Top Banner
TESIS NILAI NUTRISI SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN UTAMA AZOLLA DAN DAMPAK TERHADAP KARAKTERISTIK RUMEN DAN NERACA NITROGEN PADA TERNAK KAMBING THE NUTRITIVE VALUE OF THE COMPLETE FEED SILAGE MADE FROM AZOLLA AND ITS EFFECT ON THE RUMEN CHARACTERISTICS AND NITROGEN BALANCE OF GOATS OLEH S A N T I P4000215009 SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
47

TESIS NILAI NUTRISI SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 26. · Nilai Nutrisi Silase Pakan Lengkap yang Berbahan Utama

Feb 06, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • TESIS

    NILAI NUTRISI SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN UTAMA AZOLLA DAN DAMPAK TERHADAP KARAKTERISTIK RUMEN DAN NERACA

    NITROGEN PADA TERNAK KAMBING

    THE NUTRITIVE VALUE OF THE COMPLETE FEED SILAGE MADE FROM AZOLLA AND ITS EFFECT ON THE RUMEN CHARACTERISTICS

    AND NITROGEN BALANCE OF GOATS

    OLEH

    S A N T I P4000215009

    SEKOLAH PASCASARJANA

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2017

  • NILAI NUTRISI SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN UTAMA AZOLLA DAN DAMPAK TERHADAP KARAKTERISTIK RUMEN

    DAN NERACA NITROGEN PADA TERNAK KAMBING

    THE NUTRITIVE VALUE OF THE COMPLETE FEED SILAGE MADE FROM AZOLLA AND ITS EFFECT ON THE RUMEN HARACTERISTICS

    AND NITROGEN BALANCE OF GOATS

    S A N T I

    SEKOLAH PASCASARJANA

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2017

  • NILAI NUTRISI SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN UTAMA AZOLLA DAN DAMPAK TERHADAP KARAKTERISTIK RUMEN

    DAN NERACA NITROGEN PADA TERNAK KAMBING

    Tesis

    Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

    Program Studi

    Ilmu dan Teknologi Peternakan

    Disusun dan diajukan oleh

    S A N T I

    Kepada

    SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR 2017

  • PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

  • iv

    PRAKATA

    Alhamdulillah, atas rahmat dan taufik ‒ Nya sehingga penulis dapat

    menyelesaikan tesis ini dengan judul Nilai Nutrisi Silase Pakan Lengkap

    Berbahan Utama Azolla serta Dampak TerhadapKarakteristik Rumendan

    Dinamika Nitrogenpada Ternak Kambing. Penulis dengan rendah hati

    mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

    dan membimbing dalam menyelesaikan tesis ini utamanya kepada :

    1. Ibu Dr. Ir. Syahriani Syahrir, M.Si. sebagaikomisi pembimbing

    utama dan bapak Prof. Dr. Ir. Ismartoyo,M.Agr.S.selakukomisi

    pembimbing anggota yang telah banyak meluangkan waktu untuk

    membimbing, mengarahkan dan memberikan nasihat serta

    motivasi dalam penyusunan tesis ini.

    2. BapakProf.Dr. Ir. Asmuddin Natsir, M.Sc., Ibu Dr. Ir. Hj. Rohmiyatul

    Islamiyati, MP dan Bapak Dr. Ir. Syamsuddin, MP. selaku Dosen

    Pembahas dan Bapak Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja, M. Sc.

    selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu dan Teknologi Peternakan

    yang bersedia meluangkan waktu dan memberikan saran ‒ saran

    untuk perbaikan tesis ini ke depannya.

    3. Bapak Dekan Fakultas Peternakan beserta Wakil Dekan I, Wakil

    Dekan II dan Wakil Dekan III, Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh

    Pegawai Fakultas Peternakan UNHAS.

  • v

    Alhamdulillah, atas rahmat dan taufik ‒ Nya sehingga penulis dapat

    menyelesaikan tesis ini dengan judul Nilai Nutrisi Silase Pakan Lengkap

    Berbahan Utama Azolla serta Dampak Terhadap Karakteristik Rumen dan

    Neraca Nitrogen pada Ternak Kambing. Penulis dengan rendah hati

    mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

    dan membimbing dalam menyelesaikan tesis ini utamanya kepada :

    4. Ibu Dr. Ir. Syahriani Syahrir, M.Si. sebagai komisi pembimbing

    utama dan bapak Prof. Dr. Ir. Ismartoyo, M.Agr.S. selaku komisi

    pembimbing anggota yang telah banyak meluangkan waktu untuk

    membimbing, mengarahkan dan memberikan nasihat serta

    motivasi dalam penyusunan tesis ini.

    5. Bapak Prof. Dr. Ir. Asmuddin Natsir, M.Sc., Ibu Dr. Ir. Hj.

    Rohmiyatul Islamiyati, MP dan Bapak Dr. Ir. Syamsuddin, MP.

    selaku Dosen Pembahas dan Bapak Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira

    Rahardja, M. Sc. selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu dan

    Teknologi Peternakan yang bersedia meluangkan waktu dan

    memberikan saran ‒ saran untuk perbaikan tesis ini ke depannya.

    6. Bapak Dekan Fakultas Peternakan beserta Wakil Dekan I, Wakil

    Dekan II dan Wakil Dekan III, Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh

    Pegawai Fakultas Peternakan UNHAS.

    7. Kedua orang tua Nurdin dan Kasang serta saudara ‒ saudara

    penulis atas segala doa, motivasi, teladan, pengetahuan dan

  • vi

    dukungan penuh kasih sayang terbesar dan selamanya kepada

    penulis.

    8. Kepada teman kelas ITP angkatan 2015 serta rekan ‒ rakan yang

    telah memberikan bantuan dan banyak menjadi inspirasi bagi

    penulis.

    Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dan semoga tesis ini

    bermanfaat bagi pembaca terutama bagi saya sendiri. Aamiin.

    Makassar, 8 Agustus 2017

    S A N T I

  • vii

    ABSTRAK

    SANTI.Nilai Nutrisi Silase Pakan Lengkap yang Berbahan Utama Azolla dan Dampak Terhadap Karakteristik Rumen dan Neraca Nitrogen pada Kambing (dibimbing oleh Syahriani Syahrir dan Ismartoyo).

    Tumbuhan azolla memiliki potensi baik sebagai pakan ternak karena kandungan nutrisi yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kualitas dan kandungan nutrisi silase pakan lengkap yang berbahan utama azolla dengan lama fermentasi yang berbeda, serta mengkaji karakteristik rumen (pH, VFA, dan NH3 ), serta neraca nitrogen, mencakup konsumsi dan kecernaan N, retensi N dan biological value pada ternak kambing yang mendapat silase pakan lengkap berbahan utama azolla. Penelitian ini dilakukan 2 tahap yaitu tahap I silase pakan lengkap berbahan utama azolla dengan lama fermentasi yang berbeda. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap 3 perlakuan dan 5 ulangan dengan perlakuan yaitu P0: fermentasi 0 hari (control), P1: fermentasi 2 minggu, P3: fermentasi 4 minggu. Tahap II karakteristik rumen dan neraca nitrogen pada kambing yang mendapat silase pakan lengkap berbahan utama azolla dengan perlakuan sebagai berikut : R1 = 50% Rumput + 50% silase pakan lengkap yang berbahan utama azolla; R2 = 50% rumput + 50% silase pakan lengkap yang berbahan utama tongkol jagung; R3 = 50% rumput + 25% silase pakan lengkap yang berbahan utama azolla + 25% silase pakan lengkap yang berbahan utama tongkol jagung. Hasil penelitian pada tahap I menunjukkan silase pakan lengkap berbahan utama azolla pada lama fermentasi empat minggu masih efektif digunakan sebagai pakan, ditandai dengan penurunan protein kasar yang tidak nyata (123,95 g), lemak kasar tinggi (53,31 g) dan penurunan serak kasar yang nyata (204.11 g). Hasil pada tahap II menunjukkan ransum silase berbahan utama azolla efektif diberikan pada kambing pada perlakuan R1 ditandai dengan NH3 rendah (57.14 mM), VFA tinggi (92.48) dan diikuti dengan retensi N yang tinggi (8.46 g/e/h). Dari hasil disimpulkan yaitu silase pakan lengkap yang berbahan utama azolla baik digunakan sampai fermentasi 4 minggu dan efektif diberikan kambing pada perlakuan R1.

