TESIS PENGARUH PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN, SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL, DAN KEPATUHAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU TERHADAP OPINI AUDIT LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DI SULAWESI SELATAN THE EFFECT OF APPLICATION OF GOVERNMENT ACCOUNTING STANDARS, INTERNAL CONTROL SYSTEM, AND COMPLIANCE WITH APPLICABLE LAW AND REGULATION ON THE OPINION OF FINANCIAL REPORT AUDIT OF LOCAL GOVERNMENT IN SOUTH SULAWESI sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Magister disusun dan diajukan oleh ACHDIAN ANGGRENY BANGSAWAN P3400213008 kepada PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
109
Embed
TESIS - Unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...SAP, the weakness of accounting and reporting control system, the weakness of internal control structure, and incompliance
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
TESIS
PENGARUH PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN, SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL, DAN KEPATUHAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU TERHADAP OPINI AUDIT LAPORAN KEUANGAN
PEMERINTAH DAERAH DI SULAWESI SELATAN
THE EFFECT OF APPLICATION OF GOVERNMENT ACCOUNTING STANDARS, INTERNAL CONTROL SYSTEM,
AND COMPLIANCE WITH APPLICABLE LAW AND REGULATION ON THE OPINION OF FINANCIAL REPORT AUDIT OF LOCAL GOVERNMENT IN SOUTH SULAWESI
sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Magister
disusun dan diajukan oleh
ACHDIAN ANGGRENY BANGSAWAN P3400213008
kepada
PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2017
ii
TESIS
PENGARUH PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN, SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL, DAN KEPATUHAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU TERHADAP OPINI AUDIT LAPORAN KEUANGAN
PEMERINTAH DAERAH DI SULAWESI SELATAN
THE EFFECT OF APPLICATION OF GOVERNMENT ACCOUNTING STANDARS, INTERNAL CONTROL SYSTEM,
AND COMPLIANCE WITH APPLICABLE LAW AND REGULATION ON THE OPINION OF FINANCIAL REPORT AUDIT OF LOCAL GOVERNMENT IN SOUTH SULAWESI
sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Magister
disusun dan diajukan oleh
ACHDIAN ANGGRENY BANGSAWAN P3400213008
kepada
PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2017
iii
TESIS
PENGARUH PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN, SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL, DAN KEPATUHAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU TERHADAP OPINI AUDIT LAPORAN KEUANGAN
PEMERINTAH DAERAH DI SULAWESI SELATAN
THE EFFECT OF APPLICATION OF GOVERNMENT ACCOUNTING STANDARS, INTERNAL CONTROL SYSTEM,
AND COMPLIANCE WITH APPLICABLE LAW AND REGULATION ON THE OPINION OF FINANCIAL REPORT AUDIT OF LOCAL GOVERNMENT IN SOUTH SULAWESI
disusun dan diajukan oleh
ACHDIAN ANGGRENY BAGSAWAN P3400213008
telah diperiksa dan disetujui untuk diuji
Makassar, November 2017
Komisi Penasihat Ketua Anggota Dr. Arifuddin, S.E., Ak., M.Si., CA Dr. Asri Usman, S.E.,Ak., M.Si., CA NIP196406091992031003 NIP 196510181994121
Ketua Program Studi Magister Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin
Dr. H. Abdul Hamid Habbe, S.E., M.Si NIP196305151992031003
iv
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini,
nama : Achdian Anggreny Bangsawan
NIM : P3400213008
jurusan/program studi : Magister Akuntan si
menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis yang berjudul
PENGARUH PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN, SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL, DAN KEPATUHAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN YANG BERLAKU TERHADAP OPINI AUDIT LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DI SULAWESI SELATAN
adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam naskah tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan/ditulis/diterbitkan sebelumnya, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila dikemudian hari ternyata dalam naskah tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut dan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No.20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).
Makassar, 8 November 2017
Yang membuat pernyataan,
Achdian Anggreny Bangsawan
v
PRAKATA
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi
rahmat dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini
merupakan tugas akhir untuk mencapai gelar Magister Sains (M.Si) pada Program
Pendidikan Magister Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.
Peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-
besarnya kepada bapak Dr. Arifuddin, S.E., M.Si., Ak., CA dan bapak Dr. Asri
Usman, S.E., Ak., CA sebagai tim penasihat I dan II, atas segala kebaikan dan
waktu yang telah diluangkan untuk membimbing, memberi motivasi, memberi
bangunan literature serta diskusi-diskusi untuk kelancaran penyusunan tesis ini.
Ucapan terima kasih juga terutama kepada Ayahanda Bangsawan Anwar dan
Ibunda Haslia atas doa, bantuan, saran, dan motivasi yang diberikan selama
menempuh pendidikan sampai penyelesaian tesis ini. Semoga semua pihak
mendapatkan balasan dari-NYA atas segala bantuan, kebaikan, dan motivasi yang
diberikan hingga tesis ini terselesaikan dengan baik.
Ucapan terima kasih juga peneliti tujukan kepada bapak Andi Kakung
Lologau selaku pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi Sulawesi Selatan
atas pemberian izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di tempat tersebut.
Hal yang sama juga peneliti sampaikan kepada bapak/ibu bagian humas badan
pemeriksa keuangan yang bersedia meluangkan waktunya untuk membantu
mengumpulkan data laporan hasil pemeriksaan seluruh sulawesi selatan karena
tanpa bantuan beliau maka tesis ini tidak akan bisa terwujud. Semoga bantuan yang
diberikan oleh seluruh pihak mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Dengan
vi
rendah hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada:
1. Rektor Universitas Hasanuddin, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas,
Direktur Program Pasca Sarjana, dan Ketua Program Studi Magister
Akuntansi atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk
melanjutkan pendidikan pada Program Pasca Sarjana Unhas.
2. Bapak/Ibu dosen pada Program Pasca Sarjana Unhas yang telah
memberikan wawasan keilmuan baru dalam pendalaman pengetahuan.
3. Bapak dan ibu penguji tesis yang telah memberikan masukan-masukan
untuk perbaikan tesis ini.
4. Terima kasih kepada suami Andi Fahrul Juanna atas segala bantuan dan
motivasi dalam menyelesaikan tesis ini.
5. Teman-teman angkatan 2013 beserta pegawai program studi akuntansi dan
program pasca sarjana yang telah memberi andil yang sangat besar.
6. Semua pihak yang tidak sempat peneliti sebutkan satu persatu atas segala
bantuannya selama peneliti menempuh pendidikan.
Peneliti menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna walaupun telah
menerima bantuan dari berbagai pihak. Kritik dan saran yang membangun akan
lebih menyempurnakan tesis ini.
Makassar, 1 November 2017
Achdian Anggreny Bangsawan
vii
ABSTRAK
ACHDIAN ANGGRENY BANGSAWAN. Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan, Sistem Pengendalian Internal, dan kepatuhan Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku terhadap Opini Audit Laporan keuangan Pemerintah Daerah di Sulawesi Selatan (dibimbing oleh Arifuddin dan Asri Usman).
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui, menganalisis dan mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh faktor pelanggaran atas penerapan standar akuntansi pemerintahan, kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, kelemahan struktur pengedalian internal, dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan terhadap pemberian opini oleh BPK.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Objek yang diteliti adalah laporan keuangan pemerintah daerah yang telah diaudit oleh BPK RI. Sampel penelitian ini adalah 25 sampel pemeriksaan yaitu pemerintah daerah sulawesi selatan pada tahun 2013 sampai dengan 2015 sehingga terdapat 75 objek pengamatan dari tahun 2013-2015. Alat analisis yang digunakan adalah ordinal logistic regression.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelanggaran atas penerapan SAP, kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, kelemahan struktur pengendalian internal, dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan berpengaruh negatif signifikan terhadap opini audit BPK. Semakin banyak jumlah temuan terkait pelanggaran atas penerapan SAP, kelemahan sistem pengendalian internal, dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan maka semakin kecil kemungkinan laporan keuangan pemerintah daerah untuk menerima opini audit WTP. Kata kunci: Standar Akuntansi Pemerintahan, Sistem pengendalian Internal, kepatuhan, opini audit BPK, laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD).
viii
ABSTRACT
ACHDIAN ANGGRENY BANGSAWAN. The Effect of Application of Government Accounting Standard, Internal Control System, and Compliance with Applicable Law and Regulation on The Opinion of Financial Report Audit of Local Government in South Sulawesi (Supervised by Arifuddin and Asri Usman)
The aim of the research is to determine, analyze, and obtain evidence on the
effect of customer factor of the implementation of government accounting standard, the weakness of accounting and reporting control system, the weakness of control system of implementation of revenue and expenditure budget, the weakness of structure of internal control and incompliance with law and regulation on giving opinion by General Auditor (BPK).
The research used quantitative research. The objects were local government financial reports that were audited by BPK of Indonesia Republic. The samples were 25 examinations,i.e. the local government of South Sulawesi from 2013 to 2015, so there were 75 of observation objects from 2013-2015. The data were analyzed using ordinal logistic regression.
The results of the reserach indicate that incompliance of implementation of SAP, the weakness of accounting and reporting control system, the weakness of internal control structure, and incompliance with law and regulation have negative and significant effect on BPK audit opinion. The more number of findings related to incompliance of SAP implementation, the weakness of interal control system, and incompliance with laws and regulations, the less possibility it is for local government financial reports to accept WTP audit opinion.
Keywords: Government Accounting Standard, Internal Control System, compliance, BPK audit opinion, local government financial report (LKPD).
