Top Banner
STUDI DAYA SERAP FILM KITOSAN–MIKROKRISTAL SELULOSA ALANG–ALANG (Imperata cylindrica) SEBAGAI ADSORBEN LOGAM KADMIUM (Cd) MENGGUNAKAN METODE ADSORPSI–FILTRASI KOLOM TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 Universitas Sumatera Utara
119

TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Oct 02, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

STUDI DAYA SERAP FILM KITOSAN–MIKROKRISTAL SELULOSA ALANG–ALANG (Imperata cylindrica) SEBAGAI ADSORBEN

LOGAM KADMIUM (Cd) MENGGUNAKAN METODE ADSORPSI–FILTRASI KOLOM

TESIS

Oleh

HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN

127006015/KIM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

Universitas Sumatera Utara

Page 2: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

STUDI DAYA SERAP FILM KITOSAN–MIKROKRISTAL SELULOSA ALANG–ALANG (Imperata cylindrica) SEBAGAI ADSORBEN

LOGAM KADMIUM (Cd) MENGGUNAKAN METODE ADSORPSI – FILTRASI KOLOM

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dari Program Studi Magister Ilmu Kimia Pada Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN

127006015/KIM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

Universitas Sumatera Utara

Page 3: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Judul Tesis : STUDI DAYA SERAP FILM KITOSAN–MIKROKRISTAL SELULOSA ALANG–ALANG (Imperata cylindrica) SEBAGAI ADSORBEN LOGAM KADMIUM (Cd) MENGGUNAKAN METODE ADSORPSI–FILTRASI KOLOM

Nama Mahasiswa : Hartika Samgrace Siagian Nomor Pokok : 127006015 Program Studi : Ilmu Kimia

Menyetujui:

Komisi Pembimbing,

(Dr. Darwin Yunus Nasution, M.S.) Ketua Anggota

(Dr. Ribu Surbakti, M.S.)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D.) (Dr. Sutarman, M.Sc.)

Tanggal Lulus: 4 Februari 2015

Universitas Sumatera Utara

Page 4: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Telah diuji pada Tanggal: 4 Februari 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Dr. Darwin Yunus, M.S.

ANGGOTA : 1. Dr. Ribu Surbakti, M.S.

2. Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc.

3. Dr. Mimpin Ginting, M.S.

4. Dr. Juliati Tarigan, M.S.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

PERNYATAAN ORISINALITAS

STUDI DAYA SERAP FILM KITOSAN–MIKROKRISTAL SELULOSA ALANG-ALANG (Imperata cylindrica) SEBAGAI ADSORBEN

LOGAM KADMIUM (Cd) MENGGUNAKAN METODE ADSORPSI–FILTRASI KOLOM

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri dan semua sumber, baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Medan, 4 Februari 2015

Hartika S. Siagian

Universitas Sumatera Utara

Page 6: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Hartika Samgrace Siagian

Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 26 Agustus 1990

Alamat Rumah : Jl. Orde Baru Gg. Kutilang Km.12,5 Diski,

Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang,

Provinsi Sumatera Utara

Telepon/HP : 085262369321

Email : [email protected]

Nama Ayah : Harun Siagian

Nama Ibu : Mariasty Sijabat

DATA PENDIDIKAN

SD : SD SWASTA PANGERAN ANTASARI MEDAN Pindah: 1997

SD NEGERI NO 101737 SUNGGAL Tamat: 2002

SMP : SMP NEGERI 2 SUNGGAL Tamat: 2005

SMA : SMA SANTO THOMAS 3 MEDAN Tamat: 2008

S1 : UNIVERSITAS NEGERI MEDAN Tamat: 2012

Universitas Sumatera Utara

Page 7: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala berkah dan rahmat-Nya sehingga tesis penelitian dengan judul “Studi Daya

Serap Film Kitosan–Mikrokristal Selulosa Alang–Alang (Imperata cylindrica)

sebagai Adsorben menggunakan Metode Adsopsi-Filtrasi Kolom” dapat

diselesaikan.

Ucapan terima kasih dan curahan cinta kepada Ibunda Mariasty Sijabat dan

Ayahanda Harun Siagian yang tak pernah henti memberikan dorongan serta cucuran

doa dan kerja keras untuk mendidik penulis dengan penuh kasih sayang terkhusus

selama perkuliahan dan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

Desman Haris Tumpak Siagian, Daniel Guntoro Siagian, A. Siagian, S.H.,

Khatarina br Siagian, S.H., M.Hum., Drs. A. Sijabat serta keluarga besar

Siagian dan keluarga besar Sijabat yang senantiasa memberikan doa dan dukungan

kepada penulis.

Pada kesempatan ini juga penulis menyampaikan terima kasih dan

penghargaan setinggi-tingginya kepada :

Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTMH,M.Sc (CTM), SP.A(K), selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara dan Prof. Dr. Sutarman, M.Sc, selaku Dekan FMIPA

Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada

penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D., selaku Ketua Program Pascasarjana

Ilmu Kimia Universitas Sumatera Utara dan Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc.

selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kimia.

Dr. Darwin Yunus Nasution, M.S. dan Dr. Ribu Surbakti, M.S. selaku

anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan motivasi sehingga

tesis ini dapat diselesaikan.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc., Dr. Mimpin Ginting, M.S. dan Dr.

Juliati Tarigan, M.S. selaku panitia penguji tesis yang telah memberikan arahan dan

motivasi sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Kepala Laboratorium Kimia Polimer FMIPA USU, Kepala Laboratorium

Ilmu Dasar (LIDA) Kimia USU, Kepala Laboratorium Kimia Fisika USU, beserta

staf (kak Ayu) dan semua asisten LIDA atas fasilitas dan sarana yang diberikan.

Kak Leli di Sekretariat Program Studi Magister Kimia yang telah banyak

membantu dalam urusan surat penelitian dan selama perkuliahan.

Teman-teman mahasiswa Magister Kimia S-2 Angkatan 2012 (terkhusus

Elisa Putri, bang Ali Akbari, bang Robi Pahala) dan semua teman-teman yang telah

banyak membantu saya selama menjalankan perkuliahan dan penelitian.

Teman-teman tersayang kak Asriati Manik, Rotio Hutagalung, Rapika

Pasaribu, Tohom Pasaribu, Kharisma Tarigan, Roy Manalu, Immanuel

Sinambela dan semua teman alumni XII IPA 1 SMA St.Thomas 3 Medan

stambuk 2008 yang telah memberikan doa dan motivasi selama perkuliahan dan

penelitian.

Penulis telah berupaya dengan semaksimal mungkin dalam penyelesaian tesis

penelitian ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik isi maupun

tata bahasa, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun dari pembaca demi sempurnanya tesis ini. Akhirnya penulis berharap

tesis penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk pengembangan penelitian baik secara

laboratorium, skala industri dan bermanfaat dalam memperkaya khasanah ilmu

pendidikan.

Medan, 4 Februari 2015

Penulis,

Hartika S. Siagian

Universitas Sumatera Utara

Page 9: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

STUDI DAYA SERAP FILM KITOSAN–MIKROKRISTAL SELULOSA ALANG–ALANG (Imperata cylindrica) SEBAGAI ADSORBEN

LOGAM KADMIUM MENGGUNAKAN METODE ADSORPSI-FILTRASI KOLOM

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pemanfaatan mikrokristal selulosa dari alang-alang (Imperata cylindrica) sebagai bahan pengisi (filler) dalam film kitosan untuk menurunkan kadar logam kadmium (Cd) menggunakan metode filtrasi-adsorpsi kolom. Mikrokristal selulosa (MCC) yang ditambahkan ke dalam larutan film kitosan dengan variasi massa 0,1 g; 0,2 g; 0,3 g. Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pertama adalah pembuatan MCC dari batang alang-alang yang didigesti dengan NaOH 17,5% menghasilkan α-selulosa kemudian dihidrolisis dengan HCl 2,5 N menghasilkan MCC. Analisis ukuran partikel selulosa mikrokristal dengan PSA sebesar 82,278 µm. Tahap kedua adalah pembuatan film kitosan-MCC. Pengujian sifat mekanik terbaik terjadi pada film kitosan dengan penambahan 0,3 g MCC dengan ketebalan film sebesar 0,24 mm dan nilai uji kuat tarik sebesar 10,409 MPa. Hasil analisis sampel film sebagai adsorben logam kadmium menunjukkan bahwa film kitosan dengan penambahan 0,3 g MCC menghasilkan peningkatan daya serap logam kadmium (Cd) paling tinggi yaitu sebesar 79,519% dibandingkan film kitosan tanpa penambahan MCC. Hasil ini didukung oleh hasil analisis SEM menunjukkan bahwa di dalam film terlihat bahwa MCC tersebar merata.. Hasil analisis TGA film kitosan-MCC menunjukkan bahwa film kitosan-MCC memiliki termal yang lebih baik daripada kitosan dan MCC.

Kata Kunci: mikrokristal selulosa, alang-alang, film kitosan, metode filtrasi adsorpsi

kolom, penurunan kadar logam kadmium.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

STUDY ON ADSORPTION FILMS OF CHITOSAN-MICROCRYSTALLINE CELLULOSE FROM REEDS (Imperata cylindrica) AS ADSORBENT

FOR CADMIUM USING ADSORPTION–FILTRATION COLUMN METHOD

ABSTRACT

There has been a research about microcrystalline cellulose utilization of reeds (Imperata cylindrica) as filler in chitosan films to reduce levels of metal cadmium (Cd) by using filtration-adsorption column method. Microcrystalline cellulose (MCC) is added to chitosan films fluid with mass variation of 0.1 g; 0.2 g; 0.3 g. This study is divided into two steps: the first is the manufacture of microcrystalline cellulose (MCC) of reed stems were digested with 17.5% NaOH produce α-cellulose then hydrolyzed with 2.5 N HCl produces microcrystalline cellulose (MCC). Microcrystalline cellulose particle size analysis with a PSA of 82.278 µm.. The second is the manufacture of chitosans films and MCC. The best mechanical properties testing occurred on chitosan films with the addition of 0.3 g of microcrystalline cellulose (MCC) with a film thickness of 0.24 mm and a tensile strength test value of 10.409 MPa. The analysis results of the film samples as cadmium metal adsorbent showed that chitosan films with the addition of 0.3 g of microcrystalline cellulose (MCC) results in improvement of absorption of the metal cadmium (Cd) highest at 79.519% compared to chitosan films without the addition of MCC. This result is supported by the results of SEM analysis showed the films look that microcrystalline cellulose (MCC) is spread evenly. The TGA analysis results of chitosan-MCC films showed that the films of chitosan-MCC has better thermal than chitosan and microcrystalline cellulose (MCC).

Keywords: microcrystalline cellulose, reeds, chitosan films, filtration-adsorption column method, decreased levels of cadmium metal.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB 1. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 4

1.6. Metodologi Penelitian 4

1.7. Lokasi Penelitian 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Logam Berat 5

2.2. Logam Kadmium 6

2.3. Kitosan 8

2.3.1. Struktur Molekul Kitosan 9

2.3.2. Sifat dan Karakteristik Kitosan 10

Universitas Sumatera Utara

Page 12: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

2.3.3. Kegunaan Kitosan 13

2.3.4. Kemampuan Kitosan Untuk Menyerap Logam 14

2.4. Selulosa 17

2.4.1. Struktur Molekul Selulosa 17

2.4.2. Sifat Fisika Kimia Selulosa 17

2.4.3. Sumber Selulosa 18

2.4.4. Kemampuan Selulosa sebagai Adsorben Penyerap Ion Logam 19

2.5. Alang-Alang 20

2.6. Selulosa Mikrokristal (MCC) 21

2.7. Adsorpsi 22

2.8. Penggunaan Kitosan-Selulosa sebagai Adsorben 23

2.9. Beberapa Metode Analisis dan Karakterisasi Film 24

2.9.1. Spektroskopi Infra-Merah Fourrier-Transform 24

2.9.2. Uji Kekuatan Tarik 25

2.9.3. Thermogravimetric Analysis (TGA) 26

2.9.4. Mikroskop Pemindai Elektron (SEM) 27

2.9.5. Spektofotometer Serapan Atom (SSA) 27

2.9.6. Partikel Size Analizer (PSA) 30

BAB 3. METODE PENELITIAN 31

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 31

3.2. Alat dan Bahan 31

3.1.1. Alat Penelitian 32

3.1.2. Bahan Penelitian 32

3.3. Prosedur Kerja 32

3.3.1. Pembuatan Reagen 32

Universitas Sumatera Utara

Page 13: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

3.3.1.1. Pembuatan Larutan NaOH 2% 32

3.3.1.2. Pembuatan Larutan Buffer Asetat 32

3.3.1.3. Pembuatan Larutan NaOCl 1,7% 33

3.3.1.4. Pembuatan Larutan NaOH 17,5% 33

3.3.1.5. Pembuatan H2O2 10% 33

3.3.1.6. Pembuatan HCl 2,5 N 33

3.3.1.7. Pembuatan Asam Asetat 1% 33

3.3.1.8. Pembuatan Larutan Standar Cd2+ 2 ppb 33

3.3.2. Preparasi Serbuk Rumput Alang-Alang 34

3.3.3. Isolasi α-selulosa dari Rumput Alang-Alang 34

3.3.4. Pembuatan Selulosa Mikrokristal Alang-Alang 35

3.3.4. Pembuatan Film Kitosan-Selulosa Mikrokristal dengan pelarut Asam Asetat 1% 35

3.4. Karakterisasi Film Kitosan-Selulosa Mikrokristal (MCC) 36

3.4.1. Uji Kuat Tarik 36

3.4.2. Analisis Permukaan Spesimen dengan SEM 37

3.4.3. Analisis FT-IR 37

3.4.4. Perlakuan dan Analisa Penyerapan Logam Larutan Cd2+ dengan Film Kitosan-Mikrokristal Selulosa (MCC) pada Larutan Standar 37

3.5. Bagan Penelitian 39

3.5.1. Penyiapan Serbuk Alang-Alang 39

3.5.2. Pemurnian Serbuk Alang-Alang 40

3.5.3. Pembuatan Selulosa Mikrokristal dari α-selulosa Serat Alang-Alang 41

3.5.4. Pembuatan Spesimen Film Campuran Kitosan-Mikrokristal Selulosa (MCC) Alang-Alang 42

Universitas Sumatera Utara

Page 14: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

3.5.5. Penggunaan Film Kitosan-Mikrokristal Selulosa (MCC) sebagai Penurun Konsentrasi Ion Logam Kadmium (Cd) 43

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 44

4.1. Isolasi α-selulosa Alang-Alang 44

4.2. Pembuatan Mikrokristal Selulosa (MCC) Alang-Alang 45

4.3. Karakterisasi Mikrokristal Selulosa (MCC) Alang-Alang 46

4.3.1. Analisis FT-IR 46

4.3.2. Analisis Ukuran Partikel Mikrokristal Selulosa (MCC) Alang-Alang Menggunakan Particle Size Analyzer (PSA) 47

4.4. Pembuatan Film Kitosan dan Kitosan Mikrokristal Selulosa 48

4.5. Karakterisasi Film Kitosan-Mikrokristal Selulosa (MCC) 50

4.5.1. Analisis FT-IR 51

4.5.2. Pengujian Sifat Mekanik dan Fisik 54

4.5.3. Analisis Sampel dengan SSA 56

4.5.4. Analisis Morfologi Menggunakan SEM 64

4.5.5. Analisis Degradasi Termal Menggunakan TGA 66

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 68

5.1. Kesimpulan 68

5.2. Saran 68

DAFTAR PUSTAKA 69

Universitas Sumatera Utara

Page 15: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Aplikasi dan Kegunaan Kitosan di Berbagai Bidang 14

Tabel 2.2. Kandungan Kimia Alang-Alang 21

Tabel 3.1. Nama Alat dan Bahan Penelitian 31

Tabel 3.2. Perbandingan Massa Kitosan dan MCC 36

Tabel 4.1. Data Analisis FT-IR serbuk Mikrokristal Selulosa 46

Tabel 4.2. Data Analisis FT-IR Film Kitosan dan Film Kitosan-Mikrokristal Selulosa (MCC) Alang-Alang

51

Tabel 4.3. Data Ketebalan Film 54

Tabel 4.4. Data Uji Kekuatan Tarik 55

Tabel 4.5. Check Alat Spektrofotometer Serapan Atom 56

Tabel 4.6. Data Sensitivity Instrumen SSA 57

Tabel 4.7. Konsentrasi Logam Kadmium dengan Metode Kolom 59

Tabel 4.8. Hasil Peningkatan Daya Serap Logam Kadmium (Cd) setelah dilewatkan dengan Film Kitosan-Mikrokristal Selulosa (MCC) Alang-Alang

59 Tabel 4.9. Konsentrasi Logam Kadmium dengan Metode Kolom 60

Tabel 4.10. Hasil Peningkatan Daya Serap Logam Kadmium (Cd) setelah dilewatkan dengan Film Kitosan dan Film Kitosan-Mikrokristal Selulosa (MCC) Alang-Alang

61

Universitas Sumatera Utara

Page 16: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Struktur Molekul Kitosan 9

Gambar 2.2. Reaksi Pembentukan Khelat Kitosan dengan Logam Kadmium

15

Gambar 2.3. Struktur Molekul Selulosa 17

Gambar 2.4. Skema Komponen Dasar FT-IR 24

Gambar 2.5. Spesimen Uji Tarik 25

Gambar 2.6. Komponen-komponen Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

28

Gambar 3.1. Standar ASTM D638 36

Gambar 3.2. Skema Peralatan Penyerapan Logam Kadmium (Cd) Menggunakan Film Kitosan dan Film Kitosan-MCC

38

Gambar 3.5. Bagan Penelitian 39

Gambar 3.5.1. Penyiapan Serbuk Alang-Alang 39

Gambar 3.5.2. Pemurnian Serbuk Alang-Alang (Isolasi α-Selulosa) 40

Gambar 3.5.3. Pembuatan Selulosa Mikrokristal (MCC) dari α-Selulosa 41

Gambar 3.5.4. Pembuatan Spesimen Film Campuran Kitosan-MCC dengan Pelarut Asam Asetat 1%

42

Gambar 3.5.5. Penggunaan Film Kitosan-MCC sebagai Penyerap Logam Kadmium (Cd) pada Larutan Standar

43

Gambar 4.1. Isolasi α-Selulosa Alang-Alang 44

Gambar 4.2. Mikrokristal Selulosa (MCC) Alang-Alang 45

Gambar 4.3. Spektrum FT-IR Mikrokristal Selulosa (MCC) Alang-Alang

46

Gambar 4.4. Film Kitosan tanpa MCC 48

Gambar 4.5. Film Kitosan dengan Penambahan 0,1 g MCC 49

Gambar 4.6. Film Kitosan dengan Penambahan 0,2 g MCC 49

Universitas Sumatera Utara

Page 17: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Gambar 4.7. Film Kitosan dengan Penambahan 0,3 g MCC 50

Gambar 4.8. Spektrum FT-IR dari Selulosa Mikrokristal, Film Kitosan dan Film Kitosan-MCC

52

Gambar 4.9. Usulan Interaksi Hidrogen Intermolekuler dan Intramolekuler antar Molekul Selulosa Mikrokristal dan Kitosan dalam Film

53 Gambar 4.10. Kurva Kalibrasi Analisis Sampel 58

Gambar 4.11. Peningkatan Daya Serap Kadar Logam Kadmium (Cd) dengan Metode Perendaman

60

Gambar 4.12. Peningkatan Daya Serap Kadar Logam Kadmium (Cd) dengan Metode Filtrasi-Adsorpsi Kolom

61

Gambar 4.13. Usulan Ikatan Kovalen antara Kitosan dan Selulosa dalam Film Terhadap Ion Logam Kadmium (Cd)

63

Gambar 4.14. SEM Film Kitosan (a) Perbesaran 100x (b) Perbesaran 500x (c) Perbesaran 1000x

64

Gambar 4.15. SEM Film Kitosan dengan penambahan 0,3 g MCC (a) Perbesaran 100x (b) Perbesaran 500x (c) Perbesaran 1000x

65 Gambar 4.16. Kurva Temperatur vs Berat Film Kitosan-MCC (1,7:0,3) 66

Universitas Sumatera Utara

Page 18: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1. Tahapan Pembuatan α-Selulosa dari Alang-Alang 80

Lampiran 2. Tahapan Pembuatan Mikrokristal Selulosa (MCC) 81

Lampiran 3. Pembuatan Film Kitosan dan Film Kitosan-MCC 82

Lampiran 4. Proses Pencetakan Film Kitosan dan Film Kitosan-MCC 84

Lampiran 5. Proses Adsorpsi Logam Kadmium (Cd) dengan Metode Kolom

86

Lampiran 6. Spektrum Analisis Gugus Fungsi Mikrokristal Selulosa (MCC) dengan FT-IR

88

Lampiran 7. Spektrum Analisis Gugus Fungsi Film Kitosan dengan FT-IR

89

Lampiran 8. Spektrum Hasil Analisis Gugus Fungsi Film Kitosan-MCC dengan FT-IR

90

Lampiran 9. Hasil Uji Tarik Film Kitosan dengan Penambahan 0,1 g MCC

91

Lampiran 10. Hasil Uji Tarik Film Kitosan dengan Penambahan 0,2 g MCC

92

Lampiran 11. Hasil Uji Tarik Film Kitosan dengan Penambahan 0,3 g MCC

93

Lampiran 12. Hasil Analisis Degradasi Termal Menggunakan TGA 94

Lampiran 13. Hasil Analisis SSA untuk Adsorpsi Larutan Logam Kadmium (Cd) Menggunakan Metode Adsorpsi Filtrasi Kolom

95 Lampiran 14. Hasil Analisis SSA untuk Adsorpsi Larutan Logam

Kadmium (Cd) Menggunakan Metode Perendaman

96

Lampiran 15. Hasil Analisis Ukuran Partikel Mikrokristal Selulosa Alang-Alang Menggunakan Particle Size Analyzer (PSA)

97

Lampiran 16. Perhitungan Persentase Adsorpsi atau Efisiensi Adsorpsi (%E)

98

Universitas Sumatera Utara

Page 19: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

STUDI DAYA SERAP FILM KITOSAN–MIKROKRISTAL SELULOSA ALANG–ALANG (Imperata cylindrica) SEBAGAI ADSORBEN

LOGAM KADMIUM MENGGUNAKAN METODE ADSORPSI-FILTRASI KOLOM

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pemanfaatan mikrokristal selulosa dari alang-alang (Imperata cylindrica) sebagai bahan pengisi (filler) dalam film kitosan untuk menurunkan kadar logam kadmium (Cd) menggunakan metode filtrasi-adsorpsi kolom. Mikrokristal selulosa (MCC) yang ditambahkan ke dalam larutan film kitosan dengan variasi massa 0,1 g; 0,2 g; 0,3 g. Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pertama adalah pembuatan MCC dari batang alang-alang yang didigesti dengan NaOH 17,5% menghasilkan α-selulosa kemudian dihidrolisis dengan HCl 2,5 N menghasilkan MCC. Analisis ukuran partikel selulosa mikrokristal dengan PSA sebesar 82,278 µm. Tahap kedua adalah pembuatan film kitosan-MCC. Pengujian sifat mekanik terbaik terjadi pada film kitosan dengan penambahan 0,3 g MCC dengan ketebalan film sebesar 0,24 mm dan nilai uji kuat tarik sebesar 10,409 MPa. Hasil analisis sampel film sebagai adsorben logam kadmium menunjukkan bahwa film kitosan dengan penambahan 0,3 g MCC menghasilkan peningkatan daya serap logam kadmium (Cd) paling tinggi yaitu sebesar 79,519% dibandingkan film kitosan tanpa penambahan MCC. Hasil ini didukung oleh hasil analisis SEM menunjukkan bahwa di dalam film terlihat bahwa MCC tersebar merata.. Hasil analisis TGA film kitosan-MCC menunjukkan bahwa film kitosan-MCC memiliki termal yang lebih baik daripada kitosan dan MCC.

