PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM BUKU PELAJARAN BAHASA INDONESIA NON-BSE UNTUK SISWA SMP DI SURAKARTA TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Oleh Joko Purwanto S841108037 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
DALAM BUKU PELAJARAN BAHASA INDONESIA
NON-BSE UNTUK SISWA SMP DI SURAKARTA
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Oleh
Joko Purwanto S841108037
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS. Alinsyirah: 5-6)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Tesis ini saya persembahkan untuk: 1. Bapak dan Ibuku tercinta yang senantiasa mendoakanku.
2. Istriku, Yuni Susilowati, dan anakku, Faiza Abidatu Tsabita, yang
paling saya cintai dan sayangi.
3. Seluruh keluarga besarku yang senantiasa mendoakan dan
menyemangatiku.
4. Rekan-rekanku yang selalu memberiku semangat.
5. Seluruh sahabat dan handai taulan yang tidak bisa disebutkan satu
persatu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah Yang Maha Pengasih karena atas kehendak-
Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Penyusunan tesis ini
adalah salah satu persyaratan untuk mencapai derajat magister pendidikan di
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan atas bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan
terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah turut
membantu dalam penyelesaian tesis ini.
1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan kesempatan kepada
peneliti untuk melanjutkan studi pada Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret.
2. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa Indonesia Program Pascasarjana UNS sekaligus pembimbing I yang
telah memberikan izin dan dukungan serta motivasi yang membangun dalam
penyusunan tesis ini.
3. Dr. Nugraheni Eko Wardhani, M.Hum. selaku pembimbing II yang telah
banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan serta motivasi
yang luar biasa dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini.
4. Sivitas akademik Program Pascasarjana UNS atas pelayanan dan bimbingan
yang tulus selama berjuang menimba ilmu, sehingga dapat menyelesaikan
studi.
5. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia yang
selalu saling memberikan motivasi dalam perjuangan selama di kampus
tercinta.
6. Keluarga besar saya yang senantiasa memberikan semangat dalam
menyelesaikan studi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak
membantu dalam penyusunan tesis ini.
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari
Allah Swt. Penulis berharap semoga penelitian ini mampu memberikan manfaat
bagi peningkatan kualitas buku dan pembelajaran bahasa Indonesia.
Surakarta, Desember 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
JUDUL ................................................................................................................. i
PENGESAHAN PEMBIMBING ........................................................................ ii
PENGESAHAN PENGUJI TESIS...................................................................... iii
PERNYATAAN ................................................................................................... iv
MOTTO................................................................................................................. v
PERSEMBAHAN ................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xii
ABSTRAK ............................................................................................................ xiii
ABSTRACT ............................................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian..................................................................... 8
BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN RELEVAN, DAN
KERANGKA BERPIKIR
A. Landasan Teori ......................................................................... 10
1. Hakikat Pendid ikan Multikultural ...................................... 10
a. Multikulturalisme.......................................................... 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
b. Pendidikan Multikultural .............................................. 15
c. Pendekatan Pendidikan Multikultural ......................... 26
2. Hakikat Buku Pelajaran... ................................................... 32
a. Pengertian Buku Pelajaran............................................ 32
b. Penyusunan Buku Pelajaran ......................................... 34
c. Tujuan dan Manfaat Penyusunan Buku Pelajaran ...... 36
d. Buku Pelajaran Bahasa Indonesia
Berperspektif Pendidikan Multikultural ..................... 39
e. Pengintegrasian Nilai-nilai Pendidikan Multikultural
dalam Buku Pelajaran Bahasa Indonesia ..................... 48
B. Penelitian Relevan ..................................................................... 49
C. Kerangka Berpikir ..................................................................... 52
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 54
B. Bentuk dan Strategi Penelitian.................................................... 54
C. Data dan Sumber Data................................................................. 55
D. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 55
E. Valid itas Data .............................................................................. 57
F. Teknik Analisis Data ................................................................... 57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .......................................................................... 59
1. Buku dengan judul Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMP
dan MTs Kelas VIII karya Ratna Purwaningtyastuti ……. 59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
2. Buku berjudul Seribu Pena Bahasa Indonesia
untuk SMP/MTs Kelas VIII karya Tim Abdi Guru ........... 67
3. Buku berjudul Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs
Kelas VIII karya E. Kosasih dan Restuti Murwaningrum… 72
4. Buku berjudul Bahasa Indonesia untuk SMP Kelas VIII
Karya Nurhadi, Dawud, dan Yuni Pratiwi ......................... 77
5. Buku dengan judul Bahasa dan Sastra Indonesia
karya Suharma, dkk. …………………………………….. 79
B. Pembahasan Hasil Penelitian .................................................... 81
1. Muatan Pendidikan Multikultural dalam Buku Pelajaran
Bahasa Indonesia non-BSE tingkat SMP Kelas VIII ....... 81
2. Kualitas Muatan Pendidikan Multikultural dalam Buku
Pelajaran Bahasa Indonesia non-BSE tingkat SMP
Kelas VIII. ............................................................................. 100
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan ..................................................................................... 105
B. Implikasi ...................................................................................... 106
C. Saran ........................................................................................... 109
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 111
Lampiran 1: Catatan Lapangan Hasil Analisis Dokumen Buku 1 ................. 115
Lampiran 2: Catatan Lapangan Hasil Analisis Dokumen Buku 2 ................. 128
Lampiran 3: Catatan Lapangan Hasil Analisis Dokumen Buku 3 ................. 141
Lampiran 4: Catatan Lapangan Hasil Analisis Dokumen Buku 4 ................. 152
Lampiran 5: Catatan Lapangan Hasil Analisis Dokumen Buku 5 ................. 162
Lampiran 6: Transkrip Hasil Wawancara ....................................................... 172
Lampiran 7: Foto Sampul Buku-buku Pelajaran Bahasa Indonesia
Non-BSE yang Diteliti ……………………………………….. 183
Lampiran 8: Angket Rekapitulasi Data Buku Non-BSE
Bahasa Indonesia SMP Kelas VIII di Surakarta …………..… 188
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
Joko Purwanto. S841108037. 2013. Pendidikan Multikultural dalam Buku Pelajaran Bahasa Indonesia Non-BSE untuk Siswa SMP di Surakarta. Tesis. Pembimbing I: Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd.; II: Dr. Nugraheni Eko Wardhani, M.Hum. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
ABSTRAK
Penelitian ini memilik tujuan: (1) mendeskripsikan dan menjelaskan muatan
pendidikan multikultural dalam buku pelajaran bahasa Indonesia non-BSE untuk tingkat SMP, dan (2) mendeskripsikan dan menjelaskan kualitas muatan pendidikan multikultural dalam buku pelajaran bahasa Indonesia non-BSE tingkat SMP.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah buku pelajaran bahasa Indonesia non-BSE untuk tingkat SMP di Kota Surakarta dan informan. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik analisis konten, angket, dan wawancara mendalam. Uji validitas data dilakukan dengan teknik triangulasi teori dan sumber, sedangkan analisis data menggunakan teknik analisis interaktif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) muatan pendidikan multikultural dalam buku pelajaran bahasa Indonesia non-BSE yang dianalisis belum sepenuhnya memuat dimensi-dimensi pendidikan multikultural. Hal ini terbukti dari dari lima dimensi yang seharusnya ada hanya ada tiga dimensi yang dimunculkan, yakni dimensi integrasi materi, pengurangan prasangka, penguatan budaya sekolah dan struktur sosial. Sedangkan dua dimensi yang lain, yakni dimensi konstruksi pengetahuan dan dimensi penyesuaian metode pembelajaran tidak ditemukan dalam lima buku pelajaran tersebut. Bahkan ada satu buku pelajaran yang tidak memuat keseluruhan dimensi multikultural. (2) kualitas muatan pendidikan multikultural dalam lima buku pelajaran tersebut masih sangat kurang memadai. Hal ini karena belum semua dimensi multikultural terintegrasi dalam buku-buku pelajaran tersebut. Kata kunci: pendidikan multikultural, buku pelajaran bahasa Indonesia non-BSE
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
Joko Purwanto. S841108037. 2013. Education Multicultural In Indonesian Textbook non-BSE For Student SMP at Surakarta. Thesis. Supervisor I: Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd.; II: Dr. Nugraheni Eko Wardhani, M. Hum. Indonesian Language Education Study Program, Post Graduate Program of Sebelas Maret University, Surakarta.
ABSTRACT
This watchfulness has aim: (1) describe and explaination education load multicultural in Indonesian textbook non-BSE for level SMP, and (2) describe and expalin education load quality multicultural in Indonesian textbook non-BSE level SMP.
The method of the research is qualitative descriptive. Data source in this watchfulness Indonesian textbook non-BSE for level SMP at city Surakarta and informant. Data collecting technique uses analysis technique content, questionnaire, and interview deepens. Data validity test is done with technique triangulatings theory and source, while data analysis uses analysis technique interactive.
Based on watchfulness result inferential that: (1) education load multicultural in Indonesian textbook non-bse that analyzed not yet thoroughly hold education dimensions multicultural. This matter proved from from five dimensions should there there's only three dimensions that showed, that is matter integration dimension, prejudice reduction, school culture reinforcement and social structure. While two other dimensions, that is erudition construction dimension and dimension settings study method is not found in five textbook. May even exist one textbook doesn't hold overall dimension multicultural. (2) education load quality multicultural in five textbook still very less memadai. This matter is because not yet all dimensions multicultural integration in lesson books.
Keyword: education multicultural, Indonesian textbook non-bse
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan berbagai letak geografis serta
kondisi sosial budaya yang beragam sangatlah memberikan gambaran yang begitu
jelas bahwa Indonesia adalah sebagai negara multikultural. Bagaimana tidak?
Indonesia adalah sebuah negara dengan ribuan pulau dengan jumlah penduduk
yang lebih dari dua ratus juta jiwa dan menggunakan lebih dari tujuh ratusan
bahasa daerah yang berbeda-beda. Masyarakatnya pun memeluk berbagai agama
dan kepercayaan yang berbeda-beda, seperti Islam, Kristen, Hindu, Budha,
Konghucu, serta berbagai aliran kepercayaan lainnya. Hal tersebut memberikan
gambaran yang sangat jelas tentang keragaman yang ada di Indonesia.
Namun, keragaman tersebut seringkali menimbulkan masalah yang sangat
hebat. Sering terjadi konflik antarsuku, golongan, bahkan antaragama yang
sampai menimbulkan pertumpahan darah dan korban jiwa di antara mereka.
Kerusuhan di Sampit, Ambon, Poso, dan Papua adalah beberapa contoh konflik
yang terjadi antarberbagai suku dan agama yang ada di Indonesia. Hal itu adalah
masalah yang dihadapi bangsa Indonesia yang harus segera dicarikan solusinya.
Kemajemukan atau keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia tersebut
bisa diibaratkan sebagai pisau bermata dua. Keberagaman itu, di satu sisi,
merupakan khazanah yang pantas disyukuri dan dipelihara karena jika bisa
dikelola dengan baik akan dapat memunculkan berbagai inspirasi dan kekuatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
dalam upaya pembangunan bangsa. Keberagaman itu pula akan mampu
mendinamisasikan kita sebagai sebuah bangsa. Di sisi lain, keberagaman itu dapat
pula merupakan titik pangkal terjadinya friksi yang dapat memicu konflik
(Sarwiji Suwandi, 2008: 1).
Selain permasalahan tersebut, dunia pendidikan di Indonesia saat ini pun
dihadapkan pada berbagai permasalahan yang sangat kompleks. Menurunnya
kualitas pendidikan, rendahnya kualitas lulusan, rendahnya daya serap lulusan
pada dunia kerja, adanya kenakalan pelajar, semua itu merupakan cerminan
masalah yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia saat ini. Berbagai
permasalahan tersebut juga tidak mudah untuk diselesaikan.
Hal yang tak kalah penting selain yang berkaitan dengan permasalahan di
atas dan tentu menjadi sebuah tantangan besar bagi dunia pendidikan Indonesia
adalah masih adanya konflik dan kekerasan yang seringkali terjadi di masyarakat,
khususnya di kalangan pelajar dan mahasiswa. Dengan berbagai macam alasan,
sesama pelajar justru terlibat tawuran. Dengan mengatasnamakan individu
maupun kelompok, mereka saling ejek, saling serang dan bahkan saling
membunuh. Bahkan sampai saat ini, hal-hal semacam itu masih sering terjadi di
kalangan pelajar ataupun mahasiswa. Masalah-masalah tersebut mengindikasikan
bahwa harus segera ada perbaikan dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Perbaikan dalam dunia pendidikan diperlukan karena pemecahan masalah
dalam kekerasan belumlah cukup jika hanya mengandalkan peran dari aparat
penegak hukum saja. Dunia pendidikan pun mempunyai peran yang sangat besar
dalam memberikan solusi terhadap berbagai konflik tersebut. Terbangunnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
konsep kesadaran akan pentingnya toleransi, saling menghargai, dan kedamaian
bisa diwujudkan melalui dunia pendidikan. Pendidikan di Indonesia harus
mengarahkan kepada para peserta didiknya agar mau dan mampu menerima serta
memahami berbagai perbedaan suku, budaya, dan agama yang berbeda. Jika tidak
demikian, tentu akan menimbulkan berbagai macam benturan antarsuku, budaya,
dan agama yang berbeda tersebut sehingga akan berujung pada perpecahan
bangsa.
Merunut pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pada Bab III pasal 4
ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa pendidikan
nasional harus diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa. Berdasar pada undang-undang tersebut, sudah
seyogyanya bila pendidikan yang dilaksanakan harus mampu membentuk karakter
para peserta didik untuk mempunyai jiwa yang humanis, demokratis, dan tidak
diskriminatif. Oleh sebab itu, sangatlah penting untuk menerapkan pembelajaran
yang akan mampu membantu mencapai tujuan-tujuan mulia tersebut. Penerapan
bentuk pendidikan alternatif mutlak diperlukan, yaitu suatu bentuk pendidikan
yang berusaha menjaga kebudayaan suatu masyarakat dan memindahkannya
kepada generasi berikutnya, menumbuhkan tata nilai, menumbuhkan persahabatan
di antara siswa yang beragam suku, ras, agama, dan mengembangkan sikap saling
memahami. Oleh sebab itu, menurut Sitti Mania (2010: 78-79), pendidikan
multikultural adalah jawaban atas beberapa problematika kemajemukan itu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Pendidikan multikultural merupakan salah satu alternatif yang bisa
dilakukan. Pendidikan multikultural tidak sekadar merekatkan kembali nilai-nilai
persatuan, kesatuan, berbangsa dan bernegara, tetapi memberikan pemahaman
tersendiri terhadap rasa kebangsaan sendiri. Pendidikan multikultural bisa berguna
untuk merespon fenomena konflik etnis, sosial, budaya yang kerap muncul di
tengah-tengah masyarakat multikultural. Pendidikan multikultural, menurut Yaqin
(2005: 5), merupakan salah satu alternatif melalui konsep pendidikan dan
penerapan strategi yang didasarkan pada pemanfaatan berbagai keragaman yang
ada di masyarakat, khususnya yang ada pada siswa, seperti keragaman budaya,
status sosial, agama, etnis, bahasa, umur, status sosial, gender, dan lain-lain.
Mansouri dan Trembath (2005: 516) memberikan penegasan bahwa penerapan
pendidikan multikultural juga diperlukan untuk menggabungkan dinamika sosial-
politik di luar batas faktor sekolah dan keluarga agar bisa berlangsung lebih
dinamis.
Dengan penerapan pendidikan multikultural, diharapkan akan mampu
membantu para peserta didik mengerti, memahami, menerima dan menghargai
orang lain yang berbeda suku, status sosial, etnis, budaya dan sebagainya. Melalui
penanaman konsep multikulturalisme ini diharapkan akan menjadi sarana
pelatihan dan penyadaran bagi para peserta didik untuk menerima dan menghargai
perbedaan serta bisa hidup bersama secara damai. Selain itu, agar para peserta
didik mempunyai rasa kepekaan yang tinggi dalam menghadapi, menyikapi, dan
mencari solusi berbagai gejala serta masalah sosial yang bersifat multikultural.
Adanya perbedaan budaya dan sulitnya penyesuaian diri terhadap berbagai budaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
yang berbeda tentu akan mempersulit proses pembelajaran. Hal senada dinyatakan
oleh Novera (2004: 475) bahwa penyesuaian diri adalah kontributor yang
signifikan untuk keberhasilan akademis mahasiswa internasional yang berbeda
budaya, dan perbedaan budaya dapat menyebabkan masalah penyesuaian diri.
