TESIS ANALISIS DISTRIBUSI INFEKSI Mycobacterium bovis DENGAN TEKNIK KONVENSIONAL, POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) DAN GEOGRAPHICAL INFORMATION SYSTEM (GIS) PADA TERNAK SAPI PERAH DI KABUPATEN ENREKANG THE ANALYSIS OF DISTRIBUTION OF Mycobacterium bovis INFECTION WITH CONVENTIONAL TECHNIQUES, POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) AND GEOGRAPHICAL INFORMATION SYSTEM (GIS) IN DAIRY COW CATTLE IN ENREKANG REGENCY SARTIKA JUWITA PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TESIS
ANALISIS DISTRIBUSI INFEKSI Mycobacterium bovis DENGAN
TEKNIK KONVENSIONAL, POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)
DAN GEOGRAPHICAL INFORMATION SYSTEM (GIS) PADA TERNAK
SAPI PERAH DI KABUPATEN ENREKANG
THE ANALYSIS OF DISTRIBUTION OF Mycobacterium bovis
INFECTION WITH CONVENTIONAL TECHNIQUES, POLYMERASE
CHAIN REACTION (PCR) AND GEOGRAPHICAL INFORMATION
SYSTEM (GIS) IN DAIRY COW CATTLE IN ENREKANG REGENCY
SARTIKA JUWITA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ANALISIS DISTRIBUSI INFEKSI Mycobacterium bovis DENGAN
TEKNIK KONVENSIONAL, POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)
DAN GEOGRAPHICAL INFORMATION SYSTEM (GIS) PADA
TERNAK SAPI PERAH DI KABUPATEN ENREKANG
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Biomedik
Disusun dan diajukan oleh
SARTIKA JUWITA
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Sartika Juwita
Nomor Mahasiswa : P1506211006
Program Studi : Biomedik
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.
Makassar, Juli 2013
Yang Menyatakan
Sartika Juwita
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
Rahmat dan KaruniaNya serta nikmat kesehatan sehingga penyusunan
tesis ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan program Magister (S2) pada program studi Biomedik
konsentrasi Mikrobiologi Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.
Gagasan yang melatari tajuk permasalahan ini timbul dari hasil
studi pustaka penulis terhadap kasus Tuberkulosis (TB) di beberapa
negara yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan
Mycobacterium bovis. Penulis ingin mengetahui teknik pemeriksaan
konvensional dan molekuler dalam mendetekasi Mycobacterium bovis
pada ternak sapi perah di Kabupaten Enrekang dan mengetahui distribusi
infeksi Mycobacterium bovis di lapangan.
Banyak kendala yang dihadapi oleh penulis dalam rangka
penyusunan tesis ini, yang hanya berkat bantuan berbagai pihak, maka
tesis ini selesai pada waktunya. Dalam kesempatan ini penulis dengan
tulus menyampaikan terima kasih kepada Prof. dr. Moch. Hatta, Sp.MK,
Ph.D sebagai ketua komisi penasihat dan Prof. Dr. drh. Lucia Muslimin,
M.Sc sebagai anggota komisi penasihat atas bantuan dan bimbingannya
yang telah diberikan mulai dari pengembangan minat terhadap
permasalahan penelitian ini, pelaksanaan penelitian sampai dengan
penulisan tesis ini. Terima kasih kepada Prof. Ahyar Ahmad, Ph.D, Dr.
Rosana Agus, M.Si sebagai penguji yang banyak memberi masukan dan
membantu dalam penulisan, serta Dr. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.Kes
sebagai penguji.
Terima kasih kepada Kepala Badan Penyuluhan dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Kementerian Pertanian
Republik Indonesia, Ketua Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP)
Gowa Drs. H. Muh. Arby Hamire, M.Si yang memberikan kesempatan
untuk melanjutkan pendidikan program Magister.
Terima kasih yang tak terhingga kepada Kepala Dinas Peternakan
dan Perikanan Kabupaten Enrekang Ir. H. Yunus Abbas, M.Pd dan
seluruh staf kesehatan hewan drh. Suhartila, drh. Desita Asra, Yusril
S.ST, dan Ridwan S.ST atas bantuan dan kerjasamanya di lapangan.
Terima kasih kepada kepala Stasiun Karantina Pertanian Pare-Pare drh.
Muhlis Natsir M.Kes dan stafnya atas bantuan dan dukungannya.
Terima kasih kepada suamiku tercinta drh. Ahmad Nadif atas
kesabaran, cinta kasihnya, dan dukungannya yang luar biasa. Kepada
kedua orang tuaku, ibu mertuaku, saudara-saudaraku mbak Ratna dan
mas Anton serta seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya.