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL………………………………………………………………. i HALAMAN JUDUL………………………………………………………………..... ii HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………………..... iii HALAMAN KEASLIAN PENELITIAN................................................................. iv PRAKATA........................................................................................................... v HALAMAN ABSTRAK......................................................................................... vii HALAMAN ABSTRACT...................................................................................... viii DAFTAR ISI…….……………………………………………………………………. ix DAFTAR TABEL…………………………………………………………………….. xi DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………….. xii DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………….. xiii DAFTAR SINGKATAN/SIMBOL......................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………. 1 1.1 Latar Belakang………………………………………………………….. 1 1.2 Rumusan Masalah…………………………………..…………………. 9 1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………….. 9 1.4 Kegunaan Penelitian……………………………………..…………….. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………….. 12 2.1 Tinjauan Teori dan Konsep…………………………………………….. 12 2.1.1 Teori Signal (Signalling Theory)……………………………… 12 2.1.2 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)……..…... 13 2.1.3 Pemeriksaan LKPD…………………………………………. 17 2.1.4 Opini Audit…………………………………..……………….. 18 2.1.5 Standar Akuntansi Pemerintah…………………..………… 20 2.1.5.1 Konsep Standar Akuntansi Pemerintahan……… 20 2.1.5.1.1 Satndar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Kas Menuju Akrual (PP 24 Tahun 2005) 21 2.1.5.1.2 Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual (PP 71 Tahun 2010)……………….. 22 2.1.6 Sistem Pengendalian Internal…………..………………….. 23 2.1.6.1 Konsep Sistem Pengendalian Internal…………. 23 2.1.7 Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan..... 26 2.1.7.1 Konsep Kepatuhan Terhadap Peraturan
2.2.1 Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Terhadap Opini Audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah…………………………………………………………. 29
2.2.2 Pengaruh Sistem Pengendalian Internal Terhadap Opini Audit Laporan keuangan Pemerintah Daerah……………… 30
x
2.2.3 Pengaruh Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang- Undangan Terhadap Opini Audit Pemerintah Daerah……. 32
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS………………………….. 41 3.1 Kerangka Konseptual…………………………………………………… 41 3.2 Hipotesis………………………………………………..………………… 44
3.2.1 Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Terhadap Opini Audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah…………………………………………………………. 45
3.2.2 Pengaruh Sistem Pengendalian Internal Terhadap Opini Audit Laporan keuangan Pemerintah Daerah……………… 45
3.2.3 Pengaruh Kepatuhan Teradap Peraturan Perundang- Undangan Terhadap Opini Audit Pemerintah Daerah……. 47
BAB IV METODE PENELITIAN…………………………………………….……….. 49 4.1 Rancangan Penelitian…………………………………………..……….. 49 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………………….… 49 4.3 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel………………… 49 4.4 Jenis dan Sumber Data………………………………………………….. 50 4.5 Metode Pengumpulan Data…………………………………………….. 51 4.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……………………..…… 51 4.6.1 Variabel Dependen……………………………………………. 52 4.6.2 Variabel Independen………………………………………….. 53 4.6.2.1 Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan…… 53 4.6.2.2 Kelemahan Sistem Pengendalian Intern………… 53
4.6.2.3 Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan…………………………………………… 54
4.7 Teknik Analisis Data…………………………………………..………… 55 4.7.1 Uji Fit Model…………………………………………………… 56 4.7.2 Uji Koefisien Determinasi……………………………………. 56 4.7.3 Uji Koefisien Regresi…………………………………………. 57 BAB V HASIL PENELITIAN…………………………………………………………. 59 5.1 Deskripsi Data…………………………………………………………… 59 5.2 Deskripsi Variabel ……………………………………………………… 60 5.3 Hasil Analisis Data……………………………………………………… 64 5.4 Hasil Uji Hipotesis………………………………………………………. 68 BAB VI PEMBAHASAN……………………………………………………………... 71 6.1 Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
terhadap Opini Audit BPK……………………………………………… 71 6.2 Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern terhadap Opini Audit BPK………………………………………………………………… 72 6.3 Pengaruh Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang- Undangan terhadap Opini Audit BPK………………………………… 77
BAB VII PENUTUP………………………………………………………………….. 79 7.1 Kesimpulan………………………………………………………………. 79 7.2 Implikasi………………………………………………………………….. 81 7.3 Keterbatasan Penelitian………………………………………………... 82 7.4 Saran……………………………………………………………………... 82 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….. 84
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Perbedaan Komponen Laporan Keuangan PP 24 Tahun 2005 dengan PP 71 Tahun 2010…………………………………………….. 23
5.2 Statistik Deskriptif Opini Audit…………………………………………. 60
5.3 Statistik Deskriptif Pelanggaran SAP………………………………… 61
5.4 Statistik Deskriptif Kelemahan SPI……………………………………. 62
5.5 Statistik Deskriptif Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-
Undangan………………………………………………………………… 64
5.6 Uji Kelayakan Model…………………………………………………….. 64
5.7 Pseudo R-Square……………………………………………………….. 65
5.8 Uji Multikolonieras………………………………………………………. 66
5.9 Hasil Uji Signifikansi Parsial……………………………………………. 67
5.10 Hasil Uji Hipotesis……………………………………………………….. 68
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1 Kerangka Pemikiran…………………………………………………….. 44
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Jumlah Pelanggaran LKPD terhadap Standar Akuntansi Pemerintah 88 2 Daftar kelompok dan jenis temuan- kelemahan SPI…………………. 89
3 Jumlah Ketidakpatuhan Terhadap Perundang-Undangan…………… 90
4 Hasil Olahan Statistik…………………………………………………… 91
xiv
DAFTAR SINGKATAN/SIMBOL
Singkatan/simbol Keterangan
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
BUMN Badan Usaha Milik Negara
BUMD Badan Usaha Milik Daerah
BPK RI Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
COSO The Committee of Sponsoring Organization
DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
IHPS Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester
KD Kerugian Daerah
LHP Laporan Hasil Pemeriksaan
LKPD Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
OPD Organisasi Perangkat Daerah
PMP Panduan Manajemen Pemeriksaan
PSAP Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
Ranperda Rancangan Peraturan Daerah
SAP Standar Akuntansi Pemerintahan
SDM Sumber Daya Manusia
SKPKD Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah
SOP Standard Operating Procedure
SPAP Sistem Pengendalian Akuntansi dan Pelaporan
SPPAPB Sistem Pengendalian Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja
xv
StPI Struktur Pengendalian Internal
SPI Sistem Pengendalian Internal
SPKN Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
WDP Wajar Dengan Pengecualian
WTP DPP Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa
Penjelasan
TAPD Tim Anggaran Pemerintah Daerah
TW Tidak Wajar
TMP Tidak Memberikan Pendapat
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai bentuk pertanggungjawaban Bupati/Walikota/Gubernur di bidang
keuangan, maka Bupati/Walikota/Gubernur setiap tahun diwajibkan menyusun
laporan keuangan pemerintah daerah berdasarkan Standar Akuntansi
Pemerintahan. Laporan keuangan tersebut diserahkan kepada BPK RI untuk diaudit
paling lambat 3 bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Arens, Elder dan Beasley mengatakan dalam bukunya yang berjudul Auditing
dan Jasa Assurance (2011:4), “Audit adalah pengumpulan data dan mengevaluasi
bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian
antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh
orang yang kompeten dan independen.”
Mulyadi (2002:7), selanjutnya mengatakan bahwa:
Auditing adalah suatu proses untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pertanyaan-pertanyaan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang ditetapkan, serta menyampaikan hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.
Dari beberapa definisi audit diatas maka dapat disimpulkan bahwa audit
adalah suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti mengenai
2
informasi yang didapat dengan segala kriteria yang telah ditentukan, pemeriksaan
juga harus dilakukan oleh seorang yang berkompeten dalam bidang audit.
Di Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan RI memiliki peranan penting dalam
audit laporan keuangan pemerintah daerah. Dari hasil pemeriksaan BPK RI,
masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas dan tidak memihak terhadap
informasi yang disajikan oleh pemerintah daerah dalam laporan keuangan.
Dinegara-negara barat seperti Amerika Serikat dan Inggris, laporan keuangan
pemerintah daerah diaudit oleh kantor akuntan publik Independen (Adzani Martani,
2012).
Hasil pemeriksaan BPK RI secara keseluruhan disampaikan kepada DPR RI,
DPD RI, serta pemerintah. Hasil pemeriksaan BPK RI terhadap laporan keuangan
pemerintah daerah diserahkan ke pemerintah daerah paling lambat 6 bulan setelah
tahun anggaran berakhir (Permendagri Nomor 13 Tahun 2006) untuk ditindaklanjuti
semua permasalahan dan rekomendasi yang tertuang dalam laporan hasil
pemeriksaan BPK RI (Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004). Selanjutnya
berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK RI, Bupati/Walikota/Gubernur
menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pertanggungjawaban
Realisasi APBD dan disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dan disetujui.
Berdasarkan persetujuan DPRD Bupati/Walikota/Gubernur selanjutnya menetapkan
Perda tentang Pertanggungjawaban Realisasi APBD. Perda ini menjadi dasar
penyusunan Rancangan APBD Perubahan.
Tujuan audit adalah untuk memberikan opini akuntan terhadap penyajian
laporan keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15
3
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan
Negara, opini pemeriksaan BPK diberikan berdasarkan kriteria umum sebagai
berikut:
1. Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP),
2. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosure),
3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan
4. Efektifitas sistem pengendalian intern.
Keempat kriteria pemeriksaan di atas akan mempengaruhi opini yang akan
diberikan terhadap laporan keuangan pemerintah daerah. Semakin banyak jumlah
pelanggaran atau ketidaksesuaian dengan kriteria yang telah ditentukan, maka opini
yang dberikan akan semakin buruk. (Atyanta, 2011).
Laporan hasil pemeriksaan BPK RI terbagi atas tiga yakni: laporan hasil
pemeriksaan atas laporan keuangan, laporan hasil pemeriksaan atas sistem
pengendalian intern, dan laporan hasil pemeriksaan atas kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Laporan hasil pemeriksaan terhadap
laporan keuangan pemerintah daerah bertujuan untuk memberikan keyakinan yang
memadai apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal
yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau
basis akuntansi komperhensif disamping prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia. Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan memuat tentang opini
BPK RI terhadap laporan keuangan pemerintah daerah. Opini tersebut menunjukkan
tingkat kredibilitas penyajian laporan keuangan pemerintah daerah. Adanya
peningkatan persentase opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dan penurunan
4
persentase opini wajar dengan pengecualian (WDP) serta tidak memberikan
pendapat (TMP) secara umum menggambarkan adanya perbaikan yang dicapai
oleh entitas pemerintah daerah dalam menyajikan laporan keuangan yang wajar
sesuai dengan prinsip yang berlaku (IHPS I Tahun 2013).
Laporan kedua adalah laporan hasil pemeriksaan terhadap sistem
pengendalian intern pemerintah daerah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah adalah
Proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Menurut Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN, 2007), istilah yang
dipakai dalam pemeriksaan SPI adalah pengujian SPI, yaitu pengujian terhadap
sistem pengendalian intern yang meliputi pengujian terhadap efektivitas desain dan
implementasi sistem pengendalian intern. Pengujian ini merupakan kelanjutan dari
kegiatan atas pemahaman atas sistem pengendalian intern dan perencanaan
pemeriksaan yang dimaksudkan untuk mengkaji pengendalian intern yang
diterapkan oleh entitas dalam menjalankan kegiatannya secara efektif dan efisien
serta mengkaji kemungkinan terjadinya kesalahan dan kecurangan. Dalam
pengujian desain sistem pengendalian intern, pemeriksa mengevaluasi apakah SPI
telah didesain secara memadai dan dapat meminimalisir secara relative salah saji
dan kecurangan. Sementara itu, pengujian implementasi SPI dilakukan dengan
melihat pelaksanaan pengendalian pada kegiatan dan transaksi yang dilakukan oleh
pihak yang terperiksa. Selanjutnya, pengujian SPI merupakan dasar pengujian
substantive selanjutnya yang akan dilakukan oleh auditor. Selain berfungsi sebagai
5
salah satu kriteria dalam penetapan opini, hasil pengujian atas SPI harus dituang
dalam sebuah laporan hasil pemeriksaan atas sistem pengendalian intern dalam hal
jika dan hanya jika ditemukan kelemahan-kelemahan pengendalian intern selama
pelaksanaan pemeriksaan. Hasil pemeriksaan opini BPK atas SPI terbagi atas:
kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem
pengendalian pelaksanaan angaran pendapatan dan belanja, dan kelemahan
struktur pengendalian internal.