    Kata kunci: azolla, silase pakan lengkap, karakteristik rumen, neraca nitrogen, kambing.

  • viii

    ABSTRACT

    SANTI.The Nutritive Value of the Complete Feed Silage Made from Azolla and Effect on the Rumen Characteristics and Nitrogen Balanceof Goats (Supervised by Syahriani Syahrir dan Ismartoyo).

    Azolla have a great potential as animal feed because of its high nutrient content. This research aimed to examine the nutrients quality ofcomplete feed silage made from main azolla with different time fermentation, and to examine the rumen characteristics (pH, VFA, and NH3), and nitrogen balance including consumption and digestibility N, N retention and biological value on goats obtaining the complete feed silage made from azolla.There were two phases in the research namely; phase I was the complete feed silage made from azolla and different time fermentation. This research used the complete randomized design of 3 treatments and 5 replications withthe treatments as follows: P0: fermentation of 0 days (control), P1: fermentation of 2 weeks, P3: fermentation of 4 weeks. Phase II was the rumen characteristic and nitrogenbalance on goats obtaining the complete feed made from azolla with the treatments as follows: R1 = 50% Grass + 50% complete feed silage made fromazolla; R2 = 50% grass + 50% complete feed silage made from corn cobs; R3 = 50% grass + 25% complete feed silage made from azolla + 25% complete feed silage made from corn cobs. Based on the research conducted in the first phase, the result indicated the four week time fermentation effectively used as the feed, it was marked by significantly crude proten decrease (123,95 g), high crude fat (53,31 g), and significantly crude fiber decrease (204.11 g). The research of the phase II indicated that the silage ration made from azolla was effectively given to the goats in R1 treatment marked by low NH3(57.14 mM), high VFA (92.48 mM) and followed by high N (8.46 g/e/h) retention. It was concluded that complete feed silage made from azollaas feed animalup to4 weeks fermentation was suitable as a good diet for goat

    Key words: Azolla, silage, complete feed, rumen characteristic nitrogen balance, goat.

  • ix

    RINGKASAN

    SANTI. P4000215009. Nilai Nutrisi Silase Pakan lengkap yang

    Berbahan Utama Azolla dan Dampak terhadap Karakteristik Rumen dan

    Neraca Nitrogen pada Kambing (Dibimbing oleh: Dr. Ir. Syahriani Syahrir,

    M.Si., dan Prof. Dr. Ir. Ismartoyo, M. Agrs.)

    Pemanfaatan azolla sebagai bahan pakan altenatif harus dilakukan

    pengolahan dalam bentuk silase pakan lengkap karena kadar air yang

    tinggi sehingga dapat tersedia secara berkelanjutan, tanpa mengurangi

    berat dan kualitas pakan. Azolla merupakan salah satu sumber bahan

    pakan alternatif yang berpotensi cukup tinggi untuk meningkatkan

    produktivitas ternak karena memiliki kandungan nutrien yang baik,

    terutama sebagai sumber protein. Ransum dengan kadar protein yang

    sama bisa jadi memiliki tingkat fermentabilitas, ketahanan protein

    terhadap degradasi rumen, kecernaan protein oleh enzim pencernaan

    pasca rumen dan sintesis protein mikroba yang berbeda-beda. Oleh

    karena itu kadar protein ransum yang tinggi tidak dapat menjamin bahwa

    ransum tersebut berkualitas baik. Penelitian ini bertujuan mengkaji

    kualitas dan kandungan nutrisi silase pakan lengkap yang berbahan

    utama azolla dengan lama fermentasi yang berbeda, serta mengkaji

    karakteristik rumen (pH, VFA, dan NH3 ) dan neraca nitrogen, mencakup

    konsumsi dan kecernaan N, retensi N dan biological value pada ternak

    kambing yang mendapat silase pakan lengkap berbahan utama azolla

  • x

    Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu Tahap I silase pakan

    lengkap berbahan utama azolla dengan lama fermentasi yang berbeda.

    Komposisi pakan terdiri dari azolla 51%, dedak 37%, molases10%, dan

    mineral 2% dengan menggunakan rancangan acak lengkap 3 perlakuan

    dan 5 ulangan dengan perlakuan yaitu P0 : fermentasi 0 hari (control), P1:

    fermentasi 2 minggu, P3: fermentasi 4 minggu. Tahap II karakteristik

    rumen dan neraca nitrogen pada kambing yang mendapat silase pakan

    lengkap berbahan utama azolla. Menggunakan 9 ekor kambing yang

    berumur ± I tahun. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

    rancangan acak kelompok dengan tiga perlakuan dan tiga kelompok.

    Lama penelitian 3 minggu ( 2 minggu adaptasi dan 1 minggu kolekting)

    dengan perlakuan sebagai berikut : R1 = 50% Rumput + 50% silase

    pakan lengkap yang berbahan utama azolla; R2 = 50% rumput + 50%

    silase pakan lengkap yang berbahan utama tongkol jagung; R3 = 50%

    rumput + 25% silase pakan lengkap yang berbahan utama azolla + 25%

    silase pakan lengkap yang berbahan utama tongkol jagung.

    Hasil penelitian pada tahap I menunjukkan lemak kasar terjadi

    peningkatan yang nyata (P

  • xi

    nyata lebih tinggi (P0.05) dengan R3 (84.05), Konsumsi N berbeda nyata (P0.05) antar

    perlakuan akan tetapi tertinggi pada R2 (84.5%) dan terendah adalah R3

    (78.00%), N urin pada R1 (0.68 g/e/h) tidak berbeda nyata (P>0.05)

    dengan R2 (0.76 g/e/h) dan R3 (0.39 g/e/h), dan R2 nyata lebih tinggi

    (P

  • xii

    DAFTAR ISI

    halaman

    PRAKATA iv

    ABSTRAK vi

    ABSTRACT vii

    RINGKASAN viii

    DAFTAR ISI xi

    DAFTAR TABEL xiii

    DAFTAR GAMBAR xiv

    DAFTAR LAMPIRAN xv

    I. PENDAHULUAN 1

    A. Latar Belakang 1

    B. Rumusan Masalah 3

    C. Tujuan Penelitian 4

    D. Kegunaan Penelitian 4

    II. TINJAUAN PUSTAKA 5

    A. Produktivitas Kambing 5

    B. Ransum Komplit 6

    C. Azolla 7

    D. Fermentasi 10

    E. Silase 10

    F. Karakteristik Rumen 14

    G. Neraca Nitrogen 20

  • xiii

    H. Kerangka Pikir 28

    I. Hipotesis 29

    III. METODE PENELITIAN 30

    A. Waktu dan Tempat 30

    B. Penelitian Tahap I ( Pembuatan dan Pengujian Perubahan Nilai Nutrisi Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama Azolla) 30

    a. Materi Penelitian 30 b. Pelaksnaan Penelitian 31 c. Peubah yang Diamati 32 d. Rancangan Penelitian 39

    C. Penelitian Tahap II ( Neraca Nitrogen dan Karakteristik Rumen

    Ternak Kambing yang Mendapat Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama Azolla) 40

    a. Materi Penelitian 40 b. Pelaksanaan Penelitian 40 c. Peubah yang Diamati 43 d. Rancangan Penelitian 46

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 47

    A. Berat Nutrisi Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama Azolla dengan Lama Fermentasi yang Berbeda 47

    B. Komposisi Kimia Ransum 51

    C. Karakteristik Cairan Rumen 52

    D. Neraca Nitrogen 56

    V. DISKUSI UMUM 59 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 62

    DAFTAR PUSTAKA 63

  • xiv

    DAFTAR TABEL

    Nomor halaman

    1. Kandungan nutrisi azolla (%) berdasarkan berat kering 9

    2. Komposisi bahan pakan lengkap berbahan utama tongkol

    jagung 42

    3. Berat nutrisi (protein kasar, lemak kasar dan serat kasar) pada

    silase pakan lengkap berbahan utama zolla dengan lama

    fermentasi yang berbeda 47

    4. Komposisi nutrisi ransum perlakuan 52

    5. Karakteristik rumen pada kambing yang diberi silase pakan

    lengkap berbahan utama azolla. 53

    6. Neraca nitrogen pada kambing yang diberi pakan lengkap

    berbahan utama azolla. 56

  • xv

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor halaman 1. Pencernaan dan metabolisme nitrogen dalam rumen 22

