1 PENGARUH INFILTRASI PREINSISI KETAMIN 0,3 MG/KGBB DENGAN BUPIVAKAIN 0,25% TERHADAP RESPON HEMODINAMIK DAN WRA PADA PROSEDUR PEMBEDAHAN LAPAROSKOPI THE EFFECTS OF PREINCISIONAL INFILTRATION OF KETAMINE 0,3 MG/KGBB VERSUS BUPIVACAINE 0,25% ON HEMODYNAMIC RESPONSES AND TIME TO RESCUE ANALGESIA IN LAPAROSCOPIC SURGERY Lismasari, 1 Muhammad Ramli, 1 A.Husni Tanra, 1 Burhanuddin Bahar 2 1 Bagian Anestesiologi, Perawatan Intensif dan Manajemen Nyeri, FakultasKedokteran,Universitas Hasanuddin, Makassar 2 Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar Alamat korespondensi: dr.Lismasari Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP: 082189183067 Email: [email protected]
14
Embed
THE EFFECTS OF PREINCISIONAL INFILTRATION OF …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/945537d21379999c2ecc394167ba0e74.pdf · dapat mencegah sensitisasi sentral dari nosiseptor-nosiseptor
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
PENGARUH INFILTRASI PREINSISI KETAMIN 0,3 MG/KGBB DENGAN BUPIVAKAIN 0,25% TERHADAP RESPON HEMODINAMIK
DAN WRA PADA PROSEDUR PEMBEDAHAN LAPAROSKOPI
THE EFFECTS OF PREINCISIONAL INFILTRATION OF KETAMINE 0,3 MG/KGBB VERSUS BUPIVACAINE 0,25% ON HEMODYNAMIC
RESPONSES AND TIME TO RESCUE ANALGESIA IN LAPAROSCOPIC SURGERY
1Bagian Anestesiologi, Perawatan Intensif dan Manajemen Nyeri, FakultasKedokteran,Universitas Hasanuddin, Makassar
2Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar
Alamat korespondensi: dr.Lismasari Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP: 082189183067 Email: [email protected]
2
Abstrak
Nyeri pascabedah setelah prosedur laparoskopi sering dikeluhkan. Anestesi infiltrasi (subkutan) menggunakan anestesi lokal dan ketamin merupakan salah satu metode penanganan nyeri pascabedah yang memberikan efek analgesia preemptif. Penelitian ini bertujuan membandingkan efek analgesia preemptif dari infiltrasi preinsisi menggunakan ketamin dan bupivakain pada saat insisi, insersi trokar dan insuflasi CO2 selama operasi dan membandingkan waktu rescue analgesia pascabedah antara ketamin dan bupivakain pada operasi bedah laparoskopi.Penelitian eksperimental ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal, yang mengikutsertakan 45 pasien yang menjalani prosedur bedah laparoskopi dengan anestesi GETA dengan status fisik ASA 1-2, berusia 18-55 tahun. dibagi menjadi 3 kelompok. Pasien yang memenuhi kriteria penelitian dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok K (n=15) mendapatkan infiltrasi 15 menit preinsisi dengan ketamin 0,3 mg/kgBB dan kelompok B (n=15) mendapatkan infiltrasi 15 menit preinsisi dengan bupivakain 0,25% dan kelompok P (n=15) mendapatkan infiltrasi perinsisi dengan NaCl 0,9%. Masing-masing kelompok diberikan volume infiltrasi 20 cc. Sebelum dilakukan premedikasi dilakukan pencatatan tanda vital sebagai T0. Dilakukan prosedur anestesi GETA sebelum dilakukan infiltrasi. TAR dan HR diukur pada saat insisi (T1), pada saat insersi trokar(T2), pada saat insuflasi(T3). Dilakukan pengukuran WRA (waktu rescue analgesia) mulai dilakukan setelah operasi sampai dengan pasien merasakan sensasi nyeri dengan VAS ≥ 4 yang dinyatakan dalam hitungan menit. Masing-masing variabel dianalisis dan diperbandingkan menggunakan uji statsitik yang sesuai. Tingkat kepercayaan 95% dengan kemaknaan p<0,05. Hasil penelitian ditemukan bupivakain memberikan efek analgetik preemptif yang lebih baik pada saat insisi dibandingkan plasebo (p<0,05) dan ketamin (p>0,05) dan ketamin memberikan efek analgetik preemptif yang baik pada saat insersi trokar dibandingkan plasebo (p<0,05) dan bupivakain (p>0,05), pada saat insuflasi, ketamin memberikan efek analgetik preemptif yang lebih baik dibandingkan plasebo (p<0,05) dan bupivakain (p<0,05). Efek analgetik preemptif pasca bedah untuk kelompok ketamin ditemukan WRA yang paling lama (>6 jam) dan bermakna secara statistik (p<0,05).
