Top Banner
MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI MATERIAL MOLECULAR SIEVE DAN APLIKASINYA PADA PROSES DEHIDRASI BIOETANOL KHAIDIR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
102

TESIS JADI

Oct 19, 2015

Download

Documents

Rifky Wy
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • i

    MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI MATERIAL

    MOLECULAR SIEVE DAN APLIKASINYA PADA

    PROSES DEHIDRASI BIOETANOL

    KHAIDIR

    SEKOLAH PASCASARJANA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2011

  • ii

  • iii

    PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

    SUMBER INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Modifikasi Zeolit Alam sebagai

    Material Molecular Sieve dan Aplikasinya pada Proses Dehidrasi Bioetanol

    adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah

    diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

    informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

    diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

    Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

    Bogor, Juli 2011

    Khaidir

    NIM. F351070031

  • iv

  • v

    ABSTRACT

    KHAIDIR. Modification of Natural Zeolite into Molecular Sieve Material and Its

    Application in Bioethanol Dehydration. Under the Supervision of DWI

    SETYANINGSIH and HERY HAERUDIN.

    Bioethanol dehydration process carried out using modified zeolites. Modifications

    made to improve the physical properties of natural zeolites, including pore size,

    chemical composition, and the ratio of Si/Al, so that the hydrophilic and become

    more effective in water adsorption. The objective of this study was to examine the

    methods in the modification of natural zeolite structure to obtain suitable

    characteristics for bioethanol dehydration, to get the best conditions of bioethanol

    dehydration, and to know the grades increase of bioethanol and adsorption

    capacity for each sample of modified zeolites. The natural zeolites were modified

    through hydrothermal synthesis at the temperature of 95 - 100o C, while the

    bioethanol dehydration process was carried out using a distillation system and

    batch adsorption. The modified zeolites mostly turned into zeolite type A in the

    form of sodium aluminosilicate. Zeolite samples leading to the structure of zeolite

    NaA were ZAM2, ZAM3, ZAM5 and ZAM6. The content of ethanol in

    bioethanol increased after the adsorption process of each zeolite sample. The

    ability of modified natural zeolites (ZAM2 and ZAM5) to increase the grade of

    bioethanol was better compared with that of purely natural zeolites (without

    modification), and this was also the case with their capacity of water adsorption in

    the bioethanol sample. The increased percentages of bioethanol grades in the

    immersion method using ZAM2 and ZAM5 with bioethanol of 90% were

    respectively 1.22% and 1.38%, while with bioethanol of 95% the percentages

    were 1.27% and 1.08%. Meanwhile, the resulted levels of bioethanol using purely

    natural zeolites with bioethanol of 90% and 95% were respectively 0.62% and

    0.72%. The maximum capacity of adsorption was 17.67% for ZAM5 in the

    immersion with bioethanol of 90% for 24 hours. In general, the grade of ethanol

    increased after the adsorption process that uses all the modified zeolite samples.

    Keywords: bioethanol, dehydration, modified zeolite, zeolite A

  • vi

  • vii

    RINGKASAN

    KHAIDIR. Modifikasi Zeolit Alam sebagai Material Molecular Sieve dan

    Aplikasinya pada Proses Dehidrasi Bioetanol. Dibimbing oleh DWI

    SETYANINGSIH dan HERY HAERUDIN.

    Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula).

    Bioetanol yang dihasilkan sangat tidak murni, sehingga memerlukan pengolahan

    lebih lanjut (Clark 2007). Jika bioetanol ingin digunakan sebagai bahan bakar

    (biofuel) perlu dimurnikan hingga mencapai 99% yang lazim disebut fuel grade

    ethanol (FGE). Bioetanol sebagai campuran bahan bakar harus betul-betul kering

    (anhidrat) supaya tidak korosif. Jika bioetanol masih mengandung air sebesar 4 5% akan mempengaruhi kinerja mesin dan dapat menyebabkan terjadinya korosi.

    Proses dehidrasi dilakukan untuk memperoleh etanol dengan kadar lebih besar

    dari 99%.

    Penggunaan zeolit alam dalam bidang adsorpsi dan dehidrasi masih terbatas

    karena distribusi pori yang tidak seragam dan bukan merupakan jenis zeolit

    tunggal. Zeolit alam Indonesia merupakan campuran dari beberapa senyawa kimia

    pembentuk batuan. Zeolit 3A (Z3A) memiliki ukuran pori 3 dengan rasio Si/Al

    adalah 1,0. Zeolit dengan kandungan alumina yang tinggi akan bersifat hidrofilik,

    sebaliknya zeolit dengan kandungan silika tinggi bersifat hidrofobik (Flanigen

    1980). Rasio Si/Al dalam zeolit alam adalah 5,62, sehingga menyebabkan zeolit

    alam kurang hidrofilik dibandingkan dengan Z3A.

    Oleh karena itu, perlu dilakukan modifikasi struktur zeolit alam untuk

    mendapatkan zeolit dengan rasio Si/Al mendekati 1,0 dengan distribusi ukuran

    pori yang seragam dan hampir sama dengan Z3A. Zeolit hasil modifikasi

    diharapkan dapat digunakan pada proses adsorpsi dan dehidrasi terutama dalam

    proses pemurnian bioetanol kualitas bahan bakar.

    Modifikasi zeolit dilakukan melalui sintesis hidrotermal pada temperatur 95 100

    oC. Proses modifikasi dilakukan melalui aluminasi zeolit menggunakan

    beberapa sumber alumina. Sumber alumina yang digunakan adalah aluminium

    oksida, aluminium nitrat, tawas, dan kaolin. Zeolit hasil modifikasi diberi kode

    ZAM1, ZAM2, ZAM3, ZAM4, ZAM5, dan ZAM6. Karakterisasi yang dilakukan

    meliputi analisis komposisi kimia menggunakan X-Ray Fluorescence (XRF) dan

    Energy Dispersive X-Ray (EDX), struktur zeolit menggunakan XRD, sedangkan

    luas permukaan, volume dan diameter pori menggunakan Pore Size Distribution

    Analysis (PSDA).

    Proses dehidrasi bioetanol dilakukan menggunakan metode destilasi dan

    perendaman (batch adsorption) dengan kadar bioetanol umpan adalah 90 dan

    95%. Metode destilasi dilakukan menggunakan ZAM1, sedangkan metode

    perendaman dilakukan menggunakan ZAM2, ZAM3, ZAM4, ZAM5, dan ZAM6.

    Analisis statistik dilakukan terhadap data peningkatan kadar bioetanol dan

    kapasitas adsorpsi zeolit terhadap air pada percobaan proses dehidrasi

    menggunakan metode perendaman.

    Hasil karakterisasi terhadap sampel zeolit menunjukkan bahwa terjadi

    penurunan rasio Si/Al dalam sampel zeolit hasil modifikasi. Luas permukaan

  • viii

    sampel zeolit yang dihasilkan berdasarkan pendekatan isoterm adsorpsi BET

    (Bunauer, Emmett, & Teller) menjadi lebih kecil dibandingkan dengan sampel

    zeolit alam murni, begitu juga dengan volume porinya kecuali ZAM1. Diameter

    pori sebelum dan setelah modifikasi tidak terjadi perubahan yang signifikan,

    artinya ukuran pori zeolit hasil modifikasi masih mendekati ukuran pori sampel

    zeolit alam. Berdasarkan pada pola difraksi sinar-X yang diperoleh, zeolit yang

    dimodifikasi sudah mengarah pada pembentukan zeolit A dalam bentuk sodium,

    antara lain ZAM2, ZAM3, ZAM5 dan ZAM6. Namun, hasil yang diperoleh masih

    belum murni dan diduga masih merupakan campuran dari beberapa jenis zeolit

    seperti klinoptilolit, filipsit, natrolit, dan mordenit.

    Aplikasi zeolit hasil modifikasi pada proses dehidrasi bioetanol menunjukkan

    bahwa terjadi peningkatan kadar bioetanol setelah proses adsorpsi. Kemampuan

    zeolit alam modifikasi (ZAM2 dan ZAM5) dalam menaikkan kadar bioetanol

    lebih baik jika dibandingkan dengan zeolit alam murni (tanpa modifikasi). Begitu

    juga dengan kapasitas adsorpsinya terhadap air dalam sampel bioetanol.

    Persentase kenaikan kadar bioetanol menggunakan ZAM2 dan ZAM5 pada

    metode perendaman dengan bioetanol 90% berturut-turut adalah 1,22 % dan

    1,38%, sedangkan pada bioetanol 95% adalah 1,27% dan 1,08%. Sementara itu,

    kemampuan peningkatan kadar bioetanol menggunakan zeolit alam murni pada

    bioetanol kadar 90% dan 95% berturut-turut adalah 0,62% dan 0,72%. Kapasitas

    adsorpsi air maksimum adalah 17,67% yang dimiliki oleh ZAM5 pada perlakuan

    perendaman dalam bioetanol 90% selama 24 jam, namun masih kurang selektif

    jika dibandingkan dengan zeolit sintetis (Z3A).

    Kemampuan adsorpsi zeolit terhadap air dalam bioetanol dari semua jenis

    zeolit yang digunakan tidak mengalami penurunan yang siginifikan pada saat

    digunakan kembali pada proses dehidrasi. Kemampuan zeolit setelah regenerasi

    hampir sama dengan pada saat penggunaan pertama, dengan kata lain zeolit

    tersebut masih layak untuk digunakan kembali pada proses dehidrasi bioetanol

    selanjutnya. Kapasitas adsorpsi sampel zeolit hasil modifikasi terhadap air dalam

    bioetanol sudah menunjukkan hasil yang cukup bagus jika dibandingkan dengan

    sampel zeolit alam. Bahkan kapasitas adsorpsi zeolit alam modifikasi melebihi

    kapasitas adsorpsi zeolit 3A, namun kelemahan dari zeolit alam modifikasi adalah

    masih mengadsorpsi bioetanol dalam jumlah yang besar pula. Hal ini terlihat dari

    berkurangnya jumlah bioetanol setelah proses adsorpsi menggunakan ZAM3,

    ZAM4, dan ZAM5. Jika dibandingkan dengan proses dehidrasi menggunakan

    metode destilasi, maka metode perendaman (batch adsorption) masih kurang

    bagus karena menyebabkan terjadinya pengurangan volume bioetanol yang cukup

    besar.

    Kata kunci: bioetanol, dehidrasi, zeolit termodifikasi, zeolit A

  • ix

    Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011

    Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

    1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

    a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu

    masalah.

    b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

    tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

  • x

  • xi

    MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI MATERIAL

    MOLECULAR SIEVE DAN APLIKASINYA PADA

    PROSES DEHIDRASI BIOETANOL

    KHAIDIR

    Tesis

    sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Magister Sains pada

    Program Studi Teknologi Industri Pertanian

    SEKOLAH PASCASARJANA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2011

  • xii

    Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Ono Suparno, STP, MT.

  • xiii

    Judul Tesis : Modifikasi Zeolit Alam sebagai Material Molecular

    : Sieve dan Aplikasinya pada Proses Dehidrasi Bioetanol

    Nama Mahasiswa : Khaidir

    NIM : F351070031

    Disetujui

    Komisi Pembimbing

    Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si. Dr. rer.nat. Hery Haerudin

    Ketua Anggota

    Diketahui

    Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

    Teknologi Industri Pertanian Sekretaris Program Magister

    Dr. Ir. Machfud, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

    Tanggal Ujian : 8 Juli 2011 Tanggal Lulus :

  • xiv

  • xv

    PRAKATA

    Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT karena berkat

    rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis dengan

    judul Modifikasi Zeolit Alam sebagai Material Molecular Sieve dan Aplikasinya

    pada Proses Dehidrasi Bioetanol.

    Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si

    dan Bapak Dr.rer.nat Hery Haerudin selaku komisi pembimbing yang telah

    dengan sabar memberikan bimbingan, bantuan, serta motivasi baik berupa moril

    maupun materil selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan tesis,

    kepada Bapak Dr. Ono Suparno, STP, MT, terima kasih atas kesediaannya

    sebagai penguji luar komisi dan memberikan masukan yang sangat bermanfaat

    terhadap hasil penelitian, terima kasih juga kepada Ibu Dr. Ir. Titi Chandra

    Sunarti, M.Si., atas saran dan masukan yang sangat berarti terhadap

    kesempurnaan penulisan karya ilmiah ini.