    2. Kerangka Pikir 28

    3. Persentase perubahan nutrisi silase pakan lengkap berbahan

    utama azolla. 50

  • xvi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor halaman 1. Sidik ragam kandungan protein kasar silase pakan lengkap

    berbahan utama azolla dengan lama fermentasi yang berbeda 69

    2. Sidik ragam kandungan lemak kasar silase pakan lengkap berbahan utama azolla dengan lama fermentasi yang berbeda 70

    3. Sidik ragam kandungan serat kasar silase pakan lengkap berbahan utama azolla dengan lama fermentasi yang berbeda 71

    4. Sidik ragam nilai pH cairan rumen kambing yang diberi silase pakan lengkap berbahan utama azolla. 72

    5. Sidik ragam nilai NH3 cairan rumen kambing yang diberi

    silase pakan lengkap berbahan utama azolla 73

    6. Sidik ragam nilai VFA cairan rumen kambing yang diberi

    silase pakan lengkap berbahan utama azolla 74

    7. Sidik ragam konsumsi nitrogen pada kambing yang diberi

    silase pakan lengkap berbahan utama azolla 75

    8. Sidik ragam kecernaan nitrogen pada kambing yang diberi

    silase pakan lengkap berbahan utama azolla 76

    9. Sidik ragam nitrogen urin pada kambing yang diberi silase

    pakan lengkap berbahan utama azolla 77

    10. Sidik ragam retensi nitrogen pada kambing yang diberi

    silase pakan lengkap berbahan utama azolla 78

    11. Sidik ragam BV pada kambing yang diberi silase pakan

    lengkap berbahan utama azolla 79

    12. Dekumentasi Kegiatan Penelitian 80

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Kambing merupakan ternak ruminansia yang produktivitasnya

    ditingkat petani masih rendah. Produktivitas kambing sangat dominan

    dipengaruhi oleh pakan. Pakan dengan kandungan nutrien yang cukup

    dan sesuai untuk kebutuhan ternak akan memperbaiki produktivitasnya.

    Pemberian pakan pada ternak kambing umumnya berupa pakan

    utama yaitu hijauan segar dan konsentrat (pakan penguat). Kecukupan

    atau kesesuaian pakan untuk kebutuhan ternak tersebut selain ditinjau

    dari segi kuantitas, juga harus dari segi kualitasnya untuk pemenuhan

    hidup pokok dan produksi. Nutrien yang sangat penting dan harus

    diperhatikan adalah protein dan energi.

    Rendahnya ketersediaan pakan di daerah tropis pada umumnya dan

    Indonesia khususnya, ketersediaan pakan baik kualitas maupun kuantitas

    pada musim kemarau sering tidak mencukupi ketersediaan ternak

    disebabkan karena kandungan energi dan nitrogen rendah serta

    kandungan serat tinggi. Pakan berserat tinggi menurunkan efisiensi

    penggunaan pakan.

    Salah satu jenis tumbuhan yang belum dimanfaatkan secara optimal

    oleh petani yaitu azolla. Menurut Khan (1988), bahwa azolla adalah

  • 2

    hijauan air yang tumbuh di sawah atau kolam sehingga mudah diperoleh

    terutama di daerah tropis. Tumbuhan ini bersimbiosis dengan Anabaena

    azollae yang mampu memfiksasi N dari atmosfer, dapat menghasilkan

    117 kg nitrogen per hektar dalam 106 hari. Azolla mampu mengikat N

    sehingga kandungan proteinnya tinggi, karena itu dapat digunakan

    sebagai pakan sumber protein untuk ruminansia.

    Azolla memiliki potensi sebagai pakan sumber protein untuk ternak

    ruminansia. Mengkombinasikan dengan bahan lain dalam bentuk pakan

    komplit dapat meningkatkan bahan pakan yang berkualitas rendah. Agar

    pakan dapat tersedia secara berkelanjutan, perlu metode khusus untuk

    mengefisienkan penyimpanan pakan, tanpa mengurangi berat dan

    kualitas pakan. Karena itu salah satu teknologi tepat guna yang aplikatif

    adalah pakan lengkap berbentuk silase.

    Pembuatan silase membutuhkan waktu untuk berlangsungnya

    proses fermentasi yang akan berdampak pada penguraian atau

    penambahan nutrien dalam media fermentasi. Pada saat berlangsungnya

    proses fermentasi dimungkinkan terjadinya peningkatan atau penurunan

    nutrien akibat proses ensilase. Hal yang diharapkan dari proses

    fermentasi silase pakan lengkap adalah meningkatnya nutrien yang

    berkualitas, terutama kandungan protein bahan, tetapi degradasi bahan

    seminimal mungkin.

    Proses ensilase diharapkan tidak mengurangi biomassa silase,

    namun memungkinkan terjadinya peningkatan nutrien pakan akibat proses

  • 3

    fermentasi. Karena ternak ruminansia yang akan mengkonsumsi silase

    pakan lengkap membutuhkan bahan baku yang banyak. Jumlah konsumsi

    bahan pakan yang berkualitas dapat berpengaruh pada karakteristik

    cairan rumen dan retensi nitrogen.

    Penelitian ini mengkaji tentang perubahan nilai nutrisi silase pakan

    lengkap yang berbahan utama azolla serta dampak terhadap karakteristik

    rumen (pH, VFA, dan NH3 ), serta neraca nitrogen, mencakup konsumsi

    dan kecernaan N, retensi N dan biological value pada ternak kambing.

    B. Rumusan Masalah

    Tumbuhan azolla merupakan tumbuhan air dan kandungan

    proteinnya tinggi. Tumbuhan ini melimpah pada musim hujan dan belum

    dimanfaatkan secara maksimal oleh peternak. Penggunaan azolla sebagai

    pakan terbatas karena hanya melimpah pada musim hujan dan kadar air

    yang tinggi, sehingga perlu diolah yaitu dalam bentuk silase pakan

    lengkap berbahan utama azolla. Pengolahan pakan dalam bentuk silase

    dapat memperpanjang daya simpan dan mempertahankan kualitas pakan

    sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan azolla sebagai bahan

    pakan sumber protein. Kadar protein yang tinggi pada azolla dapat

    memenuhi kebutuhan protein ternak ruminansi, namun pemberian silase

    pakan lengkap berbahan utama azolla belum diketahui apakah dapat

    mempengaruhi karakteristik rumen (pH, VFA dan NH3) dan neraca

    nitrogennya pada ternak kambing.

  • 4

    C. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk :

    1. Mengkaji kualitas dan kandungan nutrisi silase pakan lengkap

    yang berbahan utama azolla dengan lama fermentasi yang

    berbeda.

    2. Mengkaji karakteristik rumen (pH, VFA, dan NH3 ), serta neraca

    nitrogen, mencakup konsumsi dan kecernaan N, retensi N dan

    biological value pada ternak kambing yang mendapat silase pakan

    lengkap berbahan utama azolla.

    D. Kegunaan Penelitian

    Kegunaan dari penelitian ini yaitu sebagai bahan informasi kepada

    peternak mengenai perubahan nilai nutrisi silase pakan lengkap yang

    berbahan utama azolla serta dampak terhadap karakteristik rumen (pH,

    VFA, dan NH3) dan neraca nitrogen (konsumsi dan kecernaan N, retensi N

    dan biological value) pada ternak kambing.

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Produktivitas Kambing

    Kambing merupakan jenis ternak ruminansia yang sudah sejak

    lama dibudidayakan. Memelihara ternak ini relatif tidak sulit, karena

    selain jinak makanannya juga cukup beragam. Kambing bisa hidup

    dan berkembang walau tanpa dikandangkan karena mereka akan

    memakan apa saja yang ditemui sepanjang wilayahnya. Namun, pola

    hidup seperti ini tidak baik dan tidak sehat karena penuh resiko.