Teman-teman S2 biomedik mikrobiologi angkatan 2011 kk Nor, kk Syam,
kk Salsa, kk Arni, kk Anita, kk Celing, Uni, Tatia, Nawir, Andini, Waris,
Fardi, Phia atas persahabatan yang luar biasa ini. Staf Laboratorium
Mikrobiologi FK Unhas Pak Romy, Pak Mus, dan Pak Markus atas
bantuan dan dukungannya dalam penyelesaian penelitian. Dosen dan staf
STPP gowa khususnya drh. Purwanta, M.Kes atas dukunganya dan
seluruh pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan. Semoga tesis ini bermanfaat bagi yang memerlukan.
Makassar, Juli 2013
Sartika Juwita
ABSTRAK
SARTIKA JUWITA. Analisis distribusi infeksi Mycobacterium bovis dengan teknik konvensional, Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Geographical Information System (GIS) pada ternak sapi perah di Kabupaten Enrekang (Pembimbing Mochammad Hatta dan Lucia Muslimin). Bovine tuberculosis adalah penyakit zoonosis penting yang tersebar di seluruh dunia. Mycobacterium bovis merupakan agen penyebab bovine tuberculosis pada ternak, hewan domestikasi lain dan satwa liar. Mycobacterium bovis berpotensi menyebabkan bahaya kesehatan baik pada hewan maupun manusia.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis kemampuan sejumlah tes untuk mendeteksi Mycobacterium bovis yaitu tes konvensional dengan pewarnaan basil tahan asam (BTA) dan kultur, serta tes molekuler dengan Polymerase Chain Reaction (PCR), (2) melihat distribusi infeksi Mycobacterium bovis di lapangan dengan teknik Geographical Information System (GIS). Penelitian ini adalah penelitian eksploratif untuk menganalisis kemampuan sejumlah tes yang digunakan untuk mendeteksi Mycobacterium bovis dan untuk mengetahui distribusi infeksi Mycobacterium bovis di lapangan. Pengambilan sampel susu ternak sapi perah dilakukan secara acak dari dua kecamatan yang mewakili lokasi penelitian. Data dianalisis dengan menggunakan analisis statistik crosstabulation yang dilanjutkan dengan uji Chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 60 sampel susu ternak sapi perah yang dilakukan pewarnaan basil tahan asam (BTA) terhadap dekontaminasi susu terdapat 2 sampel (3,3 %) yang positif Mycobacterium bovis, 60 sampel susu (100%) negatif terhadap kultur bakteri dan 6 sampel (10%) dengan pengujian PCR positif Mycobacterium bovis. Sensitifitas pengujian PCR sebesar 100% dan spesifitas 93,1% dibandingkan dengan uji pewarnaan BTA dekontaminasi susu. Enam sampel positif pengujian PCR selanjutnya dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) maka terlihat 2 sampel yang berkelompok (kluster) sedangkan empat sampel lain terlihat tersebar. Kata Kunci : Mycobacterium bovis, Teknik Konvensional, PCR, Ternak
Sapi Perah
ABSTRACT SARTIKA JUWITA. The Analysis of distribution of Mycobacterium bovis infection with conventional techniques, Polymerase Chain Reaction (PCR) and Geographical Information System (GIS) in dairy cow cattle in Enrekang regency (Supervisor Mochamman Hatta and Lucia Muslimin).
Bovine tuberculosis is currently an important zoonosis worldwide, Mycobacterium bovis is the etiological agent of bovine tuberculosis has an extraordinarily broad mammalian host range that includes cattle, domestic livestock, and wildlife. Mycobacterium bovis pose a potential health to both animals and humans.
The aims of the research are to (1) analyze the ability of the number
of test to detect Mycobacterium bovis, i.e conventional tests with staining acid-fast bacilli (AFB) and culture, and molecular tests with Polymerase Chain Reaction (PCR), (2) find out the distribution of Mycobacterium bovis infection in the field with Geographical Information System (GIS). The research was an explorative study to analyze a number of tests used to detect Mycobacterium bovis and to find out the distribution of Mycobacterium bovis infection in the field. The sample was the milk of dairy cow cattle taken using random sampling method from two districts representing the research location. The data were analyzed using crosstabulation statistics continued with Chi-square test. The results of the research indicate that of the 60 samples of milk of dairy cow cattle done by staining acid-fast bacilli (AFB) to milk decontamination there are 2 samples (3.3%) which are positive of Mycobacterium bovis, 60 samples (100%) are negative of bacterial culture and 6 samples (10%) with PCR test which are positive of Mycobacterium bovis. The sensitivity of PCR testing is 100% and the specificity is 93.1% compared to staining acid-fast bacilli (AFB) to milk decontamination. The next six samples are positive of PCR testing by using Global Positioning System (GPS), two samples are clustering samples, while the other four ones are spreading samples.
dengan cara dibolak balik. Kemudian inkubasi pada suhu 800C
selama 5 menit, lalu dinginkan di suhu ruangan.
