Page 1
C
TES KESEGARAN JASMANI KELAYAN DEBIL BALAI BESAR REHABILITASI SOSIAL BINA
GRAHITA “KARTINI” TEMANGGUNG
SKRIPSI
Diajukan dalam rangka Penyelesaian studi Strata 1 Untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Danang Eko Purwanto
6101406520
PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
Page 2
ii
SARI
Danang Eko Purwanto, 2010. Tes Kesegaaran Jasmani Kelayan Debil Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “KARTINI” Teamnggung. Skripsi, Jurusan PJKR. Fakultas Ilmu Keolahragaan. Universitas Negeri Semarang.
Manusia diciptakan dengan berbagai macam perbedaan yang memiliki
kekurangan dan kelebihan masing-masing. Ada manusia yang dilahirkan dengan kondisi kejiwaan yang sehat namun, mengalami kondisi cacat fisik misal tuna rungu, tuna netra, bisu tuli dan lain-lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kondisi kesegaran jasmani kelayan debil di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “KARTINI” Temanggung Jawa Tengah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kondisi kesegaran jasmani kelayan debil di BBRSBG “KARTINI” Temanggung penyandang tuna grahita yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak normal?
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelayan tingkat debil di BBRSBG “KARTINI” Temanggung dengan jumlah 150 kelayan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel bertujuan (purposive sampling). Sampel dalam penelitian ini adalah 50 kelayan. Variabel yang digunakan variabel terikat yaitu kesegaran jasmani. Instrumen dalam penelitian ini dengan menggunakan tes kesegaran jasmani anak usia SD umur 10-12 tahun, dimana untuk mengetahui kesegaran jasmani dengan menggunakan tes pengukuran yaitu 1) tes lari 40 dan 30 meter, 2) tes angkat tubuh/gantung siku tekuk, 3) tes baring duduk 30 detik, 4) tes loncat tegak, 5) tes lari 600 meter, dan selanjutnya data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif persentase.
Hasil tes kesegaran jasmani terdapat 0% kategori baik sekali, 3 kelayan (6%) kategori baik, 16 kelayan (32%) kategori sedang, 29 kelayan (58%) kategori kurang, 2 kelayan (4%) kategori kurang sekali. Dari hasil tersebut maka dapat diketahui kesegaran jasmani kelayan debil di BBRSBG “KARTINI” Temanggung dalam kategori kurang.
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan tentang tes kesegaran jasmani di BBRSBG “KARTINI” Temanggung dilihat dari keseluruhan 5 tes dikategorikan kurang, dengan persentase 58%. Saran yang dapat diberikan adalah perlu memperhatikan kesegaran jasmani seluruh kelayan dari segala klasifikasi yang ada dengan aktivitas olah raga yang harus tetap disesuikan dengan kemampuan kelayan dan pendidikan yang bersifat terus menerus meskipun dengan waktu yang relatif lama agar mereka yang mengalami cacat mental (penderita tuna grahita) dapat meningkatkan kesegaran jasmani. Sebaiknya perlu diadakan olahraga yang mencakup gantung siku/angkat tubuh, baring duduk, loncat tegak dan lari 600 meter secara kontinyu agar kesehatan dan kesegaran jasmani para kelayan terjaga dengan baik.
Page 3
iii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis didalam skripsi ini benar-benar hasil
karya sendiri, bukan jiplakan dari karya hasil orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Januarai 2011
Danang Eko Purwanto NIM. 6101406520
Page 4
iv
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang
panitia ujian skripsi, pada:
Hari :
Tanggal :
Mengesahkan,
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Drs. Cahyo Yuwono, M.Pd Agung Wahyudi, S.Pd, M.Pd NIP. 19620425 198601 1 001 NIP. 197709080 200501 1 001
Mengetahui
Ketua Jurusan PJKR
Drs. Hermawan Pamot Raharjo, M.Pd NIP. 19651020 199103 1002
Page 5
v
HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.
Hari : . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Tanggal : . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Mengetahui,
Ketua Panitia Sekretaris
Drs. Said Junaidi, M.Kes Drs. Hermawan Pamot R, M.Pd NIP.19690715 199403 1 001 NIP. 19651020 199103 1 002
Dewan Penguji
1. Dra. Heny Setyawati, M.Si ( Ketua )…………………… NIP.19670610 199203 2 001
2. Drs. Cahyo Yuwono, M.Pd ( Anggota )………………… NIP. 19620425 198601 1 001
3. Agung Wahyudi, S.Pd, M.Pd ( Anggota )…………………. NIP. 197709080 200501 1 001
Page 6
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
“Alloh akan mengangkat orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-
oarang yang memiliki ilmu dengan beberapa derajad” (Al-Mujadalah : 11).
“Takut akan kegagalan seharusnya tidak menjadi alasan untuk takut mencoba
sesuatu, karena dalam setiap kegagalan yang ada menjadikan seseorang akan lebih kuat
untuk menjalani hidup dan meraih keberhasilan.” (Penulis)
PERSEMBAHAN :
Skripsi ini kupersembahkann kepada:
1. Orang tuaku tercinta (Bapak Surame dan Ibu
Raminah) yang telah memberikan segala
sesuatunya baik material maupun spiritual.
2. Keluargaku tersayang dan adikku ( Didik Dwi
Susilo) yang selalu memberikan motivasi.
3. BBRSBG “KARTINI” Temanggung
4. Rekan-rekan PJKR ’06.
5. Almamater FIK UNNES
Page 7
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi. Keberhasilan penulis dalam menyusun skripsi ini atas bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan
penulis menjadi mahasiswa UNNES.
2. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang yang
telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
3. Ketua Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi FIK UNNES
yang telah memberikan dorongan dan semangat untuk menyelesaikan
skripsi ini.
4. Drs. Cahyo Yuwono, M.Pd. Selaku Pembimbing I yang telah sabar dalam
memberikan petunjuk dan membimbing penulis dalam menyelesaikan
skripsi.
5. Agung Wahyudi, S.Pd, M.Pd. Selaku Pembimbing II yang telah sabar dan
teliti dalam memberikan petunjuk, dorongan dan semangat sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Page 8
viii
6. Dosen Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan Dan Rekreasi Fakultas Ilmu
Keolahragaan yang telah memberi bekal ilmu dan sumber inspirasi serta
dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini kepada penulis.
7. Kepala Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita (BBRSBG)
“KARTINI” temanggung yang telah memberikan ijin kepada penulis
untuk mengadakan penelitian.
8. Bapak, Ibu, dan saudara-saudaraku tercinta yang telah memberikan
dorongan sehingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian untuk penulisan
skripsi ini.
Dan atas segala bantuan dan pengorbanan yang telah diberikan kepada
penulis dan penulis doakan semoga amal dan bantuan saudara mendapat berkah
yang melimpah dari Allah S.W.T.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para
pembaca semua.
Semarang, Januari 2011
Penulis
Page 9
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN SARI ........................................................................................... ii
PERNYATAAN ............................................................................................... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii
DAFTAR DIAGRAM..................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2. Permasalahan ........................................................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 7
1.4. Manfaat penelitian ........................................................................... ......... 7
1.5. Penegasan Istilah ...................................................................................... 7
1.5.1. Kesegaran Jasmani .................................................................... 8
1.5.2. Kelayan ...................................................................................... 8
1.5.3. Debil ........................................................................................... 8
Page 10
x
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 10
2.1 Landasan Teori ......................................................................................... 10
2.1.1 Kesegaran Jasmani ...................................................................... 10
2.1.2 Komponen – Komponen Kesegaran Jasmani ............................. 12
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Kesegaran Jasmani ....................... 16
2.1.4 Tes Kesegaran Jasmani ............................................................... 17
2.1.5 Manfaat Kesegaran Jasmani ....................................................... 20
2.2 Pengertian Anak Cacat Dan Tuna Grahita ................................................ 20
2.2.1 Anak Cacat ................................................................................. 20
2.2.2 Pengertian Anak Tuna Grahita (Cacat Mental) .......................... 22
2.2.3 Penyebab Cacat Mental .............................................................. 34
2.3 BBRSBG “KARTINI” Temanggung ......................................................... 35
2.3.1 Pelaksanaan Aktivitas Jasmani di BBRSBG ............................... 37
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 44
3.1 Metode Penentuan Obyek Penelitian ......................................................... 44
3.1.1 Penentuan Populasi .................................................................... 44
3.1.2 Penentuan Sampel ...................................................................... 45
3.2 Variabel Penelitian ..................................................................................... 46
3.3 Instrumen Penelitian ................................................................................. 47
3.4 Validitas dan Reabilitas ............................................................................. 61
3.4.1 Validitas ...................................................................................... 61
3.4.2 Reabilitas ..................................................................................... 61
3.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penelitian ........................................... 62
3.5.1 Faktor Kesungguhan Hati ............................................................ 62
Page 11
xi
3.5.2 Faktor Cuaca ............................................................................... 62
3.5.3 Faktor Tenaga Peneliti ................................................................ 62
3.6 Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 62
3.7 Metode Analisis Data ................................................................................ 63
3.7.1 Sumber Data ............................................................................... 63
3.7.2 Analisis Data ………………………………………………… .. 63
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 64
4.1 Deskriptif Variabel Penelitian ................................................................... 64
4.1.1 Lari 40 Metar dan 30 Meter ........................................................ 64
4.1.2 Tes Angkat Tubuh Untuk Putra 30 Detik dan Tes Gantung Siku
Tekuk Untuk Putri ...................................................................... 67
4.1.3 Baring Duduk. ............................................................................. 70
4.1.4 Loncat Tegak ............................................................................... 72
4.1.5 Lari 600 m ................................................................................... 75
4.2 Pembahasan ............................................................................................... 79
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 85
5.1 Simpulan ................................................................................................... 85
5.2 Saran .......................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 87
LAMPIRAN ..................................................................................................... 88
Page 12
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Klasifikasi Tingkat Intelegensi……… ...................................................... 28
2.2 Perkembangan BBRSBG “KARTINI” Temanggung ............................... 36
3.1 Nilai Tes Kesegaran Jasmani Putra ............................................................ 59
3.2 Nilai Tes Kesegaran Jasmani Putri ............................................................ 59
3.3 Norma Tes Kesegaran Jasmani Indonesia.................................................. 61
4.1 Deskriptif Persentase Lari 40 meter Kelayan Putra…………………….. . 65
4.2 Deskriptif Persentase Lari 30 meter Kelayan Putri……………………... . 66
4.3 Deskriptif Persentase Angkat Tubuh Kelayan Putra………………… ...... 67
4.4 Deskriptif Persentase Gantung Siku Tekuk Kelayan Putri…………. ....... 68
4.5 Deskriptif Persentase Baring Duduk Kelayan Putra…………………… .. 70
4.6 Deskriptif Persentase Baring Duduk Kelayan Putri…………………… ... 71
4.7 Deskriptif Persentase Loncat Tegak Kelayan Putra………………… ....... 72
4.8 Deskriptif Persentase Loncat Tegak Kelayan Putri…………………… ... 74
4.9 Deskriptif Persentase Lari 600 meter kelayan Putra .................................. 75
4.10 Deskriptif Persentase Lari 600 meter Kelayan Putri………………… .... 76
4.11 Persentase Tes Kesegaran Jasmani Kelayan Putra dan Putri…………… 78
Page 13
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1 Sikap Start pada saat Tes Lari 40 dan 30 Meter......................................... 49
3.2 Sikap Gantung Angkat Tubuh.................................................................... 50
3.3 Sikap Permulaan Gantung Siku Tekuk ...................................................... 52
3.4 Sikap Gantung Siku Tekuk......................................................................... 52
3.5 Sikap Permulaan dan Posisi Jari pada Tes Sit Up...................................... 54
3.6 Sikap Duduk Saat Mengangkat Badan ...................................................... 54
3.7 Sikap Awal pada Tes Vertical Jump.......................................................... 56
3.8 Sikap Aba-aba pada Tes Vertical Jump..................................................... 57
3.9 Sikap Meloncat pada Tes vertical Jump.................................................... 57
3.10 Sikap Start Pada Saat Lari 600 meter...................................................... . 58
Page 14
xiv
DAFTAR DIAGRAM
Diagram Halaman
4.1 Diagram Kriteria Lari 40 meter dan 30 meter............................................ 67
4.2 Diagram Kriteria Angkat Tubuh/Gantung Siku tekuk............................... 69
4.3 Diagram Kriteria Baring Duduk................................................................ 72
4.4 Diagram Kriteria Loncat Tegak/vertical Jump....................................... ... 75
4.5 Diagram Kriteria Lari 600 meter................................................................ 78
4.6 Diagram Hasil Tes Kesegaran Jasmani Seluruh Kelayan Putra dan Putri . 79
Page 15
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Usulan Penetapan Pembimbing.................................................................... 89
2. Surat Keterangan Pembimbing................................................................. ... 90
3. Surat Permohonan Ijin Penelitian Pendidikan....................................... ...... 91
4. Surat Ijin Penelitian Skripsi........... .............................................................. 92
5. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ............................................ 93
6. Prosedur Tes Kesegaran Jasmani ................................................................. 94
7. Rekaspitulasi Hasil Tes Kesegaran Jasmani ................................................ 106
8. Tabulasi Hasil Tes Kesegaran Jasmani ........................................................ 108
9. Data Kelayan Putra dan Putri ....................................................................... 112
10. Daftar Petugas Tes Kesegaran Jasmani........................................................ 114
11. Kalibrasi Roll Meter ..................................................................................... 115
12. Kalibrasi Stop Watch ................................................................................... 116
13. Dokumentasi Penelitian ............................................................................... 117
Page 16
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk yang diciptakan dengan berbagai
kesempurnaan diantara makhluk-makhluk yang lain. Mereka adalah makhluk
individu yang memiliki unsur jasmani dan rohani. Manusia diciptakan dalam
berbagai keadaan dan bentuk. Namun, tidak semua manusia memiliki kondisi
dan keadaan yang sama satu dengan yang lainnya. Manusia ada yang
dilahirkan dengan kondisi kejiwaan yang sehat, tetapi ada juga yang
mengalami kondisi cacat fisik misal tuna rungu, tuna netra, bisu tuli dan lain-
lain. Ada juga manusia dilahirkan dengan kondisi fisik yang sempurna namun
mengalami kelainan dengan kondisi kejiwaannya misal anak yang mengalami
autis, anak yang mengalami keterbelakangan mental (cacat mental) atau biasa
disebut dengan tuna grahita. Cacat dapat diartikan sebagai seseorang anak
atau orang dewasa laki-laki maupun perempuan yang memiliki kelainan
apabila dibandingkan dengan orang normal, baik dilihat dari segi fisik,
mental, tingkah laku, emosional, ataupun sosial. Salah satu jenis kecacatan
adalah cacat mental (tuna grahita).
BBRSBG “KARTINI” Temanggung terletak di kota Temanggung
yaitu salah satu kabupaten daerah tingkat II di wilayah propinsi Jawa
Tengah. Wilayah ini berada di sekitar lereng gunung Sumbing-Sindoro.
Karena letaknya tersebut, kota ini memiliki suhu yang sejuk dan nyaman
Page 17
2
sehingga mendukung dalam upaya rehabilitasi para kelayan. Selain itu, bila
dibandingkan dengan Pusat Rehabilitasi Sosial di Indonesia yang lain,
BBRSBG “KARTINI” Temanggung adalah yang terbesar dan yang tertua
usianya. Pada tahun 2011 ini, usianya telah mencapai yang ke-107. Hal inilah
yang menjadi salah satu alasan penulis mengambil penelitian di tempat ini,
disamping karena lokasi ini dekat dengan tempat tinggal penulis sehingga
penulis telah mengetahui lebih dalam tentang kondisi lingkungan dan
suasananya.
Sesuai dengan namanya, lembaga ini memberikan pelayanan khusus
kepada para penyandang tuna grahita atau cacat mental yang mampu didik
(debil dengan kisaran tingkat IQ antara 50-69) dan mampu latih (embisil
dengan kisaran tingkat IQ antara 30-49) khusus untuk masyarakat tidak
mampu diseluruh Indonesia. Penyandang cacat mental (kelayan) mempunyai
kecerdasan di bawah kecerdasan orang normal.
Arah pelayanan di BBRSBG “KARTINI” Temanggung secara
keseluruhan tidak diutamakan atau diarahkan pada kemampuan membaca
dan menulis saja tetapi bertujuan agar para penderita tuna grahita, dapat
mempunyai kemampuan untuk berperan serta dalam kehidupan masyarakat
guna mendapatkan penghidupan dan kehidupan yang layak. Untuk itu perlu
diperhatikan juga mengenai pendidikan yang harus diperoleh oleh anak
penyandang cacat mental ini dan tugas untuk melaksanakan pengembangan
kecakapan fisik kecerdasan mental dan sosial, maka di lembaga ini juga
diadakan upaya pendidikan seperti halnya pendidikan di sekolah-sekolah
Page 18
3
umum atau sekolah untuk orang normal. Para kelayan juga diajarkan
membaca dan menulis selain juga diberikan bekal kecakapan hidup untuk
dapat terjun dan bertahan hidup di masyarakat. Kegiatan pendidikan ini
termasuk salah satu diantaranya adalah pendidikan jasmani.
Pendidikan jasmani dalam lingkup dunia pendidikan merupakan
bagian integral dari sistem pendidikan artinya Penjas bukan hanya sebagai
ornamen atau dekorasi yang ada di dalam program pendidikan untuk
membuat anak sibuk. Pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran
melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kesegaran
jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku
hidup sehat aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi (Depdiknas, 2006:1).
Pendidikan jasmani ini merupakan usaha pendidikan dengan
menggunakan aktifitas otot-otot besar hingga proses pendidikan yang
berlangsung tidak terhambat oleh gangguan kesehatan dan pertumbuhan
badan. Pertumbuhan fisik siswa dan perkembangan kemampuan
keterampilan berbagai macam permainan dan olahraga, dapat ditingkatkan
melalui aktivitas jasmani yang tentu saja dilakukan dengan teratur.
Pendidikan jasmani dilakukan dengan sarana jasmani, yakni aktifitas
jasmani yang pada umumnya (meskipun tidak selalu) dilakukan dengan
tempo yang cukup tinggi dan terutama gerakan-gerakan besar ketangkasan
dam ketrampilan, yang tidak perlu terlalu cepat, tidak terlalu halus, tidak
terlalu sempurna, tidak terlalu berkualitas tinggi, tetapi bisa bermanfaat bagi
pelaksana yang mencangkup bidang-bidang non-fisik seperti intelektual,
Page 19
4
sosial, estetik, dalam kawasan-kawasan kognitif maupun efektif (Abdulkodir
Ateng, 1992:1).