Pada jenjang pendidikan, dari pendidikan dasar sampai pendidikan
menengah atas, tidak akan bisa dilepaskan dari penggunaan buku pelajaran. Buku
pelajaran dapat menjadi pegangan guru dan siswa sebagai referensi utama
ataupun menjadi buku pendamping dalam proses belajar mengajar di sekolah. Di
dalam kegiatan belajar, siswa tidak sebatas mencermati apa-apa saja yang
diterangkan oleh guru. Siswa membutuhkan referensi atau acuan untuk menggali
ilmu agar pemahaman siswa lebih luas sehingga kemampuannya dapat lebih
dioptimalkan. Dengan adanya buku pelajaran tersebut, siswa dituntun untuk
berlatih, berpraktik, atau mencobakan teori-teori yang sudah dipelajari dari buku
tersebut. Oleh karena itu, guru harus secara cerdas menentukan buku pelajaran apa
yang akan digunakan di dalam pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan
muatan materi yang ada di dalamnya. Karena pada saat guru mampu secara tepat
menentukan buku pelajaran terbaik, hal tersebut akan berpengaruh besar di dalam
proses pembelajaran siswa.
Dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia tentu juga tidak akan terlepas
dari adanya penggunaan buku pelajaran bahasa Indonesia. Dalam hal ini, konsep
maupun praktik pendidikan multikultural dapat diintegrasikan dalam buku
pelajaran atau materi ajar mata pelajaran bahasa Indonesia, baik dalam materi
kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Pengintegrasian materi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
tentu saja dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan siswa, kebutuhan guru, dan
pemanfaatan semua unsur sosial dan budaya dilingkungan sekitar peserta didik
sebagai salah satu sumber belajar.
Menurut James A. Banks (2010: 23), pendidikan multikultural memiliki
lima dimensi yang saling berkaitan: (1) content integration, yaitu
mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep
mendasar, generalisasi dan teori dalam pelajaran; (2) the knowledge contruction
process, yaitu membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam
sebuah mata pelajaran; (3) an equity paedagogy, yaitu menyesuaikan metode
pembelajaran dengan kondisi siswa; (4) prejudice reduction, yaitu
mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pembelajaran
mereka, kemudian melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam olahraga,
berinteraksi dengan seluruh staf dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam
upaya menciptakan budaya akademik yang toleran dan inklusif. (5) empowering
school culture and social structure, yakni mengonstruksi kultur sekolah dan
struktur sosial. Kelima dimensi tersebut hendaknya ada dalam buku pelajaran,
dalam hal ini adalah buku pelajaran bahasa Indonesia.
Buku pelajaran yang baik harus mampu memberikan pemahaman yang
mendasar dan menyeluruh mengenai kenyataan keanekaragaman masyarakat dan
kebudayaan. Karena muatan budaya yang beragam akan membantu peserta didik
untuk menerima dan menghargai keragaman budaya yang ada. Untuk itu, aspek
multikultural harus ada dan terintegrasikan dalam buku pelajaran. Nilai-nilai
multikultural dalam buku pelajaran harus dirancang sedemikian rupa agar dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
terefleksikan dalam aspek-aspek pembelajaran, baik tersirat maupun tersurat.
Nilai-nilai multikultural bisa diimplementasikan ke dalam pilihan materi
pembelajaran menyimak, berbicara, membaca, maupun menulis. Oleh karena itu,
perlu dilakukan suatu analisis terhadap buku-buku pelajaran bahasa Indonesia
yang digunakan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia. Apakah nilai-nilai
atau muatan pendidikan multikultural sudah tercakup atau terintegrasikan dalam
buku pelajaran bahasa Indonesia.
Dalam penelitian ini, buku pelajaran yang dianalisis adalah buku pelajaran
bahasa Indonesia non-BSE (non-Buku Sekolah Elektronik) untuk siswa SMP
kelas VIII. Hal ini didasarkan pada realita yang ada di sekolah, yakni masih
banyak sekolah-sekolah yang menggunakan buku pelajaran bahasa Indonesia non-
BSE. Padahal pemerintah, melalui Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, sudah menerbitkan BSE (Buku Sekolah Elektronik) yang dapat
digunakan oleh pihak sekolah untuk mendukung proses pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana muatan pendidikan multikultural dalam buku pelajaran bahasa
Indonesia non-BSE tingkat SMP?
2. Bagaimana kualitas muatan pendidikan multikultural dalam buku pelajaran
bahasa Indonesia non-BSE tingkat SMP?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menjelaskan:
1. muatan pendidikan multikultural dalam buku pelajaran bahasa Indonesia non-
BSE tingkat SMP.
2. kualitas muatan pendidikan multikultural dalam buku pelajaran bahasa
Indonesia non-BSE tingkat SMP.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini memberikan pemahaman tentang konsep dan aplikasi
pendidikan multikultural dalam buku pelajaran bahasa Indonesia, khususnya
untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama kelas VIII.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk guru
Dapat digunakan sebagai acuan bagi para guru dalam memilih dan
menyiapkan materi ajar yang benar-benar sesuai dan mampu mencapai
tujuan pembelajaran yang diharapkan, khususnya dalam pelaksanaan
pendidikan multikultural.
b. Untuk Penyusun Buku Pelajaran
Bagi penyusun buku pelajaran, seperti penulis buku ajar, penerbit, guru
dan pusat perbukuan, penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam penyusunan buku-buku pelajaran berperspektif
pendidikan multikultural. Hal ini agar para siswa memiliki pemahaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
dan penghargaan terhadap berbagai keanekaragaman, seperti suku, etnis,
bahasa, budaya, dan agama.
c. Untuk Pusat Perbukuan
Dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan bagi Pusat Perbukuan
dalam menerbitkan buku pelajaran bahasa Indonesia yang memuat aspek
atau nilai-nilai pendidikan multikultural.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB II
LANDASAN TEORI, PENELITIAN RELEVAN, DAN
KERANGKA BERPIKIR
A. Landasan Teori
1. Hakikat Pendidikan Multikultural
a. Multikulturalisme
Indonesia, sebagai sebuah negara kepulauan, adalah negara yang terdiri
dari berbagai macam sukubangsa. Adanya sukubangsa yang berbeda-beda
tentu saja akan menampakkan adanya berbagai budaya yang berbeda-beda
pula. Oleh sebab itu, suatu negara atau bangsa yang mempunyai masyarakat
dengan budaya yang beragam, negara atau bangsa tersebut adalah negara
yang bersifat multikultur. Dalam suatu masyarakat yang multikultur,
kemungkinan besar akan dapat menimbulkan suatu permasalahan jika
masyarakat yang bersifat multikultur tersebut tidak ditangani dengan baik.
Permasalahan yang timbul bisa berasal dari berbagai macam aspek, seperti
sosial, hukum, pendidikan, ekonomi, suku, bahasa, budaya, dan lain-lain.
Hal ini dipertegas o leh Baidhawy (2005: 26) yang menyatakan bahwa
satu pelajaran berharga dari evolusi kebudayaan adalah bahwa realitas
multikultural secara langsung dipengaruhi oleh pola pikir manusia sendiri.
Satu pelajaran berharga dari sejarah masa lalu dan kini adalah bahwa bangsa
besar yang kedodoran di hamparan kepulauan nusantara ini telah terkunci
dalam pola pikir egosentris, pola pikir monolog yang membuat kita menderita
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
dan mengalami kegagalan terbesar dalam mengelola pluralitas dan
multikulturalis karena kealpaan-kealpaan yang dibuatnya sendiri. Kita
merasakan betapa pedihnya kekerasan dan kehancuran relasi antara sesama
atas nama etnik, budaya, politik, ideologi dan bahkan agama.
Oleh sebab itu, diperlukan upaya untuk saling memahami keberagaman
kultur maupun pemahaman tentang apa itu multikulturalisme. Untuk
memahami pengertian multikulturalisme, perlu dipahami terlebih dahulu
tentang kata kultur. Banyak pakar yang telah mengemukakan atau
mendefinisikan makna kata kultur. Meskipun memang mungkin tidak akan
pernah ada kata sepakat mengenai makna dari kata kultur. Demikian halnya
yang dinyatakan oleh Tilaar (2005: 59) bahwa studi kultural memang
berkenaan dengan seluruh kehidupan manusia.
Berbicara mengenai makna kultur, L. H. Morgan (dalam Yaqin, 2011:
27) mengartikan kultur sebagai sebuah budaya yang universal bagi manusia
dalam berbagai macam tingkatan yang dianut oleh seluruh anggota
masyarakat. Julian Steward dan Leslie White mengemukakan bahwa kultur
adalah sebuah cara bagi manusia untuk beradaptasi dengan lingkungannya
dan membuat hidupnya terjamin (dalam Yaqin, 2005: 28). Dengan luasnya
cakupan makna kultur, perlu pula dipahami terlebih dahulu karakteristik-
karakteristik kultur.
Conrad P. Kottak (dalam Yaqin, 2005: 6-9) menyatakan karakter-
karakter khusus kultur. Pertama, kultur adalah sesuatu yang general dan
spesifik sekaligus. General artinya setiap manusia di dunia ini mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
kultur, dan spesifik berarti setiap kultur pada kelompok masyarakat adalah
bervariasi antara satu dan lainnya, bergantung pada kelompok masyarakat
mana kultur itu berada. Kedua, kultur adalah sesuatu yang dipelajari. Dalam
hal ini, ada tiga macam pembelajaran: (1) pembelajaran individu secara
situasional, (2) pembelajaran situasi secara sosial, dan (3) pembelajaran
kultural, yaitu suatu kemampuan unik pada manusia dalam membangun
kapasitasnya. Ketiga, kultur adalah sebuah simbol, baik berbentuk verbal
maupun nonverbal (linguistik dan nonlinguistik). Keempat, kultur dapat
membentuk dan melengkapi sesuatu yang alami. Secara alamiah, manusia
harus makan untuk mendapatkan energi, kemudian kultur mengajarkan
manusia untuk makan apa, kapan, dan bagaimana. Kelima, kultur adalah
sesuatu yang dilakukan secara bersama-sama yang menjadi atribut bagi
individu sebagai anggota dari kelompok masyarakat. Keenam, kultur adalah
sebuah model. Artinya, kultur bukan kumpulan adat istiadat dan kepercayaan
yang tidak ada artinya sama sekali. Kultur adalah sesuatu yang disatukan dan
sistem-sistem yang tersusun dengan jelas. Adat istiadat, institusi,
kepercayaan, dan nilai-nilai kait-mengait. Ketujuh, kultur adalah sesuatu yang
bersifat adaptif. Kultur merupakan sebuah proses bagi sebuah populasi untuk
membangun hubungan yang baik dengan lingkungan di sekitarnya sehingga
semua anggotanya melakukan usaha maksimal untuk bertahan hidup dan
melanjutkan keturunan.
Berdasarkan uraian tentang karakter-karakter khusus kultur di atas,
dapat disimpulkan bahwa kultur merupakan ciri-ciri tingkah laku manusia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
yang dipelajari, bersifat sangat khusus, dan tidak diturunkan secara genetis.
Artinya, kultur dapat dimaknai sebagai sebuah cara dalam bertingkah-laku
dan beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya dan masing-masing kultur
memiliki keunikan tersendiri dan tidak bisa dikatakan bahwa kultur yang satu
lebih baik dari kultur yang lain.
Oleh sebab itu, sangatlah jelas bahwa sebenarnya kultur bukanlah
sesuatu yang tunggal, melainkan sesuatu yang jamak. Dengan kata lain, kultur
adalah sesuatu yang multikultural. Ada banyak sekali kultur yang ada di
dunia ini. Sebab itulah, setiap individu hendaknya memiliki sikap dan
perilaku yang arif dan bijaksana terhadap keberadaan berbagai macam kultur
dan tidak menggunakan sudut pandang kulturnya sendiri dalam menilai kultur
yang dimiliki oleh orang lain. Hal ini karena masing-masing kultur memiliki
karakteristik tersendiri. Dari beberapa pengertian tersebut dapat
dikembangkan pemaknaan dan pemahaman terhadap konsep
multikulturalisme.
Multikulturalisme adalah sebuah paham tentang kultur yang beragam.
Dalam keragaman kultur ini meniscayakan adanya pemahaman, saling
pengertian, toleransi, dan sejenisnya, agar tercipta suatu kehidupan yang
damai dan sejahtera serta terhindar dari konflik berkepanjangan (Ngainun
Naim & Achmad Sauqi, 2011: 125). Senada dengan pendapat Naim tersebut,
Pareh (2008: 15) menyatakan bahwa multikulturalisme merupakan pandangan
mengenai keanekaragaman atau perbedaan yang dilekatkan secara kultural.
Sementara itu, Tilaar (2005: 306) menyatakan bahwa multikulturalisme
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
adalah suatu pandangan yang multietnis di dalam kehidupan modern.
Pandangan ini mengakui adanya jenis-jenis budaya, dan karena itu sifatnya
antirasisme, kesamaan budaya, partisipasi, dialog, dan berdiferensiasi. Tidak
ada budaya yang murni, semuanya bersifat hibrida. Pendapat senada
disampaikan oleh Lawrence Blum (Ujan, dkk., 2011: 14) bahwa
multikulturalisme meliputi sebuah pemahaman, penghargaan dan penilaian
atas budaya seseorang, serta sebuah penghormatan dan keingintahuan tentang
budaya etnis lain. Multikulturalisme meliputi sebuah penilaian terhadap
budaya-budaya orang lain, bukan dalam arti menyetujui seluruh aspek dari
budaya-budaya tersebut, melainkan mencoba melihat bagaimana sebuah
budaya yang asli dapat mengekspresikan nilai bagi anggota-anggotanya
sendiri.
Abdullah (dalam Ngainun Naim & Achmad Sauqi, 2011: 125)
mengungkapkan bahwa multikulturalisme adalah sebuah paham yang
menekankan pada kesenjangan dan kesetaraan budaya-budaya lokal dengan
tanpa mengabaikan hak-hak dan eksistensi budaya yang ada. Dengan kata
lain, penekanan utama multikulturalisme adalah pada kesetaraan budaya.
Multikulturalisme bermaksud menciptakan suatu konteks sosiopolitis
yang memungkinkan individu dapat mengembangkan kesehatan jati diri dan
secara timbalbalik mengembangkan sikap-sikap antarkelompok yang positif
(Berry dalam Markhamah, 2003: 22). Pemahaman seseorang akan adanya
budaya yang beragam tentu akan mampu menjadikan kehidupan ini lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
harmonis dan dinamis. Dengan demikian, akan tercipta suasana kerukunan
antarsesama suku, ras, etnis, budaya, bahasa, dan agama yang berbeda-beda.
Berpijak pada beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
multikulturalisme adalah sebuah pemahaman, penghargaan dan
penghormatan terhadap adanya keragaman budaya yang ada dalam suatu
masyarakat, bangsa, dan negara.
b. Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural menjadi sebuah hal yang didengung-
dengungkan dalam pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini. Hal in i seiring
dengan semakin maraknya konflik yang terjadi di masyarakat. Konflik itu
terjadi bukan hanya sesama suku, melainkan juga sudah melibatkan antarsuku
yang tentu mempunyai kultur yang berbeda-beda. Sebagai contoh adanya
konflik yang terjadi di Ambon dan Poso serta konflik yang terjadi di
Sampang, Madura. Sebuah hal yang memang tidak bisa dihindari bahwa
masyarakat Indonesia selain beragam dari segi etnis, suku, bahasa dan agama,
juga majemuk dari segi budaya.
Sering terjadinya pergesekan maupun pertentangan atas nama suku,
etnis, bahkan agama yang terjadi beberapa tahun belakangan ini seharusnya
memberikan pelajaran yang sangat berharga kepada setiap individu tentang
pentingnya pendidikan multikultural. Dalam konsep-konsep yang telah
disepakati, baik dalam undang-undang, peraturan perundangan, dan lain
sebagainya, memang sudah ada pengakuan tentang adanya berbagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
keragaman, baik etnis, suku, budaya, bahasa, bahkan agama. Namun, dalam
praktik nyata di lapangan, hal itu hanyalah omong kosong belaka. Betapa
tidak? Adanya konflik dan kekerasan yang mengatasnamakan antarsuku,
etnis, bahkan agama masih saja sering terjadi. Hal itu menjadi bukti bahwa
adanya undang-undang serta peraturan-peraturan lainnya belumlah cukup
untuk mengarahkan masyarakat memahami dan menghormati adanya
keberagaman.
Lahirnya sebuah ide tentang sangat perlunya diterapkan pendidikan
multikultural tidak bisa dilepaskan dari adanya kondisi dan situasi penindasan
yang terjadi pada kultur minoritas di Amerika Serikat saat itu. Tentu saja
pihak yang melakukan penindasan adalah pihak yang memiliki kultur
dominan. Saat itu, di Amerika Serikat, masyarakatnya adalah masyarakat
multikultural yang memiliki banyak kultur yang beragam namun memiliki
satu kultur yang sangat dominan. Dalam bukunya, Zamroni (2011: 141),
menyatakan kultur dominan tersebut dengan kultur kelompok WMCA, yaitu
kultur orang kulit putih (White), kultur lelaki (Male), kultur pemeluk Kristen
Protestan (Christian), dan kultur orang-orang yang datang dari Eropa Barat
(Anglo Saxon). Kultur kelompok lain, seperti kultur Eropa non-Anglo Saxon,
kelompok Yahudi dan kelompok Greek (Yunani), kelompok lain dari Eropa,
kelompok orang Asia, kelompok orang Amerika Latin dan kelompok orang
Afrika yang disebut Negro atau black people, merupakan kelompok kultur
minoritas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Penindasan yang dilakukan oleh kultur dominan atas kultur minoritas
juga terjadi pada penindasan sosial ekonomi. Warga dari kelompok minoritas
sulit sekali mendapatkan pekerjaan. Selain itu, terdapat pula kebijakan
diskriminatif yang sangat mencolok antara kaum lelaki dan kaum wanita.
