TESIS EVALUASI SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RSUD POSO EVALUATION OF WASTEWATER TREATMENT SYSTEMS IN GENERAL HOSPITAL POSO Oleh : ALCHEMIS P2304216001 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2019
TESIS
EVALUASI SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR
RSUD POSO
EVALUATION OF WASTEWATER TREATMENT SYSTEMS IN
GENERAL HOSPITAL POSO
Oleh :
ALCHEMIS
P2304216001
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Alchemis
Nomor Mahasiswa : P2304216001
Program Studi: : S2 Teknik Sipil
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambil alihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, Juli 2019
Yang Menyatakan
Alchemis
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
kasih dan pertolongan-Nya, sehingga penyusunan tesis dengan judul
“Evaluasi Sistem Pengolahan Limbah Cair RSUD Poso” ini dapat
terselesaikan.
Tesis ini adalah salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
pendidikan Program Studi S2 Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin Makassar.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penyusunan tesis ini tidak
akan terlaksana sebagaimana yang diharapkan tanpa adanya bantuan,
arahan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis dengan tulus menghaturkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Eng. Irwan Ridwan Rahim, ST.,MT dan Dr. M. Asad Abdurahman,
ST.,M.Eng. PM selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah
membimbing penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan
tesis ini.
2. Dr. Eng. Ir. Rita Tahir Lopa, MT, Dr. Eng. Ir. H. Farouk Maricar, MT
dan Dr. Eng. Ir. Bambang Bakri, ST. MT selaku penguji dalam tesis ini.
3. Dr. Eng. Rita Irmawaty, ST. MT selaku Ketua Program Studi Magister
Teknik Sipil Universitas Hasanuddin Makassar.
4. Para dosen dan staf yang telah membantu penulis selama mengikuti
pendidikan pada Program Pascasarjana Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin Makassar
5. Orangtua, suami dan anakku tercinta serta kakak-kakakku yang selalu
memberikan dukungan, doa dan semangat dalam menyelesaikan tesis
ini.
6. Rekan-rekan mahasiswa Program Pascasarjana Perancangan Teknik
Prasarana dan semua pihak yang telah membantu penulis dengan
segala masukan dan saran-sarannya.
Akhir kata, penulis mengharapkan tesis ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang pengolahan air
limbah.
Makassar, Juli 2019
Alchemis
ABSTRAK
Alchemis. Evaluasi Sistem Pengolahan Limbah Cair RSUD Poso
(dibimbing oleh Irwan Ridwan Rahim, Asad Abdurrahman).
Rumah sakit adalah sarana publik yang melaksanakan kegiatan yang
sangat kompleks sehingga menghasilkan limbah yang kompleks pula. Air
Limbah rumah sakit dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan
gangguan kesehatan oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan sebelum
dibuang ke badan air. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sistem
Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Umum Daerah Poso saat
ini, dan menghitung rencana pengembangan Instalasi Pengolahan Air
Limbah.dan menganalisis biaya rencana pengembangan IPAL RSUD
Poso yaitu biaya awal dan biaya operasional dan pemeliharaan. Metode
pengumpulan data, data primer (kondisi IPAL RS saat ini, dan pengujian
Laboratorium) dan data sekunder (Profil RS). Hasil yang didapatkan
kapasitas IPAL eksisting RSUD Poso adalah 44m3/hari sedangkan
menurut laporan debit air limbah bulan November 2018, didapatkan debit
mencapai 69m3/ hari dan menurut hasil uji laboratorium, effluent air limbah
dari IPAL RSUD Poso saat ini masih ada parameter yang tidak memenuhi
baku mutu air limbah sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016
tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik Perencanaan IPAL RSUD Poso
dengan sistem biofilter anaerob aerob diperoleh hasil perhitungan dan
analisis data yaitu debit air limbah yang dihasilkan 70 m3 / hari dengan
merenovasi unit – unit IPAL pada bak pengendapan awal (2,2 m x 2 m x 2
m); bak biofilter anaerob (5,1 m x 2 m x 2 m); bak biofilter aerob (3,2 m x 2
m x 2 m); bak pengendapan akhir (2,2 m x 2 m x 2 m). Hasil perhitungan
biaya awal untuk merenovasi IPAL ini adalah Rp. 183,284,934.00 dan
biaya operasional dan pemeliharaan adalah sebesar Rp. 60.972.515,00
per tahun.
ABSTRACT
Alchemis. Evaluation of wastewater treatment systems in Poso General
Hospital (supervised by Irwan Ridwan Rahim, Asad Abdurrahman)
Hospitals are public facilities that carry out activities that are very complex
so as to produce complex waste as well. Hospitals wastewater can cause
environmental pollution and health problems, because it needs to be
processed before being discharged into water bodies. The purpose of this
research is to evaluate the existing system of the Waste Water Treatment
Plant in Poso general Hospital, and calculate the plan for developing the
Waste Water Treatment Plant. Methods of data collection, primary data
(current hospital WWTP conditions, and laboratory testing) and secondary
data (RS profile). The results obtained from the existing WWTP capacity of
Poso Hospital are 44m3 / day while according to the report on November
2018 wastewater flow, the flow up to 69m3 / day. According to the results
of laboratory tests, currently effluent of wastewater from the WWTP Poso
Hospital still has parameters that do not comply the waste water quality
standards according to the Republic of Indonesia Minister of Environment
and Forestry Regulation Number P.68 / Menlhk / Setjen / Kum.1 / 8/2016
about Domestic Wastewater Quality Standards. New design of WWTP
Poso Hospital with an aerobic anaerobic biofilter system, the results of
calculation and analysis of data are obtained is, flow of wastewater
produced is 70 m3 / day with renovating WWTP units in the initial
sedimentation tank (2.2 m x 2 m x 2 m); anaerobic biofilter tank (5.1 m x 2
m x 2 m); aerobic biofilter tank (3.2 m x 2 m x 2 m); final sedimentation
tank (2.2 m x 2 m x 2 m). The initial cost to renovate this WWTP are Rp.
183,284,934.00 and operational and maintenance costs are Rp.
60,972,515.00 /year.
Keywords : Wastewater, Hospital, WWTP Anaerobic Aeorobic Biofilter, Cost
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS iii
PRAKATA iv
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan Penelitian 6
D. Batasan Penelitian 7
E. Manfaat Penelitian 7
II. TINJAUAN PUSTAKA 9
A. Rumah Sakit 9
B. Pengertian Limbah Rumah Sakit 10
C. Sumber Limbah Cair Rumah Sakit 11
D. Parameter Kualitas Limbah Cair Rumah Sakit 12
E. Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit 16
F. Dampak Negatif Air Limbah Rumah Sakit 17
G. Peraturan Pengelolaan Limbah Cair 18
H. Tahapan Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah 20
I. Teknologi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit 23
1. Kriteria Perencanaan IPAL Biofilter Anaerob Aerob 26
2. Peralatan Standar Instalasi Pengolahan Air Limbah dengan Proses Biofilter Anaerob Aerob 28
J. Perkiraan Jumlah Air Limbah dan Kapasitas IPAL Rencana 44
K. Analisis Biaya Rencana Pengembangan IPAL 45
1. Biaya Modal 45
2. Biaya Tahunan 46
L. Kerangka Pemikiran 48
III. METODE PENELITIAN 40
A. Rancangan Penelitian 49
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 50
C. Metode Pengumpulan Data 51
D. Analisis data 52
E. Variabel yang Diamati 53
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 54
A. Evaluasi Pengolahan Limbah Cair RSUD Poso 54
1. Karakteristik Sampel Air Limbah 57
2. Perhitungan jumlah air limbah dan kapasitas IPAL 58
B. Unit – unit Pengolahan yang Akan Didesain Ulang 59
C. Perhitungan Desain Volume IPAL
1. Desain Bak Pengendap Awal 60
2. Desain Biofilter Anaerob 61
3. Desain Biofilter Aerob 63
4. Desain Bak Pengendap Akhir 65
D. Hasil Perhitungan Dan Perencanaan IPAL 68
E. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya Pembangunan
IPAL RSUD Poso 70
1. Biaya Investasi Awal IPAL 70
2. Biaya Operasional dan Pemeliharaan IPAL 71
F. Kelebihan dan Kekurangan IPAL Eksisting dan IPAL yang
Direncanakan 73
V. KESIMPULAN DAN SARAN 74
A. Kesimpulan 74
B. Saran 75
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor halaman
1. Jumlah pasien rawat jalan dan rawat inap RSUD Poso 5
2. Sumber, jenis dan karakteristik limbah cair rumah sakit 11
3. Baku mutu limbah cair bagi kegiatan fasilitas layanan
Kesehatan yang melakukan pengolahan limbah domestik 17
4. Distribusi Fasilitas Tempat Tidur RSUD Poso 55
5. Hasil uji kualitas air limbah RSUD Poso 57
6. Kebutuhan Air Bersih Berdasarkan Jenis Peruntukan Bangunan 58
7. Rekapitulasi unit-unit IPAL yang direncanakan 68
8. Rencana Anggaran Biaya Pembangunan IPAL 70
9. Biaya operasional tahunan IPAL 72
DAFTAR GAMBAR
Nomor halaman
1. Diagram proses pengolahan air limbah rumah sakit 25
2. Skema proses pengolahan air limbah dengan system
biofilter anaerob aerob 28
3. Gambar Desain dan foto tipikal bak pengumpul air limbah 30
4. Contoh bak saringan 32
5. Contoh konstruksi bak pemisah lemak 33
6. Contoh bak pemisah Lemak dan Bak ekualisasi dari bahan beton
Bertulang 35
7. Jenis pompa celup yang sering digunakan untuk
pengolahan air limbah. 36
8. Contoh bak pengendap awal 38
9. Reaktor Biofilter Anaerob dari Bahan FRP yang dilapis dengan
Beton Cor 39
10. Contoh IPAL Biofilter Anaerob-Aerob bentuk dari bahan beton
Bertulang 40
11. Root Blower 42
12. Submersible Roots Blower 42
13. Blower Udara Tipe HIBLOW 43
14. Contoh Bak Biokontrol 44
15. Kerangka Pemikiran 48
16. Diagram alir penelitian 49
17. Peta Lokasi RSUD Poso 50
18. Instalasi pengolahan Air Limbah RSUD Poso saat ini 55
19. Unit – unit pengolahan IPAL Biofilter Anaerob Aerob 59
20. Desain Bak Pengendap Awal 61
21. Desain Bak Biofilter Anaerob dan Bak Biofilter Aerob 65
22. Desain Bak Pengendap Akhir 66
23. Media Biofilter Tipe Sarang Tawon 68
24. Layout Lokasi rencana pembangunan IPAL RSUD Poso 69
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit adalah sarana publik yang sangat penting, berfungsi
sebagai tempat pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan pemulihan
kesehatan. Beberapa rumah sakit bahkan berfungsi juga sebagai tempat
pendidikan, pelatihan dan penelitian. Sebagai penyedia jasa pelayanan
kesehatan, pihak rumah sakit harus mampu menciptakan lingkungan yang
sehat dan aman dari penyakit. Kegiatan yang dilaksanakan rumah sakit
sangat kompleks, sehingga produksi limbah yang dihasilkan juga sangat
kompleks. Secara umum limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok
besar, yaitu limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair.
Lingkungan dan sanitasi yang baik, bersih dan sehat tentu dibutuhkan
agar berbagai fungsi rumah sakit tersebut tetap bisa berjalan
sebagaimana mestinya. Untuk itu diperlukan upaya khusus dalam
penanganan limbah rumah sakit.
Sejak beberapa dasawarsa terakhir masyarakat semakin
menyadari pentingnya upaya mengatasi masalah-masalah lingkungan
hidup. Masalah-masalah yang banyak mendapat perhatian publik adalah
menipisnya sumber daya alam dan tingginya pencemaran. Hal tersebut
2
menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Kegiatan rumah sakit
mempunyai potensi menghasilkan limbah yang dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan hidup. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengendalian terhadap pembuangan limbah yang di buang ke lingkungan.
Pengurangan pencemaran tersebut dapat dilakukan dengan pengelolaan
limbah yang baik dan sesuai peraturan perundang–undangan.
Gagasan rumah sakit ramah lingkungan, pada tahap berikutnya
menghendaki tidak hanya sekedar mengelola limbahnya hingga sesuai
baku mutu sesuai peraturan, tetapi juga menerapkan prinsip 3R (reuse,
reduce, recycle) terhadap limbah yang dihasilkan.Penghematan dalam
penggunaan sumber daya alam dan energi seperti air, listrik, bahan kimia,
obat-obatan kadaluwarsa dan lain-lain juga akan menjadi perhatian,
karena mereduksi potensi timbulnya limbah.
