KREDIBILITAS DAN REPUTASI BANK INDONESIA
DI SUSUN OLEH :1.AnggaSulaiman10105120092.Eri
Kiswanto10105130163.Alex Sander11105110164. Rita Novita12105110015.
Putra RahmadFajri1210511012DOSEN PEMBIMBING : MARYANTI
JURUSAN ILMU EKONOMIFAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS
ANDALASPADANG2015
BAB IPENDAHULUAN1) LATAR BELAKANGSejak krisis moneter yang
melanda negara Indonesia pada tahun 1997, banyak menimbulkan
permasalahan perekonomian Indonesia.Salah satunya adalah adanya
berbagai perubahan yang terjadi dalam perumusan kebijakan
moneter.Jika sebelum krisis, kebijakan moneter diarahkan untuk
mecapai atau merealisasikan tujuan ganda (multiple objectives)
antara lain: pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja,
stabilitas moneter, keseimbangan neraca pembayaran dan
tujuan-tujuan pembangunan lainnya, maka sejak UU No. 23/1999 yang
kemudian diamandemen menjadi UU No.3/2004 Tentang Bank Indonesia
diberlakukan, kebijakan moneter di Indonesia diarahkan pada satu
tujuan (single target) yaitu mencapai dan memelihara inflasi yang
rendah dan stabil. Disamping itu, untuk menjaga tingkat kestabilan
inflasi, kredibilitas bank sentral dan repitasipun patut menjadi
perhatian. Selama kiris moneter yang terjadi Bank Indonesia relatif
tidak memperoleh banyak kredibilitas atas usahanya untuk
menargetkan tingkat inflasi yang ada sehingga masyarakat umum
cenderung untuk membentuk pandangannya tentang tingkat inflasi saat
ini dan masa depan berdasarkan inflasi yang terjadi pada masa lalu.
Hal ini membuat tugas Bank Indonesia untuk menurunkan tingkat
inflasi menjadi jauh lebih sulit. Namun tidak demikian apabila Bank
Indonesia dapat membangun kredibilitas.
Dengan mengumumkan sasaran inflasi, Bank Indonesia dapat
memperoleh kredibilitas yang sangat dibutuhkan oleh Bank Indonesia
sendiri sehingga kepercayaan publik dapat dibangun secara bertahap.
Ketika Bank Indonesia berhasil mencapai tingkat ambang kredibilitas
dengan mengumumkan dan berkomitmen terhadap inflation targetting,
maka dapat diharapkan penurunan volatilitas tingkat inflasi itu
sendiri.Sayangnya, kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank
Indonesia berkesan tidak mendapat dukungan dari pemerintah. Hal ini
nampak dari kebijakan pemerintah yang parsial, reaktif, tidak
terarah, dan tidak tepat waktu sehingga berpotensi mengganggu
kebijakan moneter yang dilakukan Bank Indonesia. Akhirnya
masyarakat menjadi tidak percaya dengan kebijakan yang
diambilpemerintah.
Kredibilitas dan reputasi Bank Indonesia, menjadi perhatian yang
utama dalam kebijakan bank sentral.Sejak krisis yang melanda
Indonesia saat itu. Isu kredibilitas kebijakan moneter berkaitan
erat dengan masalah time inconsistency(Goeltom, 2005). Kebijakan
yang bersifat time inkonsisten akan berpotensi menyebabkan
rendahnya kredibilitas kebijakan moneter, sehingga pelaku ekonomi
akan membentuk ekspektasi inflasi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan target yang diumumkan oleh otoritas. Jika adanya masalah
time inconsistency dalam kebijakan moneter mengacu kepada rendahnya
kredibilitas kebijakan moneter, selanjutnya muncul pertanyaan
apakah rendahnya kredibilitas kebijakan moneter di Indonesia
mengindikasikan terjadinya masalah time inconsistency dalam
kebijakan moneter Bank Indonesia? Goeltom (2005) menyatakan bahwa
antara periode 1990-2003 kebijakan moneter Indonesia masih
menghadapi masalah time inconsistency yang tercermin dari kebijakan
moneter yang belum optimal, kadang terlalu longgar dan kadang
terlalu ketat.Di Indonesia, target inflasi yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia seringkali tidak dapattercapai. Tingkat inflasi
masih sulit untuk kovergen menuju target inflasi yang diumumkan
olehotoritas moneter. Semenjak tahun 2000, inflasi aktual yang
tepat berada dalam kisaran target inflasi hanya terjadi dua kali
yaitu pada tahun 2004 dan 2007 sebesar 6.4% dan 6.6% dengan sasaran
inflasi 4.5%-6.5% di tahun 2004 dan 6%1% pada tahun 2007.