    Rektor Universitas Malikussaleh dan Dekan Fakultas Pertanian - Unimal

    selaku atasan, terima kasih atas izinnya untuk melanjutkan studi pada Program

    Studi Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB. Ucapan terima kasih juga

    disampaikan kepada Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh Darussalam atas bantuan

    yang telah diberikan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi melalui Program

    BPPS tahun 2007, Kementerian Riset dan Teknologi atas bantuan melalui

    Program Hibah Riset Peningkatan Kapasitas IPTEK. Ibu Ir. Rd. Selvy Handayani,

    M.Si dan Bapak Ismadi, S.P, M.Si, terima kasih atas masukan dan bantuannya

    dalam pengolahan data statistik. Bapak Ir. Alixie Heryandie Bronto Adi, MT,

    terima kasih atas bantuan, masukan dan sarannya. Ibu Prof. Dr. Erliza Hambali

    selaku pimpinan Surfactant and Bioenergy Research Centre (SBRC), terima kasih

    atas izin melakukan penelitian di Laboratorium SBRC LPPM IPB.

    Bapak Toni Toha dan CV. Transindo Utama, terima kasih atas sampel zeolit

    yang telah diberikan, Bapak Dr. Gustan Pari, M.Si, Pak Dadang Setiawan, SE,

    Pak Didik A Sudika, Pak Ahmad Junaedi, Pak Slamet Chaerudin beserta staf

    Laboratorium Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan

    Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan lainnya, terima kasih atas kerjasamanya

  • xvi

    selama proses analisis sampel di laboratorium. Ibu Titik Hari Ujianti beserta staf

    Laboratorium dan Technical Service Pertamina, Bapak Jajat Sudradat selaku

    Kepala Laboratorium FT KimiaUI, terima kasih atas kerjasamanya selama

    proses analisis sampel zeolit.

    Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Zaenal Abidin

    atas sharing informasi tentang zeolit alam dan analisis sampel zeolit di Jepang,

    Bapak Dr. Ir. Irzaman, M.Si, terima kasih atas masukan dan sarannya, Prof. Dr.

    Ani Suryani, DEA dan seluruh staf pengajar TIP, staf laboratorium, Ibu

    Nurjannah beserta staf administrasi Fateta IPB lainnya, Saiful Firmansyah terima

    kasih atas bantuannya pada analisis sampel bioetanol, Guntoro, Obi, Taufik,

    Jaelani, Wiwin, Anas, Otto, Feri, Pak Ratno, Pak Heri serta seluruh staf SBRC,

    Ayi Fisika 44 terima kasih atas software JCPDS-nya, Tim Penelitian dan teman-

    teman TIP 2007, Zulkifli AK, Muliari Ayi, Masda Azmi, Mukhlis Hidayat, Agus

    Nauval, rekan-rekan IKAMAPA dan IMTR, serta semua pihak yang telah

    membantu kelancaran studi dan terselesaikannya penelitian serta penyusunan tesis

    ini.

    Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda M. Sufi Yunus

    dan Ibunda Manawiyah, atas segala doa, semangat dan kasih sayangnya yang tak

    ternilai dengan harta benda. Istri tercinta adinda Mailidar, atas dukungan, doa, dan

    kesabarannya dalam menemani dan membantu penulis selama penelitian, adik-

    adikku Dahniar dan Akmal, Zulfikar, Faisal, Vira dan Raja, Pakwa Anwar Fuadi,

    Nek Idah, Om Bawi, Tante Boby, Om Lan, Tante Ida, Cek Han, Cek Susi, Cek

    Mun dan Cek Feri, serta seluruh keluarga besar yang tidak dapat disebutkan satu

    persatu, terima kasih atas dukungan moril dan materilnya selama penulis

    menyelesaikan studi S2 (Magister Sains).

    Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

    Bogor, Juli 2011

    Khaidir

    NIM. F351070031

  • xvii

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Kandang pada tanggal 17 April 1977 dari ayah

    Muhammad Sufi Yunus dan ibu Manawiyah. Penulis merupakan putra pertama

    dari enam bersaudara.

    Tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Lhokseumawe dan pada tahun

    yang sama lulus seleksi masuk Universitas Syiah Kuala melalui jalur Undangan

    Seleksi Masuk Universitas (USMU). Penulis memilih jurusan Kimia, Fakultas

    Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pada tahun 2007, penulis diterima di

    Program Mayor Teknologi Industri Pertanian pada Sekolah Pascasarjana IPB.

    Beasiswa pendidikan diperoleh dari Departemen Pendidikan Tinggi Republik

    Indonesia. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi

    Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe

    sejak tahun 2005.

    Bogor, Juli 2011

    Khaidir

    NIM. F351070031

  • xviii

  • xix

    DAFTAR ISI

    ABSTRACT ........................................................................................................... v

    DAFTAR ISI ....................................................................................................... xix

    DAFTAR TABEL .............................................................................................. xxi

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xxiii

    DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xxv

    DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xxvii

    1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

    1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................... 3

    1.3 Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 3

    2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 5

    2.1 Bioetanol ................................................................................................. 5

    2.2 Dehidrasi ................................................................................................. 6

    2.3 Molecular Sieve (Penyaring Molekular)................................................. 8

    2.4 Zeolit Molecular Sieve (ZMS) .............................................................. 10

    2.5 Karakterisasi ZMS ................................................................................ 15

    2.5.1 Fluoresensi Sinar-X dan Energy Dispersive X-Ray ................. 15

    2.5.2 Difraksi Sinar-X ........................................................................ 16

    2.5.3 Scanning Electron Microscopy (SEM) ..................................... 17

    2.5.4 Analisis Distribusi Pori Zeolit .................................................. 18

    2.6 Dehidrasi Bioetanol Menggunakan Zeolit Alam dan Zeolit A Sintetis 19

    3 METODE PENELITIAN ............................................................................ 23

    3.1 Waktu dan Tempat................................................................................ 23

    3.2 Bahan dan Alat ..................................................................................... 23

    3.3 Metodologi ........................................................................................... 23

    3.3.1 Modifikasi zeolit alam ............................................................... 23

    3.3.2 Karakterisasi zeolit termodifikasi ............................................. 26

    3.3.3 Aplikasi zeolit termodifikasi dalam dehidrasi bioetanol .......... 26

    4 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 31

    4.1 Modifikasi Zeolit .................................................................................. 31

    4.1.1 Karakteristik zeolit alam (ZA) .................................................. 31

    4.1.2 Modifikasi zeolit alam dan karakterisasi zeolit termodifikasi .. 32

    4.2 Aplikasi Zeolit Termodifikasi Pada Proses Dehidrasi Bioetanol ......... 43

    4.2.1 Metode Destilasi ....................................................................... 43

    4.2.2 Metode Perendaman (Batch Adsorption) ................................. 46

    5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 53

    Halaman

  • xx

    5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 53

    5.2 Saran ..................................................................................................... 53

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 55

    LAMPIRAN ......................................................................................................... 61

  • xxi

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1 Perbandingan karakteristik fisika dan kimia bioetanol, diesel, dan

    gasolin ....................................................................................................... 6

    Tabel 2 Beberapa metode pemisahan untuk memperoleh alkohol absolut ........... 8

    Tabel 3 Contoh jenis mineral zeolit dan komposisi kimianya ............................ 15

    Tabel 4 Metode sintesis zeolit A sebagai molecular sieve .................................. 20

    Tabel 5 Proses dehidrasi etanol menggunakan zeolit molecular sieve ............... 21

    Tabel 6 Perbandingan komposisi kimia zeolit bayah terhadap zeolit sintetis

    mordenit dan klinoptilolit ....................................................................... 32

    Tabel 7 Hasil analisis komposisi kimia menggunakan metode XRF .................. 34

    Tabel 8 Hasil analisis komposisi kimia menggunakan metode EDX ................. 35

    Tabel 9 Hasil analisis karakteristik pori zeolit .................................................... 37

    Tabel 10 Klasifikasi distribusi ukuran pori (IUPAC 1985) .................................. 38

    Tabel 11 Intensitas relatif sampel zeolit pada masing-masing 2 derajat ............. 40

    Tabel 12 Pengaruh jenis zeolit dan pemakaian ulang zeolit terhadap persentase

    kenaikan kadar bioetanol 90% ................................................................ 49

    Halaman

  • xxii

  • xxiii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1 Susunan heksagonal satuan (unit) SiO4. ............................................. 11

    Gambar 2 Struktur zeolit tipe A dan X. .............................................................. 14

    Gambar 3 Reaksi pertukaran ion Na dengan K pada molecular sieve 4A. ......... 14

    Gambar 4 Diagram alat difraksi sinar-X. ............................................................ 17

    Gambar 5 Berkas elektron yang dideteksi SEM. ................................................ 18

    Gambar 6 Diagram alir proses sintesis ZAM1. ................................................... 24

    Gambar 7 Diagram alir proses sintesis ZAM2 sampai ZAM6. .......................... 25

    Gambar 8 Rangkaian peralatan proses dehidrasi bioetanol sederhana. .............. 27

    Gambar 9 Diagram alir proses dehidrasi menggunakan metode destilasi. ......... 28

    Gambar 10 Diagram alir proses dehidrasi melalui metode perendaman. ............ 28

    Gambar 11 Zeolit hasil modifikasi sebelum dan sesudah pengeringan

    menggunakan metode asidifikasi-realuminasi. .................................. 34

    Gambar 12 Zeolit alam modifikasi dalam bentuk granula ukuran 3 5 mm. ...... 35

    Gambar 13 Pola difraksi sinar-X sampel zeolit. ................................................... 39

    Gambar 14 Foto mikro sampel zeolit alam dan zeolit 3A. ................................... 41

    Gambar 15 Foto mikro sampel zeolit alam modifikasi 2 dan 3. ........................... 42

    Gambar 16 Foto mikro sampel zeolit alam modifikasi 4, 5, dan 6. ...................... 42

    Gambar 17 Diagram kesetimbangan fase uap dan cair campuran etanol-air. ....... 44

    Gambar 18 Kadar etanol sebelum dan sesudah proses dehidrasi menggunakan

    metode destilasi. ................................................................................. 45

    Gambar 19 Persentase kenaikan kadar bioetanol 90%. ........................................ 46

    Gambar 20 Kapasitas adsorpsi air dari zeolit pada bioetanol 90%. ...................... 47

    Gambar 21 Pendekatan adsorpsi isotermis Brunauer, Emmett, & Teller. ............ 48

    Gambar 22 Persentase kenaikan kadar bioetanol 95%. ........................................ 49

    Gambar 23 Kapasitas adsorpsi air dari zeolit pada bioetanol 95%. ...................... 50

    Gambar 24 Diagram Interaksi air dengan kation natrium (Na). ........................... 52

    Halaman

  • xxiv

  • xxv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Gambar beberapa alat yang digunakan dalam penelitian .................. 63

    Lampiran 2 Hasil analisis komposisi kimia menggunakan EDX.......................... 65

    Lampiran 3 Data Hasil Analisis Luas Permukaan BET sampel zeolit.................. 67

    Lampiran 4 Rataan kadar dan massa bioetanol pada proses dehidrasi ................. 69

    Lampiran 5 Data analisis sidik ragam, uji Duncan PKB dan KAZ ...................... 71

    Halaman

  • xxvi

  • xxvii

    DAFTAR SINGKATAN

    BET = Brunauer, Emmett, & Teller

    BPE = Biosinergi Prima Engineering

    DMRT = Duncans Multiple Range Test

    EDX = Energy Dispersive X-ray

    ETBE = Ethyl Tertiary Butyl Ether

    EtOH = Etanol

    FGE = Fuel Grade Ethanol

    IUPAC = International of Pure and Applied Chemistry

    JCPDS = Joint Committee on Powder Diffraction Standards

    KAZ = kapasitas adsorpsi zeolit terhadap air

    KTK = kapasitas tukar kation

    MON = motor octane number

    PDMS = polydimethylsiloxane

    PKB = persentase kenaikan kadar bioetanol

    PSA = Pressure Swing Adsorption

    PSDA = Pore Size Distribution Analysis

    RAL = rancangan acak lengkap

    SEM = Scanning Electron Microscopy

    XRD = X-ray Diffractometer

    XRF = X-ray Fluorescense

    Z3A = zeolit sintetis 3A

    ZA = zeolit alam

    ZAA = zeolit alam hasil perlakuan asam

    ZAM = zeolit alam modifikasi

    ZMS = zeolit molecular sieve

  • xxviii

  • 1

    1 PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang

    dilanjutkan dengan proses destilasi. Proses destilasi hanya mampu menghasilkan

    etanol dengan persentase 95% atau secara teoritis < 97,20% (Onuki 2006). Proses

    produksi bioetanol berbeda dengan proses produksi etanol yang umum digunakan

    dalam industri etanol. Etanol skala industri dihasilkan melalui hidrasi senyawa

    alkena dengan uap air menggunakan katalis SiO2 padat yang dilapisi dengan asam

    fosfat (Clark 2007). Proses pembuatan dilakukan dengan mengalirkan pereaksi di

    atas sebuah katalis secara terus-menerus. Proses ini sangat cepat dan

    menghasilkan etanol dengan kemurnian tinggi, namun terbatas pada ketersediaan

    sumber bahan baku.