Tambahkan 3µl RNase Solution, campur dengan bolak-balik
sebanyak 2-5 kali. Lalu inkubasi pada suhu 370C selama 60 menit,
kemudian dinginkan di suhu ruangan. Tambahkan 200 µl protein
precipitation solution, campur dengan menggunakan vortek
selama 20 detik. Kemudian inkubasi sampel tersebut didalam es
selama 5 menit. Selanjutnya sentrifuse 13000 rpm selama 3
menit.
Pindahkan supernatan yang berisi DNA ke tabung eppendorf
1,5 ml yang sebelumnya telah diisi dengan 600 µl isopropanol,
campur dengan cara bolak balik. Kemudian Sentrifus 16000 rpm
selama 2 menit. Buang supernatan dengan hati-hati, selanjutnya
tambahkan 600 µl ethanol 70%, campur dengan cara membolak-
balik. Langkah selanjutnya sentrifuse 16000 rpm selama 2 menit,
dengan hati-hati buang ethanol. Lalu keringkan tabung (angin-
anginkan selama 10 – 15 menit). Terakhir tambahkan 100 µl DNA
Rehydration Solution lalu inkubasi pada suhu 40C semalam.
5. Amplifikasi DNA Mycobacterium bovis dengan teknik
Multiplex PCR
Masukkan dalam tabung eppendorf gobead yaitu bahan yang
siap digunakan, terdiri dari : (10x PCR buffer sebanyak 2,5 µl,
dNTPs 0,1 µl, Taq DNA Polymerase (1 µ) sebanyak 0,1 µl,
diencerkan dengan Water PCR grade sebanyak 19,3 µl lalu
masukkan masing-masing 0,1 µl primer JB 21 dan JB 22,
masukkan masing-masing 0,15 µl primer ATB1 dan ATB2.
Kemudian masukkan lagi 2,5 µl DNA template (sampel hasil
ekstraksi DNA). Masukkan pada tabung eppendorf 25 µl destilate
water untuk kontrol negatif, kemudian untuk kontrol positif
menggunakan 2,5 µl ekstrak DNA dari Mycobacterium bovis.
Amplifikasi dilakukan pada mesin PCR Hybaid Omne.
Amplifikasi pertama pada suhu 950C selama 10 menit, dan
selanjutnya amplifikasi dilakukan sebanyak 30 siklus, dan setiap
siklus terdiri dari denaturasi pada suhu 940C selama 1 menit,
annealing pada suhu 670C selama 1 menit, extension 720C
selama 1 menit dan proses pemanjangan akhir pada suhu 720C
selama 10 menit.
6. Elektroforesis
Pembuatan agarose 2% dengan cara menimbang 2 gr
agarose dan dilarutkan dalam 100 ml TBE 1x lalu dipanaskan
sampai mendidih. Tunggu agak dingin lalu tambahkan ethidium
bromide 15 µl, selanjutnya larutkan agarose dan tuang ke dalam
cetakan dan tunggu hingga beku. Gel yang telah beku
dimasukkan ke dalam alat elektroforesis dan direndam dalam
larutan TBE 1x.
Produk amplifikasi (hasil PCR) diambil sebanyak 10 µl dan
dicampur dengan `1 µl Blue juice loading buffer (tanpa marker),
dicampur kemudian dimasukkan ke dalam sumur gel agarose
yang sudah jadi, yang sebelumnya pada sumur pertama
dimasukkan 13 µl marker, kemudian dialiri arus listrik dari muatan
negatif (Katode) ke muatan positif (Anode) pada 100 A selama 60
menit.
Pembacaan hasil PCR
Hasil produk amplifikasi yang dilewatkan pada gel
elektroforesis akan dibaca dengan bantuan sinar ultra violet
dalam ruangan gelap, dan jika tampak pita (band) pada panjang
amplikon 500 bp di gel tersebut berarti sampel positif, dan
sebaliknya bila tidak tampak, berarti sampel negatif.
I. Metode Analisis
Analisis data dengan menggunakan SPSS versi 15.0 untuk
mengukur keakuratan (sensitifitas dan spesifitas) teknik PCR terhadap
pewarnaan BTA dekontaminasi susu dalam mendeteksi Mycobacterium
bovis.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Hasil pemeriksaan sampel susu dengan tes konvensional dan
molekuler
Enam puluh sampel susu dari ternak sapi perah yang diambil dari
beberapa peternak di Kecamatan Cendana dan Kecamatan Enrekang
Kabupaten Enrekang kemudian dilakukan pengujian konvensional dengan
teknik pewarnaan basil tahan asam (BTA) terhadap dekontaminasi susu
dan kultur, serta pengujian molekuler dengan teknik multiplex PCR
dengan menggunakan dua macam primer yaitu JB21 dan JB22 untuk
mendeteksi Mycobacterium bovis dan primer ATB1 dan ATB2 untuk
mendeteksi Mycobacterium tuberculosis. Hasil pengujian pewarnaan basil
tahan asam (BTA) terhadap dekontaminasi susu, kultur dan PCR dari 60
sampel susu ternak sapi perah di laboratorium ditunjukkan pada tabel 2 :
Tabel 2. Perbandingan antara jumlah positif dan negatif hasil pengujian BTA dekontaminasi susu, kultur bakteri dan PCR
Hasil Pengujian
BTA dekontaminasi susu
Kultur Bakteri PCR susu
Positif 2 (3,3%) 0 (0%) 6 (10%)
Negatif 58 (96,7%) 60 (100%) 54 (90%)
Jumlah 60 60 60
Dari tabel 2 menunjukkan bahwa dari 60 sampel susu ternak sapi
perah yang dilakukan pewarnaan basil tahan asam (BTA) terhadap
dekontaminasi susu terdapat 2 sampel (3,3%) yang positif Mycobacterium
bovis, sebanyak 60 sampel susu (100%) negatif terhadap kultur bakteri,
dan 6 sampel (10%) positif terhadap pengujian PCR untuk mendeteksi
Mycobacterium bovis.
