2
ANALISA KESTABILAN TEROWONGAN DENGAN PENERAPAN KLASIFIKASI MASSA
BATUAN
MODIFIED BASIC ROCK MASS RATING
I.LATAR BELAKANG
Industri pertambangan merupakan salah satu penyumbang devisa
bagi negara yang tak lepas dari resiko besar. Sistem penambangan
secara tambang bawah tanah secara garis besar juga mempunyai resiko
besar, salah satunya adalah masalah kestabilan terowongan.
Terowongan yang tidak stabil biasanya disebabkan oleh adanya
gangguan-gangguan seperti gejala-gejala geologi, pelapukan,
swelling batuan, tekanan dan aliran air tanah yang berlebihan serta
tegangan yang berada disekitar terowongan. Pembuatan lubang bukaan
bawah tanah akan mengakibatkan perubahan distribusi tegangan
terutama pada daerah sekitar lubang bukaan dan dapat mengakibatkan
lubang bukaan tidak stabil.
Dalam rangka itulah, maka selaku peneliti akan mencoba
menganalisis kestabilan terowongan dengan mengggunakan Klasifikasi
Massa Batuan dengan Klasifikasi Modified Basic Rock Mass Rating
System (MBR), agar dapat menyarankan jenis penyanggaan yang dapat
digunakan untuk penguatan terowongan.
II.PERUMUSAN MASALAH
Apabila kita membuka suatu bukaan dibawah permukaan, hal ini
dapat mengubah atau mengganggu sistim keseimbangan massa batuan
yang telah ada, dimana hal ini akan menimbulkan resiko berubahnya
sifat material batuan di atas lubang bukaan.
Dengan dibuatnya lubang bukaan dibawah permukaan maka akan
mengakibatkan perubahan distribusi tegangan terutama di dekat
lubang bukaan. Selain adanya distribusi tegangan dan sistim
keseimbangan, kita juga mengetahui bahwa keadaan di muka bumi ini
tidak pernah terlepas dan gejala - gejala geologi seperti struktur
lipatan (folding), rekahan, sesar, patahan (fault) dan lainnya.
Oleh karena hal tersebut diatas, maka diperlukan metode-metode
tertentu seperti metode penggalian, penyanggaan untuk menjadikan
terowongan bawah tanah menjadi stabil dan aman bagi para pekerja
dan peralatan tambang.
III. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dari penelitian ini adalah ingin mengetahui hasil
penerapan dari parameter Klasifikasi Massa Batuan Geomekanik dan
Klasifikasi Massa Batuan MBR system, serta mengetahui prosedur
pengukuran secara langsung di lapangan. Sedangkan tujuan dari
penelitian ini adalah menerapkan penggunanan klasifikasi
klasifikasi massa batuan agar dapat menyarankan jenis penyangga
yang sesuai berdasarkan hasil yang diperoleh.
IV.METODOLOGI PENELITIAN
Untuk mengetahui adanya ketidakstabilan pada lubang bukaan bawah
tanah ada beberapa metode yang dapat digunakan, diantaranya
1. Metode pengamatan atau observasi, didasarkan pada pemantauan
di lapangan tentang adanya pergerakan massa batuan dan adanya
bidang bidang diskontinuitas, seperti patahan, rekahan dan
sesar.
2. Metode empirik didasarkan pada klasifikasi massa batuan,
yaitu dengan mengidentifikasi parameter terpenting yang
mempengaruhi perilaku massa batuan dan membagi formasi massa batuan
yang khusus ke kelompok dengan perilaku sama.
3. Analisis data
V. MANFAAT HASIL PENELITIAN
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
masukkan bagi perusahaan pertambangan / pihak pengelola
pertambangan.
2. Hasil penelitian ini merupakan suatu bentuk sumbangan kepada
lembaga pendidikan dalam rangka peningkatan dan pemberdayaan
perpustakaan di Fakultas Teknologi Mineral, khususnya Jurusan
Teknik Pertambangan Universitas Trisakti.
3. Sebagai bahan masukan atau bahan perbandingan bagi peneliti
lain yang meneliti masalah serupa.