    Oleh karena itu dalam usaha peternakan membutuhkan kandang

    untuk melindungi kambing dari terik matahari, hujan, hewan pemangsa

    dan mencegah kambing merusak tumbuhan serta mengkonsumsi

    pakan dan air yang berbahaya (Andoko, 2013).

    Kebutuhan protein kambing dipengaruhi oleh umur, masa

    pertumbuhan, kebuntingan, laktasi, ukuran dewasa tubuh, kondisi tubuh,

    dan rasio energi ‒ protein (Ensminger, 2001). Bobot badan kambing

    antara 10 ‒ 20 kg (rataan 15 kg), untuk menghasilkan PBBH antara 50 ‒

    100 g/h (rataan 75 g), dibutuhkan konsumsi bahan kering antara 470 ‒

    620 g (rataan 545 g), protein kasar antara 44 ‒ 58 g (rataan 51 g) dan

    energi dapat dicerna antara 1,380 ‒ 1,820 Mkal/e/h dengan rataan 1,600

    Mkal (National Research Council, 2006).

  • 6

    B. Ransum Komplit

    Ransum adalah campuran jenis pakan yang diberikan pada ternak

    untuk sehari semalam selama umur hidupnya untuk memenuhi kebutuhan

    nutrisi bagi tubuhnya. Ransum yang sempurna harus mengandung zat ‒

    zat gizi yang seimbang, disukai ternak dan dalam bentuk yang mudah

    dicerna oleh saluran pencernaan (Ensminger et al., 1990). Pakan

    merupakan suatu bahan ‒ bahan yang dimakan oleh ternak, yang

    mengandung energi dan zat ‒ zat gizi (atau keduanya) di dalam makanan

    tersebut (Tillman et al., 1998).

    Pakan lengkap atau ransum komplit merupakan pakan yang cukup

    mengandung nutrien untuk ternak dalam tingkat fisiologis tertentu yang

    dibentuk dan diberikan satu ‒ satunya pakan yang mampu memenuhi

    kebutuhan hidup pokok dan produksi tanpa tambahan substansi lain

    kecuali air (Hartadi et al., 2005).

    Ransum komplit berasal dari campuran ransum total yang terbentuk

    dengan cara menimbang dan menyatukan semua bahan ‒ bahan pakan

    yang dapat menyediakan kecukupan zat makanan yang dibutuhkan oleh

    ternak. Setiap bagian yang dikonsumsi dapat menyediakan nutrisi (energi,

    protein, serat, mineral dan vitamin) yang dibutuhkan oleh ternak

    (Schroeder dan Park, 1997). Pakan lengkap juga dapat digunakan untuk

    meningkatkan taraf penggunaan hasil sisa industri agro yang tergolong

    limbah basah (wet byproducts) yang relatif cepat rusak (Ginting, 2009).

  • 7

    C. Azolla

    Azolla merupakan tumbuhan kecil yang mengapung di air, terlihat

    berbentuk segitiga atau segiempat, berukuran 2‒4 cm x 1cm, terdiri atas

    tiga bagian, yaitu akar, rhizome, dan daun yang terapung. Akar soliter,

    menggantung di air, berbulu. panjang 1 ‒ 5 cm, dengan membentuk

    kelompok 3 ‒ 6 rambut akar. Rhizoma merupakan generasi sporofit,

    Daun kecil, membentuk 2 barisan, menyirip bervariasi, duduk melekat,

    cuping dengan cuping dorsal berpegang di atas permukaan air dan

    cuping ventral mengapung. Daun berongga di dalamnya hidup

    Anaboeno azolloe (Leanne, 2010). Azolla pinnata merupakan paku air

    yang bersimbiosis dengan Anabaena azollae yang mampu memfiksasi

    N dari atmosfer. Azolla lebih dikenal sebagai sumber nitrogen dan

    unsur hara lainnya (Etikawati, 2000).

    Azolla sangat peka terhadap kekeringan, sehingga habitat yang

    berair merupakan kebutuhan utama untuk tetap bertahan hidup.

    Tumbuhan ini akan mati dalam beberapa jam jika berada pada kondisi

    kering. Penyebarannya secara luas pada daerah sedang (temperate),

    dan pada umumnya sangat dipengaruhi oleh kondisi suhu di daerah

    tropis. Kondisi lingkungan yang baik adalah suhu antara 20 ‒ 25oC.

    Untuk dapat bertumbuh dan memfiksasi nitrogen dengan baik

    membutuhkan suhu 20 ‒ 30oC, jika berada di bawah 5oC and di atas

    45oC azolla akan mati (Leanne , 2010).

  • 8

    Badan Tenaga Atom lnternasional (IAEA ‒ Wina) dalam hasil

    penelitiannya melaporkan bahwa simbiosis azolla dengan Anoboeno

    azolloe dapat memflksasi N2 udara sebesar 70 ‒ 90%. Laju tumbuh

    azolla adalah 0.355 ‒ 0.390 g/hari (di laboratorium) dan 0.144 ‒ 0.860 g/h

    (di lapangan). Hasil penelitian BATAN (2006), menunjukkan bahwa

    dengan menginokulasikan 200 g/ m2 azolla segar dalam waktu 3 minggu

    azolla akan menutupi seluruh permukaan lahan tempat azolla

    ditumbuhkan. Pada keadaan tersebut azolla yang dihasilkan sebesar 30

    ‒ 45 kgN/ha.

    Kualitas azolla yang tinggi hal tersebut baik untuk dijadikan pakan.

    Hal tersebut dijelaskan Basak et al (2002), bahwa kandungan protein

    kasar Azolla adalah 25.78 %. Begitu pula Sreemannaryana et al (1993),

    melaporkan bahwa protein kasar azolla cukup tinggi berkisar di antara

    25 – 37,36%. Alalade dan Lyai (2006) menyatakan bahwa tepung azolla

    mengandung protein kasar (% DM) sebesar 21,4%. Asam amino yang

    ada dalam tepung azolla adalah 0.98% DM asam amino lysine;

    0.34% DM Methionine; 0.18% DM Cystine; 0.87% DM Threonin; 0.39%

    DM Tryptophan; 1.15% DM Arginine; 0.93% DM Isoleucine; 1.01% DM

    Phenylalanine; 0.68% DM Tyrosine; 1.00% DM Glycine; 0.90% DM

    Serine; 1.18% DM. Lumpkin dan Plucknett (1982), menyatakan bahwa

    tepung azolla berpotensi baik sebagai salah satu bahan pakan untuk

    sumber protein.

  • 9

    Kandungan nutrisi Azolla pinnata bervariasi tergantung pada

    lingkungannya dimana tumbuhan air tersebut tumbuh azolla selain

    sebagai sumber protein dan energi juga sebagai sumber mineral. Menurut

    Manin (1997), azolla mengandung protein kasar 24‒30%, lemak kasar 3 ‒

    3.2%, abu 10‒19 %, kalsium 0.4 ‒1.0% dan fosfor 0.5 ‒ 0.9%,

    Sedangkan menurut Khatun et al (1999), Azolla adalah hijauan sumber

    protein dengan kadar protein 28.54%, daya cerna proteinnya sebesar

    21.98% dan nilai metabolisme energinya 7.59 MJ/kg. Selanjutnya

    kandungan nutrisi lengkap azolla dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Kandungan Nutrisi Azolla (%) Berdasarkan Berat Kering

    Unsur Kandungan Unsur Kandungan

    Abu 10.50 Magnesium 0.50 ‒ 0.65 Lemak Kasar 3.00 ‒ 3.30 Mangan 0.11 ‒ 0.16 Protein Kasar 24.00 ‒ 30.00 Zat Besi 0.06 ‒ 0.26 Nitrogen 4.50 Gula Terlarut 3.50 Fosfor 0.50 ‒ 0.90 Kalsium 0.40 ‒ 1.00 Kalium 2.00 ‒ 4.50 Serat Kasar 9.10 Pati 6.54 Klorofil 0.34 ‒ 0.55

    Sumber :Kuncarawati et al., 2004.