Laporan ketiga memuat tentang laporan hasil pemeriksaan atas kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain sebagai
pertimbangan dalam penetapan opini sebagaimana disebutkan sebelumnya,
pengujian atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan harus dimuat
dalam laporan hasil pemeriksaan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan dalam hal pemeriksa menemukan adanya ketidakpatuhan terhadap
ketentuan perundang-undangan dalam pemeriksaan keuangan daerah (Sadhrina,
2011). Temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan
penerimaan, administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan.
(IHPS I Tahun 2014).
BPKP menyatakan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan laporan
keuangan pemda belum memperoleh opini WTP adalah karena penyajian yang
belum sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), lemah dalam sistem
pengendalian intern, penataan barang milik Negara/daerah yang belum tertib,
6
pengadaan barang dan, jasa yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku, dan
kurang memadainya kapasitas SDM pengelola keuangan.
Menurut Gutomo (2012) dalam Nalurita (2015), dalam menyusun laporan
keuangan dijajajaran pemerintah daerah, memang bukan perkara mudah dan
memerlukan perjuangan ekstra. Kelemahan sistem pengendalian intern dan
keterbatasan sumber daya manusia yang paham akuntansi sebagai penyebabnya.
Hal tersebut diperparah dengan adanya tunggangan kepentingan politik legislative
dan eksekutif dalam penggunaan anggaran.
Kawedar (2009), Atyanta (2011), Sipahuntar dan Kairani (2012),
Taufikurrahman (2014), dan Nalurita (2015) menunjukkan bahwa terdapat
penurunan opini yang diberikan oleh BPK atas laporan keuangan pemerintah daerah
yang disebabkan karena adanya kelemahan/ kesalahan material efektivitas sistem
pengendalian intern (SPI), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan
kesesuaian penyajian laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Kesimpulan lainnya adalah hasil penelitian Sunarsih (2013), Defera (2013),
Fatimah (2014), dan Safitri (2014). Menurut Sunarsih (2013) materialitas,
pelanggaran SAP, kelemahan SPI dan ketidakpatuhan terhadap perundang-
undangan tidak signifikan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pelanggaran SAP,
kelemahan SPI, materialitas, dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-
undngan tidak mempengaruhi opini audit. Safitri (2014) menemukan bahwa
kelemahan sistem pengendalian internal dan besaran realisasi anggaran tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap opini. Sedangkan temuan kepatuhan
mempengaruhi pemberian opini dengan hubungan pengaruh negatif. Defera (2013)
7
juga mengatakan bahwa kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan,
kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja,
serta ketidakpatuhan pada ketentuan perundang-undangan berpengaruh negatif
terhadap penentuan LKPD di Indonesia. Akan tetapi, tidak semua regional Indonesia
yang berpengaruh, semua sangat tergantung pada karakteristik masing-masing
regional di Indonesia dalam mempengaruhi penentuan opini LKPD. Berbeda dengan
Defera, Fatimah (2014) menemukan bahwa kelemahan sistem pengendalian intern
yang berpengaruh terhadap penerimaan opini WTP adalah kelemahan sistem
pengendalian akuntansi dan pelaporan sedangkan kelemahan sistem pengendalian
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja dan kelemahan struktur
pengendalian intern tidak berpengaruh. Kasus ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berpengaruh terhadap penerimaan opini WTP adalah
kasus kerugian daerah dan penyimpangan administrasi. Kasus akibat
ketidakpatuhan lainnya tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini WTP.
Terbatas pada penelitian tentang SPI, Liana (2011) menemukan bahwa
kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan serta kelemahan sistem
pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja berpengaruh positif
terhadap opini BPK. Kelemahan struktur pengendalian internal (SPI) tidak
berpengaruh terhadap opini LKPD BPK dikarenakan temuan pada kelemahan SPI
tidak bersifat signifikan terhadap peningkatan opini BPK.
Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatory yaitu ingin menguji kembali
beberapa hipotesis yang telah diteliti sebelumnya. Beberapa hasil penelitian
sebelumnya bertentangan dengan teori auditing dan ketentuan perundang-
8
undangan (Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004) dan dapat menyesatkan pihak-
pihak yang berkepentingan dengan hasil pemeriksaan BPK RI. Oleh karena itu,
adanya ketertarikan ingin meneliti kembali pengaruh standar akuntansi
pemerintahan, sistem pengendalian intern, dan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan terhadap opini BPK. Dan juga, ingin mengetahui seberapa
besar pengaruhnya. Penelitian ini tidak terbatas pada opini disclaimer atau WTP
saja, tetapi menggungakan WTP, WDP, TW, dan disclaimer sebagai variabel
dependen opini audit laporan keuangan pemerintah daerah. Oleh karena itu,
penelitian ini menggunakan ordinal logistic regression sebagai alat uji statistik
penelitian ini.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, data yang digunakan dalam
penelitian ini tidak hanya melihat Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK dimana
IHPS ini merupakan rangkuman Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK pada
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, (BUMN), Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) dan badan lainnya di Indonesia. Tetapi penelitian ini
juga dengan meminta langsung data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) pada BPK
perwakilan Sulawesi Selatan. Dengan demikian, data yang akan diteliti lebih
representative dan komperhensif karena datanya lebih detail dan bukan dari hasil
summary.
9
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan, maka penelitian ini
memerlukan analisis dan pembuktian dengan melihat dan menjelaskan pengaruh
setiap variabel sehingga permasalahan penelitian ini adalah:
1. Apakah pelanggaran atas penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan
dalam penyusunan laporan keuangan berpengaruh terhadap opini audit
laporan keuangan pemerintah daerah?
2. Apakah kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan Pelaporan
berpengaruh terhadap opini audit laporan keuangan pemerintah daerah?
3. Apakah kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja berpengaruh terhadap opini audit laporan
keuangan pemerintah daerah?
4. Apakah Kelemahan Struktur Pengendalian Intern berpengaruh terhadap
opini audit laporan keuangan pemerintah daerah?
5. Apakah ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku berpengaruh terhadap opini audit laporan keuangan pemerintah
daerah?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk
menjawab pertanyaan penelitian yang diberikan diatas.
10
1. Mengetahui apakah pelanggaran atas penerapan Standar Akuntansi
Pemerintahan berpengaruh terhadap opini audit laporan keuangan
Pemerintah daerah.
2. Mengetahui apakah kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan
Pelaporan berpengaruh terhadap opini audit laporan keuangan
pemerintah daerah.
3. Mengetahui apakah kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja berpengaruh terhadap opini audit
laporan keuangan pemerintah daerah.
4. Mengetahui apakah Kelemahan Struktur Pengendalian Intern
berpengaruh terhadap opini audit laporan keuangan pemerintah daerah?
5. Mengetahui apakah ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan
berpengaruh terhadap opini audit laporan keuangan pemerintah daerah.
1.4 Kegunaan Penelitian
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberi manfaat bagi:
1. Pemerintah daerah, hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dalam
penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan, Sistem Pengendalian Intern
yang baik, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam melaksanakan kegiatan sehingga pemerintah daerah
dapat memperoleh atau mempertahankan opini yang baik terhadap
laporan keuangannya.
11
2. Badan Pemeriksa Keuangan, hasil penelitian ini memberikan gambaran
kondisi auditee yang telah diperiksa sehingga dapat dijadikan referensi
dalam pengembangan pemeriksaan keuangan.
3. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, dengan melihat hasil
penelitian ini diharapkan lebih meningkatkan pembinaannya kepada
pemerintah daerah dalam penerapan SAP, SPI dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi
terhadap pengembangan literature akuntansi sektor publik. Harapan
selanjutnya, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi
penelitian berikutnya.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori dan Konsep
2.1.1 Signaling Theory
Menurut Jama‟an (2008):
Signaling theory mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan (pemerintah) memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen (pemerintah) untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan (pemerintah) tersebut lebih baik daripada perusahaan (pemerintah) lain. Agar pihak-pihak yang berkepentingan dapat meyakini keandalan informasi keuangan yang disampaikan pihak perusahaan (pemerintah), perlu mendapatkan opini dari pihak lain yang bebas memberikan pendapat tentang laporan keuangan.
Immaculatta (2006) mengatakan bahwa, kualitas keputusan investor
dipengaruhi oleh kualitas informasi yang diungkapkan perusahaan (pemerintah)
dalam laporan keuangan. Kualitas informasi tersebut bertujuan untuk mengurangi
asimetri informasi yang timbul ketika pemerintah daerah lebih mengetahui informasi
internal dan prospek pemerintah dimasa mendatang dibanding pihak eksternal.
Informasi tentang perkembangan dan kemajuan pemerintah yang dipublikasikan,
diharapkan dapat menjadi sinyal bagaimana kinerja pemerintah tersebut.
Menurut Scott dan Bringham (2008:517) Sinyal adalah sebuah tindakan yang
diambil oleh manajemen (pemerintah) yang memberikan petunjuk kepada
masyarakat tentang bagaimana manajemen memandang prospek pemerintahan.
13
Hubungan teori sinyal dengan penelitian ini menunjukkan bahwa dengan
adanya opini yang diberikan BPK RI dalam menilai keandalan laporan keuangan
pemerintah daerah akan memberikan sinyal kepada publik. Sinyal tersebut dapat
berupa informasi berupa opini yang diberikan BPK RI yang menyatakan bahwa
pemerintah tersebut telah mengelolah keuangan daerah dengan baik ataupun buruk,
dan juga akan mengurangi adanya asimetri informasi antara pemerintah dan
masyarakat.
2.1.2 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah yang transparan
dan akuntabel sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, serta Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mewajibkan
Pemerintah Derah untuk menyusun dan menyajikan laporan keuangan yang meliputi
Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Operasional, Neraca, Laporan Arus Kas,
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Laporan Perubahan Ekuitas, dan
Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas
pelaksanaan APBD. Laporan keuangan dimaksud disusun sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2005 berbasis kas menuju akrual yang sekarang digantikan oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan berbasis akrual. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
14
Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang andal dan relevan,
mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas
pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan pemerintah digunakan
untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan
dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi
efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan dan membantu dalam menentukan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam suatu pemerintahan, selain bertujuan untuk melaporkan seluruh
kegiatan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis
dan terstruktur, peranan laporan keuangan pemerintah yang disajikan oleh setiap
entitas pelaporan juga digunakan untuk kepentingan sebagai berikut (PP 71 Tahun
2010):
1. Akuntabilitas
Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.
2. Manajemen
Membantu mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dalam periode pelaporan
sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian
atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas pemerintah untuk kepentingan
publik.
3. Transparansi
Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat
dengan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui
15
secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggung jawaban pemerintah
dalam mengelola sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatan
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Keseimbangan Antargenerasi
Membantu pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan pemerintah
pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran yang
dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan ikut
menanggung beban pengeluaran tersebut.
