1 TESIS PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN DAN KUALITAS PELAYANAN MASYARAKAT TERHADAP KEPUASAN MASYARAKAT DALAM PEMBUATAN KTP ELEKTRONIK PADA KANTOR CATATAN SIPIL BEKASI SELATAN Oleh : PARMOHONAN SIREGAR 2014-02-036 NPM : 2002 – 02 – 013 PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA) JAKARTA 2016
160
Embed
TESIS PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN …pps.moestopo.ac.id/tesis/Mohan.pdf · sehinga pelayanan tersebut dapat memberikan kepuasan yang menjadi harapan masyarakat dinyatakan oleh
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Pembimbing I Pembimbing II (Dr. Paiman Raharjo, MM.,M.Si.) (Dr. Budiharjo, M.Si.)
Mengetahui : Ketua Program Studi Direktur Magister Ilmu Administrasi Program Pascasarjana (Dr. Ir. Abdul Samad Melleng, MM.) (Dr. Paiman Raharjo, MM., M.Si.)
4
LEMBAR KOMISI PENGUJI
PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN DAN KUALITAS PELAYANAN MASYASRAKAT TERHADAP KEPUASAN MASYARAKAT DALAM PEMBUATAN KTP ELEKTRONIK PADA
KANTOR CATATAN SIPIL BEKASI SELATAN
Telah diuji pada tanggal : 02 Maret 2016
Penguji :
(Prof. Dr. H. Sunarto, M.Si.)
K e t u a
:
……………………………………….
(Dr. Ir. Abdul Samad Melleng, MM.)
Anggota I
:
……………………………………….
(Dr. Paiman Raharjo, MM., M.Si.)
Anggota II
:
……………………………………….
Mengetahui :
Ketua Program Studi Magíster Ilmu Administrasi
(Dr. Ir. Abdul Samad Melleng, MM.)
Direktur Program Pascasarjana
(Dr. Paiman Raharjo, MM. M.Si)
5
ABSTRAK
Nama : Parmohonan Siregar NIM : 2014 – 02 – 036 Judul Skripsi : Pengaruh Implementasi Kebijakan Kependudukan dan
Kualitas Pelayanan Masyasrakat terhadap Kepuasan Masyarakat dalam Pembuatan KTP Elektronik Pada Kantor Catatan Sipil Bekasi Selatan
Isi Skripsi : i – xiii halaman 106 halaman terdiri dari 5 bab, masing-masing bab
terdiri dari subbab + daftar pustaka + lampiran
Penelitian dalam penulisan tesis ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pengaruh implementasi kebijakan dan kualitas pelayanan terhadap Kepuasan Pemohon KTP Elektronik pada Catatan Sipil Bekasi Selatan. Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah : Diduga secara teoritik besaran pengaruh implementasi kebijakan Kependudukan dan kualitas pelayanan secara bersama-sama terhadap kepuasan pemohon Kartu Tanda Penduduk (KTP) pada kantor Catatan Sipil Kota Bekasi Selatan ditentukan oleh dimensi prosedur tidak sulit, persyaratan simple, pelayanan yang sesuai harapan masyarakat. Penulisan tesis ini menggunakan metode survey dengan Paradigma Asosiatif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan menguji hipotesa yang menguji hubungan sebab akibat diantara variabel yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat pemohon KTP Elektronik di Catatan Sipil Kota Bekasi yang kurang lebih terdapat rata-rata 100 orang pemohon perbulan. Sedangkan Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sampling jenuh, bedasarkan pendapat tersebut peneliti mengambil sampel sebanyak 100 orang dari jumlah pemohon. Besaran pengaruh implementasi kebijakan, kualitas pelayanan secara bersama-sama terhadap kepuasan pemohon E-KTP ditentukan oleh dimensi prosedur tidak sulit, persyaratan simple, pelayanan yang sesuai harapan masyarakat sebesar 24,2%. Artinya, hanya 24,2% dari kepuasan pemohon E-KTP ditentukan oleh implementasi kebijakan, dan kualitas pelayanan sedangkan 75,8% ditentukan faktor lain. Kekuatan hubungan diantara keduanya bersifat positif namun pada tingkat sedang.
. Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Kualitas Pelayanan dan Kepuasan
Pemohon.
6
ABSTRACT
Name : Parmohonan Siregar NIM : 2014-02 – 036 Thesis Title : Effect of Implementation of Population Policy and
Service Quality Masyasrakat on Public Satisfaction in Electronic Identity Card Making In Civil Registry Office South Bekasi
Thesis Contents : i - xiii page 109 pages consists of five chapters, each chapter
consists of sections + bibliography + attachments Research in this thesis aims to identify the effect of policy
implementation and the quality of services to the satisfaction of the Electronic Identity Card Applicant Civil South Bekasi.
The hypothesis to be tested in this study were: It is assumed theoretically the amount of influence Population policy implementation and service quality together to the satisfaction of the applicant's identity card (KTP) at the Civil Registry Office South Bekasi City are determined by the dimensions of the procedure is not difficult, simple terms, the corresponding service expectations of society.
This thesis using survey method with Associative Paradigm, a study that aims to test the hypothesis that test the causal relationship between the variables studied.
The population in this study is the applicant community Electronic Identity Card in Bekasi City Civil Registry or less there are an average of 100 applicants per month. While the sampling technique used in this study is saturated sampling, based on the opinion of researchers took a sample of 100 people from the number of applicants.
Massive influence policy implementation, quality of service together to the satisfaction of the applicant E-ID card is determined by the dimensions of the procedure is not difficult, simple terms, the corresponding service community expectations of 24.2%. That is, only 24.2% of the satisfaction of the applicant E-ID card are determined by the policy implementation, and quality of service, while 75.8% is determined other factors. The strength of the relationship between them is positive but at a medium level. Keywords: Policy Implementation, Service Quality and Satisfaction Applicant.
7
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T
yang telah melimpahkan karunia-Nya, beserta rasulnya Nabi Muhammad
S.A.W dan doa restu orang tua, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tesis ini.
Penyusunan Tesis ini guna memenuhi salah satu syarat yang
diperlukan dalam mencapai gelar Magister Management (MM) Program
Studi Manajemen pada Fakultas Universitas Prof. DR. Moestopo
(Beragama).
Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari sempurna, hal
ini dikarenakan kemampuan dan pengetahuan penulis yang masih
terbatas, oleh sebab itu saran serta kritik yang membangun penulis
harapkan dari semua pihak yang membaca Tesis ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu penulis, baik secara
langsung maupun tidak langsung, sebab tanpa bantuannya tidak mungkin
Teis ini dapat terwujud. Hormat dan terima kasih penulis sampaikan
kepada :
1. Bapak Dr. Paiman Raharjo, MM. M.Si., Direktur Program Pasca Sarjana
dan sekaligus sebagai dosen pembimbing I sekaligus Direktur Program
Pasca Sarjana yang telah menyediakan waktu dan tenaga serta
petunjuk yang sangat berharga.
8
2. Bapak Dr. Ir. Abdul Samad Melleng, MM., Ketua Program Pasca
Sarjana Program Studi Magister Ilmu Administrasi Universitas Prof. Dr.
Moestopo (Beragama).
3. Bapak Dr. Budiharjo, M.Si., dosen pembimbing II yang telah
menyediakan waktu dan tenaga serta petunjuk yang sangat berharga
4. Seluruh Dosen dan karyawan Program Pasca Sarjana Magister Ilmu
Administrasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) .
5. Bapak dan Ibu tercinta serta Istriku tersayang yang selama ini
memberikan dukungan moral, semangat serta dukungan doa sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Akhir kata semoga Tesis ini dapat bermanfaat dan menjadi
masukan bagi siapa saja yang membaca dan memerlukannya.
Jakarta, Februari 2016
Penulis
(Parmohonan Siregar)
9
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN TESIS……………………………………………………….. i
LEMBAR PENGESAHAN KOMISI PENGUJI …………………………………….. ii
ABSTRAK ………………………………………………………………………………….. iii
KATA PENGANTAR ........................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................. 1
B. Identifikasi Masalah ................................................... 5
C. Pembatasan Masalah .................................................. 6
D. Rumusan Permasalahan ............................................. 6
E. Tujuan Penelitian ...................................................... 7
F. Kegunaan Penelitian ................................................. 7
G. Sistematika Penulisan ................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN
HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka........................................................ 11
B. Kerangka Pemikiran ................................................... 52
C. Hipotesis ................................................................. 56
10
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................... 58
B. Metode Penelitian ...................................................... 58
C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel............... 59
D. Populasi dan Sampel ................................................. 63
E. Instrumen Penelitian ................................................. 64
F. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data .................. 66
G. Teknik Analisis Data ................................................... 67
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pengujian Instrumen Penelitian ................................... 74
B. Uji Persyaratan Analisis............................................... 76
C. Analisis Hipotesis Penelitian ........................................ 87
D. Keterbatasan Penelitian............................................... 101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................... 103
B. Implikasi.................................................................... 104
C. Saran ....................................................................... 105
Tabel 4.11 Persamaan Regresi Y dan X2 ........................................... 93
Tabel 4.12 Uji Keberartian Regresi Y dan X2....................................... 93 Tabel 4.13 Uji Linieritas Regresi Y dan X2 ......................................... 94
12
Tabel 4.14 Korelasi Kualitas Pelayanan (x2) dengan Kepuasan
Kepuasan Pemohon E-KTP (Y)........................................... 96 Tabel 4.16 Persamaan Regresi Y dengan X1, X2................................. 98 Tabel 4.17 Uji Keberartian Regresi Y dengan X1, X2 .......................... 99 Tabel 4.18 Korelasi Berganda Implementasi Kebijakan (X1) dan
Kualitas Pelayanan (X2) terhadap Kepuasan Pemohon E-KTP (Y)........................................................................... 99
13
DAFTAR GAMBAR
Halamam
Gambar 2.4 Kerangka Konseptual ................................................. 56 Gambar 3.1 Diagram Konstelasi Penelitian ...................................... 59 Gambar 4.1 Histrogram Variabel Kepuasan Pemohon E-KTP (Y) ....... 80 Gambar 4.2 Histogram Variabel Implementasi Kebijakan E-KTP (X1) .. 83 Gambar 4.3 Histrogram Variabel Kualitas Pelayanan (X2) .................. 86
14
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Rekomendasi
2. Kuesioner
3. Coding Sheet
4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
5. Deskripsi Statistik
6. Hasil Uji Normalitas Data
7. Hasil Uji Homogenitas Data
8. Hasil Uji Korelasi
9. Hasil Uji Regresi Sederhana
10. Hasil Uji Parsial
11. Hasil Uji Regresi Berganda
15
PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN DAN KUALITAS PELAYANAN
MASYASRAKAT TERHADAP KEPUASAN MASYARAKAT DALAM PEMBUATAN KTP ELEKTRONIK PADA KANTOR
CATATAN SIPIL BEKASI SELATAN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains (M.Si) Dalam Program Studi Magister Ilmu Administrasi
Pada Program Pascasarjana Universitas Prof. DR. Moestopo (Beragama)
OLEH :
PARMOHONAN SIREGAR
NIM : 2014-02-036
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
JAKARTA
16
2016
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah benar hasil karya saya
sendiri yang sudah mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam
penulisan karya ilmiah. Apabila dikemudian hari terdapat hal-hal yang
dapat dikategorikan sebagai tindakan plagiatisme, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
Jakarta, Februari 2016
Sello Satrio
2012-03-029
17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam era reformasi dan pelaksanaan desentralisasi serta
Globalisasi, para aparatur pemerintah daerah menghadapi tuntutan
yang tinggi atas efesiensi pelayanan dan penantaan birokrasi
pemerintah. Hal ini didasarkan pada TAP MPR No.XI/MPR/998 Dan
Undang-undang (UU) No.28/1999 yang menegaskan pentingya
penyelenggaran pemerintah yang bersih dan baik (Good Governance).