Para wanita yang bekerja mendapatkan gaji yang lebih kecil bila
dibandingkan dengan kelompok laki-laki, padahal pekerjaan yang dilakukan
sama. Dengan adanya diskriminasi ini lahirlah gerakan women equal right
movement yang kemudian mengilhami gerakan kesetaraan berdasarkan jenis
kelamin yang dikenal sekarang ini.
Penindasan dan diskriminasi dalam bidang sosiokultural juga terjadi,
yaitu dengan adanya pemisahan antara orang kulit putih dengan orang kulit
hitam. Hal ini terjadi dalam berbagai layanan kesehatan, pendidikan, dan
perumahan. Tidak cukup sampai di situ, diskriminasi dalam bidang
pendidikan pun juga terjadi. Kelompok kultur dominan akan dengan sangat
mudah dan lancar dalam mendapatkan layanan pendidikan, bahkan mereka
pasti dijamin keberhasilannya dalam pendidikan. Berbeda halnya dengan
kelompok yang datang dari kaum kultur minoritas.
Berdasarkan gambaran di atas, jelaslah bahwa pendidikan multikultural
memiliki suatu tanggung jawab yang besar, yaitu menyatukan bangsa yang
terdiri dari berbagai macam budaya dan menyiapkan bangsa untuk siap
menghadapi arus budaya luar di era globalisasi. Jika kedua tanggung jawab
besar itu dapat dicapai, kemungkinan perpecahan bangsa dan munculnya
konflik dapat dihindarkan. Konflik-konflik kedaerahan sering terjadi karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
tidak adanya pemahaman tentang masyarakat yang multikultur. Oleh karena
itu, salah satu cara yang bisa diterapkan untuk mencegah atau meminimalkan
konflik tersebut adalah penerapan dan pengembangan pendidikan
multikultural. Hal ini perlu dilakukan agar setiap individu, termasuk para
siswa, memiliki penghargaan yang baik terhadap berbagai perbedaan dan
keragaman yang ada.
Pentingnya penerapan pendidikan multikultural, khususnya di sekolah,
didasarkan pada adanya lima pertimbangan tentang kenyataan yang terjadi di
lapangan, yakni: keragaman budaya, ketidakmampuan hidup secara harmoni,
tuntutan untuk menguasai/memahami bahasa lain, kesetaraan dalam
memperoleh kesempatan pendidikan, dan proses pengembangan citra diri
yang positif (Cardinas, 1975: 23).
Pendapat yang dikemukakan oleh Cardinas di atas, diperkuat lagi oleh
pendapat yang dikemukakan oleh Gollnick (1983: 15) yang mengemukakan
bahwa urgensi penerapan pendidikan multikultural didasarkan pada beberapa
asumsi, yakni: keragaman budaya merupakan inti dari masyarakat sekarang
ini, adanya interaksi antarbudaya yang beragam, perlunya keadilan dan
kesempatan yang sama bagi semua warga negara, pendidikan memberikan
fungsi yang penting terhadap sikap dan nilai bagi kelangsungan masyarakat
yang demokratis, guru dan praktisi pendidikan dapat memberikan peran
dalam mewujudkan lingkungan yang mendukung pendidikan multikultural.
Zamroni (2011: 140) menyatakan bahwa pendidikan multikultural
merupakan suatu bentuk reformasi pendidikan yang bertujuan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
memberikan kesempatan yang setara bagi semua siswa tanpa memandang
latar belakangnya sehingga semua siswa dapat meningkatkan kemampuan
secara optimal sesuai dengan ketertarikan, minat, dan bakat yang dimiliki.
Hal senada juga disampaikan Teguh Sarosa (2009: 25) yang menjelaskan
bahwa pendidikan multikultural membantu siswa mengerti, menerima, dan
menghargai orang lain dengan latar belakang suku, budaya, nilai, pemikiran,
dan tingkah laku yang berbeda. Untuk itu, siswa perlu diajak melihat nilai
budaya, lingkungan, dan individu lain sehingga mengerti secara mendalam
dan akhirnya dapat menghargainya.
Pengertian pendidikan multikultural menurut Ainurrafiq Dawam (dalam
Ngainun Naim & Achmad Sauqi, 2011: 50) menjelaskan bahwa pendidikan
multikultural adalah proses pengembangan seluruh potensi manusia yang
menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekuensi keragaman
budaya, etnis, suku, dan aliran agama. Dengan demikian, pendidikan
multikultural menghendaki adanya penghormatan dan penghargaan terhadap
setiap individu yang memiliki latar budaya yang berbeda-beda.
Pendapat yang semakna dikemukakan oleh Banks (2002: 14) yang
menyatakan bahwa pendidikan multikultural adalah cara memandang realitas
dan cara berpikir tentang adanya keberagaman kelompok, etnis, ras, dan
budaya. Suatu konsep pendidikan yang memberikan kesempatan secara adil
kepada semua peserta didik dengan tanpa memandang adanya perbedaan
etnik, ras, agama, kelas sosial, dan karakteristik kultural mereka. Singkatnya,
pendidikan multikultural seharusnya mencakup semua aspek dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
pendidikan seperti: kurikulum, pendidik, materi, metode, dan lain-lain. Semua
peserta didik harus memperoleh hak dan perlakuan yang sama di sekolah
meskipun mereka berasal dari latar belakang yang berbeda-beda.
Pendapat yang dikemukakan oleh Banks di atas diperkuat oleh Baker
(dalam http://www.csupomona.edu/~jis/1999/baker.pdf) yang menyatakan
bahwa pendidikan multikultural merupakan gerakan reformasi yang didesain
untuk mengubah lingkungan pendidikan secara menyeluruh sehingga peserta
didik yang berasal dari kelompok ras dan etnik yang beragam memiliki
kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan di sekolah, perguruan
ketidakadilan kekuasaan, keadilan, dan stereotipe.
James A. Banks (dalam Choirul Mahfud, 2011: 177) menjelaskan
bahwa konsep atau nilai-nilai pendidikan multikultural bisa diintegrasikan ke
dalam materi-materi, metode pembelajaran, tugas/latihan, maupun evaluasi
yang ada dalam buku pelajaran. Ditambahkannya, materi-materi tersebut bisa
berupa penyajian dan pengenalan berbagai budaya dan kelompok yang
beragam serta pengurangan prasangka terhadap berbagai keragaman budaya.
Bahkan menurut Choirul Mahfud (2011: 248) nilai-nilai pendidikan
multikultural sebaiknya menjadi materi pelajaran tersendiri (khususnya untuk
daerah-daerah bekas konflik antarsuku, etnis, maupun SARA). Dengan upaya
tersebut, diharapkan setiap individu maupun para peserta didik akan mampu
mengakui, memahami, dan menghargai berbagai ragam budaya yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Sehubungan dengan pengintegrasian materi tersebut, Sarwiji Suwandi
(2006: 16-17) memberikan penguatan bahwa perlu dihindari buku-buku
pelajaran yang bermuatan rasis dan provokatif terhadap munculnya
pertentangan yang destruktif, dan sebaliknya perlu dipilih dan digunakan
buku-buku pelajaran yang peka akan nilai-nilai keragaman, nilai-nilai
multikultural. Penggunaan materi dari berbagai etnik dan budaya juga perlu
dilakukan oleh para penulis buku pelajaran. Pemilihan ini tidak semata-mata
didasarkan pada orientasi area penggunaan buku, tetapi lebih didasarkan pada
pengenalan khazanah budaya Indonesia (bahkan dunia) agar para peserta
didik memiliki pemahaman dan perilaku berwawasan multikultural.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pengintegrasian nilai-
nilai pendidikan multikultural dalam buku pelajaran bahasa Indonesia dapat
dilakukan dengan cara memasukkannya ke dalam materi-materi, metode
pembelajaran, tugas/latihan, maupun evaluasi dalam buku pelajaran.
B. Penelitian Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Novera (2004) yang berjudul “Indonesian Postgraduate Students
studying in Australia: An Examination of their Academic, Social and Cultural
Experiences. Dalam International Education Journal Vol 5, No 4, 2004
http://iej.cjb.net 475.” Hasil dari penelitian ini adalah pentingnya isu-isu budaya
dalam interaksi dan proses pembelajaran khususnya yang berlangsung di dalam
kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Penelitian yang dilakukan oleh Novera memiliki sedikit perbedaan dengan
penelitian ini, yakni dititiktekankan pada pentingnya isu-isu budaya dalam
interaksi belajar di dalam kelas. Sedangkan penelitian ini menitikberatkan pada
analisis penerapan pendidikan multikultural dalam buku pelajaran bahasa
Indonesia non-BSE. Namun, meskipun demikian, kedua penelitian ini tetap
memiliki kesamaan, yakni dalam hal perlunya pemberian pendidikan multikultural
kepada para peserta didik.
Penelitian yang relevan selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh
Anam Sutopo dan Sigit Haryanto (2005) yang berjudul “Analisis Buku Pelajaran
Bahasa Inggris untuk SLTP sebagai Media Proses Belajar Mengajar bagi Guru
dan Murid.” Hasil penelitian ini antara lain mengungkapkan bahwa tingkat
keterbacaan buku pelajaran bahasa Inggris di kalangan siswa relatif masih rendah.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada tujuan
akhir yang dicapai. Penelitian tersebut mendeskripsikan penggunaan buku
pelajaran bahasa Inggris sedangkan tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui
muatan pendidikan multikultural dalam buku pelajaran bahasa Indonesia non-BSE
tingkat SMP. Adapun persamaannya terletak pada salah satu variabelnya, yaitu
analisis buku pelajaran.
Penelitian berikutnya yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian
yang dilakukan oleh Slamet Mulyono (2004) yang berjudul “Keterbacaan Buku
Pelajaran IPA SLTP di Kabupaten Karanganyar.” Hasil penelitiannya
mengungkapkan bahwa tingkat keterbacaan dan isi materi yang disajikan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
buku pelajaran IPA SLTP di Kabupaten Karanganyar tergolong masih sulit
dipahami oleh siswa.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada tujuan
akhir yang dicapai. Penelitian tersebut mendeskripsikan tingkat keterbacaan dan
isi materi dari buku pelajaran IPA sedangkan dalam penelitian ini adalah
mengetahui muatan pendidikan multikultural yang ada dalam buku pelajaran
bahasa Indonesia non-BSE tingkat SMP. Adapun persamaannya terletak pada
salah satu variabelnya, yaitu analisis buku pelajaran.
Penelitian lain yang relevan adalah penelitian yang dilakukan Jumanto
(2004) berjudul “Pemanfaatan Buku Pelajaran dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Bahasa Indonesia di SMP Negeri Kabupaten Rembang.” Hasil penelitiannya
adalah buku pelajaran bahasa Indonesia sudah dimanfaatkan berdasarkan
penjabaran materi-materi yang sesuai dengan GBPP. Bahasa dan penulisan yang
digunakan dalam buku pelajaran sudah sesuai dengan kaidah dan tingkatan umur
siswa.
Perbedaan penelitian yang telah dilakukan oleh Jumanto dengan penelitian
ini juga terletak pada tujuan akhir yang dicapai. Penelitian tersebut
mendeskripsikan bahasa, penulisan, dan grafika serta pemanfaatan buku pelajaran
bahasa Indonesia dalam pembelajaran. Sedangkan penelitian ini adalah untuk
mengetahui muatan pendidikan multikultural yang ada dalam buku pelajaran
bahasa Indonesia non-BSE tingkat SMP. Adapun persamaannya terletak pada
salah satu variabelnya, yaitu analisis buku pelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
C. Kerangka Berpikir
Pendidikan multikultural adalah pendidikan untuk saling mengerti,
memahami, dan menghargai adanya keberagaman kultur pada diri setiap individu.
Dengan adanya pendidikan multikultural, siswa akan terbantu di dalam prosesnya
menerima dan menghargai orang lain yang berasal dari suatu suku dan budaya
yang berbeda. Oleh sebab itu, siswa hendaknya senantiasa diarahkan agar mampu
mengenal dan memahami adanya nilai budaya serta perbedaan-perbedaan individu
yang ada di sekeliling mereka sehingga akhirnya mereka mampu memberikan rasa
penghormatan dan penghargaan terhadap berbagai perbedaan dan keragaman.
Pelaksanaan pendidikan multikultural hendaknya memang harus
direalisasikan dalam segala aspek pendidikan, seperti metode, materi atau bahan
ajar, organisasi dan manajemen kelas, serta evaluasi pembelajaran. Dengan
demikian, baik secara langsung maupun tidak, siswa akan mampu terbangun pola
pikir yang baik terhadap konsep dan pelaksanaan pendidikan multikultural.
Hingga pada akhirnya para siswa akan mampu menghargai setiap keberagaman
budaya yang ada.
Bahan ajar, termasuk pula buku pelajaran, mempunyai peranan yang sangat
penting dalam pelaksanaan pendidikan multikultural. Agar tujuan pendidikan
multikultural dapat dicapai dengan baik, salah satu hal yang sangat penting adalah
isi dan materi ajar yang diberikan di sekolah. Materi ajar yang diberikan harus
dipilih yang benar-benar memberikan pengenalan dan penghargaan terhadap
adanya berbagai budaya yang berbeda-beda, termasuk pula di dalamnya adalah
materi atau isi dalam buku pelajaran bahasa Indonesia untuk tingkat SMP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Oleh karena itu perlu kiranya dilakukan sebuah analisis yang mendalam
terhadap buku-buku pelajaran bahasa Indonesia SMP yang sudah ada, khususnya
dalam hal ini adalah buku-buku pelajaran bahasa Indonesia non-BSE. Apakah isi
dan materi yang termaktub di dalamnya sudah benar-benar memberikan
pemahaman dan penghargaan terhadap berbagai budaya yang beragam yang ada.
Penelitian ini akan melakukan upaya analisis terhadap hal tersebut. Dengan
demikian, akan diketahui bagaimana muatan dan kualitas muatan pendidikan
multikultural dalam buku-buku pelajaran bahasa Indonesia non-BSE untuk siswa
SMP kelas VIII. Untuk lebih memperjelas alur kerangka berpikir dalam penelitian
ini dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir
Pendidikan
Multikultural
Buku pelajaran bahasa Indonesia non-BSE SMP
kelas VIII
Muatan dan kualitas muatan pendidikan multikultural
dalam buku pelajaran bahasa Indonesia non-BSE
SMP kelas VIII
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini ini tidak terikat oleh tempat karena jenis penelitiannya
adalah penelitian pustaka. Objek dalam penelitian ini adalah berupa dokumen,
yakni buku pelajaran bahasa Indonesia non-BSE untuk tingkat SMP kelas VIII.
Adapun untuk waktu penelitian dilakukan mulai bulan Mei sampai dengan bulan
Oktober 2012. Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 2. Waktu dan Kegiatan Penelitian
No Kegiatan Bulan
Mei Juni Juli Agust Sept Okt 1 Penyusunan
Proposal
2 Seminar Proposal
3 Revisi Proposal dan Persiapan Penelitian
4 Pengumpulan Data
5 Analisis Data Penelitian
6 Penyusunan Laporan
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian
deskriptif kualitatif tertuju pada pemecahan masalah pada masa sekarang.
Penelitian ini menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek
penelitian pada saat sekarang yang menghasilkan fakta-fakta yang tampak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
sebagaimana adanya. Pelaksanaan penelitian bentuk ini tidak terbatas pada
penyajian data semata, tetapi meliputi analisis dan interpretasi atau penafsiran
terhadap data yang ada.
2. Strategi Penelitian
Strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian in i adalah strategi
analisis konten. Strategi ini dipilih karena sesuai dengan arah dan tujuan
penelitian yang telah ditetapkan. Sebagaimana Stone (dalam Darmiyati Zuhdi,
1993: 2) yang menyatakan bahwa analisis konten adalah suatu teknik untuk
membuat inferensi dengan mengidentifikasi karakteristik khusus secara objektif
dan sistematik.
C. Sumber Data
Sumber data yang dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian in i adalah
dokumen, yakni buku pelajaran bahasa Indonesia non-BSE untuk tingkat SMP
kelas VIII, dan informan, yakni penulis buku-buku tersebut. Menurut Sugiyono
(2012: 82), dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya seseorang.
Dokumen atau arsip yang dimaksud dalam penelitian ini adalah informasi tertulis
yang berkenaan dengan isi buku pelajaran.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis isi, yaitu suatu analisis dokumen yang memusatkan perhatiannya pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
data. Teknik itu sengaja dipilih, sebagaimana pandangan Berelson (dalam Burhan
Bungin, 2001: 173) yang mengatakan bahwa teknik tersebut merupakan teknik
yang objektif dan sistematis.