Kata Kunci: mikrokristal selulosa, alang-alang, film kitosan, metode filtrasi adsorpsi

kolom, penurunan kadar logam kadmium.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

STUDY ON ADSORPTION FILMS OF CHITOSAN-MICROCRYSTALLINE CELLULOSE FROM REEDS (Imperata cylindrica) AS ADSORBENT

FOR CADMIUM USING ADSORPTION–FILTRATION COLUMN METHOD

ABSTRACT

There has been a research about microcrystalline cellulose utilization of reeds (Imperata cylindrica) as filler in chitosan films to reduce levels of metal cadmium (Cd) by using filtration-adsorption column method. Microcrystalline cellulose (MCC) is added to chitosan films fluid with mass variation of 0.1 g; 0.2 g; 0.3 g. This study is divided into two steps: the first is the manufacture of microcrystalline cellulose (MCC) of reed stems were digested with 17.5% NaOH produce α-cellulose then hydrolyzed with 2.5 N HCl produces microcrystalline cellulose (MCC). Microcrystalline cellulose particle size analysis with a PSA of 82.278 µm.. The second is the manufacture of chitosans films and MCC. The best mechanical properties testing occurred on chitosan films with the addition of 0.3 g of microcrystalline cellulose (MCC) with a film thickness of 0.24 mm and a tensile strength test value of 10.409 MPa. The analysis results of the film samples as cadmium metal adsorbent showed that chitosan films with the addition of 0.3 g of microcrystalline cellulose (MCC) results in improvement of absorption of the metal cadmium (Cd) highest at 79.519% compared to chitosan films without the addition of MCC. This result is supported by the results of SEM analysis showed the films look that microcrystalline cellulose (MCC) is spread evenly. The TGA analysis results of chitosan-MCC films showed that the films of chitosan-MCC has better thermal than chitosan and microcrystalline cellulose (MCC).

Keywords: microcrystalline cellulose, reeds, chitosan films, filtration-adsorption column method, decreased levels of cadmium metal.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberadaan logam berat di lingkungan dapat berbahaya bagi makhluk hidup,

meskipun beberapa logam berat (contohnya Fe dan Zn) dalam konsentrasi kecil

bersifat essensial bagi makhluk hidup karena diperlukan untuk metabolisme tubuh

(Firdaus, 2012). Senada dengan Quek, dkk (1998) Logam dapat membahayakan bagi

kehidupan manusia jika konsentrasi melebihi batas ambang yang diijinkan, apabila

konsentrasinya belum melebihi batas ambang, keberadaan logam berat telah diketahui

bersifat akumulatif dalam sistem biologis.

Mengingat bahaya yang dapat ditimbulkan oleh logam berat, banyak metode -

metode baru yang murah, efektif, dan efisien yang dikembangkan untuk menurunkan

kadar logam berat dalam air antara lain pengendapan kimia, filtrasi mekanik, penukar

ion, elektrodeposisi, oksidasi reduksi, sistem membran, dan adsorpsi fisik (Herwanto

dan Eko, 2006). Proses adsorpsi lebih banyak dipakai dalam industri karena lebih

ekonomis dan tidak menimbulkan efek samping yang beracun. Adsorpsi adalah

proses akumulasi adsorbat pada permukaan adsorben yang disebabkan oleh gaya tarik

antar molekul adsorbat dengan permukaan adsorben (Setyaningtyas, 2005 dalam

Nurhasni, 2012).

Penggunaan adsorben konvensional memerlukan biaya operasional dan

regenerasi yang relatif lebih mahal (Wiloso, 2003 dalam Nurhasni, 2012). Adsorben

konvensional yang sering digunakan dalam proses adsorpsi adalah alumina, karbon

aktif, silika gel, dan zeolit. Adsorben tersebut mempunyai kemampuan adsorpsi yang

baik tetapi tidak ekonomis. Dewasa ini sedang digalakkan penelitian mengenai

penggunaan adsorben alternatif yang berasal dari alam, karena selain memiliki

kemampuan adsorpsi yang baik, adsorben tersebut juga bersifat lebih ekonomis

(Jalali, dkk., 2002 dalam Nurhasni 2012).

Universitas Sumatera Utara

Page 22: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Akhir-akhir ini banyak penelitian yang mencoba menemukan adsorben yang

lebih ekonomis, ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan. Salah satunya adalah

penggunaan adsorben yang mengandung polimer alam seperti kitosan. Kitosan

merupakan biopolimer yang efektif digunakan sebagai adsorben logam berat karena

sifatnya yang tidak beracun, memiliki kekuatan mekanik yang tinggi,

biokompatibilitas, biodegradabilitas dan biofungsionalitas (Kousalya, dkk. 2010)

Dari berbagai literatur diketahui bahwa kitosan dapat digunakan untuk

mengadsorpsi beberapa logam yaitu Cu (II), Pb (II), U (VI), Cr (III), Cr (VI), Ni (II),

Cd (II), Zn (II), Co (II), Fe (II), Mn (II), Pt (IV), Pd (II), V (V) dan V (VI) (Santoso,

2012). Hal ini senada dengan hasil penelitian Kusumawati (2009) yang menunjukkan

keberadaan gugus amina dalam kitosan yang mampu mengikat logam berat seperti

Cd, Cu, Pb, Fe, Mn dan lainnya.

Hasil penelitian Meriatna (2008) telah menunjukkan bahwa film (membran)

kitosan dapat menurunkan kadar krom (Cr) dan nikel (Ni) dengan metode kolom.

Namun, membran kitosan ini memiliki keterbatasan dalam hal sifat mekanik

(kekuatan mekanik) sehingga diperlukan material pendukung seperti selulosa untuk

meningkatkan kekuatan mekanik film tersebut. Selulosa merupakan biopolimer alami

yang paling berlimpah dengan relatif kuat mekanik kekuatan hingga 1GN/ m2 atau

10.000 Mpa (Yang, 2001). Selulosa sudah banyak dimanfaatkan sebagai adsorben

logam berat antara lain selulosa dari serbuk ampas kelapa (Fatma, 2002), jerami padi

(Fatoni, 2010) dan mikroselulosa (MCC) kapas yang telah dijadikan adsorben ion Cd

(II) pada larutan standar Cd(NO3)2 dimana persen daya serap terhadap ion Cd (II)

sebesar 74,92% (Cahyaningrum, 2012). Selain itu, selulosa juga memiliki struktur

kimia yang mirip dengan kitosan yang memungkinan untuk menghasilkan campuran

(komposit) kitosan-selulosa sebagai adsorben untuk adsorpsi logam. Pada penelitian

Herwanto dan Eko (2006) telah berhasil menghasilkan membran komposit kitosan-

selulosa terikat silang untuk adsorpsi ion logam Pb (II) dengan metode perendaman.

Selain itu, film kitosan-CMC juga telah dibuat untuk adsorpsi logam Cd (II)

Universitas Sumatera Utara

Page 23: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

(Govindarajan, 2011) dimana film ini mampu mengadsorpsi ion logam Cd (II)

mencapai persen daya serap sebesar 64,89%.

Alang-alang (Imperata cylindrica) merupakan tanaman asli Indonesia yang

memiliki kandungan selulosa sebesar 40,22%. Beberapa jurnal telah menyebutkan

manfaat alang-alang sebagai obat-obatan. Namun, pemanfaatan mikrokristal selulosa

alang-alang sebagai adsorben belum pernah dilakukan. Berdasarkan latar belakang di

atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang peningkatan kerja

membran kitosan dengan penambahan mikrokristal selulosa (MCC) alang-alang

sebagai adsorben ion logam Cd (II) dalam larutan standar dengan metode filtrasi-

adsorpsi kolom.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belatang maka

permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana peningkatan kerja film kitosan

dengan penambahan selulosa mikrokristal (MCC) alang-alang sebagai adsorben ion

logam Cd (II) dalam larutan standar.

1.3.Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini akan dibatasi sebagai berikut:

1. Kitosan yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh secara komersial.

2. Rumput alang-alang yang digunakan sebagai bahan pembuat mikrokristal

selulosa (MCC) adalah bagian batang yang berwarna putih.

3. Ion logam Cd (II) yang digunakan adalah larutan standar Cd(NO3)2.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui peningkatan kerja film kitosan

dengan penambahan selulosa mikrokristal (MCC) alang-alang sebagai adsorben ion

logam Cd (II) dalam larutan standar Cd(NO3)2.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi tanaman

rumput alang-alang untuk menghasilkan mikrokristal selulosa yang dapat digunakan

sebagai bahan pengisi dalam pembuatan film kitosan sebagai adsorben ion logam Cd

(II).

1.6. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium yang dilakukan dalam 3 tahap:

1. Tahap pertama yaitu, proses penyiapan serbuk alang-alang yang kemudian

diisolasi untuk mendapatkan α-selulosa.

2. Tahap kedua yaitu, proses hidrolisis α-selulosa dengan hidrolisis asam yaitu

menggunakan HCl 2,5 N yang akan menghasilkan selulosa mikrokristal.

Karakterisasi yang digunakan adalah analisa menggunakan FT-IR dan PSA.

3. Tahap ketiga yaitu pembuatan film kitosan dengan selulosa mikrokristal

(MCC) sebagai filler. Karakterisasi yang digunakan adalah uji tarik, analisis

SEM, analisis FT-IR dan analisis TGA.

4. Tahap keempat yaitu menguji daya serap ion logam Cd (II) dengan film

kitosan-selulosa. Karakterisasi yang digunakan adalah analisis AAS.

1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Dasar Lida FMIPA USU,

Laboratorium Kimia Polimer MIPA USU, Laboratorium Kimia Fisika Jurusan

Kimia FMIPA USU, Laboratorium TERPADU, Laboratorium Farmasi,

Laboratorium Kimia Organik UGM, dan Pusat Laboratorium Forensik

(PUSLABFOR) MABES POLRI Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Logam Berat

Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai densitas <5 g/cm3 dalam air laut,

logam berat terdapat dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Dalam kondisi alam ini,

logam berat dibutuhkan oleh organism untuk pertumbuhan dan perkembangan

hidupnya (Effendi, 2000).

Selain bersifat racun, logam berat juga terakumulasi dalam sedimen dan biota

melalui proses biokonsentrasi, bioakumulasi dan biomagnifikasi oleh biota laut.

Logam-logam berat yang masuk ke dalam tubuh hewan umumnya tidak dikeluarkan

lagi dari tubuh mereka. Karena itu logam-logam cenderung untuk menumpuk dalam

tubuh mereka. Sebagai akibatnya, logam-logam ini akan terus ada di sepanjang rantai

makanan. Hal ini disebabkan karena predator pada satu trofik level yang lebih rendah

yang telah tercemar (Hutabarat, 1991).

Logam juga dapat menyebabkan timbulnya suatu bahaya pada makhluk hidup.

Hal ini terjadi jika sejumlah logam mencemari lingkungan. Logam-logam tertentu

sangat berbahaya jika ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam lingkungan, karena

logam tersebut mempunyai sifat merusak tubuh makhluk hidup. Di samping hal

tersebut, beberapa logam sangat diperlukan dalam proses kehidupan makhluk hidup.

Dalam hal ini logam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu logam esensial dan

nonesensial. Logam esensial adalah logam yang sangat membantu di dalam proses

fisiologi makhluk hidup dengan jalan membantu kerja enzim atau pembentukan organ

dari makhluk yang bersangkutan. Sedangkan logam non esensial adalah logam yang

peranannya dalam tubuh makhluk hidup belum diketahui, kandungannya dalam

jaringan hewan sangat kecil dan apabila kandungannya tinngi akan merusak organ

tubuh makhluk yang bersangkutan (Vogel, 1994).

Toksisitas logam berat bisa dikelompokkan menjadi 3, yaitu bersifat toksik

tinggi yang terdiri dari unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu dan Zn; bersifat toksik sedang

yang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni dan Co; dan bersifat toksik rendah yang terdiri

Universitas Sumatera Utara

Page 26: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

atas unsur Mn dan Fe. Tingkat toksisitas logam berat terhadap hewan air, mulai dari

yang paling toksik, adalah Hg, Cd, Zn, Pb, Cr, Ni dan Co. tingkat toksisitas terhadap

manusia dari yang paling toksik adalah Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, dan Zn

(Widowati dkk. 2008).

Banyak logam yang bersifat toksik dalam air dan mencemari air tawar

maupun air laut. Jika pencemaran air karena logam terjadi maka organisme pertama

yang terpengaruh akibat penambahan polutan logam ke perairan adalah organisme

dan tumbuhan yang tumbuh di perairan atau habitat tertentu. Dalam tubuh makhluk

hidup, logam mengalami biokonsentrasi dan bioakumulasi sehingga kadar logam di

dalam tubuh makhluk hidup lebih besar daripada di lingkungan perairan. Logam juga

mengalami biomagnifikasi, kadarnya semakin meningkat dengan peningkatan posisi

organisme pada rantai makanan. Karena interaksi antar organism di dalam suatu

ekosistem maka dampak dari limbah logam tersebut pada akhirnya akan sampai pada

hierarki rantai makanan tertinggi yaitu manusia (Santoso, 2012)

Beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa terdapat beberapa macam

penyakit pada manusia akibat memakan makanan dan meminum minuman yang

mengandung logam berat seperti kanker, gangguan saluran cerna, ginjal, dan lain-

lain. Toksisitas (daya racun) logam berat tergantung dari jenis, kadar, efek sinergi

antagonis dan sifat fisik-kimianya. Semakin besar kadar logam berat maka daya

toksisitasnya semakin besar (Hellawel, 1986).

2.2. Logam Kadmium

Kadmium (Cd) adalah logam putih-silver yang lunak. Pada tabel periodik,

kadmium berada di bawah seng (Zn) dan di atas raksa (Hg). Bilangan oksidasi yang

mungkin terbentuk dari kadmium adalah 0 dan +2. Kadmium tidak memiliki fungsi

biologi, namun kadmium telah terdeteksi pada lebih dari 1000 spesies flora dan

fauna. Kadmium masuk ke lingkungan melalui tiga cara yaitu: penyulingan dan

penggunaan kadmium, peleburan nikel dan tembaga, dan pembakaran bahan bakar

(Santoso, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Page 27: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Menurut Sunardi (2006) kadmium merupakan salah satu unsur logam transisi

golongan 2B yang berwarna putih perak dan mudah dibentuk.kadmium memiliki

massa atom 112,41 sma, densitas 8,65 gram/cm3, dan memiliki titik lebur 594,26 K.

Kadmium ditemukan di alam dalam mineral greenockite, dan dipisahkan dengan seng

melalui penyulingan (destilasi) bertingkat atau melalui proses elektrolisis.

Unsur logam berat kadmium (Cd) terdapat dalam tanah secara alami dengan

kandungan rata-rata rendah yaitu 0,4 mg/kg tanah. Pada tanah yang bebas polusi

kandungannya adalah 0,06-1,00 mg/kg tanah. Peningkatan kandungan kadmium

dapat berasal dari asap kendaraan dan pupuk fosfat yang terakumulasi di tanah. Pada

umumnya tanaman menyerap hanya sedikit (1-5 %) larutan kadmium yang

ditambahkan ke dalam tanah. Akumulasi dalam jangka waktu lama dapat

meningkatkan kandungan kadmium dalam tanah dan tanaman yang sedang tumbuh.

Sayuran mengakumulasi kadmium lebih banyak dibandingkan tanaman pangan

lainnya (Subowo, dkk. 1999).

Menurut Sudarmadji (2006), dalam tubuh manusia kadmium terutama

dieliminasi melalui urin. Hanya sedikit yang diabsorbsi, yaitu 5-10 %. Absorbsi

dipengaruhi oleh faktor diet seperti intake protein, kalsium, Vitamin D dan trace

logam seperti seng (Zn). Proporsi yang besar adalah absorbsi melalui pernapasan

yaitu antara 10-40 % tergantung keadaan fisik. Uap kadmium sangan toksik dengan

lethal dose melalui pernapasan diperkirakan 10 menit terpapar sampai dengan 190

mg/m3 selama 240 menit akan dapat menimbulkan kematian. Gejala umum keracunan

Cd adalah sakit di dada, nafas sesak, batuk-batuk dan lemah.

Senada dengan Darwono (1995) bahwa masuknya kadmium dalam batas yang

tidak diizinkan sangat berbahaya karena dapat menyebabkan penyakit jantung, efek

lain yaitu dapat meracuni pernafasan yang mengakibatkan kerusakan pada paru-paru,

usus, hati, ginjal dan akhirnya dapat menyebabkan kematian. Pada umumnya

keracunan kadmium dapat merusak semua sel tubuh (Darwono, 1995)

Hal ini senada dengan Widaningrum (2007) yang menyatakan bahwa ion

kadmium sangat berbahaya; memiliki bahaya yang sama dengan raksa. Semua

Universitas Sumatera Utara

Page 28: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

senyawa kadmium berpotensi berbahaya dan beracun. Ketika kadmium dilebur, maka

kadmium akan menguap ke atmosfir dan pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan

penyakit pada ginjal dan tulang sumsum serta emphisema.

Kadmium (Cd) memiliki waktu paruh 30 tahun dan dapat terakumulasi pada

ginjal mengalami disfungsi. Jumlah normal kadmium dalam tanah berada di bawah 1

ppm, tetapi angka tertinggi 1700 ppm dijumpai pada permukaan sampel tanah yang

diambil di dekat pertambangan biji seng (Zn). Kadmium lebih mudah terakumulasi

pada tanaman dibandingkan dengan ion logam berat lainnya seperti timbal (Pb).

Kadmium bergabung bersama timbal dan merkuri sebagai the big three heavy

metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia. Menurut

badan dunia FAO/WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia

adalah 400-500 g per orang atau 7 mg per kg berat badan. Kadmium yang terdapat

dalam tubuh manusia sebagian besar diperoleh melalui makanan dan tembakau,

hanya sejumlah kecil berasal dari air minum dan polusi udara (Widaningrum, 2007).

2.3. Kitosan

Kitosan ditemukan oleh C. Roughet pada tahun 1859 dengan cara memasak

kitin dengan basa. Perkembangan penggunaan kitin dan kitosan meningkat pada

tahun 1940-an, terlebih dengan semakin diperlukannya bahan alami oleh berbagai

industri sekitar tahun 1970-an. Kitosan merupakan produk deasetilasi kitin. Kualitas

dan nilai ekonomi kitosan dan kitin ditentukan oleh kualitas dan harga jualnya.

Perbedaan antara kitin dan kitosan didasarkan pada kandungan nitrogennya. Bila

nitrogen kurang dari 7% maka polimer disebut kitin dan apabila kandungan total

nitrogennya lebih dari 7% disebut kitosan. Perbedaan lainnya antara kitin dan kitosan

terdapat dalam derajat deasetilasinya. Kitosan mempunyai derajat deasetilasi berkisar

antara 80-90%, akan tetapi kebanyakan publikasi menggunakan istilah kitosan

apabila derajat deasetilasi lebih besar 70% (Kaban, 2009).

Hal ini senada dengan Hardjito (2006), kitosan merupakan salah satu bahan

yang memiliki prospek yang baik dimasa depan. Kitosan merupakan salah satu

Universitas Sumatera Utara

Page 29: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

polisakarida kationik alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin yang banyak terdapat

di alam. Kitin dapat diperoleh dari crustacean atau berbagai fungi. Kitosan sebagai

polimer alami dapat dihasilkan dari hewan berkulit keras terutama dari laut seperti

udang, rajungan, kepiting dengan kadar kitosan antara 10-15%. Selain dari kulit

hewan laut, kitosan juga dapat diperoleh dari dinding sel jamur antara lain

Aspergillus niger.