Dalaam Good Governance tidak lagi pemerintah yang berperan,
tetapi juga masyarakat dan terutama sektor usaha/swasta yang
berperan dalam governance. Ini juga karena perubahan paradigma
pembangunan dengan peninjauan ulang pemerintah dalam
pembangunan, yang semula bertindak sebagai regulator dan pelaku
pasar, berubah menjadi tempat untuk menciptakan iklim yang
kondusif di kalangan masyarakat.
Tuntutan perubahan sering ditujukan kepada aparatur
pemerintah menyangkut kualitas pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat rendahnya mutu kualitas pelayanan yang diberikan oleh
aparatur menjadi citra buruk ditengah masyarakat. Bagi masyarakat
yang pernah berurusan dengan birokrasi selalu mengeluh dan kecewa
18
terhadap pelayanan aparatur dalam memberikan pelayanan,
pemerintah kota bekasi harus dapat memberikan pelayanan kepada
masyarakat dimana salah satu tugas pemerintah adalah memberikan
pelayanan publik disamping meningkatkan pemberdayaan dan
kegiatan pembangunan dengan pelayanan publik yang menjadi dasar
pelayanan prima akan dapat menciptakan suatu instansi pemerintah
yang siap bersaing dan selalu siap berkembang dalam menghadapi
setiap perubahan yang terjadi di masyarakat baik dari sumber daya
manusia maupun dari penguasaan ilmu pengetahuan dan tehnologi
sehinga pelayanan tersebut dapat memberikan kepuasan yang
menjadi harapan masyarakat dinyatakan oleh Boediyono (1999:75)
bahwa pelayanan publik dinyatakan prima bilamana pelayanan
tersebut memuaskan pelanggan.
Adapun kebijakan peraturan perundang undangan tentang
kependudukan diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 69
tahun 2014 tentang perubahan atas peraturan Menteri Dalam Negeri
No. 9 Tahun 2011 tentang pedoman penerbitan Kartu Tanda
Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional.
Perkembangan kearah good governace ini juga bisa dilihat dari
perkembangan pelayanan birokrasi kepada masyarakat. Adanya
keluhan masyarakat yang berkaitan dengan perilaku dan kegiatan
pejabat publik (birokrasi) merupakan indikator bahwa pelayanan
19
pemerintah dianggap masih lamban, kurang responsive terhadap
keluhanan dan kebutuhan masyarakat, kurang terbuka, kurang efisien
dan sering kali melakukan korupsi, kolusi, dan nepotiseme (KKN).
Dengan demikian, sering terjadi protes keras, unjuk rasa dari
masyarakat/publik yang mengakibatkan terjadinya krisis kepercayaan
dan krisis kewibawaan yang melenceng dari keadaan yang
seharusnya.
Kondisi tersebut di atas, sering kali terlihat pada pelayanan
publik di tingkat birokrasi Catatan Sipil Bekasi, yang dinilai masih
lamban dan kurang obyektif. Hal ini terlihat sering kali adanya
masyarakat yang menunggu terlalu lama, bahkan dilempar kesana
kemari dalam mencari informasi. Kondisi ini dikarenakan, adanya
pegawai atau aparat yang kurang proaktif dalam memberikan
informasi kepada masyarakat, yang menyebabkan masyarakat untuk
mendapatkan layanan prima tidak terpenuhi, sehingga perlu adanya
kebijakan dan reformasi di bidang kependudukan. Reformasi birokrasi
merupakan suatu proses perbaikan atau perubahan-perubahan
pranata-pranata dalam system pemerintahan menuju pemerintahan
yang baik dan bersih.
Perlunya reformasi di bidang kebijakan kependukan, karena
adanya berbagai persoalan yang timbul di masyarakat seperti
diketahui bahwa anggapan masyarakat mengenai pengurusan Kartu
20
tanda Penduduk (KTP) Elektronik dianggap sulit dan terbelit-belit serta
membutuhkan biaya yang cukup banyak. Di samping itu, prosesnya
juga memakan waktu yang cukup lama. Hal ini secara langsung
maupun tidak langsung mempengaruhi pandangan negative
masyarakat dalam pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
Elektronik.
Bertitik tolak pada pandangan tersebut diatas, dan untuk
menjaga agar pembangunan berjalan seperti apa yang diinginkan,
diperlukan adanya pegawai negeri (manusia) dalam suatu instansi
atau organisasi pemerintah yang merupakan suatu investasi utama,
penting dan dibutuhkan oleh instansi atau organisasi pemerintah.
Dimana pegawai disini sebagai warga negara, dan abdi masyarakat
yang penuh kesetiaan ketaatan kepada pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945, Negara dan pemerintah bersatu padu, bermental baik,
beribawa, berdaya guna, bersih, bermutu tinggi, dan sadar akan
tanggung jawabnya untuk menyelenggaran tugas pemerintah dan
pembangunan. Untuk mewujudkan pegawai negeri yang demikian itu,
diperlukan adanya undang-undang yang mengatur kependudukan,
kewajiban hak dan pembinaan pegawai negeri yang dilaksanakan
bedasarkan system karier dan system prestasi kerja. Dengan
kebijakan ini, pelayanan dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
21
yang berlaku, yang selanjutnya tingkat kepuasan dan harapan
masyarakat dapat terpenuhi.
Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji masalah
kepuasan yang dihubungkan dengan implementasi kebijakan dan
kualitas pelayanan. Hal ini dapat dituangkan dalam bentuk tulisan
tesisi yang berjudul : “Pengaruh Implementasi Kebijakan
Kependudukan dan Kualitas Pelayanan Masyasrakat Terhadap
Kepuasan Masyarakat dalam Pembuatan KTP Elektronik pada Kantor
Catatan Sipil Bekasi Selatan”
B. Identifikasi Masalah
Bedasarkan latar belakang masalah tersebut diatas maka
penulis mengidentifikasikan faktor berpengaruh terhadap munculnya
masalah pokok kepuasan pemohon kartu tanda penduduk (KTP)
elektronik yang belum optimal meliputi :
1. Implementasi kebijakan, terkait SOP pembuatan Kartu Tanda
Penduduk (KTP) Elektronik yang belum berjalan dengan baik,
2. Kualitas pelayanan, kopetensi pegawai iklim organisasi yang masih
rendah dilihat dari tingkat kemampuan pegawai pada catatan sipil
Bekasi selatan,
3. Kualitas pelayanan, disiplin pegawai yang dilihat dari tingkat
kehadiran pegawai pada kantor catatan sipil bekasi selatan,
koordinasi, dan motivasi berprestasi.
22
C. Pembatasan Masalah
Untuk memberikan kejelasan terhadap masalah yang akan dibahas,
maka pokok masalah dalam penelitian ini dibatasi hanya pada
implementasi kebijakan dan kualitas pelayanan pengaruhnya terhadap
kepuasan masyarakat dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
Elektronik pada Catatan Sipil Bekasi Selatan
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Seberapa besar pengaruh implementasi kebijakan terhadap
kepuasan pemohon kartu tanda penduduk (KTP) Elektronik pada
kantor Catatan Sipil Kota Bekasi Selatan ?
2. Seberapa besar pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan
pemohon Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik pada kantor
Catatan Sipil Kota Bekasi Selatan ?
3. Seberapa besar pengaruh secara bersama-sama implementasi
kebijakan dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan pemohon
Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik pada kantor Catatan Sipil
Kota Bekasi Selatan ?
23
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh implementasi kebijakan terhadap
kepuasan pemohon Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik pada
kantor Catatan Sipil Kota Bekasi Selatan.
2. Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan terhadap
kepuasan pemohon Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik pada
kantor Catatan Sipil Kota Bekasi Selatan.
3. Untuk mengetahui pengaruh antara implementasi kebijakan dan
kualitas pelayanan secara bersama-sama terhadap kepuasan
pemohon Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik pada kantor
Catatan Sipil Kota Bekasi Selatan.
F. Kegunaan Penelitian
Penelitian yang dilakukan penulis di kantor Catatan Sipil Bekasi
diharapkan dapat memberikan manfaat guna akademik maupun
secara teoritis terutama kepada, Kantor Catatan Sipil, Kepala camat
bekasi selatan dan kelurahan-kelurahan di Kota bekasi. Dalam rangka
kualitas pelayanan yang dilakukan oleh pegawai di Kantor Catatan
Sipil Kota Bekasi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
secara teoritis di bidang keilmuan dan secara praktis untuk di Kantor
24
Catatan Sipil, kecamatan dan kelurahan Kota bekasi, dengan
penjelasan sebagai berikut:
1. Kegunaan Akademik
Diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu administrasi publik
khususnya dan yang berhubungan dengan kepuasan melalui
peningkatan kualitas pelayanan kependudukan pada umumnya.
2. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dari segi akademik diharapkan menjadi masukan bagi
pengembangan ilmu administrasi publik, terutama yang berkaitan
dengan pengembangan konsep implementasi kebijakan, diharapkan
pula dapat memberikan masukan bagi pengembangan konsep
kualitas pelayanan pemerintah daerah yang berkualitas kepada
masyarakat.