5. Evaluasi Kinerja
Mengevaluasi kinerja entitas pelaporan. Terutama dalam penggunaan
sumber daya ekonomi yang dikelola pemerintah untuk mencapai kinerja yang
direncanakan.
Menurut Peraturan Pemerintah 71 Tahun 2010, pelaporan keuangan
pemerintah menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam
menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial,
maupun politik dengan:
1. Menyediakan informasi tentang sumber, alokasi dan penggunaan sumber
daya keuangan.
2. Menyediakan informasi tentang kecukupan penerimaan periode berjalan
untuk membiayai seluruh pengeluaran.
3. Menyediakan informasi tentang jumlah sumber daya ekonomi yang
digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah
dicapai.
16
4. Menyediakan informasi tentang bagaimana entitas pelaporan mendanai
seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya.
5. Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas
pelaporan yang berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik
jangka pendek maupun jangka panjang, juga termasuk yang berasal dari
pungutan pajak dan pinjaman.
6. Menyediakan informasi tentang perubahan posisi keuangan entitas
pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat
kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.
Kedudukan kepala daerah dalam pertanggungjawaban atas pelaksanaan
APBD tercantum dalam Undang - Undang No 32 Tahun 2004 pada pasal 184
tentang Pemerintahan Daerah yang selanjutnya diganti dengan Undang-Undang No.
23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, pasal 320 menyebutkan: Kepala
daerah menyampaikan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD kepada DPRD dengan dilampiri laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD)
yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) paling lambat 6 (enam)
bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan yang dimaksud paling
sedikit terdiri atas: laporan realisasi anggaran, laporan perubahan saldo anggaran
lebih, neraca, laporan operasional, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas,
dan catatan atas laporan keuangan yang dilampiri dengan ikhtisar laporan keuangan
BUMD.
Rancangan perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dibahas
oleh kepala daerah dan DPRD untuk mendapat persetujuan bersama. Persetujuan
bersama mengenai rancangan Perda dilakukan paling lambat 7 (tujuh) bulan setelah
17
tahun anggaran berakhir. Atas dasar persetujuan bersama tersebut, kepala daerah
menyiapkan rancangan perkada tentang penjabaran pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD.
2.1.3 Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
merupakan salah satu tugas pokok BPK sesuai Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan
Keuangan. Laporan Keuangan pemerintah daerah (LKPD) merupakan
pertanggungjawaban kepala daerah, yaitu gubernur/bupati/walikota atas
pelaksanaan APBD. LKPD tersebut disusun dengan menggunakan suatu sistem
akuntansi keuangan daerah berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Pemeriksaan atas LKPD merupakan jenis pemeriksaan keuangan yang
dilakukan oleh BPK dengan tujuan untuk memberikan pernyataan opini tentang
tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam LKPD. Sesuai dengan penjelasan
pasal 16 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara, opini merupakan pernyataan profesional
pemeriksaan mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan
keuangan yang didasarkan pada kriteria (1) kesesuaian dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP), (2) kecukupan pengungkapan, (3) kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, (4) efektivitas sistem pengendalian intern. Oleh
karena itu, pemeriksa diharapkan untuk dapat fokus dalam mengarahkan prosedur
pemeriksaannya terhadap tujuan pemeriksaan.
18
Dalam proses pemeriksaan tersebut, patokan yang digunakan adalah
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) dan juga memberlakukan Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) serta berpedoman pada Panduan Manajemen
Pemeriksaan (PMP). Tahapan pemeriksaan LKPD meliputi perencanaan
pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan lapangan, dan pelaporan hasil
pemeriksaan. (Panduan Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Derah).
Hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK disusun dan disajikan dalam bentuk
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) segera setelah kegiatan pemeriksaan selesai.
LHP terdiri atas 3 hal yaitu: (1) LHP terhadap laporan keuangan yang memuat opini;
(2) LHP terhadap sistem pengendalian internal yang memuat kesimpulan dan
rekomendasi; (3) LHP terhadap kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
yang memuat kesimpulan dan rekomendasi. Pelaporan LHP atas LKPD
disampaikan oleh BPK paling lambat 2 bulan setelah menerima laporan keuangan
dari pemda.
2.1.4 Opini Audit
Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 15 Tahun 2004, opini adalah
pernyataan profesional tentang kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran
informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Opini yang diberikan
suatu laporan keuangan merupakan cerminan kualitas pengelolaan dan penyajian
suatu laporan keuangan. Adanya kenaikan persentase opini WTP serta penurunan
persentase opini WDP dan TMP secara umum menggambarkan adanya perbaikan
yang dicapai oleh entitas pemerintah daerah dalam menyajikan laporan keuangan
yang wajar sesuai dengan prinsip yang berlaku (IHPS 1 Tahun 2014).
19
Opini atas laporan keuangan terbagi atas lima jenis yang diberikan oleh BPK
antara lain:
1. Opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), menyatakan bahwa
laporan keuangan entitas, menyajikan secara wajar dalam semua hal yang
material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas entitas tertentu sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2. Opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan (modified
unqualified opinion), keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor
menambahkan suatu paragraf penjelasan (atau bahasa penjelesan yang lain)
dalam laporan auditnya.
3. Opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion), menyatakan bahwa
laporan keuangan entitas, menyajikan secara wajar dalam semua hal yang
material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas entitas tersebut sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali dampak
hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.
4. Opini tidak wajar (adeversed opinion), menyatakan bahwa laporan keuangan
entitas, tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan
arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
di Indonesia.
5. Pernyataan menolak memberikan opini atau tidak memberikan pendapat
(disclaimer of opinion), menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan
pendapat atas laporan keuangan, jika bukti audit tidak membuat kesimpulan.
Kondisi yang menyebabkan pemeriksa menyatakan opini Tidak Memberikan
Pendapat (TMP) adalah adanya pembatasan lingkup yang luar biasa
20
sehingga pemeriksa tidak dapat memperoleh bukti yang cukup memadai
sebagai dasar dalam menyatakan pendapat (opini).
2.1.5 Standar Akuntansi Pemerintah
2.1.5.1 Konsep Standar Akuntansi Pemerintah
Defenisi Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang tercantum dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 71 Tahun 2010 (2010:1) adalah
prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan
Laporan Keuangan Pemerintah. Laporan keuangan pemerintah terdiri atas Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan Permerintah Daerah
(LKPD). Dasar hukum SAP adalah Undang - Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 :
“Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan
disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)”. Standar Akuntansi
Pemerintahan disusun oleh suatu Komite Independen dan ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Pada tahun 2010 terbit Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 2005. Terdapat beberapa perbedaan antara PP 71 Tahun 2010 dengan
PP 24 Tahun 2005. Dalam PP 71 Tahun 2010 terdiri atas 2 buah lampiran. Lampiran
I tentang Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual yang akan dilaksanakan
selambat-lambatnya mulai tahun 2015, sedangkan lampiran II tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan berbasis kas menuju akrual yang berlaku hingga tahun
2014. Lampiran I berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera diterapkan oleh
entitas, sedangkan lampiran II berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum
21
siap untuk menerapkan SAP berbasis Akrual. Dengan kata lain, lampiran II
merupakan lampiran yang memuat kembali seluruh aturan yang ada pada PP 24
Tahun 2005 tanpa perubahan sedikitpun.
2.1.5.1.1 Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Kas Menuju Akrual (PP
24 Tahun 2005)
Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Kas Menuju Akrual adalah SAP
yang mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan berbasis kas, serta
mengakui aset, utang, dan ekuitas dana berbasis akrual. Basis kas menuju akrual ini
melakukan pencatatan dengan cara menggunakan basis kas pada periode
pelaksanaan anggaran (yaitu pendapatan diakui pada saat kas diterima ke Kas
Negara dan belanja diakui pada saat kas dikeluarkan dari Kas Negara). Pada akhir
periode diperlukan penyesuaian-penyesuaian untuk mencatat belanja harta tetap
yang dilakukan pada periode pelaksanaan (dengan menggunakan metode kolorari),
serta mencatat hak ataupun kewajiban Negara.
Basis kas untuk pendapatan dan belanja yang dilakukan pada periode
anggaran, menghasilkan penyusunan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan
Laporan Arus Kas (LAK), sedangkan pencatatan pada akhir periode (dengan jurnal
kolorari) akan diperoleh neraca, aset, kewajiban, dan ekuitas yang merupakan unsur
neraca sedangkan pendapatan, belanja, dan pembiayaan merupakan unsur laporan
realisasi anggaran. Dengan kata lain, neraca disajikan berdasarkan basis akrual dan
laporan realisasi anggaran disajikan berdasarkan basis kas.
2.1.5.1.2 Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual (PP 71 Tahun 2010)
Akuntansi berbasis akrual menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010 adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa
lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas
atau setara kas diterima atau dibayar. Putri (2015) menyimpulkan bahwa akuntansi
basis akrual merupakan basis akuntansi yang melakukan pencatatan dan
pengakuan pada saat transaksi terjadi, tanpa memperhatikan adanya arus kas
akibat transaksi.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Pasal 1 Ayat (8) menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual,
yaitu SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam
pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan
pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang
ditetapkan dalam APBN/APBD. Dengan kata lain, penggunaan basis akrual untuk
mengakui transaksi yang berkaitan dengan pendapatan, beban, aset, utang, dan
ekuitas. Sedangkan untuk mengakui suatu transaksi yang berkaitan dengan
pendapatan, pembiayaan, dan belanja dalam pelaksanaan anggaran menggunakan
basis akuntansi yang ditetapkan dalam APBN/APBD (Putri, 2015).
Perbedaan PP nomor 24 tahun 2005 dengan PP 71 tahun 2010 ini dapat
dilihat dalam komponen laporan keuangan. Perbandingan komponen laporan
keuangan antara PP nomor 24 tahun 2005 dengan PP nomor 71 tahun 2010 dapat
dilihat pada tabel berikut :
23
Tabel 2.1 Perbedaan Komponen Laporan Keuangan PP 24 Tahun 2005 dengan PP 71 Tahun 2010
PP 24 Tahun 2005 PP 71 Tahun 2010
Komponen Laporan Keuangan
Pokok :
1. Neraca
2. Laporan Realisasi Anggaran
3. Laporan Arus Kas
4. Catatan atas Laporan Keuangan
Laporan yang bersifat optional :
a. Laporan Kinerja Keuangan (LKK)
b. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
Komponen Laporan Keuangan
Pokok :
A. Laporan Anggaran :
1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
2.Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
(SAL)
B. Laporan Finansial:
1. Neraca
2. Laporan Operasional (LO)
3. Laporan Arus Kas (LAK)
4. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
C. Catatan atas Laporan Keuangan
Sumber: KSAP.2010. Perbedaan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dengan SAP Berbasis Akrual. Jakarta.
