgesia rescue time) measurement was performed beginning from post operation until the patient started to feel painful sensation by means of VAS >4 taken in minute. Every variable was analysed and compared to each other with suitable statistical measure of 95% reliability and level of significance p<0,05. The study proves that bupivacaine provides better pre-emptive analgesic effect during incision compared to placebo(p<0,05) and ketamine (p>0,05). Ketamine provides better pre-emptive analgesic effect in trocar insertion compared to placebo (p<0,05) dan bupivacaine (p>0,05). The preemptive analgesic effect post operation for the ketamine group indicates the longest Analgesia Rescue Time(> 6 hours) and statistically significant (p<0,05). Keywords : pre-incision infiltration, ketamine, bupivacaine, prteemptive analgesic, laparoscopic surgery.

Page 3: THE EFFECTS OF PREINCISIONAL INFILTRATION OF …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/945537d21379999c2ecc394167ba0e74.pdf · dapat mencegah sensitisasi sentral dari nosiseptor-nosiseptor

3

PENDAHULUAN

Salah satu faktor penting dalam pemulihan pasien adalah analgesia sesudah

operasi. Analgesia yang efektif dapat menurunkan komplikasi sesudah operasi.

Pelepasan enzim proteolitik dan mediator-mediator inflamasi setelah tindakan operasi

menghasilkan impuls nosiseptif yang kuat dan memicu nyeri. (Safavi dkk., 2011)

Pembedahan laparoskopi dengan menggunakan endoskopi untuk melihat secara

langsung intraabdominal dengan melakukan insuflasi gas atau cairan lain kedalam

intraabdominal. Meskipun bedah laparoskopi dibandingkan dengan prosedur open

lebih kurang trauma pembedahannya dan lebih pendek waktu penyembuhan lukanya,

nyeri pascabedah setelah prosedur laparoskopi sering dikeluhkan. Penggunaan anestesi

lokal untuk penanganan nyeri pascabedah merupakan metode yang menarik dimana

dapat memberikan kontrol nyeri yang baik dan meminimalkan kebutuhan opioid.Nyeri

pascabedah biasanya dirasakan diperut bagian atas, perut bagian bawah dan punggung

atau bahu. Paling banyak diperut bagian atas dengan intensitas nyeri terbesar setelah

operasi. Nyeri bisa bersifat sementara dan bisa menetap selama tiga hari.(Alexander,

1997)

Setiap pembedahan akan menimbulkan konsekuensi nyeri yang bersifat bifasik,

berupa nyeri yang ditimbulkan oleh kerusakan jaringan itu sendiri, dan yang timbul

akibat respon inflamasi dari trauma jaringan. Pengelolaan nyeri pascabedah akan

menjadi optimal jika kedua proses tersebut dapat dihambat. Pada literatur terdapat

kontroversi terkait penggunaan ketamin sebagai penanganan nyeri pascabedah.

Fenomena yang paling penting dalam proses transmisi nyeri inflamasi adalah sensitisasi

medula spinalis melalui peranan aktif dari asam amino glutamat dan aspartat pada

reseptor-reseptor N-methyl-dimethyl-aspartate (NMDA). (Safavi dkk., 2011)

Ketamin suatu antagonis non-kompetitif dari NMDA, pada dosis subanestetik

dapat mencegah sensitisasi sentral dari nosiseptor-nosiseptor melalui eliminasi dari

stimulasi noksius aferen perifer. Secara histologis, nosiseptor adalah ujung saraf bebas

yang menempel baik pada serabut A delta (nyeri pertama atau nyeri cepat) maupun

serabut C (nyeri ikutan atau nyeri lambat). Stubhaug dkk (1997) memperlihatkan

bahwa ketamin menurunkan nyeri akut sesudah operasi melalui hambatan aktivitas

Page 4: THE EFFECTS OF PREINCISIONAL INFILTRATION OF …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/945537d21379999c2ecc394167ba0e74.pdf · dapat mencegah sensitisasi sentral dari nosiseptor-nosiseptor

