i KEEFEKTIFAN MODEL TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION TERHADAP HASIL BELAJAR PKn MATERI KEPUTUSAN BERSAMA SISWA KELAS V SDN GUGUS RA KARTINI Skripsi Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan oleh Nelly Rahmawati NIM 1401412188 JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016
87
Embed
TERHADAP HASIL BELAJAR PKn MATERI KEPUTUSAN BERSAMA …lib.unnes.ac.id/29259/1/1401412188.pdf · i keefektifan model team assisted individualization terhadap hasil belajar pkn materi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
KEEFEKTIFAN
MODEL TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION
TERHADAP HASIL BELAJAR PKn
MATERI KEPUTUSAN BERSAMA
SISWA KELAS V SDN GUGUS RA KARTINI
Skripsi
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
oleh
Nelly Rahmawati
NIM 1401412188
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Peneliti yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nelly Rahmawati
NIM : 1401412188
Jurusan : Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Judul Skripsi : Keefektifan Model Team Assisted Individualization Terhadap
Hasil Belajar PKn Materi Keputusan Bersama Siswa Kelas V
SDN Gugus RA Kartini Pati
menyatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil penelitian yang saya lakukan
sendiri, bukan buatan orang lain dan tidak menjiplak karya orang lain baik
sebagian maupun keseluruhan. Pendapat atau temuan dalam skripsi ini dikutip
berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 9 Agustus 2016
Peneliti
Nelly Rahmawati
NIM 1401412188
iii
iv
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi atas nama Nelly Rahmawati, NIM 1401412188, berjudul
“Keefektifan Model Team Assisted Individualization Terhadap Hasil Belajar PKn
Materi Keputusan Bersama Siswa kelas V SDN Gugus RA Kartini Pati” telah
dipertahankan di hadapan sidang panitia ujian skripsi Jurusan Pendidikan Guru
Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang pada:
hari : Kamis
tanggal : 18 Agustus 2016
Panitia Ujian Skripsi
v
MOTO DAN PERSEMBAHAN
Moto:
1. “ Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan “.
(QS. Al Insyirah: 6)
2. “yang paling hebat bagi seorang guru adalah mendidik, dan rekreasi yang
paling indah adalah mengajar, ketika melihat murid-murid yang
menjengkelkan dan melelahkan, terkadang hati teruji kesabarannya, namun
hadirkanlah gambaran bahwa diantara satu dari mereka kelak akan menarik
tangan kita menuju surga”.
(K.H Maimun Zubair)
Persembahan:
Dengan rasa syukur peneliti kepada Allah Swt, karya tulis ini peneliti
persembahkan kepada:
Ibu, Bapak, Adik dan Keluarga besar yang selalu memberikan doa dan semangat,
Almamaterku (Universitas Negeri Semarang)
vi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Keefektifan Model Team Assisted individualization Terhadap Hasil Belajar PKn
Materi Keputusan Bersama Siswa Kelas V SDN Gugus RA Kartini” untuk
memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada
Jurusan Pendidikan Guru sekolah Dasar. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini
tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu,
peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang yang
telah memberikan kesempatan belajar kepada peneliti;
2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah
memberikan izin penelitian dan persetujuan pengesahan skripsi ini;
3. Drs. Isa Ansori, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Guru sekolah Dasar
Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kemudahan kepada
penulis untuk menyusun skripsi;
4. Dra. Florentina Widihastrini, M.Pd. dosen pembimbing utama yang telah
memberikan bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi;
5. Susilo Tri Widodo, S.Pd., M.H. dosen pembimbing pendamping yang telah
memberikan bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi;
6. Harmanto, S.Pd., M.Pd. dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan
arahan dalam penyusunan skripsi;
7. Sri Ayumi, S.Pd.SD., Sri Utami, S.Pd.SD guru kelas eksperimen dan guru
kelas kontrol yang telah membantu pelaksanaan penelitian;
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi yang tidak dapat
peneliti sebutkan satu per satu.
Semoga semua pihak yang telah membantu peneliti dalam penyusunan
skripsi ini mendapatkan balasan pahala dari Allah Swt. Peneliti menyadari bahwa
karya tulis ini jauh dari kata sempurna. Sehingga kritik dan saran yang bersifat
vii
membangun diperlakukan untuk perbaikan selanjutnya. Peneliti berharap, semoga
karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Semarang, 9 Agustus 2016
Peneliti,
Nelly Rahmawati
NIM 1401412188
viii
ABSTRAK
Rahmawati, Nelly. 2016. Keefektifan Model Team Assisted Individulaization Terhadap Hasil Belajar PKn Materi Keputusan Bersama Siswa Kelas V SDN Gugus RA Kartini Pati. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Sekolah
Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Dosen
Pembimbing Dra. Florentina Widihastrini, M.Pd. dan Susilo Tri
Widodo, S.Pd., M.H.