3. Manfaat Praktis
Di harapkan dapat menjadi masukan bagi kantor Catatan Sipil
bekasi selatan sebagai bahan pertimbangan pengambilan
keputusan serta kebijakan-kebijakan yang akan dibuat selanjutnya
yang berkaitan di bidang pelayanan publik.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang penulisan
penelitian ini, penulis membagi dalam V (lima) bab, dimana masing-
25
masing bab terdiri dari sub dan permasalahan yang penulis temukan
dan amati.
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan latar belakang masalah, identifikasi
masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan
manfaat hasil penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : TELAAH PUSTAKA
Pada bab ini mengutarakan kajian teoritis yang ada
hubungannya dengan penelitian yang akan dibahas,
kerangka pemikiran, dan hipotesis.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini berisikan tentang tempat dan waktu penelitian,
Variabel penelitian dan definisi operasional variable, metode
penelitian, instrument penelitian, populasi, sample, dan
teknik sampel, teknik pengumpulan data, dan rancangan
analisis data.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisikan tentang hasil penelitian serta
pembahasan hasil penelitian yang merupakan data
tanggapan responden mengenai implementasi kebijakan,
kualitas pelayanan dan kepuasan pemohon.
26
BAB V : KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan hasil penelitian,
implementasi dan saran praktis maupun teoretis yang
bermanfaat bagi kantor Catatan Sipil Kota bekasi selatan
27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
Setelah masalah penelitian dirumuskan, maka langkah
selanjutnya dalam proses penelitian (kuantitatif) adalah mencari teori-
teori, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang
dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk melaksanakan
penelitian. Landasan teori ini perlu ditegakkan agar penelitian itu
mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan yang
coba-coba. Adanya landasan teoritis ini merupakan ciri bahwa
penelitian itu merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data.
1. Hakikat Implementasi Kebijakan
a. Pengertian Implementasi Kebijakan
Menurut Afan Gaffar, (2009: 295) :
Implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik. Biasanya implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakan dirumuskan dengan tujuan yang jelas. Implementasi adalah suatu rangkaian aktifitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana yang diharapkan. Rangkaian kegiatan tersebut mencakup persiapan
seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interpretasi
dari kebijakan tersebut. Misalnya dari sebuah undang-undang
muncul sejumlah Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,
11
28
maupun Peraturan Daerah, menyiapkan sumber daya guna
menggerakkan implementasi termasuk di dalamnya sarana dan
prasarana, sumber daya keuangan, dan tentu saja siapa yang
bertanggung jawab melaksanakan kebijakan tersebut, dan
bagaimana mengantarkan kebijakan secara konkrit ke
masyarakat.
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara
agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya, tidak lebih
dan kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik,
maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung
mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau
melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari
kebijakan tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk undang-
undang atau Peraturan Daerah adalah jenis kebijakan yang
memerlukan kebijakan publik penjelas atau sering diistilahkan
sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa
langsung dioperasionalkan antara lain Keputusan Presiden,
Instruksi Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Kepala
Daerah, Keptusan Kepala Dinas, dll (Riant Nugroho Dwijowijoto,
2004: 158-160).
Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1979) yang
dikutip oleh Solichin Abdul Wahab, menjelaskan makna
29
implementasi ini dengan mengatakan bahwa: memahami apa
yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan
berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian
implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-
kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman
kebijakan Negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk
mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan
akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian
(Solichin Abdul Wahab, 1997: 64-65).
Pengertian implementasi di atas apabila dikaitkan
dengan kebijakan adalah bahwa sebenarnya kebijakan itu tidak
hanya dirumuskan lalu dibuat dalam suatu bentuk positif seperti
undang-undang dan kemudian didiamkan dan tidak
dilaksanakan atau diimplmentasikan, tetapi sebuah kebijakan
harus dilaksanakan atau diimplementasikan agar mempunyai
dampak atau tujuan yang diinginkan.
Implementasi kebijakan merupakan suatu upaya untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu
dan dalam urutan waktu tertentu (Bambang Sunggono
1994:137).
Proses implementasi kebijakan publik baru dapat dimulai
apabila tujuan-tujuan kebijakan publik telah ditetapkan,
30
program-program telah dibuat, dan dana telah dialokasikan
untuk pencapaian tujuan kebijakan tersebut.
Implementasi kebijakan bila dipandang dalam pengertian
yang luas, merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai
aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-
sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau
tujuan yang diinginkan (Budi Winarno, 2002:102).
Adapun syarat-syarat untuk dapat mengimplementasikan
kebijakan negara secara sempurna menurut Teori Implementasi
Brian W. Hogwood dan Lewis A.Gun yang dikutip Solichin Abdul
Wahab, yaitu :
1) Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau
instansi pelaksana tidak akan mengalami gangguan
atau kendala yang serius. Hambatan-hambatan
tersebut mungkin sifatnya fisik, politis dan sebagainya
2) Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan
sumber-sumber yang cukup memadai
3) Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-
benar tersedia
4) Kebijaksanaan yang akan diimplementasikan
didasarkan oleh suatu hubungan kausalitas yang
handal
5) Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya
sedikit mata rantai penghubungnnya
6) Hubungan saling ketergantungan kecil
7) Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan
terhadap tujuan
8) Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan
yang tepat
9) Komunikasi dan koordinasi yang sempurna
31
10) Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan
dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang
sempurna. (Solichin Abdul Wahab,1997:71-78 ).
Menurut Teori Implementasi Kebijakan George Edward
III) yang dikutip oleh Budi winarno, faktor-faktor yang
mendukung implementasi kebijakan, yaitu :
1) Komunikasi.
Ada tiga hal penting yang dibahas dalam proses
komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi,
dan kejelasan (clarity). Faktor pertama yang
mendukung implementasi kebijakan adalah transmisi.
Seorang pejabat yang mengimlementasikan
keputusan harus menyadari bahwa suatu keputusan
telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaanya
telah dikeluarkan. Faktor kedua yang mendukung
implementasi kebijakan adalah kejelasan, yaitu bahwa
petunjuk-petunjuk pelaksanaan kebijakan tidak hanya
harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi
komunikasi tersebut harus jelas. Faktor ketiga yang
mendukung implementasi kebijakan adalah
konsistensi, yaitu jika implementasi kebijakan ingin
berlangsung efektif, maka perintah-perintah
pelaksanaan harus konsisten dan jelas.
2) Sumber-sumber.
Sumber-sumber penting yang mendukung
implementasi kebijakan meliputi : staf yang memadai
serta keahlian-keahlian yang baik untuk
melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan
fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaan
pelayanan publik.
3) Kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku-
tingkah laku.
Kecenderungan dari para pelaksana mempunyai
konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi
kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap
baik terhadap suatu kebijakan tertentu yang dalam hal
32
ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar
mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang
diinginkan oleh para pembuat keputusan awal.
4) Struktur birokrasi.
Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling
sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana
kebijakan, baik itu struktur pemerintah dan juga
organisasi-organisasi swasta (Budi Winarno,2002
:126-151).
Menurut Teori Proses Implementasi Kebijakan menurut
Van Meter dan Horn yang dikutip oleh Budi Winarno, faktor-
faktor yang mendukung implementasi kebijakan yaitu:
1) Ukuran-ukuran dan tujuan kebijakan. Dalam implementasi, tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran suatu program yang akan dilak sanakan harus diidentifikasi dan diukur karena implementasi tidak dapat berhasil atau mengalami kegagalan bila tujuan-tujuan itu tidak dipertimbangkan.
2) Sumber-sumber Kebijakan
Sumber-sumber yang dimaksud adalah mencakup
dana atau perangsang (incentive) lain yang
mendorong dan memperlancar implementasi yang
efektif.
3) Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan
pelaksanaan
Implementasi dapat berjalan efektif bila disertai
dengan ketepatan komunikasi antar para pelaksana.
4) Karakteristik badan-badan pelaksana
Karakteristik badan-badan pelaksana erat kaitannya
dengan strukturbirokrasi. Struktur birokrasi yang baik
akan mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi
kebijakan.
5) Kondisi ekonomi, sosial dan politik
Kondisi ekonomi, sosial dan politik dapat
mempengaruhi badan-badan pelaksana dalam
pencapaian implementasi kebijakan.
33
6) Kecenderungan para pelaksana
Intensitas kecenderungan-kecenderungan dari para
pelaksana kebijakan akan mempengaruhi keberhasilan
pencapaian kebijakan (Budi Winarno, 2002:110).
Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak hanya
ditujukan dan dilaksanakan untuk intern pemerintah saja, akan
tetapi ditujukan dan harus dilaksanakan pula oleh seluruh
masyarakat yang berada di lingkungannya.
Menurut James Anderson yang dikutip oleh Bambang
Sunggono, masyarakat mengetahui dan melaksanakan suatu
kebijakan public dikarenakan :
1) Respek anggota masyarakat terhadap otoritas dan keputusan-keputusanbadan-badan pemerintah;
2) Adanya kesadaran untuk menerima kebijakan; 3) Adanya keyakinan bahwa kebijakan itu dibuat secara
sah, konstitusional, dan dibuat oleh para pejabat pemerintah yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan;
4) Sikap menerima dan melaksanakan kebijakan publik karena kebijakan itu lebih sesuai dengan kepentingan pribadi;
5) Adanya sanksi-sanksi tertentu yaang akan dikenakan apabila tidak melaksanakan suatu kebijakan (Bambang Sunggono,1994 : 144).
Menurut Bambang Sunggono, implementasi kebijakan
mempunyai beberapa faktor penghambat, yaitu:
1) Isi kebijakan Pertama, implementasi kebijakan gagal karena masih
samarnya isi kebijakan, maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci, sarana-sarana dan penerapan prioritas, atau program-program kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada.
34
Kedua, karena kurangnya ketetapan intern maupun ekstern dari kebijakan yang akan dilaksanakan. Ketiga, kebijakan yang akan diimplementasiakan dapat juga menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan yang sangat berarti. Keempat, penyebab lain dari timbulnya kegagalan implementasi suatu kebijakan publik dapat terjadi karena kekurangan-kekurangan yang menyangkut sumber daya-sumber daya pembantu, misalnya yang menyangkut waktu, biaya/dana dan tenaga manusia.
2) Informasi Implementasi kebijakan publik mengasumsikan
bahwa para pemegang peran yang terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu atau sangat berkaitan untuk dapat memainkan perannya dengan baik. Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat adanya gangguan komunikasi
3) Dukungan Pelaksanaan suatu kebijakan publik akan sangat sulit
apabila pada pengimlementasiannya tidak cukup dukungan untuk pelaksanaan kebijakan tersebut.