4

serabut tipe C. Lebih jauh lagi, Tan dkk (2007) memperlihatkan bahwa pemberian

ketamin secara infiltrasi subkutaneus preinsisi dapat memperpanjang jangka waktu

hingga dibutuhkan pemberian analgesik pertama, menurunkan dosis total penggunaan

analgesik dan skor nyeri sesudah sirkumsisi.(Tan dkk., 2007)

Carlton dkk (1999) mendemonstrasikan bahwa terdapat reseptor-reseptor

NMDA dan non-NMDA pada akson aferen primer dan bertambah jumlahnya setelah

terjadi induksi inflamasi. Lebih jauh lagi, pelepasan glutamat ke dalam jaringan perifer

meningkat setelah terjadi cedera dan inflamasi.Stimulasi reseptor glutamat NMDA dan

non-NMDA oleh glutamat dapat menginduksi terjadinya hiperalgesia dan allodinia

yang diinterpretasikan sebagai nyeri. Hal ini dikarenakan ketamin yang berikatan pada

reseptor-reseptor NMDA menghambat aktivasi reseptor NMDA yang diinduksi

glutamat, pada aferen-aferen primer pada kulit, yang kemudian mengurangi input

nosiseptif perifer ke medula spinalis dan sensititasi sentral pada kornu dorsalis. (Carlton

dkk., 1995)

Penanganan nyeri (preemptive) menggunakan anestesi lokal dan inhibitor

NMDA telah diajukan sebagai metode untuk menghambat transmisi dari stimulus

noksius dan selanjutnya mencegah stimulasi reseptor-reseptor NDMA pada medula

spinalis dan sensitisasi sentral. (Woolf dkk.,1993, Cousin dkk., 2000).

Efek infiltrasi luka preinsisi terhadap nyeri pasca bedah akibat efek preemptif

bukan blok neural.(Hanibal dkk., 1996).

Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek analgetik preemptif pada saat insisi,

insersi trokar dan insuflasi CO2 dan membandingkan WRA(Waktu Rescue Analgesia)

pascabedah dari ketamin dan bupivakain dan membandingkan keduanya, dan kemudian

membandingkan dengan plasebo.

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kamar bedah RS Wahidin Sudirohusodo Makassar

selama + 2 (dua) bulan (Maret 2013- April 2013).Penelitian ini merupakan uji klinis

acak tersamar tunggal ( consecutive random sampling).

Page 5: THE EFFECTS OF PREINCISIONAL INFILTRATION OF …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/945537d21379999c2ecc394167ba0e74.pdf · dapat mencegah sensitisasi sentral dari nosiseptor-nosiseptor

5

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah pasien yang menjalani prosedur bedah laparoskopi

di ruang bedah sentral RS Wahidin Sudirohusodo selama masa penelitian. Sampel

sebanyak 45 orang yang dipilih secara acak yang telah memenuhi kriteria inklusi

yaitu:pasien yang menjaniprosedur laparoskopi dengan prosedur GETA, ASA PS 1–2,

usia 18– 55 tahun, IMT 18 – 25 kg/cm2, dieksklusikan pasien dengan riwayat penyakit

jantung, gangguan irama jantung, konsumsi penyekat beta, riwayat hipertensi,riwayat

DM, penyakit hati dan ginjal, gangguan profil koagulasi dan perdarahan, pasien

menolak, alergi ketorolac, ketamin dan anestesi lokal golongan amida, penyakit akut

sistem saraf dan infeksi tempat penyuntikan serta bersedia untuk mengikuti penelitian

ini dan menandatangani informed consent yang telah dikeluarkan oleh Komisi Etik

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan oleh kami dibantu oleh peserta PPDS

anestesiologi Unhas di RS Wahidin Sudirohusodo. Data pasien mengenai pencatatan

Tekanan arteri rerata (TAR0), dan laju jantung (HR0) yang diukur sebelum dilakukan

premedikasi, pencatatan TAR1 dan HR1 (pada saat insisi) , TAR2 dan HR2 (pada saat

insersi trokar) dan TAR3 dan HR3 (pada saat insuflasi CO2), pencatatan waktu rescue

analgesia dihitung pascabedah pada saat VAS ≥4 yang hitungannya dalam satuan

menit. Kemudian dicatat pada lembar pengamatan selama periode pengamatan.