    Azolla dapat dijadikan konsentrat protein daun (KPD) dengan

    mengkoagulasikan protein hijauan tersebut pada 800C dalam penangas

    air selanjutnya disentrifus. KPD azolla mengandung lemak dan serat yang

    lebih rendah, kandungan sianidanya berkisar antara 0.12 mg/100 g

    sampai dengan 0.15 mg/100g (Fazakin, 1999).

  • 10

    D. Fermentasi

    Fermentasi adalah segala macam proses metabolik dengan bantuan

    enzim dari mikroba (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi,

    hidrolisa, dan reaksi kimia lainnya sehingga terjadi perubahan kimia pada

    suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu dan

    menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan tersebut (Winarno, 1979).

    Winarno (1979), mikroba yang bersifat fermentatif dapat mengubah

    karbohidrat dan turunannya terutama menjadi alkohol, asam dan CO2.

    Lebih lanjut dinyatakan Ely et al (1982), bahwa alkohol dan asam yang

    dihasilkan mikrobia cukup tinggi, sehingga pertumbuhan proteolitik dan

    lipolitik akan terhambat.

    Melalui proses fermentasi bahan pakan akan mengalami perubahan

    fisik dan kimia yang menguntungkan diantaranya perubahan tekstur dan

    nilai cerna. Degradasi secara mikrobiologis yang terjadi pada saat proses

    fermentasi merupakan salah satu cara dapat mengubah bahan yang

    mengandung serat seperti selulosa dan lignin menjadi monosakarida,

    disakarida atau selubiosa (Tanuwidjaja,1988).

    E. Silase

    Silase adalah makanan ternak yang dihasilkan melalui proses

    fermentasi dengan kandungan air yang tinggi. Ensilase adalah prosesnya,

    sedangkan tempat pembuatannya dinamakan silo (Sapienza dan Bolsen,

    1993). Silase adalah hijauan pakan ternak yang mengalami proses

  • 11

    fermentasi dan masih banyak mangandung air, berwarna kehijauan

    dan disimpan dalam keadaan anaerob. Hijauan makanan ternak

    yang dibuat silase mengandung bahan kering 25 ‒ 35% dengan

    kandungan air 65 ‒ 75%. Untuk memperoleh hasil silase yang baik, hijaun

    tersebut dilayukan terlebih dahulu 2‒4 jam (Reksohadiprodjo, 1995).

    Bahan pakan yang dapat digunakan untuk membuat silase pada

    dasarnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu pertama bahan

    pakan yang berserat kasar tinggi yaitu rumput, daun pisang, daun ketela

    pohon (ubi kayu), daun ketela rambat (ubi jalar), daun lamtoro, daun

    gamal, daun kaliandra, daun turi, jerami padi, jerami kacang tanah, kulit

    kakao, kulit ketela pohon, kulit nenas, kulit kopi, pucuk tebu, dll. Yang

    kedua bahan pakan yang berserat kasar rendah antara lain dedak padi,

    jagung, singkong, onggok, tepung jagung, bungkil kelapa, biji karet,

    ampas tahu, ampas kelapa, tetes tebu dan cairan manis dari biji kakao

    (Rukmana, 2001).

    Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk mengawetkan dan

    mengurangi kehilangan zat makanan suatu hijauan untuk dimanfaatkan

    pada masa mendatang. Silase dibuat jika produksi hijauan dalam jumlah

    yang banyak, pembuatan silase lebih menguntungkan karena kurang

    tergantung cuaca harian. Kualitas dan nilai nutrisi silase dipengaruhi

    sejumlah faktor seperti spesies tumbuhan yang dibuat silase, fase

    pertumbuhan dan kandungan bahan kering saat panen, mikroorganisme

  • 12

    yang terlibat dalam proses dan penggunaan bahan tambahan (Saun dan

    Heinrichs, 2008).

    Prinsip dasar pembuatan silase memacu terjadinya kondisi anaerob

    asam dalam waktu singkat ada 4 hal penting agar diperoleh kondisi

    tersebut yaitu menghilangkan udara dengan cepat, menghasilkan asam

    laktat yang menurunkan pH, mencegah masuknya oksigen kedalam silo

    dan menghambat pertumbuhan jamur selama penyimpanan (Saun dan

    Heinrichs, 2008).

    Secara garis besar proses pembuatan silase terdiri dari 4 fase yaitu

    (Sapienza dan Bolsen, 1993):

    1. Fase anaerob

    Sejak hijauan masuk silo, berlangsung dua macam proses yaitu

    proses respirasi dan proses proteolisis yang disebabkan oleh

    adanya aktifitas enzim yang berada dalam tumbuhan tersebut.

    2. Fase fermentasi

    Sekali kondisi anaerob tercapai pada bahan yang diawetkan

    beberapa proses mulai berlangsung. Sel tumbuhan mulai

    dirombak dalam kondisi anaerob. Lisis dari sel tumbuhan tersebut

    dapat mempunyai efek positif dan negatif. Lisis ini akan

    menghasilkan gula untuk bakteri penghasil asam laktat untuk

    proses fermentasi. Lisis ini pula akan menghasilkan sejumlah

    enzim yang berfungsi merombak polisakarida yang memberi

    tambahan gula pada proses fermentasi. Dengan keadaan

  • 13

    anaerob, mikroba anaerob mulai terbiak dengan cepat. Jenis

    mikroba dalam pengawetan silase yaitu mikroba yang

    menghasilkan asam laktat: Entorobacteriaceae, ragi dan jamur

    dan spora clostridial. Masa fermentasi aktif berlangsung selama

    1 minggu sampai 1 bulan untuk hijauan dengan kandungan air

    65%. Sedangkkan untuk hijauan dengan kandungan air lebih

    rendah dari 40 ‒ 50% proses fermentasinya akan berlangsung

    sangat lambat. Fermentasi akan berlangsung normal pada

    kandungan air 55 ‒ 60% masa fermentasi aktif akan berakhir

    antara 1 ‒ 5 minggu.

    3. Fase stabil

    Setelah masa aktif pertumbuhan bakteri penghasil asam laktat

    berakhir, maka proses ensilase memasuki fase stabil. Bila silo

    ditutup dan disegel dengan baik, hanya sedikit skali aktifitas

    mikroba dapat terjadi pada fase ini. Penguraian hemiselulosa

    secara kimiawi berlangsung sangat lambat, yang menghasilkan

    beberapa gula ‒ gula. Bila fermentasi berakhir bila disebabkan

    oleh kekurangan gula yang bersal dari perombakan hemiselulosa,

    hal ini akan mengakibatkan penurunan pH yang sangat lambat

    pada fase stabil tersebut.

    4. Fase pengeluaran silase

    Pada saat silo dibuka untuk diberikan silasenya pada ternak,

    oksigen secara bebas mengkontaminasi permukaan silase yang

  • 14

    terbuka tersebut. Selama fase ini kehilangan bahan kering dan

    nutrisi dapat terjadi karena kerja mikroorganisme aerob yang

    mengonsumsi gula hasil akhir fermentasi dan nutrisi terlarut

    lainnya dalam silase.

    Rukmana (2001), bahwa terdapat empat macam kualitas atau

    standar silase, yaitu (1) baik sekali (very good), (2) baik (good), (3) sedang

    (fair), (4) buruk (poor), lebih lanjut dinyatakan bahwa tanda ‒ tanda silase

    yang mempunyai standar sangat baik adalah : bersih, rasa dan bau asam,

    tidak terdapat asam butirat, tidak terdapat cendawan, lendir, maupun

    proteolitis, pH 3.5‒4.2, N ‒ amonia 10 ‒ 15% dari N total. Sedang adalah :

    pada silase terdapat agak banyak asam butirat, terjadi proteolitis dan

    banyak ditumbuhi cendawan, pH 4.5 ‒ 4.8, N ‒ amonia 10 ‒ 15% dari N

    total. Buruk adalah : pada silase terdapat banyak asam butirat, banyak

    terdapat proteolitis, banyak ditumbuhi cendawan dan lendir, pH di atas

    4.8, N ‒ amonia 20 % atau lebih dari N total.