Dalam buku yang lain, Burhan Bungin menyatakan bahwa teknik itu
merupakan teknik yang paling umum digunakan untuk pengumpulan data-data
kualitatif karena analisis isi selalu menampilkan tiga syarat: objektivitas,
sistematis, dan generalisasi (2003: 84). Data yang terkumpul berupa materi
maupun latihan soal/tugas.
Langkah-langkah pengumpulan data sebagai berikut: 1) membaca buku
pelajaran bahasa Indonesia non-BSE untuk tingkat SMP kelas VIII secara detail
dan mendalam, dan 2) mencatat materi-materi, kalimat-kalimat, ataupun soal-
soal/tugas yang memiliki dimensi pendidikan multikultural.
Adapun alur teknik analisis isi digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2. Alur Teknik Analisis Isi (Berelson dalam Burhan Bungin, 2003: 85)
Selain dengan analisis isi, teknik pengumpulan data juga dilakukan dengan
angket dan wawancara secara mendalam. Sutopo (2002: 135) menjelaskan bahwa
wawancara mendalam adalah wawancara yang dilakukan guna mendapatkan
kedalaman informasi dan dilakukan dengan cara nonformal guna menggali
pandangan subjek yang diteliti tentang sesuatu yang dapat dijadikan sebagai dasar
penggalian informasi yang leb ih rinci. Wawancara dilakukan dengan penulis buku
pelajaran bahasa Indonesia non-BSE SMP kelas VIII.
Menemukan data
Memprediksi/ menganalisis data
Mengklasifikasi data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
E. Validitas Data
Valid itas data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu triangulasi teori
dan triangulasi sumber. Peneliti menggunakan triangulasi tersebut karena jenis
triangulasi itulah yang diperlukan dalam penelitian pustaka. Triangulasi teori
digunakan dengan cara rujuk silang antarteori (teori satu dengan yang lain) untuk
mendapatkan teori yang benar-benar terpercaya agar dapat digunakan sebagai
acuan dalam penelitian. Triangulasi sumber digunakan untuk menguji keabsahan
data yang diperoleh dalam proses penelitian.
F. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis interaktif. Analisis model
interaktif ini merupakan interaksi dari empat komponen, yaitu: pengumpulan data,
reduksi data, penyajian data (display data) dan penarikan kesimpulan (verifikasi).
Proses analisis tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. Teknik analisis data
ini akan melalui tiga alur, yaitu: 1) reduksi data; 2) penyajian data; dan 3)
penarikan simpulan.
1. Pengumpulan data
Peneliti mengumpulkan data-data yang ingin diperoleh dalam penelitian sesuai
dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan.
2. Reduksi data
Pada langkah ini yang dilakukan peneliti adalah mencatat data yang
diperoleh dalam bentuk uraian yang terperinci. Data yang diambil berupa kata-
kata atau kalimat tertulis dalam buku pelajaran bahasa Indonesia non-BSE SMP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
kelas VIII yang mengungkapkan adanya konsep-konsep atau materi pendidikan
multikultural.
3. Penyajian data
Peneliti menyusun informasi atau data agar mudah dipahami dan
mengarah pada pemecahan masalah. Adapun kegiatan penyajian dan analisis data
dilakukan sebagai berikut.
a. Menganalisis data yang diperoleh dari buku pelajaran bahasa Indonesia non-
BSE untuk tingkat SMP kelas VIII;
b. Tahapan pada poin (a) di atas akan menghasilkan temuan berupa data yang
bermuatan pendidikan multikultural;
c. Tahapan analisis yang terakhir, yakni peneliti membahas secara mendalam
deskripsi sebagaimana uraian di atas.
4. Penarikan simpulan
Dalam langkah ini peneliti telah memasuki tahap menyarikan hasil analisis
terhadap data yang diperoleh. Meskipun begitu, simpulan yang dihasilkan masih
merupakan simpulan yang bersifat sementara. Oleh karena itu, verifikasi
terhadapnya merupakan suatu keharusan selama penelitian berlangsung. Proses
analisis tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 3. Model Analisis Interaktif (Sutopo, 2002: 96)
Pengumpulan data
Verifikasi
Reduksi data Penyajian data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap lima buku pelajaran
bahasa Indonesia non-BSE (non-Buku Sekolah Elektronik) untuk tingkat SMP
kelas VIII d itemukan sejumlah dimensi dan subdimensi pendidikan multikultural.
Deskripsi lengkap mengenai hasil penelitian tersebut dapat disimak pada
penjelasan berikut ini.
1. Buku dengan judul ‘Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMP dan MTs
Kelas VIII’ karya Ratna Purwaningtyastuti
Buku pelajaran ini diterbitkan oleh Penerbit Grahadi pada tahun 2007.
Memiliki ketebalan buku sebanyak 192 + viii halaman yang terdiri atas 10 tema
dan terbagi dalam 16 standar kompetensi dan 37 kompetensi dasar. Di dalam buku
pelajaran ini dilengkapi dengan 140 soal pilihan ganda dan 50 soal uraian yang
digunakan untuk menguji kompetensi siswa.
Setelah dilakukan analisis, didapatkan tiga dimensi multikultural pada buku
pelajaran tersebut. Dimensi-dimensi tersebut, yaitu dimensi pengintegrasian
materi, dimensi pengurangan prasangka, dan dimensi penguatan budaya sekolah
dan struktur sosial. Dimensi pengintegrasian materi terwakili oleh subdimensi
budaya, dimensi pengurangan prasangka terwakili oleh subdimensi status
sosial/ekonomi, sedangkan dimensi penguatan budaya sekolah dan struktur sosial
terwakili oleh subdimensi budaya sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Secara persentase, pemunculan dimensi multikultural dalam buku pelajaran
tersebut baru mencapai 60% saja. Hal ini karena dari lima dimensi multikultural
yang ada, baru tiga dimensi multikultural yang dimunculkan dalam buku pelajaran
tersebut. Sementara jika dilihat dari subdimensi multikulturalnya, buku pelajaran
tersebut baru memunculkan 21% saja (tiga subdimensi dari empat belas
subdimensi yang ada).
Bagian-bagian subdimensi multikultural yang dimunculkan dalam buku
pelajaran tersebut dapat dilihat dari hasil analisis berikut ini.
a. Subdimensi budaya
Di tema 6 buku pelajaran ini ditampilkan beberapa bacaan berbagai budaya
yang berasal dari daerah Solo (hal. 93), Madura (hal. 95), dan Semarang (hal. 97).
Kehidupan masyarakat Solo yang sangat dipengaruhi oleh tatanan budaya keraton
yang menjadi pusat kebudayaan dan kesenian Jawa, tempat-tempat yang ada di
Solo, seperti Pasar Klewer, hingga ciri khas Solo sebagai Kota Batik
diperkenalkan dalam bacaan di halaman 93 tersebut. Hal ini dapat dilihat dari
paparan data berikut ini.
Solo, Batik, dan Keraton
Struktur kehidupan masyarakat Solo sangat dipengaruhi oleh tatanan budaya keraton. Industri batik yang ditekuni pun tak lepas dari warna-warni keraton. Kota Batik, begitu biasanya orang mengenal Kota Solo. Kota yang memiliki luas wilayah sekitar 4.404 hektar itu merupakan daerah yang memiliki banyak industri dan perajin batik, baik yang sudah maju maupun yang tergolong industri kecil.
Sebuah tempat yang erat hubungannya dengan batik adalah Pasar Klewer. Pasar tersebut merupakan pusat batik yang kerap dikunjungi para wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Pasar Klewer memang pusat batik di Indonesia. Setiap harinya tidak pernah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
sepi. Pasar yang dibangun pada tahun 1970 itu letaknya sangat dekat dengan Keraton Solo.
Kota Solo sebenarnya tidak hanya dikenal sebagai Kota Batik. Ada lagi tempat budaya sekaligus sebagai tempat wisata, yaitu Keraton Solo. Di tempat itulah tersimpan pusat kebudayaan dan kesenian Jawa. Keraton itu dibangun pada tahun 1745, yang kemudian ditempati oleh Raja Pakubuwono II. Di dalam keraton terdapat sebuah bangunan yang memiliki nilai arsitektur yang tinggi. Selain itu, juga terdapat sebuah museum dan pendopo dengan dekorasi yang didominasi warna emas. Setiap tahun, bertempat di Keraton Solo, diselenggarakan Upacara Sekaten. Perayaan itu dilangsungkan setiap tanggal 5-15 Rabiul Awal, guna memperingati Maulid Nabi. Hampir dapat dipastikan, Upacara Sekaten selalu meriah dan mengundang ketertarikan tersendiri bagi wisatawan asing. (Buku Bahasa dan Sastra Indonesia karya Ratna Purwaningtyastuti hal. 93)
Ciri khas Madura dengan Karapan Sapi juga diperkenalkan dalam bacaan di
halaman 95. Dalam bacaan tersebut juga dijelaskan bahwa bagi penduduk
masyarakat Madura yang mampu memiliki sepasang sapi karapan, hal ini
dianggap bahwa sang pemilik sudah memiliki kepuasan batin dan dinilai
terpandang oleh masyarakat. Berikut disajikan data penelitian yang dimaksud
tersebut.
Sepasang Sapi Karapan di Madura Membuat Pemiliknya Jadi Terpandang
Karapan Sapi memang identik dengan Madura. Budaya khas di
Pulau Garam ini sudah ratusan tahun melekat dengan masyarakatnya yang dikenal bertemperamen keras tersebut. Oleh karenanya, tidak mengherankan apabila pintu masuk Pelabuhan Kamal Madura, dipampang patung karapan sapi dengan jokinya yang disebut tokang tongkok.
Setiap tahun kejuaraan sapi pun diadakan. Sebagai budaya khas yang tidak dapat diperoleh di daerah lain, maka atraksi balap sapi ini sebenarnya banyak diminati para wisatawan, baik dalam maupun luar negeri. Hingga kini, karapan sapi masih merupakan kebanggaan bagi masyarakat di sana. Mempunyai sepasang sapi karapan dianggap sebagai kepuasan batin bagi pemiliknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
“Di Madura ini walau mempunyai 50 mobil, tetapi apabila belum mempunyai sepasang sapi karapan, maka tidak ada kebanggaan dan belum dinilai terpandang oleh masyarakat,” kata H. Sai’in, salah seorang peserta karapan dari Kecamatan manding, Kabupaten Sumenep.
Pemilik sapi bernama Angin Topan ini mengaku memberikan 150 butir telur untuk sepasang sapinya tersebut menjelang perlombaan. Telur itu dicampur dengan jamu seperti madu, beras kencur, dan malaga untuk memberi kekuatan dan kesehatan pada sang sapi. Sementara untuk merawat sepasang sapi diperlukan tiga orang pembantu. Dia kini memiliki tiga pasang sapi sehingga memerlukan sembilan perawat.
Karapan sekarang dengan tahun sebelumnya agak sedikit berbeda. Sebelum 2001, jarak lintasan karapan hanya 160 meter. Akan tetapi, jarak sedemikian dirasa kurang karena posisi sapi biasanya masih dalam jarak hampir sama sehingga sulit melakukan penjurian. Karapan sapi memang tidak terlalu sering diadakan. Dalam setahun mungkin tidak lebih dari dua kali event karapan diadakan. (Buku Bahasa dan Sastra Indonesia karya Ratna Purwaningtyastuti hal. 97)
Selain itu, di bagian bacaan yang lain, dipaparkan pula budaya dari daerah
Semarang berupa kesenian wayang orang yang dimunculkan pada bacaan di
halaman 97.
Wayang Orang Riwayatmu Kini
Pada pertengahan tahun 80-an pernah tersiar kabar berita bahwa Wayang Orang Ngesti Pandowo di Semarang secara mendadak menjual seperangkat gamelannya. Masyarakat kesenian Jawa kontan geger. Mereka tidak habis pikir, sudah sedemikian gawatnyakah kondisi kesenian dewasa ini sehingga ada yang harus menjual perlengkapannya yang sangat berharga bagi mereka.
Apa yang terjadi pada diri Wayang Orang Ngesti Pandowo itu agaknya menjadi salah satu contoh mengenai potret buram kondisi kesenian yang dahulu pernah sangat jaya. Contoh lain dapat dilihat pada kondisi keseharian di setiap gedung perunjukan wayang, baik yang ada di Semarang, Surakarta, maupun Jakarta.
Penonton yang datang di Gedung Wayang Orang Sriwedari di Surakarta sudah dapat dikatakan sangat sedikit. Dari kapasitas gedung yang menyediakan 1.000 kursi, paling hanya terisi sekitar 20 kursi. “Kalau kebetulan hujan, paling banyak hanya lima orang penonton,” kata salah seorang pemain. Jadi, jangan heran apabila di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
gedung tersebut kadang lebih banyak pemainnya daripada penontonnya, yang agak ramai biasanya malam Minggu. “Lumayan, pertunjukan itu bisa mencapai kapasitas kursi yang tersedia,” ujar salah seorang petugas Dinas pariwisata setempat.
Kondisi grup wayang orang lainnya kurang lebih sama. Di Gedung Wayang Orang Bharata di Jakarta pun sepi penonton. Penonton dapat dihitung dengan jari. Hal serupa juga dialami Wayang Orang Ngesti Pandowo sampai sekarang. Untunglah mereka punya peluang lain, yakni dengan menampilkan pertunjukan ketoprak. Pertunjukan yang semula dimaksudkan sebagai selingan ini, ternyata malah mampu menyedot penonton. Secara berkala, Wayang Orang Ngesti Pandowo dan Wayang Orang Bharata menampilkannya untuk menutupi kekurangan penonton, kecuali Wayang Orang Sriwedari. “Ketoprak disukai karena lebih komunikatif,” kata salah seorang petugas. (Buku Bahasa dan Sastra Indonesia karya Ratna Purwaningtyastuti hal. 97)
Namun, buku pelajaran ini masih perlu diperbaiki karena baru menampilkan
budaya yang berasal dari daerah Jawa saja dan belum merambah budaya dari
wilayah luar Jawa. Selain itu, dari sekian banyak bacaan yang ada dalam buku
pelajaran tersebut, baru tiga bacaan saja yang memunculkan aspek multikultural.
b. Subdimensi status sosial/ekonomi
Di tema 2 buku pelajaran ini ada dimensi pengurangan prasangka terhadap
berbagai status ekonomi dari masing-masing individu. Hal ini tampak pada
pembelajaran dengan KD: Menulis naskah drama berdasarkan ide asli, khususnya
dalam kalimat-kalimat yang ada pada bacaan naskah drama sederhana di halaman
30-32 berikut.
1) “Tidak boleh begitu, Gus! Kita tidak boleh memvonis apa-apa terhadap Santi. Seorang anak tidak pernah minta dilahirkan dari orang tua yang bekerja sebagai apapun.”
2) “Kita jangan pernah memandang anak siapa teman kita, tetapi pandanglah bagaimana perilaku dan prestasi teman kita itu.”
3) “Bagus! Seorang bakul sayuran juga termasuk pahlawan.” 4) “Hebat! Ternyata penjual makanan keliling bisa mendidik anaknya
selalu juara kelas.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Dari keempat data di atas, diketahui bahwa para siswa diberikan pemahaman
agar mereka mampu memberikan penghargaan dan penghormatan terhadap
berbagai status sosial dan ekonomi yang disandang oleh masing-masing individu.
Belum tentu orang yang memiliki status sosial/ekonomi yang rendah tidak mampu
melakukan hal-hal yang sangat luar biasa. Belum tentu juga anak-anak dari
ekonomi lemah adalah anak-anak yang bodoh. Oleh sebab itu, para siswa
diharapkan memiliki sikap dan perilaku yang positif dalam menyikapi adanya
berbagai status sosial/ekonomi yang beragam.
c. Subdimensi budaya sekolah
Dalam tema 4 buku pelajaran ini terdapat konsep-konsep yang diberikan
kepada para siswa agar mereka bisa saling mengerti, menyayangi, menolong, dan
menghormati antarteman. Hal ini dapat dilihat pada pembelajaran KD:
Mengevaluasi pemeran tokoh dalam pementasan drama, khususnya yang ada
dalam bacaan di halaman 61-63. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada data yang
berupa kalimat-kalimat dialog dalam bacaan berikut ini.
Ani: “Nina, bukankah kita senasib? Sama-sama di perantauan, jauh dari sanak saudara. Wajar bukan apabila kita bersahabat dalam suka dan duka? Kita harus selalu terbuka, Nin, biar penderiataan kita bisa kita atasi bersama! Engkau telah menjadi saudaraku dan aku pun telah menjadi saudaramu! Mengapa harus ada yang dirahasiakan?” (hal. 62) Ani: “Nina, kau tak perlu bersedih! Marilah kita hadapi masalah ini dengan penuh ketabahan! Kita masih punya jalan keluar. Uang sakuku masih utuh. Walaupun tidak banyak, tetapi dapat untuk mencukupi kebutuhan kita berdua. Kuharap kau tidak keberatan dengan rencanaku ini! Aku ikhlas, Nin! Bagiku, persoalanmu juga merupakan persoalanku. Oleh karena itu, aku akan berbahagia jika kau mau menerima maksud baikku ini!” (hal. 63) Ani: ... Untuk apa aku mempunyai sisa uang sementara sahabatku tidak sepeserpun mempunyainya? Nina, aku sahabatmu, Nin!