Mata pelajaran PKn merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib
diajarkan di Sekolah Dasar karena dapat melatih siswa untuk mengembangkan
kemampuan dan pengetahuan kewarganegaraan serta membentuk karakter siswa
sesuai Pancasila dan UUD 1945. Berdasarkan pra penelitian yang dilakukan di
SDN Gugus RA Kartini diperoleh informasi bahwa jarang ada pembentukan
diskusi kelompok kecil untuk melatih siswa memecahkan masalah dan dalam
pembelajaran PKn guru masih menggunakan metode ceramah dan tanya jawab,
sehingga hasil belajar PKn siswa kelas V rendah. Oleh karena itu perlu adanya
model inovatif untuk menciptakan pembelajaran yang lebih efektif. Rumusan
masalah yaitu apakah model Team Assisted Individualization lebih efektif bila
dibandingkan dengan metode ceramah dan tanya jawab terhadap hasil belajar PKn
materi keputusan bersama siswa kelas V SDN Gugus RA Kartini? bagaimanakah
aktivitas siswa dalam pembelajaran PKn materi keputusan bersama dengan model
Team Assisted Individualization di kelas V SDN Gugus RA Kartini?
Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimental dengan desain
Nonequivalent Control Group Design. Populasi penelitian ini yaitu seluruh siswa
kelas V SDN Gugus RA kartini yang menjadi sampel adalah siswa kelas V SDN
Bumiharjo 02 sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas V SDN Serutsadang
sebagai kelas kontrol dengan teknik random sampling. Teknik pengumpulan data
menggunakan metode tes, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data
menggunakan analisis uji normalitas, uji homogenitas, uji perbedaan rata-rata, uji
gain dan analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan model Team Assisted Individualization lebih efektif digunakan pada pembelajaran PKn materi keputusan bersama kelas V
di SD Gugus RA Kartini. Hasi uji perbedaan rata-rata rata yaitu harga t-hitung
yaitu 4,123 lebih besar dibandingkan harga t-tabel yaitu 2,021 dengan rata-rata
posttest kelas eksperimen 84,06 sedangkan kelas kontrol 75,26. Aktivitas siswa
kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yaitu 61,71% > 48,97%.
Simpulan penelitian ini adalah model Team Assisted Individualization lebih efektif digunakan pada pembelajaran PKn materi keputusan bersama. Saran
pada penelitian selanjutnya peneliti dapat menerapkan model Team Assisted Individualization pada pembelajarn PKn maupun mata pelajaran lain karena
dalam pembelajaran membuat siswa terlibat aktif dengan melakukan diskusi
untuk memecahkan masalah.
Kata Kunci: Hasil Belajar, Keefektifan, Team Assisted Individualization
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ...................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. iii
PENGESAHAN KELULUSAN .................................................................. iv
MOTO PERSEMBAHAN ........................................................................... v
PRAKATA .................................................................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar belakang Masalah ..................................................................1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................................9
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................9
Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan kepribadian,
keterampilan atau kemampuan yang dimiliki individu untuk mencapai kehidupan
yang lebih baik. Proses pendidikan dapat berlangsung dalam keluarga, sekolah
dan masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Ketentuan Umum Pasal 1
menyebutkan bahwa: “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
Pendidikan memliki tugas untuk menghasilkan generasi yang baik dalam segala
aspek mencakup pengetahuan, keterampilan, nilai serta sikapnya.
Pendidikan dapat terjadi karena adanya proses pembelajaran untuk bisa
mencapai tujuan yang diharapkan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 menyebutkan bahwa:
“proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,
dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
2
psikologis peserta didik.” Proses pembelajaran yang berlangsung dipengaruhi
adanya keterlibatan antar komponen-komponen pembelajaran diantaranya guru
dan siswa. Guru memiliki peran penting terhadap berhasil tidaknya pembelajaran.
Guru harus bisa memilih serta menggunakan multi media dan multi metode yang
disesuaikan dengan karakteristik siswa agar pembelajaran yang berlangsung
berhasil sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
Salah satu mata pelajaran yang wajib dalam kurikulum pendidikan dasar
sesuai dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yaitu pendidikan
Kewarganegaraan (PKn). Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara
yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk
menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang
diamalkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu, Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) sangat penting diberikan kepada peserta didik di Sekolah
Dasar.