2.3.1. Struktur Molekul Kitosan

Kitosan adalah padatan amorf putih kekuningan, tidak beracun dan baik

sebagai flokulan dan koagulan serta mudah membentuk membran atau film (Meiratna,

2008), merupakan polimer rantai panjang yang disusun oleh monomer-monomer

glukosamina. Kitosan adalah glukosamina (2-amino-2-deoksi-β-D-glukosa) yang

berkaitan dengan polimer β-1,4 dan mengandung N-asetilglukosamina yang lebih

sedikit. Berat molekul kitosan adalah 1,036 x 106 Dalton. Berat molekul tergantung

dari degradasi yang terjadi pada saat proses pembuatannya (Astuti, 2008).

Rumus umum kitosan adalah (C6H11NO4)n atau disebut sebagai (1,4)-2-amina-2-

deoksi-β-D-Glukosa. Struktur kitosan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur Molekul Kitosan (Aranaz, 2009)

OH

OH

H

NHH

OH

CH2OH

H

CO CH3

H O

H

CH2OH

H

NH2H

OH HO

H

OO

H

OH

CH2OH

H

H

H

NH2

OH

H

n

Universitas Sumatera Utara

Page 30: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

2.3.2. Sifat dan Karakteristik Kitosan

Sifat dari kitosan adalah tidak larut dalam air, memiliki ketahanan kimia

cukup baik, larut dalam larutan asam tetapi tidak larut dalam basa dan ikatan silang

kitosan memiliki sifat tidak larut dalam media campuran asam dan basa, memiliki

reaktivitas kimia yang tinggi karena mengandung gugus -OH dan gugus -NH2

(Muzzarelli, 1997). Kitosan juga mempunyai sifat yang lebih spesifik yaitu dengan

adanya sifat bioaktif, biokomposit, pengkelat, antibakteri dan dapat terdegradasi

(Kumar, dkk., 2000).

Sandford dan Hutchins sebagaimana dikutip Meiratna (2008) menyatakan

sifat kationik, biologi, dan sifat kimia kitosan adalah sebagai berikut :

1. Sifat kationik

Jumlah muatan positif tinggi: suatu muatan per unit gugus glukosamin, jika

banyak material bermuatan negatif (seperti protein) maka muatan positif kitosan

berinteraksi kuat dengan muatan negatif lain (polimer), flokulan yang baik:gugus

NH3+ berinteraksi dengan muatan negatif dari polimer lain.

2. Sifat biologi

Sifat biologi kitosan berkaitan dengan sifat antibakteri. Kitosan digunakan

sebagai antibakteri dikarenakan beberapa sifat yang dimiliki yaitu kemampuannya

dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak dan kemampuannya

dalam memberikan pelapisan terhadap produk sehingga meminimalkan interaksi

antara produk dan lingkungannya. Berbagai hipotesa yang sampai saat ini masih

berkembang mengenai mekanisme kerja kitosan sebagai pengawet adalah afinitas

yang dimiliki oleh kitosan yang sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga dapat

berikatan dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesa protein

(Hadwiger dan Loschke 1978 diacu dalam Hardjito 2006).

Sifat aktifitas antimikroba dari kitosan dalam melawan bakteri tergantung dari

berat molekul dan derajat deasetilasi. Berat molekul dan derajat deasetilasi yang

lebih besar menunjukkan aktifitas antimikroba yang lebih besar (No, dkk. 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 31: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Kitosan sebagai polikationik amina akan berinteraksi dengan kutub negatif dari

lapisan sel bakteri (Young dan Kauss 1983 diacu Chaiyakosha, dkk. 2007).

Helander, dkk. (2001) diacu Chaiyakosha, dkk. (2007) menyatakan bahwa reduksi

sejumlah sel bakteri disebabkan oleh perubahan permukaan sel dan kehilangan

fungsi pelindung dalam sel bakteri tersebut. Bakteri Gram negatif dengan

lipopolisakarida dalam lapisan luarnya memiliki kutub negatif yang sangat sensitif

terhadap kitosan. Dalam penelitiannya Tsai, dkk. (2002) menemukan bahwa

kitosan dapat menghambat pertumbuhan Escherichia coli, adanya penghambatan

ini disebabkan oleh adanya keelektronegatifan permukaan sel E. coli. Perubahan

dalam potensial permukaan E.coli selama pertumbuhan, yaitu terjadinya

peningkatan keelektronegatifan seiring dengan peningkatan umur sel, yaitu sampai

pertumbuhan lambat, namun keelektronegatifan akan menurun setelah bakteri

mencapai fase stasioner. Di lain pihak, Simpson (1997) diacu Suptijah (2006)

menyatakan bahwa kitosan dapat digunakan sebagai antibakteri dengan

mekanisme sebagai berikut: kitosan dapat berikatan dengan membran sel,

diantaranya dengan glutamat yang merupakan komponen membran sel. Selain

berikatan dengan protein membran, terutama fosfatidil kolin (PC) sehingga

menyebabkan permeabilitas inner membran (IM) jadi meningkat dan dengan

meningkatnya permeabilitas IM memberi jalan yang mudah untuk keluarnya

cairan sel. Khususnya pada E. coli setelah 60 menit komponen enzim β-

galaktosidase dapat terlepas, berarti dapat keluar dengan sitoplasma bahkan sambil

membawa komponen metabolit yang lain, yang berarti terjadi lisis. Sehubungan

dengan meningkatnya lisis maka tidak akan terjadi pembelahan sel (regenerasi),

bahkan dapat sampai mati.

Wang (1992) menemukan bahwa aktifitas bakterisidal dari kitosan telah

diobservasi dapat melawan beberapa bakteri gram negatif diantaranya adalah

Escherichia coli. Dalam penelitiannya Chaiyakosha, dkk. (2007) menemukan

bahwa chitosan dengan konsentrasi 150 ppm dan lama perendaman selama 5 menit

mampu mengurangi bakteri Vibrio parahaemolyticus sebesar 90%.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Secara khusus juga kitosan telah diketahui aktif terhadap Stahylococcus

aureus (Fernandez, dkk., 2008). Aktivitas antibakteri kitosan berkolerasi erat

dengan karakteristik permukaan sel mikroba tersebut. Hal ini dikarenakan muatan

positif yang berasal dari gugus asam amino dalam suasana pH asam (di bawah 6,5)

yang menyebabkan depolarisasi membran seluler mikroba, sebagai akibat

terganggunya integritas dinding sel dari hubungan molekul yang menyebabkan

kematian bagi mikroba (Kong, dkk., 2010).

Hal ini senada dengan Prashanth & Tharanathan (2007) aktivitas antimikroba,

yaitu molekul polikationik kitosan berinteraksi dengan sel didominasi komponen

anionik dinding (lipopolisakarida dan protein) dari mikroorganisme, yang

mengakibatkan kebocoran intraseluler komponen akibat perubahan permeabilitas

membran, mencegah nutrisi memasuki sel, pada saat masuk ke sel, mengikat DNA,

menghambat RNA dan sintesis protein, mengikat melalui interaksi hidrofobik.

Kitosan menunjukkan spektrum luas aktivitas antimikroba terhadap kedua gram

positif dan bakteri gram negatif dan jamur. Aktifitas antibakteri kitosan

berhubungan dengan karakteristik permukaan sel mikroba tersebut. Hal ini

dikarenakan muatan positif yang berasal dari gugus asam amino dalam suasana pH

asam (dibawah 6,5), yang menyebabkan depolarisasi membran seluler mikroba,

sebagai akibat terganggunya integritas dinding sel dari hubungan molekul yang

menyebabkan kematian bagi mikroba. Kitosan tidak larut dalam air diatas pH 5.5,

basa dan kebanyakan pelarut organik, tetapi ,larut dalam asam organik encer

(Swastawati, dkk., 2007), sehingga pada suasana asam kitosan dapat larut dan

bekerja, sedangkan dalam suasana basa dia tidak akan bereaksi.

3. Sifat kimia

Kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang baik karena mempunyai sejumlah

gugus hidroksil (-OH) dan gugus amina (-NH2) pada rantainya merupakan

polisakarida bersifat basa. Kebanyakan polisakarida yang terdapat di alam bersifat

Universitas Sumatera Utara

Page 33: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

netral dan asam seperti selulosa, dekstran, peptin, asam alginate, agar, dan agarose

(Kumar, 2000).

Keberadaan gugus amina (-NH2) dan hidroksil (-OH) menjadikan kitosan

sebagai polisakarida yang reaktif untuk adsorpsi dan dapat berinteraksi dengan

molekul yang bermuatan negatif. Kitosan telah digunakan di berbagai bidang

industri seperti industri makanan aditif, kosmetik, material pertanian dan untuk

anti bakterial. Kitosan juga sering digunakan sebagai adsorben pada ion logam dan

spesies organik. Hal ini disebabkan oleh adanya gugus amina dan gugus hidroksil

dari rantai kitosan yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk berkoordinasi dan

bereaksi (Lee, dkk., 2009). Atom nitrogen pada gugus amina menyediakan

pasangan elektron bebas yang dapat bereaksi dengan kation logam. Pada pH asam,

gugus amina terprotonasi sehingga meningkatkan kelarutan kitosan yang bersifat

tidak larut dalam pelarut alkali dan pada pH netral (Bernkop, dkk., 2004).

2.3.3. Kegunaan Kitosan

Menurut Robert (1992), kitosan mudah mengalami degradasi secara biologis,

tidak beracun dan baik sebagai flokulan dan koagulan serta mudah membentuk

membran atau film. Kitosan merupakan suatu biopolymer alam yang reaktif yang

dapat melakukan perubahan-perubahan kimia.

Menurut Robert (1992) kitosan digunakan dalam berbagai bidang, misalnya (1)

dalam industri kertas, kaca, kain, pewarna (2) dalam industri kosmetik (3) dalam

bidang pertanian dan makanan (4) dalam industri semen (5) dalam bidang kesehatan

(6) untuk penyerapan ion logam. Kitosan juga memiliki kegunaan yang beragam

seperti: bahan perekat, adiktif untuk kertas dan tekstil, penjernihan air minum, serta

untuk mempercepat penyembuhan luka, memperbaiki sifat pengikatan warna.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Beberapa aplikasi dan kegunaan kitosan di berbagai bidang ditunjukkan pada

tabel 2.2 seperti berikut:

Tabel 2.2. Aplikasi dan kegunaan kitosan di berbagai bidang

No. Bidang Aplikasi Kegunaan

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Pengelohan limbah Pertanian Industri Kecil Bioteknologi Klarifikasi/Penjernihan - Limbah industri pangan - Limbah sari buah - Penjernihan air minum - Penjernihan kolam renang - Penjernihan zat warna - Penjernihan tanin Kosmetik Biomedis Fotografi

- Bahan Koagolasi/Flokulasi untuk limbah cair - Penghilangan ion-ion metal dari limbah cair

- Dapat menurunkan kadar asam sayur, buah dan

ekstrak kopi - Sebagai pupuk - Bahan antimikrobial

- Serat tekstil - Meningkatkan ketahanan warna

- Bahan-bahan immobilisasi enzim

- Koagulasi/flokulasi - Flokulan pectin/protein - Koagulasi - Flokulan mikroba - Pembentuk komplek - Pembentuk komplek

- Bahan untuk rambut dan kulit - Mempercepat penyembuhan luka - Menurunkan kadar kolesterol

- Melindungi film dari kerusakan

(Sumber: Robert (1992)) 2.3.4. Kemampuan Kitosan Untuk Menyerap Logam

Penggunaan membran kitosan untuk mengadsorpsi ion timbal (Pb2+) pada air

pertambangan di bangka belitung. Membran kitosan dapat mengadsorpsi limbah dari

pertambangan Bangka Belitung dengan persen adsorpsi ≤ 55% (Tiara, 2014). Dari

beberapa literatur juga diketahui bahwa kitosan dapat digunakan untuk mengadsorpsi

beberapa logam Cu (II), Pb (II), U (VI), Cr (III), Cr (VI), Ni (II), Cd (II), Zn (II), Co

(II), Fe (II), Mn (II), Pt (IV), Pd (II), V (V) dan V (VI) (Schmuhl, dkk. 2001).

Kemampuan kitosan untuk mengadsorpsi ion logam kadmium (Cd2+) telah diteliti

Universitas Sumatera Utara

Page 35: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

oleh Lestari dan Aulia (2011) dengan metode perendaman (bacth), dimana diperoleh

persen daya serap sebesar 57,07% dalam waktu perendaman selama 15 menit. Lestari

dan Aulia (2011) menjelaskan bahwa mekanisme penyerapan logam kadmium (Cd)

tersebut terjadi karena adanya pengikatan Cd oleh gugus N dan O yang terdapat

dalam kitosan.

Menurut Redjeki (2012), kitosan dapat mengikat ion-ion logam karena

memiliki pasangan electron bebas pada gugus amina primer yang bersifat nukleofilik

sebagai akseptor proton sehingga gugus amina ini dapat terprotonasi. Gugus amina

bebas –NH2 kitosan dapat mengadsorpsi ion logam (seperti Zn, Cd, Cu, Pb, Mg dan

Fe ) dengan membentuk senyawa kompleks (khelat) (Knoor, 1984). Reaksi

pembentukan kompleks (khelat) merupakan reaksi asam-basa Lewis, dengan asam

Lewis adalah penerima elektron dan basa Lewis adalah penyumbang elektron. Pada

pembentukan kompleks kitosan-ion logam, ligan –NH2 bertindak sebagai basa Lewis

yang menyumbangkan sepasang elektron ke ion Cd (II) membentuk ikatan kovalen

koordinasi. Adapun mekanisme reaksi pembentukan khelat kitosan dengan logam

kadmium (Cd) dapat dilihat pada Gambar 2.2 seperti berikut:

Gambar 2.2. Reaksi Pembentukan Khelat Kitosan dengan Logam Kadmium (Kaminski dan Modrzejewska, 1997)

O

H

CH2OH

H

NH2H

OH HO

H

O

n

∗ ∗+ Cd2+ O

O

NH2

O

O

H2N

O

HOH2C

O

O

CH2OH

O

Cd2+ + 2H+

Universitas Sumatera Utara

Page 36: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Kemampuan kitosan untuk mengikat logam dengan cara pengkhelat adalah

dihubungan dengan kadar nitrogen yang tinggi pada rantai polimernya. Kitosan

mempunyai satu kumpulan amino linier bagi setiap unit glukosa. Kumpulan amino ini

mempunyai satu kumpulan amino linier bagi setiap unit glukosa. Kumpulan amino ini

mempunyai sepasang elektron yang dapat berkoordinat atau membentuk ikatan-ikatan

aktif dengan kation-kation logam. Unsur nitrogen pada setiap monomer kitosan

dikatakan sebagai gugus yang aktif berkoordinat dengan kation logam (Hutahahean,

2001).

Interaksi kitosan dengan ion logam terjadi karena proses pengkompleksan

dimana penukaran ion, penyerapan dan pengkhelatan terjadi selama proses

berlangsung. Ketiga proses tersebut tergantung dari ion logam masing-masing seperti

penukaran ion logam Ca. Kitosan menunjukkan afinitas yang tinggi pada logam

transisi golongan 3, begitu pula pada logam yang bukan golongan alkali dengan

konsentrasi rendah (Muzzarelli, 1973).

Pada umumnya mekanisme serapan kitosan terhadap logam dapat dirumuskan

pada cara yaitu (1) secara pengkhelatan, dimana terbentuknya ikatan aktif antara

nitrogen kitosan dengan kation logam, dalam hal ini nitrogen dari kitosan bertindak

sebagai basa lewis yang menyumbangkan sepasang elektron untuk berkoordinat

dengan logam, (2) secara pertukaran ion yaitu berlaku pertukaran antara proton dari

kitosan dengan kation logam, (3) secara memperangkap, dimana ion logam

terperangkap dalam lingkaran rantai polimer.

Menurut Mc Kay (1987) dalam Meriatna (2008), kitosan mempunyai

kemampuan untuk mengikat logam dan membentuk kompleks kitosan dengan logam.

Contoh mekanismenya adalah sebagai berikut:

2R-NH2 + Cu2+ + 2 Cl- 2(RNH2)CuCl2

Universitas Sumatera Utara

Page 37: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

2.4. Selulosa

2.4.1. Struktur Selulosa

Selulosa merupakan senyawa organik yang paling melimpah di bumi.

Diperkirakan sekitar 1011 ton selulosa dibiosintesis tiap tahun dan selulosa mencakup

sekitar 50% dari karbon tak bebas di bumi. Selulosa membentuk komponen serat dari

dinding sel tumbuhan (Fessenden, 1986).

Selulosa tersusun dari unit-unit anhidroglukopiranosa yang tersambung

dengan ikatan β-1,4-glikosidik membentuk suatu rantai makromolekul tidak

bercabang. Setiap unit anhidroglukopiranosa memiliki tiga gugus hidroksil (Potthast,

dkk., 2006; Zugenmainer, 2008). Selulosa mempunyai rumus empirik (C6H10O5)n

dengan n~1500 dan berat molekul ~ 243.000 (Rowe, dkk., 2009). Struktur selulosa

terdiri dari rantai polimer β-glukosa yang dihubungkan dengan ikatan glikosida 1,4 yang

ditunjukkan pada Gambar 2.3 berikut:

Gambar 2.3. Struktur Molekul Selulosa (Fessenden dkk., 1992)

2.4.2. Sifat Fisika Kimia Selulosa

Menurut Wibisono (2011), selulosa merupakan komponen utama dalam

pembuatan kertas. Selulosa adalah senyawa organik penyusun utama dinding sel dari

tumbuhan. Adapun sifat dari selulosa adalah berbentuk senyawa berserat, mempunyai

tegangan tarik yang tinggi, tidak larut dalam air dan pelarut organik.

OH

H

OHH

OH

CH2OH

H

H O

H

CH2OH

H

OHH

OH HO

H

O *O*

n

Universitas Sumatera Utara

Page 38: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Selulosa mempunyai struktur rantai yang linier, sehingga kristal selulosa

menjadi stabil. Bahan berbasis selulosa sering digunakan karena memiliki sifat

mekanik yang baik seperti kekuatan dan modulus regang yang tinggi, kemurnian

tinggi, kapasitas mengikat air tinggi, dan struktur jaringan yang sangat baik (Gea, dkk

., 2011).

2.4.3. Sumber Selulosa

Selulosa merupakan salah satu polimer yang tersedia melimpah di alam.

Produksi selulosa sekitar 100 milyar ton setiap tahunnya. Sebagian dihasilkan dalam

bentuk selulosa murni seperti yang terdapat dalam rambut biji tanaman kapas. Namun

paling banyak adalah yang berkombinasi dengan lignin dan polisakarida lain seperti

hemiselulosa dalam dinding sel tumbuhan berkayu, baik pada kayu lunak dan keras,

jerami atau bamboo. Selain itu selulosa juga dihasilkan oleh bakteri Acetobacter

xylinum secara ekstraseluler (Klemm, dkk., 1998). Senyawa ini juga dijumpai dalam

plankton bersel satu atau alga di lautan, juga pada jamur dan bakteri (Potthast et al.,

2006; Zugenmainer, 2008). Sebagai bahan baku kimia, selulosa telah digunakan

dalam bentuk serat atau turunannya selama sekitar 150 tahun (Habibi, dkk., 2010).

Ada dua serat alam yang utama yaitu kapas dan wol, yang awalnya

merupakan selulosa polisakarida dan yang belakangan merupakan suatu protein.

Sutera, serat protein lainnya, diproduksi dalam kuantitas yang sangat sedikit. Serat-

serat sintesis diklarifikasikan sebagai selulosa dan nonselulosa (Stevens, 2001).

Selulosa merupakan struktur dasar sel-sel tanaman, oleh karena itu merupakan

bahan alam yang paling penting yang dibuat oleh organisme hidup. Selulosa terdapat

pada semua tanaman dari pohon bertingkat tinggi hingga organisme primitif seperti

rumput laut, flagelata dan bakteria. Kadar selulosa yang tinggi terdapat dalam rambut

biji (kapas, kapok) dan serabut kulit (rami, flax, henep), lumut, ekor kuda dan

bacteria yang mengandung selulosa (Wegener, 1985).

Sumber lain selulosa adalah hasil biosintesis selulosa oleh mikroorganisme

bakteri, alga, dan jamur. Alga dan jamur menghasilkan selulosa melalui sintesis in

Universitas Sumatera Utara

Page 39: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

vitro secara enzimatik dari selobiosal flourida, dan kemosintesis dari glukosa dengan

pembukaan cincin polimerisasi turunan benzil dan pivaloyl. Dari ketiga

mikroorganisme tersebut, hanya spesies Acetobacter xylinum yang diketahui dapat

menghasilkan selulosa dalam jumlah besar. Sumber selulosa lain adalah dari hewan,

yang disebut tunicin atau selulosa hewan karena diperoleh dari organisme bahari

tertentu dari kelas Tunicata (Gea, 2010).

2.4.4. Kemampuan Selulosa sebagai Adsorben Penyerap Ion Logam

Penelitian tentang studi adsorpsi logam dengan menggunakan adsorben telah banyak

dilakukan. Memanfaatkan limbah hasil pertanian atau perkebunan sebagai adsorben

yang mengandung selulosa untuk studi adsorpsi logam juga telah banyak dilakukan

akhir-akhir ini. Fatma (2002) telah meneliti sabut kelapa untuk penyerapan ion logam

kadmium (Cd). Abia dan Asuquo (2007) meneliti serat buah kelapa sawit sebagai

adsorben ion logam Cd (II) dan Cr (III). Igwe dan Abia (2007) meneliti batang jagung

sebagai adsorben ion logam Cd (II), Pb (II) dan Zn (II). Igwe dan Abia (2006)

meneliti serat/sabut kelapa sebagai adsorben logam As (III). Babarinde, dkk. (2008)

meneliti pembungkus buah jagung sebagai biosorben ion logam.