Peran pendidikan jasmani diberikan kepada penyandang cacat tuna
grahita yang secara umum menjelaskan bahwa arah pendidikan jasmani
adalah agar anak tumbuh dan berkembang secara wajar sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional, yaitu menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Namun
tujuan pendidikan jasmani itu sendiri bagi penyandang cacat tuna grahita
adalah memberikan kesempatan pada anak untuk mempelajari berbagai
kegiatan yang membina sekaligus mengembangkan potensi anak baik dalam
aspek fisik, mental, sosial, emosional, dan moral. Sehingga meskipun mereka
mengalami kelainan namun mereka tetap mendapatkan kesempatan tumbuh
dan berkembang yang sama seperti halnya anak normal. Faktor inilah yang
sangat dibutuhkan oleh para penyandang cacat tuna grahita.
Penulis tertarik untuk meneliti kesegaran jasmani penyandang cacat
mental atau tuna grahita di BBRSBG “KARTINI“ Temanggung dengan
alasan, kesegaran jasmani merupakan kondisi penting yang diperlukan oleh
setiap manusia untuk menjaga kesehatan dan meningkatkan efisiensi juga
efektifitas kehidupan sehari-hari, tidak terkecuali bagi mereka para
penyandang cacat tuna grahita yang memiliki kekurangan atau kelainan bila
dibandingkan dengan anak normal. Seseorang yang merasa sehat belum tentu
bugar, sebab untuk dapat melakukan tugas sehari-hari seseorang tidak hanya
dituntut bebas dari penyakit saja, tetapi juga dituntut untuk memiliki
kebugaran yang dinamis. Namun dalam pelaksanaannya proses anak untuk
Page 20
5
mendapatkan kebugaran juga harus dilakukan secara bertahap dan continyu
atau berkelanjutan. Disamping itu arah kesegaran jasmani bagi kelayan debil
ini adalah agar mereka bisa tetap aktif bergerak sesuai dengan kemampuan
dan kesanggupan mereka untuk dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal.
Pelayanan pendidikan jasmani di sekolah umum maupun di panti
rehabilitasi merupakan satu bentuk pembinaan kesegaran jasmani bagi anak
dan remaja. Tes kesegaran jasmani pada dasarnya adalah bagian dari upaya
pembinaan fisik, karena dapat dipergunakan untuk mengetahui kualitas
kesegaran jasmani orang yang dites (Depdikbud, 1992:3). Mengingat bahwa
pendidikan jasmani di sekolah atau panti rehabilitasi dilaksanakan secara
berkesinambungan, terarah, dan terprogram maka sudah sepantasnya bahwa
tes kesegaran jasmani juga dilaksanakan secara berkala dan teratur. Bagi para
guru pendidikan jasmani dan kesehatan, pemakaian instrumen tes kesegaran
jasmani merupakan alat yang baik untuk menilai keberhasilan tugasnya
dalam mengajar. Peniliaian dapat dilakukan lebih objektif karena
peningkatan potensi anak didiknya dapat dinilai dengan angka yang
berdasarkan hasil pengukuran.
Kesegaran jasmani kelayan di BBRSBG “KARTINI” Temanggung,
belum terpaparkan secara jelas, keadaan ini disebabkan karena aktifitas
kelayan di panti kurang memberikan rangsangan untuk bergerak luas.
Aktifitas di panti hanya sekedar belajar di ruangan. Keterbatasan kondisi
fisik dan mental juga menyebabkan kelayan kurang bebas dan terkontrol
Page 21
6
untuk bermain diluar, sehingga kesegaran jasmani para kelayan belum dapat
diketahui secara pasti. Oleh sebab itu, maka peneliti tertarik untuk
mengangkat kesegaran jasmani kelayan ke dalam sebuah penelitian.
Dalam penelitian ini penulis hanya meneliti kesegaran jasmani
kelayan debil dengan alasan bahwa untuk tingkat kecacatan dari kelayan
debil adalah tingkat ringan dan dalam penerimaan materi lebih cepat
mengusai bila dibandingkan dengan kelayan embisil dan kelayan idiot.
Sehingga dalam pelaksanaan tes kesegaran jasmani lebih mendekati pada
kebenaran melakukan tes. Alasan lainnya adalah belum banyak penelitian
yang membahas tentang kesegaran jasmani penderita cacat mental di Balai
Besar Rehabilitasi Sosial ( BBRSBG ) “KARTINI” Temanggung. Untuk
mengetahuinya, maka peneliti mengadakan penelitian yang berjudul: ”Tes
Kesegaran Jasmani Kelayan Tingkat Debil di BBRSBG (Balai Besar
Rehabilitasi Sosial Bina Grahita) “KARTINI” Temanggung Jawa Tengah.”
1.2 PERMASALAHAN
Suatu penelitian tentunya mempunyai permasalahan yang perlu diteliti,
dianalisis dan dipecahkan. Masalah dalam penelitian ini adalah : bagaimana
tingkat kesegaran jasmani kelayan debil BBRSBG “KARTINI” Temanggung
dalam kaitannya dalam kesempatan belajar gerak melalui keterampilan
jasmani untuk para penyandang tuna grahita yang memiliki karakteristik yang
berbeda dengan anak-anak normal?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Page 22
7
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesegaran
jasmani penderita cacat mental (kelayan) debil di Balai Besar Rehabilitasi
Sosial Bina Grahita (BBRSBG) “KARTINI” Temanggung Jawa Tengah.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah :
1. Bagi pembaca
Memberikan informasi yang tepat kepada pembaca tentang kesegaran
jasmani kelayan debil di BBRSBG “KARTINI” Temanggung Jawa
Tengah.
2. Bagi guru (terutama guru-guru pendidikan jasmani yang mengajar di
Sekolah-Sekolah luar biasa)
Sebagai bahan kajian dan tinjuan dalam upaya memberikan pengajaran
pendidikan jasmani kepada para penyandang cacat, khususnya para
tuna grahita.
1.5 PENEGASAN ISTILAH
Tes adalah alat untuk memperoleh informasi berupa sifat suatu objek
atau manusia (Adang Suherman, 2004:52).
Tes adalah merupakan alat pengukur disamping mempunyai manfaat
juga mempunyai cirri-ciri sedemikian sehingga bisa dipergunakan secara
tepat. Oleh karena itu maka merupakan kewajiban moral dan professional
dari tester untuk memakainya secara sebagaiman amestinya (T Raka Joni,
1984:12).
1.5.1 Kesegaran Jasmani
Page 23
8
Menurut Toho Cholik Mutohir dan Ali Maksum (2007:54) kesegaran
jasmani adalah kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas rutin dalam
jangka waktu yang lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan tubuh
masih memiliki tenaga cadangan untuk melakukan aktivitas yang bersifat
mendadak.
Kesegaran jasmani adalah derajat sehat dinamis seseorang yang
melakukan kemampuan jasmani yang menjadi dasar untuk keberhasilan
pelaksanaan tugas yang harus dilaksanakan (Santosa Giriwijoyo dan
Mochtamadji M. Ali, 2005:17)
1.5.2 Kelayan
Kelayan pada dasarnya hampir sama dengan murid jika dalam sekolah.
Namun dalam hal ini yang dimaksud dengan kelayan adalah sebutan khusus
bagi para penyandang cacat mental. Jadi terdapat perbedaan sebutan antara
mana anak yang mengalami kebutuhan khusus dan mana anak yang normal
(BBRSBG “KARTINI”,1999).
1.5.3 Debil
a. Ditinjau dari sudut intelek
Walaupun terdapat subnormalitas penderita ini tidak seberat
imbisilitas, penderita debilitas mempunyai kemampuan belajar lebih
baik, mereka dapat menerima pelajaran-pelajaran sampai batas
tertentu. Penderita debilitas mampu memecahkan persoalan hidupnya
yang sederhana secara intelegen. Berdasarkan testing intelegensi pada
umumnya penderita debilitas mempunyai IQ antara 50 s/d 69.
Page 24
9
b. Ditinjau dari sudut kemungkinan didik
Mereka dapat dibimbing atau dipelajari dan dilatih dalam
beberapa mata pelajaran seperti membaca, menulis, berhitung,
pekerjaan tangan dan keterampilan lainnya. Dengan sendirinya
kemampuan dalam bidang–bidang tersebut tidak sama dengan orang-
orang normal yang sebaya. Selalu terdapat perbedaan–perbedaan
kualitas dan kuantitas dalam pengajaran dan vak yang bisa diberikan
kepada mereka (BBRSBG “KARTINI”, 1999).
Page 25
10
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kesegaran jasmani
2.1.1 Pengertian kesegaran jasmani
Beberapa istilah yang sering digunakan, antara lain : kebugaran,
kesegaran, kesempatan, dan fitness. Istilah-istilah tersebut pada dasarnya
memiliki pengertian yang sama, yang meliputi kebugaran fisik, kebugaran
mental, kebugaran emosi, kebugaran sosial. “Kesegaran jasmani pada
hakekatnya adalah berkenaan dengan kemampuan dan kesanggupan fisik
seseorang untuk melakukan tugasnya sehari-hari secara efisien dan efektif
dalam waktu yang relatif lama tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti,
dan masih memiliki cadangan tenaga untuk meelakukan aktifitas lainnya”
(Depdikbud, 1997:4).
Definisi yang dirumuskan dari hasil seminar kesegaran jasmani
nasional yang diselenggarakan Dirjen Olahraga dan Pemuda tanggal 16-20
Maret 1971 di Jakarta menyatakan bahwa kesegaran jasmani adalah
kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan efisien tanpa mengalami
kelelahan yang berarti.
Menurut buku yang diambil dari Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi (Depdikbud, 1992:1) ”
menyatakan bahwa Kesegaran Jasmani adalah kondisi tubuh yang
berhubungan dengan kemampuan dan kesanggupan seseorang untuk
Page 26
11
melakukan suatu kegiatan tanpa menggunakan kekuatan, daya kreasi dan
daya tahan dengan efisien tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti”.
Menurut Djoko Pekik Irianto (2004:2), secara umum yang dimaksud
dengan kebugaran adalah kebugaran fisik (physical fitness), yakni
kemampuan seseorang melakukan kesempatan kerja sehari-hari secara
efisien tanpa timbul kelelahan yang berlebihan sehingga masih dapat
menikmati waktu luangnya. Kebugaran dikelompokkan menjadi :
a) Kebugaran Statis
Keadaan seseorang yang terbebas dari sakit dan cacat atau disebut sehat.
b) Kebugaran Dinamis
Kemampuan seseorang untuk bekerja secara efisien yang tidak
memerlukan keterampilan khusus, misalnya berjalan, berlari, melompat,
mengangkat.
c) Kebugaran Motoris
Kemampuan seseorang bekerja secara efisien yang menuntut
kemampuan khusus (Djoko Pekik Irianto, 2004: 2).
Kesegaran jasmani merupakan kemampuan seseorang menyelesaikan
tugas sehari-hari dengan tanpa mengalami kelelahan yang berarti, dengan
pengeluaran energi yang cukup besar, guna memenuhi kebutuhan geraknya
dan menikmati waktu luang serta untuk memenuhi keperluan darurat bila
sewaktu-waktu diperlukan (Mochamad Sajoto, 1988:43).
Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, kesegaran jasmani adalah
kesanggupan dan kemampuan jasmani untuk dapat melakukan suatu
Page 27
12
pekerjaan sesuai dengan bidangnya masing-masing secara efisien dan efektif
mungkin sehingga tidak menimbulkan kelelahan yang berarti, sehingga
dengan sisa tenaga yang masih tersimpan dapat digunakan untuk aktifitas
yang lain yang sewaktu-waktu dibutuhkan mendadak.
2.1.2 Komponen – Komponen Kesegaran Jasmani
Komponen kesegaran jasmani merupakan satu kesatuan yang utuh
yang harus dimiliki oleh olahragawan yang baik. Menurut Mochamad Sajoto,
(1988:57) Kesegaran Jasmani mempunyai beberapa komponen, yaitu :
1) Kekuatan / Strenght
Kekuatan atau strenght adalah komponen kondisi fisik yang menyangkut
masalah kemampuan seorang atlit pada saat menggunakan otot–ototnya,
menerima beban dalam waktu kerja tertentu.
2) Daya Tahan / Endurance
Daya tahan otot dibedakan menjadi dua golongan, masing – masing
adalah:
a) Daya tahan otot setempat (Local Endurance), adalah kemampuan
seseorang dalam mempergunakan suatu kelompok ototnya untuk
berkontraksi secara terus menerus dalam waktu relatif cukup lama
dengan beban tertentu.
b) Daya tahan umum (Cardiorespiratory Endurance), adalah
kemampuan seseorang dalam mempergunakan sistem jantung
pernafasan dan peredaran darahnya secara efektif dan efisien dalam
menjalankan kerja secara terus menerus, yang melibatkan kontraksi
Page 28
13
sejumlah otot–otot besar dengan intensitas tinggi dalam waktu yang
cukup lama.
3) Daya Ledak Otot / Muscular Power
Daya ledak otot adalah kemampuan otot seseorang untuk
melakukan kekuatan maksimum dengan usaha yang dilakukan dalam
waktu yang sependek-pendeknya.
4) Kecepatan / Speed
Kecepatan adalah kemampuan seseorang dalam melakukan
gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dan dalam waktu
yang sesingkat–singkatnya.
5) Kelentukan / Fleksibilitas
Kelentukan adalah keefektifan seseorang dalam penyesuaian
dirinya untuk melakukan aktivitas tubuh dengan penguluran seluas–
luasnya, terutama otot dan ligamen–ligamen di sekitar persendian.
6) Keseimbangan / Balance
Keseimbangan adalah kemampuan seseorang dalam
mengendalikan organ–organ syaraf ototnya selama melakukan gerakan–
gerakan yang cepat, dengan perubahan letak titik–titik berat badan yang
cepat pula, baik dalam keadaan statis maupun dalam keadaan gerak
dinamis.
7) Koordinasi / Coordination
Adalah kemampuan seseorang dalam mengintegrasikan gerakan yang
berbeda dalam satu pola gerakan tunggal secara efektif.
Page 29
14
8) Kelincahan / Agility
Adalah kemampuan seseorang dalam merubah arah dalam posisi–posisi
tertentu.
9) Ketepatan / Accuracy
Adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan gerak–gerak bebas
terhadap suatu sasaran.
10) Reaksi / Reaction
Adalah kemampuan seseorang dalam bertindak dengan cepat dalam
menanggapi rangsangan–rangsangan yang datang lewat indera, syaraf,
feeling lainnya.
Beberapa komponen kebugaran jasmani menurut Wahjoedi (2000: 59)
dalam bukunya Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani antara lain :
1) Kekuatan / Strength
Kekuatan adalah suatu tenaga yang dihasilkan oleh otot atau
sekelompok otot dalam keadaan tertentu sehingga mengalami
pemendekan dan pemanjangan otot maupun tanpa mengalammi
pemendekan dan pemanjangan otot.
2) Daya Tahan / Endurance
Daya tahan adalah kapasitas sekelompok otot untuk melakukan
kontraksi yang beruntun atau berulang–ulang terhadap suatu beban
submaksimal dalam jangka waktu tertentu.
Page 30
15
3) Daya Ledak / Muscular Power
Daya Ledak otot adalah kemampuan tubuh yang memungkinkan otot
atau sekelompok otot untuk bekerja secara eksplosif
4) Kecepatan / Speed
Kemampuan tubuh untuk melakukan gerakan dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya.
5) Kelentukan / Fleksibilitas
Kelentukan adalah kemampuan tubuh untuk melakukan gerakan
melalui ruang gerak sendi atau ruang gerak tubuh secara maksimal
6) Keseimbangan / Balance
Adalah kemampuan untuk mempertahankan posisi atau sikap tubuh
secara tepat pada saat melakukan gerakan
7) Koordinasi / Coordination
Koordinasi adalah kemampuan tubuh untuk melakukan gerakan secara
cepat, cermat dan efisien
8) Kelincahan / Agility
Kelincahan adalah kemampuan tubuh untuk merubah arah secara cepat
tanpa adanya gangguan atau keseimbangan atau dengan kata lain tanpa
kehilangan keseimbangan
9) Ketepatan / Accuracy
Ketepatan adalah kemampuan tubuh dan anggota tubuh untuk
mengarahkan sesuatu sesuai sasaran yang dikehendaki
10) Reaksi / Reaction
Page 31
16
Reaksi adalah kemampuan untuk memberikan respon kinetik setelah
menerima rangsangan atau stimulus tertentu
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani seseorang pada setiap saat tidak tetap demikian
juga pada beberapa orang yang usianya sama, berat badannya sama, jenis
kelaminnya sama belum tentu akan mempunyai kesegaran jasmani yang
sama tingkatnya karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesegaran jasmani antara lain :
1. Faktor Kegiatan Fisik atau Olahraga
Melakukan kegiatan fisik atau berolahraga secara teratur dapat
meningkatkan kebugaran jasmani seseorang, demikian juga dapat
meningkatkan atau mempertinggi kemampuaan belajar, disamping untuk
menjamin pertumbuhan dan perkembangan yang baik.
“Latihan fisik adalah suatu kegiatan fisik menurut cara dan aturan
tertentu yang mempunyai sasaran meningkatkan efisien faal tubuh dan
sebagai hasil akhir adalah peningkatan kesegaran jasmani. Peningkatan
yang diperoleh antara lain berupa peningkatan gerak yang tidak cepat
lelah dan peningkatan keterampilan” (Moeloek, 1984:12).
2. Faktor Istirahat
Tubuh akan merasa lelah setelah melakukan aktivitas, hal ini
diakibatkan oleh pemakaian tenaga untuk aktivitas yang bersangkutan.
Untuk mengembalikan tenaga yang terpakai, diperlukan istirahat dan
Page 32
17
dengan istirahat ini tubuh akan kembali menyusun tenaga. Istirahat yang
baik adalah dengan tidur yang cukup.
3. Faktor Kebiasaan Hidup Sehat
Seseorang apabila menginginkan kebugaran jasmaninya tetap
terjaga, maka harus menerapkan cara hidup sehat dalam kehidupan
sehari-hari, antara lain maliputi:
a. Makanan yang bersih dan mengandung gizi yang baik (empat sehat
lima sempurna).
b. Selalu menjaga kebutuhan pribadi, mandi yang teratur, kebersihan
gigi, kebersihan rambut, kebersihan kuku dan pakaian yang bersih.
4. Makanan dan gizi
Sejak dari kandungan manusia sudah memerlukan makanan dan
gizi yang cukup yang digunakan untuk pertumbuhan. Pembinaan
kesegaran jamani bagi tubuh haruslah cukup makan dan kebutuhan
gizinya yang mengandung unsur: protein, lemak, karbohidrat, garam,
mineral, vitamin dan air (Moeloek, 1984:12).
