0 KARYA AKHIR AKURASI DIAGNOSTIK PROKALSITONIN SEBAGAI PENANDA SEROLOGIS UNTUK MEMBEDAKAN ANTARASEPSIS BAKTERIAL DAN VIRUS THE ACCURACY OF THE PROCALCITONIN DIAGNOSE AS THE SEROLOGICAL MARKER TO DIFFERENTIATE BACTERIAL SEPSIS FROM VIRUSES A. MUH. FARID WAHYUDDIN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 (Sp.1) PROGRAM STUDI ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
80
Embed
THE ACCURACY OF THE PROCALCITONIN DIAGNOSE AS THE ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
0
KARYA AKHIR
AKURASI DIAGNOSTIK PROKALSITONIN SEBAGAI PENANDA SEROLOGIS UNTUK MEMBEDAKAN
ANTARASEPSIS BAKTERIAL DAN VIRUS
THE ACCURACY OF THE PROCALCITONIN DIAGNOSE AS THE SEROLOGICAL MARKER TO DIFFERENTIATE
BACTERIAL SEPSIS FROM VIRUSES
A. MUH. FARID WAHYUDDIN
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 (Sp.1)
PROGRAM STUDI ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
AKURASI DIAGNOSTIK PROKALSITONIN SEBAGAI PENANDA SEROLOGIS UNTUK MEMBEDAKAN
ANTARA SEPSIS BAKTERIAL DAN VIRUS
KARYA AKHIR
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Spesialis
Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif
Pendidikan Dokter Spesialis-1 (Sp.1)
Disusun dan diajukan oleh
A. MUH. FARID WAHYUDDIN
Kepada
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 (Sp.1)
PROGRAM STUDI ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : A. Muh. Farid Wahyuddin No. Pokok : C113212104 Program Studi : Anestesiologi dan Terapi Intensif Konsentrasi : Program Pendidikan Dokter Spesialis-1
FK. UNHAS
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, dan bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan
karya akhirini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.
Makassar, Desember 2017
Yang menyatakan,
A. Muh. Farid Wahyuddin
v
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmatNya sehingga
tugas akhir ini dapat saya selesaikan, tentunya dengan bantuan semua
pihak dalam hal dukungan moril maupun materil, sehingga tugas akhir ini
dapat diselesaikan, ucapan terima kasoh kepada semua pihak yang turut
membantu.
Terima kasih kepada kedua orang tua saya A. Wahyuddin dan A. Ariani
yang selalu menyertakan nama saya disetiap doanya, selalu mendoakan
dan memberikan dukungan, membantu dengan segenap hati, mendorong
untuk terus berkembang dan selalu berkorban apapun untuk kesuksesan
anaknya, semoga kelak suatu saan saya bias membalas ketulusan hati
kedua orang tua saya.
Terima kasih kepada kedua adik saya Reza dan Amaliah atas bantuan
dan dukungannya untuk menyelesaikan pendidikan saya.
Terima kasih kepada pembimbing saya Dr.dr. Syafri K. Arif, Sp.An-KIC-
KAKV, Dr. Abdul Wahab, Sp.An, Dr.dr. A. Muh. Takdir Musba, Sp.An-
KMN, Prof. Dr.dr. Muh. Ramli Ahmad, Sp.An-KAP-KMN, dr. Syafruddin
Gaus, Ph.D, Sp.An-KMN-KNA dan Dr. dr. Ilham Jaya Patellongi, M. Kes.
yang telah membimbing saya dalam penyusunan karya akhir ini hingga
menjadi hasil yang layak dibaca.
Terima kasih kepada dr. Abd. Wahab, Sp.An sebagai pembimbing
akademik saya yang telah telah memberikan dukungan dan semangat
untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
Kepada semua pihak yang membantu dalam proses penelitian, rekan
sejawat residen anestesi, teman-teman perawat, dan lain-lain tidak bias
saya sebutkan satu persatu, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya atas segala kontribusi sebelum, selama dan setelah penelitian
ini, semoga Allah SWT senantiasa membalas kebaikan kita semua.