4) Pembagian Potensi Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya
implementasi suatu kebijakan publik juga ditentukan aspek pembagian potensi diantara para pelaku yang terlibat dalam implementasi. Dalam hal ini berkaitan dengan diferensiasi tugas dan wewenang organisasi pelaksana. Struktur organisasi pelaksanaan dapat menimbulkan masalah-masalah apabila pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang disesuaikan dengan pembagian tugas atau ditandai oleh adanya pembatasan-pembatasan yang kurang jelas (Bambang Sunggono,1994 : 149-153).
Adanya penyesuaian waktu khususnya bagi kebijakan-
kebijakan yang kontroversial yang lebih banyak mendapat
penolakan warga masyarakat dalam implementasinya.
Menurut James Anderson yang dikutip oleh Bambang
Sunggono, faktor-faktor yang menyebabkan anggota
35
masyarakat tidak mematuhi dan melaksanakan suatu kebijakan
publik, yaitu :
1) Adanya konsep ketidakpatuhan selektif terhadap hukum, dimana terdapat beberapa peraturan perundang-undangan atau kebijakan public yang bersifat kurang mengikat individu-individu;
2) Karena anggota masyarakat dalam suatu kelompok atau perkumpulan dimana mereka mempunyai gagasan atau pemikiran yang tidak sesuai atau bertentangan dengaan peraturan hukum dan keinginan pemerintah;
3) Adanya keinginan untuk mencari keuntungan dengan cepat diantara anggota masyarakat yang mencenderungkan orang bertindak dengan menipu atau dengan jalan melawan hukum;
4) Adanya ketidakpastian hukum atau ketidakjelasan “ukuran” kebijakan yang mungkin saling bertentangan satu sama lain, yang dapat menjadi sumber ketidakpatuhan orang pada hukum atau kebijakan publik;
5) Apabila suatu kebijakan ditentang secara tajam (bertentangan) dengan sistem nilai yang dianut masyarakat secara luas atau kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. (Bambang Sunggono, 1994 : 144-145).
Suatu kebijakan publik akan menjadi efektif apabila
dilaksanakan dan mempunyai manfaat positif bagi anggota-
anggota masyarakat. Dengan kata lain, tindakan atau
perbuatan manusia sebagai anggota masyarakat harus sesuai
dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah atau negara.
Sehingga apabila perilaku atau perbuatan mereka tidak sesuai
dengan keinginan pemerintah atau negara, maka suatu
kebijakan public tidaklah efektif.
36
Peraturan perundang-undangan merupakan sarana bagi
implementasi kebijakan publik. Suatu kebijakan akan menjadi
efektif apabila dalam pembuatan maupun implementasinya
didukung oleh sarana-sarana yang memadai. Adapun unsur-
unsur yang harus dipenuhi agar suatu kebijakan dapat
terlaksana dengan baik, yaitu :
1) Peraturan hukum ataupun kebijakan itu sendiri, di mana terdapat kemungkinan adanya ketidakcocokan-ketidakcocokan antara kebijakan-kebijakan dengan hukum yang tidak tertulis atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
2) Mentalitas petugas yang menerapkan hukum atau kebijakan. Para petugas hukum (secara formal) yang mencakup hakim, jaksa, polisi, dan sebagainya harus memiliki mental yang baik dalam melaksanakan (menerapkan) suatu peraturan perundang-undangan atau kebijakan. Sebab apabila terjadi yang sebaliknya, maka akan terjadi gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan dalam melaksanakan kebijakan/peraturan hukum.
3) Fasilitas, yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan suatu peraturan hukum. Apabila suatu peraturan perundang-undangan ingin terlaksana dengan baik, harus pula ditunjang oleh fasilitas-fasilitas yang memadai agar tidak menimbulkan gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya.
4) Warga masyarakat sebagai obyek, dalam hal ini diperlukan adanya kesadaran hukum masyarakat, kepatuhan hukum, dan perilaku warga masyarakat seperti yang dikehendaki oleh peraturan perundang-undangan (Bambang Sunggono, 1994 : 158).
b. Pengertian kebijakan
Kebijakan diberi arti bermacam-macam, Harold D.
Laswell dan Abraham (1970 : 71) memberi arti kebijakan
37
sebagai ”a projected program of goals, values and practice,”
yang berarti suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan
praktek-praktek yang terarah.
Carl Fredrick (1980 : 102) mendefinisikan kebijakan
sebagai berikut
“….a proposed course of action of person, group or government within a given environment provoding obstacles and overcome in a effort to reach a goal or realize an objective or purpase’, yang artinya serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka pencapaian tujuan tertentu.
Pengertian berikutnya dikemukakan oleh James E.
Anderson(1979:3) bahwa kebijakan itu adalah purposive course
of action followed by an actor of set actors in dealing with a
problem or matter of concern, pendapat tersebut mengandung
makna serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu
yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau
sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.
Dan Amara Raksasastaya (1976 : 5) mengemukakan
kebijakan sebagai suatu taktik dan strategi yang diarahkan
untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu suatu kebijakan
memuat 3 elemen yaitu : 1) Identifikasi dari suatu tujuan yang
ingin memuat, 2) Taktik atau suatu strategi dari berbagai
38
langkah untuk untuk mencapai tujuan yang diinginkan, 3)
penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan
secara nyata dari taktik atau strategi.
Kebijakan public dapat dilihat dari berbagai reaksi dan
kritik tradisi administrasi public atau adopsi teknik formal oleh
sektor public. Terdapat dua pendekatan kebijakan public, tiap
kebijakan memiliki kepentingan dan penekanannya sendiri.
Pendekatan pertama di istilahkan dengan analisa kebijakan
masyarakat, kedua adalah kebijakan politik, The Liang Gie
(1992:122).
Analisis kebijakan masyarakat adalah analisis yang terus
menerus dilakukan guna mengembangkan bidang kebijakan
publik, dan juga penggunaan kebijakan publik dengan angka
statistic dan model matematika yang sangat abstrak, focus
pengambilan keputusan dan formasi kebijakan. Sedangkan
kebijakan politik berkaitan dengan hasil atau penyelesaian
kebijakan publik, penentuan interaksi public, peristiwa khusus,
dan bidang kebijakan yakni kesehatan publik, pendidikan,
lingkungan selain penggunaan metode statistik.
Lebih lanjut Mariam Budiharjo (1999:101) menyebutkan
bahwa kebijakan publik dapat digunakan dalam perencanaan
tujuan dan aturan umum mengenai perilaku masa mendatang
39
yang sangat mengenai keputusan pemerintah, pemilihan alur
tindakan, dampak tindakan dan bahkan semua tindakan
pemerintah. Kata kebijakan itu sendiri adalah perhatian yang
dinyatakan oleh para pihak yang dipilih, selain program lebih
tepat daripada perhatian, aturan umum seperti kebijakan luar
negeri, keputusan pemerintah dalam dokumen kebijakan dan
lebih besar dari sesuatu yang telah menjadi program.
Lain lagi dengan pendapat Kamsil (1994:96) menyatakan
bahwa kebijakan publik menekankan pada interaksi politik dari
acuan karakteristikan sebagai output penyebaran yang terdiri
dari orang yang berinteraksi antara dengan yang lainnya dalam
kelompok kecil menurut kerangka yang didominasi oleh
organisasi formal. Fungsi organisasi ini dalam system
kelembagaan politik, aturan, dan praktek semua subjek
terhadap masyarakat dan pengaruh budaya.
Osborne dan Gaebler (1992:95) yang diterjemahkan oleh
Prajudi Atmosudirjo menyatakan bahwa :
Kebijakan publik dimulai dari analisa kebijakan berkenan dengan kegagalan, yakni asumsi jumlah sendiri atau teknik sendiri dapat memecahkan masalah kebijakan publik. Pengertian tahap kedua dimana analisa kebijakan diterima sebagai fasilitas keputusan kebijakan yang tidak menempatkannya. Oleh karena itu analisa tahap ketiga yang membantu
sebagai prosedur pemecah petunjuk pengambilan keputusan
40
dengan satu cara terbaik pemecahan, masalah kebijakan yang
sangat komplek. Penelitian kebijakan pada tahap ketiga ini tidak
diharapkan untuk menghasilkan pemecahan tetapi menyediakan
informasi dan analisa pandangan dalam jaringan komleks
hubungan keputusan yang membentuk kebijakan publik,
penelitian kebijakan tidak beroperasi dan berasal mengambil
keputusan. Ada beberapa metode yang dipakai dalam analisa
kebikan publik yakni : (1) Analisa biaya manfaat pilihan optimal
diantara alternatif dikresitanpa probabilitas; (2) teori keputusan
optimal probabilitas kontigan; (3) Analisa tingkat optimal
penemuan kebijakan optimal dimana dilakukan terlalu banyak
atau terlalu sedikit hal yang tidak diinginkan; (4) teori analisa
campuran maksimum dan; (5) model optimism waktu.
Dalam metode yang diharapkan tersebut penekanan
berlebihan terhadap keputusan. Dalam praktek terdapat
proporsi yang relatif kecil waktu bagi seorang pemimpinan yang
mengambil keputusan dapat dirubah pada proses perubahan, ini
berarti pembatasan terhadap latihan yang diberikan pada
program kebijakan publik.
Focus pada pemahaman bagaimana kebijakan khusus
dibentuk, dikembangkan dan dilakukan dalam praktek maka
keputusan ini sangatlah luas daripada focus dalam pengambilan
41
keputusan ini. Pengambilan keputusan menekankan tidak hanya
penetapan tujuan, pengambilan keputusan, dan perumusan
strategi politik tetapi supervise pelaksanaan kebijakan, alokasi
sumber daya, manajemen operasi, program evaluasi, dan usaha
berkomunikasi, argumentasi dan persuasi. Selain aspek teknis,
pejabat publik yang efektif dalam membuat kebijakan publik
adalah menetapkan izin pemahaman mengenai kegiatan
organisasinya, mencapai kondisi intelektual pada masalah
penting, mengidentifikasi dan focus perhatian pada kegiatan ini
yang member arti pada karyawan organisasi, meskipun
mempertahankan dan mengeksploitasi semua kemungkinan
untuk tujuan selanjutnya, melakukan dengan kesadaran sendiri
gambaran kuat mengenai personalianya sebagai instrumen
kepemimpinan dan pengaruh dalam kerangka sumber daya
ekonomi dalam mengatur berapa banyak usaha untuk mencapai
tujuan. Dikaitkan dengan aplikasi kebijakan public yang
diterapkan oleh pemerintah, masih dinilai belum berjalan
dengan harapan masyarakat. Banyak kebijakan publik yang
implementasi adalah dengan melihat seberapa jauh tujuan,
baik dalam arti substansi maupun prosedur dapat dicapai
dengan program yang ditetapkan.