Gambar 7. Hasil pewarnaan BTA dekontaminasi susu
PCR dapat mendeteksi Mycobacterium bovis dari sampel susu
ternak sapi perah dengan menggunakan primer spesifik yang
menghasilkan panjang amplikon 500 bp (Juan et al, 1999).
Gambar 8. Hasil PCR sampel susu no. 1- 13 pada target amplifikasi 500 bp
Gambar 9. Hasil PCR sampel susu no. 14-29 pada target amplifikasi 500 bp
Keterangan :
M : Ladder 1 kb P : Positif Kontrol N : Negatif Kontrol LJ : Sampel no.23
pada Media LJ gliserol
Gambar 10. Hasil PCR sampel susu no. 30 – 45 pada target amplifikasi 500 bp
Gambar 11. Hasil PCR sampel susu no. 46-60 pada target amplifikasi
500 bp
Sensitifitas dan spesifitas pengujian molekuler dibandingkan
dengan pengujian pewarnaan BTA dekontaminasi susu (Konvensional) di
tunjukkan pada Tabel 3 :
Keterangan :
M : Ladder 1 kb
P : Positif Kontrol
Tabel 3. Sensitifitas dan Spesifitas pengujian molekuler dibandingkan dengan pewarnaan BTA dekontaminasi susu
Hasil Uji Pewarnaan BTA Jumlah
Positif Negatif
Hasil Uji
PCR
Positif 2 4 6
Negatif 0 54 54
Jumlah 2 58 60
Sensitifitas 100% , spesifitas 93,1%
Hasil pengujian menunjukkan 2 sampel positif pewarnaan BTA
dekontaminasi susu dan positif PCR, 4 sampel positif PCR tetapi negatif
pewarnaan BTA dekontaminasi susu dan 54 sampel yang negatif
Pewarnaan BTA dekontaminasi susu dan PCR. Sensitifitas pengujian
PCR untuk mendeteksi Mycobacterium bovis pada sampel susu
dibandingkan dengan pengujian pewarnaan BTA dekontaminasi susu
mencapai 100% sedangkan spesifitasnya mencapai 93,1%. Hasil
pengujian menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara hasil
pengujian PCR dengan pewarnaan BTA dekontaminasi susu (p < 0,05).
Gambar 12. sampel susu yang positif PCR
Enam sampel susu positif PCR ditunjukkan dengan gambaran fisik
susu yang yang tampak normal (Kode sampel : Sun3, Nas 1, L2,
Nar 2), dan gambaran fisik susu yang abnormal tampak pada kode
sampel Sun1 dan Ali 1. Menurut Subronto (2003) menyatakan bahwa
pada awal proses penyakit bovine tuberculosis meskipun mengandung
kuman Mycobacterium bovis secara fisik air susu nampak normal.
Perubahan selanjutnya meliputi perubahan warna dan kualitasnya
menurun dimana susu menjadi lebih encer dan tidak mengandung
susu kelapa (krim). Pada tingkat penyakit lebih lanjut air susu berubah
nyata dengan adanya gumpalan-gumpalan yang sifatnya purulen.
KODE SAMPEL Sun1 Sun3 Nas 1 L2 Ali 1 Nar2
Gambar 13. Kondisi ternak sapi perah di Kabupaten Enrekang
Enam puluh sampel susu diambil dari ternak sapi perah tidak
menunjukkan gejala klinis bovine tuberculosis yang jelas (lihat gambar
13), lokasi kandang berdampingan dengan rumah peternak dengan
jarak ± 3 meter, dan populasi ternak sapi perah padat disetiap
kandang. Menurut Hasutji dkk (2004) pada stadium awal infeksi ternak
sapi tidak menunjukkan tanda-tanda klinis dan menurut Good (2011)
bovine tuberculosis hampir tidak menunjukkan tanda-tanda klinis yang
jelas pada sapi. Faktor yang mendukung terjadinya infeksi pada ternak
sapi adalah frekuensi kontak dengan manusia sangat tinggi, jarak
kandang dengan pemukiman penduduk sangat dekat, kondisi
lingkungan yang buruk seperti kelembaban yang tinggi, ventilasi
kandang yang buruk dan kondisi pakan yang buruk.