Abstract: Infiltration anaesthesia (subcutaneus) using local anaesthesia and ketamine is one of the methods to overcome pain post operation to provide a preemptive analgesic effect. The study therefore aims to compare preemptive analgesia effect of pre-incision, trocar insertion, dan CO2 insuflation while in the operation between the two post laparoscopic surgeries. This experimental study is a clinical randomised sigleblind experiment involving 45 patient of laparoscopic surgery with GETA anaesthesia with physical status ASA 1-2, aged 18 to 55 years divided into 3 groups fulfilling the study: (n=15) 15 minute pre-incision infiltration with ketamine 0,3 mg/kgBW, B group (n=15) 15 minute preincision infiltration with bupivacaine 0,25% and P group (n=15) preincision infiltration with NaCl 0,9%, each group 20 cc infiltration. Average basal arterial pressure (TAR0) and basal heart rate(HR0) were taken before premedication of midazolam 0,001 mg/kgBB and fentanyl 2 mcg/kgBW. After incision location had been identified, 15 minutes pre-incision infiltration was performed to each group under general anaesthesia. TAR and HR were measured during incision (TAR 1 dan HR1), trocar insertion(TAR2 dan HR2) and insufflation CO2(TAR3 dan HR3). After surgery, ART (analgesia rescue time) measurement was performed beginning from post operation until the patient started to feel painful sensation by means of VAS >4 taken in minute. Every variable was analysed and compared to each other with suitable statistical measure of 95% reliability and level of significance p<0,05. The study proves that bupivacaine provides better pre-emptive analgesic effect during incision compared to placebo(p<0,05) and ketamine (p>0,05). Ketamine provides better pre-emptive analgesic effect in trocar insertion compared to placebo (p<0,05) dan bupivacaine (p>0,05). The preemptive analgesic effect post operation for the ketamine group indicates the longest Analgesia Rescue Time(> 6 hours) and statistically significant (p<0,05). Keywords : pre-incision infiltration, ketamine, bupivacaine, prteemptive analgesic, laparoscopic surgery.
3
PENDAHULUAN
Salah satu faktor penting dalam pemulihan pasien adalah analgesia sesudah
operasi. Analgesia yang efektif dapat menurunkan komplikasi sesudah operasi.
Pelepasan enzim proteolitik dan mediator-mediator inflamasi setelah tindakan operasi
menghasilkan impuls nosiseptif yang kuat dan memicu nyeri. (Safavi dkk., 2011)
Pembedahan laparoskopi dengan menggunakan endoskopi untuk melihat secara
langsung intraabdominal dengan melakukan insuflasi gas atau cairan lain kedalam
intraabdominal. Meskipun bedah laparoskopi dibandingkan dengan prosedur open
lebih kurang trauma pembedahannya dan lebih pendek waktu penyembuhan lukanya,
nyeri pascabedah setelah prosedur laparoskopi sering dikeluhkan. Penggunaan anestesi
lokal untuk penanganan nyeri pascabedah merupakan metode yang menarik dimana
dapat memberikan kontrol nyeri yang baik dan meminimalkan kebutuhan opioid.Nyeri
pascabedah biasanya dirasakan diperut bagian atas, perut bagian bawah dan punggung
atau bahu. Paling banyak diperut bagian atas dengan intensitas nyeri terbesar setelah
operasi. Nyeri bisa bersifat sementara dan bisa menetap selama tiga hari.(Alexander,
1997)
Setiap pembedahan akan menimbulkan konsekuensi nyeri yang bersifat bifasik,
berupa nyeri yang ditimbulkan oleh kerusakan jaringan itu sendiri, dan yang timbul
akibat respon inflamasi dari trauma jaringan. Pengelolaan nyeri pascabedah akan
menjadi optimal jika kedua proses tersebut dapat dihambat. Pada literatur terdapat
kontroversi terkait penggunaan ketamin sebagai penanganan nyeri pascabedah.
Fenomena yang paling penting dalam proses transmisi nyeri inflamasi adalah sensitisasi
medula spinalis melalui peranan aktif dari asam amino glutamat dan aspartat pada
konversi pospatidilkolin (PC) menjadi asam arakhidonat (AA) dan menginduksi
pembentukan prostaglandin. Ketiga reseptor glutamat AMPA (alphaamino-3-hydroxy-
5-methyl-4-isoxazolepropionic acid ), kainate dan NMDA telah dideteksi di nosiseptor.