    Sementara itu, pada proses produksi bioetanol tidak mengalami kendala

    terhadap ketersediaan sumber bahan baku. Sumber bahan baku untuk produksi

    bioetanol berasal dari material tanaman yang renewable. Hampir semua tanaman

    yang mengandung karbohidrat dapat digunakan sebagai sumber bahan baku pada

    proses produksi bioetanol. Proses pembuatan bioetanol dilakukan dengan

    mencampurkan semua bahan ke dalam sebuah wadah dan kemudian dibiarkan

    sampai fermentasi selesai. Kumpulan bahan ini kemudian dikeluarkan dan sebuah

    reaksi baru dilangsungkan. Bioetanol yang dihasilkan memiliki kadar 10% dengan

    kandungan air yang cukup banyak, sehingga memerlukan pengolahan lebih lanjut

    (Clark 2007). Jika bioetanol ingin digunakan sebagai bahan bakar (biofuel) perlu

    dimurnikan hingga mencapai 99% yang lazim disebut fuel grade ethanol (FGE).

    Bioetanol sebagai campuran bahan bakar harus betul-betul kering dan anhidrat

    supaya tidak korosif. Jika bioetanol masih mengandung air sebesar 4 5% akan

    mempengaruhi kinerja mesin dan dapat menyebabkan terjadinya korosi.

    Proses dehidrasi dilakukan untuk memperoleh etanol dengan kadar lebih

    besar dari 99%. Pada penelitian ini, proses dehidrasi bioetanol dilakukan melalui

    metode adsorpsi menggunakan zeolit molecular sieve. Pemilihan zeolit sebagai

    bahan penyerap pada proses dehidrasi bioetanol didasarkan pada beberapa

    pertimbangan antara lain : (1) ketersediaan zeolit alam Indonesia yang melimpah,

  • 2

    (2) harga zeolit alam yang murah, (3) tidak memerlukan input energi yang tinggi,

    (4) dan tidak akan menyebabkan kontaminasi terhadap etanol yang dihasilkan

    setelah proses dehidrasi. Zeolit merupakan senyawa alumino silikat yang

    mengandung unsur alkali dan alkali tanah, berstruktur tiga dimensi, memiliki

    pori/saluran kosong yang berhubungan satu sama lainnya ke segala arah. Zeolit

    memiliki kemampuan menyerap dan menyaring molekul, bersifat sebagai penukar

    ion, dapat digunakan sebagai katalis, memiliki sifat hidratasi dan dehidratasi.

    Pori-pori yang terbuka adalah sangat kecil (pori terbuka tersebut diukur

    dalam Angstrom atau nanometer) tetapi mendorong ke arah struktur internal yang

    lebih besar (serupa pintu keluar masuk yang banyak di dalam ruang yang lebih

    besar). Zeolit yang umum digunakan dalam bidang adsorpsi dan dehidrasi

    merupakan zeolit sintetis tipe A (Pfeninger 1999) dengan ukuran pori yang

    seragam (Kohl 2004). Zeolit A yang umum digunakan pada proses dehidrasi atau

    pengeringan etanol adalah zeolit 3A, 4A dan 5A. Zeolit 3A lebih disukai karena

    memiliki ukuran pori yang paling sesuai untuk pemisahan campuran etanol-air

    (Al-Asheh et al. 2004). Molekul etanol dengan ukuran diameter pori 4,4 akan

    sulit masuk ke dalam pori dengan ukuran 3 . Molekul air dengan ukuran

    diameter 2,8 dapat masuk dengan baik ke dalam pori-pori penyaring molekular.

    Sebagai tambahan terhadap penyaringan alami dari penyaring molekular, adsorpsi

    pada permukaan juga berperan penting terhadap efisiensi dari pemisahan (Kohl

    2004).

    Di Indonesia, zeolit di alam tersedia melimpah terutama untuk kawasan

    yang dilalui gugusan gunung berapi. Sedikitnya 50 lokasi telah diketahui

    mengandung mineral zeolit yang tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa

    Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya. Produksi zeolit di Indonesia saat ini

    diperkirakan sebanyak 100.000 ton pertahun dihasilkan oleh sekitar 20 perusahaan

    (Suwardi 2000).

    Penggunaan zeolit alam dalam bidang adsorpsi dan dehidrasi masih terbatas

    karena distribusi pori yang tidak seragam dan bukan merupakan jenis zeolit

    tunggal. Sebagian besar zeolit alam Indonesia merupakan campuran dari beberapa

    senyawa kimia pembentuk batuan. Akibatnya ukuran pori tidak seragam, sehingga

    perlu dilakukan modifikasi. Zeolit 3A memiliki ukuran pori 3 dengan

  • 3

    kandungan ion Na+ dan K

    + yang sesuai dan rasio Si/Al adalah 1,0. Zeolit dengan

    kandungan alumina yang tinggi akan bersifat hidrofilik, sebaliknya zeolit dengan

    kandungan silika tinggi bersifat hidrofobik (Flanigen 1980). Rasio Si/Al dalam

    zeolit alam adalah 5,62, sehingga menyebabkan zeolit alam kurang hidrofilik

    dibandingkan dengan Z3A.

    Oleh karena itu, perlu dilakukan modifikasi struktur zeolit alam untuk

    mendapatkan zeolit dengan rasio Si/Al mendekati 1,0 dengan distribusi ukuran

    pori yang seragam dan hampir sama dengan Z3A. Zeolit hasil modifikasi

    diharapkan dapat digunakan pada proses adsorpsi dan dehidrasi terutama dalam

    proses pemurnian bioetanol kualitas bahan bakar.

    1.2 Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah untuk :

    1. Mempelajari metode modifikasi struktur zeolit alam sehingga memiliki

    karakteristik yang sesuai untuk digunakan pada proses dehidrasi bioetanol.

    2. Mendapatkan kondisi proses dehidrasi bioetanol terbaik.

    3. Mengetahui kenaikan kadar bioetanol dan kapasitas adsorpsi zeolit.

    1.3 Ruang Lingkup Penelitian

    Ruang lingkup penelitian ini mencakup :

    1. Zeolit alam yang digunakan berasal dari daerah Bayah, Provinsi Banten, yang

    diperoleh dari CV. Transindo Utama-Bandung dengan ukuran 3 mm dan

    bubuk ukuran 150 mesh.

    2. Bioetanol yang digunakan sebagai bahan baku berasal dari PT. Nature and

    Environment Energy (NNE) dengan kadar 90 95%.

    3. Modifikasi zeolit alam sebagai material molecular sieve dilakukan melalui

    metode sintesis hidrotermal pada suhu 95 100oC dengan sumber alumina

    Al2O3, Al(NO3)3, dan tawas.

    4. Proses dehidrasi bioetanol dilakukan melalui metode destilasi dan metode

    perendaman (batch adsorption). Parameter yang diamati adalah kenaikan

    kadar bioetanol dan kapasitas adsopsi zeolit.

  • 4

  • 5

    2 TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Bioetanol

    Etanol merupakan senyawa kimia dengan rumus C2H5OH. Strukturnya

    serupa dengan air, tetapi satu atom hidrogennya diganti satu gugus etil (Hart

    2004). Bioetanol merupakan etanol yang diproduksi dari bahan baku tanaman

    yang mengandung gula dan pati. Ubi kayu, ubi jalar, dan jagung merupakan

    sumber pati yang biasa ditanam rakyat hampir di seluruh wilayah Indonesia,

    sehingga jenis tanaman tersebut merupakan tanaman yang potensial untuk

    dipertimbangkan sebagai sumber bahan baku pembuatan bioetanol. Namun dari

    semua jenis tanaman tersebut, ubi kayu merupakan tanaman yang setiap hektarnya

    sangat tinggi dalam memproduksi pati sebagai bahan baku untuk pembuatan

    bioetanol. Selain itu, pertimbangan pemakaian ubi kayu sebagai bahan baku

    proses produksi bioetanol juga didasarkan pada pertimbangan ekonomi.

    Pertimbangan keekonomian pengadaan bahan baku tersebut bukan saja meliputi

    harga produksi tanaman sebagai bahan baku, tetapi juga meliputi biaya

    pengelolaan tanaman, biaya produksi pengadaan bahan baku, dan biaya bahan

    baku untuk memproduksi setiap liter bioetanol (Nurdyastuti 2005).

    Secara umum bioetanol dapat digunakan sebagai bahan baku industri

    turunan alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi, dan

    campuran bahan bakar kendaraan. Mengingat pemanfaatan bioetanol beraneka

    ragam, maka terdapat penggolongan kualitas (grade) bioetanol. Bioetanol yang

    mempunyai kadar 90-96,5% volume dapat digunakan pada industri, sedangkan

    bioetanol yang mempunyai kadar 96-99,5% volume dapat digunakan sebagai

    campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Bioetanol yang

    dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan harus betul-betul

    kering dan anhydrous supaya tidak korosif, sehingga bioetanol harus mempunyai

    kadar sebesar 99,5-100% volume (Nurdyastuti 2005).

    Etanol memiliki angka oktan lebih tinggi daripada bensin (gasolin), yang

    dapat mendorong peningkatan bilangan oktan pada saat dicampur, sehingga dapat

    mengurangi kebutuhan akan bahan aditif beracun seperti benzena. Lebih jauh lagi,

    etanol menyediakan oksigen, sehingga pembakaran lebih sempurna dan dapat

  • 6

    mengurangi emisi CO dan hidrokarbon yang tidak terbakar, yang dapat

    mencemari udara. Karakteristik fisika dan kimia utama dari bioetanol

    dibandingkan terhadap bahan bakar diesel dan gasolin disajikan dalam Tabel 1.

    Tabel 1 Perbandingan karakteristik fisika dan kimia bioetanol, diesel, dan gasolin

    Diesel Etanol Gasolin

    Low heating value-LHV (MJ/kg) 42,7 26,9 43,7

    Low heating value-LHV (MJ/l) 36,4 21,0 32,0

    Viskositas (cSt) 2,5 - -

    Densitas (kg/m3) @ 15

    oC 830 880 790 700 780

    Bilangan oktan (MON) - 96 106 79 98 Tekanan uap @ 38

    oC (psi) 0,04 2,5 7 9

    Flash point (oC) 55 65 13 (-40)

    Temperatur didih (oC) 17 340 78 33 213

    Panas penguapan (kJ/kg) - 842 300

    Suhu Auto-ignition (oC) 230 315 366 300 371

    Flammability limits (oC) 64 150 13 42 (-40) (-18)

    Flammability limits (% vol) 0,6 5,6 3,3 19,0 1,4 7,6

    Sumber : Chiaramonti (2007)

    Etanol dapat direaksikan dengan isobutilen untuk membentuk ethyl tertiary

    butyl ether (ETBE) yang memberikan sifat-sifat yang menguntungkan dibanding

    penambahan langsung etanol karena menghasilkan tekanan uap campuran yang

    lebih rendah. Di samping itu, ETBE lebih mudah diintegrasikan ke dalam sistem

    distribusi gasolin karena memiliki sifat yang sangat mirip dengan gasolin (Wyman

    1996). Beberapa keuntungan dari penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar

    antara lain, (1) Mengurangi pengikisan lapisan ozon melalui penurunan emisi

    oksida karbon di udara, (2) Sepenuhnya dapat diperbaharui, (3) Menekan laju

    peningkatan CO2 di udara melalui fotosintesis oleh tumbuhan; sementara jika

    menggunakan bahan bakar fosil akan terjadi penambahan jumlah karbon di udara

    akibat pengeluaran sumber karbon yang selama ini ada di dalam perut bumi.