2. Analisis cluster dari positif Mycobacterium bovis
Enam puluh sampel susu ternak sapi perah yang diperiksa dengan
teknik PCR ditemukan enam sampel positif Mycobacterium bovis dan
dengan menggunakan alat GPS (Global Positioning System) maka
ditemukan ada dua sampel dari enam sampel yang terlihat
berkelompok/cluster. Dimana cluster tersebut terdapat pada posisi S
03.56316 dan E 119. 76555, sedangkan empat sampel lain terlihat
tersebar.
Gambar 14. Peta lokasi hasil PCR Mycobacterium bovis
Hasil penelitian tersebut menunjukkan kemungkinan kedua sampel
yang positif dalam satu cluster tersebut mempunyai hubungan yang erat
dalam penularan Mycobacterium bovis, maka diperlukan untuk melakukan
genotyping dari kedua sampel dan menentukan sumber dari infeksi
Mycobacterium bovis. Selanjutnya empat sampel positif Mycobacterium
bovis yang tersebar juga perlu dilakukan pelacakan sumber infeksi.
B. Pembahasan
Hasil pemeriksaan sampel susu dengan tes konvensional dan
molekuler
Dalam penelitian ini mengkaji 60 sampel susu ternak sapi perah dari
beberapa peternak di Kecamatan Cendana dan Kecamatan Enrekang
Kabupaten Enrekang. Susu merupakan salah satu media penting dalam
penularan bovine tuberculosis (btb) (Srivastava et al, 2008). Manusia bisa
terinfeksi oleh Mycobacterium bovis bila meminum susu mentah atau susu
yang tidak terpasteurisasi dari ternak sapi yang terinfeksi btb. Diperkirakan
dibeberapa negara lebih dari 10% TB manusia berhubungan dengan
bovine tuberculosis (btb) (OIE, 2009).
Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 60 sampel susu yang
didekontaminasi kemudian dilakukan pewarnaan Ziehl-Neelsen dan
diperiksa di bawah mikroskop pada perbesaran 10x100 terdapat 2 sampel
(3,3%) positif Mycobacterium bovis. 60 sampel (100%) negatif terhadap
Mycobacterium bovis. 6 sampel (10%) positif terhadap pengujian PCR.
Mycobacterium bovis dari sampel susu dapat dideteksi dengan
menggunakan primer spesifik yaitu JB21 dan JB22 yang memiliki panjang
amplikon 500 bp yang merupakan daerah penanda spesifik dari
Mycobacterium bovis dan mampu mendeteksi 20 pg DNA murni (sama
dengan 4000 genome) (Shah et al, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh
Juan et al (1995) primer JB21 dan JB22 mampu mendeteksi
Mycobacterium bovis sampai 10 fg DNA. Juan et al (1995) juga
berpendapat bahwa komponen yang berada di dalam susu tidak akan
menghambat reaksi PCR. Penelitian yang dilakukan oleh Al-Saqur et al
(2009) dari 68 sampel susu sapi perah hasil menunjukkan 3 sampel positif
dengan pewarnaan BTA, 7 sampel positif kultur dan 7 sampel positif
dengan teknik PCR.
Penelitian ini menunjukkan terdapat 2 sampel positif pewarnaan
BTA dekontaminasi susu dan positif PCR, 4 sampel positif PCR tetapi
negatif pewarnaan BTA dekontaminasi susu. Menurut Al-Saqur et al
(2009) Pewarnaan BTA dari susu memiliki sensitifitas yang rendah, bukan
berarti pewarnaan BTA negatif tidak menunjukkan terjadinya infeksi. Jadi
pewarnaan BTA susu dibatasi hanya dilakukan untuk deteksi ternak sapi
yang memang positif terinfeksi btb.