Aamiin.
Makassar, Desember 2017
A. Muh. Farid Wahyuddin
vi
vii
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................... i
HALAMAN PENGAJUAN ................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA AKHIR ..................................... iv
PRAKATA ....................................................................................... v
ABSTRAK ....................................................................................... vi
ABSTRACT ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xii
DAFTAR GRAFIK ........................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xvi
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................... 5
C. Hipotesa .................................................................... 5
D. Tujuan Penelitian ...................................................... 6
E. Manfaat Penelitian .................................................... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................... 8
A. Sepsis ....................................................................... 8
Tabel 10. Deskriptif prokalsitonin pasien sepsis jenis bakterial dan virus 48
Tabel 11. Kadar ambang terbaik prokalsitonin untuk membedakan sepsis bakterial dengan sepsis virus .......................................... 50
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Gambar 1. Respon Inflamasi Pada Sepsis ................................... 12
Gambar 2. Regulasi sel TH oleh TLRs pada APC ........................ 15
Gambar 3. Pembentukan Trombus dan Kerusakan Endotel pada Sepsis 16
Gambar 4. Imunopatogenesis Sepsis ........................................... 17
Gambar 5. Kriteria Klinis Sepsis, Konsensus Internasional Ketiga tahun 2016 ............................................................................ 20
Gambar 6. Studi ProHOSP ........................................................... 28
Gambar 7. Cut off point prokalsitonin untuk diagnosis sepsis ...... 29
Gambar 8. Kerangka Teori .......................................................... 30
Gambar 9. Kerangka Konsep ...................................................... 31
Gambar 10. Alur Penelitian ............................................................ 36
xiii
DAFTAR GRAFIK
Nomor Halaman
Grafik 1. Perbandingan kadar prokalsitonin pasien sepsis jenis virus dan bakterial ............................................................... 48
Grafik 2. Kurva ROC akurasi diagnostik kadar prokalsitonin ..... 49
xiv
DAFTAR SINGKATAN
ICU : Intensive Care Unit
IC : Infection Center
CRP : C-reactive protein
PCT : Prokalsitonin
ACCP : American College of Chest Physicians
SCCM : the Society of Critical Care Medicine
SIRS : Systemic inflammatory Response Syndrome
SOFA : Sequential Organ Failure Assessment
PRRs : Pattern Recognition Receptors
PAMPs : Pathogen Associated Molecular Patterns
DAMPs : Danger Associated Molecular Patterns
TLR : Toll Like Receptors
LPS : Lipopolysacharides
LTA : Lipoteichoic acid
TNF : Transcription Nuclear Factor
INF : Interferon
LBP : Lipopolysacharides - binding protein
NK : Natural Killer
IL : interleukin
MHC : major histocompatibility
APC : Antigen Presenting Cells
PG : Peptidoglikan
xv
ICAM : Intercelluler Adhesion Molecule
PAI : Plasminogen Activator Inhibitor
t-PA : tissue- type plasminogen activator
CSF : Colony stimulating factor
G-CSF : Granulocyte Colony – Stimulatory factor
MOF : Multiple Organ Failure
AUC : Area Under the Curve
ROC : Receiver Operating Characteristic
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Rekomendasi Persetujuan Etik
Lampiran 2. Lampiran SPSS Hasil Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sepsis, merupakan sebuah akibat dari abnormalitas fisiologi,
patologis dan biokimia yang disebabkan oleh karena infeksi, sepsis
merupakan sebuah masalah kesehatan masyarakat yang utama,
memerlukan biaya lebih dari $20 milyar (5,2 %) dari seluruh anggaran
biaya rumah sakit di Amerika Serikat pada tahun 2011. Lebih lanjut
terdapat peningkatan kesadaran bahwa pasien-pasien yang bertahan
hidup dari sepsis biasanya akan mengalami ketidakmampuan fisik,
psikologis dan kognitif jangka panjang dengan perawatan kesehatan dan
implikasi sosial yang signifikan (Singer et al., 2016; Torio & Andrews,
2011; Iwashyna et al., 2012).