Dalam profil kesehatan Indonesia, Departement Kesehatan 1997,
diungkapkan seluruh rumah sakit di Indonesia berjumlah 1090 dengan
121.996 tempat tidur. Hasil kajian tehadap 100 rumah sakit di Jawa dan
Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg
pertempat tidur per hari. Analisa lebih jauh menunjukkan produksi sampah
(limbah padat) berupa limbah domestik sebesar 76,8% dan berupa limbah
infeksius sebesar 23,2%. Diperkirakan secara nasional produksi sampah
(limbah padat) rumah sakit sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air
limbah sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat
dibayangkan betapa besar potensi rumah sakit untuk mencemari
3
lingkungan dan kemungkinan menimbulkan kecelakaan serta penularan
penyakit
Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam
mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan
yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium,
klinik dan lain-lain). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut
ada yang bersifat pathogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain
akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat
kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya
seperti BOD, COD, pH, mikrobiologik, dan lain-lain (Arifin. M, 2008)
Limbah infeksius misalnya jaringan tubuh yang terinfeksi
seharusnya dibakar, bukan dikubur apalagi dibuang ke septik tank.
Kenyataannya banyak tangki pembuangan sebagai tempat pembuangan
limbah yang tidak memenuhi syarat. Hal itu akan menyebabkan
pencemaran, khususnya pada air tanah yang banyak dipergunakan
masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Ironisnya, malah sebagian besar
limbah rumah sakit dibuang ke tangki pembuangan seperti itu.(Asmadi,
2013)
Guna meningkatkan mutu lingkungan dan sanitasi di rumah sakit
maka perlu dibuatkan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) yang baik dan
teruji prosesnya. Dengan proses yang baik diharapkan mutu air limbah
yang dikeluarkan oleh rumah sakit dapat mencapai standar yang
ditetapkan oleh Men KLH No.58/Men KLH/12/1995/ tentang Baku Mutu
4
Limbah Cair Rumah Sakit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Prayitno (2013) tentang Studi Karakteristik Limbah Cair Rumah sakit di
Kota Malang, diperoleh hasil bahwa setelah diteliti antara 3 rumah sakit
dengan 3 proses pengolahan limbah cair yang berbeda, proses
pengolahan biofilter tercelup lebih efisien karena dapat mereduksi polutan
sebesar 63% dibandingkan proses aerasi kontak (58%) dan lumpur aktif
(56%).
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Dunung Waskito Aji (2015)
tentang Evaluasi dan Perencanaan Ulang Sistem Pengolahan Air Limbah
RSUD DR Harjono Ponorogo, disimpulkan bahwa penambahan jumlah TT
dari 100 TT menjadi 380 TT mengakibatkan debit air limbah meningkat
dari 0,00110028 m3/detik menjadi 0,00313596 m3/detik, akibatnya hampir
semua unit pengolahan limbah harus didesain ulang karena tidak lagi
memenuhi kapasitas dan waktu tinggal yang telah ditentukan.
Rumah Sakit Umum Daerah Poso berlokasi di jalan Jenderal
Sudirman No.33 Poso, Sulawesi Tengah. Luas areal rumah sakit 4423 m2
dan luas bangunan sebesar 5669,88 m2. Berdasarkan kualitas, sumber
daya manusia, peralatan, sarana dan prasarana, administrasi dan
manajemen, serta kemampuan pelayanan, rumah sakit ini termasuk dalam
kategori kelas C menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor : 1239/Menkes/SK/X/1997 Tanggal 28 Oktober 1997.
Dalam melaksanakan aktifitasnya rumah sakit ini ditunjang oleh 15 orang
dokter spesialis, 12 orang dokter umum, 2 orang dokter gigi dan 341
5
orang tenaga kesehatan serta 100 orang tenaga non kesehatan. Jumlah
pasien di RSUD Poso terus bertambah dari tahun ke tahun, berikut dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Jumlah pasien rawat jalan dan rawat inap RSUD Poso
No Tahun Jumlah kunjungan
rawat jalan
jumlah kunjungan rawat
inap
1 2010 21196 5920
2 2011 19527 6243
3 2012 20746 6899
4 2013 26175 7349
5 2014 29974 10240
6 2015 35973 10623
7 2016 45978 11208
8 2017 54013 12646
Sumber : RSUD Poso, 2018
RSUD Poso merupakan salah satu rumah sakit yang telah memiliki
Instalasi Pengelolaan Air Limbah. Proses pengolahan air limbah yang
diterapkan saat ini adalah proses biofilter anaerob aerob. Pada tahun
2016 RSUD Poso melakukan pembangunan gedung baru yaitu gedung
Neuro Stroke Centre Care dan penambahan jumlah tempat tidur sebanyak
60 tempat tidur. Dari jumlah tempat tidur sebelumnya 180 TT menjadi 240
TT. Gedung ini mulai dioperasikan pada bulan Maret 2017, tentunya ini
mengakibatkan debit air limbah meningkat, sehingga diperlukan desain
ulang dimensi unit-unit IPAL yang ada.
Adanya penambahan gedung baru dan jumlah tempat
tidur,kapasitas IPAL yang sudah tidak memenuhi, jumlah pasien yang
terus bertambah serta lokasi rumah sakit yang berdekatan dengan
6
lingkungan pemukiman dan perkantoran membuat monitoring dalam
pelaksanaan pengelolaan limbah limbah cair di RSUD Poso sangat perlu
dilakukan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai “Evaluasi Sistem Pengolahan Limbah Cair RSUD Poso”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, maka
rumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah sistem Pengolahan Air Limbah RSUD Poso saat ini
sudah sesuai dengan peraturan pemerintah ?
2. Bagaimana rencana pengembangan Instalasi Pengolahan Air
Limbah agar sesuai dengan peraturan pemerintah dan
memenuhi kapasitas rencana ?
3. Bagaimana analisis biaya rencana pengembangan IPAL
tersebut ?
C. Tujuan Penelitian
Terkait dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Mengevaluasi sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah
Sakit Umum Daerah Poso saat ini.
7
2. Menghitung rencana pengembangan Instalasi Pengolahan Air
Limbah.
3. Menganalisis biaya rencana pengembangan IPAL RSUD Poso
agar optimal dan memenuhi standar.
D. Batasan Penelitian
Adapun batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini membandingkan kualitas influen dan enfluen air
limbah dengan baku mutu air limbah menurut Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku
Mutu Air Limbah.
2. Dalam perencanaan pengembangan IPAL, peneliti memilih
sistem pengolahan Biofilter Anaerob Aerob.
E. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian diharapkan bisa memberi kontribusi terhadap
pemerintah daerah kota Poso dan pihak- pihak terkait
pengelola limbah cair RSUD Poso dalam perencanaan IPAL
yang lebih optimal dan memenuhi standar.
2. Dengan adanya penelitian ini diharapkan masyarakat umum
dapat mengetahui keadaan eksisting pengelolaan limbah cair di
RSUD Poso saat ini.
8
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau
informasi bagi peneliti selanjutnya terkait tema ini.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kajian pustaka dalam penelitian ini bertujuan sebagai kerangka
acuan yang disusun berdasarkan kajian berbagai aspek baik secara
teoritis maupun empiris, dengan kata lain kajian pustaka ini dimaksudkan
untuk menghubungkan penelitian ini dengan literatur - literatur yang ada.
A. Rumah Sakit
1. Pengertian Rumah Sakit
Menurut Undang-undang No.44 tahun 2009, rumah sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna
adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.
2. Klasifikasi Rumah Sakit
Di Indonesia, rumah sakit berdasarkan jenis pelayanannya dibagi
menjadi 2 kategori, yaitu : Rumah Sakit Umum (RSU) dan Rumah Sakit
Khusus (RSK). RSU adalah rumah sakit yang memberi pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit, sedangkan RSK adalah
10
rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada suatu bidang atau
satu jenis penyakit tertentu, berdasar disiplin ilmu, golongan umur, organ
atau jenis penyakit. Jenis rumah sakit khusus antara lain Ibu dan anak,
Jantung, Kanker, Orthopedi, Paru, Jiwa, Kusta, Mata, Telinga Hidung
Tenggorokan, Bersalin, Gigi dan Mulut, Ginjal, Kulit dan Kelamin.
Berdasarkan PERMEN 340/MenKes/PER/III/2010, rumah-rumah
sakit umum di Indonesia diklasifikasi menjadi 4 kelompok kelas, berdasar
kualitas, sumber daya manusia, peralatan, sarana dan prasarana,
administrasi dan manajemen, serta kemampuan pelayanan, yakni : Kelas
A, B, C, dan D. Adapun RSK secara informal dikenal juga sebagai Kelas
E.
B. Pengertian Limbah Rumah Sakit
Menurut Arifin (2008), limbah rumah sakit adalah semua sampah
dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah skait dan kegiatan
penunjang lainnya. Menurut Permenkes RI No. 1204/MenKes/SK/X/2004,
limbah rumah sakit yaitu semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan
rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas.
Limbah cair adalah seluruh air buangan yang berasal dari hasil
proses kegiatan sarana pelayanan kesehatan yang meliputi : air limbah
domestik (air buangan kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian),
air limbah klinis (air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit,
11
misalnya air bekas cucian luka, cucian darah dll), air limbah laboratorium
dan lainnya.(Depkes, 2009).
C. Sumber Limbah Cair Rumah sakit
Jenis air limbah yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a) Air limbah domestik
b) Air limbah klinis
c) Air limbah laboratorium klinik dan kimia
d) Air limbah radioaktif (tidak boleh masuk ke IPAL, harus
mengikuti petunjuk dari BATAN
Secara umum hampir semua ruangan di rumah sakit menghasilkan
limbah cair , namun sesuai dengan fungsinya ruangan yang paling
dominan menghasilkan limbah cair antara lain seperti pada tabel 3 berikut:
Tabel 2. Sumber, jenis dan karakteristik limbah cair rumah sakit
No Kegiatan (sumber) Jenis dan karakteristik limbah
1 Instalasi Gizi Limbah cair yang dihasilkan dari instalasi gizi umumnya adalah dari proses pencucian dan pengolahan makanan
2 Ruang Laboratorium Limbah cair yang dihasilkan dari proses pemeriksaan specimen dan bahan kimia yang digunakan, yaitu berupa bekas reagent, pencucian alat, dll
3 Instalasi Farmasi Limbah cair yang dihasilkan dari sisa-sisa bungkusan obat-obatan dan cuci tangan
4 Loundry Limbah yang dihasilkan dari hasil pencucian sprei, sarung bantal, pakaian operasi, masker, handuk, selimut dan linen rumah sakit
12
5 Ruang Operasi (OK) Limbah yang dihasilkan berupa darah bekas operasi, pencucian peralatan dan limbah cair yang berasal dari kamar mandi dan WC
6 Ruang bersalin Limbah yang dihasilkan dari bahan yang dipakai misalnya sabun, bekas darah persalinan, dll
7 IGD (Instalasi Gawat Darurat)
Limbah yang dihasilkan berupa air bekas pencucian luka, dll
8 Ruang Perawatan Limbah cair yang dihasilkan berasal dari kamar mandi dan WC
9 Poliklinik Limbah yang dihasilkan dari air cuci tangan dan alat-alat yang dicuci
Sumber : asmadi, 2013
D. Parameter Kualitas Limbah Cair Rumah Sakit
Berbagai parameter kualitas limbah cair yang penting untuk
diketahui adalah bahan padat tersuspensi (suspended solids), bahan
padat terlarut (dissolved solids), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical
Oxygen Demand/BOD), kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen
Demand/COD), organisme coliform, pH, oksigen terlarut (dissolved
oxygen), kebutuhan klor (chlor demand), nutrien, logam berat (heavy
metals) dan parameter lain (Soeparman dan Suparmin, 2002)
1. Bahan Padat Tersuspensi (TSS)
Bahan padat tersuspensi adalah bahan padat yang dihilangkan
padanpenyaringan (filtration) melalui media standar halus dengan
diameter satu mikro. Kandungan bahan padat tersuspensi penting dalam
perencanaan dan pembuangan, sebab menentukan persyaratan
bangunan untuk penanganan lumpur, termasuk persyaratan untuk
13
penghilangan air (dewatering) dan pengeringan (drying) lumpur untuk
pembuangan akhir. (Soeparman dan Suparmin, 2002)
2. Bahan padat terlarut (TDS)
Bahan padat terlarut adalah bahan padat yang terdapat dalam filtrat
yang diperoleh setelah penghilangan bahan padat tersuspensi. Bahan
padat terlarut penting terutama apabila limbah cair akan digunakan
kembali setelah pengolahan. (Soeparman dan Suparmin, 2002)
3. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand/BOD)
Kebutuhan oksigen biokimia adalah ukuran kandungan bahan
organik dalam limbah cair. Kebutuhan oksigen biokimia ditentukan dengan
mengukur jumlah oksigen yang diserap oleh sampel limbah cair akibat
adanya mikroorganisme selama satu periode waktu tertentu. BOD
merupakan ukuran utama kekuatan limbah cair. BOD juga merupakan
petunjuk dari pengaruh yang diperkirakan terjadi pada badan air penerima
berkaitan dengan pengurangan kandungan oksigennya. (Soeparman dan
Suparmin, 2002)
4. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD)
COD juga merupakan parameter kekuatan limbah cair. COD
merupakan ukuran persyaratan kebutuhan oksidasi sampel yang berada
dalam kondisi tertentu, yang ditentukan dengan menggunakan suatu
14
oksidan kimiawi. Indikator ini umumnya berguna pada limbah industri.