2.1.6 Sistem Pengendalian Internal
2.1.6.1 Konsep Sistem Pengendalian Internal
Menurut Arens et al. (2008) dalam Fatimah (2014) Pengendalian intern
didesain untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga
golongan tujuan yaitu keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi
operasi, serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Tujuan
utama pengendalian intern adalah memberikan keyakinan yang memadai
keandalan suatu laporan keuangan (D‟Aquila, 1998).
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian
Internal Pemerintah merupakan adopsi dari sistem pengendalian internal yang
dibuat oleh organisasi The Committee of Sponsoring Organization (COSO) of The
Tradeway Commission. Menurut COSO (1992):
24
Internal control is process, affected by entity’s board of directors, management and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in following categories: effectiveness and efficiency of operations, reability of financial reporting and compliance with applicable laws and regulations.
Sesuai dengan COSO (1992) kerangka kerja sistem pengendalian Internal
Pemerintah terdiri dari lima unsur komponen yang saling terintegrasi yaitu
lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan
komunikasi, pemantauan. Kelima komponen tersebut juga telah dijabarkan oleh
Kawedar (2010) yang menyatakan bahwa suatu SPIP dikatakan baik jika memenuhi
lima komponen, yaitu:
1. Lingkungan pengendalian yang dapat mempengaruhi efektivitas
pengendalian intern.
2. Penilaian risiko atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian
tujuan dan sasaran instansi pemerintah.
3. Kegiatan pengendalian. Mengatasi risiko untuk memastikan bahwa tindakan
dalam mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif.
4. Informasi dan komunikasi. Informasi adalah data yang dapat digunakan
untuk pengambilan keputusan. Komunikasi adalah suatu proses
penyampaian pesan atau informasi dengan menggunakan simbol atau
lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
mendapatkan umpan balik.
5. Pemantauan. Pengendalian intern atas mutu kinerja SPI dan proses yang
memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya dapat
segera ditindaklanjuti.
25
Kawedar (2010) mengatakan bahwa untuk memperkuat dan menunjang
efektivitas SPI perlu dilakukan:
1. Pengawasan intern oleh aparat pengawas intern pemerintah (APIP) melalui
audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya.
2. Pembinaan penyelenggaraan SPI pemerintah. Organisasi yang diberi
kewenangan dalam pembinaan SPI adalah Badan Pengawas Keuangan
Pemerintah (BPKP), pembinaan dapat dilakukan dalam bentuk: penyusunan
pedoman teknis penyelenggaraan SPIP, sosialisasi, pendidikan dan
pelatihan, pembimbingan dan konsultasi SPIP, dan peningkatan kompetensi
auditor APIP.
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2014 (IHPS), BPK
mengelompokkan kelemahan atas Sistem Pengendalian Internal ke dalam tiga
kategori, yakni:
1. Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan (SPAP), terdiri
atas: pencatatan yang tidak/belum dilakukan atau tidak akurat, proses
penyusunan laporan yang tidak sesuai ketentuan, entitas terlambat
menyampaikan laporan, sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak
memadai, serta sistem informasi akuntansi dan pelaporan belum didukung
dengan SDM yang memadai.
2. Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja (SPPAPB), terdiri atas: perencanaan kegiatan yang tidak memadai,
mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan, serta penggunaan
penerimaan daerah dan hibah yang tidak sesuai ketentuan, pelaksanaan
belanja di luar mekanisme APBD, penetapan/pelaksanaan kebijakan yang
26
tidak tepat atau belum dilakukan yang berakibat hilangya potensi
penerimaan/pendapatan, penetapan/pelaksanaan kebijakan yang tidak tepat
atau belum dilakukan yang berakibat peningkatan biaya/belanja, dan lain-
lain.
3. Kelemahan struktur pengendalian intern (StPI), terdiri atas: entitas yang tidak
memiliki SOP yang formal untuk prosedur atau keseluruhan prosedur, SOP
yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak ditaati, entitas
tidak memiliki satuan pengawas intern, satuan pengawas intern yang ada
tidak memadai atau tidak berjalan optimal, tidak ada pemisahan tugas dan
fungsi yang memadai, dan lain-lain.
Menurut Ge dan McVay (2005) dalam Nalurita (2015) kelemahan material
dalam pengendalian internal cenderung berkaitan dengan kebijakan pengakuan
kekurangan pendapatan, kurangnya pemisahan tugas, keterlambatan proses
periode pelaporan dan kebijakan akuntansi, dan ketidaksesuaian rekonsiliasi akun.
2.1.7 Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
2.1.7.1 Konsep Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Pemberian opini juga berdasarkan atas penilaian kepatuhan terhadap
ketentuan perundang-undangan. Seperti yang tertuang dalam Pernyataan Standar
Pelaporan Tambahan Kedua dalam Standar Pemeriksaan keuangan Negara (SPKN,
2007) yang menyatakan bahwa „‟Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan
harus mengungkapkan telah melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material
terhadap penyajian laporan keuangan‟‟. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan dapat dilihat dari tindakan illegal yang terjadi atau ketidakpatuhan
27
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditemukan.
Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dapat
menyebabkan salah saji material dari informasi dalam laporan keuangan atau data
keuangan lain yang secara signifikan terkait dengan tujuan pemeriksaan. Sehingga
harus dirancang pemeriksaan untuk mendeteksinya (Peraturan BPK RI Nomor 1
Tahun 2007).
Oleh sebab itu, dalam pemeriksaannya BPK RI melakukan pengujian
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan pada entitas pemerintah
daerah, kecurangan serta ketidakpatuhan yang berpengaruh langsung dan material
terhadap penyajian laporan keuangan. Apabila dari pengujian tersebut ditemukan
adanya ketidakpatuhan, maka pemeriksa akan menerbitkan laporan hasil
pemeriksaan atas laporan keuangan dengan memuat suatu paragraf yang merujuk
kepada laporan atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
(Sadhrina, 2011). Menurut Defera (2013) Hasil pemeriksaan atas laporan keuangan
berupa laporan kepatuhan mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan
perundang-undangan yang dapat mengakibatkan hal-hal berikut:
1. Kerugian Negara/daerah/perusahaan adalah berkurangnya kekayaan
Negara/daerah berupa uang, surat-surat berharga, dan barang-barang yang
nyata sebagai akibat pembuatan melawan hukum.
2. Potensi kerugian negara/daerah/perusahaan adalah suatu perbuatan
melawan hukum yang dapat mengakibatkan risiko terjadinya kerugian di
masa yang akan datang berupa: berkurangnya uang, surat-surat berharga,
dan barang-barang yang nyata.
28
3. Kekurangan penerimaan adalah adanya penerimaan yang sudah menjadi
hak Negara/daerah/perusahaan tetapi tidak atau belum masuk ke kas
Negara/daerah/perusahaan, karena adanya unsur ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan.
4. Temuan administrasi adalah adanya penyimpangan dalam pelaksanaan
anggaran atau pengelolaan aset maupun operasional, tetapi penyimpangan
tersebut tidak mengakibatkan kerugian atau potensi kerugian daerah
(kekurangan penerimaan), tidak menghambat program entitas, dan tidak
mengandung indikasi tindak pidana.
5. Ketidakhematan adalah adanya penggunaan input dengan harga atau
kuantitas/kualitas yang lebih tinggi dari standar, kuantitas/kualitas melebihi
kebutuhan, dan harga yang lebih mahal dibandingkan dengan pengadaan
serupa pada waktu yang sama.
6. Ketidakefisienan adalah permasalahan rasio penggunaan kuantitas/kualitas
input untuk satu satuan output yang lebih besar dari seharusnya.
7. Ketidakefektifan adalah adanya kegiatan yang tidak memberikan manfaat
atau hasil sesuai yang direncanakan serta fungsi instansi yang tidak optimal
sehingga tujuan organisasi tidak tercapai.
Selain menggunakan SPKN, terdapat beberapa ketentuan peraturan
perundang-undangan dan pedoman yang digunakan BPK untuk dijadikan dasar
dalam memberikan sebuah opini terhadap pengelolaan keuangan Negara,
diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004, berbagai Peraturan Pemerintah, dan Permendagri yang
29
terkait dengan pedoman pengelolaan keuangan daerah pada tahun saat dilakukan
pemeriksaan (Safitri 2014). Sedangkan untuk menyajikan laporan keuangan,
Standar Akuntansi pemerintahan (SAP) merupakan acuan wajib dalam menyajikan
laporan keuangan entitas pemerintah, baik pada pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. SAP yang berlaku di Indonesia ditetapkan dengan PP Nomor 24
Tahun 2005 tanggal 13 Juni 2005 dengan pembaruannya PP Nomor 71 Tahun 2010
(Safitri, 2014).
2.2 Tinjauan Empiris
2.2.1 Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Terhadap Opini
Audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Standar Akuntansi pemerintahan merupakan persyaratan yang mempunyai
kekuatan hukum dalam upaya untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan
pemerintah (PP No.71 Tahun 2010). Dengan ditetapkannya SAP, diharapkan dapat
terciptanya transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
negara guna mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance). Atyanta
(2011) menjelaskan bahwa ditemukan lima kasus yang mengindikasikan
ketidaksesuaian LKPD kabupaten X dengan SAP. Hal ini terjadi dikarenakan masih
minimnya pegawai yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi pada OPD,
SKPKD, dan TAPD. Sejalan dengan penelitian Sipahuntar & Khairani (2009) yang
mengatakan bahwa terdapat penurunan opini yang diberikan oleh BPK atas laporan
keuangan pemerintah daerah kabupaten empat lawang salah satunya disebabkan
oleh ketidaksesuaian penyajian laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten
empat lawang dengan standar akuntansi pemerintah. Sebaliknya, hasil penelitian
30
Sunarsih (2013) membuktikan bahwa standar akuntansi pemerintahan tidak
mempengaruhi opini disclaimer.
2.2.2 Pengaruh Sistem Pengendalian Internal Terhadap Opini Audit Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah
Sistem pengendalian internal menurut Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara (SPKN, 2007) adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris,
manajemen dan personnel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan
memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini:
1. Keandalan pelaporan keuangan
2. Efektifitas dan efisiensi operasi
3. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang sistem pengendalian
intern pemerintah (SPIP), adalah sistem pengendalian intern yang diselenggarakan
secara menyeluruh pada lingkungan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Pasal 2 ayat 3 menjelaskan bahwa tujuan sistem pengendalian intern pemerintah
adalah untuk memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya efektivitas dan
efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintah negara, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan.
Atyanta (2011) menunjukkan bahwa opini WDP dari BPK yang diberikan
kepada LKPD kabupaten X salah satunya disebabkan karena adanya temuan kasus
ketidakefektifan SPI dengan temuan tertinggi yaitu, kelemahan sistem pengendalian
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja. Hal-hal yang dapat menyebabkan
31
ketidakefektifan SPI disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM, dan semakin
diperparah dengan adanya mutasi pegawai yang sering dilakukan oleh badan
kepegawaian daerah, dan mutasi tersebut tidak diimbangi dengan pembinaan
pegawai pengganti untuk menggantikan pegawai yang telah dimutasi, sehingga
pegawai yang baru dalam menempati posisi tersebut harus memulai dari awal untuk
mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut.