Penanganan sepsis dan syok sepsis yang baik diharapkan dapat
menurunkan angka mortalitasnya, tentunya harus didahului diagnosis
yang tepat. Penanganan sepsis harus sekuat mungkin, karena Aliansi
Sepsis Global mencatat, tiap 3 denyut jantung, satu nyawa terenggut oleh
sepsis. Menjadi tugas dan pilihan kitabersama untuk lebih cepat, lebih
tinggi dan lebih kuat daripada sepsis (Sunarmiasih, 2013; Wibowo, 2013).
Insiden sepsis mengalami peningkatan, yang mungkin
mencerminkan populasi yang semakin bertambah tua dengan
komorbiditas, pengenalan yang lebih baik akan sepsis,dan penggantian
2
pengkodean yang lebih baik pada beberapa negara.Insidens sepsis di
dunia diperkirakan 1,8 juta kasus/tahun, 25-38% diantaranya
membutuhkan perawatan di lCU dan mortalitas 1.400 kasus/hari. Insiden
di Eropa sekitar 90,4 kasus/100.000 penduduk/tahun dan mortalitas 28-
50% (Iwashyna et al., 2012; Gaieski et al., 2013; Dellinger et al., 2012;
Rhee et al., 2014; Irwan, 2012).
Di Indonesia belum didapatkan data yang akurat tentang sepsis.
Insiden sepsis di beberapa rumah sakit rujukan berkisar 15-37,2%,
sedangkan mortalitas 37-80%. Di RS Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta
dilaporkan insiden sepsis 25% dengan angka mortalitas 77,3%. Di RS Dr.
Sardjito Yogyakarta, jumlah kasus sepsis menunjukkan variasi dari tahun
ke tahun, rerata jumlah kasus 3 tahun terakhir kurang lebih 275 pertahun
(25,8%) dan angka mortalitas 72,9% (Irwan, 2012; Rajab, 2012).
Sebelum ditemukannya antibiotik, sepsis didefenisikan sebagai
sindrom klinik yang disertai dengan adanya bakteri dalam darah.Sesudah
era antibiotik banyak ditemukan tidak adanya bakteri dalam darah
sehingga defenisi sepsis berubah. Muncul pendapat baru bahwa sepsis
disebabkan oleh endotoksin dan eksotoksin yang dapat secara langsung
menyebabkan sepsis sehingga perubahan kadar endotoksin dan
eksotoksin berhubungan dengan derajat sepsis (Dellinger et al., 2012).
Sepsis dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur.Namun yang
menjadi penyebab terbesar adalah bakteri. Angka kesakitan dan kematian
sepsis bakterialis yang cukup tinggi membuat sepsis merupakan 2%
3
penyakit penyebab pasien masuk rumah sakit, dimana sekitar 9% pasien
sepsis memburuk menjadi sepsis berat dan 3% pasien sepsis berat
menjadi syok sepsis dan yang menyebabkan 10% kasus di Intensive care
unit (ICU). Penyakit ini menjadi penyebab kematian kedua non coroner di
ICU dan penyebab kematian kesepuluh di Amerika Serikat (Schlichting &
McCollam, 2007; Russel, 2006).
Diagnosis dan evaluasi sepsis dipersulit dengan parameter klinis
yang sangat beragam dan tidak spesifik.Padahal diagnosis dan stratifikasi
dini sepsis dan derajat keparahannya sangat penting untuk memulai terapi
antimikroba agar dapat menurunkan mortalitas.
Diagnosis dini dan pengobatan sepsis yang tidak ditunda-tunda
dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas. Diagnosis awal sepsis
sebelum didapatkan hasil kultur menjadikan pemberian antibiotik empiris
sangat penting untuk dapat menurunkan mortalitas pasien. Namun
ketersediaan penanda diagnosis infeksi bakteri dan non bakteri masih
belum memuaskan. Penanda yang ideal haruslah memiliki nilai
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, mudah dikerjakan, tidak mahal,
dan berhubungan dengan berat ringannya penyakit dan prognosis. Kultur
darah sebagai baku emas standar dalam diagnosis sepsis bakterialis
memiliki banyak kekurangan diantaranya memerlukan waktu pemeriksaan
yang lama, biaya mahal dan belum tersedia di semua rumah sakit.