    Pada silase azolla pada penyimpanan sampai 28 hari masih bagus

    ditandai dengan penurunan pH bahwa silase azolla pada lama fermentasi

    14 hari nilai pH mecapai 5.3 dan setelah 28 hari nilai pH mengalami

    penurunan yaitu 4.5 (Nurchaidir, 2017).

    F. Karakteristik Rumen

    Bahan makanan yang masuk ke dalam alat pencernaan akan

    mengalami perubahan fisik dan kimia. Proses pencernaan pada ternak

  • 15

    ruminansia terjadi secara mekanis (mulut), pencernaan hidrolitik dan

    pencernaan fermentatif di dalam rumen (Sutardi, 1980). Proses fermentasi

    pakan di dalam rumen menghasilkan VFA dan NH3, serta gas ‒ gas (CO2,

    H2 dan CH4) yang dikeluarkan dari rumen melalui proses eruktasi

    (Arora,1989). Ketersediaan karbohidrat non struktural sangat

    mempengaruhi efektivitas proses fermentasi dalam sistem retikulo-rumen.

    a. pH cairan rumen

    Thalib (2002), menyatakan bahwa kondisi optimum bagi mikroba

    rumen untuk pertumbuhan dan aktifitas memerlukan pH = 6.8 dan saliva

    yang masuk ke dalam rumen berfungsi sebagai buffer untuk

    mempertahankan pH cairan rumen. Namun demikian, adanya perbedaan

    nilai pH cairan rumen antar perlakuan tidak memberikan dampak negatif

    untuk bakteri selulolitik, karena pH optimum untuk pertumbuhan dan

    aktifitas bakteri selulolitik berada pada kisaran 6–7.

    Secara umum, nilai pH cairan rumen dapat dipengaruhi oleh

    kandungan VFA, NH3 dan asam laktat. Namun demikian asam laktat

    dapat memberikan pengaruh yang lebih besar daripada komponen VFA

    maupun NH3 (Thalib, 2002). Ketersediaan karbohidrat non struktural

    sangat mempengaruhi efektivitas proses fermentasi dalam sistem retikulo-

    rumen. RAC dibutuhkan oleh mikroba rumen dalam proses metabolisme,

    yang antara lain menghasilkan enzim-enzim ekstraselular pencerna bahan

    makanan, khususnya pencerna serat pakan serta perbanyakan sel

    mikroba. Namun demikian, RAC yang berlebih dalam sistem rumen akan

  • 16

    mengakibatkan dominasi bakteri homofermentatif asam laktat. Dominasi

    bakteri tersebut memicu akumulasi asam laktat dalam sistem rumen,

    sehingga pH rumen akan turun (Stewart, 1991). Sejalan dengan pendapat

    Andini et al (2009), bahwa peningkatan konsentrasi NH3 dapat

    menyebabkan peningkatan nilai pH.

    b. Volatile fatty acid (VFA)

    Volatile Fatty Acids (VFA) atau asam lemak terbang merupakan

    salah satu produk fermentasi karbohidrat di dalam rumen yang menjadi

    sumber energi utama bagi ternak ruminansia. Konsentrasi VFA pada

    cairan rumen dapat digunakan sebagai salah satu tolak ukur

    fermentabilitas pakan dan sangat erat kaitannya dengan aktifitas mikroba

    rumen (Parakkasi, 1999).

    VFA merupakan sumber energi utama ternak ruminansia, VFA

    dapat diperoleh dari proses hidrolisis lemak oleh bakteri lipolitik menjadi

    asam lemak dan gliserol, kemudian gliserol tersebut difermentasikan lebih

    lanjut menjadi asam asetat, asam propionate, asam butirat dan asam

    valerat (McDonald et al., 2002). Peningkatan VFA menunjukkan mudah

    atau tidak pakan tersebut didegradasi oleh rumen (Sakinah, 2005). Tinggi

    rendahnya konsentrasi VFA yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh tipe

    karbohidrat, bentuk fisik pakan, tingkat konsumsi dan frekuensi pakan

    (France and Djikstra, 2005). Peningkatan konsentrasi VFA total juga

    dipengaruhi oleh populasi protozoa rumen. Produksi VFA akan semakin

    tinggi dengan penurunan populasi protozoa pada rumen, karena akan

  • 17

    memberi kesempatan pada beberapa bakteri berkembang untuk

    menghasilkan produk VFA yang lebih banyak, selain itu juga mengurangi

    kompetisi zat makanan antara bakteri dan protozoa (Yurleni et al., 2013).

    Proses fermentasi karbohidrat dalam rumen terjadi melalui dua

    tahap, yaitu pemecahan karbohidrat kompleks menjadi gula sederhana

    dan fermentasi gula sederhana menjadi asam asetat, asam propionat,

    asam butirat, CO2 dan CH4 (McDonald et al., 2002). Proses pencernaan

    karbohidrat di dalam rumen ternak ruminansia akan menghasilkan energi

    berupa Volatile Fatty Acid (VFA) antara lain yang utama yaitu asam

    asetat, asam propionate, dan asam butirat dengan perbandingan di dalam

    rumen berkisar pada 65% asam asetat, 20% asam propionat, dan 5%

    asam valerat. Konsentrasi VFA yang dihasilkan di dalam rumen sangat

    bervariasi yaitu antara 200 ‒ 1500 mg/100 ml cairan rumen. Hal ini

    tergantung pada jenis ransum yang dikonsumsi, sedangkan kisaran

    produk VFA cairan rumen yang mendukung pertumbuhan mikroba yaitu

    80 sampai 160 mM (Sutardi, 1980).

    VFA kemudian diserap melalui dinding rumen melalui penonjolan ‒

    penonjolan yang menyerupai jari yang disebut villi. Sekitar 75% dari total

    VFA yang diproduksi akan diserap langsung di retikulo ‒ rumen masuk ke

    darah, sekitar 20% diserap di abomasum dan omasum, dan sisanya

    sekitar 5% diserap di usus halus (McDonald et al., 2002).

    Tingginya produksi VFA yang diikuti dengan rendahnya konsentrasi

    amonia, mencerminan efisiensi penggunaan amonia oleh bakteri untuk

  • 18

    sintesis protein mikroba dan pertumbuhan. Selanjutnya bakteri tersebut

    akan mencerna pakan untuk memproduksi VFA yang akan digunakan

    sebagai sumber energi untuk induk semang dan sumber karbon untuk

    bakteri itu sendiri (Syahrir et al., 2009).

    Jumlah VFA hasil fermtentasi tergantung dari banyaknya pakan

    yang dipecah menjadi asam ‒ asam lemak mudah menguap. Jenis pakan,

    hijauan dan konsentrat juga berpengaruh. VFA hasil fermentasi

    karbohidrat merupakan yang terbesar (sekitar 80%), protein hanya

    sebagian kecil (sekitar 20%) dan pada lemak jauh lebih kecil (sekitar 1 –

    2%) (Andini et al., 2009).

    c. Amonia (NH3)

    Protein bahan makanan yang masuk ke dalam rumen pada

    awalnya akan mengalami proteolisis oleh enzim ‒ enzim protease menjadi

    peptida, lalu dihidrolisa menjadi asam amino yang kemudian secara cepat

    dideaminasi menjadi amonia. Keduanya akan digunakan oleh mikroba

    rumen dalam pembentukan protein mikroba. Umumnya proporsi protein

    yang didegradasi dalam rumen sekitar 70 ‒ 80%, atau 30 ‒ 40% untuk

    protein yang sulit dicerna. Kandungan protein ransum yang tinggi dan

    proteinnya mudah didegradasi akan menghasilkan konsentrasi NH3 di

    dalam rumen. Selain itu, tingkat hidrolisis protein bergantung kepada daya

    larutnya yang akan mempengaruhi kadar NH3 (McDonald et al., 2002).

    Candra (2013), amonia merupakan nitrogen yang paling banyak

    dibutuhkan mikroorganisme rumen yang bersama dengan kerangka

  • 19

    karbon dari sumber energi akan disintesa menjadi protein mikroba.