2.1.4 Tes Kesegaran Jasmani
Untuk mengetahui dan menilai tingkat kesegaran jasmani seseorang
dapat dilakukan dengan melaksanakan pengukuran. Pengukuran kesegaran
jasmani dilakukan dengan tes kesegaran jasmani. Untuk melaksanakan tes
diperlukan adanya alat/instrumen. Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI)
merupakan salah satu bentuk instrumen untuk mengukur tingkat kesegaran
Page 33
18
jasmani. Menurut Mulyono Biyakto Atmojo (2008:53), terdapat 15 macam
item tes kesegaran jsmani yaitu :
1. Mc Ardle’ 3 Minute Step Test
Tujuannya dalah untuk mengukur atau memprediksi maximal oxygen
uptake (VO2 Max).
2. Tes jalan-lari 600 yard
Tujuannya adalah untuk mengukur efisiensi cardiorespiatori.
3. Tolak bola medisin
Tujuannya adalah untuk mengukur power lengan dan bahu.
4. Telungkup angkat tubuh/push up
Tujuannya adalah mengukur kekuatan dan daya tahan otot lengan dan
bahu.
5. Baring duduk/sit-up
Tujuannya adalah mengukur kekuatan dan daya tahan otot perut.
6. Bergantung angkat tubuh/pul-up
Tujuannya adalah mengukur kekuatan dan daya tahan otot lengan dan
bahu.
7. Gantung siku tekuk/flexed arm hang
Tujuannya adalah untuk mengukur kekuatan dan daya tahan otot lengan
dan bahu.
8. Jongkok tiarap tumpu/squat thrust
Tujuannya adalah untuk mengukur sebrapa cepat perubahan posisi tubuh
dapat dilakukan.
Page 34
19
9. Angkat dagu/trunk lift
Tujuannya adalah untuk mengukur eksistensi punggung.
10. Duduk berlunjur dan meraih/sit and reach
Tujuannya adalah untuk mengukur kelentukan.
11. Pengukuran anthropometric untuk komposisi tubuh/body composition
Tujuannya adalah untuk mengukur rasio berat dan tinggi bada, keliling
tubuh dan pengukuran skinfold.
12. Lari 50 yard
Tujuannya adalah untukm mengukur kecepatan
13. Lompat jauh tanpa awalan
Tujuannya untuk mengukur daya ledak otot kaki dalam melompat ke
depan.
14. Loncat tegak/vertical jump
Tujuannya adalah untuk mengukur power otot kaki dalam melompat
vertikal ke atas.
15. Berdiri burung bangau/stork stand
Tujuannya adalah untuk mengukur keseimbangan statis.
Dalam penelitian ini, item tes yang digunakan untuk mengetahui dan
menilai tingkat kesegaran jasmani menggunakan 5 item tes yaitu tes lari jarak
pendek, tes angkat tubuh/gantung siku, baring duduk, loncat tegak, tes lari
600 meter. Alasan peneliti mengunakan 5 item tersebut karena kelayan debil
memiliki kemampuan yang sama dengan anak usia 10-12 tahun jadi tes
kesegaran jasmani yang diberikan pada anak 10-12 tahun adalah 5 item
Page 35
20
tersebut dan dari 5 item tes tersebut bisa dilakukan atau diterapkan kepada
kelayan yang menjadi objek penelitian dan bisa menjadi tolak ukur tes
kesegaran jasmani.
2.1.5 Manfaat Kesegaran Jasmani
Menurut Brian J Sharkey (2003:3), terdapat beberapa keuntungan
atau manfaat yang didapat dalam melakukan program latihan kebugaran
jasmani, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kebugaran fungsi paru dan jantung
b. Meningkatkan kemampuan otot dan daya tahan
c. Menurunkan atau menaikkan berat badan
d. Menurunkan resiko kematian
e. Mengurangi resiko penyakit kronis
f. Mengurangi kegelisahan dan depresi
2.2 Pengertian Anak Cacat Dan Tuna Grahita
2.2.1 Anak Cacat
Mengenal dengan baik apa, siapa, bagaimana penyandang cacat
merupakan kebutuhan untuk menambah luasnya cakrawala pandang tentang
problematika tentang anak cacat. Dalam hal ini dapat dikaji dari aspek fisik,
psikologis, pendidikan, sosial, dan sebagainya. Dengan kata lain cacat mental
mencakup banyak permasalahan yang luas lingkupnya. Anak luar biasa
dalam lingkungan pendidikan dapat juga diartikan seseorang yang memiliki
ciri-ciri penyimpangan mental, fisik, emosi, atau tingkah laku yang
Page 36
21
membutuhkan modifikasi dan pelayanan khusus agar dapat berkembang
secara maksimal semua potensi yang dimilikinya. Anak luar biasa ini
meliputi anak yang memiliki cacat fisik, cacat mata, termasuk buta atau
setengah buta, cacat pada tulang, termasuk lumpuh karena gangguan otak,
tuli, termasuk tuli total dan sebagian, cacat pada alat bicara, epilepsi,
gangguan emosional dan cacat bawaan.
Menuru Beltasar Tarigan (2000:4), anak cacat adalah anak yang
penampilan gerakannya menyimpang dari gerakan normal secara
keseluruhan. Cacat adalah gerakan-gerakan yang dilakukan oleh seseorang
yang menyimpang dari gerakan yang normal, walaupun telah dikembangkan
secara maksimal. Penyimpangan tersebut dapat dilihat dari segi fisik, mental,
tingkah laku, emosional, dan social.
Dalam konteks pembelajaran pendidikan jasmani, kecacatan yang
dialami oleh para siswa, perlu dipahami sungguh-sungguh oleh guru
pendidikan jasmani adaptif. Hal ini disebabkan, dalam proses pembelajaran
jasmani sering ditemukan bahwa siswa tidak mampu melakukan gerakan dan
aktifitas lain dengan baik seperti siswa yang normal, atau sering juga
informasi dan keterampilan gerak yang diajarkan pada siswa tidak dapat
dicerna dengan baik, akibat kecacatan dari salah satu alat fungsional
tubuhnya (Beltasar Tarigan, 2000:24).
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan dapat
digambarkan definisi cacat yaitu “Seseorang anak atau orang dewasa laki-
laki maupun perempuan yang memiliki kelainan apabila dibandingkan
Page 37
22
dengan yang normal baik dillihat dari segi fisik, mental, tingkah laku,
emosional, dan sosialnya.”
Anak cacat termasuk peserta pendidikan jasmani adaptif, perlu
diidentifikasikan dan dikategorikan sesuai dengan kecacatannya. Oleh karena
penelitian yang dilakukan peneliti hanya memfokuskan pada anak tuna
grahita, maka berikut ini hanya diuraikan pengertian mengenai anak tuna
grahita saja.
2.2.2 Pengertian Anak Tuna Grahita (Cacat Mental)
Di Indonesia hingga kini terdapat berbagai istilah untuk menyebut
“cacat mental” sebagai suatu keadaan yang menggambarkan tingkat
perkembangan mental yang subnormal. Diantaranya : Cacat Mental, Lemah
Mental, Terbelakang mental, Tuna Grahita. Kemudian dijumpai pula istilah :
mental deficiency, mental retardation, mentally retarded, mentally
subnormality, amaentia, mentally handicapped, intelektualy handicapped
person.
Terdapat batasan-batasan mengenai cacat mental menurut para ahli
sehubungan dengan kecacatan mental :
a. Agoeng Yuwono, cacat mental adalah suatu keadaan dimana baik
disebabkan oleh faktor instrinsik maupun ekstrinsik tidak terdapat
perkembangan yang wajar, biasa dan normal sehingga akibatnya terdapat
ketidakmampuan dalam bidang intelek, kemauan, rasa, penyesuaian
sosial dan lain sebagainya.
Page 38
23
b. Soemantri Praptokoesoemo, penderita cacat mental termasuk golongan
amentia. Amentia tersebut menunjukkan adanya kekurangan dan
ketidakmampuan mental.
c. James D Page, “Mental deficiency is a condition of subnormal mental
development, present a bith or early childhold and characterised mainly
by limited intelegence and social inadequacy. ” (cacat mental adalah
suatu kondisi perkembangan mental yang subnormal, ada sejak lahir atau
masa awal kanak-kanak dan terutama ditandai dengan terbatasnya
kemampuan intelegensi dan ketidakmampuan sosial).
d. Gerrad J. Bensberg, “…….. a mentally retarded person is one whose
mental growth has not kept up with physical growth. His retardation
causes him to have difficulty in adjusting to the social and vocational
demant of society”. (Penyandang cacat mental adalah seorang yang
perkembangan mentalnya tidak selaras dengan perkembangan fisiknya.
Keterbelakangnya menyebabkan dirinya mendapatkan kesulitan untuk
penyesusian sosial dan kebutuhan vokasional yang ada di masyarakat).
e. Selanjutnya Ephraim Rosen menerangkan bahwa dalam suatu pertemuan
tahunan tentang masalah-masalah psikiatri di Amerika tahun 1959 istilah
mental retardation diartikan sebagai keadaan yang bersifat khronis yang
timbul sejak anak dilahirkan atau pada masa kanak-kanak, yang ditandai
dengan ketidakmampuan dalam intelegensi dan penyesuaian diri sehari-
hari dalam lingkungan sosial.
Page 39
24
Undang-undang No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
disebutkan dalam Pasal 1 bahwa :
1. Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik
dan atau mental, atau mereka yang kehilangan sebagian organ atau
fungsi tubuhnya baik secara anatomi, fisiologi, maupun psikologis,
sehingga merupakan rintangan atau hambatan baginya untuk
melakukan kegiatan dan atau pekerjaan secara selayaknya.
2. Rehabilitasi adalah suatu proses refungsionalisasi dan pengembangan
untuk memungkinkan penyandang cacat mampu melaksanakan fungsi
sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat
3. Aksesibilitas bagi penyandang cacat adalah prasarana dan sarana
lingkungan guna terciptanya keadaan yang bebas hambatan agar
penyandang cacat memperoleh persamaan kesempatan dan
kesepadanan perlakuan dalam kehidupan masyarakat.
Sedangkan yang dimaksud dengan penyandang cacat adalah
sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 terdiri dari :
a) Penyandang Cacat Fisik
Adalah kecacatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi tubuh,
antara lain gerak tubuh, pengelihatan, dan kemampuan bicara
b) Penyandang Cacat Mental
Adalah kelainan mental dan atau tingkah laku, baik dari bawaan maupun
akibat dari penyakit
Page 40
25
c) Penyandang Cacat Ganda adalah keadaan seseorang yang menyandang
dua jenis kecacatan sekaligus.
Cacat mental atau keterbelakangan mental berarti fungsi intelektual
umum siswa berada di bawah rata-rata, sertai dengan penyesuaian diri yang
rendah selama periode perkembangan (Beltasar Tarigan, 2000:24). Dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari sering terdapat kesalahpahaman bahwa
cacat mental diartikan sebagai sakit mental atau orang gila. Di antara kedua
pengertian tersebut terdapat perbedaan-perbedaan yang amat mendasar.
Gerard J. Bebsberg via Walujo dalam salah satu uraiannya dalam buku
“Teaching the Mentally Retarded” secara tegas membedakan antara mental
illness (sakit mental) dan retardation. Perbedaan tersebut digambarkan dalam
perbandingan sebagai berikut :
a. Cacat Mental
1) Terjadi sejak lahir atau pada usia yang sangat awal.
2) Beberapa lainnya terjadi karena sakit, luka atau kecelakaan, dan tidak
terdapat perubahan kemampuan dan tingkah laku yang bersifat tiba-
tiba.
3) Masalah utama adalah rendahnya kemampuan intelektual, belajar dan
pengertian. Biasanya nampak bersifat seperti anak kecil
4) Penyembuhan obat-obatan terutama hanya untuk yang mengalami
kerusakan system syaraf. Sebaliknya pendidikan dan latihan
merupakan kebutuhan utama untuk menjadikannya mereka dapat
menolong diri mereka sendiri.
Page 41
26
5) Setelah mereka disantun dalam instansi atau panti umumnya mereka
masih memerlukan bimbingan seterusnya.
b. Sakit Mental
1) Biasanya tidak terjadi sebelum usia sekolah.
2) Mengalami perubahan yang mendadak dalam tingkah laku dan
kepribadian.
3) Masalah utama adalah : kerusakan emosional, menarik diri dari
pergaulan, berbicara sendiri tanpa arah, berkata-kata atau bertindak
keras.
4) Penyembuhan dengan obat-obatan merupakan usaha utama.
Psikoterapi untuk membantu pasien dalam mengerti diri dan
masalahnya.
5) Apabila penyembuhan berhasil, kesukaran-kesukaran emosi akan
hilang dan kembali normal.
Dari perbandingan tersebut dapat disimpulkan bahwa cacat mental
(tuna grahita) bukan orang-orang gila. Menurut Eko Djatmiko Sukarso,
Direktur Pembinaan SLB Depdiknas, Tuna Grahita adalah anak yang
mengalami hambatan dan keterbelakangan mental, jauh di bawah rata-rata.
Di Indonesia terdapat berbagai istilah untuk menyebut “cacat mental”
sebagai ungkapan untuk menggambarkan suatu perkembangan mental yang
subnormal, diantaranya : cacat mental, lemah mental, tuna mental,
terbelakang mental, tuna grahita. Kemudian dijumpai pula istilah : mental
deficiency, mental retardation, mentally retarded, feeble minddeness, mental
Page 42
27
subnormality, amaentia, mentally handicapped, intelctuality, handicapped
person (Walujo, 1988 : 2).
Definisi cacat mental menurut Undang-undang No. 4 tahun 1997,
menyebutkan bahwa penyandang cacat adalah kelainan mental dan tingkah
laku, baik cacat bawaan maupun akibat dari penyakit.
Klasifikasi terhadap kelayan atau penyandang cacat mental dapat
dibedakan menjadi beberapa macam atas dasar hal atau aspek yang
disajikan sebagai pedoman klasifikasi:
1. Jenis Kelamin
Klasifikasi ini merupakan bentuk klasifikasi yang amat sederhana
dan mudah dilakukan. Dalam praktek pelayanan, penggolongan
penyandang cacat mental laki-laki dan perempuan tidak bisa ditinggalkan.
Sebagai contoh dalam penempatan asrama, tidak mungkin mereka akan
dijadikan satu, kemudian pembagian berbagai kegiatan tentu saja antara
laki-laki dan perempuan akan dibedakan.
2. Atas dasar Umur
Menyusun klasifikasi berdasarkan umur menimbulkan banyak
variasi tergantung untuk apa klasifikasi tersebut dibuat. Untuk lingkungan
Pusat/Panti RPCM dengan berbagai pertimbangan praktis operasional,
kiranya dapat dipertimbangkan klasifikasi sebagai berikut:
a. 10 – 13 thn
14 - 17 thn
18 – 21 thn
Page 43
28
22 – dst
− Umur 10 thn sebagai awal pengelompokan karena sesuai Pusat/Panti
RPCM melayani penyandang cacat umur 10 – 35 thn.
− ”14 thn” menunjukkan pelibatan penerima pelayanan dalam
bimbingan pelayanan produktif.
− ”18 thn” menunjukkan intensifikasi pelayanan rehabilitasi termasuk
pembinaan keterampilan produktif.
b. 5 – 9 thn
10 – 15 thn
16 – 21 thn
22 – 35 thn
36 – dst
Pertimbangan untuk umur 21 tahun menyesuaikan dengan UU
Kesejahteraan Anak. 36 tahun dst dicantumkan untuk mengetahui ada
tidaknya pelayanan yang seharusnya tidak lagi berada di Pusat/Panti.
Kurang dari 10 tahun didatakan barang kali ada penerima pelayanan untuk
usia tersebut, meskipun belum memenuhi syarat.
3. Klasifikasi atas data tingkat intelegensi klasifikasi model ini
menggunakan IQ sebagai dasar pengelompokan.
Genius Derajad Keterangan
Cerdas Superior 120 – dst Amat Superior (Cerdas sekali)
90 – 119 Average (Rata – rata)
Page 44
29
80 – 89 Bodoh
70 – 79 Bordeline (Anak pada batas)
50 – 69 Debil/Moron
30 – 49 Embisil
- 30 Idiot
(tim penyusun buku BBRSBG, 1987:6)
Tinjauan penderita cacat mental ditinjau dari sudut intelek,
kemungkinan didik, dan sudut sosial menurut BBRSBG “KARTINI”
Temanggung diantaranya :
1. Debil (educable)
a. Ditinjau dari sudut intelek
Walaupun terdapat subnormalitas penderita ini tidak seberat
imbisilitas, penderita debilitas mempunyai kemampuan belajar lebih
baik, mereka dapat menerima pelajara-pelajaran sampai batas tertentu.
Penderita debilitas mampu memecahkan persoalan hidupnya yang
sederhana secara intelegen. Berdasarkan testing intelegensi pada
umumnya penderita debilitas mempunyai IQ antara 50 s/d 69.
b. Ditinjau dari sudut kemungkinan didik
Mereka dapat dibimbing atau dipelajari dan dilatih dalam
beberapa mata pelajaran seperti membaca, menulis berhitung
pekerjaan tangan dan keterampilan lainnya. Dengan sendirinya
kemampuan dalam bidang–bidang tersebut tidak sama dengan orang-
orang normal yang sebaya. Selalu terdapat perbedaan–perbedaan
Page 45
30
kualitas dan kuantitas dalam pengajaran yang bisa diberikan kepada
mereka.
c. Ditinjau dari sudut sosial.
Walaupun penderita debilitas mempunyai kemampuan secara
terbatas untuk menyesuaikan kelakuan terhadap lingkungannya namun
ia masih tetap kurang atau tidak mampu mengurus persoalan–
persoalan dalam hidupnya tanpa bantuan orang lain. Kemampuan–
kemampuannya yang terbatas menyebabkan dalam bidang pekerjaan ia
belum mampu untuk memenuhi syarat–syarat yang diajukan oleh
lingkungan bekerja.
2. Imbisil (Trainable)
a. Ditinjau dari sudut intelek dibandingkan dengan penderita idiosi,
derajat efek atau subnormalitas intelegensi para penderita
imbisilitas adalah lebih ringan, sampai batas-batas tertentu mereka
lebih mempunyai kemampuan–kemampuan agak lebih dalam
bidang intelek, kemungkinan latih dan penyesuaian sosial.
Menurut kebiasaan, penderita imbisilitas dikategorisir sebagai
mempunyai IQ antara 30 s/d 49.
b. Ditinjau dari sudut kemungkinan didik
Penderita imbisilitas mempunyai kemampuan–kemampuan
terbatas untuk dilatih dalam beberapa pekerjaan rutin sederhana.