8
Reseptor ionotropic glutamat yaitu N-methyl-d-aspartate (NMDA), alpha-amino-3-
hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA) and kainate (KA) telah
ditemukan pada sekelompok akson sensoris yang tidak bermielin ataupun yang tidak
pada akson sensoris kulit normal. Data ini mengindikasikan bahwa sejumlah akson
sensoris mengandung reseptor glutamat ionotropic bertambah selama inflamasi dan
inilah faktor yang mempengaruhi sensitisasi perifer pada inflamasi.(Carlton dkk.,
1999) .
Glutamat ini akan mengaktivasi serabut C dan juga dapat dilepaskan diterminal
aferent perifer.(Stubaugh,1997) Glutamat merupakan neurotransmitter mayor pada
sistem saraf pusat yang sangat berperan pada transmisi nosiseptor perifer.Kerusakan
jaringan akibat pembedahan akan menyebabkan bertambahnya glutamat diiringi dengan
pertambahan banyaknya reseptor- reseptor NMDA dan non-NMDA diperifer dan
aktivasi glutamat terhadap NMDA akan dicegah oleh ketamin akan memberikan efek
analgetik preemptif dan memberikan efek analgetik pascabedah.
Pada saat insersi trokar dan insuflasi CO2, efek analgetik preemptif dari ketamin
tampak lebih baik dibandingkan bupivakain. Ditandai dengan TAR dan HR bupivakain
dan plasebo yang lebih tinggi dibandingkan ketamin. Perbedaannya dengan plasebo
bermakna secara statistik(p<0,05). Dimana masuknya trokar menyebabkan kerusakan
dinding peritoneum yang bisa memberikan nyeri viseral begitu juga dengan regangan
peritoneum akibat insuflasi CO2 memberikan rangsang viseral. Tekanan trokar dan
insuflasi CO2 kedalam cavum peritoneum bisa mempengaruhi sistem
hemodinamik.(Jackson, 1996.)
Kerusakan jaringan atau inflamasi menyebabkan sensasi nyeri. Inflamasi secara
langsung mensensitasi katekolamin.Infiltrasi ketamin preemptif pada daerah batas
yang dikehendaki untuk melakukan insisi bedah dapat menjadi metode yang berguna
dalam mencegah nyeri somatik dan nyeri viseral sesudah operasi pada beberapa
tindakan bedah, seperti kolesistektomi terbuka. (Tan dkk., 2007) Pada penelitian ini,
ditemukan nyeri bahu 2 orang pada kelompok plasebo, 1 orang pada kelompok
bupivakain dan tidak ada pada kelompok yang diberikan ketamin.
Hasil-hasil yang kami peroleh memperlihatkan bahwa terapi pre-insisional
menggunakan ketamin, suatu antagonis reseptor NMDA secara infiltrasi subkutaneus,
9
ketamin dapat memberikan efek analgetik preemptif yang lebih baik pada saat insersi
trokar dan insuflasi CO2 dibandingkan bupivakain selama operasi. Dimana respon stres
terhadap nyeri akan menyebabkan terjadinya peningkatan katekolamin yang akan
bermanifestasi sebagai kenaikan tekanan arteri rerata.
Penilaian pada WRA pada ketiga kelompok ditemukan bermakna pada ketiga
kelompok dan ditemukan WRA lebih lama pada kelompok ketamin dibandingkan
kelompok bupivakain dan NaCl 0,9%. Dan bermakna secara statistik (p<0,05). Serupa
dengan penelitian yang dilakukan oleh Tan dkk (2007), Tverskoy dkk (1996), Javid dkk
(2012). Apakah efek tersebut dihasilkan akibat antagonisme dari resptor-reseptor
NMDA perifer, efek anestesi lokal, ataukah akibat efek ketamin lainnya yang belum
diketahui, masih belum dapat dipahami.Tujuan dari pemberian analgesia preemptif
adalah: pertama, untuk menghambat atau mengurangi perkembangan “memori”
stimulus nyeri pada sistem saraf pusat, dan kedua, untuk mengurangi kebutuhan
pemberian analgesik selanjutnya.(Safavi dkk.,2011) Pada penelitian ini waktu rescue
analgesia setelah infiltrasi preinsisi kemin rata-rata diatas 6 jam pascabedah dan pada
penelitian ini bermakna secara statistik. Perbandingan WRA antara ketiga kelompok
melalui uji oneway-anova test ditemukan perbedaan bermakna secara statistik
(p=0,000). WRA kelompok K (452,00±41,610), kelompok B (209,00±83,790) dan
kelompok P (97,00±31,328). Antagonis NMDA telah dibuktikan dapat menghambat
wind-up pertambahan neuron-neuron yang dihasilkan akibat stimulasi berdurasi
panjang dari serabut tipe C. Pada penelitian ini infiltrasi bupivakain memiliki WRA
dibawah 6 jam, seperti pada penelitian Biswas dkk (2003) menggunakan infiltrasi
preinsisi scalp dengan bupivakain dapat menunda kebutuhan dosis analgesia pertama
namun tidak memberikan efek yang bermakna terhadap nyeri pascacraniotomi dan
kebutuhan analgesia. Serupa juga dengan hasil penelitian oleh Vasan dkk (2002),
Adams dkk (1991).