Selanjutnya pada periode 2003, 2006 dan 2009, meskipun pencapaian
inflasi aktual lebih rendah dari target,tetapi nilainya berada di
bawah kisaran target inflasi yang ditetapkan.1.2 RUMUSAN
MASALAHBerdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:a. Apa konsep dari reputasi dan
kredibilitas?b. Bagaimana reputasi dari BI?c. Bagaimana
Kredibilitasdari BI?
1.3 TUJUAN PENULISANa. Mengetahui konsep reputasi dan
kredibilitas BIb. Mengetahui kondisi Reputasi BI terkinic.
Mengetahui kondisi Kredibilitasdari BI
BAB IIPEMBAHASAN2.1 KONSEP REPUTASI DAN KREDIBIITAS2.1.1Teori
Tentang Kredibilitas (Credibility Theory)Kydland dan Prescott
(1977) merupakan salah satu perintis yang penting dalam pembangunan
teori kredibilitas kebijakan (theory of policy credibility).Dimana
dalam teori ini, diasumsikan bahwa agen bersifat rasional dan
melakukan ekspektasi terhadap masa depan dengan menggunakan
berbagai informasi. Selanjutnya, kredibilitas digunakan sebagai
bentuk penilaian dari kebijakan yang akan diambil. Harmanta (2009)
melaporkan bahwa tingginya persistensi inflasi di Indonesia
disebabkan oleh kebijakan moneter yang belum sepenuhnya kredibel
(imperfect credibility). Imperfect credibility ini menyebabkan
lambannya proses penurunan ekspektasi inflasi oleh agen ekonomi dan
inflasi aktual menuju targetnya. Penelitian juga menguatkan studi
sebelumnya yang dilakukan oleh Revenna (2005). Revenna melakukan
survey terhadap 82 negara dan studinya menempatkan kebijakan
moneter Indonesia dalam kategori low credibility karena belum
tercapainya target inflasi.Giavazzi dan Pagano (1988)
mendefenisikan kredibilitas bank sentral adalah ukuran mengenai
bagaimana pembuat kebijakan bisa mempengaruhi kejadian-kejadian di
masa yang akan datang dengan memberikan pengumuman mengenai
kebijakan yang akan dilakukan pada saat sekarang ini.Svensson
(1999) kredibilitas bank sentral ditunjukkan pada kebijakan moneter
yang kredibel yang tercermin dalam hubungan antara target inflasi
dengan ekspektasi dari pelaku ekonomi.Agenor dan taylor (1993)
melihat bahwa kredibilitas bank sentral dapat dilihat dari beberapa
factor yaitu : target moneter erhadap nilai tukar, tingkat harga,
dan pertumbuhan. Ketika bank sentral mampu memenuhi target tersebut
maka dapat dikatakan bahwa bank sentra; tersebut sudah dianggap
kredibel dan sebaliknya.Tinjauan Teoritis dalam mengukur masalah
kredibilitas dalam time inconsistency bank sentralA. Model Kydland
dan Prescott (1977) menganalisis time inconsistency untuk
menunjukkan bahwa secara umum rule lebih baik daripada discretion
dalam perumusan kebijakan. Dengan mengasumsikan hanya terdapat dua
periode penentuan kebijakan, fungsi objektif dari pembuat kebijakan
adalah:dimana U adalah preferensi perumus kebijakan, x merupakan
variabel keputusan agen ekonomi, dan p adalah variabel instrumen
perumus kebijakan. Selanjutnya diasumsikan bahwa agen ekonomi
mempertimbangkan kebijakan yang dirumuskan otoritas dalam
pengambilan keputusan ekonominya sebagai berikut:
B. Model Baroon Gardon (1983) menganalisis time inconsistency
dalam kebijakan moneter melalui teori permainan (game theory) ala
Nash equilibrium antara bank sentral dan sektor privat dalam
perekonomian. Model Barro-Gordon mengasumsikan bank sentral mampu
mengelola proses ekonomi dan mengarahkan kebijakan moneternya untuk
kesejahteraan sosial yang juga memasukkan preferensi masyarakat.