Untuk membantu diagnosis sepsis sering digunakan penanda
diagnosis seperti C-reactive protein (CRP) dan prokalsitonin (PCT) sesuai
4
dengan rekomendasi dari American College of Chest Physicians (ACCP)
dan the Society of Critical Care Medicine (SCCM) Consensus Conference
tahun 1991. Purba D tahun 2010 di Medan meneliti prokalsitonin sebagai
penanda sepsis (Purba, 2010).
Prokalsitonin memiliki akurasi yang cukup baik sebagai penanda
diagnosis sepsis, tetapi seringkali hasil tes diagnostik prokalsitonin tidak
sesuai dengan hasil kultur sebagai baku emas sepsis. Gejala klinis sepsis
muncul sedangkan hasil kultur negatif atau sebaliknya. Assicot, 1993 pada
penelitiannya yang berjudulHigh serum Procalcitonin concentrate and
infection, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kenaikan
konsentrasi prokalsitonin sebanding dengan tingkat keparahan invasi
mikroba (Assicot et al., 1993).
Khoshdell et al (2008), meneliti tentang sensitivitas dan spesifitas
prokalsitonin pada diagnosis sepsis neonatorum, pada penelitian tersebut
didapatkan bahwa sensitifitas dan spesifitas prokalsitonin 87,5% dan
87,4% pada sepsis neonatorum setelah dilakukan uji diagnostik
prokalsitonin pada bayi dengan suspek sepsis di rumah sakit Shahrekord,
Iran.Chris dkk tahun 2008 melakukan studi kohort dengan hasil penelitian
menunjukkan pemberian terapi antibiotik yang sesuai akan menurunkan
kadar prokalsitonin pada sepsis tetapi pemberian antibiotik yang tidak
sesuai, termasuk diantaranya pemberian antibiotik maupun pengobatan
yang tidak dilanjutkan akan menaikkan kadarnya (Crain et al.,
2004).Frisca (2012), meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan
5
dengan hasil tes prokalsitonin pada sepsis di RSUP Kariadi Semarang
dengan hasil menunjukkan bahwa hasil kultur darah memiliki hubungan
yang bermakna dengan hasil prokalsitonin menurut kriteria yang
digunakan (Frisca, 2012).Saat ini belum ada yang meneliti tentang
sejauhmana akurasi prokalsitonin untuk membedakan antara sepsis yang
disebabkan oleh bakteri dan non bakteri khususnya virus. Dari Uraian
diatas, peneliti ingin meneliti akurasi diagnostik prokalsitonin sebagai
penanda serologis untuk membedakan sepsis bakteri dan virus, serta
mencari titik potong kadar prokalsitonin yang membedakan kedua sepsis
tersebut, sehingga menjadi dasar dalam diagnostik dan pemberian terapi
pada sepsis lebih awal.
B. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang penelitian diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah prokalsitonin
memiliki akurasidiagnostik yang baik sebagai penanda serologis untuk
membedakan antara sepsis bakterial dan virus pada pasien yang dirawat
di Intensive Care Unit (ICU) dan Infection Center (IC) RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo.
C. Hipotesa
Prokalsitonin memiliki akurasi diagnostik yang tinggisebagai
penanda serologis untuk membedakan antara sepsis bakterial dan virus
6
pada pasien yang dirawat di ICU dan IC RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo.
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui akurasi diagnostik prokalsitonin sebagai penanda
serologisuntuk membedakan antara sepsis bakterial dan virus pada
pasien yang dirawat di ICU dan IC RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.
2. Tujuan Khusus
a. Menilai sensitivitas dan spesifisitaskadar prokalsitonin pada pasien
sepsis sebagai penanda serologis untuk membedakan antara
sepsis bakterial dan virus.
b. Menilai akurasi kadar prokalsitonin pada pasien sepsis sebagai
penanda serologis untuk membedakan antara sepsis bakterial dan
virus.
c. Menentukan nilai titik potong yang optimal (cut off value) dari kadar
prokalsitonin pada pasien sepsis sebagai penanda serologis untuk
membedakan antara sepsis bakterial dan virus.