    2.2 Dehidrasi

    Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang

    dilanjutkan dengan proses destilasi. Pemurnian bioetanol menjadi berkadar 95%

    harus melewati proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air dengan

    memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut. Peralatan destilasi

    konvensional untuk fraksinasi kontinyu dari cairan terdiri dari tiga (3) bagian

    utama :

  • 7

    Evaporator yang memerlukan panas untuk menguapkan cairan

    Kolom destilator yang secara aktual berhubungan dengan sampel cairan

    selama pemisahan dengan cara destilasi

    Kondensor untuk pendingin dari produk akhir yang terletak pada bagian atas

    (Earle & Earle 1983).

    Unit destilasi berfungsi untuk memisahkan etanol dari cairan lain khususnya

    air. Unit ini juga terdiri dari beberapa kolom destilasi. Etanol yang dihasilkan

    biasanya memiliki kemurnian sekitar 95-96%. Bioetanol yang mengandung etanol

    95% volume lebih dikenal dengan campuran azeotropik etanol-air. Campuran

    azeotropik tersebut dapat dipisahkan melalui beberapa metode yang telah umum

    dikenal, diantaranya destilasi azeotropik, dehidrasi melalui adsorpsi dan penyaring

    molekular (molecular sieve).

    Destilasi azeotropik melibatkan penambahan bahan kimia ketiga yang

    disebut entrainer ke dalam sistem selama proses destilasi. Metode ini memiliki

    beberapa kelemahan diantaranya : (1) Memerlukan input energi yang tinggi; (2)

    Memerlukan sistem yang kompleks dari kolom untuk regenerasi bahan pengisi

    (entrainer); (3) Ada kecenderungan etanol terkontaminasi dengan bahan entrainer

    pada saat sistem mengalami gangguan (Kohl 2004). Metode lain yang dapat

    digunakan dan lebih baik daripada metode destilasi azeotropik adalah dengan

    menggunakan molecular sieve (penyaring molekular).

    Proses pemurnian lebih lanjut akan menghasilkan etanol dengan tingkat

    kemurnian lebih tinggi (99% etanol anhidrat), yang biasanya digunakan sebagai

    campuran unleaded gasoline menjadi gasohol (Kurniawan et al. 2005). Proses

    pemurnian bioetanol menjadi bioetanol dengan kadar 99 100 % dinamakan

    dehidrasi. Hal terpenting pada dehidrasi bioetanol adalah mengeluarkan air yang

    masih bercampur dengan bioetanol yang dihasilkan dari proses destilasi. Proses

    destilasi hanya mampu menghasilkan etanol dengan persentase 95% atau secara

    teoritis < 97,2% (Onuki 2006). Jika bioetanol ingin digunakan sebagai bahan

    bakar (biofuel) perlu dimurnikan hingga mencapai 99% yang lazim disebut fuel

    grade ethanol (FGE). Beberapa metode pemisahan telah dilakukan dan

    dikembangkan untuk mendapatkan alkohol anhidrat, sehingga nantinya dapat

    digunakan sebagai bahan bakar.

  • 8

    Pada awalnya, Alkohol anhidrat dibuat dengan penyerapan dari 4 5% air

    yang ada di dalam alkohol 95 96% menggunakan batuan kapur. Walaupun dapat

    menghasilkan alkohol anhidrat berkualitas tinggi, tetapi proses ini mahal dan

    sudah diganti dengan proses yang lain. Etil alkohol (etanol) dan air membentuk

    suatu azeotrop yang mengandung 95% volume alkohol. Berbagai metode telah

    digunakan dan/atau disarankan untuk menghilangkan 5% air sehingga

    menghasilkan alkohol 100%. Tabel 2 menunjukkan sejumlah daftar dari rute

    pemisahan dan kebutuhan energi dalam penyempurnaan proses penghilangan air

    di dalam alkohol (Austin 1984).

    Tabel 2 Beberapa metode pemisahan untuk memperoleh alkohol absolut

    Tipe Etanol (%) Proses

    Kebutuhan

    pemisahan Awal Akhir energi (kJ/l)

    Sempurna 10 100 Conventional dual distillation 7600 Sempurna 10 100 Ekstraksi dengan CO2 2200 2800 Sempurna 10 100 Ekstraksi pelarut 1000a Sempurna 10 100 Destilasi vakum 9800b 10 azeotrop 10 95 Destilasi konvensional 5000 10 azeotrop 10 95 Vapor recompression 1800a 10 azeotrop 10 95 multieffect vacuum 2000c Azeotrop 95 100 Destilasi azeotrop konvensional 2600 Azeotrop 95 100 Dehidrasi melalui adsorpsi 335d Azeotrop 95 100 Penyaring molekular 1300 1750 yang lain 3 10 Reverse Osmosis 140

    a Gambaran energi termal yang dibutuhkan untuk penyediaan energi mekanik selama

    proses berlangsung b Destilasi kolom tunggal

    c Destilasi tiga kolom

    d Pengeringan dengan CaO

    Sumber : Battelle Pasific Northwest Laboratories dalam Austin (1984)

    2.3 Molecular Sieve (Penyaring Molekular)

    Molecular sieve adalah material sintetis yang memiliki pori-pori dengan

    ukuran yang sama persis dan seragam yang digunakan sebagai adsorben gas dan

    cairan. Molekul-molekul yang cukup kecil akan diadsorpsi melewati pori-pori,

    sedangkan molekul-molekul yang lebih besar akan ditolak. Penyaring molekular

    berbeda dengan penyaring secara umum yang digunakan untuk menyaring

    molekul pada tingkatan tertentu. Sebagai contoh, adalah molekul air yang

    mungkin cukup kecil sehingga dapat melewatinya. Oleh karena itu, penyaring

    molekular sering berfungsi sebagai pengering (dessicant). Penyaring molekular

  • 9

    dapat mengadsorpsi air sampai 22% dari berat yang dimilikinya (Gubta &

    Demirbas 2010). Penyaring molekular biasanya terdiri dari mineral-mineral

    aluminosilikat, tanah liat, kaca berpori, arang mikroporous, zeolit, karbon aktif,

    atau senyawa-senyawa sintetis yang memiliki struktur terbuka yang dapat dilalui

    oleh molekul-molekul kecil, seperti nitrogen dan air.

    Penyaring molekular sering digunakan dalam industri petroleum, terutama

    untuk purifikasi aliran gas. Di laboratorium kimia, digunakan untuk pemisahan

    senyawa-senyawa dan pengeringan bahan-bahan dasar reaksi. Metode untuk

    regenerasi penyaring molekular meliputi perubahan tekanan (seperti pemekat

    oksigen), pemanasan dan pembersihan dengan menggunakan gas pembawa

    (seperti ketika digunakan dalam dehidrasi etanol), atau pemanasan dengan vakum

    tinggi.

    Kemampuan adsorpsi penyaring molekular adalah sebagai berikut :

    3A (ukuran pori 3) : mengadsorpsi NH3, H2O, (tidak C2H6). Baik untuk

    pengeringan cairan polar.

    4A (ukuran pori 4) : mengadsorpsi H2O, CO2, SO2, H2S, C2H4, C2H6, C3H6,

    Etanol. Tidak akan mengadsorpsi C3H8 dan hidrokarbon yang lebih tinggi.

    5A (ukuran pori 5) : mengadsorpsi hidrokarbon normal (linier) sampai n-

    C4H10, alkohol sampai C4H9OH, merkaptan sampai C4H9SH. Tidak akan

    menyerap senyawa-senyawa iso dan bercincin yang lebih besar dari C4.

    10X (ukuran pori 8) : mengadsorpsi hidrokarbon bercabang dan senyawa

    aromatik. Berguna untuk pengeringan gas.

    13X (ukuran pori 10) : mengadsorpsi di-n-butilamin (tetapi tidak tri-n-

    butilamin). Berguna untuk pengeringan hexamethylphosphoramide (HMPA)

    (Anonim 2006).

    Beberapa keuntungan menggunakan penyaring molekular pada proses

    dehidrasi etanol antara lain : (1) Proses yang sangat sederhana, sehingga mudah

    diotomatisasi, sehingga dapat mengurangi kebutuhan terhadap tenaga kerja, (2)

    Proses inert, karena tidak menggunakan bahan kimia tambahan yang memerlukan

    penanganan tertentu yang mungkin dapat membahayakan para pekerja, (3)

    Penyaring molekular dapat dengan mudah memproses etanol yang mengandung

    kontaminan. Hal ini merupakan gangguan pada proses destilasi azeotropik, (4)

    Penyaring molekular yang didesain untuk etanol dapat juga digunakan untuk

  • 10

    dehidrasi bahan-bahan kimia lainnya, (5) Memiliki umur simpan yang lama (lebih

    dari 5 tahun), kerusakan hanya terjadi karena media yang kotor atau karena

    destruksi mekanis, dan (6) Dapat diatur sebagai sistem yang berdiri sendiri atau

    terintegrasi dengan sistem destilasi. Jika sepenuhnya terintegrasi dengan sistem

    destilasi, akan diperoleh laju penggunaan tenaga yang sangat minimum pada

    proses pemisahan (Anonim 2002).

    2.4 Zeolit Molecular Sieve (ZMS)

    Zeolit merupakan senyawa kristal alumina silikat dari unsur-unsur golongan

    IA dan IIA seperti natrium, kalium, magnesium, dan kalsium. Zeolit dapat

    dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu zeolit alam dan zeolit sintetis

    (Mortimer & Taylor 2002). Zeolit alam adalah zeolit yang diperoleh dari endapan

    di alam, sedangkan zeolit sintetis adalah zeolit yang direkayasa dari bahan

    berkemurnian tinggi, mempunyai jenis kation tunggal, mempunyai ukuran pori,

    saluran dan rongga tertentu (Mortimer & Taylor 2002). Zeolit secara umum

    memiliki ukuran pori yang bervariasi tergantung pada jenis zeolit tersebut. Zeolit

    sintetis (lebih dikenal dengan molecular sieve) memiliki pori yang seragam

    tergantung pada spesifikasi dari zeolit tersebut.

    Zeolit telah digunakan secara luas dalam bidang industri maupun pertanian.

    Penggunaan zeolit dalam bidang pertanian diantaranya sebagai suplemen pakan

    ternak dan perbaikan (improvers) tanah, sedangkan dalam bidang industri dan

    lingkungan digunakan sebagai agen penukar ion, adsorpsi katalis, penjernih air

    dalam kolam renang dan air tercemar lainnya (Mortimer & Taylor 2002).

    Banyak kristal zeolit baru telah disintesis dan memenuhi beberapa fungsi

    penting dalam industri kimia dan minyak bumi dan juga digunakan sebagai

    produk seperti deterjen (Flanigen 1991). Telah diketahui lebih dari 150 tipe zeolit

    sintetis dan 40 mineral zeolit. Beberapa jenis zeolit berdasarkan rasio Si/Al antara

    lain, zeolit silika rendah dengan perbandingan Si/Al 1 1,5, memiliki konsentrasi

    kation paling tinggi, dan mempunyai sifat adsorpsi yang optimum, contoh zeolit

    silika rendah adalah zeolit A dan X; zeolit silika sedang, yang mempunyai

    perbandingan Si/Al adalah 2-5, contoh zeolit jenis ini adalah Mordernit, Erionit,

  • 11

    Klinoptilolit, zeolit Y; zeolit silika tinggi, dengan perbandingan kadar Si/Al antara

    10 100, bahkan lebih, contohnya adalah ZSM-5 (Flanigen 1980).