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Temanmu senasib seperjuangan! Kita harus selalu bersama dalam suka dan duka! ... (hal. 63)
Dari beberapa data berupa teks dialog yang ada di atas dapat diketahui bahwa
para siswa diharapkan dan diajak untuk bisa memilik sikap dan perilaku yang
saling mengerti dan mau menolong teman/sahabat yang sedang menghadapi
kesulitan dalam kondisi dan suasana suka maupun duka. Hal ini sebagaimana
yang dilakukan oleh Ani kepada Nina pada contoh di atas. Dengan diterapkannya
sikap dan perilaku ini, tentu akan tercipta suasana persahabatan yang harmonis di
antara sesama. Namun, dinilai dari muatan pendidikan multkultural, buku
pelajaran ini masih harus diperbaiki karena baru menampilkan sedikit contoh yang
berkaitan dengan budaya-budaya positif yang bisa diterapkan di lingkungan
sekolah/kelas.
Apabila dianalisis secara umum, buku pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia untuk SMP dan MTS Kelas VIII karya Ratna Purwaningtyastuti ini
belum menampilkan dimensi secara lengkap bila ditinjau dari dimensi pendidikan
multikultural. Tidak banyak muatan dimensi pendidikan multikultural yang
terdapat dalam buku-buku pelajaran ini. Dari 14 subdimensi multikultural yang
dijadikan pedoman dalam menganalisis masing-masing bagian buku pelajaran ini,
ternyata hanya ditemukan tiga subdimensi multikultural dalam buku pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia karya Ratna Purwaningtyastuti. Temuan yang
didapatkan pada tiga subdimensi pada bagian buku ini pun masih sangat sedikit
dan belum bisa mewakili sepenuhnya subdimensi tersebut.
Sebagai contoh: dalam masing-masing bagian buku pelajaran ini sangat
banyak terdapat bahan bacaan dan tugas/latihan soal. Namun, yang sesuai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
subdimensi pendidikan multikultural hanya beberapa saja. Seperti yang terdapat
dalam karya Ratna Purwaningtyastuti. Dari sekian banyak bahan bacaan yang
digunakan dalam buku pelajaran tersebut, hanya ada tiga bahan bacaan yang di
dalamnya mengandung atau sesuai dengan subdimensi pendidikan multikultural
yang dijadikan dasar pedoman analisis buku pelajaran tersebut. Padahal, dari
bahan-bahan bacaan ataupun materi ini, sebenarnya para siswa dapat diberikan
pemahaman tentang bagaimana hakikat multikultural. Tugas-tugas maupun
latihan yang diberikan, baik secara individu maupun kelompok, hanya ada dua
nomor yang sesuai dengan subdimensi pendidikan multikultural, satu nomor pada
soal pilihan ganda dan satu nomor pada soal uraian. Padahal, seharusnya, melalui
tugas dan latihan inilah para siswa mampu diarahkan dan dibentuk untuk bisa
mengerti, memahami, dan mengaplikasikan hakikat dari pendidikan multikultural.
Dengan tidak terdapatnya sub-sub dimensi pendidikan multikultural yang
tercakup dalam tugas dan latihan soal, nilai-nilai pendidikan multikultural yang
diharapkan dapat dimiliki siswa akan sangat sulit sekali diukur. Akhirnya, tujuan
dari pelaksanaan penanaman nilai-nilai pendidikan multikultural dalam
pembelajaran bagi para siswa akan gagal dicapai.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada buku pelajaran tersebut,
diperlukan adannya perbaikan terutama jika akan didasarkan pada tujuan
penanaman nilai-nilai pendidikan multikultural kepada para siswa. Kelima
dimensi dan kelima belas subdimensi pendidikan multikultural di atas harus
benar-benar diperhatikan dan diaplikasikan dalam perbaikan dan penyusunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
buku pelajaran selanjutnya. Dengan demikian, diharapkan tujuan dari pendidikan
multikultural akan bisa dicapai dengan baik dan berhasil.
2. Buku yang berjudul ‘Seribu Pena Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs
Kelas VIII’ yang disusun oleh Tim Abdi Guru
Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Erlangga pada tahun 2008. Memiliki
ketebalan buku sebanyak 174 + x halaman. Terbagi ke dalam 8 unit/bab, 16 KD,
serta 37 KD. Di dalam buku pelajaran ini d ilengkapi pula dengan 144 soal pilihan
ganda dan 43 soal uraian.
Berdasarkan hasil analisis, dalam buku pelajaran tersebut hanya ditemukan
dua dimensi multikultural dari lima dimensi multikultural yang dijadikan
pedoman analisis. Dimensi yang ditemukan adalah dimensi integrasi materi dan
dimensi pengurangan prasangka. Dimensi integrasi materi diwakili oleh
subdimensi budaya, dan subdimensi sastra, sedangkan dimensi pengurangan
prasangka diwakili subdimensi keadilan dan subdimensi demokrasi. Bila ditinjau
dari jumlah dimensi, hal ini berarti baru 40% saja dimensi multilkultural yang
muncul dalam buku pelajaran tersebut (memunculkan dua dimensi dari lima
dimensi multikultural). Sedangkan bila ditinjau dari jumlah subdimensi, berarti
buku pelajaran ini baru memunculkan 28% saja (memunculkan empat subdimensi
dari empat belas subdimensi yang dijadikan pedoman analisis buku).
Bagian-bagian subdimensi multikultural yang dimunculkan dalam buku
pelajaran “Seribu Pena Bahasa Indonesia” karya Tim Abdi Guru tersebut dapat
dilihat dari hasil analisis berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
a. Subdimensi budaya
Dalam buku ini keberagaman budaya ditampilkan dalam beberapa bagian,
yakni: (1) budaya Brebes, Jawa Tengah, sebagai daerah penghasil dan pemroduksi
teh dimunculkan dalam bacaan yang ada di halaman 1-2. Kebudayaan berupa
candi yang ada di Magelang, Jawa Tengah, juga ditampilkan dalam latihan soal di
halaman 5. Selain itu, ditampilkan pula kebudayaan tentang ciri khas Kota
Tasikmalaya, Jawa Barat, dalam bacaan soal uraian di halaman 18.
Namun, keberagaman kebudayaan yang dimunculkan baru berasal dari daerah
Jawa dan Sunda saja. Keberagaman dari daerah lain belum dimunculkan dalam
buku ini. Oleh sebab itu, diperlukan adanya penambahan muatan budaya dari
daerah-daerah yang lain. Hal ini agar muatan pendidikan multikultural, khususnya
dalam bidang budaya, bisa tercakup dalam buku ini.
b. Subdimensi sastra
Dalam buku ini, keragaman sastra dimunculkan dalam latihan-latihan soal,
yakni: Teks drama “Sang Pahlawan” karya Ajie Sudarmaji Mukhsin di halaman
48-50 yang berkisah tentang kepedulian terhadap sesama teman/sahabat. Dalam
teks drama tersebut dikisahkan kehidupan empat orang sahabat, yakni Nuniek,
Hastien, Burhan, dan Eddy. Saat itu Hastien sedang bermasalah dengan Tony.
Ketiga sahabat Hastien tersebut berusaha membantu Hastien agar permasalahan
yang dihadapi segera terselesaikan. Mereka saling bahu-membahu satu sama lain.
Selain itu, subdimensi sastra juga terdapat dalam kutipan novel “Belenggu” karya
Armijn pane di halaman 69. Novel tersebut mengisahkan tentang persamaan hak
yang harus diberikan dan dimiliki antara pria dan wanita.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
c. Subdimensi keadilan
Di dalam soal latihan pada unit 6 buku pelajaran ini terdapat pemahaman
tentang pentingnya keadilan pada KD: Mengomentari kutipan novel remaja (asli
atau terjemahan), tepatnya pada petikan novel Layar Terkembang karya S.T.
Alisjahbana pada soal pilihan ganda nomor 8 di halaman 83 yang di dalamnya
mengandung tema keadilan yang harus diberikan dan didapatkan kaum wanita.
Berikut adalah petikan soal tersebut.
“ … Tuti, seorang gadis pemikir, yang hanya mengatakan hal-hal yang perlu-perlu, giat bergerak dalam perkumpulan kaum putrid dan tak jemu memperjuangkan kemajuan wanita kaumnya. Pidatonya dalam rapat selalu berapi-api, membangkitkan semangat kaum wanita untuk mengangkat derajat mereka dengan kesadaran sendiri. Jangan menggantungkan hidup kepada kaum lelaki dan janganlah dalam hidup ini hanya menjadi alat kaum lelaki.”
Selain itu, terdapat pula pemahaman tentang perlunya keadilan dalam
pelayanan kesehatan bagi kaum apapun dan dalam kondisi demografi seperti
apapun. Hal ini dapat diketahui dari KD: Menanggapi hal yang menarik dari
kutipan novel remaja (asli atau terjemahan), tepatnya pada bacaan soal uraian
nomor 4 di halaman 84 berupa cerpen Pelangi Sesudah Hujan karya Cindita
“… Nanti jika saatnya tiba, pakaian putih akan kukenakan setiap hari. Orang akan memanggilku Dokter Amri. Aku akan mengobati semua orang tanpa kecuali. Aku akan mengunjungi penduduk yang sakit di tempat yang paling jauh serta terpencil sekalipun.”
Namun, masih sangat disayangkan karena materi tentang keadilan ini baru
terdapat pada dua nomor latihan soal saja dari sekian jumlah soal latihan yang
ada. Oleh sebab itu, sangat perlu dilakukan perbaikan dan pembenahan agar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
materi tentang keadilan ini bisa merata pada setiap materi ataupun latihan soal
pada masing-masing kompetensi dasar.
d. Subdimensi demokrasi
Di dalam unit 6 buku pelajaran ini disajikan sebuah materi tentang pentingnya
menghargai dan menghormati perbedaan pendapat dalam diskusi. Hal ini dapat
diketahui pada materi semester II kompetensi dasar menyampaikan persetujuan,
sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti atau
alasan pada halaman 75. Di dalam materi tersebut, siswa diberikan pemahaman
agar dapat menghargai dan menghormati perbedaan pendapat dalam diskusi serta
memberikan sanggahan dengan bahasa yang sopan dan cara yang santun. Hal ini
dapat dilihat pada petikan kalimat-kalimat dalam materi tersebut berikut ini:
“Perbedaan pendapat tidak harus diartikan ada yang salah dan ada yang benar. Setiap pendapat yang berbeda, pasti mempunyai alasan yang berbeda pula. … Dalam diskusi, kita bisa setuju dengan pendapat orang lain berdasarkan alasan tertentu. Kita pun dapat menolak atau menyanggah pendapat orang lain berdasarkan alasan tertentu pula. … Tentu saja cara menyampaikannya pun harus menggunakan bahasa yang sopan dan dengan cara yang santun. … Kesempatan tersebut dapat disampaikan sesudah pembicara diskusi mengemukakan paparannya.”
Namun, pembahasan tentang pentingnya demokrasi ini baru terdapat dalam
satu materi di KD ini saja. Padahal dalam buku pelajaran ini secara total ada 37
KD. Oleh sebab itu, diperlukan perbaikan dan penambahan tentang materi
demokrasi ini agar para siswa benar-benar mampu memiliki rasa penghargaan dan
penghormatan, serta perilaku yang positif terhadap berbagai perbedaan yang ada
dalam situasi dan kondisi apapun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Apabila dianalisis secara umum, buku pelajaran Seribu Pena Bahasa
Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VIII karya Tim Abdi Guru ini belum
menampilkan dimensi multikultural secara lengkap bila d itinjau dari aspek
pendidikan multikultural. Tidak banyak muatan pendidikan multikultural yang
terdapat dalam buku-buku pelajaran ini. Dari 14 subdimensi multikultural yang
dijadikan pedoman dalam menganalisis masing-masing buku pelajaran, ternyata
hanya ditemukan dua subdimensi multikultural dalam buku pelajaran Seribu Pena
Bahasa Indonesia karya Tim Abdi Guru.
Temuan yang didapatkan pada setiap subdimensi pada masing-masing buku
pun masih sangat sedikit dan belum bisa mewakili subdimensi tersebut. Sebagai
contoh: dalam masing-masing buku pelajaran sangat banyak terdapat bahan
bacaan dan tugas/latihan soal. Namun, yang sesuai dengan subdimensi pendidikan
multikultural hanya beberapa saja. Dari sekian banyak bahan bacaan yang
digunakan dalam buku pelajaran tersebut, hanya ada satu bahan bacaan yang di
dalamnya mengandung atau sesuai dengan subdimensi pendidikan multikultural
yang dijadikan dasar pedoman analisis buku pelajaran tersebut. Selain itu juga
hanya terdapat dua bentuk soal saja yang sesuai, yakni dalam bentuk soal pilihan
ganda nomor 8 pada halaman 83 dan bentuk soal uraian nomor 4 yang terdapat
pada halaman 84.
Dari bahan-bahan bacaan, materi, maupun latihan soal ini sebenarnya para
siswa dapat diberikan pemahaman tentang bagaimana hakikat pendidikan
multikultural. Selain itu, melalui tugas dan latihan inilah para siswa mampu
diarahkan dan dibentuk untuk bisa mengerti, memahami, dan mengaplikasikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
hakikat dari pendidikan multikultural. Dengan tidak terdapatnya sub-subdimensi
pendidikan multikultural yang tercakup dalam tugas dan latihan soal dalam buku
tersebut, nilai-nilai pendidikan multikultural yang diharapkan dapat dimiliki siswa
akan sangat sulit sekali d iukur. Akhirnya, tujuan dari pelaksanaan penanaman
nilai-nilai pendidikan multikultural dalam pembelajaran bagi para siswa akan
gagal d icapai.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada masing-masing bagian buku
pelajaran tersebut, diharapkan untuk diadakannya perbaikan terutama jika akan
didasarkan pada tujuan penanaman nilai-nilai pendidikan multikultural kepada
para siswa. Kelima dimensi dan kelima belas subdimensi pendidikan multikultural
di atas harus benar-benar diperhatikan dan direalisasikan dalam perbaikan dan
penyusunan buku pelajaran selanjutnya. Dengan demikian, diharapkan tujuan dari
pendidikan multikultural akan bisa benar-benar bisa d icapai dengan baik.
3. Buku yang berjudul ‘Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VIII’
yang ditulis oleh E. Kosasih dan Restuti Murwaningrum
Buku pelajaran ini diterb itkan oleh Penerbit Erlangga pada tahun 2009
dengan tebal buku sebanyak 131 + x halaman. Dibagi ke dalam 16 bab yang
terdiri atas 16 SK dan 37 KD. Dilengkapi pula dengan latihan-latihan yang terdiri
atas 420 soal pilihan ganda dan 90 soal uraian.
Dari analisis yang telah dilakukan, hanya ditemukan tiga dimensi
multikultural saja dalam buku pelajaran tersebut, yakni dimensi integrasi materi,
dimensi pengurangan prasangka, serta dimensi penguatan budaya sekolah dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
struktur sosial. Dimensi integrasi materi diwakili oleh subdimensi budaya dan
subdimensi sastra, dimensi pengurangan prasangka terdapat pada subdimensi
keadilan. Sedangkan dimensi penguatan budaya sekolah dan struktur sosial
terdapat pada subdimensi budaya sekolah.
Apabila ditinjau dari persentase pemunculan dimensi multikultural, artinya
buku pelajaran tersebut baru memunculkan 60% saja (memunculkan tiga dari lima
dimensi multikultural). Namun, apabila ditinjau dari persentase pemunculan
subdimensi multikultural, artinya buku pelajaran tersebut baru memunculkan 28%
saja (empat subdimensi dari empat belas subdimensi multikultural).
Berikut adalah hasil analisis subdimensi-subdimensi yang ditemukan dalam
buku tersebut.
a. Subdimensi budaya
Dalam buku in i, subdimensi budaya dimunculkan dalam bacaan soal uraian
yang ada di halaman 7. Bacaan dalam soal tersebut menguraikan tentang kekhasan
Kota Yogyakarta dari segi kesenian dan makanannya. Ada kesenian jalanan serta
tempat yang dijadikan sebagai ruang untuk menggelar kegiatan anak muda,
kesenian, dan olahraga. Tempat tersebut adalah boulevard Universitas Gadjah
Mada. Selain itu, d igambarkan pula tentang kekhasan makanan-makanan yang
bisa didapatkan di Kota Yogyakarta. Namun, yang perlu menjadi perhatian adalah
buku ini baru menampilkan budaya yang berasal dari satu tempat saja, yakni
Yogyakarta. Budaya-budaya yang berasal dari tempat-tempat lain belum
dimanfaatkan dalam penyusunan buku ini. Oleh sebab itu, sebaiknya buku ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
memanfaatkan berbagai keragaman budaya dari berbagai daerah agar muatan
pendidikan multikultural bisa terintegrasi dengan baik dalam buku ini.
b. Subdimensi sastra
Subdimensi sastra dalam buku ini dimunculkan di berbagai cuplikan novel
maupun teks drama. Hal ini dapat diketahui dari cuplikan teks drama “Sumur
Tanpa Dasar” karya Arifin C. Noer di halaman 42, cuplikan novel “Azab dan
Sengsara” karya Merari Siregar di halaman 47, cuplikan novel “Ronggeng Dukuh
Paruk” karya Ahmad Tohari di halaman 49, cuplikan novel “Salah Asuhan” karya
Abdul Muis di halaman 98, dan cuplikan novel “Kenanga” karya Oka Rusmini di
halaman 129.