VI. LOKASI PENELITIAN
Lokasi tugas akhir adalah pada perusahaan pertambangan yang
menggunakan sistem tambang bawah tanah, yaitu PT. FREEPORT
INDONESIA.
VII. WAKTU PENELITIAN
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan September - Nopember
2001 dengan jadwal sebagai berikut :
VIII.STUDI PUSTAKA
Tambang bawah tanah adalah usaha penambangan bahan galian yang
kegiatan penambangannya dilakukan di bawah tanah. Tambang bawah
tanah memiliki resiko yang lebih besar dari pada tambang terbuka,
terutama dalam hal kestabilan terowongannya. Bukaan dan hasil
kegiatan operasi di bawah tanah, keseimbangan tekanan pada bagian
atap dan sisi bukaan berubah dan atap yang tidak disangga biasanya
cenderung untuk melengkung pada bagian tengahnya yang bisa
menyebabkan terjadinya keruntuhan.
Klasifikasi tambang bawah tanah (H.L. Hartman, 1987)
A. Unsupported methods
1.Room and pillar mining
2. Stope and pillar mining
3. Shrinkage stoping
4. Sublevel stoping
B.Supported methods
1. Cut and fill stoping
2. Stull stoping
3. Square set stoping
C. Caving methods
1. Longwall mining
2. Sublevel caving
3. Block caving.
Sistim penambangan bawah tanah memiliki banyak kelemahan bila
dibandingkan dengan sistim tambang terbuka, antara lain dalam hal
:
1.Lingkungan kerja bawah tanah terbatas sehingga efesiensi
pekerja lebih rendah. Jenis peralatan dan fasilitas angkutan juga
terbatas oleh karena harus disesuaikan dengan dimensi lingkungan
kerja.
2.Adanya ventilasi dan penyanggaan serta penerangan pada lubang
bukaan tambang bawah tanah mutlak harus ada.
3.Mining recovery lebih rendah oleh adanya pillar-pillar sebagai
penyangga.
4. Adanya lingkungan kerja yang terbatas memungkinkan lebih
seringnya terjadi kecelakaan.
Kestabilan terowongan tidak terlepas dan perilaku massa batuan
dan sangat dipengaruhi oleh keadaan distribusi tegangan yang
terjadi di sekitar terowongan. Ketidakstabilan terowongan biasanya
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu : Faktor bukan struktur geologi
(tegangan insitu yang berlebihan, pelapukan dan swelling serta
tekanan dan aliran air tanah) dan Struktur geologi (dapat diketahui
dengan pemetaan geologi detail / rinci di atas dan di bawah
permukaan).
Faktor-faktor bukan struktur geologi yaitu
1. Tegangan insitu yang berlebihan : pada massa batuan terdapat
tegangan mula-mula yang terdiri dan 3 macam, yaitu : tegangan
gravitasi yang disebabkan oleh berat dan batuan yang berada di
atasnya, tegangan tektonik yang terjadi karena adanya pergeseran
pada kulit bumi pada saat ini ataupun pada masa lampau dan tegangan
sisa yang terjadi sebagai akibat pada saat gempa bumi tidak semua
gaya dilepaskan tetapi masih ada yang tersisa di dalam batuan.
Untuk pengukuran tegangan insitu dilakukan dengan cara Hydraulic
Fracturing, Overcoring, Flat Jack dan Rossette.
2.Pelapukan dan Swelling untuk pengujian terhadap pelapukan
dilakukan pengujian di laboratorium, sedangkan untuk swelling test
dilakukan pengujian petrografi.
3.Tekanan dan aliran air tanah dengan menggunakan Piezometer
kita dapat mengetahui tekanan air tanah pada suatu lapisan,
sedangkan untuk mengetahui aliran air tanah dilakukan pumping test,
sehingga dapat dibuat sistim drainage yang efektif dan
terkontrol.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi kestabilan lubang bukaan yang
merupakan struktur geologi adalah
1.Kekar merupakan struktur rekahan dalam batuan dimana sedikit
sekali mengalami pergeseran, dalam konstruksi bawah tanah dapat
menyebabkan terjadinya runtuhan pada bagian atap terowongan dan
menimbulkan bidang-bidang lemah yang mempengaruhi kestabilan
terowongan.