Analisa Data

Data yang diperoleh diolah dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk narasi, tabel

atau grafik. Analisis statistik menggunakan SPSS 17, Data diuji dengan dengan Mann

Withney test, uji anova oneway, uji kruskal wallis.Tingkat kepercayaan 95% dengan

kemaknaan p<0,05.

HASIL

Karakteristik sampel

Pada tabel 1dapat dilihat bahwa tidak didapatkan perbedaan bermakna dari data

demografi pada kedua kelompok penelitian.Karakteristik sampel penelitian ketiga

Page 6: THE EFFECTS OF PREINCISIONAL INFILTRATION OF …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/945537d21379999c2ecc394167ba0e74.pdf · dapat mencegah sensitisasi sentral dari nosiseptor-nosiseptor

6

kelompok meliputi umur, BMI, lama operasi dan klasifikasi status fisik berdasarkan

penggolongan dari American Society of Anesthesiologist (ASA PS).

Tekanan Arteri Rerata (TAR)

Berdasarkan tabel 2, perbandingan TAR antara ketiga kelompok, perbedaan

yang bermakna pada saat insuflasi CO2(p=0,021). Perbandingan TAR antara kelompok

ketamin dan bupivakain, perbedaannya bermakna secara statistik pada saat insuflasi

(p=0,015). Dengan uji Mann-whitney testPerbandingan TAR antara kelompok ketamin

dan plasebo, perbedaannya bermakna secara statistik pada saat insersi trokar(p=0,006)

dan pada saat insuflasi CO2(p=0,002). Perbandingan TAR antara kelompok bupivakain

dengan kelompok plasebo, perbedaannya bermakna pada saat insisi(p=0,001)

Laju Jantung (HR)

Berdasarkan tabel 3, dengan uji oneway-anova test, perbandingan HR0 antara

ketiga kelompok, perbedaannya bermakna secara statistik pada saat insisi (p=0,021),

pada saat insersi (p=0,019), dan pada saat insuflasi CO2(p=0,007). Perbandingan HR

antara kelompok ketamin dengan kelompok bupivakain bermakna pada saat insuflasi

CO2(p=0,006). Perbandingan HR antara kelompok ketamin dengan plasebo bermakna

pada saat insersi trokar (p=0,000) dan pada saat insuflasiCO2(p=0,002). Perbandingan

nilai rerata HR antara kelompok bupivakain dengan plasebo bermakna pada saat insisi

(p=0,004).

Waktu Rescue Analgesia (WRA)

Berdasarkan tabel 4, dengan uji one-way anova test, hasil nilai rerata WRA

untuk kelompok K(452,60±41,610) menit lebih lama dibandingkan kelompok

B(209,00±83,790) menit dan kelompok P(97,00±31,328) menit. Perbedaan ketiga

kelompok bermakna secara statistik (p=0,000).

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini terlihat bahwa pengaruh pemberian infiltrasi preinsisi

menggunakan ketamin, bupivakain dan plasebo terhadap respon hemodinamik dan

waktu rescue analgesia (WRA) pada pasien yang menjalani prosedur bedah

laparoskopi dengan anestesi GETA. Pada penelitian ini dosis ketamin yang diberikan

secara infiltrasi 0,3 mg/kgBB. Pada manusia, dosis rendah ketamin (0,1-0,5 mg/kgBB)

Page 7: THE EFFECTS OF PREINCISIONAL INFILTRATION OF …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/945537d21379999c2ecc394167ba0e74.pdf · dapat mencegah sensitisasi sentral dari nosiseptor-nosiseptor

7

dapat digunakan sebagai ko-analgesik.(Morgan, 2012)Interval dosis subkutan (0,1-0,5

mg/kgBB).(Benitez dkk.,2011)Pemberian ketamin sebagai analgetik yang bisa

diberikan melalui jalur vena, oral, rectal, subcutaneus, transdermal dan

intranasal.(Honarmand, 2012)Dosis ketamin yang kami berikan pada penelitian ini 0,3

mg/kgBB dan diberikan secara infiltrasi 15 menit sebelum insisi untuk melihat efek

analgetik preemptifnya. (Honarmand, 2012)