E. Manfaat Penelitian
1. Meningkatkan pengetahuan tentang sepsis, khususnya tentang
prokalsitonin sebagai diagnostik serologis pada pasien sepsis.
7
2. Dengan mengetahui bahwa kadar prokalsitonin dapat digunakan
sebagai penanda untuk membedakan antara sepsis bakteri dan virus
maka diagnosis dan penatalaksanaan sepsis dapat menjadi lebih
cepat dan tepat serta penggunaan antibiotik dapat lebih bijaksana.
3. Memberi data awal kepada kita tentang kadar prokalsitonin sebagai
penanda diagnostik serologis untuk membedakan sepsis bakterial dan
virus di ICU dan IC RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sepsis
1. Defenisi Sepsis
Definisi sepsis pertama sekali diperkenalkan oleh American College
of Chest Physicians (ACCP) dan the Society of Critical Care Medicine
(SCCM) pada Consensus Conference on Standardized Definition of
Sepsis tahun 1991 mengembangkan sebuah definisi awal yang terfokus
pada sebuah pandangan yang kemudian berlaku bahwa sepsis
diakibatkan oleh suatu sindrom respon inflamasi sistemik dari host
terhadap infeksi (Tabel 1). Sepsis dengan penyulit disfungsi organ disebut
sebagai sepsis berat, yang mana nantinya akan dapat berlanjut menjadi
keadaan syok sepsis, yang didefinisikan sebagai hipotensi menetap akibat
sepsis meskipun dengan resusitasi cairan adekuat (Singer et al., 2016).
stewardship dan memprediksi mortalitas. Meski demikian, prokalsitonin
memiliki kekurangan yaitu kadarnya dapat meningkat secara tidak spesifik
pada berbagai kondisi tanpa infeksi bakteri seperti trauma berat,
pembedahan, pasca syok kardiak, penyakit graft-versus-host akut,
gangguan ginjal dan sebagainya, nilai diagnostik infeksi jamur yang
rendah, biaya pemeriksaan yang mahal, waktu pemeriksaan yang cukup
lama (dapat lebih dari 24 jam), belum tersedia secara luas di seluruh
fasilitas kesehatan dan belum digunakan secara sistematis di rumah sakit
negara berkembang (Paramythiotis et al., 2009).
Khoshdell et al (2008), meneliti tentang sensitivitas dan spesifitas
prokalsitonin pada diagnosis sepsis neonatorum, pada penelitian tersebut
56
didapatkan bahwa sensitifitas dan spesifitas prokalsitonin 87,5% dan
87,4% pada sepsis neonatorum setelah dilakukan uji diagnostik
prokalsitonin pada bayi dengan suspek sepsis di rumah sakit Shahrekord,
Iran.
Diagnosis dini dan pengobatan sepsis yang tidak ditunda-tunda
dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas. Diagnosis awal sepsis
sebelum didapatkan hasil kultur menjadikan pemeberian antibiotik empiris
sangat penting untuk dapat menurunkan mortalitas pasien. Namun
ketersediaan penanda diagnosis infeksi bakteri dan non bakteri masih
belum memuaskan. Penanda yang ideal haruslah memiliki nilai
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, mudah dikerjakan, tidak mahal,
dan berhubungan dengan berat ringannya penyakit dan prognosis. Kultur
darah sebagai baku emas standar dalam diagnosis sepsis bakterialis
memiliki banyak kekurangan diantaranya memerlukan waktu pemeriksaan
yang lama, biaya mahal dan belum tersedia di semua rumah sakit.
PCT dapat digunakan untuk membedakan suatu infeksi yang
diakibatkan oleh bakteri dengan infeksi yang tidak diakibatkan oleh
bakteri. PCT terutama diinduksi dengan jumlah yang banyak saat terjadi
infeksi bakterial, akan tetapi konsentrasi PCT di dalam tubuh rendah pada
inflamasi tipe lain, seperti infeksi virus, penyakit autoimun, penolakan
tubuh terhadap transplantasi organ (Meissner, 2000).