Pada suatu sistem tertentu, terdapat hubungan antara COD dan BOD,
tetapi bervariasi antara satu kota dengan kota lainnya. (Soeparman dan
Suparmin, 2002).
5. Organisme Kloriform
Indikator ini meliputi Escherichia coli yang berasal dari saluran
pencernaan makanan binatang berdarah panas. Adanya organisme
koliform menunjukkan kemungkinan adanya patogen, baik virus ataupun
bakteri. (Soeparman dan Suparmin, 2002)
6. pH
pH limbah cair adalah ukuran keasaman (acidity) atau kebasaan
(alkalinity) limbah cair. pH menunjukkan perlu atau tidaknya pengolahan
pendahuluan (pretreatment) untuk mencegah terjadinya gangguan pada
proses pengolahan limbah cair secara konvensional. Secara umum, dapat
dikatakan bahwa pH limbah cair domestik adalah mendekati netral
(Soeparman dan Suparmin, 2002)
7. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO)
DO penting dalam pengoperasian sistem saluran pembuangan
maupun bangunan pengolahan limbah cair. Tujuan pengelolaan limbah
cair sebelum diolah adalah memelihara kandungan oksigen yang terlarut
15
dan cukup untuk mencegah terjadinya kondisi anaerobik. (Soeparman dan
Suparmin, 2002)
8. Kebutuhan Klor (Chlorine Demand)
Pendesinfeksian terhadap efluen limbah cair yang diolah diperlukan
angka kebutuhan klor yang merupakan parameter kualitas yang penting.
Angka tersebut merupakan fungsi dari kekuatan limbah. Semakin tinggi
derajat pengolahan, semakin kecil angka kebutuhan klor dari efluen
tersebut. (Soeparman dan Suparmin, 2002)
9. Nutrien
Limbah cair mengandung nutrien (misal : nitrogen dan fosfor) dalam
konsentrasi yang bermakna berupa zat pembangunan bagi organisme
hidup.
Ketika limbah cair akan dibuang ke badan air yang relatif bersih, seperti
danau atau muara sungai, nutrien itu dapat menyuburkan air sampai
tingkat tertentu. Namun, jika merangsang pertumbuhan algae secara
berlebihan, air penerima dapat dirusak oleh pengayaan itu yang disebut
eutrofikasi. (Soeparman dan Suparmin, 2002)
10. Logam Berat
Bila industri membuang limbah cair ke sistem saluran limbah cair
(sewerage), banyak logam berat yang masuk ke dalam sistem dan
16
mengganggu proses pengolahan atau kualitas air penerima. Tembaga
yang berakumulasi dalam tangki penguraian lumpur dan mengganggu
proses penguraian itu. (Soeparman dan Suparmin, 2002)
11. Parameter Lain
Lemak yang terlalu banyak dapat menyebabkan kesulitan besar
dalam
pengelolaan limbah cair. Kesulitan timbul terutama bila limbah cair itu atau
lumpurnya akan digunakan kembali. Deterjen dapat juga menimbulkan
masalah, terutama bila limbah cair dimasukkan ke dalam aliran yang
bergelombang (turbulent) sehingga busa menjadi berbau. (Soeparman
dan Suparmin, 2002).
E. Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit
Baku mutu limbah cair adalah batas kadar dan jumlah unsur
pencemar yang ditenggang adanya dalam limbah cair untuk dibuang dari
satu jenis kegiatan tertentu.(Depkes RI, 2009)
Kualitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke badan
air atau lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu efluen sesuai
peraturan pemerintah. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku
Mutu Air Limbah bagi kegiatan fasilitas pelayanan kesehatan ditetapkan
berdasarkan :
17
1. Kemampuan teknologi pengolahan air limbah yang umum
digunakan
2. Daya tampung lingkungan di wilayah usaha dan / atau kegiatan
untuk memperoleh konsentrasi dan / atau beban pencemaran
paling tinggi.
Tabel 3. Baku mutu limbah cair bagi kegiatan fasilitas layanan kesehatan
yang melakukan pengolahan limbah domestik
Parameter Nilai Satuan
pH 6-9 - BOD 30 Mg/L COD 100 Mg/L TSS 30 Mg/L
Minyak dan Lemak 5 Mg/L Amoniak 10 Mg/L
Total Coliform 3000 MPN/100 ml
Sumber : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik
F. Dampak Negatif Air Limbah Rumah Sakit
Sesuai dengan zat – zat yang terkandung di dalam air limbah,
maka air limbah yang tidak diolah dengan baik akan menyebabkan
berbagai dampak, baik terhadap gangguan kesehatan masyarakat
maupun terhadap lingkungan hidup antara lain :
1. Menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit
kolera, typus abdominalis, decentri deciler.
2. Menjadi media berkembang biaknya organisme pathogen.
18
3. Menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk atau tempat
hidup larva nyamuk.
4. Menimbulkan bau yang tidak enak serta pandangan yang tidak
sedap.
5. Merupakan sumber pencemaran air permukaan, tanah dan
lingkungan hidup lainnya.
6. Mengurangi produktifitas manusia, karena orang bekerja
dengan tidak nyaman dan sebagainya.
7. Gangguan kenyamanan dan estetika, berupa warna yang
berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa
dari bahan kimia organic.
8. Kerusakan harta benda, dapat disebabkan oleh garam – garam
yang terlarut ( korosif, karat ), air yang berlumpur dan
sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan di
sekitar rumah sakit.
9. Gangguan / kerusakan tanaman dan binatang, dapat
disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida,
logam nutrient tertentu dan fosfor.
G. Peraturan Pengelolaan Limbah Cair
1. Saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistem
saluran tertutup, kedap air, dan limbah harus mengalir dengan
lancar, serta terpisah dengan saluran air hujan.
19
2. Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair
sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan
disekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis, apabila belum
ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan air limbah
perkotaan.
3. Perlu dipasang alat pengukur debit limbah cair untuk
mengetahui debit harian limbah yang dihasilkan.
4. Air limbah dari dapur harus dilengkapi penangkap lemak dan
saluran air limbah harus dilengkapi / ditutup dengan gril.
5. Air limbah yang berasal dari laboratorium harus diolah di
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), bila tidak mempunyai
IPAL harus dikelola sesuai kebutuhan yang berlaku melalui
kerjasama dengan pihak lain atau pihak yang berwenang.
6. Frekuensi pemeriksaan kualitas limbah cair terolah (effluent)
dilakukan setiap bulan sekali untuk swapantau dan minimal 3
bulan sekali uji petik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
7. Rumah sakit yang menghasilkan limbah cair yang mengandung
atau terkena zat radioaktif, pengelolaannya dilakukan sesuai
ketentuan BATAN.
8. Parameter radioaktif diberlakukan bagi rumah sakit sesuai
dengan bahan radioaktif yang dipergunakan oleh rumah sakit
yang bersangkutan.
20
H. Tahapan Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah
Dalam merencanakan suatu IPAL, maka perlu ditempuh beberapa
langkah pengerjaan yang dimulai dari survei lapangan yaitu
mengumpulkan beberapa informasi mengenai proses produksi atau
pengolahan yang dilakukan dan kondisi eksisting, analisis karakteristik air
limbah di laboratorium, analisa data dan pemilihan teknologi (proses) yang
akan digunakan. Jika langkah – langkah tersebut telah ditempuh baru
dilakukan desain IPAL yang direncanakan.
Desain instalasi pengolahan air limbah ditentukan oleh beberapa
faktor yaitu :
1. Debit air limbah
Desain IPAL dipengaruhi oleh debit air limbah yang dihasilkan
karena debit digunakan sebagai penentuan volume unit - unit pengolahan
air limbah. Bila debitnya besar maka volume unit pengolahannya harus
dibuat besar untuk dapat menampung air limbah tersebut. Terlebih lagi
apabila akan digunakan unit pengolahan yang membtuhkan waktu tinggal,
maka perhitungan volume unit pengolahannya dikalikan dengan waktu
tinggalnya.
2. Aliran Air Limbah
Aliran air limbah dapat bersifat continue terus menerus atau sesaat,
ditentukan oleh proses produksi yang dilakukan. Ada industri yang
melakukan unit pengolahan atau beroperasi sepanjang hari dan
21
beroperasi hanya pada waktu –waktu tertentu saja semisal pagi hingga
sore atau sore hingga pagi hari.
3. Paramater pencemar (karakteristik) air limbah
Secara umum parameter pencemar atau karakteristik air limbah
ditentukan oleh jenis bahan baku yang digunakan dan proses yang
dilakukan. Bila bahan baku yang digunakan adalah bahan organic maka
limbah yang dihasilkan akan memiliki kandungan bahan kimia dalam
proses produksinya, maka dalam air limbahnya akan ditemui kandungan
bahan kimia tersebut dalam ikatan aslinya atau ikatan dengan bahan
kimia lainnya.
4. Baku Mutu Air Limbah
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur
pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditemukan
keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas kedalam
sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan pada baku mutu air limbah
diatur beberapa hal terkait kadar bahan pencemar, kuantitas dan beban
pencemaran dalam air limbah yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan.
Penjelasan masing - masing item tersebut adalah sebagai berikut :
a) Kadar maksimum adalah ukuran batas tertinggi suatu unsur
pencemar dalam air limbah yang diperbolehkan dibuang ke
sumber air, yang dinyatakan dalam satuan milligram per liter
(mg/l)
22
b) Kuantitas air limbah maksimum adalah volume air limbah
terbanyak yang diperbolehkan dibuang ke sumber air dalam
setiap satuan bahan baku, dinyatakan dalam satuan meter
kubik per ton produk (m3/ton produk).
c) Beban pencemaran maksimum adalah jumlah tertinggi suatu
unsur pencemar yang terkandung dalam air limbah, dinyatakan
dalam satuan kilogram per ton (kg/ton).
Baku mutu air limbah untuk masing – masing jenis usaha / kegiatan
memiliki perbedaan parameter bahan pencemar, kualitas dan beban
pencemarannya. Untuk itu dalam merancang desain IPAL perlu
diperhatikan baku mutu air limbah yang dipersyaratkan untuk usaha /
kegiatan tersebut.
5. Ketersediaan Lahan dan Ruang
Besarnya lahan atau ruang bagi instalasi pengolahan air limbah
ditentukan oleh beberapa factor sebagai berikut : volume limbah yang
dihasilkan, kadar dan keragaman bahan pencemaran air limbah dan
pilihan jenis unit pengolahan air limbah.
6. Ketersediaan Biaya
Pembangunan (konstruksi), operasional dan perawatan IPAL
membutuhkan biaya yang tidak murah. Terdapat bangunan atau unit
pengolahan yang terbuat dari semen (bak penyaringan, bak
pengendapan, biogas, bak kontrol, bak pengering lumpur, dll), terbuat dari
besi (trickling filter, RBC, anaerobic digester, dll) dan terbuat dari plastic
23
atau fiber (biogas). Instalasi pengolahan air limbah perlu dirawat agar
beroperasi secara optimal. Banyak IPAL dari kegiatan industri yang tidak
lagi beroperasi atau berfungsi optimal karena tidak menganggarkan
pembiayaan perawatan IPAL. Perawatan IPAL terdiri dari pengecekan
fungsi alat dan bangunan serta perbaikan alat dan bangunan.
I. Teknologi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit
Dalam proses pengolahan air limbah khususnya yang mengandung
polutan senyawa organik, teknologi yang digunakan sebagian besar
menggunakan aktifitas mikro-organisme untuk menguraikan senyawa
polutan organik tersebut. Proses pengolahan air limbah dengan aktifitas
mikro-organisme biasa disebut dengan “Proses Biologis”.
Proses pengolahan air limbah secara biologis tersebut dapat
dilakukan pada kondisi aerobik (dengan udara), kondisi anaerobik (tanpa
udara) atau kombinasi anaerobik dan aerobik. Proses biologis aeorobik
biasanya digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD
yang tidak terlalu besar, sedangkan proses biologis anaerobik digunakan
untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang sangat tinggi.
Pengolahan air limbah secara biologis secara garis besar dapat
dibagi menjadi tiga yakni proses biologis dengan biakan tersuspensi
(suspended culture), proses biologis dengan biakan melekat (attached
culture) dan proses pengolahan dengan sistem lagoon atau kolam.
24
Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah sistem
pengolahan dengan menggunakan aktifitas mikro-organisme untuk
menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air dan mikro-organime
yang digunakan dibiakkan secara tersuspesi di dalam suatu reaktor.