Berhubung dengan derajat efek intelegensi yang tidak seberat
idiosi maka penderita imbisilitas sampai batas–batas tertentu
Page 46
31
mempunyai kemungkinan untuk melindungi diri dari bahaya–
bahaya fisik. Seorang imbisilitas umpamanya tidak akan
memegang api.
c. Ditinjau dari sudut sosial
Mereka dapat dilibatkan dalam suatu program penyesuaian diri
terhadap beberapa situasi yang sederhana seperti pergaulan–
pergaulan sederhana, tata cara, belajar menyanyi atau
menyampaikan pesan sederhana, menyapu lantai, membersihkan
meja, mencuci piring dan alat–alat rumah tangga atau alat masak
lainnya. Akan tetapi mereka masih membutuhkan supervisi dan
pengurusan orang lain mengingat kemampuan yang sangat terbatas
untuk memperoleh suatu sumber penghidupan.
3. Idiosi (Untrainable)
a. Ditinjau dari sudut intelek
Tidak mempunyai kemampuan untuk menerima kesan-
kesan pelajaran atau latihan bagaimanapun sederhana atau
mudahnya kesan pelajaran atau latihan itu. Ia tidak mampu untuk
mengerti apa yang dikatakan orang lain kepadanya atau melakukan
tugas yang diperintahkan kepadanya. Intelegensi sedemikian
subnormalnya sehingga boleh dikata, tidak mungkin melibatkan
seseorang idiosi dalam suatu testing intelegensi. Dan bila mana
menurut tradisi seorang idiosi diklasifir mempunyai IQ antara 0 s/d
30
Page 47
32
b. Ditinjau dari sudut kemungkinan didik
Ditinjau dari sudut kemungkinan didik, penderita idiosi
tidak akan bisa menerima pelajaran karena untuk dapat belajar
diperlukan aktifitas yang paling sangat mudah untuk memahami.
rendahnya intelegensi para penderita idiosi menyebabkan adanya
derejat yang paling rendah dalam bidang–bidang tersebut di atas.
c. Ditinjau dari sudut sosial.
Para penderita ini sama sekali tidak mempunyai
kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Ia
tidak akan mampu mempertahankan dirinya terhadap bahaya yang
mungkin menimpanya. Secara mutlak ia tergantung kepada
lingkungannya, mandi harus dimandikan, makan harus ditolong,
memakai baju harus dengan bantuan orang lain dan seterusnya
(Tim Penyusun Buku BBRSBG, 1978: 17).
Direkorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen
Sosial Republik Indonesia menjawab masalah cacat mental dan
penyandangnya ini, di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita
“KARTINI” Temanggung Jawa Tengah atau yang disingkat BBRSBG
“KARTINI” Temanggung.
Lembaga ini merupakan lembaga sosial yang mempunyai tugas
pokok melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi sosial, resosialisasi,
memelihara dan mengembangkan kemampuan penderita tuna grahita yang
meliputi debil dan embisil yang mampu didik dan mampu latih serta
Page 48
33
penyaluran dan bimbingan lanjut bagi penyandang tuna grahita agar
mempunyai kemampuan yang memadai untuk dapat berperan serta dalam
kehidupan masyarakat guna mendapatkan penghidupan dan kehidupan yang
layak, menjadi rujukan nasional, pengkajian dan penyiapan standar
pelayanan, pemberian informasi dan koordinasi dengan instansi terkait sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan
fungsi, serta visi dan misi lembaga ini, yaitu sebagai berikut:
Fungsi dari lembaga BBRSBG “KARTINI” Temanggung adalah:
1. Melaksanakan registrasi, akomodasi, identifikasi, rencana pelayanan,
penyelenggaraan asrama.
2. Melaksanakan penentuan diagnosa kecacatan dan sosial serta perawatan
kesehatan.
3. Melaksanakan pengembangan kondisi fisik, keterampilan, kecerdasan
mental dan sosial.
4. Melaksanakan latihan kerja dasar, kejuruan dan bina usaha.
5. Melaksanakan usaha-usaha penyaluran dan penempatan kembali kepada
keluarga ataupun ke dalam proses kerja di dalam masyarakat.
6. Melaksanakan pembinaan lanjutan dan perlindungan sosial.
7. Melaksanakan penyusunan perumusan program, pendataan dan
pelaporan, urusan tata usaha pusat rehabilitasi, serta hubungan
masyarakat.
Visi dari lembaga ini adalah: Kesejahteraan sosial yang meningkat oleh dan
untuk penyandang cacat mental pada tahun 2011.
Page 49
34
Misinya adalah:
1. Memberikan pelayanan akomodasi, kesehatan dan terapi khusus serta
perumusan rencana pelayanan yang cepat dan tepat.
2. Memberikan bimbingan pengembangan kondisi fisik, mental, sosial dan
keterampilan kerja.
3. Melaksanakan usaha-usaha penyaluran dan penempatan kembali kepada
keluarga atau ke dalam lingkungan kerja di masyarakat serta
memberikan bantuan sosial.
4. Memberikan pembinaan lanjutan dan perlindungan sosial/advokasi.
(Tim Penyusun Buku BBRSBG “KARTINI” Temanggung
2.2.3 Penyebab Cacat Mental
Secara umum, terjadinya kecacatan disebabkan dua faktor utama, yaitu
faktor dari dalam (endogen) dan faktor dari luar (eksogen). Faktor dalam
berarti, anak menderita kecacatan sejak dalam kandungan. Kecacatan seperti
ini bisa disebabkan oleh virus, gangguan emosi, pengaruh merokok, salah
obat, atau minum-minuman keras pada saat mengandung. Sedangkan faktor
dari luar berarti, anak menderita kecacatan setelah lahir ke dunia termasuk
lahir prematur, operasi pada saat melahirkan, atau kesalahan teknis yang
dilakukan oleh para medis pada saat melahirkan (misalnya ditarik untuk
membantu persalinan). Disamping itu dapat juga disebabkan kecelakaan,
luka di otak, gangguan psikologis atau pengaruh lingkungan (Beltasar
Tarigan, 2000:34).
Page 50
35
Secara sederhana BBRSBG “KARTINI” menjelaskan tentang penyebab
dari cacat mental sebagai berikut :
a. Faktor sebelum lahir
Jadi ketika bayi masih dalam kandungan seperti ibu hamil yang sakit –
sakitan terus, kurang gizi, jatuh atau kecelakaan, percobaan pengguguran,
perawatan kehamilan yang buruk.
b. Faktor ketika lahir
Misalnya kelahiran yang tidak lancar, kekurangan oksigen, lahir kurang
bulan, kelahiran yang tidak ditangani oleh petugas yang semestinya, kalau
ada kelainan tidak segera ditangani.
c. Faktor setelah lahir
Terutama pada masa bayi dan balita (kanak –kanak). Seperti sakit dengan
suhu tinggi, kejang – kejang yang tidak segera dirawat, jatuh, kecelakaan
yang dapat merusak syaraf otak, kurang gizi yang berat atau gangguan
lain yang dapat menimbulkan kerusakan pada syaraf otak seperti
pandangan selaput otak (BBRSBG “KARTINI”, 1999:7).
2.3 Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “KARTINI” Temanggung
Pada awal perintisan BBRSBG “KARTINI” Temanggung dimulai pada
tanggal 15 September 1904 dimana pada perkembangan selanjutnya nanti,
tanggal ini dijadikan sebagai tanggal peringatan hari ulang tahun lembaga ini.
Dalam kurun waktu yang sangat panjang tersebut, BBRSBG “KARTINI”
Temanggung telah melalui banyak perubahan dan perkembangan baik,
Page 51
36
kedudukan, tugas dan fungsi serta tempat tinggalnya. Selain itu juga ada
perubahan dan perkembangan di bidang lain seperti : jumlah pegawai, pola
pelayanan, jumlah kelayan, sarana prasarana, dan nama lembaga. Secara
tepat, perkembangannya adalah sebagai berikut:
Tabel perkembangan BBRSBG “KARTINI” Temanggung
No
Tahun
Keterangan
1. 15 Sept. 1904 Awal perintisan usaha dan merupakan usaha yang
pertama di Indonesia
2. 1904-1942 Dalam masa pemerintahan Belanda dengan nama
:”Zwakzinnigenzorg Temanggung”.
3. 1942 – 1945 Di bawah pemerintahan Jepang dengan nama :”Roemah
Perawatan Lembek Ingatan”.
4. 1945 – 1955 Setelah proklamasi kemerdekaan RI. Usahanya di ambil
alih dan diteruskan oleh Pemeritah RI. Diselenggarakan
oleh Kantor Sosial Karesidenan Kedu, dengan nama
:”Perawatan Anak Lembek Ingatan”.
5. 1955 – 1965 Dibawah Balai Penelitian Dan Peninjauan Sosial (BPPS)
Yogyakarta dengan nama :”Panti Guna Wisma Dharma”.
6. 1965 – 1975 Dibawah BPPS Yogyakarta dengan nama :”Proyek
Percontohan Rehabilitasi Penderita Cacat Mental”.
Page 52
37
7. 1975 – 1983 Merupakan unit kerja dari BPPS Departemen Sosial RI di
Jakarta dengan nama :”Panti Penelitian Rehabilitasi
Penderita Cacat Mental (PPRPCM)”
8. 1983 – 1984 Berdasarkan SK menteri Sosial RI No.
13/HUK/KEP/III/1983 tanggal 7 Maret 1983 menjadi
Unit Pelaksana Teknis dari Direktorat Jenderal Bina
Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI dengan nama
:”Pusat Rehabilitasi Penderita Cacat Mental”.
9. 1993 – 2003 Berdasarkan SK Direktur Jenderal Bina Rehabilitasi
Sosial, Departemen Sosial RI No. 06/KEP/BRS/IV/1994,
nama Pusat RPCM diubah menjadi :”Pusat Rehabilitasi
Sosial Bina Grahita (Pusat RSBG) ”KARTINI”
Temanggung”.
10. 2003 dst. Berdasarkan Keputusan Menteri Sosial RI No.
56/HUK/2003, nama PRSBG diubah menjadi :”Balai
Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita (BBRSBG)
“KARTINI” Temanggung ”.
2.3.1 Pelayanan Aktivitas Jasmani di BBRSBG “KARTINI”
Temanggung
Pelayanan aktivitas jasmani merupakan suatu kegiatan yang bertujuan
untuk memberikan layanan kepada kelayan berupa aktivitas jasmani yang
dilaksanakan pada sekolah yang bersangkutan. Dalam hal ini, pelayanan
Page 53
38
aktivitas jasmani yang diberikan kepada kelayan di BBRSBG “KARTINI”
Temanggung berupa program bimbingan dan latihan.
Menurut tim penyusun BBRSBG “KARTINI” Temanggung, pelayanan
aktivitas jasmani bagi kelayan tercantum pada kurikulum. Adapun kurikulum
bagi kelayan tuna grahita mencakup empat aspek bimbingan dan latihan
yaitu :
1. Bimbingan Kecekatan Fisik
Bimbingan ini merupakan bimbingan potensi fisik yang diberikan
kepada kelayan sebagai stimulus tumbuh kembang, pemeliharaan
peningkatan, perbaikan fungsi fisik. Materi yang termasuk di dalamnya
adalah :
a. Olahraga terdiri :
1) Olahraga Kebugaran
Olahraga yang diberikan pada seluruh kelayan
dengan tujuan agar kelayan memiliki kesegaran jasmani,
kesigapan, ketangkasan, dan ketahanan jasmani dalam
aktifitas sehari-hari.
2) Olahraga Prestasi
Olahraga yang diperuntukkan kelayan yang
potensial dalam bidang olahraga dengan maksud agar
kelayan dapat berprestasi pada cabang-cabang olahraga
tertentu sesuai dengan bakat dan minat, selain untuk
Page 54
39
meningkatkan rasa percaya diri, penanaman disiplin dan
sportifitas.
3) Olahraga Rekreasi
Olahraga diperuntukan oleh semua kelayan dengan
tujuan utnuk membangun kegairahan, kegembiraan, rasa
senang dan meningkatkan kesegaran jsmani.
b. Kesehatan terdiri :
1) Bimbingan Kesehatan Diri
Bimbingan kesehatan yang penekanannya pada
penanaman pengetahuan tentang kebersihan diri, mengenal
gejala sakit dan mematuhi aturan-aturan untuk melihara
kesehatan dalam praktek kehidupan sehari-hari.
2) Bimbingan Kesehatan Lingkungan
Bimbingan kesehatan yang penekanannya pada
penanaman pengetahuan dan keterampilan kebersihan
lingkungan agar para kelayan baik sendiri maupun
bersama-sama oranglain dapat ikut menciptakan dan
menjaga kebersihan lingkungan dalam praktek sehari-hari.
c. Kesenian terdiri :
1) Bimbingan Seni Suara
Bimbingan potensi seni rupa yang diberikan kepada
seluruh kelayan agar seluruh kelayan dapat mengenali dan
Page 55
40
menyanyikan lagu-lagu daerah dan nasional dengan irama
dan syair-syair yang benar.
2) Bimbingan Seni Tari
Bimbingan potensi seni tari kepada seluruh kelayan
dengan tujuan agar kelayan dapat melakukan aaktivitas
gerak tarian yang benar sesuai dengan irama musik,
meningkatkan rasa percaya diri dan mengembangkan rasa
estetika.
3) Bimbingan Seni Musik
Bimbingan potensi seni music kepada kelayan yang
potensial agar kelayan dapat memainkan alat music tertentu
baik dilakukan secara perorangan ataupun kelompok,
menciptakan suasana gembira dan kerjasama kelompok.
4) Bimbingan Seni Lukis
Bimbingan potensi seni lukis yang diberikan kepada
seluruh kelayan melalui latihan menggambar/melukis
dengan mencontoh maupun gambar bebas agar kelayan
mampu mengekspresikan pengalaman-pengalaman, terbina
rasa keindahan, memperluas daya abstraksidan imjinasi
serta pengembangan hobi.
2. Bimbingan Mental
Page 56
41
Bimbingan potensi mental yang diberikan kepada seluruh kelayan
yang mnecakup :
a. Bimbingan Agama
Bimbingan potensi mental spiritual sebagai upaya
menumbuhkan, mengembangkan, meningkatkan, pengetahuan,
sikap dan keterampilan dalam kehidupan keagamaan agar kelayan
mau dan mampu serta membiasakan melakukan ibadah agama baik
di lingkungan lembaga maupun dalam keluarga dan masyarakat.
b. Bimbingan Kecerdasan
Bimbingan potensi mental intelektual yang ditujukan
kepada kelayan potensial secara kolektif sebagaia usaha
menumbuhkan dan mengembangkan kecerdasan melalui
pemberian pendidikan baca, tulis, hitung, dan pengetahuan praktis
fungsional sehingga kelayan memiliki kemampuan intelektual yang
bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
c. Bimbingan Budi Pekerti
Bimbingan potensi mental karakter sebagai upaya
menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan,
sikap maupun keterampilan berperilaku dalam kehidupan sehari-
hari, agar kelayan menjadi manusia berbudi luhur, sopan, santun,
rendah hati baik selama di lembaga ataupun di masyrakat.
d. Bimbingan Mental Psikologis
Page 57
42
Serangkain kegiatan bimbingan potensi mental psikologis
yang diberikan kepada kelayan dalam rangka stimulasi
perkembangan, pemeliharaan dan penguatan fungsi positif mental
psikologis sehingga kelayan mampu mengembangkan sikap dan
perilaku positif dalam kehidupan sehari-hari baik untuk
kepentingan internal maupun eksternal seperti dalam kesetabilan
emosi, kontrol diri, responsi, menahan tekanan, toleransi fungsi
dan pertahanan diri.
e. Bimbingan Konsultasi
Kegiatan bimbingan dalam relasi pertolongan kepada
kelayan klasifikasi ringan dan atau keluarganya yang bermasalah,
aantara lain berupa pemberian informasi, membantu mengenali
masalah, pemberian nasehat, penjelasan alternative, membantu
merumuskan tujaun, motivasi kelayan agar lebih bersikap terbuka
dan dapat mengendalikan diri sehingga hambatan-hambatan
psikososial yang dialami menjadi berkurang atau tuntas.
3. Bimbingan Sosial
Bimbingan potensi sosial kepada seluruh kelayan dengan tujuan
kelayan mempunyai kemauan dan kemampuan dalam :
a. Realisasi Diri
Bimbingan potensi sosial bagi kelayan yang masih
memerlukan bantuan dalam pengenalan diri, aktifitas bantu diri
pribadi dan bantu diri umum agar kelayan dapat mengurangi
Page 58
43
ketrgantungan dan meningkatkan kemandirian dalam realisasi diri
sehari-hari.
b. Relasi Sosial
Bimbingan potensi sosial yang diberikan kepada seluruh
kelayan yang mencakup kemampuan bergaul, kerja sama,
penyesuaian sosial dalam kelompok dan keluarga upaya kelayan
mau dan mampu melaksanakan hubungan-hubungan sosial yang
normatif dalam kelompok maupun lingkungan keluarga.
c. Integrasi Sosial
Bimbingan potensi sosial kepada kelayan yang memerlukan
dengan mancakup kemampuan bergaul, kerjasama dan peranan
sosial dalam masyarakat agar kelayan mau dan mampu
melaksanakan hubungan dan partisipasi sosial yang normatif dalam
lingkungan masyarakat.
4. Bimbingan Keterampilan Kerja/ Usaha
Bimbingan potensi keterampilan yang mencakup keterampilan
kerja dasar, kerja kejuruan, dan bina usaha. Bimbingan diberikan
kepada kelayan yang memerlukan agar kelayan dapat tumbuh kemauan
dan kemampuan untuk melaksanakan kesibukan-kesibukan praktis
yang bermanfaat, menguasai satu atau lebih jenis keterampilan kerja
tertentu, serta dapat melaksnakan usha ekonomis produktif di tengah
keluarga, serta masyarakat sehingga memperoleh penghasilan
Page 59
44
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode adalah pengetahuan tentang berbagai macam cara kerja yang
disesuaikan dengan objek studi ilmu yang bersangkutan, dimana mutlak
diperlukan dalam pelaksanaan suatu penelitian. Penggunaan metode penelitian
harus terarah pada tujuan penelitian, agar hasil yang dicapai sesuai tujuan yang
diharapkan dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Berikut adalah
beberapa hal yang berhubungan dengan metode yang dipakai peneliti, yaitu :
3.1 Metode Penentuan Obyek Penelitian
Sebelum memulai dengan masalah penentuan obyek penelitian ada
beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu mengenai langkah-langkah yang harus
ditempuh supaya tidak terjadi kesalahan yang mungkin terjadi perlu diadakan
pemisahan tentang langkah untuk menentukan obyek penelitian, antara lain :
3.1.1 Penentuan Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang ingin
meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya
merupakan penelitian populasi (Suharsimi Arikunto, 2006: 130). Populasi adalah
seluruh penduduk yang dimaksud untuk diselidiki. Populasi dibatasi dengan
jumlah penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai sifat yang sama,
pengertian ini mengandung maksud populasi seluruh individu yang akan dijadikan
Page 60
45
obyek penelitian dan keseluruhan dari individu yang paling baik, sedikit memilik
satu sifat yang sama (Suharsimi Arikunto, 2006:131).