Menurut Ripley dan Franklin (1990:106) definisi ini
cukup valid untuk memberikan batasan tentang criteria
keberhasilan dalam implementasi kebijakan, menurut
Samudra Wibawa (1994:32), seorang penelitian independen
(dari kalangan ilmuan, atau orang yang sekedar ingin tahu)
telah akan merasa puas apabila ia dapat memotret atau
memperoleh data dan informasi tentang hasil apa saja yang
muncul dan dampak apa saja yang terjadi.
44
Hasil penelitian ini disoroti dari 3 hal pokok yaitu : (1)
perbandingan antar kebutuhan yang ada dan rancangan
saran yang ditetapkan, (2) perbandingan sasaran yang
tersedia dan distribusinya, (3) keadilan dalam alokasi
distribusi. Idealnya indikasi tentang dampak dapat dilihat
dari studi evaluatif: Apakah angka “enrollment” pada sekolah
yan bersangkutan dapat dipertahankan? Apakah angka dari
melanjutkan sekolah tersebut dapat dipertahankan dan
apakah angka putus sekolah tidak mengalami penurunan?
Namun demikian analisis tentang hal ini perlu dilakukan
secara ekstra hati-hati dengan mencemati apakah fenomena
tersebut terjadi secara alami atau benar-benar hasil
intervensi kebijakan. Penelitian ini tidak mengungkap
indikator tersebut dan lebih memfokuskan diri pada kinerja
organisasi.
2) Kepatuhan dan Daya Responsif dari Penerapannya
Menurut Anderson (1990:101) semua kebijakan public
tentu dimasudkan untuk mempengaruhi perilaku para
pelaksana kebijakan sesuai dengan peraturan dan tujuan
yang ditetapkan. Tanpa adanya kepatuhan, maka kebijakan
tersebut tidak akan berjalan secara efektif atau dalam istilah
yang ekstrim dikatannya sebagai tidak ada hasilnya (nullity).
45
Nakamura dan Smallwood (1980:42) menyatakan
bahwa sukses suatu kebijakan harus diukur dari tingkat
“compliance” dari birokrat yang lebih tinggi sesuai dengan
mandat yang telah ditetapkan dalam pedoman pelaksanaan.
Meskipun Ripley dan Franklin (1982:78) mengecam
model ini sebagai suatu pandangan yang dangkal yang
hanya berorientasi pada perilaku birokrat dan lebih banyak
bermain pada kepentingan politik belaka, tetapi variabel ini
perlu dilacak keberadaannya dalam studi ini.
3) Kepuasan Klien/Resipien
Kinerja implementasi kebijakan selain diukur dari
tingkat pencapain tujuan dan tingkat compliance para
tingkat pelaksana juga perlu dilihat dari seberapa jauh
kinerja pelayanan publik adalah dengan mengukur klien
(Martin & Kettner (1996:04). Pendekatan semacam ini layak
dipilih dalam suatu studi dengan pertimbangan bahwa
apapun bentuk kebijakan publik yang ditawarkan, pada
akhirnya harus bermuara pada seberapa jauh klien
merasakan kepuasan terhadap layanan yang diberikan.
Tingkat kepuasan ini dapat dilihat dari dua dimensi yaitu
reability dan responsiveness sebagai dimensi terpenting
(Zeithami, Parasumaran, & Berry, 1990:108). Dari beberapa
pendapat tentang kebijakan di atas, dapat disimpulkan
46
bahwa kebijakan adalah suatu proses pengambilan
keputusan yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan.
c. Indikator Variabel Implementasi Kebijakan.
Bahwa dari beberapa pendapat tentang teori Kebijakan
tersebut diatas, dapat dipilih beberapa indikator yang sesuai
dengan indentifikasi masalahnya antara lain: (1) identifikasi dari
tujuan yang akan dicapai, (2) Taktik atau strategi dari berbagai
langkah untuk mencapai tujuan yang di inginkan, (3) Penyediaan
berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata
dari taktik atau strategi, (4) Tujuan yang ingin dicapai, (5)
Taktik, (6) strategi, (7) penyedian berbagai input.
Sedangkan indikator yang digunakan pada penelitian ini,
yaitu: (1) Tujuan yang ingin dicapai (2) kepedulian Masyarakat
(3) Peneyedian input (4) Kepatuhan Prosedur.
2. Hakekat Kualitas Pelayanan Public
a. Pengertian Pelayanan
Istilah pelayanan berasal dari kata “layan” yang artinya
menolong menyediakan segala apa yang diperlukan oleh orang
lain untuk perbuatan melayani. Sinambela (2010, hal : 3), pada
dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan
secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat
dipisahkan dengan kehidupan manusia. Pelayanan adalah
47
proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang
langsung (Moenir, 2006:16-17).
Menurut Boediono, 2000 : 60) “pelayanan adalah suatu
proses bantuan kepada orang lain dengn cara-cara tertentu
yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar
terciptanya kepuasan dan keberhasilan”.
Harbani Pasolong (2007:4), pelayanan pada dasarnya
dapat didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, sekelompok
dan/atau organisasi baik langsung maupun tidak langsung
untuk memenuhi kebutuhan.
Sampara Lukman (2000:5) pelayanan merupakan suatu
kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara
seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan
menyediakan kepuasaan pelanggan.
Sedangkan definisi yang lebih rinci diberikan oleh
Gronroos dalam Ratminto (2005:2) yaitu:
Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata yang terjadi akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hak lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan
. Berdasarkan pada uraian di atas maka pelayanan
merupakan upaya bagaimana cara kita melayani kepada
konsumen/ pengguna jasa, sehingga dengan pelayanan yang
48
kita berikan akan dapat menumbuhkan rasa kepercayaan,
pelanggan merasa mendapat perhatian serta dipuaskan
kebutuhannya. Jadi arti pelayanan adalah aktivitas yang
dilakukan dengan cara tertentu dalam upaya memberikan rasa
kepuasan yang memerlukan kepekaan hubungan interpresonal
untuk menumbuhkan kepercayaan sehingga pengguna jasa
akan merasa diperhatikan dan dipuaskan kebutuhannya.
b. Pengertian Pelayanan Publik
Istilah publik berasal dari bahasa inggris public yang
berarti umum, masyarakat, negara. Badudu, (2001:781-782) :
Kata public sebenarnya sudah diterima menjadi bahasa Indonesia baku menjadi publik yang dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti umum, orang banyak, ramai. Yang kemudian pengertian pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sendiri dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Menurut Ratminto, (2005:5) Pelayanan publik atau
pelayanan umum dapat didefenisikan
Sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, didaerah, dan dilingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan
49
Menurut Agung Kurniawan (Harbani, 2007:135)
pelayanan publik adalah pemberian pelayanan (melayani)
keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai
kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok
dan tata cara yang telah ditetapkan.
Selanjutnya dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 telah dijelaskan bahwa
Pengertian pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan kebutuhan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan penyelenggara pelayanan publik dalam
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63
tahun 2003 diuraikan bahwa Instansi Pemerintah sebagai
sebutan kolektif yang meliputi Satuan Kerja/satuan organisasi
Kementerian, Departemen, Lembaga Pemerintah Non
Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi dan Tinggi
Negara, dan Instansi Pemerintah lainnya, baik pusat maupun
Daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, Menjadi penyelenggara palayanan publik. Sedangkan
pengguna jasa pelayanan publik adalah orang, masyarakat,
instansi pemerintah dan badan hukum yang menerima layanan
dari instansi pemerintah.
50
Secara garis besar jenis-jenis layanan publik menurut
Kepmenpan No. 63 tahun 2003 dapat dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu :
1) Kelompok pelayanan administratif Jenis pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasa\an terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Pernikahan, Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), Izin Membangun Bangunan (IMB), Paspor, Sertifikat Kepemilikan/Penguasaan Tanah, dsb.
2) Kelompok pelayanan barang Jenis pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih, dsb.
3) Kelompok pelayanan jasa Jenis pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos, dsb.
Dalam Sinambela (2010, hal : 6), secara teoritis tujuan
pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan
masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas
pelayanan prima yang tercermin dari :
1) Transparan Pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
2) Akuntabilitas Pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
51
3) Kondisional Pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.
4) Partisipatif Pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
5) Kesamaan Hak Pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan lain-lain.
6) Keseimbangan Hak Dan Kewajiban. Pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik
. Selanjutnya, jika dihubungkan dengan administrasi
public, pelayanan adalah kualitas pelayanan birokrat terhadap
masyarakat. Kata kualitas memiliki banyak definisi yang
berbeda dan bervariasi mulai dari yang konvensional hingga
yang lebih strategis. Definisi konvesional dari kualitas biasanya
menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk,
seperti :
1) Kinerja (performance)
2) Kehandalan (reliability)
3) Mudah dalam penggunaan (easy of use)
4) Estetika (esthetics), dan sebagainya
Pada instansi pemerintahan seperti kantor Catatan Sipil
Bekasi orientasi bukanlah pada keuntungan, melainkan pada
kepuasan pelanggan, dalam hal ini kepuasan masyarakat
52
pengguna jasa khususnya pembuatan E-KTP. Dalam mencapai
tujuan tersebut, instansi pemerintah lebih memusatkan
perhatiannya kepada pelayanan dengan sebaik baiknya.
Pelayanan sebagai hal-hal yang jika diterapkan terhadap
sesuatu produk, akan meningkatkan daya atau nilai terhadap
pelanggan. Pelayanan yang baik membutuhkan instruktur
pelayanan yang sangat baik pula.
Agar kualitas pelayanan yang diharapkan dapat dicapai
maka penilaian kualitas pelayanan didasarkan pada “lima
dimensi kualitas yaitu tangible, reliable, responsiveness,
assurance dan emphaty” (Widodo 2001:274).
Penjelasan dari kelima dimensi tersebut adalah :
1) Tangible (berwujud), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,
pegawai dan sarana komunikasi.
2) Reliability (handal), yaitu kemampuan perusahan untuk
memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat waktu
dan memuaskan.
3) Responsiveness (daya tanggap/ respon), yaitu kemampuan
para staf untuk membantu para pelanggan dan
memberikan pelayanan dengan tanggap.