    Pendekatan Barrers menyajikan bahan-bahan mikroporous kristalin

    memiliki ukuran pori dan rongga (channel) yang berada pada kisaran 3 - 10

    dengan presisi kristalografik 0,1 (Ozin & Arsenault 2005). Di dalam surat

    keputusan IUPAC yang ditetapkan pada suatu konvensi bahwa klasifikasi

    padatan-padatan yang diistilahkan dengan dimensi ukuran pori dan ruang

    berongga terdiri dari : mikroporous 2 nm, mesoporous 2-50 nm, dan makroporous

    >50 nm) (Ozin & Arsenault 2005). Jika zeolit didasarkan pada satu unit sel kristal,

    maka secara kimia zeolit dapat ditulis dengan rumus empiris sebagai berikut :

    Mx/n[(AlO2)x(SiO2)y].wH2O, dimana :

    n = valensi dari kation M

    w = jumlah molekul air per unit sel

    x, y = jumlah total tetrahedral per unit sel

    Biasanya y/x bernilai 1 - 5, tetapi zeolit dengan silika tinggi harga y/x dibuat

    hingga 10 100 atau bahkan lebih tinggi. Struktur zeolit adalah kompleks yaitu

    merupakan polimer kristal anorganik didasarkan kerangka tetrahedral yang

    diperluas tak terhingga dari AlO4 dan SiO4 dan dihubungkan satu dengan lainnya

    melalui pembagian bersama ion oksigen (Ulfah et al. 2006). Struktur satuan

    kerangka SiO4 ditunjukkan pada Gambar 1(Cotton & Wilkonson 1989).

    Gambar 1 Susunan heksagonal satuan (unit) SiO4.

    Struktur kerangka ini mengandung saluran yang diisi oleh kation dan

    molekul air. Kation aktif bergerak dan umumnya bertindak sebagai penukar ion.

    Air dapat dihilangkan secara reversibel yang secara umum dengan pemberian

    panas. Struktur zeolit sejauh ini diketahui bermacam-macam, tetapi secara garis

  • 12

    besar strukturnya terbentuk dari unit bangun primer, berupa tetrahedral yang

    kemudian menjadi unit bangun sekunder polihedral dan membentuk polihendral

    dan akhirnya unit struktur zeolit (Cotton & Wilkonson 1989).

    Adanya kation golongan alkali dan alkali tanah yang terdapat pada zeolit

    disebabkan atom Si dan O dalam strukturnya tidak memiliki muatan, sedangkan

    atom Al mempunyai kelebihan muatan negatif, maka struktur alumina silika

    tersebut harus dinetralkan oleh kation (seperti : Na+, Ca

    2+, K

    +, H

    + dan NH4

    +)

    (Oudejans 1984).

    Zeolit memiliki tiga sifat sehingga membuatnya unik dan digolongkan

    terpisah dengan tanah liat ataupun SiO2-Al2O3 sintetis. Pertama, zeolit bersifat

    sangat kristalin dengan struktur yang tertata dengan baik. Kerangka aluminosilikat

    membungkus rongga yang ditempati oleh ion-ion besar dan molekul-molekul air.

    Jalan menuju rongga dari berbagai ukuran molekul adalah melalui jaringan

    terbuka dengan diameter berkisar 0,3 1,0 nm yang terdapat dalam dimensi

    molekular. Bentuk dan ukuran pori menentukan molekul-molekul mana yang

    masuk ke dalam rongga dan mana yang tidak, sehingga zeolit disebut sebagai

    molecular sieve. Kedua, ion-ion di dalam rongga mudah dipertukarkan dengan

    sejumlah besar ion elektrovalen. Ion-ion ini memberikan gaya elektrostatik atau

    polarisasi yang berlawanan dengan dimensi rongga yang kecil. Ketiga, ion-ion

    yang masuk ke dalam rongga melalui mekanisme pertukaran ion memiliki

    aktivitas yang terpisah dengan aktivitas zeolit itu sendiri (Richardson 1989). Berat

    jenis zeolit berkisar antara 1,9 - 2,2 g/ml dan dapat menjadi lebih tinggi apabila

    mengandung ion Ba dan Sr, yaitu berkisar antara 2,5 - 2,8 g/ml. Bobot jenis dan

    warna zeolit sangat dipengaruhi oleh kandungan material yang terdapat pada

    zeolit itu sendiri (Hurlburt & Klein 1977 di dalam Sastiono 1993).

    Zeolit mempunyai sifat-sifat meliputi dehidrasi, adsorben, penyaring

    molekul, katalisator dan penukar ion. Zeolit mempunyai sifat dehidrasi

    (melepaskan molekul H2O) apabila dipanaskan. Pada umumnya struktur kerangka

    zeolit akan menyusut, akan tetapi kerangka dasarnya tidak mengalami perubahan

    secara nyata. Di sini molekul H2O seolah-olah mempunyai posisi yang spesifik

    dan dapat dikeluarkan secara reversibel. Sifat zeolit sebagai adsorben dan

    penyaring molekul, dimungkinkan karena struktur zeolit yang berongga, sehingga

  • 13

    zeolit mampu menyerap sejumlah besar molekul yang berukuran lebih kecil atau

    sesuai dengan ukuran rongganya. Selain itu, kristal zeolit yang telah terdehidrasi

    merupakan adsorben yang selektif dan mempunyai efektivitas adsorpsi yang

    tinggi.

    Zeolit sangat baik sebagai suatu tempat penyimpanan air, memperpanjang

    penyediaan kelembaban (kadar air) selama masa-masa kering. Zeolit juga dapat

    mempercepat proses pembasahan kembali (re-wetting) dan memperbaiki

    penyebaran lateral air ke dalam sumber irigasi. Hasilnya dapat menyimpan air

    dalam jumlah yang diperlukan pada irigasi. Lebih lanjut, kapasitas absorpsi yang

    tinggi membuat zeolit digunakan sebagai pembawa (carrier) dari pestisida-

    pestisida pertanian (Polat et al. 2004).

    Sifat kimia zeolit yang sering dimanfaatkan di bidang pertanian adalah sifat

    adsorbsi dan sifat pertukaran kation. Adsorbsi yang terjadi pada permukaan

    padatan atau cairan dapat melibatkan satu atau banyak molekul, tergantung pada

    permukaan dan jenis gaya yang terlibat. Pertukaran kation zeolit pada dasarnya

    adalah fungsi dari derajat substitusi silika oleh aluminium dalam struktur kristal

    zeolit. Semakin banyak jumlah aluminium menggantikan posisi silika, maka

    semakin banyak muatan negatif yang dihasilkan, sehingga makin tinggi

    kemampuan tukar kation zeolit tersebut (Mumpton 1999). Zeolit merupakan salah

    satu dari banyak bahan penukar kation yang mempunyai kapasitas tukar kation

    yang tinggi (200 - 300 meq/100 g). Kapasitas tukar kation dari zeolit ini terutama

    merupakan fungsi dari tingkat penggantian atom aluminium (Al) terhadap silikon

    (Si) dalam struktur kerangka zeolit (Mumpton 1999).

    Zeolit molecular sieve bersifat kristalin, material dengan porositas tinggi,

    termasuk dalam kelas aluminosilikat. Kristal ini ditandai dengan sistem pori tiga

    dimensi dengan diameter pori-pori yang tergambar dengan tepat. Struktur

    kristalografik yang sesuai dibentuk melalui struktur tetrahedral (AlO4) dan (SiO4).

    Struktur tetrahedral tersebut merupakan kerangka dasar untuk berbagai struktur

    zeolit. Zeolit seperti zeolit A dan X paling umum digunakan sebagai adsorben

    komersial. Gambar 2 menunjukkan struktur kristal zeolit tipe A dan X (Broach

    2010).

  • 14

    Gambar 2 Struktur zeolit tipe A dan X.

    Kehadiran alumina di dalam kerangka zeolit menyebabkan zeolit

    memperlihatkan muatan negatif yang diseimbangkan oleh kation-kation positif

    yang menghasilkan medan elektrostatik yang kuat pada permukaan internal zeolit.

    Kation-kation tersebut dapat dipertukarkan untuk memperoleh ukuran pori yang

    diharapkan atau karakteristik adsorpsi dari zeolit. Sebagai contoh, bentuk natrium

    dari zeolit A memiliki pori terbuka yang berukuran kira-kira 4 yang disebut

    sebagai penyaring molekular (molecular sieve) 4A. Jika ion natrium dipertukarkan

    dengan ion kalium yang lebih besar, pori terbuka dari zeolit berkurang sampai

    sekitar 3 (molecular sieve 3A). Pada pertukaran ion dengan kalsium, satu ion

    kalsium mengganti dua ion natrium yang menyebabkan pori terbuka zeolit

    menjadi lebih luas sampai kira-kira 5 ngstrom (molecular sieve 5A). Pertukaran

    ion dengan kation-kation lain kadang-kadang digunakan untuk tujuan pemisahan

    zat tertentu. Gambar 3 menunjukkan proses pertukaran ion natrium dengan ion

    kalium pada molecular sieve 4A.

    Gambar 3 Reaksi pertukaran ion Na dengan K pada molecular sieve 4A.

    Jadi secara umum zeolit molecular sieve memiliki sifat penyerapan yang

    selektif, karena ukuran pori yang seragam dari struktur zeolit dan kapasitas

    serapan yang tinggi untuk unsur-unsur polar pada konsentrasi rendah. Berikut

    adalah beberapa contoh jenis mineral zeolit penting beserta rumus kimianya

    (Tabel 3).

    Zeolit A Zeolit X

  • 15

    Tabel 3 Contoh jenis mineral zeolit dan komposisi kimianya Mineral

    zeolit Komposisi

    V pori

    (cm3/g)

    Diameter

    pori () KTK

    (meq/100g)

    Analsim Na16(Al16Si32O96). 16H2O 0,18 2,6 4,54 Kabasit (Na2Ca)6 (Al12Si24O72). 40H2O 0,47 3,7 4,2 3,84 Klinoptilotit (Na3K3)(Al6Si30O72). 24H2O 0,34 3,9 5,4 2,16 Erionit (NaCa0,5K) (Al9Si27O72). 27H2O 0,35 3,6 5,2 3,12 Ferrierit (Na2Mg2)(Al6Si30O72). 18H2O 0,28 3,4 5.5 2,33 Heulandit (Ca4)(Al8Si28O72). 24H2O 0,39 4,0 7,2 2,91 Laumontit (Ca4)(Al8Si16O48). 16H2O 0,34 4,6 6,3 4,25 Mordenit Na8(Al8Si40O96). 24H2O 0,28 2,9 7,0 2,29 Filipsit (NaK)5(Al5Si11O32). 20H2O 0,31 2,8 4,8 3,31 Na-A Na12(Al12Si12O48). 27H2O 0,29 3,0 5,0 7,00 Na-X Na86(Al86Si106O384). 260H2O 0,36 10,0 6,40

    Sumber : Mumpton 1999; Rouquerol et al. 1999; Suhala & Arifin 1997; Robson &

    Lillerud 2001; Treacy & Higgins 2007

    Peningkatan kualitas zeolit alam dapat dilakukan dengan mengaktivasi

    zeolit alam menjadi zeolit aktif. Agar dapat dimanfaatkan zeolit harus mempunyai

    spesifikasi tertentu berkaitan dengan hal tersebut kualifikasi zeolit ditentukan oleh

    daya serap, kapasitas tukar kation (KTK) maupun daya katalis. Oleh sebab itu,

    untuk memperoleh zeolit dengan kemampuan tinggi diperlukan beberapa

    pengolahan antara lain preparasi dan aktivasi (Suhala & Arifin 1997).