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa (kelayan) tingkat ringan
(debil) di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita (BBRSBG) “KARTINI”
Temanggung dengan jumlah kelayan 150 kelayan. Sesuai dengan syarat-syarat
populasi yang dipakai, dibatasi dalam jumlah penduduk atau individu yang paling
sedikit memiliki satu sifat yang sama, maka populasi yang dipakai memiliki
kesamaan sebagai berikut :
d. Sama-sama siswa (kelayan) tingkat ringan (debil)
e. Sama-sama menerima materi keterampilan gerak dasar yang terdapat dalam
pelajaran penjas.
Berdasarkan alasan tersebut, populasi yang diambil telah memenuhi
persyaratan sebagai populasi, dimana populasi harus memiliki satu sifat yang
sama.
3.1.2 Penentuan Sampel
Definisi sampel menurut Arikunto adalah sebagian atau wakil populasi
yang diteliti (2002 : 109). Sampel adalah sejumlah penduduk yang jumlahnya
kurang dari populasi (Sutrisno Hadi, 2004 :175). Dalam penelitian penulis
menggunakan teknik sampel bertujuan (purposive sampling).
Walaupun cara ini diperbolehkan, namun ada syarat-syarat yang harus
dipenuhi :
a. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik
tertentu, yang merupakan cirri-ciri pokok populasi.
Page 61
46
b. Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek yang
paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key subjects).
Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi
pendahuluan.
c. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 50 kelayan dengan
jumlah putra 32 kelayan dan jumlah putri 18 kelayan. Sampel ini dilakukan
dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan pada strata, random, ataupun
daerah tetapi didasarkan pada adanya tujuan tertentu. Teknik ini dilakukan
karena beberapa pertimbangan penulis yaitu alasan keterbatasan waktu, tenaga,
dan dana, sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh. Penulis
memberikan batasan dalam pengambilan sampel yaitu, sampel yang diambil
adalah siswa/kelayan yang memiliki kondosi fisik yang sehat/tidak dalam
keadan sedang sakit.
Pengambilan sampel dengan teknik bertujuan ini memiliki kelemahan
yaitu bahwa peneliti tidak dapat menggunakan statistik parametrik sebagai teknik
analisa data, karena tidak memenuhi persyaratan random (Arikunto, 2002 : 117).
3.2 Variabel Penelitian
Setiap penelitian mempunyai obyek yang dijadikan sasaran dalam
penelitian. Obyek tersebut sering kita sebut sebagai gejala, sedangkan gejala-
gejala yang menunjukkan variasi baik dalam jenisnya maupun tingkatnya disebut
variabel (Suharsimi Arikunto, 2006:116). Sesuai dengan judul penelitian, maka
variabel penelitian : variabel terikat yaitu kesegaran jasmani.
Page 62
47
3.3 Instrumen Penelitian
Tingkat kesegaran jasmani dapat diketahui dengan mengadakan tes
kesegaran jasmani. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tes
Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI) untuk anak usia 10-12 tahun. Dasar
pertimbangannya adalah bahwa tolok ukur tes ini seluruhnya disusun sesuai
kondisi anak Indonesia.
Tes kesegaran jasmani ini dilakukan untuk kelayan debil BBRSBG
“KARTINI” Temanggung. Dari tes kesegaran jasmani akan dapat norma tingkat
kesegaran jasmani dalam kategori baik sekali, baik, sedang, kurang, dan kurang
sekali.
Adapun rangkaian tes kesegaran jasmani untuk anak usia 10-12 tahun
adalah sebagai berikut :
1. Lari 40 meter dan 30 meter.
2. Gantung Angkat Tubuh (pull up) untuk Putra dan Gantung Siku Tekuk untuk
Putri.
3. Baring Duduk (sit up), 30 detik.
4. Loncat Tegak.
5. Lari 600 meter.
Ketentuan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanan tes kesegaran
jasmani ini adalah bahwa tes kesegaran jasmani Indonesia ini adalah satu
rangkaian tes, oleh karena itu semua butir tes harus dilaksanakan dalam satu hari.
Tes yang digunakan untuk mengukur tingkat kesegaran jasmani anak usia 10-12
tahun yaitu :
Page 63
48
1. Tes Lari 40 Meter dan 30 Meter
a. Tujuan
Tes ini dilakukan bertujuan untuk mengukur kecepatan.
b. Alat dan Fasilitas
1. Lintasan lurus, datar, rata, tidak licin, berjarak 30 meter,
dan masih mempunyai lintasan lanjutan.
2. Bendera start
3. Peluit
4. Tiang pancang
5. Stopwatch
6. Serbuk kapur/Tali rafia
7. Alat tulis
c. Petugas Tes
1. Juru Keberangkatan
2. Pengukur waktu merangkap pencatat hasil
d. Pelaksanaan
1. Sikap Permulaan
Peserta berdiri dibelakang garis start
2. Gerakan
a) Pada aba–aba “Siap” mengambil sikap start berdiri,
bersiap untuk lari.
b) Pada aba–aba “Ya” paserta lari secepat mungkin
menuju garis finis, menempuh jarak 30 meter.
Page 64
49
3. Lari masih bisa diulang apabila :
a) Pelari mencuri start
b) Pelari tidak melewati garis finis
c) Pelari terganggu dengan pelari yang lain
Gambar 1. Lari 30 meter
2. Tes Angkat Tubuh Untuk Putra 30 Detik dan Tes Gantung Siku
Untuk Putri.
1) Tes angkat tubuh 30 detik, untuk putra.
a) Tujuan
Tes ini bertujuan untuk mengukur kekuatan dan daya tahan otot
lengan dan otot bahu.
b) Alat dan Fasilitas
1. Lantai yang rata dan bersih
2. Palang tunggal, yang tingginya rendah dapat diatur
sehingga testee dapat bergantung.
3. Stop watch
Page 65
50
4. Formulir pencatat hasil tes.
c) Petugas Tes
1. Pengamat waktu.
2. Penghitung gerakan meerangkap hasil.
d) Pelaksanaan
1. Testee bergantung pada palang tunggal, sehingga kepala,
badan dan tungkai lurus. Kedua lengan dibuka selebar bahu
dan keduanya lurus.
2. Kemudian testee mengangkat tubuhnya, dengan
membongkokkan kedua lengan, sehingga dagu menyentuh
atau melewati palang tunggal, kemudian kembali kesikap
semula. Lakukan gerakan berulang-ulang, tanpa istirahat
selama 30 detik.
Gambar 7. Sikap badan pada test angkat tubuh.
2) Tes gantung siku tekuk untuk putri.
a) Tujuan
Tes ini bertujuan untuk mengukur kekuatan dan ketahanan lengan
dan otot bahu.
Page 66
51
b) Alat dan fasilitas terdiri dari :
1) Lantai yang rata dan bersih.
2) Palang tunggal yang dapat diatur tinggi rendahnya, sesuai
dengan peserta. Palang pegangan terbuat dari besi berdiameter
ukuran ¾ inci.
3) Stopwatch
4) Serbuk kapur atau magnesium karbonat
5) Alat tulis
c) Petugas tes
Pengukur waktu merangkap pencatat hasil.
d) Pelaksanaan
Palang tunggal dipasang dengan ketinggian sedikit di atas
kepala peserta.
a) Sikap permulaan
Peserta berdiri di bawah palang tunggal, kedua tangan berpegangan
pada palang tunggal selebar bahu. Pegangan telapak tangan
menghadap ke arah kepala (lihat gambar 8)
Gambar 8. Sikap permulaan gantung siku tekuk.
Page 67
52
b) Gerakan
Dengan bantuan tolakan kedua kaki, peserta melompat ke atas
sampai dengan mencapai sikap bergantung siku tekuk, dagu berada
di atas palang tunggal (lihat gambar 9). Sikap tersebut
dipertahankan selama mungkin
Gambar 9. Sikap gantung siku tekuk.
e) Pencatatan Hasil
Hasil yang dicatat adalah waktu yang dicapai oleh peserta untuk
mempertahankan sikap tersebut di atas dalam satu satuan waktu
detik.
Catatan :
Peserta yang tidak dapat melakukan sikap di atas dinyatakan gagal,
diberi nilai 0 (nol).
3. Baring Duduk 30 Detik
a) Tujuan
Tes ini bertujuan untuk mengukur kekuatan dan ketahanan otot
perut
Page 68
53
b) Alat dan Fasilitas
1. Lantai rata dan bersih
2. Stopwatch
3. Nomor dada
4. Alat tulis
5. Dan lain – lain
c) Petugas Tes
1. Pengamat waktu
2. Penghitung gerakan merangkap pencatat hasil
d) Pelaksanaan
1. Sikap Permulaan
a. Berbaring terlentang di lantai atau rumput, kedua lutut
ditekuk, dan kedua tangan jarinya diletakkan
dibelakang kepala.
b. Petugas atau peserta lain memegang atau menekan
pergelangan kaki, agar kaki tidak terangkat.
2. Gerakan
a. Pada aba –aba “Ya” peserta bergerak mengambil sikap
duduk,sehingga kedua sikunya menyentuh pada kedua
paha, kemudian kembali pada sikap awal.
b. Gerakan ini dilakukan berulang – ulang dengan cepat
tanpa istirahat, dan silakukan dalam waktu 30 detik.
Page 69
54
e) Pencatatan Hasil
Hasil yang dihitung dan dicatat adalah jumlah gerakan
baring duduk yang dapat dilakukan dengan sempurna selama
30 detik.
Gambar 5. Sikap Permulaan dan posisi jari- jari pada saat test sit up.
Gambar 6. Sikap duduk dan pada saat mengangkat badan.
4. Loncat Tegak (Vertical Jump)
a) Tujuan
Untuk mengukur tenaga eksplosif seseorang.
b) Alat dan Fasilitas
1) Dinding yang rata dengan tanah / lantai yang cukup luas.
2) Papan warna gelap berukuran 30 x 150 cm berskala satuan
ukuran sentimeter dipasang atau digantung pada dinding.
Jarak antara lantai berskala angka nol pada 100 cm.
3) Serbuk kapur yang warnanya berbeda dengan warna papan.
4) Alat penghapus.
5) Formulir perorangan
Page 70
55
6) Alat tulis
c) Petugas Tes
1) Pengamat / Pembaca hasil tes
2) Pencatat hasil
d) Pelaksanaan
1) Sikap Permulaan
a) Ujung jari kedua tangan pesrta dioles serbuk kapur.
b) Papan skala berada disebelah kiri / kanan, kemudian
tangan yang berada didekat papan berskala diangkat
lurus keatas dan ujung jarinya dikenakan pada papan.
c) Peserta berdiri tegak dekat dinding, kaki rapat, papan
skala berada disamping kiri / kanannya. Kemudian
tangan yang dekat dinding diangkat lurus keatas
telapak tangan dan tempelkan pada papan berskala
sehingga meninggalkan bekas raihan jarinya.
2) Gerakan
a) Peserta mengambil awalan dengan sikap menekukkan
lutut, kedua lengan diayun ke belakang. Kemudian
siswa / peserta meloncat setinggi-tingginya sambil
menepuk papan dengan tangan yang terdekat, sehingga
meninggalkan bekas.
b) Ulangi sampai tiga kali.
e) Pencatatan Hasil
Page 71
56
Hasil yang dicatat adalah :
1) Tinggi raihan tanpa loncatan
2) Tinggi raihan loncatan I
3) Tinggi raihan loncatan II
4) Tinggi loncatan raihan III, yaitu mengurangkan tinggi
loncatan raihan dengan tinggi raihan.
Gambar 2. Sikap awal pada test vertical jump.
Gambar 3. Sikap aba- aba pada test vertical jump.
Gambar 4. Sikap meloncat pada test vertical jump.
5. Tes Lari 600 Meter
a) Tujuan
Tes ini bertujuan untuk mengukur daya tahan kardiorespiratori.
Page 72
57
b) Alat dan Fasilitas
1. Lapangan yang rata atau lintasan yang telah diketahui
panjangnya sehingga mudah untuk menentukan jarak 600 meter
2. Bendera start tiang pancang.
3. Pluit.
4. Stop Watch.
5. Nomor dada
6. Tanda/garis untuk start dan finish
c) Petugas Tes
1. Pengamat waktu
2. Merangkap hasil
d) Pelaksanaan
1. Sikap Permulaan
Testee berdiri di tempat dengan posisi star melayang
2. Gerakan
a) Testee bersedia di tempat start
b) Pada aba-aba “ya” testee segera lari menuju garis finish,
dengan menempuh jarak 600 meter. Bila ada testee yang
mencuri start, maka testee tersebut dapat mengulangi tes
tersebut.
e) Pencatat Hasil
Hasil yang dicatat adalah waktu tercepat dalam sepersepuluh detik
dari masing-masing individu.
Page 73
58
Gambar 10. Lari 600 meter.
Penilaian tes kesegaran jasmani bagi putra dan putri Sekolah Dasar yang
telah mengikuti tes kesegaran jasmani Indonesia dimulai dengan menggunakan :
a. Tabel nilai
Tabel nilai digunakan untuk menilai prestasi masing-masing butir tes sebagai
berikut :
Tabel 3.1
Tabel nilai tes kesegaran jasmani putra
Nilai Lari 40 meter (putra)
Gantung angkat tubuh (pull up) 60 detik( kali)
Sit Up 30
Detik (kali)
Loncat tegak(
Vertical Jump) (cm)
Lari 600 meter
(menit)
Nilai
5 4 3 2 1
s/d – 6.3” 6.4”–6.9” 7.0”–7.7” 7.8-8.8” 8.9”- dst
16 ke atas 11 – 15 6 – 10 2 – 5 0 – 1
23ke atas 18 – 22 12 – 17 4 – 11 0 – 3
46 ke atas 38 – 46 31 – 37 24 – 30 23 dst.
s/d – 2.09” 2’20”–2.30” 2’31’–2’45’ 2’46”-3’44” 3’45” – dst
5 4 3 2 1
(Sumber: Depdiknas, 1999)
Page 74
59
Tabel 3.2
Tabel nilai tes kesegaran jasmani putri
Nila
i
Lari 30
meter
(Sprint)
(detik)
Gantung
siku
tekuk
(detik)
Sit Up 30
Detik
(kali)
Loncat
tegak(
Vertical
Jump)
(cm)
Lari 600
meter
(menit)
Nila
i
5
4
3
2
1
s/d – 6.7”
6.8”–7.5”
7.6”–8.3”
8.4’’-9.6”
9.7”- dst
40 ke
atas
20’’ -
39’’
8’’- 19’’
2’’ – 7’’
0’’ – 1’’
20 ke
atas
14 – 19
7 – 13
2 – 6
0 – 1
42 ke
atas
34 – 41
28 – 33
21 – 27
20 dst.
s/d – 2.32”
2’33”–
2.54”
2’55’’–
3’28’’
3’29”-
4’22”
4’23” – dst
5
4
3
2
1
(Sumber: Depdiknas, 1999)
a. Tabel norma
Untuk mengklasifikasikan tingkat kesegaran jasmani remaja yang telah
mengikuti tes kesegaran jasmani Indonesia dipergunakan norma seperti tertera
pada tabel yang berlaku untuk putra dan putri
Norma penelitian digunakan untuk menentukan klasifikasi atau kategori
tingkat kesegaran jasmani. Tes kesegaran jasmani Indonesia memiliki 5 kategori
Page 75
60
yaitu baik sekali, baik, sedang, kurang, kurang sekali (Depdikbud, 1995:30).
Prestasi yang dicapai oleh siswa setiap butir tes yang diikuti disebut hasil kasar.
Tingkat kesegaran jasmani anak tidak dapat dinilai secara langsung berdasarkan
prestasi yang telah dicapai peserta pelaksanaan tes karena satuan ukuran yang
digunakan tes tidak sama, maka perlu dibentuk suatu satuan ukuran, satuan ukuran
ini dinamakan nilai. Dengan demikian setiap tes mempunyai nilai tertentu tetapi
satu ukurannya.
Nilai tes kesegaran jasmani peserta diperoleh dengan mengubah nilai kasar
(prestasi) setiap jenis tes menjadi nilai terlebih dahulu. Setelah prestasi setiap tes
diubah menjadi nilai. Langkah berikutnya adalah menjumlahkan nilai-nilai yang
diperoleh dari jenis tes yang harus diikuti oleh setiap peserta tes. Hasil
penjumlahan dari nilai-nilai tersebut merupakan dasar untuk menentukan kategori
atau tingkat kesegaran jasmani.
Tabel 3.3
Norma Tes Kesegaran Jasmani Indonesia
No Jumlah Nilai Klasifikasi
1.
2
3.
4.
5..
22-25
18-21
14-17
10-13
5-9
Baik sekali
Baik
Sedang
Kurang
Kurang sekali
(Sumber : Depdikbud,1999)
Page 76
61
3.4 Validitas dan Reliabilitas
3.4.1 Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen (Suharsimi Arikunto, 2006:168). Sebuah
instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang
diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh
mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel
yang dimaksud. Instrumen disusun sesuai dengan isi dari keseluruhan masalah
yang diteliti. Untuk putra nilai validitasnya adalah 0.884 (Aitken), sedangkan
untuk putri 0.897 (Aitken).
3.4.2 Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen
cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena
instrumen itu sudah baik (Suharsimi Arikunto, 2006:178).
Reliabilitas instrumen menunjukkan pada suatu pengertian, bahwa suatu
instrumen cukup dapat dipercaya atau diandalkan untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Untuk putra, nilai
reliabilitasnya adalah 0.911(Aitken), sedangkan untuk putri 0.942 (Aitken).
3.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penelitian
3.5.1 Faktor Kesungguhan Hati
Kesungguhan hati dari tiap siswa dalam melakukan kegiatan penelitian
tidak sama, sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian. Untuk
Page 77
62
menghindarinya maka dengan bantuan guru untuk mengusahakan siswanya untuk
bersungguh-sungguh dalam melaksanakan kegiatan penelitian.
3.5.2 Faktor Cuaca
Karena pelaksanaan tes dilaksanakan dilapangan dan kondisi daerah
Temanggung yang cuacanya sering mengalami hujan yang tidak menentu, maka
faktor cuaca sangat diperhitungkan khususnya hujan dapat mengganggu
penelitian. Bila hal ini terjadi maka penelitian diganti hari lain.