Masyarakat hanya mempunyai parameter tindakan berupa ekspektasi
inflasi. Time inconsistency akan muncul karena: (a) masyarakat
harus membentuk ekspektasi inflasinya pada awal periode dan
memegangnya sampai akhir periode permainan,dan (b) bank sentral
mempunyai diskresi penuh dalam menentukan strategi sepanjang
waktu.Dalam situasi ini, target inflasi yang ditetapkan di awal
periode belum tentu akan optimal pada akhir periode, dan akan
menghasilkan kerugian sosial bagi bank sentral dan masyarakat.
Secara matematis, model Barro-Gordon dirumuskan sebagai berikut.
Bank sentral meminimalkan social welfare loss function:
C.Model Roggof (1985) menyatakan bahwa untuk mengatasi masalah
time inconsistency, maka kebijakan moneter sebaiknya didelegasikan
kepada bank sentral yang independen dan konservatif. Bank sentral
yang independen dan bersifat inflation averse akan mampu mengurangi
rata-rata inflasi, tetapi akan meningkatkan variabilitas output.
Artinya adalah bahwa bank sentral yang konservatif dapat mengurangi
inflation bias yang disebabkan oleh kebijakan moneter yang time
inconsistent, tetapi di sisi lain kurang berperan dalam
menstabilkan output.
Pada konsep ini public diasumsikan mempunyai dua pilihan untuk
mencapai tujuan stabilitas harga, yaitu:mencapai sendiri (dengan
pembentukan pemerintah) atau mendelegasikan kebijakan moneter
kepada bank sentral yang konservatif dengan tugas yang fokus pada
stabilitas harga.Secara umum,faktor-faktor yang menimbulkan masalah
kredibilitas adalah sebagai berikut;1) Potensi time inconsistency
dari discretionary policy seperti yang ditunjukkan dalam analisis
Kydland-Prescott Model2) Ketidakselarasan kebijakan moneter dan
fiscal, yang masing-masing tidak mencapai targetnya.3) Respon
masyarakat terhadap kebijakan, sehingga pembentukan ekspektasinya
tidak sama dan bahkan mengutamakan kepentingan sendiri atau member
tekanan kepada otoritas.4) Struktur ekonomi dan kemampuan otoritas
serta masyarakat untuk memahami perilakunya.5) Sistem dan kondisi
politik yang ada,yang menimbulkan kepentingan kebijakan belum tentu
sama dengan kepentingan politik.
Kredibilitas disini merupakan penilaian dari agen ekonomi dalam
melihat ekspektasi kebijakan yang dibuat oleh pemegang kebijakan
sehingga kebijakan perekonomian dapat bersifat efektif (Blackburn
dan Christensen 1989).Namun sayangnya, kredibillitas dari kebijakan
yang dilakukan tidak mudah untuk dilakukan.
Isu kredibilitas setidaknya mencakup dua aspek (Warjiyo, handout
mata kuliah uang dan bank, 2010), yaitu;a. Kredibilitas Kebijakan,
yaitu seberapa jauh ekspektasi masyarakat terhadap pelaksanaan
suatu kebijakan konsisten dengan pernyataan otoritas atas tindakan
kedepan atas kebijakan yang dimaksud. Hal ini akan tergantung
apakah pelaksanaan kebijakan oleh otoritas akan menyimpang dari
pernyataan yang telah dikemukakan sebelumnya, baik karena
intervensi pihak pihak lain maupun karena perubahan kinerja
ekonomi.b. Kredibilitas target, yaitu seberapa jauh ekspektasi
masyarakat terhadap kemungkinan tercapainya target kebijakan
kedepan akan konsisten dengan pengumuman otoritas mengenai
pencapaian target dimaksud. Hal ini akan dipengaruhi oleh seberapa
tinggi kredibilitas kebijakan serta apakah struktur ekonomi
(termasuk respons kebijakan oleh masyarakat) akan memungkinkan
tercapainya target yang diumumkan tersebut.