2.Sesar merupakan suatu rekahan pada batuan yang telah mengalami
pergeseran sehingga terjadi perpindahan antara bagian yang
berhadapan, dengan arah yang sejajar dengan bidang patahan
Karena hal itulah, maka diperlukan data-data pemetaan geologi
dan pemboran memungkinkan sesuai dengan pengamatan geologi
diharapkan massa batuan dapat menyangga dirinya sendiri, jika hal
itu tidak terjadi, maka diperlukan bantuan penyanggan untuk
mencegah adanya runtuhan dan memperkuat bidang-bidang lemah yang
berpotensi untuk longsor.
Klasifikasi Massa Batuan
Klasifikasi massa batuan adalah bagian dari metode-metode yang
ada untuk memperkirakan kestabilan terowongan. Metode-metode untuk
menilai kestabilan terowongan adalah :
1. Metode analitik, yaitu dengan menganalisis tegangan dan
deformasi di sekitar lubang bukaan.
2. Metode observasi/pengamatan, yaitu dengan menganalisis
berdasarkan pada data pemantauan pergerakan massa batuan.
3. Metode empiris, yaitu dengan menilai kestabilan terowongan
dengan menggunakan analisa statistik
Klasifikasi massa batuan merupakan metode empiris dan telah
digunakan secara luas. Metode empiris dapat digunakan pada saat
data geoteknik yang mencukupi tidak tersedia. Dengan klasifikasi
massa batuan dapat dijadikan sebagai dasar perkiraan jenis
penyanggan yang dibutuhkan dengan mudah, murah dan cepat dalam
pengambilan keputusan di lapangan.
Tujuan klasifikasi massa batuan :
1. Mengidentifikasi parameter terpenting yang mempengaruhi
perilaku massa batuan.
2. Membagi formasi massa batuan yang khusus ke dalam kelompok
dengan perilaku sama.
3. Memberikan dasar untuk pengertian karakteristik dari tiap
kelas massa batuan.
4. Menghubungkan pengalaman dari kondisi massa batuan di suatu
lokasi dengan lokasi lain.
5. Mengambil data kuantitatif dan pedoman untuk rancangan.
6. Memberikan dasar umum untuk komunikasi di antara para
insinyur dan geologiawan.
Klasifikasi massa batuan yang paling umum :
1.Terzaghi, 1946 telah digunakan di Amenika Serikat selama lebih
dan 35 tahun dan berhasil pada terowongan dengan penyanggaan besi
baja.
2.Lauffer, 1958 Stand Up Time dan Active Span, menentukan tipe
dan jumlah penyangga dalam terowongan secana lebih relevan.
3.Deere, 1967 Jndeks Rock Quality Designation / RQD, merupakan
metode sederhana untuk deskripsi kualitas inti batuan dan lubang
bor.
4.Wickman, dkk (1972, 1974) Konsep Rock Structure Rating / RSR,
merupakan sistem pertama yang memberikan gambanan rating
klasifikasi untuk memberikan bobot dan parameter klasifikasi.
5.
Bieniawski, 1973 Klasifikasi Geomekanika (RMR System), dapat
digunakan untuk Rock Slope dan fondasi, Ground Rippability dan
masalah pertambangan serta menyediakan data kuantitatif untuk
memilih penguatan terowongan yang modern, seperti rock bolt dan
shortcrete.
7. Barton, Lien dan Lunde (1974) Sistim Klasifikasi Massa Batuan
Q-System, dikembangkan khusus untuk terowongan dan ruang bawah
tanah serta memberikan data kuantitatif untuk memilih penguatan
terowongan yang modern, seperti rock bolt dan shortcrete .
Meskipun demikian medode empiris ini perlu dilanjutkan dengan
kegiatan pemantauan untuk mengetahui deformasi tegangan batuan di
sekitar penggalian yang sebenarnya, untuk menjaga kestabilan dalam
penggalian serta untuk memeriksa balik hasil dari metode empiris
dan metode analisa yang telah didapat.