3.5.3 Faktor Tenaga Peneliti
Karena penelitian ini membutuhkan kecermatan dan ketelitian yang tinggi
maka faktor tenaga pembantu sangat penting untuk dibekali tentang cara-cara
melakukan penilaian dan peraturan pengambilan tes berjalan dengan benar dan
kesalahan dapat dikurangi sekecil mungkin.
3.6 Metode Pengumpulan Data
Metode adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan
data penelitian (Suharsimi Arikunto, 2006:148). Pengumpulan Peneliti
menggunakan penelitian kuantitatif atau metode survey tes dalam memperoleh
data yang diharapkan. Survey adalah penyelidikan yang diadakan untuk
memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan
secara faktual (Nasir, 2003:56).
3.7 Metode Analisis Data
3.7.1 Sumber Data
Untuk penelitian ini data-data diperoleh dari tes kesegaran jasmani anak
SD usia 10-12 tahun, selain itu sebagai tambahan, diperoleh dari buku referensi
Page 78
63
yang berhubungan dengan penelitian ini.
3.7.2 Analisis Data
Analisis data sangat penting artinya dalam suatu penelitian karena dengan
analisis data nantinya bisa ditarik suatu kesimpulan dari penelitian yang sudah
dilakukan.
Dalam menganalisa data perlu diadakan suatu cara atau metode yang
digunakan untuk menganalisa data yang diperoleh dalam penelitian. Analisa data
yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistik deskriptif
persentase. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1) menghitung skor dari masing-masing tes yang ada dalam Tes
Kesegaran Jasmni Indonesia (TKJI) untuk usia 10-12 tahun
2) mengkategorikan tingkat kesegaran jasmani setiap siswa
3) menghitung persentase dengan rumus :
keterangan :
DP : Deskriptif Persentase
n : skor yang diperoleh
N : skor ideal (Mohammad Ali:1987)
DP = x 100%
Page 79
64
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskriptif Variabel Penelitian
Penelitian ini bersifat penelitian survey di mana data hasil penelitian yang
diperoleh dibuat kategori-kategori untuk mengetahui kondisi kesegaran jasmani
kelayan, penelitian dalam hal ini adalah penyandang cacat mental di Balai Besar
Rehabilitasi Sosial Bina Grahita (BBRSBG) “KARTINI” Temanggung. Karena
belum adanya kategori khusus untuk kelayan debil, maka sistem pengkategorian
dalam pendeskripsian mengikuti standart pengkategorian yang sudah ada didalam
tes kesegaran jasmani anak usia SD 10-12 tahun, dalam hal ini 5 kategori yaitu
sangat baik, baik, sedang, kurang, kurang sekali.
Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai deskripsi data masing-masing
variabel penelitian yaitu kemampuan lari 40 meter untuk kelayan laki-laki dan lari
30 meter untuk kelayan perempuan, gantung siku/angkat tubuh, baring duduk,
loncat tegak, dan lari 600 meter.
4.1.1 Lari 40 meter dan 30 meter
Hasil pengukuran pada lari jarak 40 dan 30 meter kelompok putra maupun
kelompok putri kelayan debil di BBRSBG “KARTINI” Temanggung Jawa
Tengah menunjukkan bahwa :
Page 80
65
1. Pada kelompok putra
Deskriptif persentase rentang waktu yang di butuhkan oleh kelayan putra
untuk menempuh jarak 40 meter dapat dilihat pada tabel deskriptif lari 40 meter
dibawah ini.
Tabel 4.1 Deskriptif Persentase Lari 40 meter Kelayan Putra
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui dari 32 kelayan diperoleh keterangan
tentang tingkat kemampuan lari jarak 40 meter sebagai berikut. 11 kelayan (34%)
memiliki tingkat kemampuan lari 40 meter dengan kriteria sangat baik, 12
kelayan (38%) memiliki tingkat kemampuan lari 40 meter dengan kriteria baik, 8
kelayan (25%) memiliki tingkat kemampuan lari 40 meter (dengan kriteria
sedang, 1 kelayan (3%) memiliki tingkat kemampuan lari 40 meter dengan
kriteria kurang dan tidak ada kelayan yang memiliki tingkat kemampuan lari 40
meter dengan kriteria kurang sekali. Secara klasikal rata-rata waktu yang
dibutuhkan responden untuk melakuan lari jarak pendek adalah 6,54 detik dan
termasuk dalam kriteria baik.
Interval waktu (dalam satuan
detik) Kriteria Frekuensi Persentase Rata_rata
< = 6,3 Sangat Baik 11 34%
6.54 6,3 - 6,9 Baik 12 38% 6,9 - 7,7 Sedang 8 25% 7,7 - 8,8 Kurang 1 3%
> 8,8 Kurang sekali 0 0% Jumlah 18 100% Baik
Page 81
66
2. Pada kelompok putri
Deskriptif persentase rentang waktu yang di butuhkan oleh kelayan putri
untuk menempuh jarak 30 meter adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2 Deskriptif Persentase Lari 30 meter Putri
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui dari 18 kelayan diperoleh
keterangan tentang tingkat kemampuan lari 30 meter sebagai berikut. 12 kelayan
(67%) memiliki tingkat kemampuan lari 30 meter dengan kriteria sangat baik, 6
kelayan (33%) memiliki tingkat kemampuan lari 30 meter dengan kriteria baik,
tidak ada kelayan yang memiliki tingkat kemampuan lari 30 meter dengan kriteria
sedang, tidak ada kelayan yang memiliki tingkat kemampuan lari 30 meter
dengan kriteria kurang baik dan tidak ada kelayan yang memiliki tingkat
kemampuan lari 30 meter dengan kriteria kurang baik sekali. Secara klasikal rata-
rata waktu yang dibutuhkan responden untuk melakuan lari 30 meter adalah 6,39
detik dan termasuk dalam kriteria baik.
Untuk dapat membandingkan deskriptif persentase per kriteria antara
kelayan putra dan kelayan putri dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Interval waktu (dalam satuan
detik) Kriteria Frekuensi Persentase Rata_rata
< = 6,7 Sangat Baik 12 67%
6.39 6,8 – 7,5 Baik 6 33% 7,6 – 8,3 Sedang 0 0% 8,4 – 9,6 Kurang 0 0%
> 9,7 Kurang sekali 0 0% Jumlah 18 100% Baik
Page 82
4
m
J
k
Diag
4.1.2 Angk
Hasil
maupun kel
Jawa Tengah
1. Pada kelo
Desk
kelayan dala
Ta
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
60,0%
70,0%
S
Interval bperu
>30144 <
garam 4.1 Di
kat Tubuh/G
l pengukura
lompok putr
h menunjukk
ompok putra
kriptif persen
am melakuka
abel 4.3 Di
Sangat Baik
34,4%
66,7%
banyaknya ulangan > 50 0 - 50 4 - 30
- 14 <= 4
Jumlah
iagram Krite
Gantung Si
an terhadap
ri kelayan d
kan bahwa :
a
ntase banya
an angkat tu
stribusi Pers
Baik S
37,5%
2
33,3%
Kriteria
Sangat BaBaik
SedangKurang
Kurang sekh
eria Lari 40 m
iku
gantung si
debil di BB
aknya perula
ubuh dapat di
sentase Angk
Sedang K
25,0%
30,0%
a Freku
aik 00
g 1g 23kali 8
32
meter dan 30
iku/angkat t
BRSBG “KA
angan yang
ilihat pada b
kat Tubuh/G
Kurang Kuse
3,1%0,0,0%
uensi Perse
003
3 7225
2 10
0 meter
tubuh kelom
ARTINI” Te
dapat dilak
bawah ini.
Gantung Siku
urang ekali
0%0,0%
entase Rat
0%
60%
% 2% 5%
00% K
67
mpok putra
emanggung
kukan oleh
u
Putra
Putri
ta_rata
6.94
Kurang
Page 83
68
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui dari 32 kelayan diperoleh
keterangan tentang tingkat kemampuan angkat tubuh sebagai berikut. Tidak ada
kelayan yang memiliki tingkat kemampuan angkat tubuh dengan kriteria sangat
baik, tidak ada kelayan yang memiliki tingkat kemampuan angkat tubuh dengan
kriteria baik, 1 kelayan (3%) memiliki tingkat kemampuan angkat tubuh dengan
kriteria sedang, 23 kelayan (72%) memiliki tingkat kemampuan angkat tubuh
dengan kriteria kurang dan 8 kelayan (25%) memiliki tingkat kemampuan angkat
tubuh dengan kriteria kurang sekali. Secara klasikal rata rata kemampuan kelayan
dalam melakukan angkat tubuh hanya sebanyak 6.9375 kali dan termasuk dalam
kriteria kurang baik. Untuk lebih jelasnya berikut disajikan diagram batang
tentang tingkat kemampuan angkat tubuh.
2. Pada kelompok putri.
Deskriptif persentase yang di butuhkan oleh kelayan putri untuk
melakukan gantung siku adalah sebagai berikut :
Tabel 4.4 Distribusi Persentase Angkat Tubuh/Gantung Siku
Interval banyknya
hitungan dalam detik
Kriteria Frekuensi Persentase Rata_rata
> 50 Sangat Baik
1 6%
8.72 30 – 50 Baik 0 0% 14 – 30 Sedang 5 28% 4 – 14 Kurang 12 67%
<= 4 Kurang sekali
0 0%
Jumlah 18 100% Kurang
Page 84
k
s
d
d
s
g
k
d
k
Berd
keterangan
sangat baik,
dengan krite
dengan krite
siku dengan
gantung siku
kelayan dala
dalam kriter
Untu
kelayan putr
Diag
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
dasarkan tab
(6%) memi
tidak ada k
eria baik, 5 k
eria sedang,
n kriteria ku
u dengan kr
am melakuk
ria kurang ba
uk dapat m
ra dan kelaya
gram 4.2 Dia
%
%
%
%
%
%
%
%
%
Sangat Baik
0,00%5,56%
bel 4.4 da
iliki tingkat
kelayan yang
kelayan (28%
12 kelayan
urang dan ti
riteria kurang
kan gantung
aik.
embandingk
an putri dapa
agram Kriteri
Baik
0,00%%
0,00%
apat diketah
t kemampua
g memiliki
%) memiliki
(67%) mem
idak ada ya
g sekali. Sec
siku hanya
kan deskript
at dilihat pad
ia Angkat Tu
Sedang Ku
3,13%
71,
27,78%
hui dari 1
an gantung
tingkat kem
i tingkat kem
miliki tingka
ang memilik
cara klasika
sebanyak 8,
tif persentas
da tabel diba
ubuh/Gantun
urang Kuraseka
88%
25,00
66,67%
0,
18 kelayan
siku deng
mampuan ga
mampuan ga
at kemampua
ki tingkat k
l rata rata k
,72 detik dan
se per krite
awah ini.
ng Siku
ng ali
%
00%
69
diperoleh
an kriteria
antung siku
antung siku
an gantung
kemampuan
kemampuan
n termasuk
eria antara
Putra
Putri
Page 85
70
4.1.3 Baring Duduk
Hasil pengukuran tes baring duduk pada kelompok putra maupun
kelompok putri kelayan debil di BBRSBG “Kartini” Temanggung Jawa Tengah
secara rinci dapat diterangkan sebgai berikut.
1. Pada kelompok putra.
Deskriptif persentase perulangan yang dapat dilakukan oleh kelayan putra
dalam melakukan gerakan baring duduk dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.5 Deskriptif Persentase Baring Duduk Kelayan Putra
Interval Nilai Kriteria Frekuensi Persentase Rata_rata
> 22 Sangat Baik 0 0%
13.19 17 - 22 Baik 2 6% 11 - 17 Sedang 18 56% 3 - 11 Kurang 12 38% < = 3 Kurang sekali 0 0%
Jumlah 32 100% Sedang
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui dari 32 kelayan diperoleh
keterangan tentang tingkat kemampuan baring duduk sebagai berikut. Tidak ada
kelayan yang memiliki tingkat baring duduk dalam kriteria sangat baik, 2 kelayan
(6%) memiliki tingkat kemampuan baring duduk dengan kriteria baik, 18 kelayan
(56%) memiliki tingkat kemampuan baring duduk dengan kriteria sedang, 12
kelayan (38%) memiliki tingkat kemampuan baring duduk dengan kriteria kurang
dan tidak ada kelayan yang memiliki tingkat kemampuan baring duduk dengan
kriteria kurang sekali. Secara klasikal rata-rata kemampuan kelayan dalam
melakukan baring duduk sebanyak 13,19 kali dan termasuk dalam kriteria sedang.
Page 86
71
Untuk lebih jelasnya berikut disajikan diagram batang tentang tingkat kemampuan
kelayan melakukan baring duduk.
2. Pada kelompok putri.
Deskriptif persentase perulangan yang dapat dilakukan oleh kelayan putri
dalam melakukan gerakan baring duduk dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.6 Deskriptif Persentase Baring Duduk Kelayan Putri
Interval Nilai Kriteria Frekuensi Persentase Rata_rata
> 22 Sangat Baik 0 0%
9.78 17 - 22 Baik 0 0% 11 - 17 Sedang 17 94% 3 - 11 Kurang 1 6% < = 3 Kurang sekali 0 0%
Jumlah 18 100% Sedang
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui dari 18 kelayan putri diperoleh
keterangan tentang tingkat kemampuan baring duduk sebagai berikut. tidak ada
kelayan yang memiliki tingkat baring duduk dalam kriteria sangat baik maupun
baik, 17 kelayan (94%) memiliki tingkat kemampuan baring duduk dengan
kriteria sedang, 1 kelayan (6%) memiliki tingkat kemampuan baring duduk
dengan kriteria kurang, dan tidak ada kelayan yang memiliki tingkat kemampuan
baring duduk dengan kriteria kurang sekali. Secara klasikal rata-rata kemampuan
kelayan dalam melakukan baring duduk sebanyak 9,78 kali dan termasuk dalam
kriteria Sedang.
Page 87
k
t
4
p
r
k
d
Untu
kelayan putr
tabel dibawa
4.1.4 Lonc
Hasil
putri kelayan
rinci dapat d
1. Pada ke
Desk
kelayan put
dibawah ini.
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
100,00%
uk dapat m
ra dan kelay
ah ini.
Diagr
cat Tegak
l pengukuran
n debil di B
diterangkan s
elompok putr
kriptif persen
tra dalam m
.
Sangat Baik
0,00%0,00%
embandingk
an putri dala
ram 4.3 Diag
n tes loncat
BBRSB Grah
sebaigai beri
ra.
ntase keting
melakukan g
Baik
6,25%0,00%
kan deskript
am melakuk
gram Kriteria
tegak pada k
hita “Kartini
ikut.
ggian loncat
gerakan lonc
Sedang K
56,25%
3
94,44%
tif persentas
an baring du
a Baring Du
kelompok pu
i” temanggu
tegak yang
cat tegak da
Kurang Kus
7,50%
0,05,56%
se per krite
uduk dapat d
uduk.
utra maupun
ung jawa ten
g dapat dilak
apat dilihat
urang ekali
00%0,00%
72
eria antara
dilihat pada
n kelompok
ngah secara
kukan oleh
pada tabel
Putra
Putri
Page 88
73
Tabel 4.7 Deskriptif Persentase Loncat Tegak Kelayan Putra
Interval Nilai
Kriteria Frekuensi Persentase Rata_rata
> 45 Sangat Baik 0 0%
30.125 37 – 45 Baik 5 16% 30 – 37 Sedang 10 31% 23 – 30 Kurang 11 34% ≤ 23 Kurang sekali 6 19%
Jumlah 32 100% Sedang
Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui dari 32 kelayan diperoleh
keterangan tentang tingkat kemampuan loncat tegak sebagai berikut. 5 kelayan
(16%) memiliki tingkat kemampuan loncat tegak dengan kriteria baik, 10 kelayan
(31%) memiliki tingkat kemampuan loncat tegak dengan kriteria sedang, 11
kelayan (34%) memiliki tingkat kemampuan loncat tegak dengan kriteria kurang,
6 kelayan (19%) memiliki tingkat kemampuan loncat tegak dengan kriteria kurang
sekali dan tidak ada kelayan yang memiliki tingkat kemampuan loncat tegak
dengan kriteria sangat baik. Secara klasikal rata-rata ketinggian kelayan dalam
melakukan loncat tegak yang dapat dijangkau oleh kelayan putra adalah 30 cm
dan termasuk dalam kriteria kurang. Untuk lebih jelasnya berikut disajikan
diagram batang tentang tingkat kemampuan kelayan dalam melakukan loncat
tegak.
Page 89
74
2. Pada kelompok putri.
Deskriptif persentase ketinggian loncat tegak yang dapat dilakukan oleh
kelayan putra dalam melakukan gerakan loncat tegak dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Table 4.8 Deskriptif Persentase Loncat Tegak Kelayan Putri
Interval Nilai
Kriteria Frekuensi Persentase Rata_rata
> 42 Sangat Baik 0 0%
24.17 34 – 41 Baik 0 0% 28 – 33 Sedang 3 17% 21 – 27 Kurang 11 61% ≤ 20 Kurang sekali 4 22%
Jumlah 18 100% Kurang
Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui dari 18 kelayan diperoleh
keterangan tentang tingkat kemampuan loncat tegak sebagai berikut. 3 kelayan
(17%) memiliki tingkat kemampuan loncat tegak dengan kriteria sedang, 11
kelayan (61%) memiliki tingkat kemampuan loncat tegak dengan kriteria kurang,
4 kelayan (22%) memiliki tingkat kemampuan loncat tegak dengan kriteria kurang
sekali dan tidak ada kelayan yang memiliki tingkat kemampuan loncat tegak
dengan kriteria sangat baik maupun kriteri baik. Secara klasikal rata-rata
ketinggian kelayan dalam melakukan loncat tegak yang dapat dijangkau oleh
kelayan putri adalah 24 cm dan termasuk dalam kriteria kurang. Untuk lebih
jelasnya berikut disajikan diagram batang tentang tingkat kemampuan kelayan
dalam melakukan loncat tegak.
Page 90
k
t
4
k
T
m
Untu
kelayan putr
tabel dibawa
4.1.5 Lari
Hasil
kelompok p
Tengah seca
1. Pada ke
Desk
melakukan l
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
uk dapat m
ra dan kelay
ah ini.
Diagr
600 meter
l pengukura
putri kelaya
ara rinci dapa
elompok putr
kriptif persen
lari sejauh 60
Sangat Baik
0,00%0,00%
embandingk
yan putri dal
ram 4.4 Diag
an tes lari
an debil di
at diterangka
ra.
ntase waktu
00 meter ada
Baik
15,63%
3
0,00%
kan deskript
am melakuk
gram Kriteri
600 meter
BBRSBG
an sebaigai b
u yang dibu
alah sebagai
Sedang K
31,25% 34
16,67%
tif persentas
kan loncat te
ia Loncat Te
r pada kelo
“KARTINI
berikut.
utuhkan oleh
berikut.