Teori Kredibilitas Dan Kebijakan Neoliberal (Credibility Theory
AndNeoliberal Policy)Pada teori ini dijelaskan bahwa terdapatnya
kecepatan program reformasi neoliberal dalam tubuh bank sentral,
terutama di negara-negara berkembang. Pada negara-negara yang
sebelumnya komunis, kredibilitas masih merupakan debat selama
reformasi ekonomi.Kredibilitas kebijakan dan target juga
ditentukanoleh;a. Respons masyarakat yang tercermin pada
pembentukan ekspektasinyab. Pentingnya bagi bank sentral untuk
menjaga, dan komitmen terhadap rezim kebijakan yang dirumuskannya
dari waktu ke waktu.Sementara pada negara-negara yang melakukan
transisi menuju kapitalisme, kredibilitas kebijakan merupakan isu
yang penting dikarenakan revolutionary nature of the societal
transformation(Schmieding:1992).
2.1.2NilaiKredibilitas Bank Sental (The Value of Central Bank
Credibility)Jika suatu bank sentral memiliki kredibllitas, dimana
diandaikan bank sentral mengumumkan tingkat inflasi yang nol. Dan
para agen ekonomi pun percaya dengan kredibilitas bank sentral
(dimana mereka bersifat rational expectation), karenanya tingkat
pengangguran akan menjadi sama dengan u*. Maka inflasi oleh bank
sentral akan tetap menjadi =(1/). Untuk mengantisipasi perilaku
bank sentral maka agen-agen ekonomi juga akan menjadikan target
inflasinya menjadi =(1/).Dan saat bank sentral mengumumkan
kebijakan zero-inflation policy, dimana e=0, dan membuat tingkat
inflasi menjadi =(1/).Karenanya penjagaan reputasi bank sentral
terhadap kredibilitas dan konsistensi, dengan penjagaan inflasi
yang rendah, mesti dijaga. Begitupun dengan penguatan reputasi dari
bank sentral sebagai pemegang kebijakan yang konsisten, dan dapat
dipercaya.2.1.3 KebijakanMoneter di Indonesia (Januari 2009-Januari
2010)Dalam UU no.23 tahun 1999 dijelaskan bahwa Bank Indonesia
menganut sistem Inflation Targetting Framework (ITF) yang mulai
diterapkan sejak tahun 2001, dan melakukan sedikit perubahan menuju
Flexible Inflation Targetting Framework (flexible ITF) pada tahun
2005.Sebagai jawaban atas tantangan perekonomian (khususnya di
bidang moneter), maka Bank Indonesia menerapkan Flexible ITF di
Indonesia. Hal ini didasarkan pada tiga aspek penting, yakninya;1.
Pencapaian stabilitas harga yang rendah dan stabil tidak bias hanya
dilakukan dengan kebijakan moneter dari sisi permintaan, dan
karenanya mengharuskan Bank Indonesia untuk berperan aktif
mendorong fleksibilitas sisi penawaran.2. Perlunya sinergi
kebijakan untuk stabilitas moneter (harga dan nilai tukar) dengan
stabilitas system keuangan untuk meningkatkan efektivitas transmisi
kebijakan moneter dan mengatasi eks es likuiditas yang
berlebihan.3. Perlunya bauran instrument moneter dan
macroprudential untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
operasi moneter dalam mendukung kredibilitas BI-rate sebagai stance
kebijakan moneter (sejakJuni 2008, sasaran operasional menjadi suku
bunga PUAB overnight). Makroprudensial, yaitu bank sentral
melakukan asesmen dan upaya-upaya untuk menjaga kestabilan harga
khususnya dan menjaga stabilitas sistem keuangan pada umumnya.