Pada pengujian dengan kultur semua sampel menunjukkan negatif
Mycobacterium bovis. Hal ini disebabkan karena jumlah bakteri terlalu
sedikit untuk bisa di kultur pada media LJ. Menurut Sjahrurachman (2008)
hasil positif untuk kultur diperlukan 1000 kuman/ml, dan pada
pemeriksaan mikroskopis langsung, hasil positif pada mayoritas kasus
baru terjadi jika jumlah kuman per milliliter minimal 5000 kuman. Bila
ditemukan BTA positif disediaan mikroskopis dan tidak terdapat
pertumbuhan di kultur, hal ini mungkin disebabkan karena kuman yang
nonviable. Faktor yang menentukan keberhasilan kultur adalah tingkat
pertumbuhan dan adanya asosiasi mikroorganisme yang akan
menghambat isolasi pertumbuhan yang lambat, ketidakmampuan isolat
potensial untuk beradaptasi dalam kondisi kultur in vitro, terutama dalam
situasi di mana jumlah bakteri sedikit, yang dapat mengakibatkan false
negative, kultur memiliki variabilitas membosankan dalam proses
identifikasi dimana dilaporkan menjadi masalah dan komposisi media
yang digunakan untuk isolasi primer Mycobacterium bovis dari isolat klinis
(Al-Saqur, 2009). Media stonebrink’s dan media Lowenstein Jensen
dengan sodium pyruvat direkomendasikan oleh WHO untuk digunakan
sebagai media isolasi Mycobacterium bovis (John et al, 2012). Komposisi
media LJ yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan komposisi
media LJ yang direkomendasikan oleh WHO.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dengan elektroforesis terlihat pita
DNA yang terbentuk pada sumur nomor 1, 3, 15, 17, 35, dan 50
sedangkan kontrol negatif tidak terbentuk pita DNA. Pita DNA yang
terbentuk menunjukkan bahwa dalam sampel susu dari ternak sapi perah
tersangka bovine tuberculosis positif memang menderita bovine
tuberculosis. Menurut Hatta dkk (2004) Pita DNA yang terbentuk
memperlihatkan ketebalan yang berbeda-beda yang tergantung pada
besar kecil dan banyaknya DNA yang akan diamplifikasi. Semakin banyak
DNA yang diamplifikasi maka semakin tebal pita DNA yang terbentuk. Pita
DNA yang terbentuk pada kontrol positif terlihat tipis hal ini dikarenakan
koloni bakteri yang diambil dari isolat kultur media LJ yang disimpan
dalam jangka waktu lama dan tidak dikultur ulang akan menyebabkan
degradasi DNA bakteri tersebut. Teknik PCR memiliki sensitifitas dan
spesifitas tinggi untuk mendeteksi Mycobacteria spp. Teknik PCR lebih
akurat dan cepat daripada menggunakan metode konvensional dalam
mendiagnosa Mycobacterium bovis (Al-Saqur, 2009; Shah et al, 2002;
Juan et al, 1995).
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Tes molekuler melalui PCR memiliki sensitifitas 100% dan
spesifitas 93,1% dibandingkan dengan tes konvensional dengan
pewarnaan basil tahan asam (BTA) terhadap dekontaminasi susu.
2. Distribusi infeksi Mycobacterium bovis dilapangan dengan
menggunakan teknik Geographical Information System (GIS)
terlihat berkelompok/cluster dari dua sampel positif dalam satu
kandang sedangkan empat sampel positif terlihat pola yang
tersebar.
B. SARAN
1. Perlu dilakukan genotyping Mycobacterium bovis di laboratorium
terutama dalam penelusuran epidemiologi penyakit dengan sampel
positif Mycobacterium bovis.
2. Perlu diperhatikan pemilihan media LJ dengan komposisi yang
tepat untuk pertumbuhan Mycobacterium bovis.
3. Perlu penelitian lebih lanjut tentang tingkat keterpaparan
Mycobacterium bovis pada manusia di Provinsi Sulawesi Selatan
terutama peternak sapi perah di Kabupaten Enrekang.
4. Perlu dilakukan uji tuberkulinasi di peternakan sapi perah di
Kabupaten Enrekang dalam rangka pencegahan penularan
Mycobacterium bovis.
DAFTAR PUSTAKA Anonimus. 2009. Reducing the Risk of Human M.bovis Infection :
Information for farmers. National public health; Health Protection Agency; Health Protection Scotland; Animal Health.
Abraham Mekibeb, Tadele Tolosa F, Rebuma Firdessa, Elena Hailu.
2012. Prevalence Study on Bovine Tuberculosis and Molecular Characterization of its causative agents in Cattle Slaughtered at Addis Ababa Municipal Abattoir, Central Ethiopia. Trop Anim Health Prod. DOI 10.1007/s11250-012-0287-x.
Al-Saqur I.M, A.N Al-Thwani, I.M Al-Attar. 2009. Detection of
Mycobacterium spp in cows milk using conventional methods and PCR. Iraqi Journal of Veterinary Science, vol 23, supplement II (259-262). (http://www.vetmedmosul.org/ijvs).
Budiharta, S. 2002. Kapita Selekta Epidemiologi Veteriner. Bagian
Kesehatan Masyarakat Veteriner. FKH UGM. Yogyakarta. C. Allix-Beguec, M. Fauville-Dufaux, K.Stoffeis, D. Ommeslag, K.
Walravens, C. Saegerman and P. Supply. 2012. Importance of Identifying Mycobacterium bovis as a causative agents of human tuberculosis. European Respiratory Journal Vol 35 Number 3. DOI : 10.1183/ 09031936.00137309.
CDC. 2011. Mycobacterium bovis (Bovine tuberculosis) in Humans.