Klasifikasi massa batuan RMRKlasifikasi ini dikembangkan oleh
Bieniawski, tahun 1973. Klasifikasi ini menggunakan enam parameter
yang kesemuanya dapat diukur di lapangan dan diperoleh dari data
lubang bor.
Enam parameter yang digunakan dalam klasifikasi massa batuan RMR
adalah :
1. Uniaxial Compressive Strength Of Rock Material
2. Rock Quality Designation (RQD)
3. Spacing Of Discontinuities
4. Condition Of Discontinuities
5. Ground Water Conditions
6. Orientation Of Discontinuities
Prinsip penentuan nilai RMR dapat dilihat secara skematik pada
stuktur perhitungan RMR dibawah ini.
Diterapkannya klasifikasi ini karena :
1. Sederhana dan mudah dimengerti.
2. Berdasarkan pada parameter yang dapat diukur dan dapat
ditentukan dengan cepat dan murah di lapangan.
3. Sifat-sifat yang penting darimassa batuan tercakup.
Kegunaan klasifikasi RMR adalah :
1. Menghitung kekuatan massa batuan.
2. Menghitung modulus massa batuan
3. Menilai kestabilan dari lereng batuan
4. Menghitung besarnya Rippability dari batuan
5. Menghitung besarnya Dredgeability dari batuan
6. Menghitung besarnya Excavability dari batuan
7. Menghitung besarnya Cuttability dari batuan
8. Menghitung besarnya Cavability dari batuan
Langkah - langkah Penggunaan RMR System
1.Tentukan rating / bobot untuk parameter
a.Strength of Intact Rock Material
b.Drill Core Quality RQD
c.Spacing of discontinuities / jarak rekahan
d.Condition of discontinuities / kondisi rekahan (lihat tabel
Guidelines for Classification Of Discontinuity Conditions)
e.Ground Water / kondisi air tanah
2. Untuk mengetahui nilai RMR awal didapat dengan menjumlahkan
bobot dan kelima parameter. Apabila RMR awal sudah diketahui,
dengan cara menjumlahkan rating sehingga didapat rating total.
Contohnya : Apabila nilai RMR antar 81-100 maka batuan tersebut
termasuk Kelas Massa Batuan I / Very Good Rock, apabila RMR
nilainya 61-80 maka batuan tersebut termasuk Kelas Massa Batuan II
/ Good Rock dan apabila nilai RMR < 20, maka batuan tersebut
termasuk Kelas Massa Batuan V / Very Poor Rock.
3. .Apabila telah diketahui kelas massa batuannya maka kita
dapat menentukan Average Stand Up Time dengan span tertentu serta
Cohesion of rock mass (Kohesi - kPa) dan Friction Angle of Rock
Mass (sudut geser dalamnya).4. Untuk melakukan penyesuaian rating
(Rating Adjusment), lihat tabel Effect Of Discontinuity Strike And
Dip Orientation In Tunelling. Apabila telah kita ketahui strike and
dip orientationnya, lalu dilakukan penyesuaian rating (Rating
Adjusment).
5. Penyesuaian rating (Rating Adjusment for Discontinuity
Orientation), nilai RMR awal - bobot Orientasi Rekahan = nilai RMR
akhir.
6. Setelah diketahui nilai RMR akhir, dapat diketahui kelas
massa batuannya (I, II, II, IV dan V) serta pemerian batuan :
a. Kelas I = Very good rock
b. Kelas II = Good rock
c. Kelas III = Fair rock
d. Kelas IV = Poor rock
e. Kelas V = Very poor rock
7.Petunjuk untuk penggalian dan penyanggaan (berlaku untuk
tunnel dengan lebar 10 meter, berbentuk tapal kuda, v = 25 Mpa,
metoda penggalian dengan pemboran dan peledakan).
Tabel Guidelines for Classification of Disconinuity
Conditions
Klasifikasi Massa Batuan MBR
Modified Basic Rock Mass Rating (MBR) adalah klasifikasi massa
batuan hasil pengembangan dari klasifikasi massa batuan Rock Mass
Rating (RMR). MBR dikembangkan oleh ahli geoteknik yaitu Cummings
dan Kendorski, pada tahun 1983. Penerapan MBR yang pertama kali
adalah pada tambang tembaga di Amerika Serikat, dengan sistem
penambangan Block Caving. Prinsip penentuan nilai MBR dapat dilihat
secara skematik pada stuktur perhitungan MBR dibawah ini.