Namun, rata-rata novel yang disajikan baru berasal dari beberapa daerah yang
ada di Sumatra, selain itu para penulisnya juga masih didominasi oleh angkatan
lama. Oleh karena itu, diperlukan upaya perbaikan dengan cara menambahkan
bacaan-bacaan sastra dari berbagai daerah yang akan bermanfaat dalam
pencapaian tujuan pendidikan multikultural bagi para peserta didik.
c. Subdimensi keadilan
Subdimensi keadilan ini ditampilkan dalam soal latihan UAS I tepatnya pada
bacaan soal uraian yang terdapat di halaman 65. Konsep tentang keadilan,
khususnya bagi rakyat kecil, yang seringkali ditindas oleh kepentingan golongan-
golongan tertentu ditampilkan dalam dialog antara ayah, ibu dan anak dalam
bacaan tersebut. Berikut adalah petikan dialog dalam bacaan tersebut.
Ibu : “Dari mana kau, Martha?” Anak 1 : “Biasalah, Bu, memperjuangkan keadilan.” Ayah : “Keadilan macam apa?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Anak 1 : “Keadilan bagi rakyat jelata. Sekarang ini, ya, segala kepentingan umum sudah dimanipulasi oleh kepentingan golongan dan orang-orang tertentu. Tadi, ya, seandainya tidak ada bentrok dengan polisi, kami sudah bisa menembus gedung yang angkuh itu.”
Selain itu, terdapat pula konsep keadilan yang ditampilkan pada soal latihan
mandiri 12 dalam bentuk pilihan ganda nomor 7. Berikut adalah petikan soal
tersebut.
“Membandingkan diri dan orang lain dengan tidak adil. Pastinya bakal terus ada orang-orang yang tampak lebihganteng, lebih cantik, lebih kaya, lebih beruntung, dan lebih terpelajar dibanding kamu. Jadi, apa gunanya membanding-bandingkan? Kita semua diciptakan untuk memberi kontribusi dengan cara yang unik.”
Dari petikan soal tersebut dapat dipahami bahwa kita tidak diperkenankan
untuk saling membanding-bandingkan. Pada hakikatnya kita diciptakan oleh Sang
Pencipta dengan mempunyai ciri khas masing-masing, yang semua itu seharusnya
bisa kita gunakan dengan sebaik-baiknya, bukannya kita gunakan sebagai bahan
untuk membanding-bandingkan antarsesama. Bersyukurlah atas setiap apapun
yang telah dianugerahkan kepada kita.
d. Subdimensi budaya sekolah
Dalam buku pelajaran ini terdapat konsep-konsep yang diberikan kepada para
siswa agar mereka memiliki budaya sekolah, misalnya saling menghormati
antarteman. Hal ini dapat dilihat pada latihan mandiri 12 yang ada di halaman 92
tepatnya pada soal nomor 3. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kutipan soal
berikut.
“Dengarkan dengan cermat dan penuh rasa hormat ketika temanmu sedang berbicara. Cobalah untuk mengerti sudut pandang temanmu itu. Jangan memotong pembicaraannya. Ini mungkin bisa menolongmu untuk ‘merefleksikan’ sudut pandang dan perasaan orang lain dengan mengulangi kata-katanya.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Dari kutipan teks soal yang ada di atas dapat diketahui bahwa para siswa
diharapkan dan diajak untuk bisa memiliki sikap dan perilaku yang saling
menghargai sesama teman.
Namun, buku pelajaran ini masih harus diperbaiki karena baru menampilkan
sedikit contoh yang berkaitan dengan budaya-budaya positif yang bisa diterapkan
di lingkungan sekolah/kelas.
Setelah dilakukan analisis terhadap buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk
SMP/MTs Kelas VIII karya E. Kosasih dan Restuti Murwaningrum ini, dapat
dinyatakan bahwa buku pelajaran ini belum memuat dimensi-dimensi pendidikan
multikultural secara lengkap. Pernyataan ini didasarkan pada hasil temuan yang
telah didapatkan pada proses analisis yang telah dilakukan pada buku pelajaran
ini. Dari 5 dimensi besar serta 14 subdimensi yang dijadikan pedoman dasar
analisis, ternyata dalam buku pelajaran ini hanya terdapat dua subdimensi
pendidikan multikultural, yakni subdimensi keadilan dan budaya sekolah.
Subdimensi keadilan hanya terdapat dalam 2 nomor soal, yakni soal latihan UAS I
dalam bentuk soal uraian di halaman 65, dan 1 soal latihan mandiri berupa soal
pilihan ganda nomor 7 di halaman 92. Sedangkan subdimensi budaya sekolah
hanya terdapat pada 1 soal latihan mandiri, yakni soal pilihan ganda nomor 3 di
halaman 92.
Oleh sebab itu, sangat perlu dilakukan adanya perbaikan, perubahan, dan
bahkan penambahan materi ajar, latihan soal maupun tugas-tugas dalam buku
pelajaran tersebut. Hal ini agar dimensi-dimensi pendidikan multikultural ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
benar-benar bisa ditanamkan dan dilaksanakan oleh para siswa. Dengan demikian
tujuan pendidikan multikultural akan benar-benar bisa diwujudkan.
4. Buku dengan judul ‘Bahasa Indonesia untuk SMP Kelas VIII’ karangan
Nurhadi, Dawud, dan Yuni Pratiwi
Buku pelajaran ini diterb itkan oleh Erlangga pada tahun 2007 dengan tebal
buku sebanyak 213+xi halaman. Terbagi ke dalam 10 bab/pelajaran yang terdiri
atas 16 SK dan 37 KD. Buku pelajaran ini disertai dengan 63 latihan dalam
bentuk soal uraian.
Berdasarkan hasil analisis yang telah didapatkan, ditemukan dua dimensi
pendidikan multikultural dalam buku tersebut, yakni dimensi integrasi materi serta
dimensi penguatan budaya sekolah dan struktur sosial. Dimensi integrasi materi
terdapat dalam subdimensi budaya dan subdimensi sastra. Sedangkan dimensi
penguatan budaya sekolah dan struktur sosial diwakili oleh subdimensi budaya
sekolah. Berikut adalah hasil penelitian dari beberapa subdimensi tersebut.
a. Subdimensi budaya
Dalam buku ini, keragaman budaya dari suatu daerah dimunculkan dalam
sebuah bacaan yang ada di halaman 77-78. Bacaan tersebut mengulas tentang
seluk-beluk Batavia, nama Jakarta pada zaman penjajahan Belanda dahulu. Selain
itu, dijelaskan pula mengenai Museum Bahari dan Pelabuhan Sunda Kelapa yang
ada di daerah tersebut. Saat ini tempat-tempat tersebut menjadi tempat wisata
andalan yang dapat dikunjungi oleh para wisatawan, baik dalam dan luar negeri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
b. Subdimensi sastra
Dalam buku ini dimunculkan beberapa bacaan sastra yang menampilkan
budaya yang dapat dijadikan teladan bagi para siswa dalam membentuk sikap dan
perilaku mereka, khususnya dalam menyikapi keragaman yang ada. Dalam
sinopsis novel “Seperti Bintang” karya Regina Feby di halaman 8-9, peserta didik
diberikan pembelajaran berkaitan dengan berbagai keragaman yang terjadi dalam
dunia remaja. Hal-hal yang berkaitan dengan persahabatan, pertikaian
antarsahabat, hingga pada akhirnya diberikan pemahaman akan arti pentingnya
menjaga persahabatan. Di halaman 107, dalam penggalan teks drama “Majalah
Dinding” karya Bakdi Sumanto, peserta didik juga diberikan pemahaman akan
budaya sekolah yang harus diterapkan oleh para peserta didik. Dalam penggalan
teks drama tersebut, peserta didik diberikan pemahaman agar mampu bersikap
sopan dalam menyampaikan saran/kritikan kepada guru-guru atau kepala sekolah
mereka. Peserta didik diberikan pemahaman bagaimana cara menyampaikan
aspirasi dengan baik. Jangan sampai menimbulkan konflik atau perseteruan antara
siswa dengan guru/kepala sekolah.
c. Subdimensi budaya sekolah
Dalam buku ini, penguatan budaya sekolah dimunculkan dalam bacaan yang
ada di halaman 8-9 tentang pentingnya menjaga persahabatan. Berikut petikan
kalimat yang ada dalam bacaan yang mencerminkan hal tersebut.
“...komunikasi adalah hal terpenting dalam persahabatan. Bukan komunikasi atas dasar kedekatan raga saja yang diperlukan, tetapi juga kedekatan emosional. ...hal yang lebih penting dari sebuah kunci persahabatan, yaitu keterbukaan, sikap saling mengerti, dan menghargai.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
5. Buku dengan judul ‘Bahasa dan Sastra Indonesia’ yang disusun oleh
Suharma, dkk.
Buku pelajaran bahasa Indonesia ini diterbitkan oleh penerbit Yudhistira
pada tahun 2006. Buku ini memiliki ketebalan buku sejumlah 169+x halaman.
Terbagi dalam 10 bab/pelajaran yang terdiri atas 16 SK dan 37 KD. Dilengkapi
dengan 120 soal pilihan ganda serta 261 soal uraian.
Pedoman yang digunakan untuk menganalisis buku pelajaran tersebut
adalah lima dimensi pendidikan multikultural yang terbagi menjadi empat belas
subdimensi pendidikan multikultural. Berdasarkan hasil analisis, hanya
didapatkan satu dimensi pendidikan multikultural dalam buku pelajaran tersebut.
Dimensi yang ditemukan adalah dimensi pengurangan prasangka yang terdapat
dalam subdimensi status sosial/ekonomi.
Jika ditinjau dari segi dimensinya, buku pelajaran ini hanya menampilkan
20% dimensi multikultural (menampilkan satu dimensi dari lima dimensi yang
ada). Sedangkan bila ditinjau dari subdimensinya, hal ini berarti buku pelajaran
tersebut hanya menampilkan 7% subdimensi pendidikan multikultural
(menampilkan satu subdimensi dari empat belas subdimensi yang ada).
Pemunculan dimensi pengurangan prasangka yang terdapat dalam
subdimensi status sosial/ekonomi dalam buku pelajaran tersebut dapat dilihat dari
hasil analisis berikut ini.
Di dalam buku pelajaran ini terdapat upaya pemahaman, penghormatan dan
penghargaan terhadap berbagai status sosial/ekonomi yang ada. Hal ini ada di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
halaman 124 bagian prolog/pendahuluan pada materi yang ada pada pelajaran 9.
Berikut adalah kutipan pendahuluan yang ada dalam bagian tersebut.
“Manusia adalah makhluk sosial. Mereka tidak bisa hidup sendirian. Akan ada sikap saling bergantung dan membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya atau antara kelompok yang satu dengan yang lainnya. Jadi, dengan status sosial yang berbeda, kita saling melengkapi, saling menerima, dan saling memberi. Untuk itu, sikap peduli dan menghargai keberadaan orang lain di lingkungan sekitar harus kita pupuk dan kembangkan.”
Namun, sayangnya, dari sekian ratus halaman yang ada dalam buku ini,
hanya baru terdapat satu bagian ini saja yang bisa memberikan pemahaman,
penghargaan dan penghormatan terhadap berbagai status sosial/ekonomi yang ada.
Itupun hanya terdapat dalam bagian prolog/pendahuluan materi saja. Belum
sampai pada tataran materi, latihan soal/tugas, uji kompetensi, maupun praktik.
Oleh sebab itu, sangat perlu diadakan perbaikan maupun penambahan
konsep/materi maupun praktik dalam upaya untuk terealisasikannya penghargaan
dan penghormatan terhadap berbagai budaya yang beragam.
Berdasarkan hasil analisis terhadap buku pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia untuk SMP Kelas VIII karya Suharma, dkk. yang telah dipaparkan di
atas, dapat diambil simpulan bahwa buku pelajaran tersebut hanya memuat satu
subdimensi pendidikan multikultural, yakni subdimensi status sosial/ekonomi.
Namun, subdimensi inipun hanya terdapat dalam bagian prolog/pendahuluan
pelajaran 9 yang ada di halaman 124. Selain dibagian itu, tidak ada satupun
materi/bacaan, latihan soal/tugas, maupun evaluasi yang memuat dimensi-dimensi
pendidikan multikultural. Oleh sebab itu, sangat perlu dilakukan perubahan
terhadap materi, latihan soal/tugas, maupun evaluasi yang digunakan dalam buku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
pelajaran tersebut. Hal ini perlu agar nilai-nilai pendidikan multikultural mampu
dipahami, dimiliki, dan dilaksanakan oleh para siswa.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Muatan pendidikan multikultural dalam buku pelajaran bahasa
Indonesia non-BSE tingkat SMP kelas VIII
Semakin maraknya tawuran antarpelajar maupun antarmahasiswa menjadi
sebuah pekerjaan besar yang harus segera diselesaikan oleh dunia pendidikan,
khususnya lagi adalah pendidikan di Indonesia. Kesadaran akan pentingnya
toleransi, menghargai adanya keragaman bahasa, suku, ras, etnis, maupun budaya
menjadi suatu hal yang sangat mahal sekarang ini. Keegoisan, kesombongan,
merasa paling baik, paling benar, paling terhormat adalah sifat-sifat yang justru
digenggam oleh para pelajar. Adanya bentuk demokrasi dan diberikannya hak
untuk bebas berpendapat memang mampu memberikan dampak positif terhadap
penghargaan dan penghormatan pada hak-hak asasi manusia. Namun, di samping
itu, juga akan mampu menyebabkan timbulnya pergesekan dan bahkan
perpecahan. Samuel P. Huntington dalam the Clash of Civilization meramalkan
akan terjadinya benturan antarperadaban. Benturan itu bisa disebabkan oleh
faktor: politik, sosial, budaya, ekonomi, ras, bahkan agama (Mughni dalam
Choirul Mahfud, 2011: viii).
Untuk itu pendidikan di Indonesia harus mampu mengarahkan para peserta
didiknya untuk mau dan mampu menerima serta memahami berbagai perbedaan
tersebut. Jika tidak demikian, timbulnya berbagai macam benturan antarsuku,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
budaya, dan agama yang berbeda tersebut akan terus berlanjut. Benturan-benturan
tersebut bukan hanya akan merusak keharmonisan hubungan antarindividu atau
masyarakat. Tetapi lebih dari itu, yakni bisa mengancam keutuhan persatuan yang
akan menjadi pemicu disintegrasi bangsa dan negara.
Pelaksanaan bentuk pendidikan alternatif mutlak diperlukan, yaitu suatu
bentuk pendidikan yang berusaha menjaga dan menumbuhkan tata nilai,
menumbuhkan persahabatan di antara siswa yang beragam suku, ras, dan agama,
mengembangkan sikap saling memahami. Menurut Sitti Mania (2010: 78-79),
pendidikan multikultural adalah jawaban atas beberapa problematika
kemajemukan itu. Jadi, pendidikan multikultural adalah sebuah keniscayaan.
Artinya, pelaksanaan pendidikan multikultural menjadi sebuah keharusan dan
tidak bisa lagi dielakkan.
Nilai-nilai pendidikan multikultural sebenarnya juga sudah diamanatkan
oleh UUD 1945 tepatnya di pasal 32 ayat 1, yakni “Negara memajukan
kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia untuk menjamin
kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai
budayanya.” Lebih lanjut diperjelas pula dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas, khususnya di pasal 4 bahwa “Pendidikan diselenggarakan secara
demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”.
Prinsip in i pun kemudian diperkuat dan dinyatakan dalam pasal 37 tentang
kurikulum. Dalam pasal 37 tersebut dinyatakan bahwa salah satu muatan
kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat seni dan budaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelo laan dan
Penyelenggaraan Pendidikan ditetapkan pada tanggal 28 Januari 2010 pun sudah
mencantumkan dimensi pendidikan multikultural sebagai berikut: (a) dalam pasal
67 ayat (3) huruf d, dinyatakan bahwa pendidikan dasar bertujuan membangun
landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar manjadi manusia yang ...
toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab; (b) dalam pasal 77
dinyatakan bahwa pendidikan menengah bertujuan membentuk peserta didik
menjadi insan yang ... toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab;
(c) dalam pasal 84 ayat 2 dinyatakan juga bahwa pendidikan tinggi bertujuan
membentuk peserta didik menjadi insan yang ... toleran, peka sosial dan
lingkungan, demokratis, dan bertanggung jawab.