    Mikroorganisme sangat penting untuk mengatur kecepatan tumbuh dan

    efisiensi penggunaan makanan bagi ruminansia dan nutrisi

    mikroorganisme ini sangat penting untuk induk semang. Menurut Sakinah

    (2005), amonia tersebut digunakan oleh mikroba sebagai sumber nitrogen

    utama untuk sintesis protein mikroba. (Rimbawanto, 2001), pertumbuhan

    mikroba rumen dapat mencapai optimum apabila jumlah protein asal

    pakan yang terdegradasi dalam rumen sekitar 14 ‒ 15% BK.

    Proses metabolisme rumen, maka tingginya kadar N ‒ NH3

    disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain : (1) perbedaan kecepatan

    laju fermentasi antara karbohidrat dengan protein (fermentasi protein lebih

    cepat dari karbohidrat); (2) kurangnya ketersediaan karbohidrat yang

    mudah terfermentasi (misalnya pati), terbukti proporsi asam asetat

    (CH3COOH) cukup tinggi; (3) ketidak seimbangan antara sumber karbon,

    nitrogen dan sulfur; sumber rantai karbon (valerat dan formiat) sangat

    kecil, demikian pula sulfur (Suwandyastuti dan Rimbawanto, 2015).

    Seperti halnya karbohidrat, di dalam rumen protein juga akan

    mengalami beberapa tahap pemecahan. Pada tahap pertama protein

    akan dipecah menjadi asam amino, tetapi karena sebagian besar, yaitu

    sekitar 82% mikroba rumen hanya dapat menggunakan nitrogen amonia

    (N ‒ NH3) untuk sintesis protein tubuhnya, maka asam amino segera

    didegradasi lebih lanjut menjadi N ‒ NH3 (Bach et al., 2005; Campbell dan

    Reece, 2005). Oleh karena itu, dalam memilih sumber protein untuk

  • 20

    ternak ruminansia harus memperhatikan empat faktor : (1) sanggup

    mendukung pertumbuhan mikroba rumen, dengan menghasilkan N ‒ NH3

    sekitar 3.57 ‒ 7.14 mM/L; (2) sebagian tahan terhadap degradasi oleh

    mikroba rumen; (3) bernilai hayati tinggi (nilai biologis 80%), dan susunan

    asam aminonya mencukupi dan (4) protein yang lolos degradasi mudah

    larut dalam pepsin (mudah tercerna dalam proses pencernaan pasca

    rumen)

    Produk NH3 cairan rumen pada penelitian berkisar 6.77 ± 2.07 –

    7.47 ± 0.67 mM yang diperkirakan optimum, karena berada dalam kisaran

    4 ‒ 12 mM untuk pertumbuhan mikroba rumen (Fathul dan Wajizah,

    2009). Konsentrasi NH3 yang optimum untuk menunjang sintesis protein

    mikroba dalam cairan rumen sangat bervariasi, berkisar antara 85 ‒ 300

    mg/l atau 6 ‒ 21 mM (McDonald et al., 2002).

    G. Neraca Nitrogen

    Protein merupakan zat organik yang terdiri dari karbon, hidrogen,

    sulfur dan phosphor. Unsur ‒ unsur tersebut terdapat dalam bentuk asam

    amino yang terikat satu sama lain oleh ikatan peptida (Tillman et al.,

    1998). Arora (1989), menyatakan bahwa protein mengandung 51 ‒ 55%

    karbon, 6.5 ‒ 7.3% hidrogen, 15.5 ‒ 18% nitrogen, 21.5 ‒ 23.5% oksigen,

    0.5 ‒ 2% sulfur dan 1.5% phosphor.

    Menurut Soebarinoto et al (1991), bahwa protein kasar yang masuk

    dalam retikulo rumen berasal dari pakan dan saliva. Protein kasar tersebut

  • 21

    dapat berupa protein murni dan Nitrogen Non Protein (NPN). Mikroba

    rumen mempunyai peranan penting dalam metabolisme protein karena

    dapat menggunakan NPN untuk diubah menjadi protein tubuhnya.

    Di dalam rumen protein mengalami hidrolisis menjadi peptida oleh enzim

    proteolisis yang dihasilkan mikroba. Sebagian peptida digunakan untuk

    membentuk protein tubuh mikroba, dan sebagian lagi dihidrolisis menjadi

    asam ‒ asam amino. Di samping itu ada beberapa protein yang tahan

    terhadap degradasi mikroba rumen, sehingga dapat langsung masuk ke

    dalam abomasum dan usus halus dan mengalami pencernaan.

    Sumber protein yang masuk ke dalam abomasum dan usus halus

    untuk dicerna dan diserap serta digunakan untuk sintesis protein tubuh

    berasal dari 2 komponen yaitu mikrobial protein dan protein pakan yang

    selamat dari degradasi di dalam rumen. Sedangkan amonia yang

    terbentuk di dalam rumen yaltu sebagian besar digunakan oleh mikroba

    untuk membentuk protein tubuhnya, sebagian yang lain dibawa ke hati

    melalui pembuluh darah. Di dalam hati amonia diubah menjadi urea

    kembali. Urea sebagian besar difiltrasi keluar oleh ginjal dan dikeluarkan

    bersama ‒ sama urin. Sebagian urea masuk kembali ke dalam rumen

    melalui saliva atau langsung menembus dinding rumen (melalui saluran

    darah) masuk kedalam cairan rumen (Soebarinoto et al.,1991). Ringkasan

    proses metabolisme nitrogen pada ruminansia terlihat seperti pada

    Gambar 1.

  • 22

    Gambar 1.Pencernaan dan metabolisme nitrogen dalam rumen (McDonald et al., 2002).

    Protein kasar yang cepat terdegredasi

    Amonia Asam amino Peptida

    Rumen

    Protein kasar terdegredasi

    Protein Protozoa Protein Bakteri

    Saliva

    Protein kasar pakan

    Urea

    Urin

    Protein kasar yang lambat terdegredasi

    Protein kasar tidak terdegredasi

    Protein kasar pakan yang tidak

    terdegredasi

    Protein pakan tidak terdegredasi yang tercerna

    Protein mikroba yang tercerna

    feses Abomasum dan usus

    besar

    Asam amino

    Protein jaringan

    feses

  • 23

    a. Konsumsi protein (nitrogen)

    Konsumsi adalah faktor esensial yang mendasar untuk hidup dan

    menentukan produksi.Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

    konsumsi diantaranya adalah bobot badan, jenis kelamin, umur, faktor

    genetik, makanan yang diberikan, dan lingkungan (Parakkasi, 1999). Cole

    dan Ronning (1974), menyatakan bahwa tingkat konsumsi protein

    (nitrogen) sangat dipengaruhi oleh koefisien cerna, kualitas atau

    komposisi kimia pakan, fermentasi dalam rumen, pergerakan makanan

    melalui saluran pencernaan dan status fisiologi ternak.

    Akhirany (1998), menyatakan peningkatan kadar protein ransum

    akan meningkatkan konsumsi ransum. Wiradarya (1991), menyatakan

    bahwa peningkatan kadar protein ransum mengakibatkan kenaikan tingkat

    konsumsi protein pada domba dan kambing lokal tetapi tidak

    mempengaruhi tingkat konsumsi bahan kering dan energi ransum.

    Menurut National Research Council (1981), kambing dengan bobot

    hidup 10 ‒ 20 kg memerlukan protein sebesar 22 ‒ 38 g/e/h.

    Sitorus(1982), menyatakan kebutuhan protein kambing lokal Indonesia

    lebih rendah dibanding dengan kebutuhan kambing di daerah subtropis.

    b. Kecernaan nitrogen

    Pencernaan bahan makanan dipengaruhi oleh jenis dan populasi

    mikroorganisme rumen, kondisi anatomis dan fisiologis dari hewan,

    kandungan zat makanan (Maynard dan Loosli, 1969), umur ternak, jumlah

  • 24

    makanan yang dikonsumsi, pengolahan bahan makanan (Ranjhan, 1980)

    dan waktu tinggal makanan dalam rumen (Dayal et al., 1995).