    Preparasi bertujuan untuk memperoleh ukuran produk yang sesuai dengan

    tujuan penggunaan meliputi tahap peremukan (crushing), sampai penggerusan

    (grinding). Aktivasi zeolit bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat khusus zeolit

    dengan cara menghilangkan unsur-unsur pengotor dan menguapkan air yang

    terperangkap dalam pori kristal zeolit. Ada dua cara yang umum digunakan dalam

    proses aktivasi zeolit, yaitu pemanasan dalam tungku putar (rotary kiln)

    menggunakan hembusan udara panas yang bersuhu 200-400C selama 2-3 jam,

    dan kimia dengan menggunakan larutan NaOH atau larutan H2SO4 dan/atau HCl

    (Suhala & Arifin 1997).

    2.5 Karakterisasi ZMS

    2.5.1 Fluoresensi Sinar-X dan Energy Dispersive X-Ray

    Sinar X merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang

    sekitar 100 pm yang dihasilkan dari penembakan logam dengan elektron tinggi

    (Atkins 1999). Fluoresensi sinar-X merupakan proses berpendarnya suatu benda

    bila dikenai sinar-X; bahan benda itu dapat digunakan sebagai detektor sinar-X,

  • 16

    misalnya zink sulfida atau kadmium sulfida (EM 2008). Metode ini dapat

    mengukur komposisi dan ketebalan untuk tiap-tiap lapisan individu dari film

    dengan lapisan yang banyak (multiple-layer). Batas pengukuran sampel secara

    normal sampai konsentrasi 0,1% (Brundle et al. 1992).

    EDX (Energy Dispersive X-ray), merupakan karakterisasi material

    menggunakan sinar-X yang diemisikan ketika material mengalami tumbukan dengan

    elektron. Sinar-X di emisikan dari transisi elektron dari lapisan kulit atom, karena itu

    tingkat energinya tergantung dari tingkatan energi kulit atom. Setiap elemen di dalam

    tabel periodik unsur memiliki susunan elektron yang unik, sehingga akan

    memancarkan sinar-X yang unik pula. Dengan mendeteksi tingkat energi yang

    dipancarkan dari sinar-X dan intensitasnya, maka dapat diketahui atom-atom

    penyusun material dan persentase massanya (Rakhmatullah et al. 2007).

    Penggambaran dan pemetaan sampel yang akan diukur dihubungkan dengan

    peralatan Scanning Electron Microscopy (SEM), Electron Probe X-Ray

    Microanalysis (EPMA), dan Scanning Transmission Electron Microscopy (STEM)

    Batas pengukuran sampel secara normal sampai konsentrasi 100 200 ppm untuk

    atom dengan Z >11, 1-2% untuk atom dengan Z rendah dan terbatas pada lapisan

    tunggal (monolayer) (Brundle et al. 1992).

    2.5.2 Difraksi Sinar-X

    Prinsip dari X-ray Diffractometer (XRD) adalah difraksi gelombang sinar X

    yang mengalami penghamburan (scattering) setelah bertumbukan dengan atom

    kristal. Pola difraksi yang dihasilkan merepresentasikan struktur kristal. Dari

    analisis pola difraksi dapat ditentukan parameter kisi, ukuran kristal, dan

    identifikasi fasa kristalin. Jenis material dapat ditentukan dengan membandingkan

    hasil XRD dengan katalog hasil difraksi berbagai macam material.

    Metode yang biasa dipakai adalah memplot intensitas difraksi XRD

    terhadap sudut difraksi 2. Intensitas akan meninggi pada nilai 2 yang terjadi

    difraksi, intensitas yang tinggi tersebut dalam grafik terlihat membentuk puncak-

    puncak pada nilai 2 tertentu. Pelebaran puncak bisa diartikan material yang

    benar-benar amorf, butiran yang sangat kecil dan bagus, atau material yang

    memiliki ukuran kristal sangat kecil melekat dengan struktur matrix yang amorf.

    Dari lebar puncak pada grafik XRD, ukuran kristal yang terbentuk dapat dihitung

    menggunakan persamaan Scherrer :

  • 17

    Lave =k

    Bo cos

    Lave merupakan ukuran kristal, k merupakan konstanta, Bo merupakan lebar

    puncak pada setengah maksimum (Full Width Half Maximum, FWHM) dan

    merupakan sudut difraksi. Persamaan Scherrer diperoleh dengan asumsi puncak

    kristal memiliki profil Gauss dan merupakan kristal kubus yang ukurannya kecil.

    Gambar 4 menunjukkan alat difraksi sinar-X (Rakhmatullah et al. 2007).

    Gambar 4 Diagram alat difraksi sinar-X.

    Pelebaran yang terjadi pada XRD disebabkan tiga hal, yaitu efek dari

    instrumen, ukuran kristal yang kecil, dan regangan kisi (latttice strain). Pelebaran

    puncak karena efek instrumen, biasanya dapat diketahui pada saat karakterisasi

    yang dicampur dengan bubuk standar yang proses annealing-nya dilakukan

    dengan baik, sehingga ukuran butirnya sangat besar. Dengan demikian, pelebaran

    puncak pada bubuk standar ini dipastikan terjadi akibat efek dari instrumen.

    Contohnya adalah bubuk silikon dengan ukuran sekitar 10 m.

    2.5.3 Scanning Electron Microscopy (SEM)

    SEM merupakan pencitraan material dengan menggunakan prinsip mikroskopi.

    Mirip dengan mikroskop optik, namun SEM menggunakan elektron sebagai sumber

    pencitraan dan medan elektromagnetik sebagai lensanya. Elektron diemisikan dari

    katoda (elektron gun) melalui efek foto listrik dan dipercepat menuju anoda. Filamen

    yang digunakan biasanya adalah tungsten atau lanthanum hexaboride (LaB6).

    Scanning coil, akan mendefleksikan berkas elektron menjadi sekumpulan array

    (berkas yang lebih kecil), disebut scanning beam dan lensa obyektif (magnetik) akan

    memfokuskannya pada permukaan sampel. Elektron kehilangan energi pada saat

    tumbukan dengan atom material, akibat scattering dan absorpsi pada daerah interaksi

    dengan kedalaman 100 nm sampai 2 m. Ini membuat material akan meradiasikan

    emisi meliputi sinar-X, elektron Auger, back-scattered electron dan secondary

  • 18

    electron. Pada SEM, sinyal yang diolah merupakan hasil deteksi dari secondary

    electron yang merupakan elektron yang berpindah dari permukaan sampel.

    Gambar 5 Berkas elektron yang dideteksi SEM.

    SEM dipakai untuk mengetahui struktur mikro suatu material meliputi tekstur,

    morfologi, komposisi dan informasi kristalografi permukaan partikel. Morfologi yang

    diamati oleh SEM berupa bentuk, ukuran dan susunan partikel (Rakhmatullah et al.

    2007).

    2.5.4 Analisis Distribusi Pori Zeolit

    Penentuan luas permukaan dan ukuran pori dari zeolit berhubungan dengan

    sifat adsorpsi maupun desorpsi dari material zeolit yang akan digunakan pada

    proses penghilangan bahan-bahan tertentu yang tidak diinginkan di dalam suatu

    proses purifikasi. Adsorpsi adalah akumulasi dari atom-atom atau molekul-

    molekul pada permukaan suatu material padat. Proses adsorpsi terjadi pada

    permukaan zat padat yang disebut adsorben yang berfungsi sebagai penghilangan

    partikel-partikel tertentu yang terikat pada permukaan partikel adsorben, baik

    yang berinteraksi secara fisik maupun interaksi kimia. Istilah adsorpsi berbeda

    dengan absorpsi. Absorpsi merupakan proses pengumpulan dan penghilangan

    substansi tertentu dengan melewati pori suatu bahan padatan. Physisorption lebih

    dikenal dengan adsorpsi secara fisik yang meliputi interaksi antar molekul (gaya

    van der Waals) antara adsorben dengan bahan-bahan tertentu. Chemisorption atau

    adsorpsi secara kimiawi adalah adsorpsi yang dihasilkan dari pembentukan ikatan

    kimia (interaksi yang kuat) antara adsorben dan adsorbat di dalam suatu

    monolayer pada permukaan (IUPAC 1997).

  • 19

    2.6 Dehidrasi Bioetanol Menggunakan Zeolit Alam dan Zeolit A Sintetis

    Penggunaan zeolit meningkat tiap tahunnya sebesar 1,6 juta ton/tahun.

    Jumlah sebesar 1,1 ton merupakan zeolit A yang merupakan hasil sintesis di

    laboratorium (Pfeninger 1999). Zeolit sintetis (Zeolit A) digunakan sebagai

    deterjen builders dalam industri deterjen yang mencapai 40% berat deterjen

    (Mortimer & Taylor 2002; Pfeninger 1999), untuk melembutkan air sadah (hard

    water) terutama dalam menghilangkan ion kalsium yang ada di dalam air

    (Mortimer & Taylor 2002). Sementara itu, zeolit A juga berperan besar dalam

    bidang adsorpsi dan dehidrasi terutama menghilangkan kelembaban dan substansi

    asing dari campuran gas atau cairan (Pfeninger 1999). Penggunaan zeolit A secara

    lebih luas dalam bidang adsorpsi, diantaranya adalah pada proses pembuatan

    etanol anhidrat dengan memisahkan campuran azeotrop etanol-air (95,57 % berat

    etanol) (Taherzadeh & Karimi 2008) menggunakan zeolit sebagai adsorben. Zeolit

    A yang dapat digunakan pada proses dehidrasi atau pengeringan etanol adalah

    zeolit 3A, 4A dan 5A (Al-Asheh et al. 2004).

    Proses sintesis zeolit A di laboratorium masih mengacu pada metode yang

    digunakan oleh Richard Barrer melalui metode hidrotermal pada kisaran

    temperatur antara 100 250oC dengan nilai pH yang tinggi (Mortimer & Taylor

    2002). Sebagian besar peneliti melakukan sintesis zeolit A pada temperatur di

    bawah 100oC seperti yang dilakukan oleh Leonard (1981), Sun (1983), Vaughan

    (1985), Kuznicki et al. (2002), dan Diaz et al. (2010).

    Zeolit tipe A diperoleh melalui sintesis menggunakan sumber silika dan

    alumina maupun menggunakan zeolit alam jenis klinoptilolit (Leonard 1981; Sun

    1983) dengan penambahan sumber alumina dan larutan NaOH sebagai promotor

    dengan kadar 10 20 %. Sumber silika yang digunakan antara lain silika gel,

    asam silikat (silicic acid), aqueous colloidal silika sols, dan Na/K-silikat,

    sedangkan sumber aluminanya berupa Al2O3.3H2O, kaolin, halloisit, metakaolin,

    aluminium sulfat, dan yang sejenis. Natrium atau kalium aluminat yang dibuat

    dengan melarutkan Al2O3.3H2O dalam larutan KOH atau NaOH pada 60 100oC

    menjadi pilihan utama (Vaughan 1985). Proses sintesis zeolit 3A dapat dilakukan

    melalui pertukaran ion terhadap zeolit A (zeolit 4A) ataupun sintesis langsung

    tanpa tahap pertukaran ion dengan perbandingan kompisisi Na dan K yang sesuai

  • 20

    (Vaughan 1985). Proses dilakukan secara hidrotermal dengan kondisi proses

    diatur pada rentang temperatur 80 100oC dan lamanya proses berkisar antara 4

    jam sampai dengan 6 hari (Diaz et al. 2010; Kuznicki et al. 2002; Vaughan 1985).

    Zeolit A yang dihasilkan dari proses di atas memiliki sifat-sifat yang sesuai untuk

    digunakan pada proses separasi (pemisahan) campuran etanol-air (Diaz et al.

    2010). Beberapa metode yang digunakan dalam mensintesis zeolit A dapat dilihat

    pada Tabel 4.