Selain menggunakan berbagai jenis adsorben di atas, adapula adsorpsi dapat

dilakukan dengan menggunakan tumbuhan lain sebagai penyerap logam berat baik

yang berasal dari tumbuhan di air dan tumbuhan yang hidup di tanah. Contohnya

adalah pemanfaatan rumput alang-alang sebagai biosorben Cr (VI) (Rahmi, 2009),

adsorpsi merkuri (II) pada biomassa daun eceng gondok (Al-Ayub, 2010) dan

adsorpsi ion Pb (II) dalam air dengan jerami padi (Yanuar, 2009).

Fatoni (2010) penggunaan selulosa dari jerami padi sebagai adsorben logam

kadmium (II) dapat menyerap ion logam kadmium hingga mencapai 70% dari

konsentrasi awal ion logam kadmium (II). Terjadinya interaksi antara ion logam

kadmium (II) dengan adsorben jerami padi dimungkinkan pada selulosa jerami padi.

Israel (2008) menyatakan selulosa adalah polimer rantai panjang karbohidrat

polisakarida dan gugus fungsi yang ada dalam selulosa murni yaitu gugus hidroksil

Universitas Sumatera Utara

Page 40: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

(OH) yang membuat selulosa poliol dengan gugus fungsi alkohol primer ( -CH2OH)

atau alkohol sekunder (-CHOH) sehingga dapat terjadi adsorpsi pada material

selulosa.

2.5. Alang-Alang

Alang-alang atau ilalang yang memiliki nama ilmiah yaitu Imperata cylindrica

yang merupakan rumput asli Indonesia yang sangat mudah sekali tumbuh dan

berkembang. Alang-alang ialah sejenis rumput berdaun tajam, yang kerap menjadi gulma

di lahan pertanian. Alang-alang menyebar secara alami mulai dari India hingga ke Asia

Timur, Asia Tenggara, Mikronesia, dan Australia. Kini alang-alang juga ditemukan di Asia

Utara, Eropa, Afrika, dan Amerika (Wibisono, 2011). Menurut Moenandir (1988), alang-alang (Imperata Cylindrica) dalam

sistematika (taksonomi) tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Moncotyledonae

Bangsa : Poales

Suku : Gramineae

Marga : Imperata

Jenis : Imperata cylindrica.

Nama umum : Alang-alang

Alang-alang bias digunakan sebagai pakan ternak. Secara tradisional, alang-

alang juga dimanfaatkan penduduk pedesaan untuk membuat atap rumah dikarenakan

keberadaannya yang mudah didapatkan serta tahan lama. Alang-alang juga dapat

dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan kertas. Alang-alang bermanfaat dalam

mengontrol erosi tanah atau sebagai pupuk hijau. Alang-alang juga memiliki manfaat

lain seperti sebagai hiasan dan dapat juga digunakan sebagai alternatif pengobatan

yaitu rimpangnya (Febrisari, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 41: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Menurut Sutiya (2012), sampai saat ini pemanfaatan alang-alang masih sangat

terbatas, walaupun alang-alang dapat digunakan sebagai bahan baku pulp dan

pembuatan kertas sebagai alternatif bahan baku kayu. Selain itu, alang-alang yang

semula dianggap gulma bisa memberikan nilai ekonomis yang tinggi jika diolah.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adapun kandungan kimia alang-alang

dapat ditunjukkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Kandungan Kimia Alang-Alang

No. Kandungan Kimia Alang-Alang Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5.

Kadar Air Ekstraktif Holoselulosa Alfa Selulosa Pentosan/Hemiselulosa

93,76 8,09 31,29 40,22 18,40

(Sumber: Sutiya, 2012)

Hal ini senada dengan Wibisono (2011) menyatakan bahwa bahan kering dari

alang-alang mengandung abu sebesar 5,42 %, silika 3,6 %, lignin 18,12 %, pentosan

28,58 %, dan kadar alfa selulosa 44,28 %, dan juga mempunyai derajat polimerisasi

berkisar 600-1500.

2.6. Selulosa Mikrokristal

Selulosa mikrokristal adalah selulosa yang berbentuk kristalin yang telah

mengalami depolimerisasi parsial dan fraksinasi, berwarna putih, tidak berbau, tidak

berasa, berbentuk serbuk dan merupakan partikel berpori (Adel, 2011).

Secara komersil, selulosa mikrokristal dibuat dari kayu keras. Beberapa

penelitian selulosa mikrokristal telah dilakukan dengan sumber selulosa yang

berbeda-beda seperti jerami (Halim, 2013), kayu aspen dan pinus (Laka, 2007), katun

(Nada, dkk., 2009), ampas tebu (Bhattacharya, dkk., 2008) dan tandan kosong kelapa

sawit (Haafiz, 2013 dan Rosnah, 2009). Ada juga mikrokristal dibuat dari bakteri

seperti bakteri penghasil nata de coco (Sinaga, 2010) dan Gluconacetobacter xylinus

Universitas Sumatera Utara

Page 42: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

(Keshk and Haija, 2011). Umumnya, bahan baku yang berbeda menghasilkan struktur

dan morfologi MCC yang berbeda.

Umumnya, selulosa mikrokristal dibuat dengan proses hidrolisis

menggunakan asam. Senada dengan Rowe, dkk. (2009) yang menyatakan bahwa

selulosa mikrokristal dibuat dengan cara hidrolisis terkontrol alfa selulosa, suatu pulp

dari tumbuhan yang berserat dengan larutan asam mineral encer. Namun, penelitian

Oyeniyi (2012) bahwa proses pembuatan MCC berkembang dengan nilai kristalinitas

dan kemurnian yang tinggi. Penelitian-penelitian tersebut menyimpulkan bahwa

proses pembuatan selulosa mikrokristal adalah proses menghilangkan bagian amorf

dan meninggalkan bagian kristalin dari selulosa (Hsu, 1996).

2.7. Adsorpsi

Adsorpsi adalah proses akumulasi substansi di permukaan antara dua fase

yang terjadi secara fisika dan kimia, atau proses terserapnya molekul-molekul pada

permukaan eksternal atau internal suatu padatan. Akumulasi yang terjadi dapat

berlangsung pada proses cair-cair, cair-padat dan padat-padat. Proses adsorpsi sangat

cocok untuk memisahkan bahan dengan konsentrasi yang kecil dari campuran lain

yang mengandung bahan dengan konsentrasi tinggi. Adsorpsi digunakan dalam

pengolahan air buangan industri, terutama untuk mengurangi komponen-komponen

organik misalnya warna, fenol, detergen, zat-zat toksik dan zat-zat organik yang

sukar diuraikan (Mc Cabe, dkk. 1989)

Adsorpsi yang terjadi karena adanya gaya tarik dari permukaan adsorban dan

energi kinetik molekul adsorbat, dapat berupa adsorpsi fisika, adsorpsi kimia dan

adsorpsi isoterm. Pada adsorpsi fisika terjadi gaya van der Waals antara molekul

adsorbat dan adsorben untuk berikatan. Pada adsorpsi kimia terjadi interaksi antara

elektron-elektron pada permukaan adsorben dengan molekul-molekul adsorbat

membentuk ikatan yang lebih kuat dibandingkan dengan adsorpsi fisika (Bernasconi,

1995). Pada adsorpsi isotherm terjadi kesetimbangan antara konsentrasi dalam fasa

fluida dan konsentrasi dalam partikel adsorben (Mc Cabe, dkk. 1989).

Universitas Sumatera Utara

Page 43: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Proses adsorpsi berlangsung tiga tahap yaitu pergerakan molekul-molekul

adsorbat menuju permukaan adsorben, penyebaran molekul-molekul adsorbat ke

dalam rongga-rongga adsorben dan penarikan molekul-molekul adsorbat oleh

permukaan aktif membentuk ikatan yang berlangsung sangat cepat (sorpsi) (Metcalf

and Eddy, 1979).

2.8. Penggunaan Kitosan – Selulosa sebagai Adsorben

Menurut Bilal (2001) bahwa selulosa mempunyai kemampuan untuk

mengadsorpsi logam berat dengan biaya yang rendah. Selain itu berdasarkan

percobaan sebelumnya telah diketahui bahwa kayu dan komponennya, seperti

selulosa, lignin, hemiselulosa, dan sebagainya, telah digunakan dalam industri

perawatan air untuk menghilangkan logam berat seperti Cu(II), Pb(II), Cd(II), Cr(III)

dan sebagainya. Disisi lain, penghilangan ion logam berat dari air buangan dan

limbah cair industri telah memberikan banyak perhatian selama beberapa tahun

terakhir ini. Hal tersebut disebabkan karena ion logam tersebut telah menyebabkan

masalah kesehatan dalam kehidupan manusia dan hewan.

Kitosan murni pada umumnya digunakan sebagai biosorben logam berat

dalam bentuk serpihan (flakes) (Jonsson-Charrier dkk., 1996) dan serbuk (powder)

(Lima and Airoldi, 2000), sedangkan bentuk kitosan termodifikasi meliputi kitosan

ikat silang (Cao dkk., 2002), dan dipadukan dengan material pendukung selulosa

menjadi komposit kitosan-selulosa (Herwanto, B. dan E. Santoso., 2006). Selulosa

berfungsi sebagai material pendukung. Selulosa dipilih sebagai bahan pendukung

karena termasuk bahan biopolimer dengan struktur kimiawi yang mirip dengan

kitosan, dimana kemiripan struktur kimiawi kitosan dan selulosa akan menjadikan

kedua biopolimer bersifat kompatibel dan mempunyai gaya adhesi yang baik.

Kemampuan adsorpsi kitosan terhadap logam berat sangat dipengaruhi oleh

sifat fisika-kimiawi kitosan. Kitosan tak berikat silang mempunyai kapasitas adsorpsi

lebih besar dari pada kitosan berikat silang, tetapi kitosan berikat silang mempunyai

ketahanan fisik terhadap asam yang lebih baik dari pada kitosan tak berikat silang

Universitas Sumatera Utara

Page 44: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

(Wan Ngah dkk., 2002). Serbuk kitosan dengan ukuran partikel yang lebih kecil

mempunyai kapasitas adsorpsi yang lebih besar dari pada serbuk dengan ukuran

partikel lebih besar (Karthikeyan dkk., 2004).

2.9. Beberapa Metode Analisis dan Karakterisasi Film

2.9.1. Spektroskopi Infra Merah Fourier-Transform (FT-IR)

Spektroskopi inframerah merupakan salah satu teknik analisis yang paling

penting yang tersedia untuk para ilmuwan saat ini. Salah satu keuntungan besar dari

spektroskopi inframerah adalah bahwa hampir semua sampel dapat dipelajari.

Cairan, larutan, pasta, bubuk, film, serat, gas dan permukaan semuanya dapat

dianalisis. Spektroskopi FTIR telah meningkatkan kualitas spektrum inframerah dan

meminimalkan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh data. Spektroskopi

inframerah adalah teknik yang didasarkan pada getaran dari atom molekul. Spektrum

inframerah biasanya diperoleh dengan melewatkan radiasi inframerah melalui

sampel dan menentukan bagian mana dari radiasi yang diserap pada energi tertentu.

Energi yang muncul di setiap puncak dalam spektrum penyerapan dapat

disamakan dengan frekuensi getaran dari bagian molekul sampel (Stuart,

2004)

Karakterisasi gugus ujung dapat dilakukan menggunakan FT-IR. Spektroskopi

FT-IR atau Fourier Transform Infrared dapat menganalisis gugus ujung suatu

senyawa. Dalam penelitian Darni dan Utami (2010) uji FT-IR digunakan untuk

mengidentifikasi bahan kimia yang terkandung dalam suatu polimer.

Komponen dasar sebuah FT-IR ditunjukkan pada Gambar 2.4. seperti berikut:

Gambar 2.4. Skema komponen dasar FT-IR

Sumber Inframerah Interferometer Sampel Detektor Pemprosesan

data dan sinyal

Universitas Sumatera Utara

Page 45: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Cahaya infra merah terbagi menjadi 3 yakni, infra merah dekat, infra merah

pertengahan, dan infra merah jauh. Hampir semua senyawa, termasuk senyawa

organik menyerap dalam daerah inframerah. Agar senyawa bentuk padat dapat

dianalisis pada daerah inframerah maka senyawa tersebut harus dibuat film, dilebur,

atau dilumatkan menjadi cairan yang kental (mull), didispersikan dalam senyawa

halida organik menjadi bentuk cakram atau pellet, atau dilarutkan dalam berbagai

pelarut. Polimer organik dapat dibuat film di antara dua lempengan garam setelah

dilarutkan dalam pelarut yang cocok (Sastrohamidjojo, 1992).

2.9.2. Uji Kekuatan Tarik

Uji yang paling sering digunakan untuk sifat mekanik dari suatu bahan adalah

uji tarik, yang mana suatu kepingan atau silinder dari bahan, yang memiliki panjang L

dan luas area A, diletakkan di salah satu ujung dan berada pada posisi aksial P –

menyatakan panjang spesimen- di sisi lainnya. Adapun gambar spesimen uji kekuatan

tarik ditunjukkan seperti Gambar 2.5. berikut:

Gambar. 2.5. Spesimen Uji Tarik

Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (σt)

mengunakan alat pengukur tensometer atau dinamometer, bila terhadap bahan

diberikan tegangan. Secara praktis, kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban

maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi

dengan luas penampang bahan. Karena selama di bawah pengaruh tegangan,

Universitas Sumatera Utara

Page 46: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik

dinyatakan dengan luas penampang semula (A0). Kekuatan tarik suatu bahan dapat

dilihat pada persamaan (Wirjosentono, 1995).

σt = FmaksA0

dimana: σt menyatakan kuat tarik, Fmaks menyatakan beban maksimum, A0

menyatakan luas penampang bahan.

Satuan untuk tegangan adalah N/m2 (disebut juga Pascal atau Pa) dalam

system SI dan 1b/in2 (atau psi) dalam satuan yang sering digunakan di Amerika

Serikat (Roylance, 2008)

2.9.3. Thermogravimetric Analysis (TGA) Thermogravimetric Analysis (TGA) memantau perubahan massa dari suatu zat

sebagai fungsi temperatur atau waktu selama sampel diletakkan pada suatu program

temperatur yang teratur. TGA sering digunakan untuk mengatur material polimer

berdasarkan stabilitas termalnya dengan membandingkan kehilangan berat versus

temperatur.

Kegunaan TGA yang kedua adalah menentukan laju kehilangan uap, diluent,

dan monomer yang tak beraksi yang harus dihilangkan dari bahan polimer. Bahan

polimer dapat dipirolisis dengan peralatan TGA untuk menentukan pengisis karbon

hitam atau sisa material anorganik.

TGA memberikan ahli kimia laboratorium sejumlah aplikasi penting. Aplikasi

yang paling penting meliputi profil analisis komposisi dan dekomposisi dari sistem

multikomponen yang dilakukan pada berbagai kondisi temperatur dan atmosfer,

parameter tersebut dapat disesuaikan dan diubah pada berbagai titik selama

percobaan. Aplikasi lain yang penting meliputi laju terdekat analisis batubara,

pemisahan kuantitatif dari komponen sampel utama dalam campuran multikomponen,

Universitas Sumatera Utara

Page 47: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

penentuan komponen yang volatil dan menguap dalam material sampel, studi kinetik,

dan reaksi oksidasi-reduksi (Patnaik, 2004).

2.9.4. Mikroskop Pemindai Elektron (SEM)

SEM berbeda dengan mikroskopi elektron transmisi (TEM) dalam hal ini suatu

berkas insiden elektron yang sangat halus di-scan menyilangi permukaan sampel

dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Electron-

elektron yang terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memodulasi

berkas dalam tabung sinar katoda, yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman

medan yang besar dan penampakan yang hamper tiga dimensi.

Dalam penelitian morfologi permukaan SEM terbatas pemakaiannya, tetapi

memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi pemukaan dengan

resolusi sekitar 100 Ǻ. Aplikasi -aplikasi yang khas mencakup penelitian disperse-

dispersi pigmen dalam cat, pelepuhan atau peretakan koting, batas-batas fasa dalam

polipaduan yang tak dapat campur, struktur sel busa-busa polimer, dan kerusakan

pada bahan perekat. SEM teristimewa berharga dalam mengevaluasi penanaman

(implant) bedah polimerik bereaksi baik dengan lingkungan bagian-bagiannya

(Stevens,2001).

2.9.5. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Prinsip kerja SSA adalah mengacu pada absorbsi atom terhadap cahaya.

Atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung sifat

unsurnya. Dengan absorbsi energi, atom akan memperoleh lebih banyak energi,

sehingga akan naik tingkat energinya dari keadaan dasar (ground state) ke tingkat

energi tereksitasi (excited state). Energi ini akan dipancarkan kembali ketika atom

tereksitasi turun kembali ke keadaan dasarnya. Energi inilah yang akan terdeteksi

oleh detektor (Hendayana, 1994).

Cuplikan yang diukur dalam SSA adalah berupa larutan, biasanya air sebagai

pelarutnya. Larutan cuplikan tersebut mengalir ke dalam ruang pengkabutan, karena

Universitas Sumatera Utara

Page 48: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

terisap oleh aliran gas bahan bakar dan oksigen yang cepat. Berbeda dengan

spektroskopi sinar tampak, metode ini tidak mempedulikan warna larutan, sedangkan

larutan cuplikan diatomisasi dahulu (Hendayana, 1994).

Sistem peralatan pada Spektrofotometri serapan atom adalah :

Gambar 2.6. Komponen-komponen spektrofotometer serapan atom (Day, 1998)

1. Sumber Sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode

lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan

anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau

dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau

argon) dengan ttekanan rendah (10-15 torr). Neon biasanya paling sering dipakai

karena memberikan intensitas pancaran yang lebih rendah. Bila antara katoda dan

anoda diberikan tegangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan memancarkan

berkas-berkas elektron yang bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan

energinya sangat tinggi. Elektron-elektron dengan energi tinggi ini dalam

perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan dengan gas-gas mulia yang diisikan

tadi.

Akibat dari tabrakan-tabrakan ini membuat unsur-unsur gas mulia akan

kehilangan elektron dan menjadi ion bermuatan positif. Ion-ion gas mulia yang

Tabung Katoda

berongga Pemotong berputar Nyala Monokromator Detektor

Penguat arus

Pencatat

Sumber Tenaga

Motor Bahan Bakar

Sampel Oksigen

Universitas Sumatera Utara

Page 49: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

bermuatan positif selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi

yang tinggi pula. Sebagaimana disebutkan di atas, pada katoda terdapat unsur-unsur

yang sesuai dengan unsur yang akan dianalisis. Unsur-unsur ini akan ditabrak oleh

ion-ion positif gas mulia. Akibat tabrakan ini, unsur-unsur akan terlempar keluar dari

permukaan katoda. Atom-atom unsur dari katoda ini kemudian akan mengalami

eksitasi ke tingkat energi-energi elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan

spektrum pancaran dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis.

2. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis

harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan gas. Ada

berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi

uap atom-atom yaitu :

a. Nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi

bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Pada cara spektrofotometri

emisi atom, nyala ini berfungsi untuk mengeksitasikan atom dari tingkat dasar ke

tingkat yang lebih tinggi.

Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas-gas yang digunakan,

misalnya untuk gas batubara-udara, suhunya kira-kira sebesar 1800 0C, gas alam-

udara 1700 0C, asetilen-udara 2200 0C, dan gas asetilen-dinitrogen oksida (N2O)

sebesar 3000 0C.

b. Tanpa nyala (Flameless)

Proses pengatoman tanpa nyala dapat dilakukan dalam tungku dari grafit seperti

tungku yang dikembangkan oleh Masmann. Sistem pemanasan dengan tanpa nyala

ini dapat melalui tiga tahap yaitu pengeringan (drying) yang membutuhkan suhu yang

rendah, pengabuan (ashing) yyang membutuhkan suhu yang lebih tinggi karena untuk

menghilangkan matriks kimia dengan mekanisme volatilitasi atau pirolisis, dan

Universitas Sumatera Utara

Page 50: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

pengatoman (atomising). Pada umumnya waktu dan suhu pemanasan tanpa nyala

dilakukan dengan cara terprogram.

3. Monokromator

Pada spektrofotometri serapan atom, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan

dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Disamping sistem

optik, dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk

memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut dengan chopper.

4. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat

pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (photomultiplier tube).

Ada dua cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi yaitu yang memberikan

respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu, dan yang hanya memberikan

respon terhadap radiasi resonansi

5. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem

pencatat hasil. Pencatat hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi

untuk pembacaan suatu angka transmisi atau absorbs. Hasil pembacaan dapat berupa

angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau

intensitas emisi (Rohman, 2007).

2.9.6 Partikel Size Analizer (PSA)

Pada analisa ukuran partikel dengan menggunakan PSA, partikel didispersikan ke

dalam media cair sehingga partikel tidak saling beraglomerasi (menggumpal).

Ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari partikel. Data ukuran partikel yang

didapatkan berupa tiga distribusi yaitu intensitas, jumlah dan volume distribusi,

sehingga dapat diasumsikan menggambarkan keseluruhan kondisi sampel (Nikmatin,

2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 51: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Dasar FMIPA USU.