Onset ketamin yang diberikan secara infiltrasi subkutan 5-15 menit. Penelitian

yang sebelumnya oleh Safavi dkk (2011) menggunakan dosis infiltrasi subkutaneus

dengan dosis 2 mg/kgBB maupun dosis 1 mg/kgBB intravena yang diberikan kurang

lebih 15 menit sebelum operasi menghasilkan efek analgesi tambahan selama 24 jam

sesudah operasi dan tanpa adanya efek samping yang signifikan pada pasien-pasien

operasi kolesistektomi terbuka. Pada penelitian tersebut volume infiltrasi yang

diberikan sebanyak 20 cc dan juga menggunakan plasebo NaCl 0,9%. Penelitian oleh

Honarmand dkk, (2012) infiltrasi subkutan ketamin dosis rendah, dosis 0,5 mg/kgBB

dapat menekan nyeri setelah operasi appendiktomi dengan maintenance isofluran 1,2%,

morfin 0,1 mg/kgBB selama operasi dan didapatkan skor VAS yang lebih rendah pada

6 jam pasca bedah, pada penelitian itu tidak ditemukan efek samping dan

mengindikasikan bahwa reseptor NMDA dikulit dan subkutan yang memberikan efek

hiperalgesia pascabedah. (Honarmand, 2012)

Pada penelitian ini didapatkan bahwa bupivakain 0,25% yang diberikan secara

infiltrasi 15 menit sebelum insisi memiliki efek preemptif yang baik pada saat insisi

pertama.Hal ini dikarenakan sifat dari anestesi lokal itu sendiri yang menduduki

reseptor Na Channel disaraf perifer dan mencegah aksi potensial perjalanan nyeri.

Sedangkan ketamin membutuhkan waktu untuk terlepasnya sumbat magnesium pada

channel NMDA untuk menduduki reseptor NMDA sehingga aktivasi glutamat masih

terjadi. Aktivasi reseptor NMDA oleh glutamat meningkatkan konsentrasi kalsium

intraseluler pada neuron spinal dan mengaktifkan fosfolipase C (PLC). Peningkatan

konsentrasi kalsium intraseluler mengaktifkan fosfolipase A2 (PLA2), mengkatalisasi

konversi pospatidilkolin (PC) menjadi asam arakhidonat (AA) dan menginduksi

pembentukan prostaglandin. Ketiga reseptor glutamat AMPA (alphaamino-3-hydroxy-

5-methyl-4-isoxazolepropionic acid ), kainate dan NMDA telah dideteksi di nosiseptor.

Page 8: THE EFFECTS OF PREINCISIONAL INFILTRATION OF …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/945537d21379999c2ecc394167ba0e74.pdf · dapat mencegah sensitisasi sentral dari nosiseptor-nosiseptor

8

Reseptor ionotropic glutamat yaitu N-methyl-d-aspartate (NMDA), alpha-amino-3-

hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA) and kainate (KA) telah

ditemukan pada sekelompok akson sensoris yang tidak bermielin ataupun yang tidak

pada akson sensoris kulit normal. Data ini mengindikasikan bahwa sejumlah akson

sensoris mengandung reseptor glutamat ionotropic bertambah selama inflamasi dan

inilah faktor yang mempengaruhi sensitisasi perifer pada inflamasi.(Carlton dkk.,

1999) .

Glutamat ini akan mengaktivasi serabut C dan juga dapat dilepaskan diterminal

aferent perifer.(Stubaugh,1997) Glutamat merupakan neurotransmitter mayor pada

sistem saraf pusat yang sangat berperan pada transmisi nosiseptor perifer.Kerusakan

jaringan akibat pembedahan akan menyebabkan bertambahnya glutamat diiringi dengan

pertambahan banyaknya reseptor- reseptor NMDA dan non-NMDA diperifer dan

aktivasi glutamat terhadap NMDA akan dicegah oleh ketamin akan memberikan efek

analgetik preemptif dan memberikan efek analgetik pascabedah.