Dilakukan melalui peran sebagai lender of last resort dan
menerbitkan peraturan kehati-hatian terhadap bank dan lembaga
keuangan yang menjadi bidang pengawasannya.Dan sebagaimana UU no.23
tahun 2009 dan amandemennya UU no.3 tahun 2004, yang menjelaskan
penerapan kerangka kebijakan yang bertujuan menjaga inflasi
(Inflation targeting framework), maka semenjak Juli 2005 Indonesia
menerapkan kebijakan ITF secara penuh dengan otoritas moneter
tertingginya yang berada di tangan Bank Indonesia. Direktorat Riset
Ekonomi dan Kebijakan Moneter (Januari, 2010) menyatakan bahwa
penerapan ITF telah mampu mengangkat kredibilitas kebijakan moneter
Bank Indonesia, khususnya dalam menjaga inflasi sebagai sasaran
akhir kebijakan moneter, penguatan kerangka kelembagaan
(independensi, akuntabilitas, dan transparansi), kerangka
operasional, koordinasi kebijakan, maupun riset dan analisis yang
mendukung. Akan tetapi, kinerja pencapaian inflasi yang rendah dan
stabil masih belum sesuai harapan sementara biaya operasi moneter
relative tinggi.Tabel perubahan inflasi atas dasar IHK month on
month (mom), nilai inflasi atas dasar IHK yoy, PUAB overnight,
perubahan base money, dan nilai perubahan ekspektasi
konsumen.Pembentukan Badan Supervisi Bank Indonesia ( BSBI )
didasarkan pada gagasan bahwa Bank Indonesia sebagai bank sentral
yang independen harus diawasi dengan benar dalam rangka untuk
memeriksa kredibilitasnya berdasarkan prinsip-prinsip good
governance . Hal ini sangat penting bagi Bank Indonesia untuk
mendapatkan kredibilitas kebijakan moneter untuk pemulihan dari
krisis ekonomi yang mendalam pada tahun 1998 yang dialami indonesia
sebagai lembaga independen , Bank Indonesia mewajibkan menyampaikan
laporan kepada DPR triwulanan di mana laporan ini adalah diakses
oleh publik . Peran utama dari BSBI adalah membantu DPR dalam
mengawasi Bank Indonesia di daerah tertentu untuk meningkatkan
akuntabilitas , independensi ,transparansi dan kredibilitas.
2.1.4 Cara mengukur Kredibilitas Suatu Bank, dimana tingkat
kredibilitas pada umumnya berkisar antara 0 dan1, 0(tidak kredibel)
dan 1 (kedibel) : ada 3 metode pengukuran a. Cecchetty dan Krause
(2002) merumuskan pengukuran kredibilitas sebagai berikut :
Keterangan :IC adalah indeks kredibilitase adalah ekspektasi
inflasi dari pelaku ekonomi (sector swasta) target adalah target
inflasi bank sentralKetika tingkat inflasi sama atau melebihi batas
atas 20%, maka indeks kredibilitas akan menjadi nol (tidak
kredibel).
b.Valentin dan Rozalia (2008) merumuskan pengukuran kredibilitas
bank sentral sebagai berikut :
Keterangan :IC Adjusted adalah indeks kredibilitas yang
disesuaikan e adalah ekspektasi inflasi dari pelaku ekonomi (sector
swasta) target adalah target inflasi bank sentralBerbeda dengan
pengukuran kredibilitas sebelumnya, ketika ekspektasi inflasi
sesuai dengan target dimana (e = target) maka indeks akan
mendapatkan kredibilitas 1 (tingkat kredibilitas yang sempurna) dan
jika (e tidak sama target) maka indeks akan mendapatkan
kredibilitas yang bernilai 0.c. Blinder, pengukuran kredibilitas
bank sentral adalah :
Perbedaan persamaan di atas dengan persamaan sebelumnya adalah
hanya ada perubahan dalam ekspektasi inflasi (e) menjadi inflasi
t-1 (t-1), sehingga nantinya kredibilitas bank sentral diukur
dengan membandingkan antara target inflasi dan inflasi yang actual
di periode sebelumnya.
2.1.5 Pengaruh kredibilitas terhadap persistensi inflasia.
membandingkan seberapa besar persistensi inflasi dalam beberapa
periode dengan kredibilitas bank sentral juga dalam periode
tersebut. Menurut Agenor dan Taylor (1993) persamaan sebagai
berikut :
Keterangan :t adalah persistensi inflasiCt adalah variabel
kredibilitas. t adalah kondisi nilai tukarArtinya adalah
persistensi inflasi dipengaruhi oleh kredibilias. Menurut Taylor
dan Agenor hubungan antara kredibilitas dengan persistensi inflasi
adalah negative, artinya semakin tinggi kredibilitas dari inflasi
maka persistensi inflasi akan semakin kecil.b.model NKPC Hybrid
Dalam model diatas variabel dependent yang digunakan adalah
inflasi actual.