Beberapa contoh proses pengolahan dengan sistem ini antara lain :
proses lumpur aktif standar atau konvesional (standard activated sludge),
step aeration, contact stabilization, extended aeration, oxidation ditch
(kolam oksidasi sistem parit) dan lainya.
Proses biologis dengan biakan melekat yakni proses pengolahan
limbah dimana mikro-organisme yang digunakan dibiakkan pada suatu
media sehingga mikroorganisme tersebut melekat pada permukaan
media. Proses ini disebut juga dengan proses film mikrobiologis atau
proses biofilm. Beberapa contoh teknologi pengolahan air limbah dengan
cara ini antara lain trickling filter, biofilter tercelup, reaktor kontak biologis
putar (rotating biological contactor , RBC), contact aeration/oxidation
(aerasi kontak) dan lainnnya.
Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan lagoon atau
kolam adalah dengan menampung air limbah pada suatu kolam yang luas
dengan waktu tinggal yang cukup lama sehingga dengan aktifitas mikro-
organisme yang tumbuh secara alami, senyawa polutan yang ada dalam
air akan terurai. Untuk mempercepat proses penguraian senyawa polutan
atau memperpendek waktu tinggal dapat juga dilakukan proses aerasi.
Salah satu contoh proses pengolahan air limbah dengan cara ini adalah
25
kolam aerasi atau kolam stabilisasi (stabilization pond). Proses dengan
sistem lagoon tersebut kadang-kadang dikategorikan sebagai proses
biologis dengan biakan tersuspensi. Diagram proses pengolahan limbah
cair pada fasiltas pelayanan kesehatan secara umum dapat dilihat pada
gambar 1.
Gambar 1. Diagram proses pengolahan air limbah rumah sakit
Adapun untuk penelitian ini teknologi yang gunakan dalam desain
IPAL adalah proses Biofilter Anaerob Aerob. Karena berdasarkan data
awal, proses pengolahan yang saat ini digunakan di RSUD Poso adalah
proses pengolahan tersebut. Peneliti juga berpedoman pada literatur
yang ada, yaitu Pedoman Teknis Instalasi Pengolahan Air Limbah Dengan
Sistem Biofilter Anaerob Aerob Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan
(KemenKes RI 2011). Menurut literatur ini, dengan menggunakan proses
26
Biofilter Anaerob Aerob maka akan dapat dihasilkan air olahan kualitas
baik dengan menggunakan konsumsi energi yang lebih rendah.
Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah dengan
biofilter anaerob – aerob antara lain :
a) Pengelolaannya sangat mudah
b) Tidak perlu lahan yang luas
c) Biaya operasinya rendah
d) Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, lumpur yang
dihasilkan relatif sedikit
e) Suplai udara untuk aerasi relatif kecil
f) Dapat digunakan untuk air limbah dengan BOD yang cukup
besar
g) Dapat menghilangkan padatan tersuspensi dengan baik
1. Kriteria Perencanaan IPAL Biofilter Anaerob Aerob
Kriteria perencanaan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dengan
proses biofilter anaerob-aerob meliputi kriteria perencanaan bak
pengendap awal, reaktor biofilter anaerob, reaktor biofilter aerob, bak
pengendap akhir, sirkulasi sirkulasi serta disain beban organik.
Seluruh air limbah dikumpulkan dan dialirkan ke bak penampung
atau bak ekualisasi, selanjutnya dipompa ke bak pengendapan awal. Air
limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke reaktor
anaerob.
27
Di dalam reaktor anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan
plastik berbentuk sarang tawon. Jumlah reaktor anaerob ini bisa dibuat
lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan
diolah. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan
oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik Setelah beberapa hari
operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-
organisme. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik
yang belum sempat terurai pada bak pengendap.
Air limpasan dari reaktor anaerob dialirkan ke reaktor aerob. Di
dalam reaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan plastik tie sarang
tawon (honeycomb tube), sambil diaerasi atau dihembus dengan udara
sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang
ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan
media. Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme
yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan
media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian
zat organik, deterjen serta mempercepat proses nitrifikasi, sehingga
efisiensi penghilangan amoniak menjadi lebih besar.
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak
ini lumpur aktif yang mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan
dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi
lumpur. Sedangkan air limpasan (over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di
28
dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa
khlor untuk membunuh mikroorganisme patogen.
Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat
langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi
proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organik
(BOD, COD), amonia, deterjen, padatan tersuspensi (SS), phospat dan
lainnya. Skema proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilter
anaerob-aerob secara umum ditunjukkan seperti pada Gambar 1.
Bak Kontrol
Air Limbah
Gambar 2. Skema proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilter
anaerob aerob
2. Peralatan Standar Instalasi Pengolahan Air Limbah dengan
Proses Biofilter Anaerob Aerob
Secara urutan, proses pengolahan dapat dibagi menjadi dua yaitu
pengolahan primer dan pengolahan sekunder.
Pengolahan primer yang terdiri dari antara lain :
a) Bak pengumpul,
b) Screen atau saringan untuk memisahkan kotoran padat,
c) Bak pemisah pasir atau grid chamber,
Bak
Eku
alis
asi
Bak
Pe
nge
nd
apan
Aw
al
Bio
filt
er A
nae
rob
Bio
filt
er A
ero
b
Bak
Pe
nge
nd
apan
akh
ir
Bak
pen
gum
pu
l
Bak
pem
isah
le
mak
29
d) Bak pemisah minyak/lemak atau grease trap,
e) Bak ekualisasi.
Sedangkan pengolahan sekunder merupakan unit atau peralatan standar
yang digunakan dalam biofilter anaerob aerob meliputi:
a) Bak pengendapan Awal.
b) Kolam anaerob biofilter tempat penguraian air limbah oleh
mikroorganisme secara anaerob
c) Kolam Aerob Biofilter tempat penguraian air limbah dengan
mikroorgamisme secara aerob.
d) Bak Pengendapan Akhir.
e) Peralatan pemasok udara seperti blower dan difuser udara.
f) Sistem pengadukan seperti untuk membuat campuran
mikroorganisme dan air limbah homogen serta tidak mencegah
pengendapan lumpur dalam kolam aerob biofilter. Sistem ini
tidak perlu digunakan apabila suplai udara dalam kolam
tersebut sudah cukup besar dan tidak terjadi pengendapan.
Udara disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui
aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan
mengendap di media kolam aerob biofilter.
Berikut diuraikan masing - masing bak
a) Bak Pengumpul Air Limbah
Jika sumber limbah terpencar-pencar dan tidak memungkinkan
untuk dialirkan secara gravitasi maka pengumpulan air limbah dari sumber
30
yang berdekatan dapat dikumpulkan terlebih dahulu ke dalam suatu bak
pengumpul, selanjutnya di pompa ke bak pemisah minyak/lemak atau bak
ekualisasi. Bak pengumpul dapat juga berfungsi untuk memisahkan pasir
atau lemak serta kotoran padatan yang dapat menyebabkan hambatan
terhadap kinerja pompa. Salah satu contoh tipikal konstruksi bak pengumpul dapat
dilihat pada Gambar berikut.
Gambar 3 : Gambar Desain dan foto tipikal bak pengumpul air limbah
31
b) Bak Saringan (Screen Chamber)
Dalam proses pengolahan air limbah, screening (saringan) atau
saringan dilakukan pada tahap yang paling awal. Saringan untuk
penggunaan umum (general porpose screen) dapat digunakan untuk
memisahkan bermacam-macam benda padat yang ada di dalam air
limbah, misalnya kertas, plastik, kain, kayu dan benda dari metal serta
lainnya.
Benda-benda tersebut jika tidak dipisahkan dapat menyebabkan
kerusakan pada sistem pemompaan dan unit peralatan pemisah lumpur
(sludge removal equipment) misalnya weir, block valve, nozle, saluran
serta perpipaan. Hal tersebut dapat menimbulkan masalah yang serius
terhadap operasional maupun pemeliharaan peralatan. Saringan yang
halus kadang-kadang dapat juga digunakan untuk memisahkan padatan
tersuspensi.
Bak Saringan terdiri dari saluran empat persegi panjang, dasar
saluran biasanya 7 –15 cm lebih rendah dari saluran inlet (incoming
sewer). Bak saringan harus dirancang sedemikian rupa agar tidak terjadi
akumulasi pasir (grit) atau material yang berat lainnya di dalam bak.
Jumlah bak minimal 2 buah untuk instalasi dengan kapasitas yang besar.
32
Gambar 4 : Contoh bak saringan
Screen atau saringan dapat dikelompokkan menjadi dua yakni saringan
kasar (coarse screen) dan saringan halus (fine screen). Saringan kasar
diletakkan pada awal proses. Tipe yang umum digunakan antara lain : bar rack
atau bar screen, coarse woven – wire screen dan comminutor. Saringan halus
(fine screen) mempunyai bukaan (opening screen) 2,3 – 6 mm, ada juga yang
mempunyai bukaan yang lebih kecil dari 2,3 mm. Biasanya untuk saringan halus
pembersihannya dilakukan secara mekanis. Beberapa tipe screen yang sangat
halus (micro screen) juga telah banyak dikembangkan untuk dipakai pada
pengolahan sekunder.
c) Bak Pemisah Lemak
Minyak atau lemak merupakan penyumbang polutan organik yang
cukup besar. Oleh karena itu untuk air limbah yang mengandung minyak
atau lemak yang tinggi misalnya air limbah yang berasal dari dapur atau
kantin perlu dipisahkan terlebih dahulu agar beban pengolahan di dalam
unit IPAL berkurang. Kandungan minyak atau lemak yang cukup tinggi di
dalam air limbah dapat menghambat transfer oksigen di dalam bak aerasi
yang dapat menyebabkan kinerja IPAL kurang maksimal.
33
Untuk menghilangkan minyak atau lemak dapat dilakukan dengan
menggunakan bak pemisah lemak sederhana secara gravitasi. Salah satu
contoh konstruksi bak pemisah lemak dapat dilihat pada Gambar 3.6 dan
Gambar 3.7. Untuk merancang bak pemisak lemak sederhana, waktu
tinggal di dalam bak pemisak lemak umumnya berkisar antara 30 – 60
menit.
Gambar 5 : Contoh konstruksi bak pemisah lemak
34
d) Bak Ekualisasi
Untuk proses pengolahan air limbah rumah sakit atau layanan
kesehatan, jumlah air limbah maupun konsentrasi polutan organik sangat
berfluktuasi. Hal ini dapat menyebabkan proses pengolahan air limbah
tidak dapat berjalan dengan sempurna. Untuk mengatasi hal tersebut
yang paling mudah adalah dengan melengkapi unit bak ekualisasi.
Bak ekualisasi ini berfungsi untuk mengatur debit air limbah yang
akan diolah serta untuk menyeragamkan konsentrasi zat pencemarnya
agar homogen dan proses pengolahan air limbah dapat berjalan dengan
stabil. Selain itu dapat juga digunakan sebagai bak aerasi awal pada saat
terjadi beban yang besar secara tiba-tiba (shock load).
Waktu tinggal di dalam bak ekualisasi umumnya berkisar antara 6 –
10 jam. Untuk menghitung volume bak ekualisasi yang diperlukan dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Volume Bak Ekualisasi ( m3
) = Waktu Tinggal (Jam) x Debit Air
Limbah (m3
/jam)
35
Gambar 6: Contoh Bak pemisah Lemak dan Bak Ekualisasi Dari Bahan Beton
Bertulang.
Pompa Air Limbah
Ada dua tipe pompa yang sering digunakan untuk pengolahan air
limbah yaitu tipe pompa celup/benam (submersible pump) dan pompa
sentrifugal. Pompa celup/benam umumnya digunakan untuk mengalirkan
air limbah dengan head yang tidak terlalu besar, sedangkan untuk head
yang besar digunakan pompa sentrifugal.
36
Gambar 7 : Jenis Pompa Celup Yang Sering Digunakan Untuk
Pengolahan Air Limbah.
e) Bak Pengendap Awal
Bak pengendap awal berfungsi untuk mengendapkan atau
menghilangkan kotoran padatan tersuspensi yang ada di dalam air limbah.
Kotoran atau polutan yang berupa padatan tersuspensi misalnya lumpur
anorganik seperti tanah liat akan mengendap di bagian dasar bak
pengendap. Kotoran padatan tersebut terutama yang berupa lumpur
anorganik tidak dapat terurai secara biologis, dan jika tidak dihilangkan
atau diendapkan akan menempel pada permukaan media biofilter
sehingga menghambat transfer oksigen ke dalam lapisan biofilm , dan
mengakibatkan dapat menurunkan efisiensi pengolahan.
Bak pengendap awal dapat berbentuk segi empat atau lingkaran.
Pada bak ini aliran air limbah dibuat agar sangat tenang untuk memberi
kesempatan padatan/suspensi untuk mengendap.