    Ranjhan (1980), menyatakan bahwa kecernaan protein bahan

    makanan tergantung pada kandungan protein ransum, bahan makanan

    yang rendah kandungan proteinnya mempunyai kecernaan protein yang

    rendah, begitu pula sebaliknya bila kandungan protein ransum tinggi maka

    kecernaan proteinnya akan tinggi, akan tetapi kecernaan protein dapat

    tertekan dengan meningkatnya kadar serat kasar ransum. Mathius et al

    (2001), menyatakan koefisien cerna semu zat ‒ zat makanan (termasuk

    protein) kambing adalah 67,9%.

    c. Retensi nitrogen

    Retensi nitrogen merupakan selisih dari konsumsi nitrogen dengan

    ekskresi nitrogen melalui feses dan urin yang dapat digambarkan melalui

    persamaan : RN = KN – (FN + NU); dimana RN = neraca nitrogen, KN =

    konsumsi nitrogen, NF = nitrogen feses, NU = nitrogen urin (Maynard dan

    Loosli, 1969).

    Menurut National Research Council (1996), retensi nitrogen untuk

    setiap jenis ternak, umur dan faktor genetik adalah berbeda. Banyaknya

    nitrogen yang diretensi dalam tubuh ternak akan mengakibatkan ekskreta

    mengandung sedikit nitrogen dan energi dibanding ternak yang tidak

    meretensi nitrogen, tingkat retensi nitrogen tergantung pada konsumsi

    nitrogen dan energi metabolis ransum, namun peningkatan energi

    metabolis ransum tidak selalu diikuti peningkatan retensi nitrogen.

  • 25

    Neraca nitrogen dapat bernilai positif, negatif, atau seimbang (nol).

    Neraca nitrogen positif bila jumlah nitrogen yang keluar melalui urin dan

    feses lebih sedikit dari yang dikonsumsi, dalam hal ini ternak mengalami

    pertambahan bobot badan karena terjadi penambahan pada tenunan urat

    dagingnya. Neraca nitrogen negatif bila jumlah nitrogen yang keluar

    melalui urin dan feses lebih banyak dari yang dikonsumsi, dalam hal ini

    ternak mengalami penurunan bobot badan karena terjadi suatu kehilangan

    nitrogen jaringan melalui katabolisme sebagai akibat nitrogen yang

    dimakan tidak mencukupi kebutuhan hidup pokok ternak. Neraca nitrogen

    seimbang (nol) bila jumlah nitrogen yang dikonsumsi sama dengan jumlah

    nitrogen yang dikeluarkan melalui urin dan feses, jadi nitrogen yang

    dimakan hanya untuk hidup pokok saja (Maynard dan Loosli ,1969).

    Nilai biologis adalah perbandingan antara jumlah asam – asam

    amino yang dapat ditahan (diretensi) oleh tubuh (untuk sintesis protein

    tubuh) dengan jumlah asam – asam amino yang dapat diserap oleh usus

    halus (Ardi, 2013). Mide dkk (2014), menyatakan bahwa nilai BV

    merupakan indeks kualitas protein yang berasal dari makanan, semakin

    besar perbandingan protein yang tinggal dalam tubuh ternak makin besar

    nilai biologis atau kualitas proteinnya. Nitrogen yang keluar melalui feses

    berasal dari protein pakan yang tidak tercerna, Nitrogen endogenous yang

    terdiri dari enzim ‒ enzim pencernaan dan cairan lainnya yang

    diekskresikan ke dalam saluran pencernaan, sel ‒ sel mukosa yang

  • 26

    terkikis mengandung protein dan mikroba yang berada dalam saluran

    pencernaan (Church, 1979; Parakkasi, 1999; Pond et al., 1995).

    Beberapa faktor yang mempengaruhi pengeluaran nitrogen melalui

    feses adalah bobot badan ternak, konsumsi bahan kering, kandungan

    serat kasar, energi dan protein ransum serta proses pencernaan (Koenig

    et al., 1980). Tipe makanan yang dikonsumsi dan tipe saluran pencernaan

    (Pond et al.,1995). Menurut Van Soest (1982), pengeluaran nitrogen

    melalui feses tergantung dari hasil pencernaan oleh mikroba dan efisiensi

    pemeliharaan bakteri.

    Nitrogen yang keluar melalui urin antara lain berupa keratin, amonia,

    asam amino, urea (Banerje, 1982) dan alantoin (Church, 1979). Banerje

    (1982), kadar nitrogen dalam urin jumlahnya bervariasi, tergantung pada

    tingkat konsumsi dan sumber nitrogen, tingkat protein ransum, koefisien

    cerna protein, tingkat energi ransum dan fase pertumbuhan ternak.

    Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas kambing yaitu

    kualitas pakan. Azolla pinnata merupakan paku air yang kadar protein

    kasarnya 24 ‒ 30% dan produktivitasnya tinggi sehingga dapat

    dimanfaatkan sebagai bahan pakan sumber protein.

    Tumbuhan azolla dijadikan sumber protein dalam pembuatan silase

    pakan lengkap yang telah dicampur dengan bahan lain seperti sumber,

    mineral dan vitamin. Pada proses pembuatan silase terjadi fermentasi

    yaitu proses metabolik oleh enzim mikroba (jasad renik) untuk melakukan

    oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan reaksi kimia lainnya sehingga terjadi

  • 27

    perubahan sifat fisik dan kimia bahan tersebut. Hasil dari fermentasi

    pakan akan mengalami peningkatan kulitas nutrisi.

    Kualitas nutrisi bahan pakan mempengaruhi metabolisme bahan

    pakan dalam saluran pencernaan ternak seperti karakteristik cairan rumen

    (pH, VFA dan NH3) dan neraca nitrogen (konsumsi dan kecernaan N,

    retensi N dan biological value).

    Proses fermentasi pakan di dalam rumen menghasilkan pH, VFA dan

    NH3. pH optimum cairan rumen untuk pertumbuhan dan aktifitas bakteri

    yaitu pH 6 ‒ 7 dalam memfermentasi pakan dalam rumen. VFA dan NH3

    merupakan produk fermentasi pakan dalam rumen. Konsentrasi VFA

    merupakan salah satu tolak ukur tingkat fermentabilitas pakan.

    Konsentrasi NH3 merupakan salah satu tolak ukur tingkat degradasi

    protein pakan.

    VFA merupakan sumber karbon dan NH3 merupakan sumber N

    mikroorganisme pada rumen untuk membentuk protein dalam tubuh

    mikroba. Sumber N berasal dari protein pakan yang mudah terdegradasi

    dan nitrogen bukan protein yang diubah menjadi NH3. NH3 yang tidak

    dimanfaatkan oleh mikroba akan dibawa di hati melalui pembulu darah

    dan dirombak menjadi urea kemudian ke ginjal dan diekskresikan dalam

    bentuk urin. Sebagian urea akan dibawah lagi ke rumen melalui saliva.

    N yang keluar melalui feses merupakan protein pakan yang tidak tercerna,

    Nitrogen endogenous yang terdiri dari enzim ‒ enzim pencernaan dan

    cairan lainnya yang diekskresikan ke dalam saluran pencernaan, sel ‒ sel

  • 28

    mukosa yang terkikis mengandung protein dan mikroba saluran

    pencernaan. Kualitas protein pakan dapat dilihat dari tingkat konsumsi dan

    kecernaan nitrogen pakan, retensi nitrogen dan biological value.

    E. Kerangka Pikir

    (─) (+)

    Gambar 2. Diagram kerangka pikir.

    Azolla

    - Protein Kasar tinggi

    - Serat kasar rendah - Mineral tinggi

    - Lama fermentasi Silase pakan lengkap Nilai nutrisi : - Serat kasar (g)

    - Protein kasar (g)

    - Lemak kasar (g)

    - Kadar air tinggi - Memiliki antinutrisi

    (sianida) - Tergantung dengan

    musim

    Kambing

    Neraca protein :

    - Konsumsi N - Kecernaan N - Retensi N - biological value

    Karakteristik rumen : pH, NH3 dan VFA

    Pakan alternatif

  • 29

    G. Hipotesis

    1. Diduga bahwa pakan lengkap berbahan utama azolla yang dibuat silase

    dengan lama fermentasi yang berbeda dapat meningkatkan nilai nutrisi.

    2. Penggunaan silase pakan komplit berbahan utama azolla yang

    diberikan pada kambing dapat memperbaiki neraca nitrogen dan

    karakteristik rumen.