Jiang (2009) mengatakan bahwa terdapat hubungan positif antara
pengungkapan kelemahan Sistem Pengendalian Intern yang material dan
kecenderungan auditor untuk mengeluarkan opini going concern. Taufikurrahman
(2014) dan Nalurita (2015) membuktikan secara empiris bahwa kelemahan sistem
pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja, dan kelemahan struktur pengendalian intern secara
simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit oleh
BPK RI. Hal ini berarti, terdapat pengaruh sistem pengendalian internal terhadap
opini audit oleh BPK RI.
Terbatas pada opini WTP, Fatimah (2014) mengatakan bahwa hanya sistem
pengendalian akuntansi dan pelaporan yang berpengaruh negatif pada penerimaan
opini WTP, sistem pengengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja
dan struktur pengendalian intern tidak berpengaruh pada penerimaan opini WTP.
Defera (2013) membuktikan secara empiris bahwa kelemahan sistem pengendalian
akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja berpengaruh negatif terhadap penentuan opini LKPD di
Indonesia. Akan tetapi hipotesis ini tidak terbukti secara merata pada semua
regional Indonesia. Regional Sumatera, Sulawesi, NTT, NTB, dan Bali menolak
32
hipotesis ini. Sejalan dengan penelitian Liana (2011) yang menemukan bahwa
temuan pada kelemahan SPI tidak bersifat signifikan terhadap peningkatan opini
BPK. Safitri (2014) juga menunjukkan bahwa kelemahan sistem pengendalian
internal dan besaran realisasi anggaran tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap opini.
2.2.3 Pengaruh Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Terhadap Opini Audit Pemerintah Daerah
Salah satu standar pelaksanaan pekerjaan lapangan tambahan dalam
Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 2 dalam SPKN yaitu mewajibkan
pemeriksa untuk merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang
memadai guna mendeteksi salah saji material yang disebabkan oleh ketidakpatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material
terhadap penyajian laporan keuangan. Tujuan pengujian kepatuhan ini bagi
pemeriksa adalah untuk memperoleh keyakinan yang memadai tentang apakah
laporan keuangan bebas dari salah saji material yang berpengaruh langsung dan
material terhadap penyajian laporan keuangan.
Menurut Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), hal-hal berikut
merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemeriksa dalam rangka pengujian
kepatuhan, yaitu antara lain:
1. Merancang pemeriksaan agar dapat memberikan keyakinan memadai dalam
rangka pengujian ketidakberesan yang material bagi laporan keuangan;
33
2. Merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna
mendeteksi kesalahan/kekeliruan yang material dalam laporan keuangan
sebagai akibat langsung dari adanya perbuatan melanggar/melawan hukum
3. Waspada terhadap kemungkinan telah terjadinya unsur perbuatan melawan
hukum baik secara langsung maupun tidak langsung.
Setelah melakukan pengujian atas kepatuhan sebagaimana tersebut diatas,
jika ditemukan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang telah
dilakukan oleh entitas, maka pemeriksa harus terlebih dahulu memahami sifat
temuan yang perlu dilaporkan dan mengungkapkan melalui cara-cara berikut:
1. Apabila ketidakpatuhan tersebut berpengaruh secara material, maka
pemeriksa mengungkapkan uraian singkat mengenai ketidakpatuhan
tersebut dalam LHP atas laporan keuangan yang memuat opini atas
kewajaran laporan keuangan sebagai alasan pemberian opini.
2. Pengungkapan semua temuan terkait ketidakpatuahn terhadap peraturan
perundang-undangan yang ditemukan selama pemeriksaan secara rinci
dilaporkan dalam LHP atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan baik yang berpengaruh secara material maupun tidak material.
Taufikurrahman (2014) mengatakan kerugian daerah, potensi kerugian
daerah, ketidakhematan, dan ketidakefektifan secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap pemberian opini audit oleh BPK RI atas LKPD provinsi
kabupaten kota di Sumatera Utara. Sejalan dengan hasil penelitian Taufikurrahman,
Safitri (2014) dan Nalurita (2015) mengatakan terdapat pengaruh yang signifikan
antara kepatuhan peraturan perundang-undangan terhadap opini audit.
34
Defera (2013) menemukan bahwa ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan berpengaruh negatif terhadap penentuan opini LKPD se
Indonesia. Akan tetapi, hal ini tidak diterima secara merata pada seluruh regional
Indonesia. Maluku dan papua menolak hipotesis tersebut. Hal ini berarti temuan
kasus ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan tidak bersifat
signifikan terhadap penentuan opini LKPD di Indonesia. Fatimah (2014) juga
membuktikan bahwa hanya kasus Kerugian daerah (KD) dan kasus penyimpangan
administrasi yang berpengaruh negatif pada penerimaan opini WTP. Sedangkan
kasus akibat ketidakpatuhan lainnya tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini
Dalam konteks teori sinyal dalam pemerintah, Standar Akuntansi
Pemerintahan sangat diperlukan untuk menjamin konsistensi dalam pelaporan
keuangan. Pemerintah daerah menggunakan Standar Akuntansi Pemerintahan yang
72
memadai mendorong reabilitas dan objektivitas informasi yang disajikan, konsistensi
dalam pelaporan keuangan. Sari (2013) mengatakan apabila pemerintah daerah
tidak menggunakan Standar Akuntansi Pemerintahan sebagai pedoman dalam
penyusunan laporan keuangan, maka akan menimbulkan implikasi negatif berupa
rendahnya transparansi, reabilitas dan objektivitas informasi yang disajikan,
inkonsistensi dalam pelaporan keuangan serta menyulitkan pengauditan. Dengan
demikian, pelanggaran atas penerapan standar akuntansi pemerintahan mampu
mepengaruhi opini audit BPK. Semakin banyak jumlah pelanggaran terkait dengan
penerapan standar akuntansi pemerintahan, semakin menurunkan opini audit di
mana dalam hal ini semakin kecil kemungkinan laporan keuangan pemerintah
daerah untuk menerima opini WTP. Standar Akuntansi Pemerintah yang tercantum
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 adalah
prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan
keuangan pemerintah. Kesesuaian standar tersebut mendorong pengaruh dalam
memberikan opini.
6.2 Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Internal terhadap Opini
Audit BPK
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelemahan sistem pengendalian
internal memberikan hasil yang signifikan terhadap opini audit BPK. Kelemahan
sistem pengendalian internal terbagi menjadi tiga diantaranya kelemahan sistem
pengendalian akuntansi dan pelaporan (SPAP), kelemahan sistem pengendalian
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja (SPPAPB), dan kelemahan struktur
pengendalian intern (StPI). Ketiga sub-variabel tersebut memberikan pengaruh
negatif terhadap opini audit.
73
Pemerintah akan memberikan signal ke masyarakat melalui laporan
keuangan yang berkualitas, peningkatan system pengendalian internal, dan
pengungkapan yang lebih lengkap. Semakin andal laporan keuangan maka semakin
baik opini yang diperoleh dan implementasi system pengendalian intern dalam
pengelolaan keuangan semakin baik merupakan bentuk signal pemerintah kepada
stakeholders bahwa pemerintah daerah telah melaksanakan kewajiban sebagai
pengemban amanat rakyat (Puspita dan Martani, 2010). Semakin banyak jumlah
temuan terkait kelemahan sistem pengendalian intern, semakin kecil pemberian
opini audit WTP. Menurut Arens et al. (2008) Pengendalian internal diberikan untuk
memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan yaitu
keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, serta kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Sarita (2012) menyebutkan bahwa
sistem pengendalian internal yang efektif akan berpengaruh terhadap kinerja dalam
pencapaian efektivitas, efisiensi, ketaatan terhadap peraturan perundang -
undangan yang berlaku, dan keandalan penyajian laporan keuangan pemerintah.
Pelaksanaan sistem pengendalian internal seharusnya bertumpu pada penguatan
sistem pengendalian yang sudah terbangun dan dilaksanakan oleh seluruh pihak
dalam organisasi mulai dari adanya kebijakan, pembentukan organisasi, penyiapan
anggaran, sarana dan prasarana, penetapan personil yang melaksanakan,
penetapan prosedur dan reviu pada seluruh tahapan.
a. Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan Pelaporan
terhadap Opini Audit BPK
Pengujian hipotesis 2 (H2) memiliki nilai koefisien sebesar -2,187 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,000 (sig < 0,05). Hasil penelitian ini mendukung
74
hipotesis H2. Kesimpulannya bahwa variabel kelemahan SPAP berpengaruh negatif
terhadap pemberian opini BPK. Semakin besar temuan kelemahan terkait sistem
pengendalian akuntansi dan pelaporan (SPAP) maka semakin kecil kemungkinan
pemerintah daerah untuk memperoleh opini WTP.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Defera (2013) yang
mengatakan bahwa variabel selain kelemahan SPAP (system pengendalian
akuntansi pelaporan) yang berpengaruh negatif di seluruh indonesia, semua sangat
tergantung pada karakteristik masing-masing regional di indonesia dalam
mempengaruhi penentuan opini LKPD. Fatimah (2014) juga mengatakan bahwa
kelemahan sistem pengendalian intern yang berpengaruh terhadap penerimaan
opini WTP adalah kelemahan SPAP sedangkan kelemahan SPPAPB dan StPI tidak
berpengaruh terhadap penerimaan opini WTP. Berbeda dengan penelitian
sebelumnya, Sunarsih (2013) mengatakan bahwa kelemahan SPI tidak berpengaruh
walaupun terbatas pada opini disclaimer. Safitri (2014) juga mengatakan bahwa
kelemahan sistem pengendalian internal dan besaran realisasi anggaran tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap opini.
Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan (SPAP)
merupakan kelemahan sistem pengendalian yang terkait dengan kegiatan
pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangan yang mempengaruhi pemberian
opini audit. Kelemahan SPAP terdiri dari pencatatan yang tidak/belum dilakukan
atau tidak akurat; proses penyusunan laporan yang tidak sesuai ketentuan; entitas
terlambat menyampaikan laporan; sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak
memadai; serta sistem informasi akuntansi dan pelaporan belum didukung dengan
SDM yang memadai.
75
b. Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan Anggaran
pendapatan dan Belanja terhadap Opini Audit BPK
Pengujian hipotesis 3 (H3) memiliki nilai koefisien sebesar -3,456 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,006 (sig < 0,05). Hasil penelitian ini mendukung
hipotesis 3 yang menyatakan bahwa kelemahan SPPAPB berpengaruh negatif
terhadap pemberian opini BPK. Semakin besar temuan kelemahan terkait sistem
pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja (SPPAPB) maka
semakin kecil kemungkinan pemerintah daerah memperoleh opini WTP.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Atyanta (2011) yang
mengatakan bahwa kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja yang menjadi kendala dalam pencapaian opini WTP,
kawedar (2009) juga mengatakan bahwa belum disusunnya sistem dan prosedur
penyusunan APBD yang merupakan salah satu bentuk kelemahan sistem
pengendalian internal sehingga terjadi penurunan opini audit dari WDP menjadi
TMP.
Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja (SPPAPB) merupakan kelemahan pengendalian internal yang terkait dengan
pemungutan dan penyetoran penerimaan Negara/daerah/perusahaan milik
Negara/daerah serta pelaksanaan program/kegiatan pada entitas yang diperiksa
mempengaruhi pemberian opini audit. Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja terdiri dari perencanaan kegiatan yang tidak
memadai; mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan, serta penggunaan
penerimaan daerah dan hibah yang tidak sesuai ketentuan; penyimpangan terhadap
peraturan perundang-undangan bidang teknis tertentu atau ketentuan intern
76
organisasi yang diperiksa tentang pendapatan dan belanja; pelaksanaan belanja di
luar mekanisme APBD; penetapan/pelaksanaan kebijakan yang tidak tepat atau
belum dilakukan yang berakibat hilangya potensi penerimaan/pendapatan;
penetapan/pelaksanaan kebijakan yang tidak tepat atau belum dilakukan yang
berakibat peningkatan biaya/belanja; dan lain-lain.
c. Pengaruh Kelemahan Struktur Pengendalian Internal terhadap Opini
Audit BPK
Hasil pengujian hipotesis 4 (H4) memiliki nilai koefisien sebesar -0,845
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,025 (sig <0,05). Hasil penelitian ini juga
mendukung hipotesis 4 yang menyatakan bahwa kelemahan struktur pengendalian
internal berpengaruh negatif signifikan terhadap pemberian opini BPK. Semakin
besar temuan terkait kelemahan struktur pengendalian internal maka semakain kecil
kemungkinan pemerintah daerah untuk memperoleh opini WTP.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sipahuntar dan Khairani (2013),
Taufikurrahman (2014), dan Nalurita (2015) yang menunjukkan bahwa efektifitas
system pengendalian internal menjadi pertimbangan BPK RI dalam memberikan
opini. Pengaruh negatif dalam penelitian secara langsung menolak hasil penelitian
sebelumnya yaitu Sunarsih (2013) yang menemukan bahwa kelemahan system
pengendalian internal tidak berpengaruh terhadap opini walaupun terbatas pada
opini disclaimer, dan Atmaja dan Probohudono (2014) yang menemukan bahwa
kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan dan kelemahan sistem
pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja yang berpengaruh
negatif terhadap pemberian opini BPK atas kewajaran laporan keuangan pemerintah
77
daerah, kelemahan struktur pengendalian internal tidak berpengaruh terhadap
pemberian opini BPK atas kewajaran laporan keuangan.
Kelemahan struktur pengendalian intern (StPI) merupakan kelemahan yang
terkait dengan ada/tidaknya sistem pengendalian intern atau efektivitas sistem
pengendalian intern yang ada dalam entitas yang diperiksa mempengaruhi
pemberian opini audit. Kelemahan sistem pengendalian intern terdiri dari entitas
yang tidak memiliki SOP yang formal untuk prosedur atau keseluruhan prosedur;
SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak ditaati; entitas
yang tidak memiliki satuan pengawas intern; satuan pengawas intern yang ada tidak
memadai atau tidak berjalan optimal; tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang
memadai.
6.3 Pengaruh Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan
terhadap Opini Audit BPK
Hasil uji hipotesis 5 (H5) memiliki nilai koefisien -3.142 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,002 (sig < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan memberikan hasil negatif
yang signifikan pada opini audit. Hasil penelitian ini mendukung rumusan H5 yang
menyatakan bahwa ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
berpengaruh negatif terhadap opini audit BPK.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Atyanta (2011), Taufikurrahman
(2014), dan Nalurita (2015) bahwa temuan kepatuhan berpengaruh negatif terhadap
pemberian opini BPK. Namun hasil penelitian ini tidak sepenuhnya sejalan dengan
hasil penelitian Sunarsih (2013) yang menyatakan bahwa ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan tidak berpengaruh terhadap opini disclaimer. Defera
78
juga menemukan bahwa ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
berpengaruh negatif terhadap opini LKPD di Indonesia. Akan tetapi tidak diterima
secara merata pada seluruh regional di Indonesia. Terdapat beberapa regional yang
menolak hipotesis tersebut. Semua tergantung pada karakteristik masing-masing
regional di Indonesia. Fatimah (2014) juga menemukan bahwa hanya pada kasus
kerugian daerah dan penyimpangan administrasi yang mempengaruhi penerimaan
opini WTP. Sedangkan kasus akibat ketidakpatuhan lainnya tidak mempengaruhi
penerimaan opini WTP.
Penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan disebut
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Jumlah temuan
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan merupakan kriteria selain
SPI yang menjadi pertimbangan BPK dalam memberikan opini. Ketidakpatuhan
terhadap regulasi merupakan salah satu bentuk pelanggaran yang dapat
mempengaruhi opini BPK (Adzani dan Martani 2014). Sesuai dengan teori signal,
apabila BPK menemukan adanya temuan terkait ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material dalam laporan
keuangan pemda, maka akan mengakibatkan kerugian negara, ketidakhematan,
ketidakefisienan, dan ketidakefektifan dalam pengelolaan keuangan daerah. Dengan
demikian pemerintah daerah tersebut belum bisa memperoleh opini WTP dari BPK.
Opini yang dikeluarkan oleh BPK merupakan signal yang menggambarkan
bagaimana kualitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah tersebut.
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pelanggaran atas penerapan standar akuntansi pemerintahan mampu
berpengaruh terhadap opini audit BPK. Semakin banyak jumlah pelanggaran
terkait dengan penerapan standar akuntansi pemerintahan, maka semakin
kecil kemungkinan laporan keuangan pemerintah daerah untuk menerima
opini audit WTP. Sesuai dengan teori signal, dengan diterapkannya SAP
diharapkan dapat terciptanya transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas
dalam pengelolaan keuangan negara guna mewujudkan pemerintahan yang
baik. Sehingga menimbulkan image yang baik dimata masyarakat sebagai
pengguna laporan keuangan karena memperoleh opini yang baik dari BPK.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sipahuntar dan Kairani (2012)
dan Atyanta (2011).
2. Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan (SPAP) mampu
berpengaruh terhadap opini audit BPK. Semakin besar temuan terkait
kelemahan SPAP maka semakin kecil kemungkinan laporan keuangan
pemerintah daerah memperoleh opini WTP. Pemerintah akan memberikan
signal kemasyarakat dengan cara memberikan laporan keuangan yang
berkualitas, pengungkapan yang lebih lengkap, proses penyusunan sesuai
ketentuan, dan sistem informasi akuntansi yang memadai. Hasil penelitian ini
80
mendukung penelitian Taufikurrahman (2014), Nalurita (2015), Defera (2013)
dan fatimah (2014) akan tetapi menolak hasil penelitian Sunarsih (2013) dan
Safitri (2014), Atyanta (2011), dan Kawedar (2009).
3. Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja mampu berpengaruh terhadap opini audit BPK. Terkait teori signal,
semakin besar temuan kelemahan terkait sistem pengendalian pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja maka semakin kecil kemungkinan
pemerintah daerah untuk memperoleh opini WTP dan juga menimbulkan
image negatif terhadap publik karena kinerja pemerintah daerah dalam
mengelolah keuangan daerah belum optimal khususnya terkait dengan
proses pemungutan dan penyetoran penerimaan daerah serta pelaksanaan
program dan kegiatan pada entitas. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Atyanta (2011) Kawedar (2009), Atmaja dan Probohudono (2014),
dan Nalurita (2015) tetapi menolak hasil penelitian Defera (2013), Fatimah
(2014), Sunarsih (2013) dan Safitri (2014).
4. Kelemahan struktur pengendalian internal mampu berpengaruh terhadap
opini audit BPK. Hal ini sesuai dengan teori signal, semakin besar temuan
kelemahan terkait struktur pengendalian internal maka semakin kecil
kemungkinan pemerintah daerah untuk memperoleh opini WTP dikarenakan
efektivitas sistem pengendalian internal khususnya terkait Standard
Operating Procedure (SOP) dan satuan pengawas internal yang ada dalam
entitas tidak ditaati atau belum optimal sehingga menimbulkan image yang
kurang baik dari masyarakat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Sipahuntar dan Khairani (2013), Taufikurrahman (2014), Atmaja dan
81
Probohudono (2014), dan Nalurita (2015) tetapi menolak hasil penelitian
Sunarsih (2013), Defera (2013), Fatimah (2014), Atyanta (2011) dan Safitri
(2014).
5. Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan berpengaruh
terhadap pemberian opini audit. Hal ini dapat dijelaskan bahwa semakin
banyak jumlah temuan terkait ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan, maka akan menimbulkan kerugian daerah, ketidak efisienan,
ketidakhematan, dan ketidakefektifan dalam mengelolah keuangannya.
Akibatnya opini yang dihasilkan terhadap laporan keuangannya tidak baik
dan juga menimbulkan signal yang kurang baik bagi publik karena
banyaknya temuan yang menimbulkan kerugian negara. Hasil penelitian ini
mendukung penelitian Atyanta (2011), Taufikurrahman (2014), dan Nalurita
(2015) akan tetapi tidak sepenuhnya sejalan dengan penelitian Sunarsih
(2013), Fatimah (2014) dan Defera (2013).
7.2 Implikasi
Penelitian memberikan implikasi pada standar akuntansi pemerintahan,
sistem pengendalian intern, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan. Pengaruhnya memberikan secara simultan sebesar 71.4%. Hal ini
menunjukkan pengaruh yang tinggi secara statistik dalam mempengaruhi pemberian
opini audit. Di samping itu, penelitian ini berimplikasi praktis kepada:
1. Badan Pemeriksa Keuangan yang akan memberikan rekomendasi perbaikan
kepada pemerintah daerah yang memperoleh opini selain WTP.
82
2. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan yang diharapkan lebih
meningkatkan pembinaannya kepada pemerintah daerah dalam penerapan
SAP, SPI dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
3. Pemerintah daerah, yang lebih meningkatkan pemahaman dan menjadi
acuan dalam penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan, Sistem
Pengendalian Intern, dan Kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam melaksanakan kegiatannya sehingga
pemerintah daerah dapat memperoleh atau mempertahankan opini yang baik
terhadap laporan keuangannya.
7.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang mungkin memengaruhi
hasil penelitian. Keterbatasan tersebut adalah sebagai berikut
1) Besaran pengaruh atas variabel independen terhadap variabel dependen
sekitar 71.4% yang memungkinkan masih ada faktor lain di luar model
penelitian di mana dapat mempengaruhi opini audit.
2) Hasil penelitian ini hanya dilakukan pada pemerintah daerah yang
mendapatkan opini atas laporan keuangannya pada tahun anggaran 2013
sampai dengan 2015 dan pemerintah daerah di Sulawesi Selatan.