Apabila didasarkan pada UUD 1945, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas, dan PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelo laan dan
Penyelenggaraan Pendidikan, dapat diambil satu simpulan bahwa sebenarnya
secara normatif sistem pendidikan nasional sudah memiliki dimensi pendidikan
multikultural. Namun, untuk konsistensi dan aplikasinya di lapangan memang
masih harus terus diperbaiki dan ditingkatkan.
Dalam proses pembelajaran, tentu tidak bisa dilepaskan dari adanya buku
pelajaran yang digunakan untuk menunjang kelancaran kegiatan pembelajaran.
Demikian pula dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia. Dalam hal ini,
konsep maupun praktik pendidikan multikultural dapat diintegrasikan dalam buku
pelajaran atau materi ajar mata pelajaran bahasa Indonesia. Dengan demikian,
diharapkan tujuan dari pendidikan multikultural dapat pula diraih melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
penggunaan buku pelajaran yang telah diintegrasikan dengan nilai-nilai
pendidikan multikultural.
Banks (2010: 23) mengungkapkan bahwa pendidikan multikultural memiliki
lima dimensi yang saling berkaitan, yaitu: (1) content integration, yaitu
mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep
mendasar, generalisasi dan teori dalam pelajaran; (2) the knowledge contruction
process, yaitu membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam
sebuah mata pelajaran; (3) an equity paedagogy, yaitu menyesuaikan metode
pembelajaran dengan kondisi siswa; (4) prejudice reduction, yaitu
mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pembelajaran
mereka, kemudian melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam olahraga,
berinteraksi dengan seluruh staf dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam
upaya menciptakan budaya akademik yang toleran dan inklusif. (5) empowering
school culture and social structure, yakni mengonstruksi kultur sekolah dan
struktur sosial. Kelima dimensi tersebut hendaknya juga harus ada dalam buku
pelajaran, dalam hal ini adalah buku pelajaran bahasa Indonesia.
Setelah dilakukan analisis secara keseluruhan terhadap lima buku pelajaran
Bahasa Indonesia non-BSE untuk siswa SMP kelas VIII, ternyata kelima buku
pelajaran ini belum sepenuhnya memuat, mengintegrasikan, ataupun
mengaplikasikan dimensi-dimensi pendidikan multikultural. Hal ini didasarkan
pada hasil temuan yang telah didapatkan pada proses analisis terhadap kelima
buku pelajaran tersebut. Dari lima dimensi yang terbagi menjadi empat belas
subdimensi yang dijadikan pedoman dalam menganalisis, ternyata dari kelima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
buku tersebut hanya ditemukan tiga dimensi yang terbagi dalam enam subdimensi
pendidikan multikultur. Ketiga d imensi tersebut adalah dimensi integrasi materi,
dimensi pengurangan prasangka, dan dimensi penguatan budaya sekolah dan
struktur sosial. Keenam subdimensinya adalah subdimensi budaya, subdimensi
sastra, subdimensi status sosial/ekonomi, subdimensi keadilan, subdimensi
demokrasi, dan subdimensi budaya sekolah. Sedangkan dua dimensi (dimensi
proses merekontruksi pengetahuan dan dimensi penyesuaian metode
pembelajaran) serta sembilan subdimensi lainnya (subdimensi sastra, bahasa,
konsep, aplikasi, individu, kelompok, agama, suku/ras/etnis, dan struktur sosial)
tidak terdapat dalam kelima buku yang dianalisis tersebut. Kemunculan tiga
dimensi dan enam subdimensi pendidikan multikultural itupun tidak semuanya
ada pada masing-masing buku pelajaran tersebut. Deskripsi lengkap hasil analisis
tentang subdimensi yang ditemukan dalam kelima buku pelajaran tersebut
dipaparkan dalam penjelasan berikut ini.
a. Subdimensi budaya (mewakili dimensi integrasi materi)
Pengenalan dan pemahaman terhadap berbagai budaya yang ada di Indonesia
sangat perlu dilakukan. Hal in i perlu agar setiap peserta didik memiliki sikap dan
perilaku yang dapat memahami, menghormati, dan menghargai adanya berbagai
budaya yang tentu saja berbeda-beda. Dengan demikian akan tercipta suasana
kehidupan yang harmonis antarindividu yang berbeda budaya.
Dari lima buku pelajaran yang dianalisis, subdimensi budaya ditemukan
dalam empat buku yang dianalisis, yakni Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMP
dan MTs Kelas VIII karya Ratna Purwaningtyastuti yang diterbitkan oleh Grahadi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Seribu Pena Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VIII karya Tim Abdi Guru,
Mandiri Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VIII karya E. Kosasih dan
Restuti Murwaningrum, serta Bahasa Indonesia untuk SMP Kelas VIII karya
Nurhadi, Dawud, Yuni Pratiwi. Ketiga buku ini diterbitkan oleh Erlangga.
Grahadi. Dalam keempat buku pelajaran ini ditampilkan beberapa bacaan budaya
yang berasal dari berbagai daerah.
Dalam buku Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMP dan MTs Kelas VIII
karya Ratna Purwaningtyastuti ditampilkan bacaan tentang budaya dari daerah
Solo (hal. 93) tentang kehidupan masyarakat Solo yang sangat dipengaruhi oleh
tatanan budaya keraton yang menjadi pusat kebudayaan dan kesenian Jawa,
tempat-tempat yang ada di Solo, seperti Pasar Klewer, hingga ciri khas Solo
sebagai Kota Batik. Ditampilkan pula budaya Madura (hal. 95) tentang ciri khas
Madura yakni Karapan Sapi. Selain itu, ditampilkan pula budaya Semarang (hal.
97) berupa kesenian wayang orang.
Dalam buku Seribu Pena Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VIII
karya Tim Abdi Guru disajikan bacaan tentang kebudayaan dari daerah Brebes,
Jawa Tengah sebagai produsen teh yang diekspor ke mancanegara. Bacaan ini
terdapat di halaman 1-2. Selain itu, disajikan pula ciri khas dari Kota Tasikmalaya
di soal uraian halaman 18. Dalam buku Mandiri Bahasa Indonesia untuk
SMP/MTs Kelas VIII karya E. Kosasih dan Restuti Murwaningrum ditampilkan
kekhasan Kota Yogyakarta, baik dari sisi kesenian maupun makanannya. Hal ini
ditampilkan dalam bacaan soal yang ada di halaman 7. Sedangkan dalam buku
Bahasa Indonesia untuk SMP Kelas VIII karya Nurhadi, Dawud, Yuni Pratiwi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
dimunculkan seluk-beluk dari daerah Batavia (nama Kota Jakarta pada zaman
penjajahan Belanda), Museum Bahari, dan pelabuhan Sunda Kelapa yang di masa
sekarang ini tempat-tempat tersebut menjadi tempat wisata andalan.
Namun, perlu dipahami bahwa budaya-budaya yang ditampilkan dalam buku
pelajaran ini masih perlu diperbaiki karena baru menampilkan budaya yang
berasal dari daerah Jawa saja dan belum merambah budaya dari wilayah luar
Jawa. Selain itu, dari sekian banyak bacaan yang ada, baru tiga bacaan yang
memunculkan aspek multikultural. Jadi, dapat disimpulkan bahwa budaya yang
beragam belum diintegrasikan dalam kelima buku pelajaran tersebut.
Sebenarnya, pemahaman, penghargaan dan penghormatan tentang budaya,
baik budaya sendiri maupun orang lain, sangatlah perlu untuk dimiliki oleh
masing-masing individu. Hal in i perlu karena pada hakikatnya setiap individu dan
masyarakat hidup dalam sebuah tradisi dan budaya yang semua itu mengatur sikap
dan tingkah laku mereka dalam berkehidupan. Sebagaimana yang dinyatakan pula
oleh Ujan (2011: 112) bahwa budaya atau kebudayaan adalah sistem kepercayaan
serta praktik-praktik berkehidupan yang dengan hal itu sebuah masyarakat
memahami, mengatur, dan membentuk kehidupan, baik individual maupun
kolektif. Atau, kebudayaan adalah cara manusia dalam memahami dan
mengorganisasi kehidupannya. Kebudayaan mengatur dan melegitimasi relasi
antarmanusia di dalam kehidupan ini.
b. Subdimensi sastra (mewakili dimensi integrasi materi)
Selain keragaman tentang budaya, keragaman tentang sastra hendaknya juga
dimunculkan dalam sebuah buku pelajaran. Melalui sastra, muatan pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
multikultural juga mampu diintegrasikan. Hal ini agar setiap peserta didik
memiliki sebuah pemahaman dan penghargaan serta penghormatan terhadap
adanya keberagaman, baik budaya, etnis, bahasa, dan sebagainya. Dari bacaan-
bacaan sastra inilah peserta didik juga akan bisa memiliki sikap dan perilaku yang
memahami, menghargai, dan menghormati adanya keragaman. Oleh sebab itu,
pemuatan atau pemunculan keberagaman budaya melalui bacaan-bacaan atau
materi-materi sastra tentu akan mempermudah dalam proses mencapai tujuan
pendidikan multikultural. Subdimensi sastra ditemukan dalam tiga buku yang
dianalisis, yakni: pertama, buku Seribu Pena Bahasa Indonesia karya Tim Abdi
guru. Dalam buku ini subdimensi sastra muncul dalam latihan-latihan soal, yakni:
Teks drama “Sang Pahlawan” karya Ajie Sudarmaji Mukhsin di halaman 48-50
yang berkisah tentang kepedulian terhadap sesama teman/sahabat. Kutipan novel
“Belenggu” karya Armijn pane di halaman 69 yang berkisah tentang persamaan
hak antara pria dan wanita. Kedua, buku Mandiri Bahasa Indonesia untuk
SMP/MTs Kelas VIII karya E. Kosasih dan Restuti Murwaningrum. Dalam buku
ini subdimensi sastra muncul di cuplikan teks drama “Sumur Tanpa Dasar” karya
Arifin C. Noer di halaman 42, cuplikan novel “Azab dan Sengsara” karya Merari
Siregar di halaman 47, cuplikan novel “Ronggeng Dukuh Paruk” karya Ahmad
Tohari di halaman 49, cuplikan novel “Salah Asuhan” karya Abdul Muis di
halaman 98, dan cuplikan novel “Kenanga” karya Oka Rusmini di halaman 129.
Namun, rata-rata novel yang disajikan baru berasal dari beberapa daerah
yang ada di Sumatra, selain itu para penulisnya juga masih didominasi oleh
angkatan lama. Ketiga, buku Bahasa Indonesia untuk SMP Kelas VIII karya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Nurhadi, Dawud, Yuni Pratiwi. Di dalam buku ini, pemunculannya terdapat pada
sinopsis novel “Seperti Bintang” karya Regina Feby di halaman 8-9, peserta didik
diberikan pembelajaran berkaitan dengan berbagai keragaman yang terjadi dalam
dunia remaja. Hal-hal yang berkaitan dengan persahabatan, pertikaian
antarsahabat, hingga pada akhirnya diberikan pemahaman akan arti pentingnya
menjaga persahabatan. Di halaman 107, dalam penggalan teks drama “Majalah
Dinding” karya Bakdi Sumanto, peserta didik juga diberikan pemahaman akan
budaya sekolah yang harus diterapkan oleh para peserta didik. Dalam penggalan
teks drama tersebut, peserta didik diberikan pemahaman agar mampu bersikap
sopan dalam menyampaikan saran/kritikan kepada guru-guru atau kepala sekolah
mereka. Peserta didik diberikan pemahaman bagaimana cara menyampaikan
aspirasi dengan baik. Jangan sampai menimbulkan konflik atau perseteruan antara
siswa dengan guru/kepala sekolah.
c. Subdimensi status sosial/ekonomi (mewakili dimensi pengurangan
prasangka)
Pengurangan prasangka terhadap sesama, baik dari segi agama,
suku/ras/etnis, maupun status sosial/ekonomi, haruslah dilakukan. Jangan sampai
ada ketimpangan antara yang mayoritas dengan yang minoritas. Jangan sampai
orang-orang yang berada pada golongan bawah mendapatkan stigma ataupun
perlakuan yang tidak adil, tidak dianggap, dan selalu diremehkan. Semua pihak
harus menjaga agar tetap terjalin sebuah kehidupan yang harmoni antarsesama.
Subdimensi status sosial/ekonomi hanya ditemukan dalam dua buku dari
lima buku yang dianalisis. Buku tersebut adalah Bahasa dan Sastra Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
untuk SMP dan MTs Kelas VIII karya Ratna Purwaningtyastuti dan Bahasa dan
Sastra Indonesia karya Suharma, dkk.. Di dalam buku karya Ratna
Purwaningtyastuti, subdimensi sosial/ekonomi terdapat dalam petikan kalimat
naskah drama yang ada di bacaan pada tema 2 halaman 30-32.
Di halaman 30-32 dalam buku tersebut diberikan sebuah pembelajaran
tentang pentingnya penghargaan dan penghormatan terhadap berbagai latar
belakang sosial/ekonomi yang beragam. Seseorang tidak boleh dipandang sebelah
mata hanya disebabkan ia berasal dari keluarga yang kurang berada atau dari
ekonomi kelas bawah. Seharusnya seseorang harus dinilai dan dipandang dari
bagaimana ia berperilaku dan berprestasi dalam kehidupan ini. Secara realita,
tidak jarang seorang anak yang berasal dari keluarga kaya justru hanya menjadi
beban bagi keluarganya. Tidak jarang pula, seorang anak yang berasal dari
keluarga sederhana yang miskin dan papa, tetapi ia justru mampu menorehkan
prestasi dalam kehidupannya. Prestasi dan kegemilangannya dalam menapaki
kehidupan ini mampu membuat diri dan keluarganya bangga dan bahkan mampu
menorehkan tinta emas bagi keharuman nama bangsa dan negara di mata dunia.
Temuan subdimensi status sosial/ekonomi juga didapatkan dalam buku
Bahasa dan Sastra Indonesia karya Suharma, dkk.. Dalam bagian pendahuluan
pelajaran 9 yang ada di halaman 124 diberikan sebuah pemahaman bahwa peserta
didik d iharapkan untuk memiliki kepedulian dan saling menghargai keberadaan
orang lain meskipun dengan status sosial yang berbeda-beda. Pada hakikatnya,
setiap peserta didik selain sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial.
Jadi, dengan status sosial/ekonomi yang berbeda-beda itu justru setiap peserta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
didik d iharapkan bisa saling melengkapi, menerima, dan saling memberi. Sikap-
sikap semacam itu hendaknya terus dipupuk dan dikembangkan pada setiap diri
peserta didik.
Sudah semestinya, nilai-nilai tentang penghargaan dan penghormatan itu
dimiliki dan dijalankan oleh masing-masing individu, termasuk oleh para peserta
didik. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Tim Darul Haq bahwa sudah sepatutnya
seseorang didudukkan atau diposisikan pada posisinya yang tepat dan masing-
masing dari mereka diberi hak dan dihargai (2006: 54). Sikap dan perilaku
semacam ini perlu dimiliki agar mereka mampu memberikan penghargaan dan
penghormatan terhadap berbagai status sosial dan ekonomi yang disandang oleh
masing-masing individu. Belum tentu orang yang memiliki status sosial/ekonomi
yang rendah tidak mampu melakukan hal-hal yang sangat luar biasa. Belum tentu
juga anak-anak dari ekonomi lemah adalah anak-anak yang bodoh. Oleh sebab itu,
para siswa diharapkan memiliki sikap dan perilaku yang positif dalam menyikapi
adanya berbagai status sosial/ekonomi yang ada disekitar mereka.
Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan
bahwa muatan subdimensi status sosial belum bisa sepenuhnya dimunculkan atau
diintegrasikan dalam lima buku pelajaran bahasa Indonesia non-BSE tersebut.
d. Subdimensi keadilan (mewakili dimensi pengurangan prasangka)
Keadilan, dalam konteks apapun, harus ditegakkan. Hal in i perlu dilakukan
agar terjadi keharmonisan dalam kehidupan ini. Keadilan dalam hal peran wanita
dalam kehidupan ini hendaknya juga harus diberlakukan. Wanita tidak boleh
dianggap sebagai kaum yang lemah dan tidak mampu. Mereka harus diberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
hak dan kewajiban sesuai dengan porsinya. Tidak boleh ada d iskriminasi antara
kaum lelaki dan kaum wanita. Selain itu, keadilan mendapatkan perlakuan yang
manusiawi dan tidak dibeda-bedakan juga harus diberlakukan bagi setiap manusia
yang hidup di dunia ini. Misalnya saja keadilan dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan. Jangan hanya mereka yang kaya saja yang mendapatkan perlakuan
yang layak. Kaum yang papa pun hendaknya mendapatkan perlakuan yang layak
pula.
Berdasarkan hasil analisis, subdimensi keadilan ditemukan dalam dua buku
pelajaran, yakni buku Seribu Pena Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VIII
karya Tim Abdi Guru serta buku Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VIII
karya E. Kosasih dan Restuti Murwaningrum. Di dalam buku karya Tim Abdi
Guru, subdimensi keadilan ditemukan dalam latihan soal yang ada di unit 6
halaman 83.