    Tabel 4 Metode sintesis zeolit A sebagai molecular sieve

    Bahan baku Kondisi proses Hasil Klinoptilolit alam,

    sodium aluminat (1)

    Hidrotermal 1 (satu) tahap,

    kondisi optimum (95oC, 4 jam;

    15% berat NaOH)

    Zeolit A dengan formula :

    Na12(AlO2)12(SiO2)12.27H2O

    Klinoptilolit alam,

    sodium aluminat (2)

    Hidrotermal 2 (dua) tahap,

    kondisi optimum (95oC, 1 jam;

    20% berat NaOH)

    Zeolit A dengan formula :

    Na12(AlO2)12(SiO2)12.27H2O

    Na-silikat dan K-

    silikat (3)

    Hidrotermal, suhu awal 10 40

    oC, proses pemanasan pada

    80 100oC, sintesis Z3A secara langsung tanpa pertukaran ion

    Zeolit 3A yang dapat

    digunakan langsung sebagai

    bahan pengering

    Zeolit (Y, L, ferrierit,

    mordenit) (4)

    Perlakuan asam dan kalsinasi,

    Hidrotermal 80oC, 16 jam (pH

    slurry 10,5 12).

    Terjadi peningkatan

    kandungan Al dalam

    kerangka zeolit

    Gismondin Al tinggi,

    gel aluminosilikat

    kering atau bubuk

    gibbsit, kaolin,

    larutan silika pekat (5)

    Hidrotermal dengan kondisi

    lingkungan mengandung silika

    tinggi, pH di atas 12, range suhu

    90 100oC, pemanasan awal dengan basa pada 50-85

    oC

    minimal 30 menit

    Zeolit dengan kadar

    alumina tinggi

    sodium aluminat dan

    sodium silikat (6)

    Hidrotermal, 100oC dengan

    interval waktu 1 6 jam, waktu pengeringan 12 jam pada 70

    oC.

    Aktivasi pada 300oC.

    Zeolit A yang sesuai untuk

    proses separasi campuran

    etanol-air

    Keterangan : (1)

    Leonard (1981); (2)

    Sun (1983); (3)

    Vaughan (1985); (4)

    Narayana & Murray (1992); (5)

    Kuznicki et al. (2002); (6)

    Diaz et al. (2010)

    Proses dehidrasi bioetanol dapat dilakukan menggunakan zeolit molecular

    sieve melalui metode adsorpsi (Tabel 5). Sistem adsorpsi yang digunakan meliputi

    batch adsorption (Carmo & Gubulin 1997; Ivanova et al. 2009), kolom perkolasi

    (Igbokwe et al. 2008), membran pervaporasi (Ling et al. 2008; Zhan et al. 2009),

    Pressure Swing Adsorption (Pruksathorn & Vitidsant 2009), maupun Vacuum

    Swing Adsorption (Wahyudi 2010). Waktu berlangsungnya proses atau waktu

    kontak antara zeolit dengan bioetanol berkisar antara 30 menit sampai 7 hari.

    Terdapat beberapa tipe zeolit yang digunakan pada proses adsorpsi, diantaranya

  • 21

    zeolit alam jenis klinoptilolit (Ivanova et al. 2009), ZSM-5 (Zhan et al. 2009),

    zeolit sintetis 3A (Carmo & Gubulin 1997) maupun zeolit alam hasil modifikasi

    (misal sampel zeolit dari PT. BPE) (Wahyudi 2010). Bentuk zeolit yang

    digunakan dapat berupa bubuk (powder), pelet (silinder), atau pun butiran (bulat).

    Secara rinci, kondisi proses dehidrasi dari beberapa literatur yang telah disebutkan

    di atas dapat dilihat pada Tabel 5.

    Tabel 5 Proses dehidrasi etanol menggunakan zeolit molecular sieve

    Jenis zeolit Kondisi proses Hasil Zeolit sintetis

    3A (bentuk

    bulat dan

    silinder)(1)

    Uji kinetis, sistem batch, rasio

    massa zeolit : EtOH = 1 : 3, Proses

    adsorpsi 4 taraf (25, 40, 50, dan

    60oC), pengadukan selama 7 hari,

    aktivasi zeolit pada 300oC, 24 jam,

    penyimpanan dalam desikator vakum

    Kapasitas adsorpsi air sama

    (bulat dan silider), T >>>,

    maka kapasitas adsorpsi air

    ,

    diameter partikel zeolit >>,

    kapasitas adsorpsi air ,

    selektivitas >>> tetapi

    kapasitas adsorpsi air >, kapasitas

    adsorpsi air Z3A sintetis relatif

    tinggi, tetapi tingkat selektifitas

    terhadap senyawa pengotor

    lebih rendah

    Zeolit A

    (Z4A)(8)

    Proses dehidrasi pada suhu 30oC

    Etanol yang digunakan 80, 85, dan

    90% berat

    Terjadi peningkatan kadar

    etanol

    (1)Carmo & Gubulin (1997);

    (2)Al-Asheh et al. (2004);

    (3)Igbokwe et al (2008);

    (4)Ling et al.

    (2008); (5)

    Zhan et al. (2009); (6)

    Ivanova et al. (2009); (7)

    Wahyudi (2010); (8)

    Diaz et al. (2010)

  • 22

  • 23

    3 METODE PENELITIAN

    3.1 Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2010 April 2011 di

    Laboratorium SBRC-LPPM IPB Bogor, Laboratorium & Technical Service

    Pertamina, Puslabfor Mabes Polri, Laboratorium Teknik Kimia UI, Laboratorium

    Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan

    Pengolahan Hasil Hutan.

    3.2 Bahan dan Alat

    Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah NaOH, KOH,

    kaolin, tawas, HCl, Aluminium nitrat, Aluminium oksida, zeolit alam ukuran 3

    mm dan bubuk ukuran 150 mesh (CV. Transindo Utama-Bandung), zeolit sintetis

    3A, bioetanol, etanol absolut, aqua DM, dan bahan kimia lainnya.

    Peralatan yang digunakan adalah satu set alat destilasi, kolom dehidrasi,

    timbangan, hot plate, oven, tanur, termometer, magnetic stirrer, batang pengaduk,

    Stirrer-heater, pompa vakum, corong buchner, erlenmeyer, GC (Gas

    Chromatography) Agilen 6890N Detektor FID 250oC, Quantacrom Autosorb-6

    Surface Area and Pore Size Analyzer, X-Ray Diffractometer (XRD-7000

    MAXima.X Shimadzu), XRF PAN-analytical AXIOS, Density meter DMA

    4500M Anton Paar, Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive X-Ray

    (SEM-EDX) tipe EVO 50 (Lampiran 1), peralatan gelas dan pendukung lainnya.

    3.3 Metodologi

    3.3.1 Modifikasi zeolit alam

    Zeolit yang digunakan diperoleh dari daerah Bayah, Provinsi Banten.

    Bentuk dan ukuran zeolit yang digunakan adalah pasir (3 mm) dan bubuk (150

    mesh). Proses modifikasi dilakukan melalui 2 cara. Cara pertama dilakukan dua

    tahap : (1) Asidifikasi, dan (2) Realuminasi, sedangkan cara kedua melalui

    aluminasi langsung.

  • 24

    3.3.1.1 Metode asidifikasi-realuminasi

    3.3.1.1.1 Asidifikasi

    Proses ini dilakukan dengan memanaskan zeolit alam ukuran 150 mesh pada

    suhu 50oC menggunakan larutan HCl 1,5 M dengan perbandingan 150 g

    zeolit/1500 mL HCl (1 : 10) selama 5 jam sambil diaduk. Hasil yang diperoleh

    kemudian disaring, dicuci dengan aqua DM, lalu dikeringkan semalam pada suhu

    120oC (Narayana & Murray 1992).

    3.3.1.1.2 Realuminasi

    Zeolit yang diperoleh pada tahap I dikalsinasi pada 500oC selama 2 jam.

    Zeolit yang telah dikalsinasi tersebut ditimbang sebanyak 100 gram, di-slurry

    dalam 2L aqua DM. Kemudian ditambahkan 60 g NaOH (dalam 100 mL Aqua

    DM) dan dipanaskan pada suhu 50oC selama 40 menit (Kuznicki et al. 2002).

    Selanjutnya ditambahkan Al2O3 34 g (dalam 50 mL Aqua DM) dan Al(NO3)3 250

    g (dalam 100 mL Aqua DM). Lalu dipanaskan lagi pada suhu 95oC ( 4 jam).

    Hasil yang diperoleh disaring menggunakan penyaring vakum, dicuci dengan

    aqua DM (sebanyak 2000 mL), dikeringkan semalam pada suhu 110oC, dan

    terakhir dikalsinasi kembali selama 3 jam pada 500oC. Diagram alir proses

    sintesis ZAM1 dapat dilihat pada Gambar 6.

    Gambar 6 Diagram alir proses sintesis ZAM1.

  • 25

    3.3.1.2 Metode aluminasi langsung

    Metode aluminasi langsung dilakukan tanpa proses asidifikasi terlebih

    dahulu. Disini sumber alumina yang digunakan langsung ditambahkan ke dalam

    campuran reaksi. Sumber alumina yang digunakan adalah aluminium oksida,

    aluminium nitrat, tawas, dan kaolin. Perbandingan komposisi kimia dari bahan-

    bahan yang digunakan disesuaikan dengan perbandingan dari komposisi kimia

    yang ada dalam zeolit sintetis 3A dan modifikasi dari metode Vaughan (1985) dan

    Kuznicki et al. (2002). Diagram alir proses sintesis ZAM2 sampai ZAM6 dapat

    dilihat pada Gambar 7.

    Gambar 7 Diagram alir proses sintesis ZAM2 sampai ZAM6.

    Proses sintesis ZAM2 merupakan perpaduan metode dari Plee (1992)

    dengan metode yang dikembangkan oleh Kuznicki et al. (2002), Tissler et al.

    (1992), Vaughan (1985), dan Leonard (1981). Sementara itu, ZAM2 ZAM5

    menggunakan metode yang dilakukan Vaughan (1985) yang dipadukan dengan

    metode yang dikembangkan Kuznicki et al. (2002), sedangkan ZAM6 terdapat

    penambahan tahapan proses yang tidak terdapat dalam metode Kuznicki et al.

    (2002), Pfeninger (1999), Tissler (1992), Vaughan (1985), maupun Leonard

    (1981).

  • 26

    3.3.2 Karakterisasi zeolit termodifikasi

    3.3.2.1 Zeolit alam modifikasi 1 (ZAM1)

    Analisis komposisi kimia terhadap ZAM1 dilakukan menggunakan metode

    XRF (X-Ray Fluorescence) menggunakan peralatan XRF PAN-analytical AXIOS.

    Analisis distribusi pori yang meliputi luas permukaan, volume pori, dan diameter

    pori dilakukan menggunakan alat Autosorb-6 Surface Area and Pore Size

    Analyzer Quantacrom. Prinsip pengukuran distribusi pori berdasarkan adsorpsi

    gas pada sampel zat padat (misal : zeolit). Metode pengukuran dilakukan melalui

    proses penghilangan gas-gas yang terserap (degassing) pada suhu 200-300oC.

    Pendinginan pada suhu 77,4 K menggunakan nitrogen cair dalam jumlah yang

    telah diketahui, sedangkan tekanan diukur pada keadaan setimbang.

    3.3.2.2 Zeolit alam modifikasi 2 sampai 6 (ZAM2 ZAM6)

    Analisis komposisi kimia terhadap ZAM2 sampai ZAM6 dilakukan

    menggunakan metode EDX (Energy Dispersive X-Ray) menggunakan peralatan

    EDX Bruker 133 eV Quantax 200, sedangkan bentuk permukaan dan ukuran unit

    partikel sampel zeolit difoto menggunakan SEM EVO 50 ZEISS. Identifikasi

    unsur-unsur dalam sampel didasarkan pada energi elektron yang dihasilkan

    sampel setelah ditembakkan dengan sinar-X. Image data yang diperoleh dengan

    SEM digunakan sebagai data dasar untuk pengukuran komposisi kimia sampel

    menggunakan metode EDX.

    Sementara itu, struktur dan kemurnian kristal sampel zeolit ditentukan

    menggunakan XRD (X-Ray Diffraction). Metode yang dilakukan dengan

    mengukur intensitas difraksi sinar-X yang dipantulkan setelah bertumbukan

    dengan sampel zeolit pada sudut 2 dengan range 3 65 derajat menggunakan

    panjang gelombang Cu. Pola difraksi sinar-X sampel, diperoleh dengan

    memplotkan sudut 2o terhadap intensitas relatif sampel zeolit yang diperoleh.