Division of Tuberculosis Elimination. (http://www.cdc.gov/tb) diakses pada tanggal 18 Mei 2013.
Centre for Food Security and Publik Health. 2009. Bovine Tuberculosis.
(http://www.cfsph.iastate.edu/Factsheets/bovine_tuberculosis.pdf) diakses pada tanggal 10 Februari 2013.
Cousins, D.V. 2001. Mycobacterium bovis infection and control in
domestic livestock.Rev.sci.tech.off.int.Epiz. 20(1), 71-85. Cristina P de A, Clarice Q.F.L, Karina A de P, Klaudia dos S.G.J, Ana
Luiza A.R.O. 2005. Mycobacterium bovis Identification by a molecular method from post-mortem Inspected Cattle Obtained in abbattoirs of Mato Brosso do Sul Brazil. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro. Vol 100 (7) : 749-752.
Mycobacterium bovis, M.avium and M. Avium subsp. Paratuberculosis in Formalin-fixed Parrafin-Embedded Tissue from cattle. J. Clin Microbiol 38(8) : 3048. (http://jcm.asm.org/) diakses pada tanggal 27 Juni 2012.
Crofton John, Norman Horne, and Fred Miller. 2002. Tuberkulosis Klinis
Edisi 2. Widya Medika. Jakarta. Hal. 8. Deepti Joshi, N.Beth Harris, ray Waters, Barun Mathema, Barry K, and
Srinand S. 2012. Single Nucleotida Polymorphisms in Mycobacterium bovis Genome Resolve Phylogenetic Relationship. J. Clin Microbiol 50(12) : 3853. DOI : 10.1128/JCM.D1499.12. (http://jcm_asm.org) diakses pada tanggal 6 Desember 2012.
Eduardo Eustáquio de Souza Figueiredo, Flávia Galindo Silvestre, Wilma
Neres Campos, Leone Vinícius Furlanetto, Luciana Medeiros, Walter Lilenbaum, Leila Sousa Fonseca, Joab Trajano Silva, Vânia Margaret Flosi Paschoalin. 2009. Identification of Mycobacterium bovis isolates by a Multiplex PCR. Brazilian Journal of Microbiology 40: 231 – 233. ISSN 1517 – 8382.
Elizabeth A. Talbot, Diana L Williams, and Richard Frothingham. 1997.
PCR Identification of Mycobacterium bovis BCG. Journal of Clinical Microbiology Vol. 35 No. 3 p 566-569.
Firdessa, R et al. 2012. High Prevalence of Bovine Tuberculosis in Dairy
Cattle in Central Ethiopia : Implications for the Dairy Industry and Public Health. Plos One 7(12) : e52851. DOI : 10.1371/journal. pone.0052851.
Good, Margaret and Anthony Duignan. 2011. Review Article : Perspective
on the History of Bovine TB and the Role of Tuberculin in Bovine TB Eradication. Veterinary Medicine International volume 2011. DOI : 10.4061/2011/410470.
Gumi, B, Esther S, Rebuma F, Girume E, Demelash B, Abraham A, Rea
T, Lawrence Y, Douglas Y, Jakob Z. 2012. Low Prevalence of bovine tuberculosis in Somali pastoral livestock, Southeast Ethiopia. Trop Anim Health Prod 44: 1445 – 1450. DOI : 10.1007/s11250-012-0085-5.
Hassanain, N.A, Mohey A. Hassanain, Y.A. Soliman, Alaa A. Ghazy,
Yasser A.G. 2009. Bovine tuberculosis in a dairy cattle farm as a threat to public health. African Journal of Microbiology Research vol 3(8) pp. 446 – 450.
Hasutji E.N, Didik H, Susilohadi, Suryani, Ratih R, Erni R, Sri C, Wiwik T, Midian N. 2004. Ilmu Penyakit Infeksius I. Laboratorium Bakteriologi dan Mikologi. FKH Universitas Airlangga. Surabaya.
Hatta, Moch, Eka W, Zaraswati D, Rosana A, M. Sabir, Yadi, Masyhudi.
2004. Pengaruh dekontaminasi dalam identifikasi Mycobacterium tuberculosis dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen dan Polymerase Chain Reaction. Jurnal Kedokteran Yarsi 12(3) : 17-24.
Juan G Rodriguez, Gloria A Mejia, Patricia Del Portillo, Manuel E.
Patarroyo, Luis A Murillo, 1995. Species-specifik identification of Mycobacterium bovis by PCR. Microbiology 141 (2131-2138). Instituto de inmunologia, Hospital San Juan de Dios, Universidad Nacional de Colombia. Bogota Colombia.
Juan German R, Juan Calos F, Patricia Del P, Manuel Elkin P, Maria
Isabel R and Angel Cataldi. 1999. Amplification of a 500 Base Pair Fragment from Cultured Isolates of Mycobacterium bovis. Journal of Clinical Microbiology Vol 37 No. 7.