4) Assurance (jaminan), mencakup kemampuan, kesopanan
dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari
bahaya, resiko atau keragu-raguan.
5) Emphaty (empati), mencakup kemudahan dalam
melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami
kebutuhan para pelanggan.
Abidin (2010, hal : 71) mengatakan bahwa pelayanan
publik yang berkualitas bukan hanya mengacu pada pelayanan
53
itu semata, juga menekankan pada proses penyelenggaraan
atau pendistribusian pelayanan itu sendiri hingga ke tangan
masyarakat sebagai konsumer. Aspek-aspek kecepatan,
ketepatan, kemudahan, dan keadilan menjadi alat untuk
mengukur pelayanan publik yang berkualitas. Hal ini berarti,
pemerintah melalui aparat dalam memberikan pelayanan publik
kepada masyarakat harus memperhatikan aspek kecepatan,
ketepatan, kemudahan, dan keadilan.
Berkaitan dengan organisasi pelayanan publik, suatu
fenomena umum bahwa permasalahan pelayanan yang sering
timbul kebanyakan berkaitan dengan aparat/petugas
pelayanan. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara
tuntutan masyarakat terdadap pelayanan. Kesenjangan ini
mengandung arti di satu pihak tuntutan masyarakat terdadap
pelayanan pemerintah semakin tinggi tetapi di satu pihak
aparatur pemerintahan yang melakukan pelayanan terbatas.
Keterbatasan aparatur/petugas dalam melayani
masyarakat disebabkan oleh (Widodo 2001: 278) :
1) Prasarana yang kurang mendukung atau kurang memadai dalam pelayanan publik.
2) Jenis dan macam pelayanan yang menjadi beban pemerintah semakin meningkat dan semakin kompleks.
3) Keterbatasan aparatur pemerintahan yang disebabkan ketidak mampuan administratif.
54
3. Hakekat Kepuasan
a. Pengertian Kepuasan
Kepuasan merupakan suatu fenomena yang komplek dan
ditentukan oleh banyak faktor, sehingga tidak satupun teori
kepuasan yang berhasil menerangkan secara menyeluruh kondisi
atau fenomena tersebut. Oleh karena itu, sebagai dasar
melakukan analisis lebih lanjut terhadap permasalahan
penelitian, maka terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa
teori tentang kepuasan yang dikemukakan oleh para ahli yang
menerima sesuatu sesuai dengan apa yang diberikan atau yang
disumbangkannya.
Kepuasan menurut Anwar (1990:14), adalah suatu kondisi
dimana pelayanan yang diberikan kepada masyarakat telah
sesuai dengan harapan dan keinginan yang dikehendaki,
sehingga tidak terjadi komplein. Kepuasan masyarakat dapat
diukur melalui : prosedur yang tidak sulit, persyaratan simple,
dan pelayanan sesuai dengan harapan.
1) Prosedur yang tidak sulit
Adalah suatu kondisi dimana mekanisme dan prosedur yang
ditetapkan tidak terbelit-belit dan tidak sulit dilaksanakan
oleh masyarakat.
55
2) Persyaratan simple
Adalah suatu kondisi dimana persyaratan yang ditetapkan
mudah dipahami dan dimengerti oleh masyarakat.
3) Pelayanan yang sesuai harapan
Adalah suatu keadaan dimana pelayanan yang diberikan
telah memenuhi harapan masyarakat.
Menurut L. Boeuf (1992:27) terdapat jutaan jasa yang
ditawarkan di pasar, tetapi yang perlu diketahui adalah
masyarakatnya. Ada dua hal, seseorang dapat menerima apa
yang ditawarkan, yaitu :
1) Rasa Senang dan Puas
Masyarakat hanya mau tertarik dengan jasa yang
ditawarkan, apabila mereka senang terhadap jasa yang
ditawarkan atau senang dengan pelayanannya.
2) Pemecahan Masalah
Bahwa seseorang tertarik dengan jasa yang ditawarkan,
apabila jasa yang ditawarkan tersebut dapat mengatasi
masalah yang dihadapi seseorang/masyarakat.
Dari uraian tersebut di atas, dapat ditari kesimpulan
bahwa customer’s expectations merupakan standar yang tepat
untuk menilai service quality, dimana masyarakat memiliki dua
tingkatan ekspektasi, yaitu : adequate service (pelayanan yang
memadai) dan desired service (pelayanan yang diinginkan),
56
keduanya dipisahkan oleh jarak zona toleransi yang merupakan
tingkan kepuasan pelanggan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi harapan
masyarakat, menurut Zeithami, dkk. (1990:19), terdapat empat
faktor yaitu sebagai berikut :
1). Apa yang didengar masyarakat dari masyarakat lainnya (word of mouth communications), dimana hal ini merupakan faktor pontesial yang menentukan ekspektasi masyarakat.
2). Karakteristik individu dimana kebutuhan pribadi (personal needs) dari ekspektasi masyarakat mungkin cukup pada tingkat tertentu. Seperti misalnya beberapa masyarakat yang memiliki credit card menyediakan atau memberikan batas maksimum pinjamannya dibandingkan masyarakat lainnya.
3). Pengalaman masa lalu (past experience) dalam menggunakan pelayanan dapat juga mempengaruhi ekspetasi masyarakat.
4). Komunikasi dengan pihak eksternal (eksternal communication) dari pemberi layanan memainkan peranan kunci dalam bentuk ekspektasi masyarakat. Bedasarkan eksternal communications, organisasi pemberi layanan dapat menyampaikan pesan-pesan secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakatnya. Sebagai contoh dari pengaruh adanya external commucations adalah harga atau biaya pelayanan sangat berparan penting dapat membentuk ekspektasi masyarakat.
Persepsi masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan
oleh suatu organisasi akan dinilai baik atau tidak tergantung
pada apakah tingkat pelayanan yang diperolehnya sesuai dengan
atau melebihi dari pengharapannya.
Kepuasan dapat bermakna, satisfication is the cunsumer’s
fulfillment response, oliver (1997:13) yang berarti bahwa
kepuasan adalah tanggapan atas upaya pemenuhan keinginan
57
pelayanan masyarakat, dalam hal ini adalah pemenuhan atas
keinginan untuk mendapatkan pelayanan yang baik. Jadi sifatnya
ada dua bentuk pelayanan yang diberikan yaitu secara external
kepuasan terhadap pelayanan kemasyarakat yang diberikan dan
secara internal adalah merupakan kepuasan terhadap hasil
pekerjaan yang telah dicapai.
Kepuasan terhadap hasil pekerjaan tidak selalu menjamin
bahwa kelompok atau pribadi tertentu akan selalu mencapai
hasil yang optimal karena kepuasan tersebut bersifat dinamis,
seperti ungkap Davis (1981 : 83) berikut ini “Job satisfaction is
the favorableeness or unfavorableness with which their work, job
satisfaction is dynamic.” Maksudnya bahwa kepuasaan sangat
terkait erat dengan perasaan yang menyenangkan dan yang
tidak menyenangkan, kepuasaan bersifat dinamis. Juga menurut
Herbert (1981 : 180) bahwa kepuasan itu merupakan reaksi
yang bersifat pribadi dan emosional. Dari teori diatas karena
kepuasan tidak ada batasnya, sesuatu yang dicapai harini dan
kita sangat puas dengan hasilnya ternyata beberapa waktu
kemudian kita menginginkan sesuatu yang lebih dari yang
pernah dicapai. Pendapat tersebut sejalan dengan teori Maslow
(1968) yang terkenal dengan teori need hierarchy mengatakan
bahwa apabila sesuatu kebutuhan lain yang ingin dipuaskan baik
58
secara kuantitas maupun kualitas yang lebih baik dari
sebelumnya. Menurut teori Maslow Davis & Newstrom (1996 :
69) ada 5 tingkatan hirarki kebutuhan yaitu : (1) kebutuhan fisik
yang dasar, (2) rasa aman dan jaminan keamanan, (3)
kebutuhan memiliki dan kebutuhan social, (4) penghargaan dan
status, (5) Perwujudan diri dan aktualisasi diri.
Selanjutnya kepuasan menurut Gibson (1973 : 449 ) yang
apabila diterjemakan mengandung arti sebagai berikut, bahwa
kepuasan memiliki aspek positif dan negative dan reaksi individu
terhadap tantangan tugasnya dimasa datang. Kemudian pleh
Gibson et.al ditambahkan pula bahwa perbedaan pandangan
kepuasan juga dipengaruhi oleh perolehan instrinsik, dimana
perolehan instrinsik meliputi identitas, varietas otonomi dan lain
sebagainya sedangkan perolehan extrinsic mencakup upah,
tenaga kerja, kondisi kerja dan pengawasan.
Berbeda dengan pandangan Gibson, Sloane (1983 : 23)
berpendapat bahwa kepuasan menyangkut perasaan-perasaan
positif terhadap pekerjaan. Pendapat serupa dinyatakan
Munandar (985 : 58-59) bahwa orang yang puas dalam
pekerjaannya cenderung akan meningkatkan produktifitas
kerjanya. Menurut penelitian ketiga pertanyaan diatas benar
semua, karena orang yang berhasil didalam pekerjaannya akan
59
mendapat kepuasan, tetapi orang pada suatu saat merasa puas
dengan pekerjannya mungkin prestasinya akan menurun. Luthan
(1981 : 193) menulis tentang kepuasan sebagai berikut :
kepuasan terkait erat dengan prestasi karyawan (seseorang)
dalam pelaksanaan tugas di tempat kerjanya. Jadi kepuasan itu
subjektif sifatnya dan sangat tergantung pada perasaan
individual.
Seperti yang dikuti Gibson (1973 : 170-172) didalam
bukunya terdapat Edward Lawler tentang kepuasan bahwa :
1) Kepuasan akan imbalan merupakan fungsi sebagai banyak imbalan yang dapat diterima dan berapa banyak pula yang pantas diterima pegawai bersangkutan menurut perasaannya.
2) Membandingkan apa yang terjadi pada orang lain juga mempengaruhi perasaan puas secara individual.
3) Faktor-faktor imbalan intrinsic dan extrinsic mempengaruhi pula tingkat karyawan.
4) Faktor-faktor imbalan memberikan kepuasan karena imbalan tersebut menyangkut : prestasi, kebebasan, keamanan, dan perlindungan.