Kurang Kus
4,38%
18,
61,11%
se per krite
egak dapat d
egak
ompok putr
I” Temangg
h kelayan pu
urang ekali
,75%22,22%
75
eria antara
dilihat pada
ra maupun
gung Jawa
utra dalam
Putra
Putri
Page 91
76
Tabel 4.9 Deskriptif Persentase Lari 600 meter Kelayan Putra
Interval Nilai
Kriteria Frekuensi Persentase Rata_rata
≤ 2.09 Sangat Baik 4 13%
2.78 2.09 - 2.3 Baik 5 16% 2.3 - 2.45 Sedang 5 16% 2.45 - 3.44 Kurang 17 53%
> 3.44 Kurang sekali 1 3% Jumlah 32 100% Kurang
Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui dari 32 kelayan diperoleh
keterangan tentang tingkat kemampuan lari 600 meter sebagai berikut. 4 kelayan
(13%) memiliki tingkat kemampuan lari 600 meter dengan kriteria sangat baik, 5
kelayan (16%) memiliki tingkat kemampuan lari 600 meter dengan kriteria baik, 5
kelayan (10%) memiliki tingkat kemampuan lari 600 meter dengan kriteria
sedang, 17 kelayan (50%) memiliki tingkat kemampuan lari 600 meter dengan
kriteria kurang baik, 1 kelayan (3%) memiliki tingkat kemampuan lari 600 meter
dengan kriteria kurang baik sekali. Secara klasikal rata rata yang ditempuh
kelayan untuk menyelesaikan lari 600meter adalah 2,78 menit atau 2 menit 47
detik dan termasuk dalam kriteria kurang baik. Untuk lebih jelasnya berikut
disajikan diagram batang tentang tingkat kemampuan lari 600 meter.
2. Pada kelompok putri.
Deskriptif persentase waktu yang dibutuhkan oleh kelayan putri dalam
melakukan lari sejauh 600 meter adalah sebagai berikut.
Page 92
77
Tabel 4.10 Deskriptif Persentase Lari 600 meter Kelayan Putri
Interval Nilai
Kriteria Frekuensi Persentase Rata_rata
≤ 2.32 Sangat Baik 0 0%
3.82 2.33 - 2.54 Baik 3 17% 2.55 – 3.28 Sedang 0 0% 3.29 – 4.22 Kurang 7 39%
> 4.23 Kurang sekali 8 44%
Jumlah 18 100% Kurang sekali
Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui dari 18 kelayan putri diperoleh
keterangan tentang tingkat kemampuan lari 600 meter sebagai berikut. 3 kelayan
(17%) memiliki tingkat kemampuan lari 600 meter dengan kriteria baik, 7 kelayan
(39%) memiliki tingkat kemampuan lari 600 meter dengan kriteria kurang, 8
kelayan (44%) memiliki tingkat kemampuan lari 600 meter dengan kriteria kurang
sekali. Dan tidak ada kelayan yang memiliki tingkat kemampuan lari 600 meter
dalam kriteria sangat baik dan sedang. Secara klasikal rata rata yang ditempuh
kelayan untuk menyelesaikan lari 600 meter adalah 3,82 menit atau 2 menit 49
detik dan termasuk dalam kriteria kurang baik. Untuk lebih jelasnya berikut
disajikan diagram batang tentang tingkat kemampuan lari 600 meter.
Untuk dapat membandingkan deskriptif persentase per kriteria antara
kelayan putra dan kelayan putri dalam melakukan loncat tegak dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Page 93
p
t
Dari
putra dan pu
tingkat keseg
Tabel 4
Baik S
Baik
Sedan
Kuran
Kuran
Total
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
Diagr
keseluruhan
utri di BBRS
garan jasma
.11 Persenta
Kriteria
Sekali
g
ng
ng Sekali
Sangat Baik
12,50%
0,00%
ram 4.5 Diag
n Tes Kese
SBG “KART
ni sebagai b
ase Tingkat K
F
Baik
15,63% 116,67%
gram Kriteria
egaran Jasm
TINI” Teman
erikut :
Kesegaran Ja
Frekuensi
0
3
16
29
2
50
Sedang K
15,63%
53
0,00%
a Lari 600 m
mani yang di
nggung, dip
asmani Kela
Pre
1
Kurang Kus
3,13%
3,
38,89%
meter
ilakukan ole
peroleh hasil
ayan Putra da
esentase
0%
6%
32%
58%
4%
100%
urang sekali
13%
44,44%
78
eh kelayan
persentase
an Putri
Putra
Putri
Page 94
4
d
e
y
l
a
p
m
k
g
1
2
3
4
5
6
Diag
4.2 Pem
Kese
dan kesangg
efisien dan
yang berarti
lainnya. Kes
aktifitas (pe
produktif.
Kese
manusia unt
kehidupan s
grahita yang
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Baik Se
garam 4.6 Di
bahasan
egaran jasma
gupan fisik
efektif dalam
i, dan masi
segaran jasm
ekerjaan). Se
egaran jasma
tuk menjaga
sehari-hari, t
g memiliki k
ekali Baik
0%6%
iagram Hasil
ani pada hak
seseorang u
m waktu ya
ih memiliki
mani merupa
emakin baik
ani merupaka
a kesehatan
tidak terkecu
kekurangan
Sedang
%
32%
Presenta
l TKJI Selur
kekatnya ada
untuk melak
ang relatif la
cadangan t
akan kondisi
k kesegaran
an kondisi p
n dan menin
uali bagi me
atau kelaina
Kurang
%
58%
ase
ruh Kelayan
alah berkenaa
kukan tugas
ama tanpa m
tenaga untu
i fisik seseo
n jasmaninya
penting yang
ngkatkan efi
ereka para p
an bila diban
Kurang Sekali
%
4%
Putra dan Pu
an dengan k
nya sehari-h
menimbulkan
uk melakuka
rang untuk
a maka aka
g diperlukan
isiensi juga
penyandang
ndingkan de
79
utri
kemampuan
hari secara
n kelelahan
an aktifitas
melakukan
an semakin
oleh setiap
efektifitas
cacat tuna
engan anak
Page 95
80
normal. Kesegaran jasmani memiliki peran yang sangat andil bagi kelayan debil
adalah agar mereka bisa tetap aktif bergerak sesuai dengan kemampuan dan
kesanggupan mereka untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal baik
dari segi fisik maupun perkembangan mentalnya.
Anak cacat mental/debil menggambarkan keadaan seseorang yang
memiliki derajat atau tingkat intelegensi (kecerdasan) yang rendah atau
terbelakang sehingga mempengaruhi perkembangan fungsi mental psikologis,
sosial, dan vokasional seseorang. Salah satu upaya untuk meningkatkan kesegaran
jasmani anak debil adalah dengan adanya mata pelajaran pendidikan jasmani.
Dalam melakukan penelitian ini penulis merasa mendapatkan ilmu baru,
pengalaman dan kesabaran. Baik pada saat melakukan observasi maupun pada
saat tes kesegaran jasmani dilakukan. Disini penulis dihadapkan kepada anak-
anak yang memiliki kebutuhan khusus yang tentu saja cara berkomunikasinya
juga berbeda (khususnya kelayan debil). Dalam penyampaian informasi harus
jelas, baik itu cara dan maksud dari informasi tersebut. Jika pada anak normal,
mereka hanya diberi petunjuk tentang bagaimana pelaksanaan tes kesegaran
jasmani tiap itemnya, misal loncat tegak. Untuk anak normal hanya diberikan
contoh sekali saja sudah bisa, tetapi berbeda dengan kelayan debil. Mereka harus
mengerti dan paham betul bagaimana cara melakukan tes loncat tegak tersebut.
Baik dari posisi awal hingga posisi akhir. Dan penyampaian mengenai langkah-
langkahnya kelayan harus benar-benar paham betul, jika tidak dalam
pelaksanaanya juga akan tidak sempurna.
Page 96
81
Cara berkomunikasi dengan para kelayan juga harus dengan pelan dan
terkesan familier bagi mereka agar mereka tidak takut meskipun bagi mereka
peneliti adalah orang yang belum dikenal. Ada saat mereka tidak mau melakukan
apa yang peneliti inginkan dan ada saat kelayan merasa bosan karena menunggu
antrian untuk dapat melakukan tes. Dalam situasi seperti ini peneliti juga harus
memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan mereka agar mereka tetap
mau melakukan apa yang peneliti ingin mereka lakukan, dan cara
berkomunikasinya juga harus dengan pendekatan yang intensif, bahkan tidak
jarang juga mereka diberikan pujian yang membuat mereka senang
mendengarnya. Suatu saat peneliti harus mendekati mereka dengan sabar dan
pelan-pelan, tidak jarang juga peneliti harus memberikan motivasi berupa hadiah
kepada mereka yang mau melakukan apa yang peneliti ingin mereka lakukan.
Meskipun demikian penulis merasa senang karena pada akhirnya semua tes
kesegaran jasmani dapat dilaksanakan dengan baik, dan penulis merasa bangga
karena tidak semua orang asing mendapatkan kesempatan untuk bertemu dan
berkomunikasi dengan kelayan. Kemudian dari semua tes kesegaran jasmani yang
telah dilakukan terdapat hasil yang didapat.
Hasil penelitian untuk mengetahui kesegaran jasmani kelayan yang diukur
melalui tes lari jarak pendek secara keseluruhan diperoleh keterangan bahwa rata-
rata waktu yang ditempuh kelayan debil putra di BBRSBG “KARTINI”
Temanggung untuk melakukan lari jarak pendek adalah 6,54 detik dan termasuk
dalam kategori baik sedangkan untuk kelayan yang berjenis kelamin putri adalah
6,39 detik dan termasuk dalam kategori baik juga. Hal ini mengidentifikasikan
Page 97
82
bahwa fisik dan kecepatan kelayan dalam bergerak termasuk dalam kategori baik.
hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilaksanakan.
Hasil penelitian tentang kemampuan angkat tubuh dan gantung siku para
kelayan debil, secara keseluruhan diperoleh keterangan bahwa rata-rata kuantitas
kelayan debil putra di BBRSBG “KARTINI” Temanggung untuk melakukan
angkat tubuh hanya sebanyak 6,94 kali dan termasuk dalam kategori kurang.
Sedangkan untuk kelayan putri rata rata sebanyak 8,72 detik dan termasuk dalam
kategori kurang. Lebih banyaknya kelompok putri dalam melakukan gantung siku
disebabkan karena standart gerakan gantung siku untuk perempuan relatif lebih
mudah dibandingakn dengan standar untuk kelompok putra. Mengingat
pentingnya fungsi gerakan ini dalam penbentukan fisik dan mental para kelayan,
maka sudah semestinya jika pengurus balai besar rehabilitasi untuk melatih para
kelayan untuk melakukan gerakan yang berfungsi membentuk otot lengan ini.
Pada hasil penelitian tentang baring duduk, diperoleh keterangan rata rata
kemampuan kelayan debil putra BBRSBG “KARTINI” Temanggung untuk
melakukan baring duduk sebanyak 13,19 kali dan termasuk dalam kategori
sedang, sedangkan untuk kelompok putri sebanyak 9,79 kali dan termasuk dalam
kategori sedang. Dengan melihat kriteria ini maka harapan para kelayan untuk
memiliki postur tubuh yang baik terutama pada bagian perut sangat besar untuk
kelayan putra, namun demikian postur tubuh yang baik juga masih memungkinan
untuk didapatkan kelompok putri. Olahraga baring duduk jika dilakukan secara
terus menerus selain dapat menyehatkan fisik, jika dilakukan secara kontinyu dan
teratur juga dapat mengoptimalkan kerja otak yang akhirnya dapat meningkatkan
Page 98
83
IQ, dengan meningkatkan IQ para kelayan, secara otomatis tingkatan inteligenci
para kelayan diharapkan bisa meningkat. Dengan demikian tidak salah jika setelah
penelitian ini pengurus kelayan debil BBRSBG “KARTINI” Temanggung
mewajibkan para kelayan untuk melakukan gerakan yang dapat mengecangkan
otot perut ini minimal 10 kali setiap hari.
Hasil tentang gerakan loncat tegak diperoleh keterangan rata-rata
kemampuan kelayan putra melakukan loncat tegak setinggi 30,13 cm dan
termasuk dalam kategori sedang sedangkan untuk kolompok putri setinggi 24,17
cm dan termasuk dalam kriteria kurang. Loncat tegak merupakan olah raga yang
memadukan antara otot dan otak, suatu hal yang wajar jika para kelayan tidak
dapat melakukan gerakan ini dengan optimal mengingat otak para kelayan
basicnya dibawah rata-rata terutama untuk kelayan putri, sebenarnya gerakan ini
cukup penting bagi para kelayan salah satunya adalah untuk menambah tinggi
badan para kelayan. Cara paling mudah dan masuk akal untuk dapat
meningkatkan loncatan para kelayan adalah dengan menyuruh mereka berlatih
melakukan loncatan diatas matras, melakukan gerakan ini diatas matras
setidaknya dapat mengurangi rasa ketakutan kelayan saat menjatuhkan diri.
Hasil penelitian kesegaran jasmani kelayan yang diukur dengan lari 600
meter diperoleh keterangan rata rata waktu yang dibutuhkan para kelayan putra
untuk menempuh jarak 600 meter adalah 2,78 menit atau 2 menit 47 detik dan
teramsuk dalam kategori kurang sedangkan untuk kelayan putri adalah 3,82 menit
atau 3 menit 50 detik dan termasuk dalam kriteria kurang sekali. Hal ini
disebabkan karena para kelayan baik putra maupun putri tidak berkonsentrasi saat
Page 99
84
melakukan lari 600 meter mereka benar benar berlari rata-rata hanya pada 300
meter pertama, selebihnya mereka melakukannya dengan jalan kaki ataupun jalan
cepat. Kesigapan peneliti dibantu dengan para pengurus dapat memaksa mereka
terus berlari hingga finis walaupun dengan kecepatan yang lebih rendah dibanding
kecepatan pada 300 meter pertama. Pada dasarnya olahraga lari 600 meter
dilakukan untuk menyegarkan fisik kelayan secara keseluruhan dan menguatkan
otot kaki. Dengan berlari maka pusat kinerja tubuh yang rata-rata terdapat pada
telapak kaki dapat tergerakan. Olahraga ini dapat memacu kinerja jantung lebih
baik, dapat melancarkan peredaran darah dibagian otak yang berakibat pada
meningkatnya kinerja otak para kelayan sehingga daapt menaikkan tingkatan IQ
para kelayan.
Dari hasil penelitian masing-masing item tes kesegaran jasmani dapat
diklasifikasikan sesuai dengan jumlah nilai setiap item tes kesegaran jasmani
bahwa kelayan putra termasuk dalam kriteria kurang dan kelayan putri termasuk
dalam kriteria kurang.
Gerak bukan semata-mata peristiwa jasmaniah saja atau peristiwa rohaniah
saja, akan tetapi gerakan manusia seutuhnya meliputi raga, jiwa, dan lingkungan.
Pemberian kesempatan belajar gerak melalui keterampilan jasmani yang cukup
pada usia dini untuk menjaga dan mengembangkan kondisi diri dan
lingkungannya sangatlah penting, karena akan berguna untuk perkembangan
keterampilan yang normal kelak setelah dawasa, begitu juga untuk perkembangan
mental yang sehat.
Page 100
64
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang tes kesegaran
jasmani kelayan debil Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “KARTINI”
Temanggung Jawa Tengah dilihat dari 5 tes yang diukur dapat disimpulkan bahwa
umtuk kemampuan lari jarak pendek para kelayan debil secara keseluruhan dapat
melaksanakannya dengan kriteria baik, untuk cabang angkat tubuh dan gantung
siku para kelayan debil secara keseluruhan dapat melakukan gerakan ini dengan
kriteria kurang baik, untuk olah raga baring duduk secara keseluruhan dapat
dilakukan kelayan dengan kriteria sedang, untuk olah raga loncat tegak secara
keseluruhan dapat dilakukan oleh para kelayan dengan kriteria kurang baik dan
untuk cabang lari 600 meter secara keseluruhan dapat dilakukan oleh para kelayan
dengan kriteria kurang baik. Dan dari seluruh hasil tes kesegaran jasmani dapat
disimpulkan bahwa kelayan putra dan putri di BBRSBG “KARTINI” temanggung
dikategorikan kurang, dengan persentase 58%.
Page 101
86
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis untuk meningkatkan kesegaran
jasmani para kelayan adalah sebagai berikut.:
1. Pengurus sebaiknya tetap memperhatikan kesegaran jasmani seluruh
kelayan dari segala klasifikasi yang ada dengan aktivitas olah raga yang
harus tetap disesuaikan dengan kemampuan kelayan.
2. Perlu adanya motivasi dari guru penjas untuk menumbuhkan minat
kelayan melakukan aktivitas olahraga untuk meningkatkan kesegaran
jasmani kelayan.
3. Perlu adanya pendidikan yang bersifat terus menerus meskipun dengan
waktu yang relatif lama agar mereka yang mengalami cacat mental
(penderita tuna grahita) dapat meningkatkan kesegaran jasmaninya.
Sebaiknya perlu diadakan kegiatan olahrahga yang mencakup cabang
gantung siku, baring duduk, loncat tegak dan lari 600 meter secara
kontinyu agar kesehatan dan kesegaran jasmani para kelayan dapat terjaga
dengan baik.
Page 102
64
DAFTAR PUSTAKA Abdulkodir Ateng. 1992. Azaz dan Landasan Pendidikan Jasmani. Surabaya. Adang Suherman. 2004. Assesmen Belajar Dalam Penelitian Jasmani. Jakarta :
Depdiknas Beltasar Tarigan. 2000. Pendidikan Jasmani Adaptif. Departemen Pendidikan
Nasional Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta Brian J. Sharkey. 2003. Kebugaran dan Kesehatan. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta. Dasinga Moeloek. 1984. Kesehatan dan Olahraga. Jakarta : Depdiknas Depdiknas. 2006. Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mata
pelajaran Penjasorkes. Jakarta : Depdiknas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979. Olahraga untuk SGPLB. Jakarta Departemen Sosial Republik Indonesia. 1997. Sejarah Penyusunan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Mental.
Depdikbud . 1992. Tes Kesegaran Jasmani anak usia SD umur 10-12 tahun. Jakarta. Djoko Pekik Irianto. 2004. Pedoman Praktis Berolahraga untuk Kebugaran dan
Kesehatan. Yogyakarta. ________, 1999. Pola Umum Pembinaan dan Pengembangan Kesegaran
Jasmani. Jakarta. Moh. Nasir. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Mochamad sajoto. 1988. Pembinaan Kondisi Fisik dalam Olahraga.