Frisca (2012), meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan hasil tes prokalsitonin pada sepsis di RSUP Kariadi Semarang
57
dengan hasil menunjukkan bahwa hasil kultur darah memiliki hubungan
yang bermakna dengan hasil prokalsitonin menurut kriteria yang
digunakan.Saat ini belum ada yang meneliti tentang sejauh mana akurasi
prokalsitonin untuk membedakan antara sepsis yang disebabkan oleh
bakteri dan non bakteri khususnya virus. Dari Uraian diatas, peneliti ingin
meneliti akurasi diagnostik prokalsitonin sebagai penanda serologis untuk
membedakan sepsis bakteri dan virus, serta mencari titik potong kadar
prokalsitonin yang membedakan kedua sepsis tersebut, sehingga menjadi
dasar dalam diagnostik dan pemberian terapi pada sepsis lebih awal.
Selanjutnya dengan menggunakan uji statistik Chi Square test,
diperoleh cut off point sebesar 1,60 dengan sensitivitas 82,4%, spesifisitas
sebesar 65,2%, nilai duga positif 77,3%, nilai duga negatif 94,4%, dan
akurasi sebesar 88,7%. Nilai ini adalah nilai paling optimal untuk
membedakan pasien sepsis jenis bakterial dan jenis virus berdasarkan
nilai prokalsitonin.
Cut-off prokalsitonin adalah suatu indikator dalam menentukan
apakah seseorang dalam resiko rendah maupun tinggi mengalami
sepsis.Cut-off prokalsitonin juga dapat digunakan sebagai indikator dalam
pemberian antibiotik. Pada keadaan normal kadar PCT dalam darah <1
ng/ml (Ryan, 2010).Berdasarkan penelitian yang lain, kadar normal
prokalsitonin pada individu sehat yang tidak terinfeksi adalah 0.033+0.003
ng/ml (Paramythiotis et al., 2009).Jika terjadi inflamasi oleh bakteri kadar
58
PCT selalu >2 ng/ml sedangkan pada infeksi virus kadar PCT <0,5 ng/ml
(Vincent, 2008).
Pembagian kategori yang digunakan adalah infeksi sangat bukan
bakteri (PCT <0,1 ng/ml), infeksi bukan bakteri (PCT 0,1-0,25 ng/ml),
infeksi bakteri (PCT >0,25-0,5 ng/ml), dan infeksi yang benar-benar
disebabkan oleh bakteri (PCT >0,5 ng/ml). Pada infeksi yang bukan
disebabkan oleh bakteri, antibiotik tidak disarankan diberikan. Kadar
prokalsitonin akan diulang dalam waktu 6-24 jam setelah pemeriksaan
pertama sebagai follow up. Pada infeksi bakterial disarankan pemberian
antibiotik,dengan mengikuti kadar PCT setelah pemberian antibiotik.
Pemberian terapi antibiotik yang sesuai akan menurunkan kadar
prokalsitonin pada sepsis, tetapi pemberian antibiotik yang tidak sesuai
akan menaikkan kadarnya (Silva & Nizet, 2009). PCT akan meningkat
pada trauma seiring dengan derajat keparahan luka. Kadar PCT akan naik
sebanyak 5 ng/ml selama 2 minggu pasca operasi sebagai tanda adanya
inflamasi yang akan mencapai puncaknya dalam 24 sampai 48 jam
pertama. Pada pasien dengan febrile neutropeni, nilai PCT pada
bakteremia gram negatif lebih tinggi dibandingkan dengan bakteremia
gram positif (Khoshdell et al., 2008).Pada penelitian pada bayi prematur,
umur dan jenis kelamin tidak memiliki kaitan yang signifikan pada
kenaikan kadar prokalsitonin pada sepsis (Silva & Nizet, 2009).