Pada saat insersi trokar dan insuflasi CO2, efek analgetik preemptif dari ketamin

tampak lebih baik dibandingkan bupivakain. Ditandai dengan TAR dan HR bupivakain

dan plasebo yang lebih tinggi dibandingkan ketamin. Perbedaannya dengan plasebo

bermakna secara statistik(p<0,05). Dimana masuknya trokar menyebabkan kerusakan

dinding peritoneum yang bisa memberikan nyeri viseral begitu juga dengan regangan

peritoneum akibat insuflasi CO2 memberikan rangsang viseral. Tekanan trokar dan

insuflasi CO2 kedalam cavum peritoneum bisa mempengaruhi sistem

hemodinamik.(Jackson, 1996.)

Kerusakan jaringan atau inflamasi menyebabkan sensasi nyeri. Inflamasi secara

langsung mensensitasi katekolamin.Infiltrasi ketamin preemptif pada daerah batas

yang dikehendaki untuk melakukan insisi bedah dapat menjadi metode yang berguna

dalam mencegah nyeri somatik dan nyeri viseral sesudah operasi pada beberapa

tindakan bedah, seperti kolesistektomi terbuka. (Tan dkk., 2007) Pada penelitian ini,

ditemukan nyeri bahu 2 orang pada kelompok plasebo, 1 orang pada kelompok

bupivakain dan tidak ada pada kelompok yang diberikan ketamin.

Hasil-hasil yang kami peroleh memperlihatkan bahwa terapi pre-insisional

menggunakan ketamin, suatu antagonis reseptor NMDA secara infiltrasi subkutaneus,

Page 9: THE EFFECTS OF PREINCISIONAL INFILTRATION OF …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/945537d21379999c2ecc394167ba0e74.pdf · dapat mencegah sensitisasi sentral dari nosiseptor-nosiseptor

9

ketamin dapat memberikan efek analgetik preemptif yang lebih baik pada saat insersi

trokar dan insuflasi CO2 dibandingkan bupivakain selama operasi. Dimana respon stres

terhadap nyeri akan menyebabkan terjadinya peningkatan katekolamin yang akan

bermanifestasi sebagai kenaikan tekanan arteri rerata.

Penilaian pada WRA pada ketiga kelompok ditemukan bermakna pada ketiga

kelompok dan ditemukan WRA lebih lama pada kelompok ketamin dibandingkan

kelompok bupivakain dan NaCl 0,9%. Dan bermakna secara statistik (p<0,05). Serupa

dengan penelitian yang dilakukan oleh Tan dkk (2007), Tverskoy dkk (1996), Javid dkk

(2012). Apakah efek tersebut dihasilkan akibat antagonisme dari resptor-reseptor

NMDA perifer, efek anestesi lokal, ataukah akibat efek ketamin lainnya yang belum

diketahui, masih belum dapat dipahami.Tujuan dari pemberian analgesia preemptif

adalah: pertama, untuk menghambat atau mengurangi perkembangan “memori”

stimulus nyeri pada sistem saraf pusat, dan kedua, untuk mengurangi kebutuhan

pemberian analgesik selanjutnya.(Safavi dkk.,2011) Pada penelitian ini waktu rescue

analgesia setelah infiltrasi preinsisi kemin rata-rata diatas 6 jam pascabedah dan pada

penelitian ini bermakna secara statistik. Perbandingan WRA antara ketiga kelompok

melalui uji oneway-anova test ditemukan perbedaan bermakna secara statistik

(p=0,000). WRA kelompok K (452,00±41,610), kelompok B (209,00±83,790) dan

kelompok P (97,00±31,328). Antagonis NMDA telah dibuktikan dapat menghambat

wind-up pertambahan neuron-neuron yang dihasilkan akibat stimulasi berdurasi

panjang dari serabut tipe C. Pada penelitian ini infiltrasi bupivakain memiliki WRA

dibawah 6 jam, seperti pada penelitian Biswas dkk (2003) menggunakan infiltrasi

preinsisi scalp dengan bupivakain dapat menunda kebutuhan dosis analgesia pertama

namun tidak memberikan efek yang bermakna terhadap nyeri pascacraniotomi dan

kebutuhan analgesia. Serupa juga dengan hasil penelitian oleh Vasan dkk (2002),

Adams dkk (1991).