Seperti yang dikutip Anwar (1984 : 70), di dalam bukunya
Katz (1978) menyatakan kepuasan dapat dicapai apabila
pekerjaan tersebut :
1) Sesuai bakat dan keahliannya, 2) Memiliki fasilitas yang memadai, 3) Memiliki informasi lengkap, 4) Dipimpin oleh pemimpin yang mendorong pencapai tujuan,
5) Memberikan penghasilan yang memadai, 6) Mempunyai tantangan untuk mengembangkan diri,
60
7) Memberika rasa aman dan tentram, dan 8) Memberikan harapan masa depan.
Kemudian Anwar (1984 : 67) menambahkan bahwa
kepuasan akan dapat dicapai apa bila mereka pada
kependudukan psikologis yang kritis misalnya.
1) Pekerjaan itu harus dialami sebagai sesuatu yang
bermanfaat.
2) Pekerjaan itu harus menimbulkan tanggung jawab pribadi.
3) Pekerjaan itu dilakukan dengan cara yang teratur dan pasti.
Persepsi masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan
oleh suatu organisasi akan dinilai baik atau tidak tergantung
pada apakah tingkat pelayanan yang diperolehnya sesuai
dengan atau melebihi dari pengaharapannya. Tingkat kepuasan
ditentukan dengan mengukur pentingnya masing-masing aspek
bagi orang lain, dipadukan dengan nilai kepuasan. Implikasi
dari teori ini adalah bahwa seseorang akan menyesuaikan
kontribusi dirinya sesuai dengan tingkat keadilan atau kepuasan
yang diperolehnya. Individu yang memperoleh hasi yang tidak
sesuai dengan kontribusinya akan menurunkan kuantitas dan
kualitas kerjanya. Individu yang mendapat konpensasi lebih
besar dari kontibusinya, akan berusaha meningkatkan bahwa
keadilan ditegakkan. Namun karena teori keadilan menyangkut
suatu perbandingan sosial, maka kurang dapat meramalkan
61
secara pasti tentang kepuasan terhadap pelaksanaan
pekerjaan.
Untuk mengukur kepuasan masyarakat, Kotler (1997 :
46) mengidentifikasi empat metode, yaitu :
1) System Keluhan dan Saran.
Setiap organisasi yang berorientasi kepada masyarakat
(customer’s oriented) perlu memberikan kesempatan yang
luas kepada para masyarakatnya untuk menyampaikan
saran, pendapat dan keluhan mereka. Media yang digunakan
dapat berupa kotak saran yang diletakkan di tempat-tempat
strategis, kartu komentar, saluran telepon khusus bebas
pulsa dan sebagainya informasi yang diperoleh melalui
metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan
yang berharga kepada organisasi, sehingga memungkinkan
untuk bereaksi dengan tanggap dan cepat dalam mengatasi
masalah-masalah yang timbul.
2) Survey Kepuasan Masyarakat.
Hasil studi memperlihatkan bahwa kurang dari 5%
masyarakat yang menyatakan tidak puas menyampaikan
keluhannya. Kebanyakan dari masyarakat yang merasa tidak
puas akan membeli lebih sedikit atau pindah ke organisasi
lain daripada menyampaikan keluhannya. Karena itu sulit
62
bagi organisasi untuk menggunakan tingkat keluhan
masyarakat sebagai ukuran kepuasan masyarakat.
Organisasi yang responsive mengukur langsung kepuasan
masyarakat dengan mengadakan survey secara periodik,
dengan cara mengirimkan kuesioner atau menelepon
masyarakat yang diambil secara random untuk menyatakan
apakah masyarakatnya merasa sangat puas, puas, biasa,
kurang puas atau tidak puas terhadap beberapa unsur
pelaksanaan oleh organisasi. Organisasi juga harus mencari
tahu pandangan masyarakat terhadap prestasi saingannya
selain itu ketika mengumpulkan data kepuasan masyarakat,
adalah sangat berguna jika organisasi juga menyatakan apa
kebutuhan dan keinginan masyarakat dan mengapa
melakukan pembelian ulang.
3) Pembelian Misterius
Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan
masyarakat adalah dengan cara memperkejakan orang-
orang untuk berpura-pura menjadi pembeli potensial untuk
melaporkan hasil penemuan mereka tentang kekuatan dan
kelemahan ketika membeli produk pada organisasi sendiri
maupun produk pesaing. Pembeli misterius ini juga dapat
berpura-pura sebagai masyarakat untuk menguji karyawan
bagian penjualan dalam melakukan pelayanan.
63
4) Analisis Masyarakat yang Hilang
Organisasi seharusnya menghubungi masyarakat yang
berhenti membeli dan pindah ke organisasi lain untuk
mengetahui mengapa hal itu sampai terjadi. Di samping itu
harus dilakukan monitoring terhadap masyarakat yang
hilang. Jika jumlah ini meningkat, berarti organisasi gagal
memuaskan masyarakatnya.
Sedangkan dimensi kepuasan menurut Toha (2000:13)
ada beberapa yang signifikan tentang dimensi kepuasan, yaitu:
Menurut Weiss (1990:16) dimensi kepuasan meliputi :
(1) kebebasan memanfaatkan waktu kerja, (2) kebebasan bekerja sendiri, (3) kebebasan berganti-ganti pekerjaan dari waktu ke waktu, (4) kebebasan bergaul, (5) kebijakan pemimpin, (6) kompetensi pengawas, (7) tugas yang diterima, (8) kesempatan bertindak pada orang lain, (9) persiapan kerja, (10) kebebasan pemerintah, (11) kesempatan memanfaatkan kemampuan, (12) penerapan peraturan, (13) gaji, (14) kesempatan mengembangkan karir, (15) kebebasan pengambilan keputusan, (16) kesempatan mengunakan metode, (17) kondisi kerja, (18) kerja sama, (19) penghargaan terhadap prestasi, (20) penghargaan terhadap prestasinya Weiss, et.al (1967:22)
Gilmer (1995:12) mengemukakan sepuluh aspek yang
menentukan atau memberikan konstribusi pada kepuasan dan
64
disusun dalam sebuah ranking bertirut-turut, (1) keamanan, (2)
kesempatan untuk maju, (3) organisasi dan manajemen, (4)
upah/gaji, (5) aspek instrinsik dari pekerjaan, (6) supervise, (7)
aspek-aspek sosial dari pekerjaan, (8) komunikasi, (9) kondisi
kerja dan (10) benefit-benefit.
Menurut Anwar (1990:14) bahwa kepuasan masyarakat
dapat diukur melalui: (1) prosedur tidak sulit, (2) persyatan
simple, (3) pelayanan yang sesuai harapan.
Sedangkan Locke (Dunnete, 1983) mengatakan bahwa
dari berbagai penelitian ada sejumlah aspek yang memberikan
kontribusi pada terciptanya kepuasan, yaitu :
(1) pekerjaan-termasuk instrinsik, keragaman, kesempatan untuk belajar, kesulitan, kesempatan untuk berhasil, dan control terhadap metode-metode, (2) pembayaran-termasuk jumlah, cara dan keadilan dalam pembayaran: (3) promosi-kesempatan dan keadilan dalam promosi serta dasar-dasar penentuan promosi: (4) pengakuan-termasuk terhadap tugas yang dikerjakan dan kritik-kritik: (5) benefit-benefit pensiun, kesehatan, hak cuti dan pembayaran waktu cuti, (6) kondisi kerja-mencangkup jam kerja dan istirahat, peralatan, ventilasi, temperature, lokasi, tata ruang dan kelembaban, hubungan antar manusia dan keterampilan administrative: (7) rekan-sejauh mana saling tergantung, membantu, mendukung, dan hubungan yang ramah: (8) organisasi dan manajemen-termasuk kebijakan dan perhatian terhadap pekerja dalam hal pembayaran benefit-benefit lainnya.
Bedasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan
bahwa kepuasan adalah suatu kondisi dimana pelayanan yang
65
diberikan kepada masyarakat telah sesuai dengan harapan dan
keinginan yang dikehendaki, sehingga tidak terjadi complein.
b. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Masyarakat
Model Servquel menekankan arti pentingnya harapan
masyarakat sebelum membeli atau mengkonsumsi suatu jasa
sebagai standar/acuan dalam mengevaluasi kinerja jasa yang
bersangkutan. Hasil penelitian Zeithaml, dkk (1993:5)
menunjukkan bahwa terdapat sepuluh faktor utama yang
mempengaruhi harapan pelanggan terhadap suatu jasa atau
pelayanan. Kesepuluh faktor tersebut meliputi :
1) enduring service intensifiers, faktor ini merupakan faktor
yang bersifat stabil mendorong pelanggan untuk
meningkatkan sensitivitasnya terhadap jasa;
2) Personal need, merupakan kebutuhan yang dirasakan
seseorang mendasar bagi kesejahteraannya, juga sangat
menentukan harapannya meliputi kebutuhan fisik, sosial, dan
spikologis;
3) transitory service intensifiers, faktor ini merupakan faktor
individual yang bersifat sementara (jangka pendek) yang
meningkatkan sensivitas pelanggan terhadap jasa;
4) Perceived service alternatives, merupakan persepsi
pelanggan terhadap tingkat atau derajat pelayanan
perusahaan lain yang sejenis:
66
5) self- perceived service role, faktor ini adalah persepsi
pelanggan tentang tingkat atau derajat keterlibatan dalam
mempengaruhi jasa yang diterimanya.
6) situtional factor, merupakan faktor situasional terdiri atas
segala kemungkinan yang bisa mempengaruhi kinerja jasa,
yang berada di luar kendali penyedia jasa.
7) explicit service promises, merupakan pernyataan oleh
organisasi tentang jasanya kepada pelanggan, baik berupa
iklan, personal selling, perjanjian, maupun komunikasi
dengan pegawai penyedia jasa.
8) implicit service promises, menyangkut petunjuk yang
berkaitan dengan jasa yang memberikan kesimpulan bagi
pelanggan tentang jasa yang bagaimana seharusnya dan
akan diberikan.
9) word-of-mounth, merupakan pernyataan yang disampaikan
oleh orang lain selain organisasi kepada pelanggan, seperti
dari teman, keluarga, rekan kerja, pakar, maupun publikasi
media massa.
10) past experience, pengalaman masa lampau meliputi hal-hal
yang telah dipelajari atau diketahui pelanggan dari yang
pernah diterimanya di masa lalu.
67
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa harapan
masyarakat menjadi latar belakang penilaian kualitas. Dalam
konteks kepuasaan pelanggan, harapan merupakan pemikiran
atau keyakinan pelanggan tentang apa yang harus diterima.