59
60
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian ini kami dapat menarik kesimpulan bahwa :
1. Prokalsitonin memiliki sensitivitas yang baik dan spesifisitas yang
cukup baik sebagai penanda serologis untuk membedakan antara
sepsis bakterial dan virus.
2. Prokalsitonin memiliki nilai akurasi yang sangat baik sebagai penanda
serologis untuk membedakan antara sepsis bakterial dan virus.
3. Nilai titik potong yang optimal (cut off value) dari kadar prokalsitonin
pada pasien sepsis sebagai penanda serologis untuk membedakan
antara sepsis bakterial dan virus adalah 1,60 ng/ml berbeda dengan
kadar ambang internasional.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang prokalsitonin sebagai
penanda sepsis bakterial dengan jenis penelitian prospektif longitudinal
dan jumlah sampel yang lebih banyak untuk validasi.
61
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadinejad Z, Dadsetan B, Jalili M, Soudbakhsh A, Rasolinejad M. Evaluation of serum procalcitonin in patients with systemic inflamatory response syndrome with and without infection.Acta medica Iranica. 2009;47(5):583-8..
Akira S, Takeda K, Kaisho T. Toll-like receptors: critical protein linking innate and acquired immunity. Nature Immunology 2. 2001;2:675-680
Assicot M, Bohuon C, Gendrel D, Raymond J, Carsin H, Guilbaud J. High serum procalcitonin concentration in patients with sepsis and infection. The Lancet. 1993;341:515-8.
Berkwits M. Consensus definition for sepsis and septic shock. [rekaman video]. JAMA: Video Education. New York; 2016.
Bochud PY, Calandra. Pathogenesis of sepsis. British Med J. 2003;326:262-6.
Bougle A, Prigent H, Santoli F, Annane D. Pathophysiology of septic shock in 25 years of progress and innovation in intensive care med. Berlin: MWV; 2007.p.163-176.
Carrigan SD, Scott G, Tabrizian M. Toward resolving the challenges of sepsis diagnosis. Clin Chem J. 2004;50(8):1301-14.
Crain MC, Stolz DJ, Bingisser R, Gencay MM, Huber PR, Tamm M. et al. Effect of procalcitonin-guided treatment on antibiotic use and outcome in lower respiratory tract infection:cluster-randomised, single-blinded intervention trial. The Lancet. 2004;363:600-7.
Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, Sevransky JE, et al. Surviving Sepsis Campaign:International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock,2012. Crit Care Med J. 2013;39:165-228
Frisca Putu. Faktor yang berhubungan dengan hasil tes prokalsitonin pada sepsis.UNS press. 2012. 44-50
Gaieski DF, Edwards JM, Kallan MJ, Carr BG. Benchmarking the incidence and mortality of severe sepsis in the United States. Crit Care Med. 2013;41(5):1167-74.
62
Guntur A. Sepsis. Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, S s, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.p.2889-900.
Hatheril M, Tibby SM, Sykes K, Turner C, Murdoch IA. Diagnostic marker of infection : comparison of procalsitonin with C-reactive protein and leucocyte count. Arch Dis Child.1999;81:417-21.
Husada D, Adnyana IG, Setyoningrum RA, Saharso D, Ismoedijanto. Akurasi diagnostik prokalsitonin sebagai petanda serologis untuk membedakan infeksi bakteri dan infeksi virus pada anak. Sari pediatrik. 2012;13(5):316-23.
Irwan I. Korelasi kadar laktat darah dan C-Reactive Protein terhadap disfungsi multipel yang diukur dengan skor SOFA pada pasien sepsis yang dirawat di ICU [Tesis]. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2012.
Ismail C, Opal SM. Molecular biology of inflammation and sepsis:a primer. Crit Care Med. 2009;37(1):291-304.
Ismail C, Philiip DR. Advance in pathogenesis and management of sepsis. Curr Opin in Infect Dis. 2007;20(4):345-52.
Iwashyna TJ, Cooke CR, Wunsch H, Kahn JM. Population burden of long-term survivorship after severe sepsis in older Americans.J Am Geriatr Soc. 2012;60(6):1070-7.