MBR merupakan hasil penyesuaian yang beragam yang keluarannya
berhubungan dengan metode penyanggaan pada kondisi terowongan yang
bervariasi. Kelebihan dari MBR ini adalah :
1. Merupakan sistem klasifikasi yang kuantitatif.
2. Merupakan system rekayasa yang memungkinkan dapat merancang
terowongan pada tiga tempat sekaligus, yaitu isolated drift,
development drift, production drift.
Sistem MBR untuk Block Caving didasarkan pada 3 parameter, yaitu
:
1. Parameter utama adalah terdiri dari : Intact Rock Strength,
Discontinuity Density (terdiri dari RQD dan Discontinuities
Spacing), Discontinuity Condition dan Ground Water Condition.
2. Parameter pengembangan / development adalah terdiri dari :
Blasting Damage, Induced Stress, Fracture Orientation.
3. Parameter produksi / production adalah terdiri dari : Major
Structure, Distance To Cave Line, Block Panel Size.
Dengan diterapkannya klasifikasi massa batuan MBR untuk Block
Caving, parameter yang akan diketahui adalah :
1. Strength of intact rock material / kuat tekan batuan
Kuat tekan batuan dapat diperoleh dari uji laboratorium, yaitu
dengan cara Uniaxial Compressive Strength dan Point Load Stength
Index
2. Discontinuity Density, yang terdiri dari :
A. Rock Quality Designation (RQD)
RQD adalah penilaian kualitas massa batuan ditinjau dari hasil
pemboran inti. Besarnya nilai RQD ditentukan berdasarkan pengamatan
core (inti) dari hasil pengeboran inti. Harga RQD ditetapkan dari
persentase perbandingan jumlah panjang core yang utuh lebih panjang
dari 10 cm dengan panjang lubang bor. Besarnya harga RQD
menunjukkan deskripsi massa batuannya.
RQD = Core dengan panjang >10 cm x 100 %
Panjang Core total (cm)
Prosedur pengukuran dan perhitungan RQDVolumetric Joint Count
(Jv) adalah jumlah kekar per meter kubik pada setiap set kekar yang
ada di lapangan. Sebuah pendekatan yang diberikan antara Jv dan RQD
adalah sebagai berikut :
RQD = 115 - 3,3 Jv
RQD = 100 untuk Jv < 4,5
Jv bisa digunakan bila tidak dilakukan pemboran inti.
B. Jarak rekahan / Spacing discontinuities
Spasi bidang diskontinyuitas adalah jarak yang diukur tegak
lurus antara dua bidang diskontinyuitas (kekar). Spasi
diskontinyuitas yang berdekatan berperan mengontrol ukuran blok dan
bentuk blok dari intact rock. Spasi diskontinyuitas yang rapat dan
terdiri dari tiga atau lebih set yang saling berpotongan akan
membuat blok-blok kecil, sehingga mengurangi kekuatan batuan dan
cenderung memberikan kohesi yang rendah. Sedangkan spasi yang lebar
cenderung memberikan kondisi keterikatan yang kuat antar material
penyusunnya.
3. Kondisi bidang diskontinyuitas / Condition of
discontinuities.
Kondisi bidang diskontinyuitas meliputi kekasaran dari bidang
diskontinyuitas, separasi atau regangan, adalah jarak antara dua
buah bidang diskontinyuitas, kadang-kadang diisi oleh material
pengisi dan pelapulan pada bidang lemah.
4. Kondisi air tanah / Ground Water Conditions
Kondisi air tanah dapat ditentukan dengan mengukur tekanan air
yang keluar dan kekar dan debit air sepanjang terowongan. Secara
umum pengukuran air tanah dilakukan dengan memperhatikan keadaan
atap dan dinding terowongan secara visual, sehingga diperoleh
keadaan air di terowongan adalah kering, lembab, basah, menetes dan
mengalir.