37
Kriteria-kriteria yang diperlukan untuk menentukan ukuran bak
pengendap awal antara lain adalah waktu tinggal hidrolik, beban
permukaan (surface loading), dan kedalaman bak.
Waktu Tinggal Hidrolik (Hydraulic Retention Time, WTH) adalah
waktu yang dibutuhkan untuk mengisi bak dengan kecepatan seragam
yang sama dengan aliran rata-rata per hari.
Waktu tinggal dihitung dengan membagi volume bak dengan laju
alir masuk, satuannya jam. Nilai waktu tinggal adalah
T = 24
(1)
Dimana :
T = waktu tinggal (jam)
V = volume bak (m3
)
Q = laju rata-rata harian (m3
per hari)
Beban permukaan (surface loading), sama dengan laju alir (debit volume)
rata-rata per hari dibagi luas permukaan bak, satuannya m3
per meter
persegi per hari.
V0 =
(2)
Dimana :
Vo = laju limpahan / beban permukaan (m3
/ m2.
hari)
Q = aliran rata-rata harian, m3 per hari
A = total luas permukaan (m2)
38
Bak pengendap awal atau primer yakni bak pengendap tanpa bahan
kimia yang digunakan untuk mengmisahkan atau mengendapkan padatan
organik atau anorganik yang tersuspensi di dalam air limbah. Umumnya
dipasang sebelum proses pengolahan sekunder atau proses pengolahan
secara biologis.
Gambar 8 : Contoh bak pengendap awal
f) Reaktor Biofilter Anaerob
Di dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem anaerob
aerob biofilter, kolam anaerob merupakan unit yang mana didalamnya
terjadi proses penguraian air limbah secara anaerob oleh bakteri anaerob.
Di dalam proses pengolahan air limbah secara anaerob, akan dihasilkan
gas methan, amoniak dan gas H2S yang menyebabkan bau busuk. Oleh
karena itu untuk pengolahan air limbah rumah sakit atau fasilitas
pelayanan kesehatan unit reaktor biofilter anaerob dibuat tertutup dan
dilengkapi dengan pipa pengeluaran gas dan jika perlu dilengkapi dengan
filter penghilang bau.
39
Reaktor biofilter dapat dibuat dari bahan beton bertulang, bahan plat baja
maupun dari bahan fiber reinforced plastic (FRP). Untuk reaktor biofilter
dengan kapasitas yang besar umumnya dibuat dari bahan beton
bertulang, sedangkan untuk kapasitas kecil atau sedang umumnya dibuat
dari bahan FRPatau plat baja yang dilapisi dengan bahan anti karat.
Gambar 9: Reaktor Biofilter Anaerob dari Bahan FRP yang dilapis dengan
Beton Cor
g) Reaktor Biofilter Aerob
Di dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilter
anaerob-aerob, reaktor biofilter aerobik merupakan unit proses yang
dipasang setelah proses biofilter anaerob. Konstruksi reaktor biofilter
aerob pada dasarnya sama dengan reaktor biofilter anaerob.
Perbedaannya adalah di dalam reaktor biofilter aerob dilengkapi dengan
proses areasi. Proses aerasi umumnya dilakukan dengan
menghembuskan udara melalui difuser dengan menggunakan blower
udara.
40
Di dalam reaktor biofilter aerob terjadi kondisi aerobik sehingga
polutan organik yang masih belum terurai di uraikan. Sedangkan amoniak
atau amonium yang terjadi pada proses biofilter anaerob akan dioksidasi
(proses nitrifikasi) akan diubah menjadi nitrat (NH4+ NO3 ).
Selain itu gas H2S yang terbentuk akibat proses anaerob akan
diubah menjadi sulfat (SO4) oleh bakteri sulfat yang ada di dalam biofilter
aerob.
Konstruksi reaktor biofilter aerob dapat dibuat dari beton bertulang
atau dari bahan plat baja atau bahan lainnnya. Bentuk kolam tersebut
dapat berbentuk tabung atau persegi. Di dalam kolam tersebut dilengkapi
dengan peralatan pemasok udara.
Pada umumnya IPAL dengan proses biofilter anaerob-aerob yakni
yang terdiri dari bak pengendap awal, reaktor biofilter anaerob, rekator
biofilter aerob serta bak pengendap akhir dibuat dalam bentuk yang
kompak untuk menghemat ruang maupun biaya konstruksi.
Gambar 10 : Contoh IPAL Biofilter Anaerob-Aerob Bentuk Dari Bahan Beton
Bertulang
41
h) Bak Pengendap Akhir
Lapisan biofilm yang ada di reaktor biofilter aerob kemungkinan
dapat terlepas dan dapat menyebabkan air olahan menjadi keruh. Untuk
mengatasi hal tersebut di dalam sistem biofilter anaerob-aerob, air
limpasan dari reaktor biofilter aerob dialirkan ke bak pengendap akhir. Bak
pengendap akhir berfungsi untuk memisahkan atau mengendapkan
kotoran padatan tersuspensi (TSS) yang ada di dalam air limbah agar air
olahan IPAL menjadi jernih.
Waktu tinggal hidrolik di dalam bak pengendap akhir umumnya
sekitar 2-4 jam. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, lumpur yang
berasal dari biofilter anerob-aerob lebih sedikit dan lebih mudah
mengendap, karena ukurannya lebih besar dan lebih berat. Air limpasan
(over flow) dari bak pengendap akhir relatif sudah jernih, selanjutnya
dialirkan ke bak biokontrol dan selanjutnya dilairkan ke bak khlorinasi.
i) Tipe Blower Udara
Beberapa tipe blower udara yang sering digunakan untuk pengolahan air
limbah dengan sistem lumpur aktif antara lain yaitu :
1) Roots Blower
Roots Blower berbeda dengan pompa udara pada mekanisme
memproduksi aliran udara yang lebih besar dari pompa udara. Rotor
berotasi menyebabkan udara diserap dari inlet dan
dikompres/dimampatkan keluar menuju outlet.
42
Gambar 11 : Root Blower
Beberapa keunggulan Root Blower antara lain, aliran udara stabil,
sedikit variasi tekanan,k emudi dengan kualitas tertinggi dan & gir
teraplikasikan akurat, udara bersih tanpa minyak lembab, konstruksi
sederhana & kuat, pemeliharaan mudah, menstandarkan produk dengan
gugus kendali mutu.
2) Submersible Roots Blower
Beberapa keunggulan Submersible Roots Blower antara lain,
tekanan1000¡X6000mmAq, Aliran udara: 1. 8-10.2 m3 per memit, tidak
ada kebisingan, tidak ada alat Soundproofing, struktur kokoh untuk
memastikan ketahanan.
Gambar 12: Submersible Roots Blower
43
3) Blower udara tipe diafgrama
Blower udara tipe diafragma berbeda dengan Blower Udara tipe
Root Blower atau ring blower. Tipe blower diafragma memproduksi aliran
udara lebih kecil dibandingkan Blower Udara. Umumnya digunakan untuk
pengolahan air limbah dengan kapasitas kecil. Bentuknya kecil dan
kompak dengan dengan tingkat kebisingan yang rendah. Tipe yang
banyak dipakai adalah HIBLOW seperti yang terlihat pada Gambar berikut
ini.
Gambar 13 : Blower Udara Tipe HIBLOW
j) Bak Biokontrol
Bak biokontrol adalah bak kontrol kualitas air olahan secara alami
dengan menggunakan indikator biologis. Di dalam bak biokontrol biasanya
ditaruh ikan mas atau ikan yang biasa hidup di air yang bersih. Bak
biokontrol ini berfungsi untuk mengetahui secara cepat apakah air hasil
olahan IPAL cukup baik atau belum. Jika ikan yang ada di dalam bak
biokontrol hidup berarti air olahan IPAL relatif baik dan jika ikan yang ada
di dalam bak biokontrol mati berarti air olahan IPAL buruk. Meskipun ikan
44
di dalam bak biokontrol hidup belum berarti air olahah sudah memenuhi
baku mutu. Untuk mengetahui apakah air olahan sudah memenuhi baku
mutu atau belum harus dianalisa di laboratorium.
Gambar 14 : Contoh Bak Biokontrol
J. Perkiraan Jumlah Air Limbah dan Kapasitas IPAL Rencana
Menurut Butter & Davies dalam Sugito (2005) bahwa terdapat
hubungan yang sangat erat antara jumlah pemakaian air rata–rata per
orang per hari terhadap air limbah yang dihasilkan dan dapat dirumuskan
secara sederhana sebagai berikut :
Q1 = x . Q (3)
Dimana :
Q1 = timbulan air limbah per orang per hari
Q = konsumsi air bersih per orang per hari
x = faktor pengembalian (dalam hal ini menggunakan asumsi)
45
Dalam perencanaan pembangunan IPAL ini, peneliti menggunakan
perhitungan jumlah timbulan air limbah rata – rata per hari adalah 80 %
dari pemakaian air bersih rata–rata per hari.
Untuk memperkirakan jumlah air limbah Rumah Sakit dilakukan
dengan mengacu kepada standar pemakaian air untuk berbagai kegiatan
sesuai penggunaan gedung. Menurut Soufyan M. Noerbambang dan
Takeo Morimura untuk kegiatan rumah sakit umum kebutuhan pemakaian
air bersih yaitu 350 - 500 liter per tempat tidur per hari.
K. Analisis Biaya Rencana Pengembangan IPAL
1. Biaya Modal
Definisi dari biaya modal adalah jumlah semua pengeluaran yang
dibutuhkan mulai dari pra studi sampai dengan proyek selesai dibangun.
Semua pengeluaran yang termasuk biaya modal ini dibagi menjadi dua
yaitu (Kuiper dalam Kodoatie,2001) :
a. Biaya Langsung
Biaya ini merupakan biaya yang diperlukan untuk pembangunan
suatu proyek. Misal, untuk membangun suatu waduk biaya langsung yang
diperlukan terdiri dari :
1) biaya pembebasan tanah
2) biaya galian dan timbunan
3) biaya beton bertulang, dan lainnya
46
Semua biaya inilah yang nantinya menjadi biaya konstruksi yang
ditawarkan pada kontraktor kecuali biaya pembebasan tanah. Biasanya
biaya ini ditanggung oleh owner (Kodoatie, 2001).
b. Biaya Tak Langsung
Biaya ini ada tiga komponen yaitu :
1) kemungkinan / hal yang tak diduga (contingencies) dari biaya
langsung.
2) Biaya teknik (engineering cost), adalah biaya untuk pembuatan
desain mulai dari studi awal, pra studi kelayakan, studi
kelayakan, biaya perencanaan dan biaya pengawasan selama
waktu pelaksanaan konstruksi.
3) Bunga, berpengaruh terhadap biaya langsung, biaya
kemungkinan dan biaya teknik, sehingga harus diperhitungkan.
2. Biaya Tahunan
Biaya tahunan adalah biaya yang yang harus dikeluarkan oleh
pemilik / investor setelah proyek selesai dibangun dan mulai
dimanfaatkan. Biaya tahunan ini dikeluarkan selama umur rencana proyek
yang sesuai dengan rekayasa teknik yang telah dibuat pada waktu detail
desain. Biaya tahunan ini terdiri dari tiga komponen, yaitu :
a. Bunga, Biaya ini menyebabkan terjadinya perubahan biaya modal
karena adanya tingkat suku bunga selama umur proyek. Besarnya
biaya dapat berbeda dengan bunga selama waktu dari ide sampai
47
pelaksanaan fisik selesai bunga ini merupakan komponen terbesar
yang diperhitungkan terhadap biaya modal.
b. Depresiasi atau Amortisasi, Depresiasi adalah turunnya /
penyusutan suatu harga / nilai dari sebuah benda karena
pemakaian dan kerusakan atau keusangan benda tersebut.
Sedangkan amortisasi adalah pembayaran dalam suatu periode
tertentu sehingga hutang yang ada akan terbayar lunas pada akhir
periode tersebut (Kuiper dalam Kodoatie, 2001).
c. Biaya Operasi Pemeliharaan, biaya operasi dan pemeliharaan
sangat diperlukan agar proyek dapat memenuhi umur rencana
sesuai dengan yang telah direncanakan pada tahapan detail
desain.