John M.G, Malcolm D. Yates, Isabel N.de Kantor. 2012. Guidelines for
speciation within the Mycobacterium tuberculosis complex. Second edition. World Health Organization. Emerging and other Communicable Diseases, Surveillance and Control. (http://www.who.int/emc).
Lisa A.K, Paul R.W, Huma Mansoor, Jacqueline K.I, James Dale, R. Glyn.
H, Stephen V.G. 2005. The Pyruvate requirement of some members of the Mycobacterium tuberculosis complex is due to an inactive pyruvate kinase : implications for in vivo growth. Molecular Microbiology 56 (1), 163-174. Doi : 10.1111/j.1365-2958.2005.04524.x.
Maidin, M.A. 1997. Studi DNA molekuler Mycobacterium tuberculosis
Complex dengan menggunakan Teknik Reaksi Rantai Polimerase dan Kaitannya terhadap Tes Kepekaan Obat. Ujung Pandang : Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.
MartinJ.B, T Vasantha K, R. Joseph. 2012. Using Geographic Information
System (GIS) for Spatial Planning and Enviromental Management in India : Critical Consideration. International Journal of Applied Science and Technology Vol. 2 No. 2 February 2012. (www.ijastnet.com/journals/vol_2_no_2/pdf) diakses pada tanggal 9 Mei 2013.
Noel P Harrington, OM P. Surujballi, W. Ray Waters and John F. Prescott. 2007. Development and Evaluation of a Real-Time Reverse Transcription-PCR Assay for Quantification of Gamma Interferon mRNA to Diagnose Tuberculosis in Multiple Animal Species. Clinical and Vaccine Immunology vol 14 No 12 p 1563-1571. DOI 10.1128/CVI.00263-07.
www.oie.int/disease_cards/Bovine_TB_EN.pdf. Diakses pada tanggal 9 Mei 2013.
Putu Gede W.P, Nengah Kerta B, Hapsari Mahatmi. 2013. Deteksi
Antibodi Mycobacterium tuberculosa bovis pada Sapi di Wilayah Kabupaten Bulelang, Bangli, dan Karangasem Provinsi Bali. Jurnal Ilmu dan Kesehatan Hewan vol. 1, No. 1 : 1 – 6.
Ratmawati M, 2010. Pengantar Teknologi Susu. Masagena Press.
Makassar. Rosa E.R, Daniel D.G, Gloria A.M, William M, Manuel E.P, Luis A.M.
1999. Identification of Mycobacterium bovis in Bovine Clinical Samples by PCR species-specific Primers. Jurnal Vet Res 63 (101-106).
Rinaldi L, Vincenzo M, Annibale B, Giuseppe C. 2006. New insights into
the application of geographical information system and remote sensing in veterinary parasitology. Geospatial health 1, pp 33-47.
Sandjaja, B. 1992. Isolasi dan Identifikasi Mikobakteria. Penerbit Widya
Medika. Jakarta. Selwyn A. Headley. 2002. Systemic bovine tuberculosis : a case report.
Semina : Ciencias Agrarias, Londrina, v 23, n 1, p. 75-79. Shah, D.H, Rishendra Verma, C.S. Bakshi, R.K. Singh. 2002. A Multiplex-
PCR for the differentiation of Mycobacterium bovis and Mycobacterium tuberculosis. FEMS Microbiology Letters 214 (2002) 39-43.
Sjahrurachman, A. 2008. Kultur dan Uji kepekaan M. tuberculosis
Terhadap Obat Anti Tuberkulosis Lini Pertama. Departemen Kesehatan R.I.
Sridhar Rao P.N. 2012. Mycobacterium. Dept of Microbiology JJM
Medical College davangere. (www.microrao.com) diakses pada tanggal 27 Juni 2012.
Srivastava, K, D.S. Chauhan, P. Gupta, H.B. Singh, V.D. Sharma, V.S. Yadav, Sreekumaran, S.S. Thakral, J.S. Dharamdheeran, P.Nigam, H.K. Prasad, V.M. Katoch. 2008. Isolation of Mycobacterium bovis & M. tuberculosis from cattle of some farms in north India – Possible relevance in human health. Indian J Med Res 128, pp 26-31.
Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia) I. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. Tejeda, A.R, Camila A.D, Jesus G.V, Jose Alfredo G.S, Ruben A.T.L, Ciro
E.C. 2006. Confirmation of Mycobacterium bovis excretion in nasal exudates using nested PCR in a dairy cattle herd. Vet mex 37(1).
Zulkifli, A. 2012. Analisis Polimorfisme Gen Glutamate-Cysteine Ligase
Catalytic (GCLC) Sebagai Pendeteksi Kerentanan Penderita Tuberculosis Terhadap Stres Oksidatif Akibat Infeksi Mycobacterium tuberculosis. Makassar : Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.
Lampiran 1. Daftar hasil pemeriksaan sampel susu ternak sapi perah