Jin M, Khan AI. Procalcitonin: use in the clinical laboratory for the diagnosis of sepsis. Lab Med. 2010;41(3):173-77.
Khoshdell A, Mahmoudzadeh M, Kheiri S, Imani R, Shahabi G, Saedi E. et al. Sensitivity and specificity of procalcitonin in diagnosis of neonatal sepsis Iranian J of Path. 2008;3(4):203-7.
Levy MM, Fink MP, Marshall JC, Abraham E, Angus D, Cook D. et al. 2001 SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS international sepsis definitions conference. Intensive Care Med. 2003;29:530-8.
Meissner M. PCT, procalcitonin - a new, innovative infection parameter biochemical and clinical aspects. 2nd Ed. New York: Thieme; 2000.p.7-14.
Morgan BL. Identification and management of the patients with sepsis. Crit Care concepts. 2013;46:436-64.
Paramythiotis D, Digkas E, Dryllis G. Biomarker and physiological agents in severe sepsis and septic shock. In : Severe sepsis and septic
63
shock-understanding a serious killer. Greece; University Hospital Thessaloniki. 2009.p.103-124.
Pool TVD, Opal SM. Host-pathogen interaction in sepsis. The Lancet. 2008;8(1):32-43.
Purba D. Kadar prokalsitonin sebagai marker dan hubungannya dengan derajat keparahan sepsis. Medan. USU Press. 2010;52-64.
Rajab R. Hubungan kadar laktat dengan disfungsi organ multipel pada pasien sepsis di Makassar [Tesis]. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2012
Rhee C, Gohil S, Klompas M. Regulatory mandates for sepsis care-reasons for caution. N Engl J Med. 2014;370(18):1673-76.
Russel JA. Management of sepsis. N Engl J Med. 2006;355:1699-1713
Ryan DH. Examination of The Blood. In Williams Hematology. 8th Ed. Amazon. Mc Graw-Hill Medical; 2010.p.763-68
Schlichting D, McCollam JS. Recognizing and managing severe sepsis: A Common and Deadly Threat. South Med J. 2007;100(6):594-600.
Silva FP, Nizet V. Cell death during sepsis : integration of disintegration in the inflamatory response to overwhelming infection. Apoptosis. 2009;14:509–21
Singer M, Deutschman CS, Seymour CS, Annane D, Hari MS, Bauer M. et al.The third international consensus definitions for sepsis and septic shock. JAMA. 2016;315(8):801-10.
Soreng K, Levy HR. Procalcitonin: an emerging biomarker of bacterial sepsis. Clinical Microbiology Newsletter. 2011;33(22):171-78.
Sunarmiasih S. Diagnosis sepsis. Majalah Kedokteran Terapi Intensif. Juli 2013;3(3):19-20.
Torio CM, Andrews RM. National inpatient hospital costs: the most expensive conditions by payer 2011. Statistical Brief #160.Healthcare Cost and Utilization Project (HCUP) statistical briefs.2013. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK169005. Accesed July 26, 2016.
Vincent JL. Clinical sepsis and septic shock-defenition, diagnosis and management principles.Langenbecks Arch Surg. 2008;393(6):817-24.
Whang KT, Steinwald PM, White JC, Nylen ES, Snider RH, Simon GL. et al. Serum calcitonin precursor in sepsis and systemic inflammation. JCE & M. 1998;83(9):3296-3301.
Wibowo P. Apakah tujuan surviving sepsis campaign 2012 ?. Majalah Kedokteran Terapi Intensif. Juli 2013;3(3):1-2.
Zhao D, Zhou J, Haraguchi G, Arai H, Mitaka C. Procalcitonin for the differential diagnosis of infectious and non-infectious systemic inflammatory response syndrome after cardiac surgery. Journal of Intensive care. 2014;2:35
Zidun D, Berthiaume, Laupland K. et al. SOFA is superior to MOD score for the determination of non neurologic organ dysfunction in patients with severe sepsis traumatic brain injury: a cohort study. Crit Care Med. 2006;10(4):1-10.