48
L . Kerangka Pemikiran
Gambar 15 : Kerangka Pemikiran
Rumah Sakit
Limbah Cair
1. Adanya penambahan gedung
2. Semakin meningkatnya jumlah pasien
3. Volume air limbah yang saat ini hampir
mencapai kapasitas maksimal IPAL eksisting
Perencanaan Pengembangan
IPAL
Biaya yang Diperlukan( Biaya
Awal dan Biaya Tahunan)
Kualitas influen dan
efluen limbah cair Sistem Pengolahan
IPAL RSUD Poso yang kapasitasnya sesuai
dengan debit air limbah
Isu
Strategis
Permasala-
han
Analisis
Data
Hasil
Penelitian
49
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Skema penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada gambar di
bawah ini :
Gambar 16 : Diagram alir penelitian
Mulai
Selesai
Merencanakan pengembangan
IPAL
Studi pendahuluan dan identifikasi masalah
Pengumpulan Data
Data Primer
1. Kondisi eksisting IPAL RSUD Poso
2. Uji laboratorium kualitas air limbah
Data Sekunder
1. Profil RSUD Poso
2. Debit air limbah
Analisa Biaya
50
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Poso,
Jln. Jenderal Sudirman No.33 kabupaten Poso, Sulawesi Tengah dengan
batas – batas wilayah sebagai berikut :
a) Sebelah Timur : berbatasan dengan Jln. Sultan hasanuddin
b) Sebelah Barat : berbatasan dengan Jln. Jend. Ahmad Yani
c) Sebelah Selatan : berbatasan dengan Jln. Jend. Sudirman
d) Sebelah Utara : berbatasan dengan Jln. Brigadir Jend.
Katamso
Sumber : Google Map (2018)
Gambar 17 : Peta Lokasi RSUD Poso
Lokasi penelitian
51
2. Waktu penelitian
Pengambilan data dan pelaksanaan penelitian dilakukan selama 3
bulan mulai dari seminar usulan penelitian. Pengambilan data dan
observasi dilakukan pada jam kerja di RSUD Poso yaitu, pukul 08.00 –
16.00 wita.
C. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan metode survey
langsung di lapangan. Dimana RSUD Poso yang menjadi objek penelitian.
1. Pengumpulan Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung pada saat
penulis melakukan penelitian, data primer berasal dari :
a) Observasi yaitu pengumpulan data dengan pengamatan secara
langsung terhadap objek penelitian yaitu proses pengolahan
limbah cair meliputi dimensi bak – bak unit IPAL dan sistem
pengolahan yang diterapkan.
b) Pengujian di laboratorium terhadap kualitas limbah cair baik
influen maupun enfluennya.
c) Wawancara mendalam dengan pihak RSUD Poso khususnya
koordinator pengelola limbah untuk mengetahui sumber dan
jenis limbah cair dan pengelolaan limbah yang ada di RSUD
Poso.
52
2. Pengumpulan data Sekunder
Data sekunder yang dipakai dalam penelitian ini bersumber dari
studi pustaka literatur yang berkaitan dan data-data rumah sakit meliputi
data profil RSUD Poso, jenis pengolahan limbah cair, debit air limbah,
biaya operasional IPAL.
D. Analisis data
1. Evaluasi ketersediaan fasilitas pengolahan limbah cair RSUD Poso
Untuk mengevaluasi fasilitas dan sistem pengolahan limbah cair
penulis membandingkan kapasitas pengolahan IPAL eksisting dengan
debit air limbah saat ini dan akan dilakukan uji laboratorium terhadap
kualitas influen dan enfluen air limbah kemudian membandingkannya
dengan standar baku mutu limbah cair menurut Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah.
Setelah itu akan diberikan solusi terkait sistem pengelolaan limbah yang
tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2. Analisis perhitungan rencana pengembangan IPAL
Analisis ini dilakukan dengan menghitung kapasitas IPAL yang baru
u dengan menghitung komponen – komponen sebagai berikut :
a) Perkiraan kebutuhan air bersih rumah sakit sesuai jumlah
tempat tidur
b) Perkiraan debit air limbah rumah sakit
c) Desain ulang volume tiap – tiap unit IPAL
53
3. Analisis Biaya pengembangan IPAL
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui besaran biaya yang
dibutuhkan untuk pengembangan IPAL, dimana biaya yang dihitung
adalah :
1. Biaya awal
2. Biaya tahunan
E. Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi :
1. Jumlah tempat tidur rumah sakit, jumlah pasien, jumlah
pegawai dan fasilitas lainnya yang menghasilkan air limbah
2. Debit air limbah
3. Melakukan uji kualitas air limbah rumah sakit
4. Sistem instalasi pengolahan air limbah rumah sakit
54
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Evaluasi Pengolahan Limbah Cair RSUD Poso
Rumah Sakit Umum Daerah Poso adalah satu – satunya rumah
sakit milik pemerintah yang ada di Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi
Tengah. Menurut sejarah singkat RSUD Poso, rumah sakit ini merupakan
pengembangan dari Balai Pengobatan Poso yang didirikan oleh Belanda
pada tahun 1925, kemudian terus berkembang hingga pada tahun 1997
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor : 1239/Menkes/SK/X/1997 Tanggal 28 Oktober 1997 ditetapkan
menjadi Rumah Sakit Umum Kelas C hingga saat ini dengan luas lahan
4423 M2.
Rumah Sakit Umum Daerah Poso hingga saat ini terus berkembang
sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat dan sesuai
perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan serta selalu menerapkan
manajemen organisasi sesuai standar rumah sakit nasional juga
menyesuaikan dengan kultur budaya poso. Fasilitas layanan yang ada
dalam RSUD Poso saat ini yaitu fasilitas pelayanan Rawat Jalan, Rawat
Inap, Instalasi Gawat Darurat 24 jam, Perawatan Intensif (ICU), Bank
Darah Rumah Sakit, serta pelayanan penunjang Laboratorium, Radiologi,
55
Apotik, Gizi dan Fisioterapi. Data distribusi fasilitas tempat tidur saat ini di
RSUD Poso dapat dilihat dalam tabel 6 berikut .
Tabel 4. Distribusi Fasilitas Tempat Tidur RSUD Poso
No Ruang Rawat Jumlah TT
1 Perawatan VIP 8 2 Perawatan Kelas I 43 3 Perawatan Kelas II 37 4 Perawatan Kelas III 73 5 Perawatan ICU 8 6 Instalasi Gawat Darurat 12 7 Kamar Bersalin 26 8 Ruang Isolasi 13 9 Tempat Tidur Bayi Baru lahir 20
Total 240
Sumber : RSUD Poso
Proses pengolahan air limbah yang diterapkan saat ini di rumah
sakit umum Poso adalah proses biofilter anaerob aerob. Bak-bak
pengolahan terdiri dari 7 bak, dimana semua bak berukuran seragam yaitu
berdiameter 2 meter dan kedalaman 2 meter.
Gambar 18. Instalasi pengolahan Air Limbah RSUD Poso saat ini
56
Bak 1 = Bak pengumpul
Bak 2 = Bak Pemisah minyak/lemak
Bak 3 = Bak Ekualisasi
Bak 4 = Bak Pengendapan Awal
Bak 5 = Biofilter Anaerob
Bak 6 = Biofilter Aerob
Bak 7 = Bak pengendapan akhir
Volume = r2t
= 3,14 x 12 x 2
= 6,28 m3 x 7 bak
= 43, 96 44 m3
Jadi, kapasitas IPAL eksisting RSUD Poso saat ini adalah 44 m3,
sedangkan menurut laporan debit air limbah pada bulan November 2018
debit air limbah pernah mencapai 69 m3/hari. Karena itu diperlukan
adanya perencanaan ulang pada unit-unit pengolahan IPAL.
Kebutuhan air bersih = 350 liter per tempat tidur
= 350 x 333 TT
= 116.550 liter
Asumsi jumlah air limbah = 116.550 x 80%
= 93.240 liter
Kapasitas IPAL Rencana = 93 m3/hari.
57
1. Karakteristik Sampel Air Limbah
Sampel air limbah diambil pada titik inlet dan outlet, masing –
masing sebanyak 840 ml dari bak inlet dan 840 ml dari bak outlet.
Kemudian diuji pada tanggal 23 november 2018 di Laboratorium Kualitas
Air Departemen Teknik Lingkungan. Hasil pemeriksaan kualitas air limbah
RSUD Poso dapat dilihat dalam tabel 7.
Tabel 5. Hasil uji kualitas air limbah RSUD Poso
No Parameter Satuan Inlet Outlet Standar baku mutu
Fisika 1 Temperatur °C 28,5 28.5 2 Bau Berbau pekat Negatif Tidak berbau 3 Warna Keruh Jernih Jernih 4 Minyak dan Lemak Mg/L 4.2 Negatif 5 5 TSS Mg/L 128 10 30 Kimia 1 Asam/Basa pH 8.4 7.9 6-9 2 Dissolved Oxygen (DO) Mg/L 2.0 4.6 6-0
3 Biological Oxygen Demand (BOD)
Mg/L 30.6 8.6 30
4 Chemical oxygen Demand (COD)
Mg/L 12.0 6.2 100
5 Amoniak (NH3) Mg/L 23.5 Negatif 10 Mikrobiologi 1 Coliform MPN/100
ml 1.300.000 23000 3000/100ml
Sumber : Laboratorium Kualitas Air Departemen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik UNHAS
Dari hasil laporan pemeriksaan kualitas air limbah diatas dapat
dilihat bahwa effluent air limbah masih ada parameter yang tidak
memenuhi baku mutu air limbah , yaitu coliform.
58
2. Perhitungan jumlah air limbah dan kapasitas IPAL
Untuk memperkirakan jumlah air limbah Rumah Sakit dilakukan
dengan mengacu kepada standar pemakaian air untuk berbagai kegiatan
sesuai penggunaan gedung seperti terlihat pada Tabel 7.
Tabel 6. Kebutuhan Air Bersih Berdasarkan Jenis Peruntukan Bangunan
No Jenis Gedung/Kegiatan
Pemakaian Rata-rata (liter/org.hari)
Jangka Waktu Pemakaian Air Rata-rata/hari (jam)
Keterangan
1 Perumahan Mewah 250 8 - 10 Setiap penghuni 2 Rumah Biasa 160 - 250 8 - 10 Setiap penghuni 3 Apartement 200 - 250 8 - 10 Mewah : 250
liter/org.hari Menengah : 200 liter/org.hari Bujangan : 120 liter/org.hari
4 Asrama 120 8 Bujangan 5 Rumah Sakit Mewah : >1000
Menengah : 500 – 1000 Umum : 350 - 500
8 - 10 Setiap tempat tidur pasien Pasien luar : 8 liter Staf/pegawai : 120 liter Keluarga pasien : 160 liter
6 Sekolah Dasar 40 5 Guru : 100 liter
Sumber : Perancangan dan Pemeliharaan Sistem Plambing – Soufyan M. Noerbambang dan Takeo Morimura
Asumsi : 80% dari kebutuhan air bersih akan menjadi air limbah
Kebutuhan air bersih = 350 liter per tempat tidur
= 350 x 240 TT
= 84.000 liter
59
Asumsi jumlah air limbah = 84.000 x 80%
= 67.200 liter
Kapasitas IPAL Rencana = 70 m3/hari.
B. Unit – unit Pengolahan yang Akan Didesain Ulang
Dengan bertambahnya debit air limbah maka terjadi perubahan
pada IPAL yang meliputi penambahan volume untuk unit – unit
pengolahan sekunder. Yakni bak pengendapan awal, reaktor biofilter
anaerob, reaktor biofilter aerob dan bak pengendap akhir. Perencanaan
hanya dibatasi sampai pengolahan air limbah saja sehingga unit
pengolahan lumpur tidak termasuk dalam perencanaan.
Gambar 19 : Unit – unit pengolahan IPAL Biofilter Anaerob Aerob
60
C. Perhitungan Desain Volume IPAL
Kapasitas IPAL = 70 m3 / hari
BOD inlet = 30,6 mg/l
COD inlet = 12 mg/l
1) Desain Bak Pengendapan Awal
Debit air limbah = 70 m3/hari = 2,91 m3/jam = 48,5 Liter/menit
BOD masuk : 350 mg/l
Skenario Efisiensi : 25 %
BODkeluar : 262,5 mg/l
Kriteria Perencanaan :
Waktu tinggal dalam bak = 3 jam
Volume bak yang diperlukan =
hari x 70 m3/hari =8,75 m3
Ditetapkan dimensi bak :
Panjang : 2,2 m
Lebar : 2 m
Kedalaman air : 2 m
Ruang bebas : 0,5 m
Volume aktual : 8,8 m3
61
Check Waktu tinggal =
x 24 jam / hari = 3,03 jam
220
12
200
12
15 15
60
60
200
50
12
12
15 60 15
220
Gambar 20 : Desain Bak Pengendap Awal
2) Desain Biofilter Anaerob :
Debit air limbah = 70 m3/hari = 2,91 m3/jam = 48,5 Liter/menit
BOD masuk : 262,5mg/l
Skenario efisiensi : 75%
BOD keluar : 65,625 mg/l
62
Untuk pengolahan air limbah dengan proses biofilter standar Beban BOD
per volume media adalah 0,5 - 4 kg BOD per m3 media.(menurut Nusa
Idaman Said, BPPT, 2002).
Ditetapkan beban BOD yang digunakan = 2 kg BOD / m3 media.