5. Kerusakan Pembongkaran / Blasting Damage
Kerusakan dari pembongkaran ini dilihat dari metode dari
pembongkaran terowongan yang digunakan, yang secara langsung akan
mempengaruhi besarnya kerusakan pada daerah sekitar penggalian.
Pengukuran kerusakan akibat pembongkaran dilakukan dengan
memperhatikan keadaan atap, dinding terowongan secara visual.
6. Induced Stress
Besarnya tegangan vertikal ( v) dan tegangan horizontal ( h)
yang terjadi pada terowongan akan mempengaruhi besarnya Induced
Stress. Besarnya tegangan vertikal dan tegangan horizontal
ditentukan dengan pengujian geomekanik.
7. Fracture Orientation
Fracture Orientation adalah kedudukan relatif dan bidang
diskontinyuitas terhadap sumbu lintasan lubang bukaan bawah tanah,
hal ini akan mempengaruhi kestabilan dan terowongan. Fracture
Orientation ditentukan oleh jurus (strike) dan kemiringan (dip)
rekahan. Orientasi yang tidak menguntungkan adalah sumbu penggalian
sejajar dengan dengan jurus dan joint, sehingga mengakibatkan
besarnya volume yang cenderung tidak stabil. Orientasi optimum
dapat dicapai pada posisi sumbu terowongan tegak lurus dengan jurus
diskontinyuitas. Orientasi mi memberikan volume minimum dan
material yang tidak stabil.
8. Major Structure
Pada prinsipnya sama dengan Fracture Orientation, hanya yang
membedakan disini adalah ketebalan dari major strcture misalnya,
ketebalan dari fault.
9. Distance To Cave Line
Jarak yang ditentukan biasanya adalah jarak vertical terhadap
drift atau juga dapat ditentukan dengan mengukur jarak terdekat ke
cave area. Tetapi dalam beberapa kasus dapat berarti jarak ini
adalah jarak horizontal.
10. Block Panel Size
Adalah ukuran dari dimensi blok pada Cave Line.
Langkah-langkah penggunaan MBR untuk Block Caving :
1. Tentukan rating / bobot untuk parameter utama :
a. Intact Rock Strength, besarnya nilai pembobotan dapat dilihat
pada tabel 1.
b. Discontinuity Density yang terdiri dari RQD dan Discontinuity
Spacing, besarnya nilai pembobotan dapat dilihat pada table 2.
c. Discontinuity Condition, besarnya nilai pembobotan dapat
dilihat pada tabel 3.
d. Ground Water Condition, besarnya nilai pembobotan dapat
dilihat pada tabel 4.
2. Untuk mengetahui besarnya nilai MBR awal adalah dengan
menjumlahkan keempat parameter utama tersebut.
3. Tentukan rating / bobot untuk parameter pengembangan /
Development :
a. Blasting Damage, besarnya nilai pembobotan dapat dilihat pada
tabel 5.
b. Induced Stress, besarnya nilai pembobotan dapat dilihat pada
tabel 6.
c. Fracture Orientation, besarnya nilai pembobotan dapat dilihat
pada tabel 7.
4. Nilai MBR penyesuaian didapatkan dari hasil perkalian MBR
awal dengan penjumlahan parameter Development.
5. Tentukan rating / bobot untuk parameter produksi / Production
:
a. Major Structure, besarnya nilai pembobotan dapat dilihat pada
tabel 8.
b. Distance To Cave Line, besarnya nilai pembobotan dapat
dilihat pada tabel 9.
c. Block Panel Size,besarnya nilai pembobotan dapat dilihat pada
tabel 10
6. Nilai MBR akhir didapatkan dari hasil perkalian MBR
penyesuaian dengan penkalian seluruh parameter produksi..
7. Petunjuk untuk penyanggaan
a. Nilai MBR awal digunakan dalam perancangan penyanggaan pada
daerah isolated drift.
b. Nilai MBR penyesuaian digunakan dalam perancangan Development
Support.
c. Nilai MBR akhir digunakan dalam perancangan Production
Support.