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian ditemukan bupivakain memberikan efek analgetik preemptif

yang lebih baik pada saat insisi dibandingkan plasebo (p<0,05) dan ketamin (p>0,05)

dan ketamin memberikan efek analgetik preemptif yang baik pada saat insersi trokar

Page 10: THE EFFECTS OF PREINCISIONAL INFILTRATION OF …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/945537d21379999c2ecc394167ba0e74.pdf · dapat mencegah sensitisasi sentral dari nosiseptor-nosiseptor

10

dibandingkan plasebo (p<0,05) dan bupivakain (p>0,05), pada saat insuflasi, ketamin

memberikan efek analgetik preemptif yang lebih baik dibandingkan plasebo (p<0,05)

dan bupivakain (p<0,05). Efek analgetik preemptif pasca bedah untuk kelompok

ketamin ditemukan WRA yang paling lama (>6 jam) dan bermakna secara statistik

(p<0,05). Perlu adanya penelitian lebih lanjut yang meneliti efek analgesia preemtif

infiltrasi ketamin subkutan dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar atau

menggunakan variabel lain, misalnya biomarker inflamasi atau respon stres.

Page 11: THE EFFECTS OF PREINCISIONAL INFILTRATION OF …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/945537d21379999c2ecc394167ba0e74.pdf · dapat mencegah sensitisasi sentral dari nosiseptor-nosiseptor

11

DAFTAR PUSTAKA

Adams, W.J;Anramovic, J;Barraslought, B.H.(1991). Wound infiltration with 0,25% bupivacaine not effective for post operative analgesia after cholecystectomy. Aust N Z J Surg, 61(8):626-30.

Alexander, J.I. (1997). Pain after laparoscopy. Br J Anaesth, 79:369-378. Biswas, B.K;Bithal, P.K.(2003). Preincision 0.25% bupivacaine scalp infiltration and

postcraniotomy pain: a randomized double-blind, placebo-controlled study. J Neurosurg Anesthesiol.15(3):234-9.

Benitez, M.A;Salin, S;Martin, A;Gonzales.(2011). A strategy for conversion from subcutaneous to oral ketamine in cancer pain patients : Effect of a 1:1 ratio. J Pain Symptom manage, 41(6) :1098-105.

Carlton, S.M;Coggeshall, R.E.(1999). Inflammation-induced changes in peripheral glutamate receptor populations.Brain Res, 820:63–70.

Carlton, S.M;Hargett, G.L;Coggeshall, R.E.(1995). Localization and activation of glutamate receptors in unmyelinated axons of rat glabrous skin. Neurosci Lett, 197:25–8.

Cousins, M.J;Power, I;Smith G. (2000). Labat lecture:Pain-a persistent problem. Reg Anesth Pain Med, 25:6–21.

Hanibal, K;Galatius, H;Hansen, A;Obel, E;Eljersen, E.(1996). Preoperative wound infiltration with bupivacain reduces early and late opioid requirement after hysterectomy. Anaesth Analg, 83:376-81

Honarmand, A;Safavi, M.R;Karaky, H.(2012).Preinsisional administration of intravenous or subcutanteus infiltration low dose ketamin supresses post operative pain after appendictomy. J pain Res, 5:1-6.

Javid, M;Majijafari, M;Hajipour, A;Malewen, J;Khazaeipour. (2012). Evaluation of a low dose ketamin in post tonsilectomy pain relief : A randomized trial company intravenous and subcutaneous ketamin in pediatrics. Anesthesiology and pain medicine, 2:85-89.

Jackson, S.A;Laurence, A.S;Hill, J.C.(1996). Does postlaparoscopy pain relate to residual carbon dioxide? Anaesthesia, 51:485–7.

Morgan, C.J.A;Curran, H.V.(2012). Ketamin use. Clinical Health Psychology, University College London, London, vol 10, p 27-38.

Safavi, M;Honarmand,A;Nematollahy, Z.(2011).Preincisional analgesia with intravenous infiltration of ketamin reduces post operative pain in patients after open cholecystectomy : a randomized, double blind, placebo-controlled study. Pain Med, 12:1418-26.