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian ditemukan bupivakain memberikan efek analgetik preemptif
yang lebih baik pada saat insisi dibandingkan plasebo (p<0,05) dan ketamin (p>0,05)
dan ketamin memberikan efek analgetik preemptif yang baik pada saat insersi trokar
10
dibandingkan plasebo (p<0,05) dan bupivakain (p>0,05), pada saat insuflasi, ketamin
memberikan efek analgetik preemptif yang lebih baik dibandingkan plasebo (p<0,05)
dan bupivakain (p<0,05). Efek analgetik preemptif pasca bedah untuk kelompok
ketamin ditemukan WRA yang paling lama (>6 jam) dan bermakna secara statistik
(p<0,05). Perlu adanya penelitian lebih lanjut yang meneliti efek analgesia preemtif
infiltrasi ketamin subkutan dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar atau
menggunakan variabel lain, misalnya biomarker inflamasi atau respon stres.
11
DAFTAR PUSTAKA
Adams, W.J;Anramovic, J;Barraslought, B.H.(1991). Wound infiltration with 0,25% bupivacaine not effective for post operative analgesia after cholecystectomy. Aust N Z J Surg, 61(8):626-30.
Alexander, J.I. (1997). Pain after laparoscopy. Br J Anaesth, 79:369-378. Biswas, B.K;Bithal, P.K.(2003). Preincision 0.25% bupivacaine scalp infiltration and
postcraniotomy pain: a randomized double-blind, placebo-controlled study. J Neurosurg Anesthesiol.15(3):234-9.
Benitez, M.A;Salin, S;Martin, A;Gonzales.(2011). A strategy for conversion from subcutaneous to oral ketamine in cancer pain patients : Effect of a 1:1 ratio. J Pain Symptom manage, 41(6) :1098-105.
Carlton, S.M;Hargett, G.L;Coggeshall, R.E.(1995). Localization and activation of glutamate receptors in unmyelinated axons of rat glabrous skin. Neurosci Lett, 197:25–8.
Hanibal, K;Galatius, H;Hansen, A;Obel, E;Eljersen, E.(1996). Preoperative wound infiltration with bupivacain reduces early and late opioid requirement after hysterectomy. Anaesth Analg, 83:376-81
Honarmand, A;Safavi, M.R;Karaky, H.(2012).Preinsisional administration of intravenous or subcutanteus infiltration low dose ketamin supresses post operative pain after appendictomy. J pain Res, 5:1-6.
Javid, M;Majijafari, M;Hajipour, A;Malewen, J;Khazaeipour. (2012). Evaluation of a low dose ketamin in post tonsilectomy pain relief : A randomized trial company intravenous and subcutaneous ketamin in pediatrics. Anesthesiology and pain medicine, 2:85-89.
Jackson, S.A;Laurence, A.S;Hill, J.C.(1996). Does postlaparoscopy pain relate to residual carbon dioxide? Anaesthesia, 51:485–7.
Morgan, C.J.A;Curran, H.V.(2012). Ketamin use. Clinical Health Psychology, University College London, London, vol 10, p 27-38.
Safavi, M;Honarmand,A;Nematollahy, Z.(2011).Preincisional analgesia with intravenous infiltration of ketamin reduces post operative pain in patients after open cholecystectomy : a randomized, double blind, placebo-controlled study. Pain Med, 12:1418-26.
Safavi, M. et al.(1979). Pentazocine and morphine. Br J Anaesth, 51:497–502. Stubhaug, A.(1997). A new method to evaluate central sensitizationto pain following
surgery. Effect of ketamine.Acta Anaesthiol Scand Suppl 110:154–5. Tan, P.H;Cheng, J.T;Kuo, C.H, et al. (2007). Preincisional subcutaneous infiltration of
Tverskoy M;Oren, M;Vaskovich, M;Dashkovsky, I;Kissin, I.(1996). Ketamin enhances lokal anesthetic and analgesic effects of bupivacaine by peripheral mechanism: a study in postoperative patients. Neurosci Lett, 215(1):5-8
Vasan, N.R;Stevensons;Ward, M. (2002). Preincisional bupivacaine in posttonsilectomy pain relief: a randomized prospectif study. Arch Otolaryngeal Head Neck Surg, 128(2):145-9.
Woolf, C.J;Chong, M.(1993).Preemptive analgesia-treatingpostoperative pain by preventing the establishment of central sensitization. Anesth Analg, 77:352–79.