DEPDIKBUD Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi EK Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Jakarta.
Mulyono Biyakto Atmojo. 2008. Tes dan Pengukuran pendidikan Jasmani
Olahraga. Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press). Surakarta.
Nurhasan. 2001. Tes dan Penghukuran Dalam Pendidikan Jasmani. Dirjen
Olahraga. Jakarta Pusat.
Page 103
88
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Rusli Rutan, dkk. 1999. Pengukuran dan Evaluasi Penjas. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Dasr dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III
Santoso Giriwijoyo dan Mochtamadji M. Ali. 2005. Ilmu Faal Olahraga.
Bandung : FPOk-UPI Sadoso Sumardjono. 1996. Pengetahuan Praktis Kesehatan Dalam Berolahraga.
PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian edisi V. Jakarta: Rineka Cipta. _______, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis Edisi Revisi VI.
Jakarta : Rineka Cipta. Sutrisno Hadi. 2004. Metodologi Research I. Yogyakarta : Yayasan Penerbit
Fakultas Psikologi Toho Cholik Mutohir dan ali Maksum. 2007. Sport Development Index. Jakarta :
PT Indeks Taufik Hidayah. 2008. Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Jakarta. T Raka Joni. 1984. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. YP2LM. Surabaya. Tim penyusun BBRSBG “KARTINI” Temanggung. 2003. Kurikulum Bimbingan
sosial dan Keterampilan Penyandang Tuna Grahita. Temanggung; BBRSBG “KARTINI” Temanggung.
_________. 1978. Himpunan Bahan–bahan Inforrmasi Masalah Penderita Cacat
Mental. Departemen Sosial RI Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial. _________. 1999. Kronologi Perkembangan BBRSBG “KARTINI” Temanggung.
Temanggung; BBRSBG “KARTINI” Temanggung. Unnes. 2009. Pedoman Penyusunan Skripsi Mahasiswa Program Strata 1 FIK
UNNES. Semarang : Universitas Negeri Semarang Walujo. 1988. Mengenal Penyandang Cacat Mental. BBRSBG “KARTINI”
Temanggung. Wahjoedi. 2000. Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani. PT Raja Garafindo
Persada : Jakarta.
Page 109
94
PROSEDUR TES KESEGARAN JASMANI INDONESIA (TKJI) ANAK SD
USIA 10-12 TAHUN
1) Tes Lari 30 Meter
e. Tujuan
Tes ini dilakukan bertujuan untuk mengukur kecepatan.
f. Alat dan Fasilitas
8. Lintasan lurus, datar, rata, tidak licin, berjarak 30 meter,
dan masih mempunyai lintasan lanjutan.
9. Bendera start
10. Peluit
11. Tiang pancang
12. Stopwatch
13. Serbuk kapur/Tali rafia
14. Alat tulis
g. Petugas Tes
3. Juru Keberangkatan
4. Pengukur waktu merangkap pencatat hasil
h. Pelaksanaan
1. Sikap Permulaan
Peserta berdiri dibelakang garis start
2. Gerakan
Page 110
2)
3) T
c
d
3. L
d)
e)
f)
Tes ang
untuk pu
Tes angkat tu
e) Tujua
Tes in
lenga
f) Alat d
) Pada aba
bersiap
d) Pada aba
menuju g
ari masih bi
) Pelari men
Pelari tida
Pelari terg
Gambar 1.
gkat tubuh
utri.
ubuh 30 deti
an
ni bertujuan
an dan otot b
dan Fasilitas
95
a–aba “Siap
untuk lari.
a–aba “Ya”
garis finis, m
sa diulang ap
ncuri start
k melewati g
ganggu denga
Lari 30 met
untuk putr
k, untuk put
untuk meng
bahu.
s
p” mengamb
” paserta l
menempuh jar
pabila :
garis finis
an pelari yan
ter
ra 30 detik
tra.
gukur kekuat
bil sikap sta
lari secepat
rak 30 meter
ng lain
dan tes gan
tan dan daya
art berdiri,
t mungkin
r.
ntung siku
a tahan otot
Page 111
96
5. Lantai yang rata dan bersih
6. Palang tunggal, yang tingginya rendah dapat diatur
sehingga testee dapat bergantung.
7. Stop watch
8. Formulir pencatat hasil tes.
g) Petugas Tes
3. Pengamat waktu.
4. Penghitung gerakan meerangkap hasil.
h) Pelaksanaan
3. Testee bergantung pada palang tunggal, sehingga kepala,
badan dan tungkai lurus. Kedua lengan dibuka selebar bahu
dan keduanya lurus.
4. Kemudian testee mengangkat tubuhnya, dengan
membongkokkan kedua lengan, sehingga dagu menyentuh
atau melewati palang tunggal, kemudian kembali kesikap
semula. Lakukan gerakan berulang-ulang, tanpa istirahat
selama 30 detik.
Page 112
97
Gambar 7. Sikap badan pada test angkat tubuh
4) Tes gantung siku tekuk untuk putri.
f) Tujuan
Tes ini bertujuan untuk mengukur kekuatan dan ketahanan lengan
dan otot bahu.
g) Alat dan fasilitas terdiri dari :
6) Lantai yang rata dan bersih.
7) Palang tunggal yang dapat diatur tinggi rendahnya, sesuai
dengan peserta. Palang pegangan terbuat dari besi berdiameter
ukuran ¾ inci.
8) Stopwatch
9) Serbuk kapur atau magnesium karbonat
10) Alat tulis
h) Petugas tes
Pengukur waktu merangkap pencatat hasil.
Page 113
i)
c
d
Pelaksana
Palang
kepala pe
) Sikap per
Peserta be
pada pal
menghad
Gamba
d) Gerakan
Dengan b
sampai de
di atas
dipertaha
aan
tunggal d
eserta.
rmulaan
erdiri di baw
lang tungga
ap ke arah k
ar 8. Sikap p
bantuan tola
engan menca
palang tu
ankan selama
98
dipasang d
wah palang tu
al selebar
kepala (lihat
permulaan ga
akan kedua
apai sikap be
unggal (lih
a mungkin
dengan ket
unggal, kedu
bahu. Pega
gambar 8)
antung siku t
kaki, pese
ergantung si
hat gambar
tinggian sed
ua tangan be
angan telap
tekuk
rta melomp
iku tekuk, da
9). Sikap
ikit di atas
erpegangan
pak tangan
pat ke atas
agu berada
p tersebut
Page 114
j
3)
G
j) Pencatatan
Hasil yan
memperta
detik.
Catatan
Peserta y
diberi nila
Baring D
f) Tujua
Tes in
perut
g) Alat d
Gambar 9. Si
n Hasil
ng dicatat ad
ahankan sik
:
ang tidak da
ai 0 (nol).
Duduk 30 D
an
ni bertujuan
dan Fasilitas
99
ikap gantung
dalah waktu
kap tersebut
apat melakuk
etik
untuk meng
s
g siku tekuk
u yang dicap
di atas dal
kan sikap di
gukur kekua
pai oleh pes
am satu sat
atas dinyata
atan dan keta
serta untuk
tuan waktu
akan gagal,
ahanan otot
Page 115
100
1. Lantai rata dan bersih
2. Stopwatch
3. Nomor dada
4. Alat tulis
5. Dan lain – lain
h) Petugas Tes
1. Pengamat waktu
2. Penghitung gerakan merangkap pencatat hasil
i) Pelaksanaan
1. Sikap Permulaan
a. Berbaring terlentang di lantai atau rumput, kedua lutut
ditekuk, dan kedua tangan jarinya diletakkan
dibelakang kepala.
b. Petugas atau peserta lain memegang atau menekan
pergelangan kaki, agar kaki tidak terangkat
2. Gerakan
c. Pada aba –aba “Ya” peserta bergerak mengambil sikap
duduk,sehingga kedua sikunya menyentuh pada kedua
paha, kemudian kembali pada sikap awal.
d. Gerakan ini dilakukan berulang – ulang dengan cepat
tanpa istirahat, dan silakukan dalam waktu 30 detik.
j) Pencatatan Hasil
Page 116
G
4)
baring
30 de
Gambar 5. Si
Gambar 6.
Loncat t
f) Tujua
Untuk
g) Alat d
1) D
Hasil yan
g duduk yan
etik.
ikap Permul
Sikap duduk
egak
an
k mengukur
dan Fasilitas
Dinding yang
101
ng dihitung d
ng dapat dil
aan dan posi
k dan pada sa
tenaga eksp
s
g rata dengan
dan dicatat a
lakukan den
isi jari- jari p
aat mengang
plosif seseora
n tanah / lan
adalah jumla
ngan sempur
pada saat tes
gkat badan
ang.
ntai yang cuk
ah gerakan
rna selama
st sit up
kup luas.
Page 117
102
2) Papan warna gelap berukuran 30 x 150 cm berskala satuan
ukuran sentimeter dipasang atau digantung pada dinding.
Jarak antara lantai berskala angka nol pada 100 cm.
3) Serbuk kapur yang warnanya berbeda dengan warna papan.
4) Alat penghapus.
5) Formulir perorangan
6) Alat tulis
h) Petugas Tes
1) Pengamat / Pembaca hasil tes
2) Pencatat hasil
i) Pelaksanaan
1) Sikap Permulaan
a) Ujung jari kedua tangan pesrta dioles serbuk kapur.
b) Papan skala berada disebelah kiri / kanan, kemudian
tangan yang berada didekat papan berskala diangkat
lurus keatas dan ujung jarinya dikenakan pada papan.
c) Peserta berdiri tegak dekat dinding, kaki rapat, papan
skala berada disamping kiri / kanannya. Kemudian
tangan yang dekat dinding diangkat lurus keatas
telapak tangan dan tempelkan pada papan berskala
sehingga meninggalkan bekas raihan jarinya.
Page 118
103
2) Gerakan
c) Peserta mengambil awalan dengan sikap menekukkan
lutut, kedua lengan diayun ke belakang. Kemudian
siswa / peserta meloncat setinggi-tingginya sambil
menepuk papan dengan tangan yang terdekat, sehingga
meninggalkan bekas.
d) Ulangi sampai tiga kali.
j) Pencatatan Hasil
Hasil yang dicatat adalah :
1) Tinggi raihan tanpa loncatan
2) Tinggi raihan loncatan I
3) Tinggi raihan loncatan II
4) Tinggi loncatan raihan III, yaitu mengurangkan tinggi
loncatan raihan dengan tinggi raihan.
Gambar 2. Sikap awal pada test vertical jump
Page 119
104
Gambar 3. Sikap aba- aba pada test vertical jump
Gambar 4. Sikap meloncat pada test vertical jump
5) Tes Lari 600 Meter
f) Tujuan
Tes ini bertujuan untuk mengukur daya tahan kardiorespiratori.
g) Alat dan Fasilitas
7. Lapangan yang rata atau lintasan yang telah diketahui
panjangnya sehingga mudah untuk menentukan jarak 600 meter
8. Bendera start tiang pancang.
9. Pluit.
10. Stop Watch.
Page 120
h
i
j
11. Nomo
12. Tanda
h) Petugas T
3. Penga
4. Meran
i) Pelaksan
3. Sikap
Teste
4. Gerak
c) Te
d) Pa
de
m
te
j) Pencatat
Hasil yan
dari masin
Gambar 1
or dada
a/garis untuk
Tes
amat waktu
ngkap hasil
naan
p Permulaan
e berdiri di t
kan
estee bersed
ada aba-aba
engan mene
mencuri start
rsebut.
Hasil
ng dicatat ad
ng-masing in
10. Lari 600
105
k start dan fi
tempat deng
dia di tempat
a “ya” testee
empuh jarak
t, maka test
dalah waktu
ndividu.
meter
inish
an posisi sta
start
e segera lar
600 meter.
ee tersebut
tercepat dal
ar melayang
ri menuju g
. Bila ada t
dapat meng
lam sepersep
aris finish,
testee yang
gulangi tes
puluh detik
Page 121
106
REKAPITULASI HASIL PENELITIAN TINGKAT KESEGARAN JASMANI DI BBRSBG “KARTINI” TEMANGGUNG
NO
NAMA LARI 40 M
LARI 30 M
GANTUNG SIKU/ANGKA
T TUBUH
BARING
DUDUK
LONCAT
TEGAK
LARI 600
M
1 Nuri Indriyani 6,24” 9,73” 9 31 2’46” 2 Rohmatun 6,25” 6,53” 10 27 2’51” 3 Kristanti 6,27” 4,76” 10 24 3’31” 4 Agus Eka
Saputri 6,26” 11,92” 10 22 3’32”
5 Nur Halimah 5,00” 5,11” 11 20 2’51” 6 Jesika 6,28” 7,85’ 10 28 3’30” 7 Eki Pipitianai 6,78” 5,58” 10 32 4’02’ 8 Ragil Asmoro
Puji 6,79” 4,92” 12 27 4’27’
9 Murwanti 6,09” 9,42” 12 24 3’33” 10 Erni
Wahyuningrum
6,00” 3,97” 10 19 4’28”
11 Fatonah 7,08” 52,44” 10 18 3’34” 12 Suryatni 7,12” 12,38” 10 25 4’23” 13 Yulvia Rahmi 6,28” 3,42” 6 26 4’30” 14 Dian Ekawati 6,29” 3,42” 8 23 5’09” 15 Sholekah 6,31” 3,07” 8 21 3’54” 16 Yulianingsih 7,40” 3,27” 10 21 4’38” 17 Upit 5,73” 4,84” 10 27 5’12” 18 Puji A 6,82” 4,32” 10 20 5’38” 19 Ari
Setyowarno 5,89” 10 15 39 2’00’
20 Aan Nugroho 8,35” 4 12 27 2’44” 21 Kurniawan 6,35” 11 11 30 2’02” 22 Toni S 6,83” 6 19 23 2’30” 23 Wisnu Pratama
Aji 6,43” 7 12 24 2’28”
24 M. Rizki Setyawan
7,16” 5 10 16 2’37”
25 Ibnu Darmanto 5,99” 8 15 30 3’23” 26 Agus Hadi
Saputro 5,75” 6 15 35 2’58”
Page 122
107
27 Rizal Anwar 5,50” 4 14 29 4’01” 28 Ahmad Royani 6,75” 4 10 23 3’22” 29 Heri
Sulistiyono 5,87” 6 16 31 3’39”
30 Diki Pangabdian S
7,12” 5 16 25 3’05”
31 Agam Roimandim P
6,39” 18 17 40 2’17”
32 Tri Sulistyo Nugroho
6,98” 4 13 31 3’30”
33 Muh. Nuruzaman
6,41” 10 18 37 2’17”
34 Anggit Widiatmoko
6,59” 7 16 33 2’31”
35 Untung Widodo
6,34” 5 11 20 3’02”
36 Sumarno 5,91” 4 10 24 2’03” 37 Andi Maksum
Mubaroq 6,94” 5 17 28 3’17”
38 Angga 6,28” 9 15 37 3’39” 39 Muafik 7,35” 4 15 20 2’38” 40 Parwadi 6,14” 7 10 19 3’38” 41 Jatmiko 7,08” 9 14 41 3’24” 42 Hendi
Triangga 6,46” 10 8 39 3’17”
43 Agus Indriyanto
7,66” 4 10 32 3’13”
44 Nopan Warminto
6,41” 9 15 30 3’43”
45 Sigit Nugroho 6,81” 11 9 33 3’40” 46 Nugroho
Ariyanto 5,95” 5 11 26 3’21”
47 Heru Cahyono Bawono
5,73” 6 16 44 2’05”
48 Wiharnanto 7,06” 4 8 32 2’38” 49 Eko 6,88” 6 14 37 2’46” 50 Supriyadi 6,07” 9 10 29 2’24”
Page 123
108
DATA KELAYAN PUTRA
NO NAMA
1 Ari Setyowarno 2 Aan Nugroho 3 Kurniawan 4 Toni S 5 Wisnu Pratama Aji 6 M. Rizki Setyawan 7 Ibnu Darmanto 8 Agus Hadi Saputro 9 Rizal Anwar 10 Ahmad Royani 11 Heri Sulistiyono 12 Diki Pangabdian S 13 Agam Roimandim P 14 Tri Sulistyo Nugroho 15 Muh. Nuruzaman 16 Anggit Widiatmoko 17 Untung Widodo 18 Sumarno 19 Andi Maksum Mubaroq 20 Angga 21 Muafik 22 Parwadi 23 Jatmiko 24 Hendi Triangga 25 Agus Indriyanto 26 Nopan Warminto 27 Sigit Nugroho 28 Nugroho Ariyanto 29 Heru Cahyono Bawono 30 Wiharnanto 31 Eko 32 Supriyadi
Page 124
109
DATA KELAYAN PUTRI
NO NAMA 1 Nuri Indriyani 2 Rohmatun 3 Kristanti 4 Agus Eka Saputri 5 Nur Halimah 6 Jesika 7 Eki Pipitianai 8 Ragil Asmoro Puji 9 Murwanti 10 Erni Wahyuningrum 11 Fatonah 12 Suryatni 13 Yulvia Rahmi 14 Dian Ekawati 15 Sholekah 16 Yulianingsih 17 Upit 18 Puji A
Page 125
110
DAFTAR NAMA PETUGAS TES KESEGARAN JASMANI
NO NAMA
KETERANGAN
1 AHAMD SYA’ RONI L 2 ADRIAN WICAKSONO L 3 ARFIANDHI L 4 MAFTUCHIN HUDA L 5 DANANG EKO PURWANTO L 6 ISA AL - ARIF L 7 SOFYAN ARDIYANTO L 8 WULAN SARI Y P 9 HETIKA P 10 INA KUSUMANDARI P 11 UMMAYA SOFFA P
Page 127
112
DOKUMENTASI PENELITIAN
`
Gambar 1. Kelayan sedang melakukan pemanasan
Gambar 2. Kelayan putra melakukan lari 40 meter
Page 128
113
Gambar 3. Kelayan putri melakukan lari 30 meter
Gambar 4. Kelayan putra sedang malakukan lompat tegak (vertical jump)
Page 129
114
Gambar 5. Kelayan putri sedang malakukan lompat tegak (vertical jump)
Gambar 6. Kelayan putra sedang melakukan baring duduk
Page 130
115
Gambar 7. Kelayan putri sedang melakan baring duduk
Gambar 8. Kelayan putra sedang melakukan angkat tubuh
Page 131
116
gambar 9. Kelayan putri sedang melakukan gantung siku tekuk
Gambar 10. Kelayan melakukan lari 600 meter
Page 132
117
Gambar 11. Kelayan putri melakukan lari 600 meter
Gambar 12. Seluruh kelayan debil dan peneliti