Safavi, M. et al.(1979). Pentazocine and morphine. Br J Anaesth, 51:497–502. Stubhaug, A.(1997). A new method to evaluate central sensitizationto pain following

surgery. Effect of ketamine.Acta Anaesthiol Scand Suppl 110:154–5. Tan, P.H;Cheng, J.T;Kuo, C.H, et al. (2007). Preincisional subcutaneous infiltration of

ketamine suppresses postoperative pain after circumcision surgery. Clin J Pain, 23(3):214–8.

Page 12: THE EFFECTS OF PREINCISIONAL INFILTRATION OF …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/945537d21379999c2ecc394167ba0e74.pdf · dapat mencegah sensitisasi sentral dari nosiseptor-nosiseptor

12

Tverskoy M;Oren, M;Vaskovich, M;Dashkovsky, I;Kissin, I.(1996). Ketamin enhances lokal anesthetic and analgesic effects of bupivacaine by peripheral mechanism: a study in postoperative patients. Neurosci Lett, 215(1):5-8

Vasan, N.R;Stevensons;Ward, M. (2002). Preincisional bupivacaine in posttonsilectomy pain relief: a randomized prospectif study. Arch Otolaryngeal Head Neck Surg, 128(2):145-9.

Woolf, C.J;Chong, M.(1993).Preemptive analgesia-treatingpostoperative pain by preventing the establishment of central sensitization. Anesth Analg, 77:352–79.

Page 13: THE EFFECTS OF PREINCISIONAL INFILTRATION OF …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/945537d21379999c2ecc394167ba0e74.pdf · dapat mencegah sensitisasi sentral dari nosiseptor-nosiseptor

13

LAMPIRAN :

Tabel 1. Karakteristik sampel

Parameter Kelompok K (n = 15)

Kelompok B (n = 15)

Kelompok P (n = 15) P

Umur (tahun)1 38,13 ± 8,105 44,00 ± 11,097 44,27 ± 7,459 0,122

ASA PS (I/II)2 4 / 11 3 / 12 0 / 15 0,116 BMI (1/2/3/4/5)2 21,733 ± 1,495 21,553 ± 1,365 22,373 ± 1,369 0,258

Lama operasi (mnt)1 83,67 ± 24,602 85,73 ± 42,560 106,67 ± 47,044 0,219

Uji oneway-anova1, uji kruskal-wallis test2, p≤0,05 dinyatakan signifikan.

Tabel 2. Perbandingan TAR antara ketiga kelompok.

Variabel Kelompok K (n = 15)

Kelompok B (n = 15)

Kelompok P (n = 15) P

TAR0 87,27 ± 6,595 87,73 ± 7,196 87,60 ± 4,718 0,978 TAR1 84,13 ± 6,854 80,27 ± 4,131 85,20 ± 5,480 0,050 TAR2 78,67 ± 4,952 81,47 ± 5,397 82,40 ± 3,888 0,097 TAR3 76,87 ± 5,410 80,87 ± 5,755 81,87 ± 3,502 0,021

Uji oneway-anova test, p≤0,05 dinyatakan signifikan.

Tabel 3. Perbandingan HR antara ketiga kelompok.

Variabel Kelompok K (n = 15)

Kelompok B (n = 15)

Kelompok P (n = 15) P

HR0 78,40 ± 7,169 78,47 ± 5,553 78,33 ± 3,830 0,998

HR1 77,93 ± 7,488 73,07 ± 3,555 77,67 ± 3,288 0,021 HR2 71,87 ± 3,523 74,40 ± 7,434 77,60 ± 4,171 0,019 HR3 72,87 ± 4,673 76,07 ± 3,283 78,60 ± 5,717 0,007

Uji oneway-anova test, p≤0,05 dinyatakan signifikan.

Tabel 4. Perbandingan WRA antara ketiga kelompok.

Variabel Kelompok K (n = 15)

Kelompok B (n = 15)

Kelompok P (n = 15) P

WRA 452,00 ± 41,610 209,00 ± 83,790 97,00 ± 31,328 0,000 Uji oneway-anova test, p≤0,05 dinyatakan signifikan.

Page 14: THE EFFECTS OF PREINCISIONAL INFILTRATION OF …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/945537d21379999c2ecc394167ba0e74.pdf · dapat mencegah sensitisasi sentral dari nosiseptor-nosiseptor

14