Tabel 1. Ratings For Intact Rock Strength
Tabel 2. Rating For Discontinuity Density
Tabel 3. Ratings For Discontinuity Condition
Tabel 4. Ratings For Groundwater Condition
Tabel 5. Adjustments For Blasting Damage
Tabel 6. Adjustments For Induced Stress
Tabel 8. Adjustments For Major Structure
Tabel 9. Adjustments For Distance to Cave
Tabel 10. Adjustments For Block Panel Size
Tabel 11. Support Chart for Isolated or Development Drifts
Tabel 12. Support Chart for Production Drifts
IX. GARIS BESAR PENULISAN LAPORAN TUGAS AKHIR
Ringkasan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
BAB I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Perumusan Masalah
1.3 Pembatasan Masalah
1.4 Maksud dan Tujuan
1.5 Manfaat Hasil Penelitian
BAB II. Tinjauan Umum
2.1 Sejarah Singkat PT Freeport Indonesia
2.2 Keadaan Umum
2.2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah
2.2.2 Vegetasi
2.2.3 Iklim dan Curah Hujan
2.2.4 Kondisi Topografi dan Lingkungan
2.3 Geologi
2.3.1 Geologi Regional
2.3.2 Geologi Daerah
2.4 Cadangan
2.5 Metode Penambangan
2.6 Jenis Penyanggaan
BABIII. Latar Belakang Teori
3.1 Metode Rancangan
3.2 Distribusi Tegangan Disekitar Terowongan
3.3 Prinsip Penyanggaan
BAB IV. Klasifikasi Massa Batuan
4.1 Faktor Penting Dalam Klasifikasi Batuan
4.2 Sifat Massa Batuan
4.3 Klasifikasi MBR System
4.4 Parameter Klasifikasi MBR System
4.4.1 Parameter Utama
4.4.1.1 Intact Rock Strength
4.4.1.2 Discontinuity Density
4.4.1.3 Discontinuity Condition
4.4.1.4 Ground Water Condition
4.4.2 Parameter Pengembangan
4.4.2.1 Blasting Damage
4.4.2.2 Induced Stress
4.4.2.3 Fracture Orientation
4.4.3 Parameter Produksi
4.4.3.1 Major Structure
4.4.3.2 Distance To Cave Line
4.4.3.3 Block Panel Size
4.5 Prosedur Penerapan Klasifikasi MBR System
4.6 Penentuan Tinggi Beban dan Beban Keseluruhan
4.7 Penentuan Penggunaan Penyangga
BAB V. Analisa Kestabilan Terowongan Mengunakan Klasifikasi MBR
System
5.1 Parameter Klasifikasi MBR System
5.1.1 Parameter Utama
5.1.1.1 Intact Rock Strength
5.1.1.2 Discontinuity Density
5.1.1.3 Discontinuity Condition
5.1.1.4 Ground Water Condition
5.1.2 Parameter Pengembangan
5.1.2.1 Blasting Damage
5.1.2.2 Induced Stress
5.1.2.3 Fracture Orientation
5.1.3 Parameter Produksi
5.1.3.1 Major Structure
5.1.3.2 Distance To Cave Line
5.1.3.3 Block Panel Size
5.2 Penentuan Tinggi Beban dan Beban Keseluruhan
5.3 Rancangan Penyanggaan
5.3.1 Penyanggaan Isolated Drift
5.3.2 Penyanggaan Development
5.3.3 Penyanggaan Produksi
BAB VI. Kesimpulan dan Saran
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
Daftar Pustaka
Lampiran
X. DAFTAR PUSTAKA
Bieniawski, Z. T., Engineering Rock Mass Classifications, John
Wiley & Sons, Canada, 1989
Brady, B.H.G. and Brown, E. I., Rock Mechanics For Underground
Mining, Chapman & Hall, London, 1985
Hartman, H. L., Introductory Mining Engineering, John Wiley
& Son, Canada, 1987
Hoek, E and Brown, E .T., Underground Excavation in Rock, The
Institution of Mining and Metallurgy, London, 1980
ANALISA KESTABILAN TEROWONGAN DENGAN PENERAPAN KLASIFIKASI MASSA
BATUAN
MODIFIED BASIC ROCK MASS RATINGOleh :
Radyan Prasetyo
073.98.018JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2001