7.4 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan beberapa keterbatasan penelitian maka
diajukan saran, antara lain:
83
1. Pada penelitian ini, variabel independen yang diteliti berpengaruh terhadap
variabel dependen yang diwakili oleh opini audit BPK sebesar 71.4% hal ini
berarti masih ada pengaruh sebesar 28.6% dari variabel-variabel lain diluar
variabel independen yang diteliti berpengaruh terhadap opini audit BPK.
Penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti pengaruh variabel-variabel
lain yang belum termasuk dalam model regresi pada penelitian ini, misalnya
materialitas atau opini tahun sebelumnya, dan kecukupan pengungkapan
terhadap laporan keuangan.
2. Pada penelitian berikutnya dapat menggunakan periode tahun pengamatan
yang lebih panjang dan sampel penelitian diperluas sehingga tidak terbatas
hanya pada satu provinsi saja sehingga hasil pengamatan lebih dapat
digeneralisir.
lxxxiv
DAFTAR PUSTAKA
Adzani, A. H. dan Martani, D. 2014. Pengaruh Kesejahteraan Masyarakat, Faktor Politik dan ketidakpatuhan regulasi Terhadap Opini Audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. SNA 17 Mataram. Lombok. Universitas Mataram 24-27 Sept 2014.
Afrianto, Ayudya, Dheny. 2010. Studi Perbandingan Audit Kinerja pada Badan Pemeriksa Keuangan dengan Lembaga Pemeriksa Keuangan Negara Lain.
Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia.
Alvin. A. Arens, Randal J. Elder, Mark S. Beasley, Amir Abadi Jusuf. 2011. Audit dan Jasa Assurance:Pendekatan Terpadu (Adaptasi Indonesia). Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Atyanta, R. 2011. Analisis Opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(Studi Kasus pada Kabupaten X di Jawa Timur). Jurnal Ilmiah, 1:1-16.
Badan Pemeriksa Keuangan. 2013. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2013. Jakarta. Badan Pemeriksa Keuangan.
Badan Pemeriksa Keuangan. 2014. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2014. Jakarta. Badan Pemeriksa Keuangan.
Badan Pemeriksa Keuangan. 2014. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2014. Jakarta. Badan Pemeriksa Keuangan.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2013. Pengembangan Pemeriksaan Keuangan Negara. Tujuh Tahun Kerjasama BPK RI dan ANAO. Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2012. Akuntabilitas Pelaporan Keuangan. www.bpkp.go.id. Diakses 4 Juli 2015.
D‟Aquila dan Jill, M. 1998. Is The Control Environment Related to Financial Reporting Decisions?. Managerial Auditing Journal. Vol.13, No.8: 472-478.
Defera, C. 2013. Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Ketidakpatuhan pada Ketentuan Perundang-Undangan terhadap Penentuan Opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2008-2011. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Atmajaya.
Fatimah, D., Nelly,R., dan Rasuli,M. 2014. Pengaruh Sistem Pengendalian Intern, Kepatuhan erhadap Peraturan Perundang- Undangan, Opini Audit Tahun Sebelumnya dan Umur Pemerintah Daerah Terhadap Penerimaan Opini
Wajar Tanpa Pengacualian pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Seluruh Indonesia. Jurnal Akuntansi. Vol. 3, No.1.
Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Immacullata, Maria. 2006. Teori-Sinyal. http://ekonomi.kabo.biz/2011/07/teori-sinyal.html. 21 Oktober 2016.
Jama‟an. 2008. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Kualitas Kantor Akuntan Publik terhadap Integritas Informasi Laporan Keuangan. Jurnal Penelitian. Semarang: Universitas Diponegoro.
Jensen, M. dan Meckling, W. H. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics. 3:305-360.
Jiang, W. K. H. Rupley dan J. Wu. 2009. Internal Control Deficiencies and The Issuances of Going Opinions. Research in Accounting Regulation. 22.
Kawedar, W. 2010. Opini Audit dan Sistem Pengendalian Intern ( Studi Kasus di Kabupaten PWJ yang Mengalami Penurunan Opini Audit). Jurnal Akuntansi dan Auditing, Vol. XV, No. 3.
Liana, I. 2011. Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Kota dan Kabupaten Seluruh IndonesiaTerhadap Pemberian Opini Oleh BPK. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Atmajaya.
Messier et.al. 2006. Auditing and Assurance Services. Terjemahan Nuri Hiduan. Jakarta: Salemba Empat.
Mulyadi. 2002. Auditing. Buku Kedua, Edisi Enam. Jakarta: Salemba Empat.
Mutchler, J. F. 1985. A Mutivariate Analysis of The Auditor’s Going-Concern Opinion Decision. Journal of Accounting Research 23 (2): 668-682.
Nalurita, N. 2015. Pengaruh Sistem pengendalian Internal, Kepatuhan Terhadap Peraturan perundang-Undangan, dan Karakteristik Daerah terhadap Kredibilitas Laporan keuangan Pemerintah Daerah Di Indonesia. Tesis. Semarang: Universitas Sebelas Maret.
Puspita, Rora dan Martani, Dwi. 2010. Analisis Pengaruh Kinerja dan Karakteristik Pemda terhadap Tingkat Pengungkapan dan Kualitas Informasi dalam Website Pemda. Jakarta: Universitas Indonesia.
Putri, F. N. 2015. Ananalisis Kesiapan Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Timur dalam Menerapkan Standar Akuntansi Berbasis Akrual. Skripsi. Surabaya:
Sadhrina. 2011. Pemeriksaan Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah dan Pengaruhnya terhadap Opini BPK (Online), (http://sadhrina.wordpress.com/2011/07/19pemeriksaan-sistem-pengendalian-intern-dan-kepatuhan-dalam-pemeriksaa-dan-pengaruhnya-terhadap-opini-bpk/, diakses16/07/2016).
Safitri, N. L. K. S. A. 2014. Pengaruh Sistem Pengendalian Internal dan Temuan Kepatuhan Terhadap Opini Audit pada Pemerintah Daerah. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Sari, Diana. 2013. Pengaruh Sistem Pengendalian Internal Pemerintah, Implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan, Penyelesaian Temuan Audit terhadap Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Penelitiana pada Pemerintah Daerah di Provinsi Jawa Barat dan Banten). Simposium Nasional Akuntansi XVI. Bandung: Universita Widyatama Bandung.
Scott, Besley dan Eugene, F, Bringham. 2008. Essential Of Managerial Finance. Fourteen Edition. New Jersey: Prentice Hall
Setyaningrum, D. 2012. Analsisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Audit BPK RI. Symposium Nasional Akuntansi XV. Banjarmasin. 20-23 Septermber 2013.
Setiawati. 2012. Agency Theory, (online), (http://yulinistibacelonista.blogspot.co.id/2012/11/agency-theory-teori-keagenan.html, diakses 12 Mei 2016).
Sipahuntar, H. dan S. Khairani. 2012. Analisis Perubahan Opini LHP BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Empat Lawang. Jurnal Akuntansi.1-8.
Sunarsih. 2013. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Opini Disclaimer BPK Atas Laporan Keuangan di Lingkungan Departemen di Jakarta. Tesis. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Gunadarma.
Taufikurrahman. 2014. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Opini Audit Oleh BPK RI atas LKPD Provinsi, Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.
The Committee of Sponsoring Organization of The Tradeway Commision. 1992. COSO – Internal Control Intergrated Framework. The Committee of Sonsoring Organization of The Tradeway Commisionng.
Widarjono, A. 2010. Analisis Statistik Multivariat Terapan (edisi pertama). Yogyakarta: Unit Penerbit dan percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YPKN.
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. 2007. Jakarta: Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Peraturan Menter Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengeloaan Keuangan Daerah. 2006. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. 2005.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. 2010.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. 2008. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 2003. Jakarta: Lembaga Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.2004. Jakarta: Lembaga Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. 2004. Jakarta: Lembaga Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. 2006. Jakarta: Lembaga Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 2014. Jakarta: Lembaga Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 2004. Jakarta: Lembaga Negara Republik Indonesia.
lxxxviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Jumlah Pelanggaran LKPD terhadap Standar Akuntansi Pemerintah
No Entitas
Jumlah pelanggaran
Kas piut
ang
perse
diaan
inves
tasi
Aset
tetap
dan aset
lainnya
Kewajiba
n (utang
PFK dan
Utang Jk.
Pdk
lainnya)
Pendap
atan
daerah
Belanja
daerah/
Beban
Lai
n-
lain
1 Prov. Sul-sel
2 Kab. Bantaeng
3 Kab. Barru
4 Kab. Bone
5 Kab. Bulukumba
6 Kab. Enrekang
7 Kab. Gowa
8 Kab. Jeneponto
9 Kab. Kep.selayar
10 Kab. Luwu
11 Kab.luwu timur
12 Kab.luwu utara
13 Kab. Maros
14 Kab. Pangkep
15 Kab. Pinrang
16 Kab. Sidrap
17 Kab. Sinjai
18 Kab. Soppeng
19 Kab. Takalar
20 Kab. Tana toraja
21 Kab.Toraja utara
22 Kab. Wajo
lxxxix
23 Kota makassar
24 Kota palopo
25 Kota pare-pare
Sumber: IHPS 2015
Lampiran 2: Daftar kelompok dan jenis temuan- kelemahan SPI
N0. Kelompok dan Jenis Temuan Jumlah
Kasus
I Kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan
Pelaporan (SPAP)
1. Pencatatan tidak/belum dilakukan atau tidak akurat.
2. Proses penyusunan laporan tidak sesuai dengan
ketentuan.
3. Entitas terlambat menyampaikan laporan.
4. Sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak
memadai.
5. Sistem informasi akuntansi dan pelaporan belum
didukung SDM yang memadai.
II Kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja
1. Perencanaan kegiatan tidak memadai.
2. Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan
serta penggunaan penerimaan Negara dan hibah
tidak sesuai dengan ketentuan.
3. Penyimpangan terhadap peraturan perundang-
undangan bidang teknis tertentu atau ketentuan
intern organisasi yang diperiksa tentang
pendapatan dan belanja.
4. Pelaksanaan belanja diluar mekanisme APBD.
5. Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau
belum dilakukan berakibat peningkatan
biaya/belanja.
6. Pendapatan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau
xc
belum dilakukan berakibat hilangnya potensi
penerimaan/pendapatan.
7. Kelemahan pengelolaan fisik asset, barang milik
daerah tidak jelas keberadaannya, dan mekanisme
swakelola tidak tertib.
III Kelemahan Struktur Pengendalian Intern
1. Entitas tidak memiliki standard operating procedure
(SOP) yang formal untuk suatu prosedur atau
keseluruhan prosedur.
SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara
optimal atau tidak ditaati.
Entitas tidak memiliki satuan pengawas intern.
Satuan pengawas intern yang ada tidak memadai
atau tidak berjalan optimal.
Tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang
memadai
Total Kelemahan Sistem Pengendalian Intern
Sumber: Data Sekunder (diolah)
Lampiran 3: Jumlah Ketidakpatuhan Terhadap Perundang-Undangan