2.1.6 Effect dari Kredibilitas Bank Sentral
Keterangan kurva :Dari gambar di atas, kita melihat bahwa ketika
Bank Sentral memiliki tingkat kredibilitas 0 seperti yang
ditunjukkan olah garis biru yang memakan waktu yang sangat lama
untuk sasaran inflasi yang ingin dicapai. Di Indonesia sasaran
inflasi tidak diumumkan kepada public, selain itu sasaran inflasi
di Indonesia cenderung terjadi perubahan, sehingga menyebabkan
orang kehilangan kepercayaan mereka pada bank sentral. Garis merah
untuk tingkat kredibilitas 10% dalam jangka waktu 3 tahun ,laju
inflasi dapat dikurangi menjadi setengahnya. Pada kenyataannya jika
bank sentral berhasil membangun 50% kredibilitas (garis hijau
putus-putus) target inflasi dapat dicapai dengan 15 quarters,
seperti yang ditunjukkan oleh garis hijau dalam gambar di atas.
Ketika bank sentral memiliki keuntungan yang penuh terhadap
kredibilitas public, maka sasaran inflasi akan di penihi dalam
waktu 3 tahun yang ditunjuukan oleh garis kuning. Jadi
kesimpulannya adalah bahwa bank sentral tidak memerlukan tingkat
kepercayaan yang tinggi dari agen ekonomi agar mencapai sasaran
inflasi, kemudian tingkat inflasi dapat diturunkan lebih
cepat.2.1.7 Disamping itu, untuk menjaga tingkat kestabilan
inflasi, kredibilitas bank sentral pun patut menjadi perhatian.
Carare dan Stone (2003) membagi tiga kelompok kredibilitas rezim
ITF,yaitu :a.Rezim Full-fledged Inflation Targetting (FFIT) Pada
golongan ini, tingkat kredibilitas dapat dikatakan berada pada
tingkatan menengah ke tinggi. DImana komitmen terhadap target
inflasi telah jelas. Hal ini didukung dengan kelembagaan yang
mendukunng akuntabilitas bank sentral dalam pencapaian target
inflasi yangtelahditetapkan. Penerapan Full-fledged Inflation
Targetting (FFIT) ini mampu memberdayakan bank sentral dalm menjaga
konsistensi kebijakan moneter dalm pengendalian inflasi dengan
tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu.
b.Rezim Eclectic Inflation Targetting (EIT) Pada golongan ini,
kebijakan moneter yang diterapkan memiliki kredibilitas yang sangat
tinggi, sehingga mampu menjaga tingkat inflai yang rendah dan
stabil tanpa harus memaksakan adanya transparansi dan
akuntabiilitas secara penuh pada suatu target inflasi tertentu.
Kebijakan moneter yang dilakukan dengan tetap menjaga inflasi yang
rendah dan stabil, serta dengan tetap menjaga sistem kestabilan
keuangan yang ingin dicapainya telah memungkinkan bank sentral
untuk dapat mengupayakan tujuan stabilisasi output dan kestabilan
harga secara sekaligus.c.Rezim Inflation Targetting Lite (ITL) Pada
golongan ini, tujuan inflasi yang ditetapkan masih memiliki
kredibilitas yang lemah, artinya target inflasi yang ditetapkan
sulit untuk dijaga. Kredibilitas yang masih rendah ini, menunjukkan
bahwa system moneter yang ada masih memiliki tingkat kerentanan
terhadap shock (goncangan) yang terjadi dalam perekonomian. Kinerja
kelembagaan yang masih rendah (lemah) serta didorong oleh
terjadinya transisi di dalam otoritas moneternya, serta reformasi
structural yang sedang dilakukan dituding sebagai penyebab
rendahnya kredibilitas bank sentral dalam mencapai sasaran
inflasinya. ContohnyaIndonesia
2.2 REPUTASI BI2.2.1 Pengertian ReputasiReputasi adalah suatu
bangunan sosial yang mengayomi suatu hubungan kepercayaan, yang
akhirnya akan menciptakan brand image bagi suatu bank. Reputasi
yang baik dan tepercaya tentu merupakan sumber keunggulan bersaing
bagi suatu bank. Tentu, perlu waktu yang tidak sedikit untuk
membangun reputasi. Dan, tidak ada bank yang bisa membeli reputasi.