Dilaksanakan selama 7 bulan, mulai Maret 2014 sampai dengan Desember 2014.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat-Alat Penelitian

3.1. Tabel Alat Penelitian

Nama Alat Spesifikasi Merk

1. Alat-alat gelas - Pyrex

2. Neraca analitis 0,01 mg Ohaus

3. Kertas saring biasa - -

4. Termometer 10o – 360o C Fisher

5. Hot plate 0o – 360 o C Memmert

6. Oven - Memmert

7. Indikator universal pH-fix- 0-14 Macherey-Nagel

8. Seperangkat Alat TGA SDT Q600 Seri 0600-1473

9. Seperangkat Alat Uji Tarik - ASTM D638

10. Seperangkat Mikroskop Pindai Elektron (SEM) SEM EDX BRUKER EVO MA 10

11. Seperangkat Alat FT-IR Shimadzu AA6300

12 Spektrofotometer Serapan Atom PEG FURNACE A 800 FIAS 300

Universitas Sumatera Utara

Page 52: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

3.2.2. Bahan-Bahan Penelitian

Nama Bahan

1. Rumput alang-alang (RAA) -

2. Kitosan -

3. Air Suling -

4. NaOH 2% p.a merck

5. NaOCl 1,75% p.a merck

6. NaOH 17,5% p.a merck

7. H2O2 10% p.a merck

8. HCl(p) p.a merck

9. Asam asetat glasial(p) p.a merck

3.3. Prosedur Kerja

3.3.1. Pembuatan Reagen

3.3.1.1. Pembuatan Larutan NaOH 2%

Sebanyak 20 g NaOH pellet dilarutkan dengan 500 mL air suling dalam gelas beker,

kemudian diaduk hingga larut, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL,

ditambahkan dengan air suling hingga garis tanda, dihomogenkan.

3.3.1.2. Pembuatan Larutan Buffer Asetat

Sebanyak 27 g NaOH pellet dan 75 mL asetat glasial dilarutkan dengan 1000 mL air

suling dalam gelas beker, dihomogenkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 53: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

3.3.1.3. Pembuatan Larutan NaOCl 1,7%

Sebanyak 35,4 mL NaOCl(p) 12% diencerkan dengan air suling hingga garis batas

dalam labu takar 250 mL, dihomogenkan.

3.3.1.4. Pembuatan Larutan NaOH 17,5%

Sebanyak 175 g NaOH pellet dilarutkan dengan 250 mL air suling dalam beker gelas,

diaduk hingga larut, lalu dipindahkan ke dalam labu takar 1000 mL, ditambahkan

dengan air suling hingga garis tanda, dihomogenkan.

3.3.1.5. Pembuatan Larutan H2O2 10%

Sebanyak 333 mL H2O2(p) 30% diencerkan dengan air suling hingga garis batas dalam

labu takar 250 mL, dihomogenkan.

3.3.1.6. Pembuatan Larutan HCl 2,5 N

Sebanyak 208,33 mL HCl(p) 37% diencerkan dengan air suling hingga garis batas

dalam labu takar 1000 mL, dihomogenkan.

3.3.1.7. Pembuatan larutan Asam Asetat 1%

Sebanyak 10 mL asam asetat glasial diencerkan dengan air suling hingga garis batas

dalam labu takar 1000 mL, dihomogenkan.

3.3.1.8. Pembuatan larutan standar Cd2+

3.3.1.8.1. Pembuatan Larutan Standar Cd2+ 1000 mg/L

Sebanyak 2,9039 g Cd(NO3)2.5H2O dimasukkan ke dalam gelas beker 250 mL yang

berisi akuades, diaduk hingga seluruh kristal larut, dimasukkan ke dalam labu takar

1000 mL, ditambahkan air suling hingga garis batas dan dihomogenkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 54: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

3.3.1.8.2. Pembuatan Larutan Standar Cd2+ 100 mg/L

Sebanyak 10 mL larutan induk Cd2+ 1000 mg/L dan dimasukkan ke dalam labu takar

100 mL, kemudian ditambahkan air suling hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.3.1.8.3. Pembuatan Larutan Standar Cd2+ 10 mg/L

Sebanyak 10 mL larutan induk Cd2+ 100 mg/L dan dimasukkan ke dalam labu takar

100 mL, kemudian ditambahkan air suling hingga garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.1.8.4. Pembuatan Larutan Standar Cd2+ 1 mg/L

Dipipet 10 mL larutan induk Cd2+ 10 mg/L dan dimasukkan ke dalam labu takar 100

mL, kemudian ditambahkan air suling hingga garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.1.8.5. Pembuatan Larutan Standar Cd2+ 10 µg/L

Dipipet 1 mL larutan induk Cd2+ 1 mg/L dan dimasukkan ke dalam labu takar 100

mL, kemudian ditambahkan air suling hingga garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.1.8.6. Pembuatan Larutan Standar Cd2+ 2 µg/L

Dipipet 20 mL larutan induk Cd2+ 10 µg/L dan dimasukkan ke dalam labu takar 100

mL, kemudian ditambahkan air suling hingga garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.2. Preparasi Serbuk Rumput Alang-alang

Alang-alang dibersihkan dan dicuci dengan air bersih. Dikeringkan di bawah

sinar matahari sampai kering. Alang-alang yang sudah kering dipotong-potong dan

dihaluskan dengan blender hingga menjadi serat halus.

3.3.3. Isolasi α-selulosa dari Rumput Alang-Alang

Ditimbang 75 g serbuk alang-alang dimasukkan ke dalam gelas beker,

kemudian ditambahkan 1 L larutan NaOH 2% lalu dipanaskan pada suhu 100 0C

selama 4 jam sambil diaduk di atas hot plate. Disaring dan dicuci residu hingga filtrat

Universitas Sumatera Utara

Page 55: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

netral. Selanjutnya diputihkan 1 L larutan yang terbuat dari larutan buffer asetat dan

NaOCl 1,7% dengan perbandingan 1:1, dipanaskan pada suhu 80 0C selama 6 jam

sambil diaduk di atas hot plate. Kemudian disaring dan dicuci residu hingga filtrat

netral (Selverio et al. 2010). Selanjutnya ditambahkan dengan 500 mL larutan NaOH

17,5%, dipanaskan pada suhu 80 0C selama 30 menit sambil diaduk di atas hot plate.

Disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral. Lalu ditambahkan dengan H2O2 10%,

dipanaskan pada suhu 60 0C selama15 menit sambil diaduk dengan pengaduk magnet

di atas hot plate. Disaring dan dikeringkan residu pada suhu 60 0C di dalam oven

kemudian disimpan dalam desikator (Ohwoavworhua, 2005).

3.3.4. Pembuatan Selulosa Mikrokristal Alang-Alang

Serbuk α-selulosa dari alang-alang dihidrolisis dengan HCl 2,5 N dengan

perbandingan serbuk: HCl 2,5 N (1:20) dan direfluks pada 105 ± 2OC selama 15

menit. Kemudian dilakukan pencucian dengan air suling sampai netral, dikeringkan

dalam oven vakum pada 40OC dan tekanan 30 cmHg, dihaluskan dan disimpan untuk

penelitian selanjutnya (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005a).

Selanjutnya selulosa mikrokristal yang diperoleh dikarakteristik sifat fisika-

kimianya yaitu: pengujian FT-IR dan PSA.

3.3.5. Pembuatan Film Kitosan-Mikrokristal Selulosa (MCC) Alang-Alang

Pembuatan film dari campuran kitosan dan selulosa mikrokristal dengan

pelarut asam asetat (1%) menurut prosedur dalam literatur (Sudha,dkk. 2011).

Sebanyak 2 g kitosan dilarutkan dalam 100 mL asam asetat 1% diaduk hingga

homogen. Selama 2 jam proses pelarutan, campuran diaduk dengan pengaduk

magnetik stirer hingga dihasilkan larutan homogen. Film campuran kitosan kemudian

dicetak di atas plat akrilik ukuran 15 cm x 15 cm hingga terbentuk lembaran film.

Film dikeringkan pada suhu ruang selama 2 hari.

Universitas Sumatera Utara

Page 56: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Perlakuan yang sama dilakukan untuk perbandingan sebagai berikut:

Tabel 3.2. Perbandingan masa Kitosan dan Mikrokristal Selulosa (MCC) No Kitosan Mikrokristal Selulosa (MCC)

1. 2 g 0 g

2. 1,9 g 0,1 g

3. 1,8 g 0,2 g

4. 1,7 g 0,3 g

3.4. Karakterisasi Film Kitosan/Selulosa Mikrokristal (MCC) Alang-Alang

3.4.1. Uji Kuat Tarik

Dalam penelitian ini digunakan standar ASTM (American Standard Testing Method)

D638 Tipe 4. Standar ASTM yang diacu. Sampel diuji dengan alat tensile strength

sesuai dengan ASTM D638 untuk polimer film akan diuji kuat tarik dengan ujung-

ujung film dikaitkan pada alat uji dan beban penarik dipasang pada satuan beban kN

(kilo Newton). Film ditarik hingga putus, besar beban penarik dan perubahan panjang

pada saat putus dicatat. Film yang dihasilkan diukur ketebalannya menggunakan alat

ukur ketebalannya dengan menggunakan alat ukur ketebalan mikrometer skrup

dengan ketelitian 0,01 mm sebelum diuji kuat tarik. Ketebalan sampel berpengaruh

terhadap pengujian kuat tarik. Uji ketebalan dilakukan dalam penelitian ini bertujuan

menentukan nilai kuat tarik yang dapat dihitung untuk menghasilkan satuan MPa.

Sampel film diukur sesuai dengan ukuran spesimen pada Gambar 3.1 seperti berikut:

Gambar 3.1. Standar ASTM D638

Universitas Sumatera Utara

Page 57: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

3.4.2. Analisis Permukaan Spesimen dengan SEM

Analisis SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi dari film yang dihasilkan.

Hasil analisis SEM dapat kita lihat rongga-rongga hasil pencampuran kitosan,

selulosa mikrokristal (MCC) alang-alang dan asam asetat. Informasi dari analisis ini

akan mendapatkan gambaran seberapa baik bahan-bahan tersebut tercampur.

3.4.3 Analisis FT-IR

Film uji dijepit pada tempat sampel kemudian diletakkan pada alat FT-IR kearah

sinar infra merah. Hasilnya akan direkam berupa aliran kurva bilangan gelombang

terhadap intensitas.

3.4.4. Perlakuan dan Analisis Penyerapan Logam Cd2+ dengan Film Kitosan-Mikrokristal Selulosa (MCC) pada Larutan Standar

Film kitosan-mikrokristal selulosa (MCC) digunakan untuk menurunkan

kadar logam Cd pada larutan standar. Tahapan penyerapan logam Cd2+ dengan

menggunakan film kitosan dan film kitosan-MCC adalah sebagai berikut: (1) film

kitosan dimasukkan dalam kolom yang berdiameter 8 cm, (2) sampel larutan standar

dipipet sebanyak 50 mL kemudian dilewatkan melalui kolom yang telah berisi film

kitosan, (3) hasil filtrasi dimasukkan ke dalam botol sampel untuk dianalisa dengan

menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) untuk mengetahui kadar logam

Cd, (4) diperoleh data. Perlakuan yang sama dilakukan untuk film kitosan-MCC

dengan variasi 1,9 g kitosan dan 0,1 g MCC; 1,8 g kitosan dan 0,2 g MCC: 1,7 g

kitosan dan 0,3 g MCC sebagai berikut: (1) film kitosan-MCC dimasukkan dalam

kolom yang berdiameter 8 cm, (2) sampel larutan standar dipipet sebanyak 50 mL

kemudian dilewatkan melalui kolom yang telah berisi film kitosan-MCC, (3) hasil

filtrasi dimasukkan ke dalam botol sampel untuk dianalisa dengan menggunakan

Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) untuk mengetahui kadar logam Cd, (4)

diperoleh data.

Universitas Sumatera Utara

Page 58: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Adapun mekanisme penyerapan logam Cd dengan menggunakan film kitosan

dan film kitosan-MCC ditunjukkan pada Gambar 3.2 seperti berikut:

Gambar 3.2. Skema peralatan penyerapan logam Cd dengan menggunakan film

kitosan dan film kitosan-MCC

Universitas Sumatera Utara

Page 59: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

3.5. Bagan Penelitian

3.5.1. Penyiapan Serbuk Alang-Alang

Rumput Alang-Alang

Serbuk Alang-Alang

dibersihkan dan dicuci dengan air

dikeringkan di bawah terik matahari

dipotong kecil-kecil

dihaluskan dengan blender

Universitas Sumatera Utara

Page 60: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

3.5.2. Pemurnian Serbuk Alang-Alang

75 g serbuk alang-alang

Dimasukkan ke dalam gelas beker Ditambahkan 1 L larutan NaOH 2% Dipanaskan pada suhu 100 oC selama 4 jam sambil diaduk di atas hot plate

Residu Filtrat

Disaring dan residu dicuci dengan air suling hingga

Diputihkan dengan 1 L larutan yang terbuat dari larutan buffer asetat dan NaOCl 1,7% dengan perbandingan 1:1 Dipanaskan pada suhu 80oC selama 6 jam sambil diaduk di atas hot plate Disaring dan dicuci redisu dengan air suling hingga filtrat netral (Silverio el al. 2010)

Filtrat Residu

Ditambahkan dengan 500 mL larutan NaOH 17,5%

Dipanaskan pada suhu 80oC selama 30 menit sambil diaduk di atas hot plate

Disaring dan dicuci residu dengan air suling hingga filtrat netral

Filtrat Residu

α-selulosa basah

Ditambahkan dengan 250 mL larutan H2O2 10% Dipanaskan pada suhu 60oC selama 15 menit sambil diaduk di atas hot plate Disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral

Filtrat

Dikeringkan pada suhu 60oC di dalam oven selama 4 jam

Disimpan dalam desikator (Ohwoavworhua, 2005) α-selulosa kering

Universitas Sumatera Utara

Page 61: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

3.5.3. Pembuatan Selulosa Mikrokristal dari α-Selulosa Serat Alang-Alang

(Ohwoavrhua dan Adelakun, 2005)

2 g α-selulosa kering

Dicuci dengan akuades sampai pH netral lalu disaring

Dihidrolisis dengan 40 mL HCl 2,5 N (perbandingan 1:20) pada suhu 105±2oC selama 15 menit

Filtrat Residu

Dikeringkan dalam oven pada suhu 40oC Dibiarkan mengering lalu diayak dengan ayakan 100 mesh Ditimbang

Selulosa Mikrokristal

Dikarakterisasi

Analisis FT-IR Analisis PSA

Universitas Sumatera Utara

Page 62: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

3.5.4. Pembuatan Spesimen Film Campuran Kitosan-Mikrokristal Selulosa (MCC) Alang-Alang

(Sudha, dkk. 2011)

2 g Kitosan +

100 ml asam asetat 1%

Campuran

diaduk selama 2 jam

dicetak di atas plat kaca 15 x 15 cm

dibiarkan mengering pada suhu kamar selama 2 hari

Bentuk Film

dikarakterisasi

SSA Uji Adsorbansi

FT-IR SEM Uji Tarik

1,9 g Kitosan + 0,1 g MCC + 100 ml asam asetat 1%

1,8 g Kitosan + 0,2 g MCC + 100 ml asam asetat 1%

1,7 g Kitosan + 0,3 g MCC + 100 ml asam asetat 1%

Universitas Sumatera Utara

Page 63: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

3.5.5. Penggunaan Film Kitosan-MCC sebagai Penurun Konsentrasi Ion Logam Kadmium (Cd) dengan Metode Kolom

(Meriatna, 2008)

50 ml larutan standar

Larutan Hasil Penyerapan

Dilewatkan melalui film Kitosan; film 1,9 g Kitosan-0,1 g MCC ; film 1,8 g Kitosan- 0,2 g MCC; film 1,7 g Kitosan-0,3 g MCC

Analisis logam Cd dengan SSA

Data Pengamatan

Diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Universitas Sumatera Utara

Page 64: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Isolasi α-selulosa Alang-Alang

Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh α-selulosa sebanyak 228,16 g dari

600 g serbuk alang-alang yang diisolasi (sebanyak 38,03% dari berat awal alang-

alang). Serangkaian proses delignifikasi, pulping dan bleaching diperoleh α-selulosa

berwarna putih dapat dilihat pada lampiran 1. Hasil α-selulosa yang diperoleh dari

penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. α-selulosa yang diisolasi dari alang-alang

Proses isolasi α-selulosa dari batang alang-alang mempengaruhi komposisi

kimianya (Tabel 2.2). Penambahan larutan alkali (NaOH 2%) dan sodium hipoklorit

(NaOCl) bukan hanya menghilangkan 93% lignin tetapi juga mengurangi sekitar 23%

silika dan 64% ekstraktif dalam suatu serat (Herawan, 2013). Hal ini senada dengan

Sheltami (2012) menyatakan bahwa penambahan NaOH 2% merupakan proses

terjadinya pengembangan serat sehingga hemiselulosa, garam-garam mineral dan abu

Universitas Sumatera Utara

Page 65: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

hilang dan menghasilkan pulp berwarna kuning kecoklatan. Selanjutnya dilakukan

proses pemutihan dengan menggunakan NaOCl 1,75%.

Hasil pemutihan dengan menggunakan NaOCl 1,75% diperoleh selulosa

yang berwarna putih. Selulosa yang diperoleh ini masih terdiri dari α, β, dan γ-

selulosa. Oleh karena itu perlu dilakukan pemisahan α-selulosa dari β, dan γ-selulosa,

maka pemisahan dilakukan dengan menggunakan larutan NaOH 17,5%, yang

menyebabkan β, dan γ-selulosa akan larut, sedangkan α-selulosa akan mengendap

(Wibisono, 2002). Proses ini akan menghasilkan α-selulosa yang berwarna kuning

kecoklatan, oleh karena itu perlu dilakukan pemutihan dengan menggunakan H2O2

10%, α-selulosa yang dihasilkan dikeringkan di dalam oven pada suhu 60 oC.

4.2. Pembuatan Selulosa Mikrokristal (MCC) dari Alang-Alang

Tahap selanjutnya adalah pembuatan selulosa mikrokristal selulosa (MCC)

dari α-selulosa. Pada pembuatan mikrokristal dari selulosa 228,16 g α-selulosa

dihasilkan selulosa mikrokristal (MCC) sebanyak 45,52 g (%hasil = 19,95%).

Serangkaian proses pembuatan selulosa mikrokristal (MCC) dapat dilihat pada

lampiran 2. Selulosa mikrokristalin dari alang-alang hasil penelitian ini berwarna

putih seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2 di bawah ini.

Gambar 4.2. Mikrokristal Selulosa Alang-Alang

Universitas Sumatera Utara

Page 66: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

4.3. Karakteristik Mikrokristal Selulosa (MCC) Alang-Alang

4.3.1. Analisis FT-IR

Spektrofotometer FT-IR merupakan suatu teknik analisis yang dilakukan untuk

mengetahui gugus fungsi dari suatu molekul dalam suatu sampel. Pada penelitian ini

telah dilakukan analisa gugus fungsi menggunakan spektrofotometer FT-IR untuk

sampel serbuk mikrokristal selulosa.

Spektrum hasil analisis FT-IR dari serbuk mikrokristal selulosa

memperlihatkan puncak-puncak spektrum serapan dengan bilangan gelombang yang

dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini:

Tabel 4.1. Data Analisis FT-IR serbuk Mikrokristal Selulosa Sampel Bilangan

Gelombang Gugus Fungsi Pustaka

(Huang, 2012 dan Azubuke, 2012)

Mikrokristal Selulosa

3444,87 cm-1

2893,22 cm-1

1060,85 cm-1

O-H C-H C-O

3300 – 3500 cm-1 2800 – 2900 cm-1 1050 – 1300 cm-1

Hasil analisis gugus fungsi dengan FT-IR menunjukkan bahwa mikrokristal

selulosa alang-alang mengandung gugus fungsi OH pada bilangan gelombang

3444,87 cm-1 dan terdapat juga spektrum uluran C-H pada bilangan gelombang

2893,22 cm-1. Kemudian pada bilangan gelombang 1060,85 cm-1 menunjukkan

adanya ikatan tunggal C-O (C-O-C) dari mikrokristal selulosa yang diuji. Adapun

spektrum hasil analisis gugus fungsi dengan FT-IR dapat dilihat pada lampiran 6.

Universitas Sumatera Utara

Page 67: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Hasil spektrum analisis FT-IR dari mikrokristal selulosa dapat dilihat pada

Gambar 4.3. di bawah ini:

Gambar 4.3. Spektrum FT-IR mikrokristal selulosa (MCC) alang-alang

4.3.2. Analisis Ukuran Partikel Mikrokristal Selulosa (MCC) Alang – Alang dengan Menggunakan Particle Size Analyzer (PSA)

Analisis ukuran partikel mikrokristal selulosa (MCC) alang-alang dengan particle

size analyzer (PSA) menggunakan Laser Scattering Particle Size Distribution

Analyzer HORIBA LA-951. Alat ini mampu mengukur diameter partikel dengan

ukuran 11 nm – 3000 µm. Serbuk mikrokristal selulosa (MCC) yang akan dianalisis

terlebih dahulu digerus dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh. Hasil analisis

menunjukkan distribusi rata-rata partikel 82,278 µm. Diameter ukuran partikel yang

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 020

40

60

80

%T

cm-1

Universitas Sumatera Utara

Page 68: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

dikatakan ukuran mikro dalam dispersi farmasi adalah 0,5 – 3.360 µm (Martin, 1970).

Nazzal (2002) menyatakan ukuran partikel mikrokristal selulosa (MCC) komersil dari

20 µm – 180 µm. Hal ini senada dengan hasil penelitian Koo (2001) menyatakan

bahwa ukuran partikel mikrokristal selulosa jenis Avicel PH 101 (76,53 µm), Avicel

PH 102 (132,81 µm) Avicel PH 301 (73,55 µm), dan Avicel PH 302 (139,41 µm).

Adapun hasil analisis ukuran partikel mikrokristal selulosa (MCC) alang-alang

dengan PSA dapat dilihat pada lampiran 15.