Pengertian ini dasarkan pada pandangan bahwa harapan
merupakan standar peridiksi, selain itu harapan jadi standar ideal
(Tangkilisan, 2005:215).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ekspektasi
masyarakat, menurut Zeithaml, dkk (1990:19) terdapat empat
faktor yaitu :
1) Apa yang di dengar masyarakat atau pengalaman dari
masyarakat lainnya, dimana hal ini merupakan faktor
potensial yang menentukan ekspektasi masyarakat;
2) Ekspentasi masyarakat sangat tergantung pada karakteristik
individu dimana kebutuhan pribadi ekspektasi masyarakat
mungkin cukup pada tingkat tertentu;
3) pengalaman masa lalu dalam menggunakan pelayanan dapat
juga mempengaruhi ekspektasi masyarakat;
4) Komunikasi dengan pihak eksternal pemberi layanan
memainkan peran peranan kunci dalam bentuk ekspektasi
masyarakat. Bedasarkan komunikasi eksternal perusahaan
memberikan layanan dapat menyampaikan pesan-pesan
68
secara langsung maupun tidak langsung kepada
masyarakatnya
Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa harapan masyarakat merupakan standar yang tepat untuk
menyediakan mkualitas pelayanan, dimana masyarakat memiliki
dua tingkat ekspektasi, yaitu: adequate service (pelayanan yang
memadai), dan desired service (pelayanan yang diinginkan),
keduanya dipisahkan oleh jarak zona toleransi yang merupakan
ukuran tingkat kepuasan masyarakat.
Dengan memperhatikan kepuasan masyarakat diatas
maka faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi masyarakat
terhadap pelayanan yang dibutuhkan dan diterimanya.
c. Dimensi-dimensi Kepuasan Masyarakat
Menurut Anwar (1990 : 14) bahwa kepuasan masyarakat
dapat diukur melalui : prosedur tidak sulit, persyaratan simple,
dan pelayanan yang sesuai masyarakat.
B. Kerangka Pemikiran
Dari berbagai uraian teori dan pengertian tentang variabel
kebijakan kependudukan, Pelayanan publik, dan kepuasan pemohon
KTP, diperoleh teori dan pengertian tentang hubungan dari variabel
tersebut di atas yaitu sebagai berikut :
69
1. Pengaruh Implementasi Kebijakan Terhadap Kepuasan
Masyarakat
Kebijakan Kependudukan merupakan suatu taktik dan
strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan dalam
bidang kependudukan. Dengan adanya kebijakan kependudukan
maka mekanisme dan prosedur di bidang pelayanan
kependudukan akan jelas dan dipahami oleh masyarakat.
Dengan prosedur dan mekanisme yang jelas, maka masyarakat
akan memperoleh kepuasan sesuai dengan harapan yang
diinginkan.
Kebijakan kependudukan dapat diukur melalui indikator :
Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai, taktik atau strategi
dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan,
penyediaan berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang
diinginkan, penyediaan berbagai input untuk memungkinkan
pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.
Bedasarkan hal tersebut, maka terlihat jelas bahwa
kebijakan kependudukan memiliki hubungan yang erat dengan
kepuasan masyarakat.
2. Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Masyarakat
Kualitas pelayanan merupakan suatu proses yang
menggambarkan kondisi penyedia jasa pelayanan dengan
70
harapkan yang dikehendaki masyarakat. Apabila pelayanan
public yang diberikan sesuai dengan harapan masyarakat, maka
tingkat kepuasan masyarakat akan dapat dicapai. Pelayanan
public dpat diukur melalui indikator : Bukti langsung (tangibles),
meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana
komunikasi. Kehandalan (reliability), yakni kemampuan
memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat,
dan memuaskan. Daya tanggap (resvonsiveness), yaitu
keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan
memberikan pelayanan dengan tanggap. Jaminan (assurance)
mencangkup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat
dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya,
resiko atau keragu-raguan. Empati, meliputi kemudahan dalam
melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi,
dan memahami kebutuhan para pelanggan. Sedangkan
kepuasan dapat diukur melalui indikator : perasaan
menyenangkan, merasa dihargai, memberikan rasa aman,
menikmati adanya keadilan serta kesesuaian dengan harapan.
Bedasarkan hal tersebut, jelaslah bahwa kualitas pelayanan
public memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan
masyarakat.
71
3. Pengaruh Impelementasi Kebijakan dan Kualitas Pelayanan
Terhadap Kepuasan Masyarakat
Kebijakan kependudukan merupakan suatu strategi yang
diarahkan untuk mencapai suatu tujuan dalam bidang
kependudukan.Sedangkan pelayanan public merupakan suatu
proses yang menggambarkan kondisi penyedia jasa pelayanan
dengan harapkan kependudukan dan pelayanan penduduk yang
sesuai dengan harapan masyarakat, maka tingkat kepuasan
masyarakat pemohon KTP akan dapat dicapai maka mekanisme
dan prosedur di bidang pelayanan kependudukan akan
Dari pemikiran tersebut, terlihat jelas bahwa kebijakan
kependudukan dan pelayanan publik secara bersama-sama
memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan masyarakat.
Bedasarkan kerangka tesei ini dapat mengambarkan sebagai
berikut :
72
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
ŷ = a + b1X1
Variabel Terikat ( Y )
ryx1
ŷ = a + b1x + b2x2
ŷ = a + b2X2
Gambar 2.4: Kerangka Berfikir
C. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah:
1. Diduga secara teoritik besaran pengaruh implementasi kebijakan
Kartu Tanda Penduduk (KTP) terhadap kepuasan pemohon pada
kantor Catatan Sipil Kota Bekasi Selatan ditentukan oleh dimensi
Implementasi kebijakan (X 1) Indikator: a. Tujuan Yang Ingin Dicapai b. Taktik Atau Strategi c. Penyediaan Berbagai Input Sumber: (Mifta Toha ,200 :I5)
Kualitas pelayanan (X 2) Indikator: a. tangible (Nyata) b. Reliability (Kehandalan) c. Kemampuan Menanggapi (Responsivenes) d. Asurance (Jaminan Kepastian) e. Empaty Sumber: (Zeithmal, 1996 :33)
Kepuasan (Y)
Dimensi :
a. Prosedur Tidak sulit
b. Persyaratan simple
c. Pelayanan yang sesuai harapan
Masyarakat
Sumber: ( Anwar ,I990:I4
73
tujuan yang ingin dicapai, tatik atau strategi, penyediaan berbagai
input.
2. Didugat secara teoritik besaran pengaruh Pelayanan Publik
terhadap kepuasan Pemohon Kartu Tanda Penduduk (KTP) pada
kantor Catatan Sipil Kota Bekasi Selatan ditentukan oleh dimensi
tangible, reability, responsiveness, assurance dan empaty.
3. Diduga secara teoritik besaran pengaruh implementasi kebijakan
Kependudukan dan kualitas pelayanan secara bersama-sama
terhadap kepuasan pemohon Kartu Tanda Penduduk (KTP) pada
kantor Catatan Sipil Kota Bekasi Selatan ditentukan oleh dimensi
prosedur tidak sulit, persyaratan simple, pelayanan yang sesuai
harapan masyarakat.
74
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian dilakukan pada Bagian Catatan Sipil Bekasi
Selatan. Sedangkan Waktu penelitian dilakukan pada bulan Desember
2015 sampai dengan bulan Maret 2016.
Tabel III.1
Jadwal Penelitian
NO. Kegiatan (tahun 2016) Jan Jan Jan Jan Feb Feb Feb Feb Mar
1. Tahap Pertama : Penyusunan Usulan Penelitian
a. Penyusunan usulan penelitian b. Sidang usulan penelitian c. Perbaikan usulan penelitian
2. Tahab Kedua : Penulisan Tesis a. Penyusunan kuisioner b. Penyebaran kuisioner c. Analisis dan pengolahan data d. Penulisan laporan tesis e. Bimbingan tesis
3. Tahap ketiga : Sidang Tesis a. Bimbingan akhir tesis b. Perbaikan tesis c. Sidang Tesis
B. Metode Penelitian
Metode penelitian menurut David H Penny pada dasarnya
merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan informasi dengan tujuan
dan kegunaan tertentu, Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan
58
75
empiris. Logis: masuk akal, empiris: Dibahas secara mendalam
berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode Eksplanatif, yaitu suatu penelitian yang menjelaskan atau
menggambarkan sesuatu, yang bertujuan menguji hipotesis yang
berkenaan dengan hubungan sebab akibat diantara variabel yang
diteliti. Sedangkan pengumpulan data dalam metode eksplatif
dilakukan dengan pendekatan survei dikutip Sugiono, Metode
Penelitian Administrasi (Jakarta : Bumi Aksara, 1994 ; 39).
C. Definisi Operasional dan Pengkuran Variabel
Penelitian ini menggunakan dua variable bebas (Implementasi
Keijakan dan Kualitas Pelayanan) dan satu variable terikat (kepuasan
pemohon KTP Elektronik).
Definisi operasional dari masing-masing variable adalah:
ryx1
Ryx1x2
ryx2
Gambar III.I : Diagram Konstelasi Penelitian Sumber : Sugiyono (2001:63)
X1
X2
Y
76
Catatan : Y = Kepuasan Pemohon
X1 = Implementasi Kebijakan
X2 = Kualitas Pelayanan
1. Variabel Y (Kepuasan Pemohon KTP Elektronik)
a. Definisi Konseptual
Secara konseptual kepuasan pemohon Kartu Tanda Penduduk
(KTP) elektronik dapat didefinisikanya itu Kepuasan Masyarakat
adalah suatu kondisi dimana pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat telah sesuai dengan harapan dan keinginan yang di
kehendak, sehingga tidak terjadi keluhan.
b. Definisi Operasional
Sedangkan definisi operasional kepuasan pemohonan Kartu
Tanda Penduduk (KTP Elektronik) dapat di definisikan yaitu
harapan atau keinginan yang ideal dari masyarakat dalam
memperoleh pelayanan di bidang kependudukan yang ditandai
oleh adanya prosedur yang jelas serta mudah dimengerti,
petugas yang melayani dengan baik, persyaratan sederhana tapi
mudah dimengerti, adanya komunikasi dua arah antara petugas
dan masyarakat, serta menimbulkan kerja sama yang baik.
c. Indikator
Banyaknya pendapat tentang teori pengawasan
khususnya dibidang kependudukan tersebut diatas, dapat diambil
beberapa indikator yang sesuai dengan indentifikasi masalahnya
77
diantara lain: (1) sesuai kebijakan, (2) rencana yang ditetapkan,