Celakanya, reputasi bisa lenyap seketika dengan mudahnya. Inilah
biang kerok bernama risiko reputasi yang sangat penting diwaspadai
semua bank terkhusus bagi Bank Sentral. Jadi, risiko reputasi ini
memang risiko yang telah menempel kuat pada setiap bank.Selama ini,
kebanyakan solusi yang diterapkan bank dalam mengelola risiko
reputasi ini lebih bersifat reaktif. Padahal, risiko ini harus bisa
dikelola secara proaktif. Jika tidak, akan menjadi risk trap.
Artinya, lebih lama bank-bank mengabaikan risiko ini, akan makin
besar potensi risiko ini tumbuh subur. Misalnya, dengan memberikan
pelayanan dengan kualitas yang terus ditingkatkan dan senantiasa
memberikan nilai tambah bagi nasabah, secara tidak langsung, bank
juga terus membangun reputasi dan keunggulan bersaing dalam
menjalankan usahanya. Nasabah yang memiliki kepuasan atas pelayanan
bank sudah jelas akan menyampaikan nada yang positif kepada
masyarakat untuk menggunakan jasa dan pelayanan bank tersebut. Hal
ini juga akan meningkatkan kepercayaan dan kesetiaan nasabah
terhadap banknya.Bergerak lebih dalam, studi di luar negeri yang
dilakukan PricewaterhouseCoopers dan The Economist Intelligence
Unit pada 2003 membuktikan bahwa sangat banyak bank dan lembaga
keuangan sangat rentan terhadap turunnya reputasi mereka, baik di
mata nasabah, regulator, maupun stakeholder.Penyebabnya adalah
tidak jalannya sistem kepatuhan (compliance system). Padahal,
risiko reputasi ini akan sangat erat berhubungan dengan compliance
risk, yaitu risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang
berlaku, baik dalam konteks eksternal maupun internal. Dari 160
eksekutif di bank dan lembaga keuangan, menurut hasil survei di
atas, lebih dari setengahnya memandang risiko reputasi sebagai
risiko terbesar yang harus dihadapinya.2.2.2 Hal-hal yang dapat
mengurangi dan megelola resiko reputasi bank sentrala. direksi dan
manajer senior harus mampu menciptakan kebijakan dan prosedur yang
jelas dan membumi pada semua unit bisnis dan fungsi di dalam bank
dalam konteks pengelolaan risiko reputasi. Tanggung jawab kepatuhan
atas kebijakan atas prosedur yang telah ditetapkan harus melekat
pada organisasi secara keseluruhan, mulai dari karyawan yang paling
junior sampai petinggi yang paling senior.b. harus dikembangkan
suatu infrastruktur yang membuat pihak manajemen merekam isu-isu
kepatuhan yang terkini dan sedang berkembang sekaligus dapat
menginformasikannya kepada semua stakeholder bank.c. harus ada
suatu sistem kontrol internal dan audit yang bisa menciptakan suatu
kondisi yang menekannya continuous improvement dalam mengelola
risiko kepatuhan. Bagian dari proses strategis yang dimiliki bank
harus bisa mengaji kecenderungan yang berkembang dengan harapan
bisa bergerak lebih awal untuk mengantisipasi isu-isu baru sebelum
sulit diantisipasi bank.Reputasi adalah barang mahal yang tidak
ternilai harganya. Jika hilang, bisa membuat bank jatuh miskin.
Seperti ungkapan berikut ini: Who steals my purse steals trash But
he that filches from me my good name robs me of that which not
enriches him, and makes me poor indeed (Siapa yang mencuri
dompetku, dia hanya akan mencuri sampah. Dan, jika dia merampas
nama baikku, juga tidak akan membuat dia kaya, tetapi aku yang akan
jatuh miskin). (Shakespeares Iago in Sheldon Green 1993).