4.4. Pembuatan Film Kitosan dan Kitosan-Mikrokristal Selulosa (MCC)

Penampilan film kitosan tanpa mikrokristal selulosa ditunjukkan pada Gambar 4.4

seperti berikut ini:

Gambar 4.4. Film Kitosan tanpa MCC

Universitas Sumatera Utara

Page 69: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Berdasarkan Gambar 4.4 bahwa film yang dihasilkan dari 2 gram kitosan

yang dilarutkan dalam 100 mL asam asetat 1% tanpa penambahan MCC transparan.

Kemudian film kitosan-MCC (variasi massa MCC 0,1 g; 0,2 g; 0,3 g) yang

dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.5, Gambar 4.6 dan Gambar 4.7 berikut ini:

Gambar 4.5. Film Kitosan dengan penambahan 0,1 g MCC

Gambar 4.6. Film Kitosan dengan penambahan 0,2 g MCC

Universitas Sumatera Utara

Page 70: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Gambar 4.7. Film Kitosan dengan penambahan 0,3 g MCC

Pada Gambar 4.5 penampilan film kitosan-mikrokristal selulosa (MCC)

dengan perbandingan 1,9:0,1 yang dihasilkan kurang transparan dan terlihat

mikrokristal selulosa (MCC) tersebar merata. Pada Gambar 4.6 penampilan film

kitosan-mikrokristal selulosa (MCC) dengan perbandingan 1,8:0,2 yang dihasilkan

kurang transparan dan terlihat mikrokristal selulosa (MCC) tersebar merata. Hal yang

sama juga terlihat pada Gambar 4.7 penampilan film kitosan-mikrokristal selulosa

(MCC) dengan perbandingan 1,7:0,3 yang dihasilkan kurang transparan dan terlihat

mikrokristal selulosa (MCC) tersebar merata. Berdasarkan gambar tidak terlihat

perbedaan pada ketiga film kitosan-MCC tersebut.

4.5. Karakteristik Film Kitosan-Mikrokristal Selulosa (MCC)

Film yang telah terbentuk dianalisis dengan FT-IR, kemudian dilakukan

pengujian sifat mekanik yang meliputi uji tarik dan mengukur ketebalan film,

kemudian dilakukan uji absorpsi dengan larutan standar, filtrat hasil adsorpsi

dianalisis dengan Spektrometer Serapan Atom (SSA). Film yang mempunyai daya

serap (adsorpsi) paling tinggi dianalisis dengan SEM dan TGA.

Universitas Sumatera Utara

Page 71: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

4.5.1. Analisis Film Kitosan dan Film Kitosan Mikrokristal Selulosa (MCC) dengan Spektrofotometer FT-IR

Karakterisasi terhadap film dengan teknik spektrofotometer FT-IR dilakukan pada

tahap pencampuran kitosan-asam asetat 1% dan pencampuran kitosan-MCC-asam

asetat 1%, hal ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme pencampuran yang terjadi

dengan mengidentifikasikan gugus-gugus fungsi yang terdapat dalam setiap tahap

pencampuran film sehingga dapat terlihat adanya gugus baru atau tidak dalam film

yang dihasilkan dari campuran kitosan-asam asetat 1% maupun pencampuran

kitosan-MCC-asam asetat 1%.

Hasil analisis spektrofotometer FT-IR dari film kitosan dan film kitosan-

mikrokristal selulosa (MCC) memberikan spektrum dengan puncak-puncak serapan

pada daerah bilangan gelombang dapat dilihat pada Tabel 4.2 seperti berikut:

Tabel 4.2. Data Analisis FT-IR Film Kitosan dan Film Kitosan dengan Penambahan Mikrokristal Selulosa (MCC) Alang-Alang

No Sampel Bilangan Gelombang Gugus Fungsi Pustaka

1 Film Kitosan 3433,29 cm-1

2924,09 cm-1

1635,64 cm-1

1566,20 cm-1

1080,14 cm-1

O-H dan N-H C-H C=O N-H C-O

3750 – 3000 cm-1

2900 – 2850 cm-1 1657 cm-1 1595 cm-1

1087 cm-1 (Mano, 2003;

Tran, 2013 dan Lin, 2012)

2 Film Kitosan

+ mikrokristal

selulosa (MCC)

3433,29 cm-1 2924,09 cm-1

1635,64 cm-1

1566,20 cm-1

1064,71 cm-1

O-H dan N-H C-H C=O N-H C-O

3419 cm-1 2900 – 2850 cm-1

1646 cm-1 -

1150 – 890 cm-1 (Tran, 2013 dan

Lin, 2012)

Spektra hasil analisis gugus fungsi dengan FT-IR dapat dilihat pada lampiran

4 dan lampiran 5. Berdasarkan hasil analisis spektrum FT-IR dari film kitosan (tanpa

penambahan MCC) menunjukkan adanya vibrasi regangan N-H amina primer pada

Universitas Sumatera Utara

Page 72: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

daerah serapan antara 3750 – 3000 cm-1 (Mano, dkk. 2003). Puncak vibrasi juga

terlihat pada daerah serapan 2900 – 2850 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi regangan

C-H dari rantai alkana dan pada daerah serapan sekitar 1657 cm-1 menunjukkan

adanya vibrasi regangan C=O. Selain itu, puncak vibrasi terlihat pada daerah 1595

cm-1 menunjukkan adanya vibrasi tekukan N-H amina sekunder (Tran, dkk. 2013).

Hasil analisis spektrum FT-IR dari film kitosan-mikrokristal selulosa (MCC)

terdapat puncak-puncak daerah serapan antara lain (1) pada daerah serapan 3419 cm-1

yang menunjukkan adanya vibrasi regangan O-H, (2) pada daerah serapan 2900–2850

cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi C-H dari rantai alkana, (3) pada daerah

serapan 1646 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi regangan C=O, (4) pada daerah

serapan 1595 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi regangan N-H dan (5) pada

daerah serapan 1150–890 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi regangan C-O.

Adapun gambar spektrum FT-IR dari film kitosan dan film kitosan-MCC dapat

dilihat pada Gambar 4.8 seperti berikut:

Gambar 4.8 Spektrum FT-IR dari Selulosa Mikrokristal, Film Kitosan

dan Film Kitosan-MCC

Universitas Sumatera Utara

Page 73: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Berdasarkan Tabel 4.2 dan Gambar 4.8 menunjukkan pada proses

pembentukan film tidak ada gugus fungsi baru yang terbentuk. Hal ini disebabkan

karena film yang dihasilkan merupakan proses blending secara fisika. Pada Tabel 4.2

terdapat sedikit pergeseran bilangan gelombang pada vibrasi regangan C-O, namun

dalam intensitas yang sangat kecil.

Hasil spektrum FT-IR menunjukkan bahwa pada proses pembuatan film

merupakan proses pencampuran secara fisika dengan adanya interaksi hidrogen antar

rantai. Adapun interaksi hidrogen secara hipotresis pada film antara kitosan dan

mikrokristal selulosa dapat dilihat pada Gambar 4.9. berikut ini:

Gambar 4.9. Interaksi Hidrogen Intermolekul dan Intramolekul antar Molekul

Selulosa Mikrokristal dan Kitosan

O

O

H

O

H

H

O

H

O

HO

O

H

H

H

O

O

H

O

H

OH

O

O

H

HO

H

H

H

O

HO

H

H

H

O

O

H

HO

H

OH

O

OH

H

HO

H

H

O

HN

O

HO

O

H

NH

H

O

O

H

HO

H

OH

O

OH

H

HO

H

H

HN

O

HO

H

NH

H

O

O

H

O

H

OH

H

H

H

H

H

H

H

HH

H

H H

H

HH

HH

Interaksi Intramolekuler

Interaksi Intramolekuler

Interaksi intermolekuler Interaksi intermolekuler

Universitas Sumatera Utara

Page 74: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Pada Gambar 4.9 dapat diketahui bahwa dalam pembentukan film terdapat

ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen ini terjadi ketika sebuah molekul atom O ataupun N

yang terdapat dalam kitosan berinteraksi dengan atom H dari selulosa mikrokristal

dan kitosan. Ikatan hidrogen yang terjadi di dalam satu molekul yang memiliki gugus

OH dalam selulosa mikrokristal disebut ikatan hidrogen intramolekul. Ikatan

hidrogen intramolekul juga terjadi pada kitosan antar molekul yang memiliki gugus

OH dengan gugus OH dan gugus NH2 dengan gugus OH. Interaksi hidrogen ini juga

dapat terjadi antara selulosa mikrokristal dengan kitosan yang disebut juga ikatan

hidrogen intermolekul, dimana terjadi interaksi antar molekul OH yang terdapat pada

selulosa dengan molekul NH2 yang terdapat pada kitosan serta interaksi antar molekul

OH yang terdapat dalam selulosa dengan kitosan.

4.5.2. Pengujian Sifat Mekanik dan Fisik

Pengujian sifat mekanik dalam penelitian ini meliputi pengukuran ketebalan

dan kekuatan tarik film. Berikut merupakan hasil sifat mekanik dari pengolahan data

sampel film kitosan dan film kitosan-MCC dengan variasi massa MCC 0,1 g hingga

0,3 g. Ketebalan film kitosan dan film kitosan-MCC diukur menggunakan jangka

sorong dapat dilihat pada Tabel 4.3 seperti berikut:

Tabel 4.3. Data Ketebalan Film No.

Sampel Ketebalan Film (mm) Rata-Rata (mm) P1 P2 P3

1. Film Kitosan 0,08 0,07 0,05 0,07 2. Film Kitosan + 0,1 g MCC 0,20 0,20 0,22 0,21 3. Film Kitosan + 0,2 g MCC 0,23 0,23 0,24 0,22 4. Film Kitosan + 0,3 g MCC 0,24 0,23 0,24 0,24

Berdasarkan Tabel 4.3 terlihat bahwa masing-masing permukaan untuk setiap

film mempunyai ketebalan yang berbeda-beda, sehingga ketebalan diperoleh melalui

rata-rata ketebalan film. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada film

Universitas Sumatera Utara

Page 75: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

kitosan tanpa penambahan MCC mempunyai ketebalan yang rendah dibandingkan

dengan film kitosan dengan penambahan mikrokristal selulosa (MCC). Berdasarkan

variasi penambahan mikrokristal selulosa (MCC) diperoleh bahwa film kitosan

dengan penambahan 0,3 g MCC memberikan nilai ketebalan yang paling besar yaitu

0,24 mm.

Analisis uji tarik digunakan untuk mengkarakterisasi kekuatan mekanik dari

film kitosan dan film kitosan-MCC. Sifat mekanik dari film kitosan dan film kitosan-

MCC dievaluasi menggunakan Universal Testing Machine ASTM D638 Tipe 4.

Sampel dipotong dalam bentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 80 mm dan

lebar 25 mm. Hasil pengujian sifat mekanik melalui uji tarik dapat dilihat pada tabel

4.4 seperti berikut ini:

Tabel 4.4. Data Kekuatan Tarik Film No.

Sampel Kekuatan Tarik (MPa)

1. Film Kitosan 0,670 2. Film Kitosan + 0,1 g MCC 1,427 3. Film Kitosan + 0,2 g MCC 6,011 4. Film Kitosan + 0,3 g MCC 10,409

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa film kitosan yang

diperkuat dengan filler MCC pada variasi massa filler yang berbeda-beda 0,1 – 0,3 g

meningkatkan kuantitas kekuatan tarik (tensile strength). Pada tabel 4.4 dapat dilihat

hasil uji tarik pada penambahan 0,1 g MCC adalah 1,427 MPa, pada penambahan 0,2

g MCC adalah 6,011 MPa dan pada penambahan 0,3 g adalah 10,409 MPa.

Penambahan filler mikrokristal selulosa (MCC) pada film kitosan

meningkatkan kuantitas (nilai) kekuatan mekanik pada film kitosan. Material yang

ukuran partikelnya mikro memiliki sifat yaitu memperluas area permukaan pada film

kitosan yang berisikan mikrofiller (Ningwulan, 2012). Jika area permukaan semakin

luas maka efisiensi perpindahan gaya tekan akan semakin meningkat. Hal ini senada

dengan Puji (2013) yang menyatakan bahwa penambahan mikrokristal selulosa

(MCC) menyebabkan peningkatan kekuatan tarik (tensile strength) dari film pati-

MCC yang dihasilkan. Mikrokristal selulosa (MCC) sebagai bahan pengisi dan

Universitas Sumatera Utara

Page 76: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

penguat memberikan sifat kaku pada film tergantung pada konsentrasi massa

mikrokristal selulosa (MCC) yang ditambahkan. Selain itu, faktor lain yang

menyebabkan peningkatan kekuatan tarik adalah mikrokristal selulosa yang mengisi

film kitosan tersebut akan mengalami ikatan hidrogen yang kuat dengan kitosan

sehingga menambah kekuatan tarik pada film kitosan.

Menurut penelitian Meriatna (2008) film kitosan yang digunakan untuk

mengadsorpsi logam Cr dan Ni memiliki kekuatan tarik sebesar 0,92 MPa. Hal ini

dapat menjadi data pendukung bahwa dengan penambahan mikrokristal selulosa

(MCC), film kitosan mengalami peningkatan sifat mekanik (kekuatan tarik).

4.5.3. Analisis Sampel Di dalam penelitian ini sebelum dilakukan analisis sampel dilakukan check

sensitivity dan linearity terhadap alat spektrofotometer serapan atom (SSA) dengan

kondisi operasi peralatan seperti tabel 4.5 di bawah ini:

Tabel 4.5. Check Alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Element Kadmium (Cd)

Lampu / Current Hallow cathode lamp / 12 mA Panjang gelombang Cd = 228,8 Slit 0,7 nm (low) Atomisation site Pyro / platform Tipe pengukuran Area grafik Tipe signal Atomic absorption – Background absorption Waktu integrasi 4 menit Waktu koreksi grafik 2 menit Volume sampel 20 µl Temperatur inject 20 0C Tekanan gas Argon 3.6 bar atau 52 psig atau 360 kPa Kecepatan alir gas Argon 300 ml/min Sensitivity check Cd 2 µg/l Absorbansi 0.13 ± 20 % ( AAS- Grafite Furnace Perkin Elmer)

1. Sensitivity check alat

Dalam melakukan analisa kuantitatif instrumen–instrumen yang digunakan

disuatu laboratorium untuk menganalisa suatu contoh pasti memiliki sensitivity yang

Universitas Sumatera Utara

Page 77: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

berbeda – beda, instrument SSA yang digunakan dalam penelitian ini uji

sensitivitasnya dilakukan dengan cara menganalisa larutan standar 2 µg/l sebanyak 7

(tujuh) kali ulangan, dengan ketentuan absorbansi yang dihasilkan sesuai dengan

ketentuan dari pabrikan peralatan yaitu konsentrasi Cd 10 µg/l menghasilkan

absorbansi 0.13 ± 20 %. (Perkin Elmer – GF A Analyst 800).

Tabel 4.6. Data sensitivity Instrumen Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) No Konsentrasi larutan Absorbansi 1 2 µg/l 0.110 2 2 µg/l 0.141 3 2 µg/l 0.124 4 2 µg/l 0.133 5 2 µg/l 0.113 6 2 µg/l 0.112 7 2 µg/l 0.136

N

xx

N

i∑1 = i= =

71010.1 = 0.144 x = rata- rata

= 0.015 s = standar deviasi

Dari hasil perhitungan nilai rata – rata dan nilai standar deviasi yang diperoleh

dapat dinyatakan bahwa alat SSA yang digunakan masih mempunyai nilai sensitivity

yang baik yakni masih berada pada kisaran yang dipersyaratkan (0,130 ± 20 %).

2. Linearity

Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui korelasi antara konsentrasi larutan

standar kerja yang disiapkan dengan respon/signal dari alat yang berupa absorban.

Dalam penelitian ini evaluasi dilakukan dengan cara membuat kurva kalibrasi

(konsentrasi larutan standar versus absorbansi).

Universitas Sumatera Utara

Page 78: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Adapun larutan standar kerja dalam pembuatan kurva kalibrasi pada penelitian

ini adalah terdiri dari 4 titik konsentrasi yaitu 0 µg/l, 0,5 µg/l, 1,5 µg/l, dan 2 µg/l,

hasil analisis sebagai berikut :

Gambar 4.10. Kurva Kalibrasi Analisis Sampel

Dari kurva yang dihasilkan diperoleh harga koefisien korelasi (R2) kurva

kalibrasi diatas adalah sebesar 0,9970 yang menunjukkan bahwa alat yang digunakan

mempunyai respon yang sangat baik.

Setelah didapat kurva kalibrasi, selanjutnya dilakukan analisis terhadap

sampel (larutan standar 2 µg/l) hasil analisis adsorpsi dengan metode perendaman

dan hasil analisis adsorpsi-filtrasi dengan metode filtrasi-adsorpsi kolom dianalisis

dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) ditunjukkan seperti berikut:

Tabel 4.7. Konsentrasi Logam Kadmium dengan Metode Perendaman No Kode Abs Kons (µg/L) 1 F1 0,0597 1,1831±0,02 2 F2 0,0538 1,0481±0,06 3 F3 0,0499 0,9588±0,03 4 F4 0,0461 0,8718±0,04

Keterangan: F1 = Kitosan, F2 = Kitosan + 0,1 g MCC, F3 = Kitosan + 0,2 g MCC, F4 = Kitosan + 0,3 g MCC

y = 0.043x + 0.008R² = 0.997

0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

0 0.5 1 1.5 2 2.5

Abs

Conc (µg/l)

Universitas Sumatera Utara

Page 79: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Tabel 4.8. Hasil Peningkatan Daya Serap Logam Kadmium (Cd) setelah dilewatkan pada Film Kitosan – Mikrokristal Selulosa (MCC) dengan Metode Perendaman

No Kode Kitosan (g)

Mikrokristal Selulosa (MCC) (g)

Kons (µg/L)

%yang terserap

1 F1 2 0 1,1831±0,02 40,847 2 F2 1,9 0,1 1,0481±0,06 47,597 3 F3 1,8 0,2 0,9588±0,03 52,059 4 F4 1,7 0,3 0,8718±0,04 56,407

Keterangan: F1 = Kitosan, F2 = Kitosan + 0,1 g MCC, F3 = Kitosan + 0,2 g MCC, F4 = Kitosan + 0,3 g MCC

Data tabel 4.8 menunjukkan persen (%) daya serap logam kadmium (Cd)

dengan metode perendaman pada film kitosan sebesar 40,847%, film kitosan dengan

penambahan 0,1 g mikrokristal selulosa (MCC) sebesar 47,597%, film kitosan

dengan penambahan 0,2 g mikrokristal selulosa (MCC) sebesar 52,059%, film

kitosan dengan penambahan 0,3 g mikrokristal selulosa (MCC) sebesar 56,407%.

Adapun hasil peningkatan daya serap logam kadmium (Cd) setelah dilewatkan pada

film kitosan – mikrokristal selulosa (MCC) dengan metode filtrasi-adsorpsi kolom

ditunjukkan pada Gambar 4.11 seperti berikut:

Gambar 4.11. Peningkatan Daya Serap Kadar Logam Kadmium (Cd) dengan Metode Perendaman

0

10

20

30

40

50

60

Kitosan Kit + 0,1 g MCC Kit + 0,2 g MCC Kit + 0,3 g

% P

enin

gkat

an D

aya

Sera

p

Universitas Sumatera Utara

Page 80: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Pengukuran daya serap logam kadmium (Cd) juga dilakukan dengan metode

filtrasi-adsorpsi kolom untuk film kitosan dan film kitosan-MCC. Hasil pengukuran

filtrat ditunjukkan pada Tabel 4.9 dan Tabel 4.10 seperti berikut ini:

Tabel 4.9. Konsentrasi Logam Kadmium dengan Metode Kolom No Kode Abs Kons (µg/L) 1 F1 0,0529 1,027±0,02 2 F2 0,0412 0,759±0,04 3 F3 0,0340 0,594±0,07 4 F4 0,0260 0,409±0,03

Keterangan: F1 = Kitosan, F2 = Kitosan + 0,1 g MCC, F3 = Kitosan + 0,2 g MCC, F4 = Kitosan + 0,3 g MCC

Tabel 4.10. Hasil Peningkatan Daya Serap Logam Kadmium (Cd) setelah

dilewatkan dengan Film Kitosan – Mikrokristal Selulosa (MCC) dengan Metode Adsorpsi – Filtrasi Kolom

No Kode Kitosan (g)

Mikrokristal Selulosa (MCC) (g)

Kons (µg/L)

%yang terserap

1 F1 2 0 1,027±0,02 48,672 2 F2 1,9 0,1 0,759±0,04 62,014 3 F3 1,8 0,2 0,594±0,07 70,252 4 F4 1,7 0,3 0,409±0,03 79,519

Keterangan: F1 = Kitosan, F2 = Kitosan + 0,1 g MCC, F3 = Kitosan + 0,2 g MCC, F4 = Kitosan + 0,3 g MCC

Berdasarkan data tabel 4.10 menunjukkan bahwa peningkatan daya serap

logam kadmium (Cd) yang paling tinggi berada pada F4 (larutan yang mengandung

1,7 g kitosan dan 0,3 g mikrokristal selulosa (MCC)) yaitu 79,519%, sedangkan

penurunan kadar logam kadmium (Cd) yang paling rendah berada pada F1 (larutan

yang mengandung 2 g kitosan) yaitu 48,672%.