    Analisis distribusi pori yang meliputi luas permukaan, volume pori, dan

    diameter pori dilakukan menggunakan alat Autosorb-6 Surface Area and Pore

    Size Analyzer Quantacrom (lihat metode ZAM1).

    3.3.3 Aplikasi zeolit termodifikasi dalam dehidrasi bioetanol

    Bioetanol yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PT. NNE, dari

    daerah Subang, Jawa Barat yang memiliki kisaran konsentrasi 90 - 95%.

  • 27

    Dehidrasi dilakukan menggunakan metode destilasi dan metode perendaman

    (batch adsorption).

    3.3.3.1 Metode Destilasi

    Percobaan dilakukan menggunakan zeolit alam modifikasi 1 (ZAM1), zeolit

    alam (ZA), dan zeolit komersil 3A (Z3A). Dehidrasi menggunakan metode

    destilasi dilakukan dengan memanaskan etanol sampai membentuk fase uap.

    Selanjutnya dilewatkan melalui kolom yang berisi ZAM1, ZA, dan Z3A. Pada

    percobaan ini diharapkan molekul-molekul air yang berukuran lebih kecil akan

    masuk ke dalam pori-pori zeolit tersebut, sedangkan molekul etanol yang lebih

    besar akan ditolak oleh molekul zeolit. Molekul etanol yang ditolak oleh zeolit

    dialirkan ke dalam kondensor untuk dikondensasi menjadi etanol dalam bentuk

    cair dengan bantuan pompa vakum. Suhu dan tekanan yang digunakan berturut-

    turut adalah 65oC dan 254 mmHg. Rancangan peralatan dehidrasi dengan cara

    destilasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

    Keterangan : 1 = pemanas listrik, 2 = labu leher tiga, 3 = termometer, 4 = kolom, 5 = sampel

    zeolit, 6 = adapter, 7 = kondensor, 8 = sambungan ke pompa vakum, 9 = adapter vakum, 10 =

    botol penampung, 11 = penyangga hidrolik.

    Gambar 8 Rangkaian peralatan proses dehidrasi bioetanol sederhana.

    Diagram alir proses dehidrasi menggunakan metode destilasi dapat dilihat

    pada Gambar 9. Analisis terhadap kadar bioetanol hasil proses dehidrasi dilakukan

    menggunakan alat GC (Gas Chromatography) Agilen 6890N Detektor FID

    250oC.

  • 28

    Gambar 9 Diagram alir proses dehidrasi menggunakan metode destilasi.

    3.3.3.2 Metode Perendaman (Batch Adsorption)

    Dehidrasi menggunakan metode adsorpsi dilakukan menggunakan ZAM2,

    ZAM3, ZAM4, ZAM5, ZAM6, dan ZA serta Z3A sebagai pembanding.

    Perbandingan massa zeolit terhadap bioetanol yang digunakan pada proses

    dehidrasi adalah (1 : 2) (satuan g).

    Percobaan pertama (A) menggunakan bioetanol berkadar 90%. Proses

    adsorpsi dilakukan melalui perendaman zeolit dalam bioetanol selama 24 jam.

    Percobaan kedua (B) menggunakan bioetanol berkadar 95%. Proses adsorpsi

    dilakukan dengan pengadukan selama 1 jam pada suhu 55oC, selanjutnya

    didestilasi pada 75oC selama 30 menit. Zeolit bekas pada proses pertama dan

    kedua diregenerasi (diaktivasi kembali) untuk digunakan pada proses dehidrasi

    selanjutnya. Diagram alir proses dehidrasi melalui metode perendaman dapat

    dilihat pada Gambar 10.

    Gambar 10 Diagram alir proses dehidrasi melalui metode perendaman.

  • 29

    Pengamatan dilakukan terhadap persentase kenaikan kadar bioetanol (PKB)

    dan kapasitas adsorpsi zeolit terhadap air dalam bioetanol (KAZ). Persentase

    kenaikan kadar bioetanol (PKB) dapat dihitung menggunakan persamaan 1,

    sedangkan perhitungan persentase kapasitas adsorpsi zeolit terhadap air dalam

    bioetanol (KAZ) dilakukan menurut prinsip kesetimbangan massa (persamaan 2).

    Persentase Kenaikan Kadar Bioetanol (PKB) (%)

    PKB = (% akhir - % awal)

    % awal x 100% ........... (1)

    Kapasitas Adsorpsi Air dari Zeolit (KAZ) (%)

    KAZ = Ka awal Ka akhir

    m Zeolit x 100% ........................................................ (2)

    Kadar air awal dan akhir dalam sampel bioetanol dapat dihitung

    menggunakan persamaan 3 dan 4.

    Ka awal = 100%B awal

    100 x mB awal .......................................... (3)

    Ka akhir = 100%B akhir

    100 x mB akhir ......................................... (4)

    dimana :

    Ka = kadar air (g)

    %B = persentase bioetanol (%)

    mB = massa bioetanol (g)

    Kadar bioetanol setelah proses adsorpsi diukur menggunakan density meter

    DMA 4500M Anton Paar dengan metode % v/v 01ML-ITS-90 dan suhu 20oC.

    Prinsip pengukuran berdasarkan perbandingan densitas terhadap sampel standar

    yang telah tersimpan pada alat setelah dikalibrasi. Pengukuran densitas didasarkan

    pada pengukuran elektronik frekuensi osilasi dari densitas yang dihitung. Sampel

    dimasukkan ke dalam tabung osilator berbentuk U. Volume sampel yang telah

    diukur dengan tepat mempunyai peran dalam osilasi, sehingga nilai pengukuran

    massa sampel dapat digunakan untuk menghitung densitas.

    3.3.3.3 Analisis statistik data proses dehidrasi

    Analisis statistik dilakukan terhadap proses dehidrasi pada metode

    perendaman, menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial, sedangkan

    percobaan dehidrasi menggunakan metode destilasi menggunakan ZAM1 tidak

    diuji secara statistik. Percobaan terdiri dari dua faktor yaitu jenis zeolit (Z), dan

  • 30

    pemakaian zeolit (P) dengan dua taraf (baru/awal dan reuse/regenerasi) dengan 3

    kali ulangan. Uji lanjut Duncan dilakukan untuk melihat pengaruh perlakuan

    parameter terhadap peningkatan kadar bioetanol dan kapasitas adsorpsi zeolit

    terhadap air dalam sampel bioetanol.

    Data proses dehidrasi menggunakan ZAM2 sampai ZAM6 dianalisis

    menggunakan bantuan software SAS versi 9.2. Model untuk RAL yang digunakan

    adalah sebagai berikut (Sastrosupadi 1995) :

    Yijk = + Ai + Bj + (AB)ij + ijk

    i = (zeolit alam, zeolit alam modifikasi : ZAM2, ZAM3, ZAM4,

    ZAM5, ZAM6, zeolit 3A sintetis)

    j = pemakaian zeolit (baru/awal dan reuse/regenerasi)

    dimana :

    Yijk = nilai pengamatan akibat faktor A (jenis zeolit) taraf ke i, faktor B

    (pemakaian zeolit) taraf ke j, dan ulangan ke k.

    = rata-rata nilai pengamatan yang sesungguhnya

    Ai = pengaruh aditif jenis zeolit ke-i

    Bj = pengaruh aditif pemakaian zeolit ke-j

    (AB)ij = pengaruh interaksi antara jenis zeolit ke-i dan pemakaian zeolit

    ke-j

    ijk = pengaruh acak dari jenis zeolit ke-i, pemakaian zeolit ke-j, dan ulangan ke-k yang menyebar normal

  • 31

    4 HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Modifikasi Zeolit

    4.1.1 Karakteristik zeolit alam (ZA)

    Zeolit alam Bayah yang merupakan mordenit tuff, hasil proses diagenesis

    dari gelas, terdiri dari mordenit (Na,Ca)4Al8Si40O96.28H2O, erionit

    (K2Na2CaMg)4Al8Si28O73.28H2O, klinoptilolit (K2Na2Ca)3Al6Si30O72.21H2O,

    kwarsa (SiO2), kalium feldspar (KAlSi3O8) dan komponen gelas vulkanik

    (Purawiardi 1999). Diagenesis adalah proses perubahan endapan menjadi satuan

    sedimen melalui tekanan dan suhu yang sangat kecil sekali (Depdiknas 2005).

    Zeolit yang digunakan pada penelitian ini adalah zeolit alam (ZA) yang diperoleh

    dari daerah Bayah, Provinsi Banten. Komposisi utamanya diduga meliputi

    campuran klinoptilolit dan mordenit. Bentuk dan ukuran zeolit yang digunakan

    dalam penelitian adalah bentuk pasir ( 3 mm) dan bubuk ( 150 mesh).

    Karakteristik awal zeolit alam yang digunakan mengandung beberapa

    senyawa oksida anorganik. Komposisi kimia zeolit alam Bayah ukuran 150 mesh

    yang dianalisis dengan metode XRF dibandingkan dengan zeolit sintesis mordenit

    dan klinoptilolit dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan data hasil analisis

    komposisi kimia yang tersaji dalam Tabel 6, diduga bahwa jenis zeolit bayah ini

    merupakan campuran dari mordenit dan klinoptilolit. Berdasarkan pada

    kandungan silika dan alumina dari zeolit Bayah, maka zeolit tersebut dapat

    digolongkan ke dalam zeolit dengan kandungan silika menengah (intermediate

    silica zeolite) dengan perbandingan Si/Al = 5,62 (Tabel 6).

    Stabilitas termal atau dekomposisi zeolit kristalin dengan kandungan silika

    rendah (zeolit dengan kadar aluminium tinggi) mendekati 700oC, sedangkan

    temperatur dekomposisi zeolit dengan kandungan silika tinggi berada di atas

    1300oC. Sementara itu, selektivitas permukaan berubah dari sangat polar atau

    hidrofilik menjadi hidrofobik. Sifat hidrofilik dimiliki oleh zeolit dengan kadar

    aluminium tinggi, sedangkan sifat hidrofobik dimiliki oleh zeolit dengan kadar

    silika tinggi. Timbulnya sifat hidrofobik tampak terjadi pada zeolit dengan Si/Al

    mendekati 10 (Flanigen 1980).

  • 32

    Tabel 6 Perbandingan komposisi kimia zeolit bayah terhadap zeolit sintetis

    mordenit dan klinoptilolit

    Komposisi Kimia (%) Zeolit Bayah Mor1 Kli-K

    2 Kli-Na

    3

    SiO2 67,178 67,36 62,37 64,87

    Al2O3 10,572 12,83 11,74 12,46

    Na2O 1,091 3,90 0,93 4,33

    K2O 2,312 0,54 7,85 2,28

    MgO 0,771 - 0,27 -

    CaO 3,267 3,21 0,08 1,27

    BaO 0,027 - - 0,51

    Fe2O3 1,183 - - 0,47

    FeO - - 0,08 0,08

    TiO2 0,142 - - -

    P2O5 0,038 - - -

    SrO 0,061 - 1,35 -

    MnO2 0.033 - 0,03 0,03

    SO3 0,065 - - -

    ZnO 0,004 - - -

    Rb2O 0,003 - - -

    Y2O3 0,004 - - -

    ZrO2 0,010 - - -

    H2O - 12,16 15,28 13,59

    Total Oksida (%) 86,76 100,00 99,98 99,89

    Si/Al 5,62

    Sumber : 1Anonim 1864;

    2Anonim 1923;

    3Anonim 1969

    4.1.2 Modifikasi zeolit alam dan karakterisasi zeolit termodifikasi

    Modifikasi zeolit alam didasarkan pada beberapa jurnal dan paten dalam

    pengembangan zeolit sebagai adsorben (molecular sieve). Bedard (2010)

    menjelaskan bahwa sangat sulit untuk mengindentifikasi teknik-teknik khusus

    yang benar-benar digunakan oleh perusahaan tertentu dalam pembuatan zeolit

    sebaga