BAB IIIPENUTUP3.1 KESIMPULANPenjagaan kredibilitas Bank Sentral
merupakan suatu hal yang mesti dicapai, terutama dalam kerangka
Inflation Targetting Framework (ITF). Kredibilitas bank sentral
dapat dilihat dari ekpektasi inflasi dan pencapaian inflasi riil
yang terjadi. Kredibilitas sendiri dilihat dari bagaimana perilaku
agen ekonomi melakukan kebijakan yang akan dilakukannya, dan hal
ini terkait dengan pencapaian bank sentral itu sediri.Dalam
beberapa penelitian menunjukkan bahwa nilai kredibilitas bank
sentral tersebut berkisar antara 0 dan 1. Angka 0 (dinyatakan tidak
kredibel) dan angka 1 (Kredibel). Selama krisis moneter yang
terjadi di Indonesia, bank sentral kurang mendapatkan kredibilitas
dan reputasi di mata public. Masayarakat public mengejam bahwa bank
sentral telah gagal melakukan tugasnya sebagai pelaksana kebijakan
moneter di Indonesia. Untuk Indonesia sendiri bank sentral sudah
berupaya untuk menjaga kestabilan aktivitas ekonomi, seperti
menurunkan tingkat inflasi dll. Tetapi di balik keberhasilan
tersebut kebijakan dari bank sentral ini kurang mendapat perhatian
khusus dari pemerintah. Kredibilitas dan reputasi bank sentral akan
tercapai apabila adanya suatu kerja sama di suatu negara dalam
menggerakkan perekonomian nasional. Pembentukan Badan Supervisi
Bank Indonesia ( BSBI ) didasarkan pada gagasan bahwa Bank
Indonesia sebagai bank sentral yang independen harus diawasi dengan
benar dalam rangka untuk memeriksa kredibilitasnya berdasarkan
prinsip-prinsip good governance . Hal ini sangat penting bagi Bank
Indonesia untuk mendapatkan kredibilitas kebijakan moneter untuk
pemulihan dari krisis ekonomi yang mendalam pada tahun 1998 yang
dialami indonesia sebagai lembaga independen , Bank Indonesia
mewajibkan menyampaikan laporan kepada DPR triwulanan di mana
laporan ini adalah diakses oleh publik . Peran utama dari BSBI
adalah membantu DPR dalam mengawasi Bank Indonesia di daerah
tertentu untuk meningkatkan akuntabilitas , independensi
,transparansi dan kredibilitas.
3.2 SARANDari kesimpulan di atas, dapat dibuat beberapa saran
:a. Kerberhasilan bank sentral dalam menggerakkan perekonomian,
seharusnya dapat meningkatkan kinerja dari perbankan itu sendiri
dalam rangkan mencapai kredibilitas dan reputasi dari public.b.
Bank sentral sebagai pelaksanaan moneter, harus memberikan
pelayanan yang terbaik bagi public dan transparansi, akuntabilitasi
nya pada public.c. Pemerintah dan bank sentral seharusnya saling
bekerja sama dalam membangun perekonomian yang lebih baik lagi.
DAFTAR
PUSTAKAhttp://fikripermana.blogspot.com/2010/12/kredibilitas-bank-indonesiadalam.htmlDiakses
09 mei 2015Harmanta, 2009, Kredibilitas Kebijakan Moneter dan
Dampaknya Terhadap Persistensi Inflasi dan Strategi Disinflasi di
Indonesia: Dengan Model DSGE. Disertasi. FEUI.Hakim,Rahman,2012,
Kredibilitas Bank Sentral dan Persistensi Inflasi di Indonesia.
Jurnal Ekonomi dan Keuangan.Rahmadhian,Rini dan Perry Warjiyo,2013,
Mengukur Time Inconsistensy Kebijakan Moneter di Indonesia. Working
Paper Bank IndonesiaTaniwidjaja and Keen Meng Choy, Central Bank
Credibility And Monetary Policy: Evidence from Smaal Scale
Macroeconomics Model of Indonesia. Working Paper, NBER.
20