Universitas Sumatera Utara

Page 81: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Adapun hasil peningkatan daya serap logam kadmium (Cd) setelah

dilewatkan pada film kitosan – mikrokristal selulosa (MCC) dengan metode filtrasi-

adsorpsi kolom ditunjukkan pada Gambar 4.12 seperti berikut:

Gambar 4.12. Peningkatan Daya Serap Kadar Logam Kadmium (Cd) dengan

Metode Filtrasi-Adsorpsi Kolom

Data Tabel 4.8 dan tabel 4.9 menunjukkan daya serap logam kadmium (Cd)

dengan metode perendaman dan metode filtrasi-adsorpsi kolom memiliki perbedaan

yang signifikan. Daya serap logam kadmium (Cd) dengan metode filtrasi-adsorpsi

kolom lebih tinggi daripada daya serap logam kadmium (Cd) dengan metode

perendaman (batch). Hal ini menjadi alasan peneliti untuk menggunakan metode

filtrasi-adsorpsi kolom sebagai metode penyerapan logam kadmium (Cd). Hal ini

senada dengan Khartikeyan (2004) yang menyatakan bahwa sistem batch yang

mencampurkan adsorben pada larutan yang tetap jumlahnya dan diamati perubahan

kualitasnya pada selang waktu tertentu memiliki perbedaan yang signifikan dengan

sistem kolom. Pada sistem kolom larutan selalu dikontakkan dengan adsorben

sehingga adsorben dapat mengadsorpsi dengan optimal.

Menurut Dewi (2012) menyatakan proses penyerapan logam-logam oleh

biomaterial terjadi melalui proses penyerapan yang melibatkan proses penyerapan

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Kitosan Kit + 0,1 g MCC Kit + 0,2 g MCC Kit + 0,3 g

% P

enin

gkat

an D

aya

Sera

p

Universitas Sumatera Utara

Page 82: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

yang melibatkan gugus-gugus fungsional yang terikat pada makromolekul permukaan

sel seperti: protein, polisakarida, lignin, kitin, kitosan dan biopolimer tersebut. Gugus

fungsional yang dimaksud meliputi gugus-gugus karboksilat, hidroksil, imidazol,

sulfohidril dan fosfat.

Menurut Mohamad (2012), selulosa berpotensi dijadikan adsorben karena ada

gugus –OH. Adanya gugus –OH menyebabkan terjadi sifat polar pada adsorben.

Dengan demikian selulosa lebih kuat menyerap zat yang bersifat polar dari zat yang

kurang polar. Mekanisme serapan yang terjadi antara gugus –OH yang terikat pada

permukaan dengan ion logam yang bermuatan positif merupakan mekanisme

pertukaran ion. Interaksi antara gugus –OH dengan ion logam memungkinkan

melalui mekanisme pembentukan kompleks koordinasi karena atom oksigen pada

gugus –OH mempunyai pasangan elektron bebas. Ion-ion Cd2+ akan berinteraksi kuat

dengan anion yang bersifat basa kuat seperti –OH. Ikatan antara ion Cd2+ dengan

-OH pada selulosa melalui pembentukan ikatan koordinasi, dimana pasangan elektron

bebas dari atom O pada OH akan berikatan dengan ion Cd2+ membentuk ikatan

kompleks melalui ikatan kovalen. Kation logam ini memiliki orbital d yang terisi

penuh.

Menurut Chen (2012) kemampuan kitosan sebagai adsorben kadmium

disebabkan adanya gugus aktif seperti gugus –NH2 (amino) dan gugus –OH

(hidroksil) yang dapat mengikat ion logam kadmium. Adapun interaksi yang terjadi

antara ion logam Cd (II) dengan kitosan adalah pembentukan senyawa kompleks,

dimana kitosan berperan sebagai ligan dan ion logam sebagai ion pusat. Hal ini

terjadi karena melimpahnya pasangan elektron pada struktur molekul kitosan

sehingga kitosan berperan sebagai donor pasangan elektron bebas (basa Lewis) dan

ion logam sebagai reseptor pasangan elektron bebas (asam Lewis).

Ikatan antara ion Cd2+ dengan -NH2 pada kitosan melalui pembentukan

ikatan kovalen koordinasi, dimana pasangan elektron bebas dari N pada NH2 yang

akan berikatan dengan ion Cd2+ membentuk ikatan kompleks melalui ikatan kovalen.

Universitas Sumatera Utara

Page 83: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan di atas dapat dinyatakan bahwa

kitosan dan selulosa mikrokristal sebagai adsorben mampu menyerap ion logam

kadmium dan berikatan secara kovalen dengan gugus-gugus aktif baik dalam molekul

kitosan maupun molekul selulosa mikrokristal. Adapun Usulan ikatan kovalen antara

kitosan – selulosa mikrokristal selulosa dalam film terhadap ion logam kadmium (Cd)

dapat dilihat pada Gambar 4.13 berikut ini:

Gambar 4.13. Usulan Ikatan Kovalen antara Kitosan dan Selulosa

Mikrokristal dalam Film terhadap Ion Logam Kadmium

Universitas Sumatera Utara

Page 84: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

4.5.4. Analisis Morfologi Film Menggunakan Mikroskop Pemindai Elektron (SEM)

Dalam penelitian ini uji SEM hanya dilakukan pada film kitosan dan film

kitosan dengan penambahan 0,3 g mikrokristal selulosa (MCC) untuk melihat bentuk

permukaan film kitosan dan film kitosan dengan penambahan mikrokristal selulosa

(MCC) dengan perbesaran gambar mencakup 100x, 500x dan 1000x. Adapun hasil

SEM film kitosan dapat dilihat pada Gambar 4.15 seperti berikut:

Gambar 4.14. SEM Film Kitosan (a) perbesaran 100x (b) perbesaran 500x (c) perbesaran 1000x

(a) (b)

(c)

Universitas Sumatera Utara

Page 85: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Berdasarkan hasil analisis morfologi menggunakan SEM terlihat permukaan

film kitosan tersebut halus dan homogen, ini berarti kitosan larut sempurna. Adanya

beberapa titik-titik putih yang terdapat di dalam film kitosan yang menunjukkan

gelembung udara, hal ini disebabkan adanya kesalahan pada saat pencetakan film.

Pengujian SEM juga dilakukan pada film kitosan dengan penambahan

mikrokristal selulosa (MCC) dengan perbandingan 1,7:0,3. Adapun hasil SEM film

kitosan dengan penambahan 0,3 g mikrokristal selulosa dapat dilihat pada Gambar

4.16 seperti berikut:

Gambar 4.15. SEM Film Kitosan-MCC dengan perbandingan 1,7:0,3 (a) perbesaran 100x (b) perbesaran 500x (c) perbesaran 1000x

(a) (b)

(c)

Universitas Sumatera Utara

Page 86: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Permukaan berbeda terlihat pada Gambar 4.13 bahwa film kitosan dengan

penambahan mikrokristal selulosa (MCC) sangat terlihat jelas. Pada permukaan film

kitosan-MCC terlihat adanya mikrokristal selulosa yang mengisi permukaan film.

Mikrokristal selulosa (MCC) tersebar secara merata pada permukaan film.

4.5.5. Analisis Degradasi Termal Menggunakan Thermogravimetric Analysis (TGA) Film Kitosan Mikrokristal Selulosa (MCC)

Analisis degradasi termal dilakukan dengan menggunakan instrumen TGA

TA Instrument SDT Q600 dengan kecepatan aliran gas nitrogen sebesar 100

mL/menit dan kenaikan temperatur 20oC/menit. Hasil analisis degradasi termal

menggunakan TGA untuk film kitosan-mikrokristal selulosa (MCC) dengan

perbandingan 1,7:0,3 dapat dilihat pada Gambar 4.17 berikut:

Gambar 4.16. Kurva Temperatur vs Berat dari film kitosan-MCC (1,7:0,3)

Mas

sa (

%)

Suhu (oC)

Universitas Sumatera Utara

Page 87: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Pada kurva TGA dari film kitosan-mikrokristal selulosa (MCC) dengan

perbandingan 1,7: 0,3 bahwa degradasi termal mulai terjadi pada suhu 35,67-100 oC

dengan persen kehilangan berat air sebesar 5,660%. Selanjutnya degradasi film

kitosan-MCC (1,7:0,3) pada suhu 200oC dengan persen kehilangan berat sebesar

8,802%. Puncak degradasi film kitosan-MCC (1,7:0,3) terjadi pada 364,88 oC dengan

rentang temperatur antara 273,63-400 oC, dan persen kehilangan berat sebesar

44,55%. Tahap akhir degradasi termal dari film kitosan-MCC (1,7:0,3) terjadi pada

temperatur 590,29 oC dengan persen kehilangan berat sebesar 8,209% dan

menghasilkan persen residu sebesar 31,98% (2,419 mg).

Berdasarkan literatur yang ada bahwa degradasi termal film kitosan mulai

terjadi antara suhu 30-145 oC (Elhefian, 2010) dan puncak degradasi film kitosan

terjadi pada pada suhu 297,80 oC (Lin, dkk. 2012). Sementara degradasi termal

mikrokristal selulosa (MCC) mulai terjadi pada suhu 50 oC dan puncak degradasi

mikrokristal selulosa (MCC) terjadi pada suhu 334,96 oC (Chauhan, 2009).

Dari hasil penelitian dan literatur yang diperoleh dapat diketahui bahwa film

kitosan-MCC memiliki termal yang lebih baik daripada kitosan dan mikrokristal

selulosa (MCC). Hal ini disebabkan adanya pencampuran kitosan dan mikrokristal

selulosa (MCC) dan terjadinya interaksi intramolekuler antara atom-atom yang

terdapat pada kitosan dan mikrokristal selulosa (MCC). Interaksi tersebut

menghasilkan energi yang cukup besar sehingga mampu mempertahankan stabilitas

termal dari film kitosan-mikrokristal selulosa (MCC).

Universitas Sumatera Utara

Page 88: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

1. Mikrokristal selulosa (MCC) dari serbuk alang-alang dapat digunakan sebagai

bahan pengisi dan penguat dapat meningkatkan sifat mekanik dan fisik serta

meningkatkan daya serap kadar ion logam kadmium (Cd) dari film kitosan.

2. Hasil uji mekanik film kitosan-MCC yang optimum adalah 1,7 g kitosan dan

0,3 g selulosa mikrokristal dengan kekuatan tarik sebesar 10,409 MPa dengan

ketebalan film tersebut adalah 0,24 mm.

3. Hasil analisis TGA film kitosan-MCC menunjukkan bahwa film kitosan-MCC

memiliki termal yang lebih baik daripada kitosan dan mikrokristal selulosa

(MCC). Hal ini disebabkan adanya pencampuran kitosan dan mikrokristal

selulosa (MCC) dan terjadinya interaksi intramolekuler antara atom-atom yang

terdapat pada kitosan dan mikrokristal selulosa (MCC). Interaksi tersebut

menghasilkan energi yang cukup besar sehingga mampu mempertahankan

stabilitas termal dari film kitosan-mikrokristal selulosa (MCC).

4. Hasil analisis adsorpsi filtrasi kolom menggunakan AAS menunjukkan bahwa

film kitosan dengan penambahan 0,3 g MCC mengalami peningkatan daya

serap kadar logam kadmium (Cd) yang paling tinggi yaitu 79,519%

dibandingkan film kitosan tanpa penambahan MCC 48,672%.

5.2. SARAN

1. Disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk menyempurnakan film kitosan-

mikrokristal selulosa (MCC) menjadi film kitosan menggunakan nanokristal

selulosa (NCC) untuk mengetahui peningkatan sifat mekanik maupun daya

serap film menjadi lebih baik.

2. Disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk mengkaji lebih lanjut pengaruh

variasi konsentrasi ion Cd (II) terhadap kapasitas adsorpsi film kitosan dan film

kitosan-MCC.

Universitas Sumatera Utara

Page 89: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

DAFTAR PUSTAKA

Abia, A. A and Asuquo, E.D, 2007, Kinetics of Cd2+ and Cr3+ Sorption from Aqueous Solutions UsingMercaptoacetic Modified and Unmodified Oil Falm Fruit Fiber (Elaeis guineensis) Adsorbent,Tsinghua Science andTechnology, 12(4): 485-495.

Adel, A.M., Z.H.A. El-Wahab, A.A.Ibrahim, and M.T. Al-Shemy, (2011), Characterization of Microcrystalline Cellulose Prepared from Lignocellulosic Materials, Part II: Physicochemical properties, Carbohydrate Polymers, Vol 83, pp 676-687.

Al-ayub, M. C., Himmatul, B., & Diana, C. D. (2010). Studi kesetimbangan adsorpsi merkuri(II) pada biomassa daun eceng gondok (eichhornia crassipes. ALCHEMY, 1 (2), 53–103.

Aranaz, I., M. Mengibar., R. Harris., I. Panos., B. Miralles., N. Acosta., G. Galed dan A. Heras. 2009. Functional Characterization of Chitin and Chitosan. Bentham Science Publishers Ltd. Current Chemical Biology. Departement of Physical Chemistry II, Faculty of Pharmacy, Institute of Biofunctional Studies, Complutense University, Pasco Juan XXIII. Spain. (3): 203-230.

Astuti, B.C. 2008. Pengembangan Edible Film Kitosan dengan Penambahan Asam Lemak dan Essensial Oil: Upaya Perbaikan Sifat Barrier dan Aktivitas Antimikroba. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Azubuike, P. C. dan Augustine, O. O. 2012. Physicochemical, Spectroscopic and Thermal Properties of Microcrystalline Cellulose Derived from Corn Cobs. International Journal of Recycling of Organic Waste in Agriculture. (1): 1-9.

Babarinde, N.A. A.; Babalola, J. O. and Adebisi, O. B., 2008, Kinetic, Isotherm and Thermodynamic Studies of The Biosorption of Zinc(II) from Solution by Maize Wrapper. International Journal of Physical Sciences , Vol. 3 (2): 050-055.

Bashyal D., Homagai P.L., Ghimire K.N. 2010. Removal of Lead from Aqoueous Medium Using Xanthate Modified Apple Juice Residue. Journal of Nepal Chemical Society. Vol. 26: 53-60.

Bernaconi, S. 1995. Teknologi Kimia Bagian 2. PT. Prandnya Pramita, Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

Page 90: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Bhattacharya, D., L.T. germinario, and W.T. Winter, (2008), Isolation, Preparation and Characterization of Cellulose Microfibers Obtained from Bagasse, Carbohydrate Polymers, Vol. 73, pp 371-377.

Bilal, A. 2001. Equilibrum Studies on Adsorpstion of Cu (II) from Aqueous Solution onto Cellulose. Journal of colloid and interface science. 243. 81-84.

Chaiyakosha S, Charernjirtragul W, Umsakul K, Vuddhakul V. 2007. Comparing the efficiency of chitosan with chlorine for reducing Vibrio parahaemolyticus in shrimp. Food Control 18: 1031-1035.

Cahyaningrum, L. 2012. Hidrolisis Selulosa Kapas (Gossypium hirsutum L.) sebagai Adsorben Ion Cd (II) dalam Pengaruh Ion Cr (III).

Cao, Z., Ge, H. and Lai, S., 2002, Studies on Synthesis and Adsorption Properties of Chitosan Cross Linked by Gluteraldehyde and Cu(II) as Template Under Microwave Irradiation, European Polymer Journal, 37,pp. 2141-2143.

Chauhan, Y.P., Sapkal, R. S., V. S. Sapkal., dan G. S. Zamre. 2009. Microcrystalline Cellulose From Cotton Rags (Waste From Garment and Hosiery Industries). Department of Chemical Engineering, College of Engineering and Technology, India. International Journal Chemistry. India. 7(2): 681-688.

Chen, A., G. I. Zeng., G. Chen., X. Hu., M. Yan., S. Guan., C. Shang., L. Lu., Z. Zou., G. Xie. 2012. Novel Thiourea-Modified Magnetic Ion-Imprinted Chitosan/TiO2 Composite for Simultaneous Removal of Cadmium and 2,4-Dichlorophenol. Chemical Engineering Journal. Human University Changsha. China.

Darwono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Hidup. UI-Press. Jakarta.

Day, R.A.Jr., dan Underwood A.L. 1998. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.

Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air. IPB Press. Bogor.

El-Hefian, E.A., Elham, S. E., Mainal, A. Mainal., A.H. Yahaya. 2010. Characterization of Chitosan in Acetic Acid: Rheological and Thermal Studies. Department of Chemistry, University of Malaya, Kuala Lumpu. Malaysia. (34): 47-56.

Universitas Sumatera Utara

Page 91: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Fatma. 2002. Studi Pemanfaatan Sabut kelapa untuk Penyerapan Ion Kadmium dari Limbah Pabrik Pelapisan Seng. Jurnal Penelitian Sains. No.12: 82-89.

Fatoni, A., N. Hindryawati dan N. Sari. 2010. Pengaruh pH terhadap Adsorpsi Ion Logam Kadmium (II) oleh Adsorben Jerami Padi. Jurnal Penelitian Kimia. Samarinda: Kimia FMIPA Universitas Mulawarman. Vol.7. No.5 : 59 – 61.

Febrisari, A. 2008. Pendayagunaan Tumbuhan Liar, Alang-Alang (Imperata cylindrica) sebagai Softdrink Herbal dalam Rangka Optimalisasi Lingkungan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Fernandez-Saiz, P., Lagaron, J. M., Hemandez- Munoz, P., & Ocio, M. J,. 2008. “Characterization of Antimicrobial Properties on The Growth of S. aureus of Novel Renewable Blends of Gliadins and Chitosan of Interest in Food Packaging and Coating Applications”. International Journal of Food Microbiology, 124(1): 13-20.

Fessenden, R.J. dan Joan S. Fessenden. 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Fessenden R.J. dan Fessenden J.S. 1992. Kimia Organik (Diterjemahkan oleh Pudjaatmaka), Edisi 3, Jilid II, Penerbit Erlangga, Jakarta. 525 halaman.

Firdaus, M.L. 2012. Studi Perbandingan berbagai Adsorben Sintesis dan Alami untuk Mengikat Logam Berat. Jurnal Penelitian. Bengkulu: Universitas Bengkulu.

Gea, S. (2010). Innovative Bio-Nanocomposites Based on Bacterial Cellulose. A Thesis Submitted to The University of London for The Degree of Doctor of Philosophy. London. Hal. 14, 36-37.

Gea, S., Reynolds, C.T., Roohpour, N., Wirjosentono, B., Soykeabkaew, N., Bilotti, E., dan Peijs, T. (2011). Investigation into the Structural, Morphological, Mechanical and Thermal Behaviour of Bacterial Cellulose after a Two-Step Purification Process. Bioresource Technology. 102: 9105-9110.

Govindarajan, C., S. Ramasubramaniam., dkk. 2011. Studies on adsorption behavior of Cadmium onto nanochitosan-carboxymethyl cellulose blend. Archives of Applied Science Research. 3(5): 572-580.

Universitas Sumatera Utara

Page 92: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Haafiz, M.K.M., Eichhorn S.J., Hassan A and Jawaid M. (2013). Isolation and Characterization of Microcrystalline Cellulose from Oil Palm Biomass, Carbohydrate Polymer, Vol 93. No.2, pp 628-634.

Habibi, Y., Lucia, L.A., dan Rojas, O.J. (2010). Cellulose Nanocrystals: Chemistry, Self-Assembly, and Applications. Chemical Reviews. 110: 3479-3500.

Haerudin, H., A. W. Pramono., D. S. Kusuma. dkk. 2010. Preparation and Characterization of Chitosan/Montmorillonite (MTT) Nanocomposite System. International Journal of Technology. 1: 65–73.

Halim, F., E.S. Ben., E. Sulastri. (2002). Pembuatan Mikrokristalin Selulosa dari Jerami Padi dengan Variasi Waktu Hidrolisa. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol 7, No. 2, hal 80-87.

Hardjito L. 2006. Aplikasi kitosan sebagai bahan tambahan makanan dan pengawet. [Prosiding Seminar Nasional]. Bogor : Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Hellawell, J.M. 1986. Indicators (Biology); Water Quality; Management Freshwater ecology; water Pollution, New York, Elsevier Apllied Science Publishers, 452-508.

Hendayana, S., A. Kadarohman, A., A., & Sumarna, A., S. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Semarang : IKIP Semarang Press.

Herawan, T., M. Rivani., K. Sinaga., A. G. Sofwan. 2013. Pembuatan Mikrokristal Selulosa Tandan Kosong Sawit sebagai Bahan Pengisi Tablet Karoten Sawit. Departemen Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

Herwanto, B. dan Eko. S. 2006. Adsorpsi Ion Logam Pb (II) pada Membran Selulosa-Kitosan Terikat Silang.

Hsu, T.A., (1996), Pretreatment of Biomass, In: Wyman, C.E. (Ed), Handbook on Bioethanol, Production and Utilization, Taylor & Francis, Washington, DC.

Huang, Y. 2012. Thermal Properties and Thermal Degradation of Cellulose Tri Stearate (CTs). Article of Chemical Engineering and Materials Eastern Liaoning University, Dandong, China. (4): 1012-1024.

Universitas Sumatera Utara

Page 93: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Hutabarat, S dan S.M. Evans. 1986. Pengantar Osenografi. UI Press. Jakarta.

Hutahahean, S. 2001. Penggunaan Kitosan sebagai Penyerap Terhadap Logam Zinkum (Zn2+) dan Logam Kromium dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom. Skripsi Jurusan Kimia FMIPA USU. Medan.

Igwe, J.W and Abia, A.A, 2006, Sorption Kinetics and Intrapaticulate Diffusivity of As(III) Bioremediation from Aqueous Solution, Using Modified and Unmodified Coconut Fiber, Ecletica Quimica, Vol. 3 No. 3 : 23-29.

Igwe, J.C; Nwokennaya, E.C and Abia, A.A, 2005, The Role of pH in Heavy Metal Detoxification by Biosorption from Aqueous Solutions Containing Chelating Agents, African Journal of Biotechnology, Vol. 4 (10) : 1119-1112.