Dalam soal latihan tersebut diketahui bahwa peserta didik diharapkan
memiliki suatu pemahaman bahwa keadilan berhak dan wajib diberikan kepada
siapa saja, termasuk pula kepada para kaum wanita. Dalam petikan soal itu, kaum
wanita diharapkan mampu mengangkat derajat mereka masing-masing. Jangan
pernah menggantungkan hidup kepada kaum lelaki apalagi sampai d iperalat oleh
kaum lelaki. Sekali lagi, keadilan juga berhak diberikan dan dimiliki oleh kaum
wanita.
Sementara itu, hasil penelitian yang dilakukan terhadap buku karya E.
Kosasih dan Restuti, subdimensi keadilan ditemukan dalam soal latihan UAS 1
yang ada di halaman 65 serta soal latihan mandiri 12 yang ada di halaman 92.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Dari soal tersebut diketahui bahwa peserta didik diberikan sebuah pengertian dan
pemahaman bahwa mereka tidak diperkenankan untuk saling membanding-
bandingkan. Pada hakikatnya setiap manusia diciptakan oleh Sang Pencipta
dengan mempunyai ciri khas masing-masing, yang semua itu seharusnya bisa
digunakan dengan sebaik-baiknya, bukan digunakan sebagai bahan untuk
membanding-bandingkan perbedaan antarsesama. Perbedaan yang tidak bisa
dikelola dengan baik akan mampu menimbulkan konflik. Namun, jika mampu
dikelola dengan baik, perbedaan itu justru akan mampu memperkaya dan bisa
membuat seseorang menjadi sangat produktif (Ujan, 2011:16). Manusia bukanlah
makhluk yang bisa hidup sendiri. Manusia membutuhkan orang lain. Setiap
individu, termasuk para peserta didik diharapkan untuk selalu bersyukur atas
apapun yang telah dianugerahkan kepadanya. Mereka harus berusaha berbuat dan
memberikan yang terbaik dalam kehidupan ini dengan cara mereka masing-
masing. Tanpa perlu lagi saling membeda-bedakan.
Dari penjelasan yang telah disampaikan di atas, ternyata subdimendi keadilan
hanya ditemukan dalam dua buku pelajaran saja. Hal itupun hanya terdapat dalam
beberapa butir nomor soal saja dari ratusan soal yang ada dalam buku-buku
pelajaran tersebut. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa subdimensi keadilan
belum bisa diintegrasikan sepenuhnya ke dalam lima buku pelajaran bahasa
Indonesia non-BSE tersebut.
e. Subdimensi demokrasi (mewakili dimensi pengurangan prasangka)
Sudah tidak terelakkan lagi bahwa di dalam suatu masyarakat yang
multikultur terdapat berbagai perbedaan. Perbedaan itu bisa berupa keyakinan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
kebudayaan, suku, bahasa, bahkan dari sudut pandang dan cara berpikir terhadap
suatu hal. Perbedaan-perbedaan itu seringkali berujung pada sebuah tujuan dan
kepentingan yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, diperlukan adanya demokrasi
dalam kehidupan ini. Demokrasi sangat penting dalam kehidupan kita sehari-hari.
Dengan adanya demokrasi, kita akan mampu saling menghargai dan menghormati
antarsesama manusia dalam hal apapun. Termasuk dalam hal perbedaan pendapat
ketika dalam proses diskusi.
Subdimensi demokrasi ini terdapat dalam buku ‘Seribu Pena Bahasa
Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VIII’ karya Tim Abdi Guru. Di dalam buku
pelajaran ini disajikan sebuah materi tentang pentingnya menghargai dan
menghormati perbedaan pendapat dalam diskusi. Hal in i dapat diketahui pada
materi semester II kompetensi dasar menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan
penolakan pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti atau alasan pada halaman
75. Di dalam materi tersebut, siswa diberikan pemahaman agar dapat menghargai
dan menghormati perbedaan pendapat dalam diskusi serta memberikan sanggahan
dengan bahasa yang sopan dan cara yang santun.
Peserta didik diberikan pemahaman bahwa tidak harus mengartikan ada yang
salah dan ada yang benar dalam perbedaan pendapat. Harus dipahami bahwa
dalam setiap perbedaan pendapat, pasti ada alasan yang mendasarinya. Dalam
proses diskusi, boleh saja menerima satu pendapat dan boleh pula menolaknya.
Namun, yang harus dipahami bahwa semua itu harus dilakukan dengan cara-cara
yang santun. Jangan sampai menimbulkan hal-hal yang justru akan mampu
memecahbelah kebersamaan dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Tak bisa dipungkiri bila demokrasi yang selama ini berlangsung dalam
kehidupan masyarakat masih terdapat kelemahan-kelemahan. Misalnya saja dalam
proses pemilu. Seringkali proses demokrasi ini dicap membuang-buang waktu dan
anggaran. Namun, perlu dipahami bahwa proses demokrasi ini tetap menjadi
pilihan yang baik dalam masyarakat yang penuh dengan keberagaman ini.
Sebagaimana pendapat Ujan (2011: 45) bahwa demokrasi tetap dianggap sebagai
budaya yang paling memadai dalam masyarakat multikultural karena menghargai
kebebasan dan kesetaraan. Kelemahan-kelemahan dalam demokrasi sebenarnya
bisa dihindari asalkan demokrasi dilakukan dengan akal yang sehat, untuk
kepentingan bersama, dan atas pertimbangan yang matang dan mendalam.
Pendapat Ujan tersebut diperkuat oleh pendapat yang disampaikan oleh
Andrik (2003: 326) bahwa demokrasi juga telah member pedoman tentang
pengambilan keputusan yang tidak hanya mementingkan aspek legalitas dan
formalitas semata, tetapi justru pengambilan keputusan itu dapat menyentuh
dukungan dan pengakuan yang tulus dari masyarakatnya. Demokrasi mampu
menjunjung tinggi nilai-nilai local, seperti aspirasi, adat istiadat, seni, dan
gagasan-gagasan yang berkembang di daerah.
Berdasarkan analisis mengenai subdimensi demokrasi dalam buku-buku
pelajaran bahasa Indonesia non-BSE, ternyata subdimensi demokrasi ini hanya
ditemukan dalam salah satu buku dari lima buku yang dianalisis. Pembahasan
tentang pentingnya demokrasi ini pun hanya terdapat dalam satu materi dalam
satu KD saja. Padahal dalam satu buku pelajaran ini secara total ada 37 KD. Oleh
sebab itu, diperlukan perbaikan dan penambahan tentang materi demokrasi ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
agar para siswa benar-benar mampu memiliki rasa penghargaan dan
penghormatan, serta perilaku yang positif terhadap berbagai perbedaan yang ada
dalam situasi dan kondisi apapun.
Oleh sebab itu, dapat disimpulkan subdimensi demokrasi ini pun belum
sepenuhnya bisa diintegrasikan, dimunculkan, atau diaplikasikan dalam lima buku
pelajaran bahasa Indonesia non-BSE tersebut.
f. Subdimensi budaya sekolah (mewakili dimensi penguatan budaya
sekolah dan struktur sosial)
Budaya sekolah yang berkaitan dengan sikap dan perilaku yang saling
menyayangi, menolong, toleransi, dan lain sebagainya hendaknya senantiasa
dipupuk pada diri peserta didik. Hal ini diperlukan agar interaksi mereka di
sekolah maupun di luar sekolah bisa berlangsung dengan baik. Dengan demikian,
akan muncul suasana pergaulan yang penuh keakraban dan penuh kerukunan di
antara sesama.
Pengintegrasian nilai-nilai pendidikan multikultural, dalam hal ini
subdimensi budaya sekolah, ditemukan dalam tiga buah buku pelajaran, yakni
karya Ratna Purwaningtyastuti, karya E. Kosasih dan Restuti Murwaningrum,
serta karya Nurhadi, Dawud, Yuni Pratiwi. Dalam buku karya Ratna
Purwaningtyastuti, subdimensi budaya sekolah ini ditemukan dalam bacaan tema
4 di halaman 61-63. Tepatnya pada pembelajaran KD: Mengevaluasi pemeran
tokoh dalam pementasan drama, khususnya yang ada dalam bacaan di halaman
61-63. Dari teks dialog antara Ani dan Nina dalam bacaan tersebut diketahui
bahwa para siswa d iharapkan dan diajak untuk bisa memilik sikap dan perilaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
yang saling mengerti dan mau menolong teman/sahabat yang sedang menghadapi
kesulitan dalam kondisi dan suasana suka maupun duka. Hal ini sebagaimana
yang dilakukan oleh Ani kepada Nina. Meski mereka berdua bukanlah saudara
kandung, berasal dari latar belakang yang berbeda, namun mereka berusaha untuk
saling mengerti dan berbagi. Sesulit apapun permasalahan yang dihadapi, mereka
berdua berusaha untuk menghadapinya bersama-sama. Sikap dan perilaku
semacam ini sangat patut untuk ditiru. Dengan diterapkannya sikap dan perilaku
seperti ini, tentu akan tercipta suasana persahabatan yang harmonis di antara
sesama.
Dalam buku karya E. Kosasih dan Restuti Murwaningrum, subdimensi
budaya sekolah dimunculkan dalam latihan mandiri 12 yang ada di halaman 92
tepatnya pada soal nomor 3. Peserta didik diberikan pemahaman agar mereka
mampu menghormati dan memahami pendapat yang disampaikan oleh teman
mereka. Sedangkan dalam buku karya Nurhadi, Dawud, dan Yuni Pratiwi,
subdimensi budaya sekolah dimunculkan dalam bacaan yang ada di halaman 8-9.
Melalui bacaan tersebut peserta didik diberikan pemahaman bahwa upaya dalam
menjaga persahabatan yang telah terjalin sangatlah perlu untuk dilakukan. Peserta
didik harus senantiasa menjaga komunikasi, keterbukaan, saling menghargai, dan
saling menghormati.
Namun, buku pelajaran ini masih harus diperbaiki karena baru menampilkan
sedikit contoh yang berkaitan dengan budaya-budaya positif yang bisa diterapkan
di lingkungan sekolah/kelas. Selain itu, juga hanya ditemukan dalam dua buku
saja dari lima buku pelajaran yang dianalisis. Oleh sebab itu, bisa disimpulkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
pula bahwa subdimensi budaya sekolah juga belum bisa sepenuhnya
dimunculkan, diintegrasikan, atau diaplikasikan dalam lima buku pelajaran bahasa
Indonesia non-BSE tersebut.
Apabila dihitung secara persentase kemunculan dimensi pendidikan
multikultural, berarti kelima buku pelajaran ini hanya memuat 60% dimensi
pendidikan multikultural saja (memunculkan tiga dari lima dimensi yang ada).
Sedangkan bila ditinjau dari persentase kemunculan subdimensi pendidikan
multikultural, berarti kelima buku pelajaran ini hanya memunculkan 35%
subdimensi pendidikan multikultural saja (hanya memunculkan lima dari empat
belas subdimensi yang ada).
Ditemukannya tiga dimensi dan lima subdimensi inipun belum bisa
menyatakan bahwa buku pelajaran tersebut sudah secara lengkap menerapkan,
memuat atau mengintegrasikan dimensi pendidikan multikultural. Hal in i karena
tidak semua dimensi terwakili. Sebagai contoh adalah dimensi integrasi materi.
Dimensi ini terbagi menjadi tiga subdimensi, yakni subdimensi budaya, sastra,
dan bahasa. Namun, yang ditemukan dalam kelima buku pelajaran tersebut hanya
satu dimensi, yakni dimensi budaya. Contoh lainnya adalah dimensi pengurangan
prasangka. Dimensi ini terbagi menjadi lima subdimensi, yakni agama,
suku/ras/etnis, status sosial, keadilan, dan demokrasi. Namun, dari kelima buku
pelajaran yang dianalisis tersebut hanya ditemukan tiga subdimensi saja, yakni
status sosial, keadilan, dan demokrasi. Bahkan ada dua dimensi pendidikan
multikultural, yakni dimensi proses merekonstruksi pengetahuan dan dimensi
penyesuaian metode pembelajaran yang masing-masing terbagi ke dalam dua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
subdimensi tidak ada satupun yang ditemukan dalam kelima buku pelajaran
bahasa Indonesia tersebut. Selain itu, tiga dimensi dan lima subdimensi itupun
hanya tercantum dalam satu sampai tiga bab, bacaan serta latihan/soal (pilihan
ganda atau uraian). Padahal dalam kelima buku pelajaran tersebut ada puluhan
bab, materi atau bacaan serta ratusan soal ataupun latihan, baik dalam bentuk soal
pilihan ganda maupun uraian.
Padahal semestinya, kelima dimensi pendidikan multikultural yang terbagi
ke dalam empat belas subdimensi tersebut tercantum atau termuat dalam masing-
masing buku pelajaran tersebut. Hal itu bisa dimuat dalam bagian materi, soal,
maupun latihan/tugas. Dengan demikian, dimensi-dimensi pendidikan
multikultural tersebut akan mampu diserap dan bahkan akan mampu diaplikasikan
oleh para siswa dalam kehidupannya sehari-hari. Selain itu, melalui soal maupun
latihan/tugas, dapat pula dijadikan sebagai alat ukur untuk mengetahui tingkat
pemahaman dan pelaksanaan para siswa dalam memahami dan melaksanakan
dimensi-dimensi pendidikan multikultural tersebut.
Berdasarkan analisis terhadap kelima buku pelajaran bahasa Indonesia non-
BSE untuk SMP kelas VIII tersebut dapat diberikan suatu simpulan. Simpulan
tersebut adalah materi atau nilai-nilai pendidikan multikultural belum sepenuhnya
bisa dimunculkan, diintegrasikan, maupun diaplikasikan dalam lima buku
pelajaran bahasa Indonesia non-BSE untuk tingkat SMP kelas VIII tersebut. Oleh
sebab itu, sangat perlu dilakukan perubahan dan perbaikan terhadap materi, soal,
latihan maupun tugas agar dimensi-dimensi pendidikan multikultural bisa
dipahami, dimiliki, dan dilaksanakan oleh para siswa. Dengan demikian, tujuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
pendidikan multikultural bagi para siswa akan mampu diraih dengan sebaik-
baiknya.
2. Kualitas muatan pendidikan multikultural dalam buku pelajaran bahasa
Indonesia non-BSE tingkat SMP kelas VIII
Buku pelajaran adalah buku yang memuat materi pembelajaran tertentu
yang disusun secara sistematis berdasarkan aturan-aturan standard yang telah
ditetapkan yang digunakan untuk mendukung proses pembelajaran sehingga siswa
dapat dengan mudah memahami materi yang disampaikan. Kelancaran proses
pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah juga tidak terlepas dari adanya
buku pelajaran. Demikian pula dalam pelaksanaan pendidikan multikultural. Oleh
sebab itu, buku pelajaran bahasa Indonesia, dalam hal ini adalah buku non-BSE
untuk SMP kelas VIII, hendaknya juga harus memuat atau mengintegrasikan
materi-materi pendidikan multikultural.
Banks (2010: 23) mengemukakan lima dimensi pendidikan multikultural,
yakni dimensi integrasi materi, dimensi konstruksi pengetahuan, dimensi
penyesuaian metode pembelajaran, dimensi pengurangan prasangka, dan dimensi
penguatan budaya sekolah dan struktur sosial. Dalam penelitian ini, kelima
dimensi tersebut dijabarkan ke dalam empat belas subdimensi, sebagaimana yang
telah disampaikan dalam bab II. Buku pelajaran bahasa Indonesia non-BSE yang
berbasis pendidikan multikultural hendaknya juga harus memuat lima dimensi
pendidikan multikultural sebagaimana yang diungkapkan oleh Banks tersebut.
Lima dimensi yang dijabarkan dalam empat belas subdimensi pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
multikultural inilah yang dijadikan pijakan atau pedoman dalam menganalisis
kualitas buku pelajaran bahasa Indonesia non-BSE untuk tingkat SMP kelas VIII
dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada lima buku pelajaran
bahasa Indonesia non-BSE SMP kelas VIII, d itemukan bahwa hanya terdapat tiga
dimensi multikultural dari lima dimensi multikultural yang seharusnya ada.
Dimensi-dimensi tersebut, yakni dimensi integrasi materi, dimensi pengurangan
prasangka, serta dimensi penguatan budaya sekolah dan struktur sosial. Dua
dimensi yang lain, yakni dimensi konstruksi pengetahuan dan dimensi
penyesuaian metode pembelajaran tidak ada ditemukan dalam lima buku pelajaran
tersebut. Selain itu, dari lima dimensi yang terjabarkan ke dalam empat belas
subdimensi, hanya ditemukan enam subdimensi saja. Enam subdimensi yang
ditemukan adalah subdimensi budaya, subdimensi sastra, subdimensi status
sosial/ekonomi, subdimensi keadilan, subdimensi demokrasi, dan subdimensi
budaya sekolah. Sedangkan subdimensi bahasa, subdimensi konsep, subdimensi