Beban BOD di dalam air limbah = 70 m3/hari x 262,5 g/m3 = 18.375 g/hari
= 18,37 kg/hari
Volume media yang diperlukan =
= 12,24 m3
Volume Media = 60 % dari total Volume reaktor,
Volume Reaktor yang diperlukan = 12,24 m3 / 60 % = 20,4 m3
Waktu tinggal di dalam reaktor anaerobik :
=
hari x 24 jam / hari = 7 jam
HRT didalam reaktor ditetapkan = 3,5 jam.
Ditetapkan dimensi bak :
Panjang : 5,1 m
Lebar : 2 m
Kedalaman air : 2 m
Ruang bebas : 0,5 m
Jumlah ruangan : dibagi menjadi 2 ruangan
Tinggi bed media pembiakan mikroba = 1,3 m
Tinggi air di atas bed media = 0,4 m
63
Lebar ruang media = 2 m
Panjang ruang media = 4,6 m
Volume total media biofilter anaerob = 4,6 m x 2 m x 1,3 m = 12 m3.
BOD Loading per volume media =
kg BOD/m3 media per hari
3) Desain Biofilter Aerob
BOD masuk : 65,625 mg/l
Skenario efisiensi : 70%
BOD keluar : 19,69 mg/l
Beban BOD di dalam air limbah = 70 m3/hari x 65,625 g/m3 = 4.593,75
g/hari = 4,59 kg/hari
Jumlah BOD yang dihilangkan = 0,7 x 4,59 kg/hari = 3,213 kg/hari.
Beban BOD per volume media yang digunakan = 0,5 kg/m3.hari
Volume media yang diperlukan =
= 6,43 m3
Volume media = 0,5 x volume reaktor
Volume Reaktor Biofilter Areob Yang diperlukan :
= 6,43/0,5 m3 = 12,86 m3
Waktu tinggal di dalam reaktor aerobik :
=
hari x 24 jam / hari = 0,38 jam
Ditetapkan dimensi bak :
Panjang : 3,2 m
Lebar : 2 m
64
Kedalaman air : 2 m
Ruang bebas : 0,5 m
Jumlah ruangan : dibagi menjadi 2 ruangan
Panjang ruang aerasi : 1 m
Panjang ruang bed media : 2,2 m
Tinggi bed media : 1,3 m
Lebar ruang bed media : 2 m
Volume total media biofilter aerob : 2,2 m x 2 m x 1,3 m = 5,72 m3.
Blower Udara yang Diperlukan
Spesifikasi Blower
Tipe : HIBLOW 200
Kapasitas Blower : 200 liter / menit
Head : 2 m
830
230 50 230 100 22015 15 15 15 15 15
200
12
12
510 320
65
50 230 100 220
510
23060 601515 60 60 15
320
50
12
12
130
40
200
Gambar 21 : Desain Bak Biofilter Anaerob dan Bak Biofilter Aerob
4) Desain Bak Pengendap Akhir
Debit air limbah = 70 m3/hari = 2,91 m3/jam = 48,5 Liter/menit
Kriteria perencanaan (HRT) = 2 – 5 jam
Waktu tinggal di dalam bak = 3 jam
Volume bak yang diperlukan =
hari x 70 m3/hari =8 ,75 m3
Ditetapkan dimensi bak :
Panjang : 2,2 m
Lebar : 2 m
Kedalaman air : 2 m
Ruang bebas : 0,5 m
Volume aktual : 8,8 m3
66
Check Waktu tinggal =
x 24 jam / hari = 2,01 jam.
220
12
200
12
15 15
60
60
200
50
12
12
15 60 15
220
Gambar 22 : Desain Bak Pengendap Akhir
Pompa Air Limbah
Debit air limbah = 93 m3/hari = 3,875 m3/jam = 64,58 Liter/menit.
Spesifikasi Pompa :
Tipe : Pompa Celup / Submersible pump
67
Merek : Showfou, Pedrollo, HCP atau yang setara
Kapasitas : 40 – 120 liter / menit
Total Head : 5 – 8 m
Output Listrik : 120 – 350 Watt
Bahan : Polimer atau Stainless steel
Jumlah : 2 unit (operasi bergantian)
Media Biofilter untuk Pembiakan Mikroba
Media biofilter yang digunakan adalah media dari bahan plastik
yang ringan, tahan lama, mempunyai luas spesifik yang besar, ringan
serta mempunyai volume rongga yang besar sehingga resiko kebuntuan
media sangat kecil.
Spesifikasi Media biofilter yang digunakan :
Material : PVC sheet
Ketebalan : 0,15 – 0,23 mm
Luas Kontak Spesifik : 150 m2/m
3
Diameter lubang : 2 cm x 2 cm
Warna : hitam atau transparan.
Berat Spesifik : 30 -35 kg/m3
68
Jumlah total media biofilter yang dibutuhkan yaitu: 4,14 m3 + 1,44 m3 =
5,58 m3.
Gambar 23 : Media Biofilter Tipe Sarang Tawon
D. Hasil Perhitungan dan Perencanaan IPAL
Rekapitulasi dimensi unit-unit IPAL yang direncanakan dapat dilihat
pada tabel 7 berikut :
Tabel 7. Rekapitulasi unit-unit IPAL yang direncanakan
No Nama Unit P (m)
L (m)
D (m)
V (m3)
1 Bak Pengendapan Awal 2,2 2 2 8,8 2 Biofilter Anaerob 5,1 2 2 20,4 3 Biofilter Aerob 3,2 2 2 12,8 4 Bak Pengendapan Akhir 2,2 2 2 8,8
Volume total 50,8
69
Volume Unit ipal eksisting yang tidak di desain ulang = 6,28 m3 x 3 bak
= 18,84 m3
Volume total sistem IPAL = 18,84 m3 + 50,80 m3
= 69,64 m3 70 m3.
Gambar 24 : Layout Lokasi Pembangunan IPAL baru
IPAL yang tidak didesain ulang Lokasi pembangunan IPAL baru
70
E. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya Pembangunan IPAL
RSUD Poso
1. Biaya Investasi Awal IPAL
Perencanaan ulang IPAL RSUD Poso memerlukan biaya untuk
penerapannya, berdasarkan perhitungan dimensi IPAL diperoleh hasil
analisis biaya konstruksi dari perhitungan volume pekerjaan yang
dilakukan pada pembangunan IPAL Biofilter RSUD Poso seperti
ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel 8. Rencana Anggaran Biaya Pembangunan IPAL
No Jenis Pekerjaan Volume Harga Satuan (Rp)
Jumlah Harga (Rp)
1 Pengukuran Bowplank 33.40 m2 57,741.50
1,928,566.10
2 Galian Tanah Biasa Sedalam 2 meter
66.36 m3 103,500.00
6,868,260.00
3 Urugan Kembali Tanah Bekas Galian
6.05 m3 60,375.00
365,268.75
4 Urugan Pasir Dibawah Pondasi
1.73 m3 296,125.00
512,296.25
5 Pas.Pondasi Batu Kali campuran 1:4
9.51 m3 980,317.50
9,322,819.42
6 Pekerjaan Lantai Kerja 1.27 m3 987,947.75
1,254,693.64
7 Pekerjaan lantai beton 3.05 m3 1,255,574.60
3,829,502.53
8 Pekerjaan Sloof 15/20 0.74 m3 10,322,761.10
7,638,843.21
9 Pekerjaan Ring Balok 15/15 0.84 m3 10,624,038.10
8,924,192.00
10 Pekerjaan Dinding ½ Bata 87.70 m3 167,773.50
14,713,735.95
11 Pekerjaan Kolom Praktis 15/15
1.13 m3 11,293,292.00
12,761,419.96
12 Pekerjaan Plat Tutup Beton K-250
2.80 m3 8,589,315.50
24,050,083.40
13 Pekerjaan Plesteran 104.40 m3 61,506.00
6,421,226.40
71
14 Pipa Diameter 3” panjang 4m
1.00 bh 117,000.00
117,000.00
15 Blower Udara 2.00 bh 12,866,000.00
25,732,000.00
16 Pompa Celup 2.00 bh 1,750,000.00
3,500,000.00
17 Media Sarang tawon 17.72 m3 2,183,000.00
38,682,760.00
Total Biaya 166,622,667.60
PPn 10% 16,662,266.76
Pembulatan 183,284,934.40
Dasar Estimasi :Standar Harga Barang dan Jasa Pemerintah Kabupaten Poso Tahun Anggaran 2019
2. Biaya Operasional dan Pemeliharaan IPAL
Biaya operasional IPAL RSUD Poso yang direncanakan terdiri dari
gaji operator, biaya listrik untuk pompa dan blower, serta biaya
pemeliharaan IPAL.
a) Biaya Gaji Operator
Saat ini RSUD Poso memiliki 4 orang tenaga khusus operator IPAL
sdan pengolahan limbah padat medis, terdiri dari 1 orang Tenaga
PNS dan 3 orang tenaga kontrak dengan gaji sebesar 1,500,000
per orang setiap bulan. Maka yang menjadi tanggungan biaya
Operasional Ipal untuk operator adalah 3 x 1,500,000 = Rp.
4,500,000.
b) Biaya Listrik Pompa
Berdasarkan hasil perhitungan debit air limbah yaitu 64,58 liter /
menit, maka jenis pompa yang direkomendasikan adalah pompa
celup kapasitas 40 – 120 liter / menit dengan daya listrik 350 watt. 2
72
buah Pompa dioperasikan secara terus menerus 24 jam sehari
secara bergantian.
Pemakaian listrik = 0,350 KW x 24 jam = 8.4 Kwh
Biaya listrik / Kwh = Rp. 1467.28
Biaya listrik / bulan = 1467.28 x 8.4 x 30 =Rp. 369,754.60
c) Biaya Listrik Blower Udara
Blower yang direkomendasikan adalah blower dengan kapasitas
200 liter / menit dengan daya listrik 200 watt. 2 buah blower juga
dioperasikan secara terus menerus 24 jam sehari secara
bergantian.
Pemakaian listrik = 200 watt x 24 jam = 4800 wattjam = 4.8 Kwh
Biaya listrik / Kwh = Rp. 1467.28
Biaya listrik / bulan = 1467.28 x 4.8 x 30 =Rp. 211,288.30
Tabel 9 . Biaya operasional tahunan IPAL
No Jenis Kegiatan Jumlah harga (Rp)
1 Gaji operator 54,000,000.00 2 Biaya listrik pompa 4,437,054.72 3 Biaya listrik blower udara 2,535,459.84
Total biaya 60,972,514.56
Pembulatan 60,972,515,00
73
F. Kelebihan dan kekurangan IPAL eksisting dan IPAL
direncanakan
Kekurangan IPAL eksisting
1. Kapasitas IPAL yang tidak lagi memenuhi volume air limbah yang
dihasilkan.
2. Dimensi unit - unit pengolahan IPAL tidak sesuai perhitungan
perencanaan.
3. Perlengkapan IPAL tidak sesuai dengan proses pengolahan yang
ada yaitu biofilter anaerob aerob
Kelebihan IPAL yang direncanakan
1. Kapasitas IPAL memenuhi volume air limbah yang dihasilkan.
2. Dimensi unit - unit pengolahan IPAL sesuai perhitungan
perencanaan.
3. Perlengkapan IPAL sesuai dan memenuhi standar proses
pengolahan yang ada yaitu biofilter anaerob aerob
4. Biaya operasional lebih rendah
74
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis dan perencanaan yang telah dilakukan, maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa :
1. Sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Umum
Poso saat ini belum memadai dikarenakan menurut hasil uji
laboratorium didapatkan salah satu parameter dari effluent air
limbah yaitu coliform, tidak memenuhi baku mutu air limbah
sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia Nomor P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016
tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
2. Mengacu pada debit air limbah saat ini, maka direncanakan
pembangunan IPAL RSUD Poso yang baru dengan sistem
biofilter anaerob aerob kapasitas 70 m3 / hari. dengan
merenovasi unit – unit IPAL yaitu pada bak pengendapan awal
(2,2 m x 2 m x 2 m); bak biofilter anaerob (5,1 m x 2 m x 2 m);
bak biofilter aerob (3,2 m x 2 m x 2 m); bak pengendapan akhir
(2,2 m x 2 m x 2 m).
75
3. Hasil perhitungan biaya awal untuk merenovasi IPAL ini adalah
Rp. 183,284,934.00 dan biaya operasional dan pemeliharaan
adalah sebesar Rp. 60.972.515,00 per tahun.
B. Saran
1. Perlunya perhatian khusus terhadap sistem pengolahan air
limbah RSUD Poso baik itu dalam alokasi biaya operasional dan
pemeliharaan maupun peningkatan kapabilitas sumber daya
manusia pengelola IPAL melalui pengadaan pendidikan
maupun pelatiahan - pelatihan agar dapat dicapai hasil effluent
yang lebih optimal serta memenuhi standar baku mutu air
limbah bagi kegiatan fasilitas pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, W. 2007. Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit.