Igwe, J. W and Abia, A. A., 2007, Equilibrium Sorption Isotherm Studies of Cd(II), Pb(II) and Zn(II) ions Detoxification from Waste Water Using Unmodified and EDTA Modified Maize Husk, Electronic Journal of Biotechnology, Vol. 10, No. 4 : 536-543.

Israel, A. U., Obot, I. B., Umorem, S. A., M.K. Pennie., V and Asuquo, J. E. 2008. Production of Cellulosic Polymers From Agricultural Wastes. E-Journal of Chemistry. Vol.5. No. 1: 81-85.

Josson-Charier, M., Guibal, E., Roussy, J. 1996. Vanadium (IV) Sorption by Chitosan: Kinetics and Equilibrum. Wal. Res. 30, 2, pp. 6285-6290.

Kaban, J. 2007. Studi Karakteristik dan Aplikasi Film Pelapis Kelat Logam Alkali Tanah Alginat-Kitosan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

Kaminski, W. dan Modrzejewska, Z. (1997). Application of Chitosan Membranes in Separation of Heavy Metal Ions. Sep. Sci. Technol. 32 (16) 2659 – 2668.

Karthikeyan, G., Anbalagan, K., Andal, N. M. 2004. Adsorption Dynamics and Equilibrum Studies of Zn (II) onto Chitosan, Indian J. Chem. Sci., 116. 2. pp 119-127.

Keshk, S.M.A.S and M.A. Haija, (2011), A New Method for Producing Microcrystalline cellulose from Gluconacetobacter xylinus and Kenaf, Carbohydrate Polymers, Vol. 84, pp 1301-1305.

Universitas Sumatera Utara

Page 94: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Klemm, D., Philipp, B., Heinze, T. Heinze, U., dan Wagenknecht, W. (1998 a). Comprehensive Cellulose Chemistry. Volume 1: Fundamentals and Analytical Methods. Weinheim: Wiley-VCH Verlag GmbH. Hal. 1, 14, 18-19.

Koo, O. M. Y., dan P.W. S. Heng. 2001. The Influence of Microcrystalline Cellulose Grade on Shape Distributions of Pellets Produced by Extrusion-Spheronization. Department of Pharmacy, National University of Singapore. Chem. Pharm. Bull. 49 (11): 1383-1387.

Kong, M., Chen, X. G., Xing, K., & Park, H. J. 2010. “Antimicrobial Properties of Chitosan and Mode of Action: A State of The Art Review”. International Journal of Food Microbiology, 144(1): 51-63.

Kousalya, G.N., M.R.G.C. Sairam Sundaram, S. Meenakshi. 2010. Synthesis of Nano-Hydroxyapatite Chitin/Chitosan Hybrid Biocomposite for the Removal of Fe (III). Carbohydrate Polymer, 82, 594-599.

Knoor, D. 1984. Functional Properties of Chitin and Chitosan. J. Food. Sci. Vol 47: 36-38.

Kumar, Ravi, N., V., Majeti. 2000. A review of chitin and chitosan applications. Reactive & Functional Polymers 46, 1-27.

Kusumawati, N. 2009. Pemanfaatan Limbah Kulit Udang sebagai Bahan Baku Pembuatan Membran Ultrafikasi. Jurnal Penelitian. Universitas Negeri Semarang.

Laka. M., S. Chernyavskaya. (2007). Obtaining Microcrystalline Cellulose from Softwood and Hardwood Pulp, BioResources, Vol. 2, No. 3, pp 583-589.

Lee, D. W., Lim, H., Chong, H. N., dan Shim, W. S. 2009. Advances in Chitosan Material and its Hybrid Derivatives: A Review. The Open Biomaterials Journal. (1): 10-20.

Lestari, I., dan A. Sanova. 2011. Penyerapan Logam Berat Kadmium (Cd) Menggunakan Kitosan Hasil Transformasi Kitin Dari Kulit Udang (Penaeus sp). Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jambi. Volume 13. 1: 9-14.

Lima, I. S. dan Airoldi, C. 2000. A Thermodynamics Investigation and Chitosan Divalent Cation Interactions, Thermochimica Acta. 421, pp. 133-139

Universitas Sumatera Utara

Page 95: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Mano, J. F., Koniarova, D. Reis, R. L. 2003. Journal of Material Science: Materials in Medicine. Vol.14, pp. 127 – 135.

Marchessault, R. H., Ravenelle, F., Zhu, X.X. 2006. Polysaccharides for Drug Delivery and Pharmaceutical Applications. American Chemical Society.

Martin, A. N., J. Swarbrick., dan Cammarata. 1970. Physical Pharmacy. 2nd Ed., Lea & Febiger. Philadelphia.

Mc. Cabe Warren., Julian, S., dan Harriot P. 1999. Operasi teknik Kimia. Jilid 2. Erlangga. Jakarta.

Meriatna. 2008. Penggunaan Membran Kitosan untuk Menurunkan Kadar Logam Krom (Cr) dan Nikel (Ni) dalam Limbah Cair Industri Pelapisan Logam. Tesis. Medan: USU.

Metcalf dan Eddy. 1979. Wastewater Engineering Treatment Disposal Reuse. Mc-Graw Hill Ed.

Moenandir, J. 1988. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. Rajawali Press: Jakarta.

Mohamad, E. 2012. Fitoremediasi Logam Berat Kadmium (Cd) pada Tanah dengan menggunakan Bayam Duri (Amaranthus spinosus L). Laporan Penelitian Pengembangan IPTEK. FMIPA Universitas Negeri Gorontalo.

Muzzarelli RA A. 1985. New derivatives of chitin and chitosan: properties and applications. Di dalam

Nada, A.M.A., M.Y. El-kady, E.S.A. El-Sayed, F.M. Amine, (2009), Preparation and Characterization of microcrystalline Cellulose, BioResources, Vol. 4, No. 4, pp 1359-1371.

Croscenz V, Dead ICM, Stivala SS (eds.). New developments in industrial polysaccharides. gordon and beach science Publ. New York.

Nazzal, S., A. A. Zaghloul., dan M.A. Khan. 2002. Effect of Extragranular Microcrystalline Cellulose on Compaction, Surface Roughness, and In Vitro Dissolution of a Self- Nanoemulsified Solid Dosage Form of Ubiquinone. Pharmaceutical Technology. 86-98.

Universitas Sumatera Utara

Page 96: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

No HK, Park NY, Lee SH, Meyers SP. 2002. Antibacterial activity of chitosan and oligomers with different molecular weights. International Journal of Food Microbiology 74: 62-72.

Nurcahya, T. 2013. Uji Kinerja Kombinasi Kitosan-Bentonit dengan Arang Aktif terhadap Ion Logam dan Residu Pestisida dalam Air Minum. Bandung: UPI.

Nurhasmi, H. dan Nubzah Saniyyah. 2012. Penyerapan Ion Logam Cd dan Cr dalam Air Limbah Menggunakan Sekam Padi. Jurnal Penelitian. Jakarta: FST UIN Syarif Hidayatullah.

Ohwoavworhua, F. 2005. Phosporic Acid-Mediated Depolymerization and Decrystalization of α-Cellulose Obtained from Corn Cob : Preparation of Low Criystallinity Cellulose and Some Physcochemical Properties. Nigeria : Tropical Journal of Pharmaceutical Reserch. 4(2): 509-516.

Oyeniyi, Y.J. and O.A. Itiola, (2012) The Physicochemical Characteristic of Microcrystalline Celluolose, derived from sawdust, agricultural waste products, Int J Pharm Pharm Sci., Vol. 4, No. 1, pp 197-200.

Patnaik, P. 2004. Dean’s Analytical Chemistry Handbook. Second Edition. The McGraw Hill. Inc. USA.

Potthast, A., Rosenau, T., dan kosma, P. (2006). Analysis of Oxidized Functionaties in Cellulose. Adv. Polym Sci. (205): 1 – 6.

Prashanth, H.K.V, and Tharanathan, R.N., 2007. Chitin/chitosan:modifications and their unlimited application potential-an overview. Department of Biochemistry & Nutrition. Central Food. Technological Research Institute. India. ELSEVIER, Trends in Food Science & Technology (Page 117-131).

Purnomo, T. dan Muchyiddin. 2007. Analisis Kandungan Timbal pada Ikan Bandeng di Tambak Kecamatan Gresik . Neptunus, Vol.14 (1): 68-77.

Purwaningsih, D. 2009. Adsorpsi Multi Logam Ag (I), Pb (I), Cr (III), Cu (II) dan Ni (II) pada silica dari Abu Sekam Padi. Jurnal Penelitian Saintek. Vol.14, No.1.

Universitas Sumatera Utara

Page 97: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Purworini, P. 2013. Pemanfaatan Mikrokristal selulosa Limbah Tandan Kelapa Muda (Cocos nucifera Linn) Sebagai Bahan Pengisi Dalam Film Layak Makan Pati Tapioka Dengan Gliserol Sebagai Plastisizer. Tesis. FMIPA USU.

Quek, S. Y., 1998, The Use of Sago Waste for the Sorption of Lead and Cooper, Water SA, vol. 24, no. 33, pp 251-256.

Rahmi, H., Ina, R., Awin, F., & Noer, K. (2009). Pemanfaatan Rumput Alang-Alang (Imperata Cylindrica) sebagai Biosorben Cr(VI) pada limbah industri sasirangan dengan metode teh celup. Sains dan Terapan Kimia, 2 (1), 57–73.

Redjeki, T., Agung, N. C., Lian, R. S. 2012. Membrane Chitosan Modified Carboxymethil (CS-MCM) Sebagai Adsorben Ion Cu (II). Jurnal Seminar Nasional VIII Pendidikan Biologi. FMIPA FKIP Universitas Sebelas Maret. (Hal: 445-450).

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka pengajar. Yogyakarta.

Rosnah, M. S., Aziz A. A., Wan Hasan W. H and Top A. G.M., (2009), Solid-state characteristics of Microcrystalline Cellulose From Oil Palm Empty Fruit Bunch Fibre, Journal of Oil Palm Research, Vol. 21, pp 613-620.

Roylance, D. 2008. Mechanical Properties of Materials. Jhon Willey and Sons. New York.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Quinn, M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients. Edisi keenam. London: Pharmaceutical Press. Hal. 129 – 133, 136 – 138.

Santoso, 2012. Preparasi dan Aplikasi Komposit Hidroksiapatit/kitosan sebagai Adsorben Logam Berat. Skripsi. Depok: Fakultas Teknik UI.

Sheltami, I. M., Alloin, S. A., Ahmad, I., Dufresne, A., Kargarzadeh. 2012. Extraction of Cellulose Nanocrystal from Mengkuang Leaves (Pandanus tectorius). Journal of Carbohydrate Polymer. 88: 772-779.

Silverio, H.A., Neto, W.P.F., and Pasquini, D. 2013. Effect of Incorporating Cellulose Nanocrystals from Corncob on the Tensile, Thermal and Barrier Propertiies of Poly(Vinyl Alcohol) Nanocomposites. Journal of Nanomaterials. 2013: 1-9.

Universitas Sumatera Utara

Page 98: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Sinaga, K.R., (2010), Modifikasi Nata de Coco dengan Tiorena sebagai Bahan Tambahan Sediaan Obat Fraksi Aktif Antiradang daun Ruku-Ruku, Thesis, Universitas Sumatera Utara.

Stevens, M.P. 2001. Kimia Polimer. Cetakan Pertama. Jakarta: PT Pradnya Paramita.177.597.

Stuart, B. 2004. Infrared Spectroscopy: Fundamentals and Apllications. Jhon Willey and Sons Ltd. USA.

Subowo., Mulyadi, S., Widodo. dan Asep Nugraha. 1999. Status dan Penyebaran Pb, Cd, dan Pestisida pada Lahan Sawah Intensifikasi di Pinggir Jalan Raya. Puslittanak Bogor. Bogor.

Sudarmadji., J. Mukono. dan Corie, I.P. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2 (2): 129-142.

Sunardi. 2006. 116 Unsur Kimia Deskripsi dan Pemanfaatannya. Yrama Widya. Bandung.

Suptijah P, Salamah E, Sumaryanto H, Purwaningsih S, Santoso J.1992. Pengaruh berbagai isolasi khitin kulit udang terhadap mutunya. [Laporan Penelitian]. Bogor : Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Sutiya, B. 2012. Kandungan Kimia dan Sifat Serat Alang-Alang (Imperata cylindrica) sebagai Gambaran Bahan Baku Pulp dan Kertas. Bioscientiae. Volume 9, Nomor 1, Halaman 8-19. Kalimantan Selatan: Universitas Lambung Mangkurat.

Swastawati, F., Fahmi, A.S., Riyadi, P.H. 2007. Pemanfaatan Limbah Hasil Perikanan. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. (96 Halaman).

Tran, C. D., Simon, D., Ambra, D., dan Mladen, F. 2013. Chitosan-Cellulose Composite Materials: Preparation, Characterization and Application for Removal of Microcystin. Department of Chemistry, Marquette University, USA. Journal of Hazardous Materials 252-253 (2013): 355-366.

Vogel, A.I. 1994. Buku Teks Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Edisi Kelima. PT Kalman Media Pustaka. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

Page 99: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Wegener, D. 1985. Wood: Kimia Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

Wan Ngah, W. S. 2002. Removal Copper (II) Ions from Aqueous Solution onto Chitosan and Cross-linked Chitosan Beads, Reactive and Functional Polymers. (50): 181-190.

Wibisono, I., Hugo, L., Antaresti., dan Aylianawati. (2011). Pembuatan Pulp dari Alang-Alang, Vol. 10, No. 1, Hal 11-20. Surabaya: Fakultas teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.

Widowati, W., Sastiono, A. dan Jusuf, R. 2008. Efek Toksik Logam Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Widaningrum, M., Suismono. 2007. Bahaya Kontaminasi Logam Berat dalam Sayuran dan Alternatif Pencegahan Cemarannya. Buletin teknologi Pascapanen Pertanian 3, 16-27.

Wirjosentono, B. 1995. Analisis dan Karakterisasi Polimer. Medan: USU Press.

Yang, T.C. dan Zall,R.R. 1984. Adsorption of Metals by Natural Polymer Generated from Sea Food Processing Waste. Ind. Eng. Chem. Prod. Res. Dev., 23, pp. 168-172.

Yanuar, H, M., Dharma, S., & Vieter, J. M. (2009). Adsorpsi ion Pb(II) dalam air dengan jerami padi. Percikan, 100, 67-74.

Zugenmainer, P. (2008). Crystalline Cellulose and Derivatives. Heidelberg: Springer-Verlag. Hal. 2, 7–8.

Universitas Sumatera Utara

Page 100: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Lampiran 1. Tahapan Pembuatan α-selulosa dari Alang-Alang

Serbuk alang-alang

Isolasi dengan NaOH 2%

Isolasi dengan NaOH 17,5% Bleaching dengan H2O2

α – selulosa basah

α – selulosa kering

Universitas Sumatera Utara

Page 101: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Lampiran 2. Tahapan Pembuatan Mikrokristal Selulosa (MCC)

Hidrolisis α – selulosa dengan HCl

Mikrokristal selulosa (MCC)

Mikrokristal selulosa (MCC) kering

Universitas Sumatera Utara

Page 102: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Lampiran 3. Pembuatan Film Kitosan dan Film Kitosan-MCC

Film Kitosan

Film Kitosan-Mikrokristal Slulosa dengan perbandingan (1,9: 0,1)

Universitas Sumatera Utara

Page 103: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Film Kitosan-mikrokristal selulosa dengan perbandingan (1,8 : 0,2)

Film Kitosan-Mikrokristal selulosa dengan perbandingan (1,7:0,3)

Universitas Sumatera Utara

Page 104: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Lampiran 4. Proses Pencetakan Film Kitosan dan Film Kitosan-MCC

Pencetakan Film Kitosan

Pencetakan Film Kitosan-Mikrokristal Selulosa (MCC) dengan perbandingan 1,9:0,1

Universitas Sumatera Utara

Page 105: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Pencetakan Film Kitosan-Mikrokristal Selulosa (MCC) dengan perbandingan 1,8:0,2

Pencetakan Film Kitosan-Mikrokristal Selulosa (MCC) dengan perbandingan 1,7:0,3

Universitas Sumatera Utara

Page 106: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Lampiran 5. Proses Adsorpsi Logam Kadmium (Cd) dengan Metode Kolom

Seperangkat alat filtasi kolom untuk adsorpsi

Film dimasukkan ke dalam kolom

Universitas Sumatera Utara

Page 107: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Proses Adsorpsi Logam Kadmium (Cd)

Proses Adsorpsi Logam Kadmium (Cd)

Universitas Sumatera Utara

Page 108: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Lampiran 6. Spektrum Hasil Analisis Gugus Fungsi Mikrokristal Selulosa (MCC)

Universitas Sumatera Utara

Page 109: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Lampiran 7. Spektrum Analisis Gugus Fungsi Film Kitosan

Universitas Sumatera Utara

Page 110: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Lampiran 8. Spektrum Hasil Analisis Gugus Fungsi Film Kitosan-MCC dengan FT-IR

Universitas Sumatera Utara

Page 111: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Lampiran 9. Hasil Uji Tarik Film Kitosan dengan Penambahan MCC 0,1 g

Load

(kgf

)

Time (s)

Universitas Sumatera Utara

Page 112: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Lampiran 10. Hasil Uji Tarik Film Kitosan dengan Penambahan MCC 0,2 g

Load

(kgf

)

Time (s)

Universitas Sumatera Utara

Page 113: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Lampiran 11. Hasil Uji Tarik Film Kitosan dengan Penambahan MCC 0,3 g

Load

(kgf

)

Time (s)

Universitas Sumatera Utara

Page 114: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Lampiran 12. Hasil Analisis Degradasi Termal Menggunakan TGA

Universitas Sumatera Utara

Page 115: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Lampiran 13. Hasil Analisis Adsorpsi Larutan Logam Kadmium (Cd) Menggunakan Metode Adsorpsi-Filtrasi Kolom

Universitas Sumatera Utara

Page 116: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Lampiran 14. Hasil Analisis Adsorpsi Larutan Logam Kadmium (Cd) Menggunakan metode Perendaman

Universitas Sumatera Utara

Page 117: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Lampiran 15. Hasil Analisis Ukuran Partikel Mikrokristal Selulosa Alang – Alang Menggunakan Particle Size Analyzer (PSA)

Universitas Sumatera Utara

Page 118: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

Lampiran 16. Perhitungan Persentase Adsorpsi atau Efisiensi Adsorpsi (%E)

Adapun persentase (%) yang terserap (efisiensi adsorpsi) dapat dihitung

dengan menggunakan rumus:

dimana:

cawal = konsentrasi awal yaitu 2 µg/L

cakhir = konsentrasi akhir yaitu konsentrasi filtrat yang sudah

dilewatkan pada film dalam satuan µg/L

%E = persentasi yang terserap

1.1 Perhitungan Persentase Logam Kadmium (Cd) yang terserap Untuk Metode Perendaman ditunjukkan seperti di bawah ini:

Tabel 4.8 Hasil Peningkatan Daya Serap Logam Kadmium (Cd) setelah dilewatkan pada Film Kitosan – Mikrokristal Selulosa (MCC) dengan Metode Perendaman

No Kode Kitosan (g)

Mikrokristal Selulosa (MCC) (g)

Kons (µg/L)

%yang terserap

1 F1 2 0 1,1831±0,02 40,847 2 F2 1,9 0,1 1,0481±0,06 47,597 3 F3 1,8 0,2 0,9588±0,03 52,059 4 F4 1,7 0,3 0,8718±0,04 56,407

Keterangan: F1 = Kitosan, F2 = Kitosan + 0,1 g MCC, F3 = Kitosan + 0,2 g MCC, F4 = Kitosan + 0,3 g MCC

1. F1 (%E) = 2 µg/L – 1,1831µg/L 2 µg/L

x 100% = 40, 847%

2. F2 (%E) = 2 µg/L – 1,0481µg/L 2 µg/L

x 100% = 47, 597%

3. F3 (%E) = 2 µg/L – 0,9588µg/L 2 µg/L

x 100% = 52,059%

4. F4 (%E) = 2 µg/L – 0,8718µg/L 2 µg/L

x 100% = 56,407%

%E = 𝑪𝑪𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂− 𝑪𝑪𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝑪𝑪𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂

x 100%

Universitas Sumatera Utara

Page 119: TESIS Oleh HARTIKA SAMGRACE SIAGIAN 127006015/KIM

1.2. Perhitungan Persentase Logam Kadmium (Cd) yang terserap Untuk Metode Adsorpsi – Filtrasi Kolom ditunjukkan seperti di bawah ini:

Tabel 4.10 Hasil Peningkatan Daya Serap Logam Kadmium (Cd) setelah

dilewatkan dengan Film Kitosan – Mikrokristal Selulosa (MCC) dengan Metode Adsorpsi-Filtrasi Kolom

No Kode Kitosan (g)

Mikrokristal Selulosa (MCC) (g)

Kons (µg/L)

%yang terserap

1 F1 2 0 1,0270±0,02 48,672 2 F2 1,9 0,1 0,7590±0,04 62,014 3 F3 1,8 0,2 0,5940±0,07 70,252 4 F4 1,7 0,3 0,4090±0,03 79,519

Keterangan: F1 = Kitosan, F2 = Kitosan + 0,1 g MCC, F3 = Kitosan + 0,2 g MCC, F4 = Kitosan + 0,3 g MCC

1. F1 (%E) = 2 µg/L – 1,027µg/L 2 µg/L

x 100% = 48, 672%

2. F2 (%E) = 2 µg/L – 0,759µg/L 2 µg/L

x 100% = 62,014%

3. F3 (%E) = 2 µg/L – 0,594µg/L 2 µg/L

x 100% = 70,252%

4. F4 (%E) = 2 µg/L – 0,409µg/L 2 µg/L

x 100% = 79,519%

Universitas Sumatera Utara