Rajawali Pers, Jakarta.
Asmadi. 2013. Pengelolaan Limbah Medis Rumah Sakit. Gosyen
Publishing, Yogyakarta.
Aji, W. D. 2015. Evaluasi dan Perencanaan Ulang Sistem Pengolahan Air
Limbah RSUD DR Harjono Ponorogo, (online), (https://media.neliti.
com/media/publications/121143-ID-evaluasi-dan-perencanaan-
ulang-sistem-pe.pdf, diakses pada 29 mei 2018).
Iskandar, A. 2015. Studi Komparasi Life Cycle Cost Pada Gedung
Apartemen,(online),(https://www.neliti.com/publications/76352/studi
-komparasi-life-cycle-cost-pada-gedung-apartemen, diakses pada
22 juli 2018).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011.Seri Sanitasi
Lingkungan Pedoman Teknis Instalasi Pengolahan Air Limbah
dengan Sistem Biofilter Anaerob Aerob pada Fasilitas Pelayanan
Kesehatan,(online),(http://ciptakarya.pu.go.id/plp/upload/peraturan/
pedoman-teknis-ipal-2011.pdf, diakses pada 29 mei 2018).
Kodoatie, Robert J. 2005. Analisis Ekonomi Teknik. Andi, Yogyakarta.
Laboratorium Lingkungan Hidup. 2013. Perencanaan Teknis Instalasi
Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Proses Biofilter Anaerob-
Aerob Kapasitas 200 m3 per hari, (online),
(www.kelair.bppt.go.id/Publikasi/ BukuBiofilterRS/bab3.pdf, diakses
pada 29 mei 2018).
Noerbambang, Soufyan Moh dan Takeo Morimura. 1993. Perancangan
dan Pemeliharaan Sistem Plambing. Jakarta : PT Pradnya
Paramita.
Prayitno. 2013. Study of Hospital Wastewater Charateristic in Malang City,
(online),vol.2, issue 2,(http://www.researchinventy.com/papers/v2i2/
C022013016.pdf, diakses pada 29 mei 2018).
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor : 5 Tahun 2014 tentang Baku
Mutu Air Limbah.
Tarigan, R. 2012. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Bumi Aksara,
Jakarta.
ANALISA SATUAN PEKERJAAN
Pekerjaan Pengukuran dan Pemasangan Buowplank
m3
Kayu Kaso 5 / 7
(borneo)
Rp. 1,500,000.00 = Rp.
18,000.00
kg
Paku Biasa 2" - 5"
Rp. 26500.00 = Rp. 530.00
m3
Kayu Papan 3 / 20
borneo
Rp. 1,500,000.00 = Rp.
10,500.00
Orang/Hr Tukang kayu
Rp. 100,000.00 = Rp.
10,000.00
Orang/Hr Pekerja
Rp. 95,000.00 = Rp.
9,500.00
Orang/Hr Kepala tukang
Rp. 118,000.00 = Rp.
1,180.00
Orang/Hr Mandor
Rp. 100,000.00 = Rp. 500.00
Overhead & Profit
7,531.50
Total
57,741.50
Galian Tanah biasa sedalam 2m
Orang/Hr Pekerja
Rp. 95,000.00 = Rp.
85,500.00
Orang/Hr Mandor
Rp. 100,000.00 = Rp.
4,500.00
Overhead & Provit = Rp. 13,500.00
Total = Rp. 103,500.00
Urugan Kembali Tanah Bekas Galian
Orang/Hr Pekerja
Rp. 95,000.00 = Rp.
47,500.00
Orang/Hr Mandor
Rp. 100,000.00 = Rp.
5,000.00
Overhead & Provit = Rp. 7,875.00
Total = Rp. 60,375.00
Urugan Pasir bawah pondasi
m
3
Pasir Urug
Rp. 190,000.00 = Rp.
228,000.00
Orang/Hr Pekerja
Rp. 95,000.00 = Rp.
28,500.00
Orang/Hr Mandor
Rp. 100,000.00 = Rp.
1,000.00
Overhead & Provit = Rp. 38,625.00
Total = Rp. 296,125.00
Pasangan Batu Kali 1 : 4
m
3
Pasir Pasang
Rp. 220,000.00 = Rp.
114,400.00
Kg
Semen Portland
Rp. 1,400.00 = Rp.
228,200.00
m
3
Batu Kali
Rp. 230,000.00 = Rp.
276,000.00
Orang/Hr Tukang
Rp. 100,000.00 = Rp.
75,000.00
Orang/Hr Kep. Tukang
Rp. 118,000.00 = Rp.
8,850.00
Orang/Hr Pekerja
Rp. 95,000.00 = Rp.
142,500.00
Orang/Hr Mandor
Rp. 100,000.00 = Rp.
7,500.00
Overhead & provit = Rp. 127,867.50
Total =
980,317.50
Pekerjaan Cor Lantai
kg Portland Cement
Rp. 1,400.00 = Rp.
322,000.00
kg Pasir beton ( m3 )
Rp. 275,000.00 = Rp.
175,450.00
kg
Kerikil
Rp. 275,000.00 = Rp.
209,275.00
Ltr
Air
Rp. 50.00 = Rp.
10,000.00
Orang/Hr Pekerja
Rp. 95,000.00 = Rp.
114,000.00
Orang/Hr Tukang batu
Rp. 100,000.00 = Rp.
20,000.00
Orang/Hr Kepala tukang
Rp. 118,000.00 = Rp.
2,360.00
Orang/Hr Mandor
Rp. 100,000.00 = Rp.
6,000.00
Rp. 859,085.00
Overhead & Provit = Rp. 128,862.75
Total = Rp. 987,947.75
Pekerjaan Lantai Beton
kg Portland Cement
Rp. 1,400.00 = Rp.
537,600.00
kg Pasir beton ( m3 )
275,000.00 = Rp.
Rp. 135,850.00
kg Kerikil
Rp. 275,000.00 = Rp.
211,750.00
Ltr
Air
Rp. 50.00 = Rp.
10,750.00
Orang/Hr Pekerja
Rp. 95,000.00 = Rp.
156,750.00
Orang/Hr Tukang batu
Rp. 100,000.00 = Rp.
27,500.00
Orang/Hr Kepala tukang
Rp. 118,000.00 = Rp.
3,304.00
Orang/Hr Mandor
Rp. 100,000.00 = Rp.
8,300.00
Rp. 1,091,804.00
Overhead & Provit = Rp. 163,770.60
Total = Rp. 1,255,574.60
Pekerjaan sloof beton bertulang
m
3
Pasir Beton
Rp. 275,000.00 = Rp.
148,500.00
Kg
Semen Portland
Rp. 1,400.00 = Rp.
470,400.00
m
3
Kerikil
Rp. 275,000.00 = Rp.
222,750.00
m
3
Kayu Kls III
Rp. 3,000,000.00 = Rp.
810,000.00
Kg
Besi Beton
Rp. 30,000.00 = Rp.
6,300,000.00
Kg
Kawat Beton
Rp. 15,000.00 = Rp.
45,000.00
Kg
Paku Biasa
Rp. 26,500.00 = Rp.
53,000.00
Orang/Hr Tukang batu
Rp. 100,000.00 = Rp.
27,500.00
Orang/Hr Tukang kayu
Rp. 100,000.00 = Rp.
156,000.00
Orang/Hr Tukang besi
Rp. 100,000.00 = Rp.
140,000.00
Orang/Hr Pekerja
Rp. 95,000.00 = Rp.
536,750.00
Orang/Hr Kepala tukang
Rp. 118,000.00 = Rp. 38,114.00
Orang/Hr Mandor
Rp. 100,000.00 = Rp. 28,300.00
Overhead & Provit = Rp. 1,346,447.10
Total = Rp. 10,322,761.10
Pekerjaan balok beton bertulang
m
3
Pasir Beton
Rp. 275,000.00 = Rp.
148,500.00
Kg
Semen Portland
Rp. 1,400.00 = Rp.
470,400.00
m
3
Kerikil
Rp. 275,000.00 = Rp.
222,750.00
m
3
Kayu Kls III
Rp. 3,000,000.00 = Rp.
960,000.00
Kg
Besi Beton
Rp. 30,000.00 = Rp.
6,300,000.00
Kg
Kawat Beton
Rp. 15,000.00 = Rp.
45,000.00
Kg
Paku Biasa
Rp. 26,500.00 = Rp.
84,800.00
Orang/Hr Tukang batu
Rp. 100,000.00 = Rp.
27,500.00
Orang/Hr Tukang kayu
Rp. 100,000.00 = Rp.
165,000.00
Orang/Hr Tukang besi
Rp. 100,000.00 = Rp.
140,000.00
Orang/Hr Pekerja
Rp. 95,000.00 = Rp.
603,250.00
Orang/Hr Kepala tukang
Rp. 118,000.00 = Rp. 39,294.00
Orang/Hr Mandor
Rp. 100,000.00 = Rp. 31,800.00
Overhead & Provit = Rp. 1,385,744.10
Total = Rp. 10,624,038.10
Pasangan Bata Merah 1 : 5
m
3
Pasir Pasang
Rp. 220,000.00 = Rp.
8,360.00
Kg
Semen Portland
Rp. 1,400.00 = Rp.
26,530.00
buah
Bata Merah
Rp. 1,000.00 = Rp.
70,000.00
Orang/Hr Tukang batu
Rp. 100,000.00 = Rp.
10,000.00
Orang/Hr Kep. Tukang
Rp. 100,000.00 = Rp.
1,000.00
Orang/Hr Pekerja
Rp. 95,000.00 = Rp.
28,500.00
Orang/Hr Mandor
Rp. 100,000.00 = Rp.
1,500.00
Rp. 145,890.00
Overhead & Provit = Rp. 21,883.50
Total = Rp. 167,773.50
Pekerjaan kolom beton bertulang
m
3
Pasir Beton
Rp. 275,000.00 = Rp.
148,500.00
Kg
Semen Portland
Rp. 1,400.00 = Rp.
470,400.00
m
3
Kerikil
Rp. 275,000.00 = Rp.
222,750.00
m
3
Kayu Kls III
Rp. 3,000,000.00 = Rp.
1,200,000.00
Kg
Besi Beton
Rp. 30,000.00 = Rp.
6,450,000.00
Kg
Kawat Beton
Rp. 15,000.00 = Rp.
67,500.00
Kg
Paku Biasa
Rp. 26,500.00 = Rp.
106,000.00
Orang/Hr Tukang batu
Rp. 100,000.00 = Rp.
27,500.00
Orang/Hr Tukang kayu
Rp. 100,000.00 = Rp.
165,000.00
Orang/Hr Tukang besi
Rp. 100,000.00 = Rp.
210,000.00
Orang/Hr Pekerja
Rp. 95,000.00 = Rp. 669,750.00
Orang/Hr Kepala tukang
Rp. 118,000.00 = Rp.
47,554.00
Orang/Hr Mandor
Rp. 100,000.00 = Rp. 35,300.00
Overhead & Provit = Rp. 1,473,038.10
Total = Rp. 11,293,292.10
Plesteran 1 : 3
-
m
3
Pasir Pasang
Rp. 220,000.00 = Rp.
5,060.00
Kg
Semen Portland
Rp. 1,400.00 = Rp.
10,886.40
Orang/Hr Tukang batu
Rp. 100,000.00 = Rp.
15,000.00
Orang/Hr Kepala tukang
Rp. 118,000.00 = Rp.
1,770.00
Orang/Hr Pekerja
Rp. 95,000.00 = Rp.
28,500.00
Mandor
100,000.00 = Rp.
Orang/Hr Rp. 1,500.00
Total
Rp. 62,716.40
Pekerjaan plat beton bertulang
m
3
Pasir Beton
Rp. 275,000.00 = Rp.
148,500.00
Kg
Semen Portland
Rp. 1,400.00 = Rp.
470,400.00
m
3
Kerikil
Rp. 275,000.00 = Rp.
222,750.00
m
3
Kayu Kls III
Rp. 3,000,000.00 = Rp.
960,000.00
Kg
Besi Beton
Rp. 30,000.00 = Rp.
4,725,000.00
Kg
Kawat Beton
Rp. 15,000.00 = Rp.
33,750.00
Kg
Paku Biasa
Rp. 26,500.00 = Rp.
84,800.00
Orang/Hr Tukang batu
Rp. 100,000.00 = Rp.
27,500.00
Orang/Hr Tukang kayu
Rp. 100,000.00 = Rp.
130,000.00
Orang/Hr Tukang besi
Rp. 100,000.00 = Rp.
105,000.00
Orang/Hr Pekerja
Rp. 95,000.00 = Rp. 50,350.00
Orang/Hr Kepala tukang
Rp. 118,000.00 = Rp. 31,270.00
Orang/Hr Mandor
Rp. 100,000.00 = Rp.
26,500.00
Overhead & Provit = Rp. 1,120,345.50
Total = Rp. 8,136,165.50