PKn penting diajarkan di Sekolah Dasar karena mengacu pada tujuan
pembelajaran PKn. Tujuan mata pelajaran PKn di SD/MI sesuai BSNP yaitu
untuk menjadikan siswa agar:
(1)mampu berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam
menanggapi persoalan hidup maupun isu kewarganegaraan di
negaranya; (2) mampu berpartisipasi dalam segala bidang
kegiatan, secara aktif dan bertanggung jawab, sehingga bisa
bertindak secara cerdas dalam semua kegiatan; (3) bisa
berkembang secara positif dan demokratis, sehingga mampu
hidup bersama dengan bangsa lain di dunia dan mampu
berinteraksi, serta mampu memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi dengan baik. (BSNP, 2006:108)
3
Untuk mencapai tujuan pembelajaran PKn tersebut, diperlukan
perencanaan pembelajaran yang optimal sehingga tercipta pembelajaran yang
bermakna dan berkualitas.
Selain itu, ruang lingkup bahan kajian PKn untuk SD/MI sesuai dengan
BSNP meliputi aspek-aspek: “(1) persatuan dan kesatuan bangsa; (2) norma,
hukum, dan peraturan; (3) hak asasi manusia; (4) kebutuhan warga negara; (5)
konstitusi negara; (6) kekuasaan dan politik; (7) pancasila; (8) globalisasi.”
Aspek-aspek dalam kajian PKn tersebut diharapkan dapat membina dan
mengembangkan anak didik agar memiliki karakter yang baik. Selain itu, dari
aspek kognitif diharapkan wawasan siswa terhadap bahan kajian PKn bertambah
dan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kenyataan yang terjadi di Sekolah Dasar, kualitas pembelajaran PKn
belum sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan temuan International Civic
and Citizenship Studies (ICCS) tahun 2009 kondisi pendidikan kewarganegaraan
di lima tempat negara (Indonesia, Hongkong SAR, Republik Korea/Korea
Selatan, Taiwan, dan Thailand) menyebutkan bahwa hasil tes pengetahuan
pendidikan kewarganegaraan di Indonesia dan Thailand lebih rendah jika
dibandingkan dengan negara sampel lainnya di Asia. Skor rata-rata yang
diperoleh Indonesia yaitu 433 dan Thailand sebesar 452. Sedangkan Hongkong
SAR, Republik Korea/ Korea Selatan, Taiwan memperoleh skor rata-rata diatas
500. Di bagian lain, justru di Indonesia dan Thailand memiliki tingkat
kepercayaan (Trust) yang tinggi terhadap pemerintah pusat dan daerah serta
lembaga parlemen mereka, jika dibandingkan siswa-siswa di tiga lokasi sampel
4
lainnya yaitu Hongkong SAR, Republik Korea/Korea Selatan, dan Taiwan. Dari
paparan tersebut bahwa tingkat pengetahuan pendidikan kewarganegaraan di
Indonesia dalam taraf rendah.
Berdasarkan permasalahan tersebut, permasalahan pembelajaran PKn juga
masih terjadi di Sekolah Dasar. Berbagai bentuk usaha untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran telah dilakukan diantaranya melalui KKG, penataran yang
diikuti guru, yang dapat memperbaiki kekurangan pembelajaran sebelumnya.
Berdasarkan pra penelitian yang dilakukan di kelas V SDN Gugus RA Kartini
melalui wawancara, data hasil belajar PKn ditemukan permasalahan mengenai
hasil belajar PKn yang masih rendah.
Peneliti melakukan wawancara dengan guru kelas V SDN Gugus RA
Kartini Pati mengenai pembelajaran PKn di kelas V khususnya model ataupun
metode yang digunakan dalam pembelajaran. Kutipan pernyataan guru kelas V
SD Gugus RA Kartini sebagai berikut:
“. . . dalam menyampaikan materi pembelajaran PKn saya menggunakan model konvensional yaitu ceramah dan tanya jawab. Dalam pembelajaran aktivitas guru lebih dominan dibandingkan aktivitas belajar siswa, Ketika saya memberikan kesempatan bertanya kepada siswa mengenai materi yang belum dipahami masih sedikit siswa yang berani bertanya, yang menjawab pertanyaan maupun bertanya didominasi siswa yang pandai di kelas.”
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa dalam pembelajaran guru
menggunakan model konvensional yaitu ceramah dan tanya jawab. Aktivitas guru
lebih dominan dibandingkan aktivitas siswa sehingga pembelajaran berpusat pada
guru.
5
Hasil wawancara yang dilakukan dengan guru kelas V SDN Gugus RA
Kartini diperoleh informasi bahwa PKn termasuk mata pelajaran yang sulit bagi
siswa karena materi dalam PKn sebagian besar berisi materi hafalan, sehingga
siswa dituntut untuk menghafal materi tanpa adanya pemahaman terhadap materi.
Dalam pembelajaran masih banyak guru yang kesulitan untuk menciptakan
pembelajaran lebih efektif, guru masih sering menggunakan model konvensional
yaitu menggunakan metode ceramah dan tanya jawab dalam penyampaian materi.
Dalam pembelajaran konvensional proses pembelajaran masih terpusat pada guru,
sehingga aktivitas guru lebih dominan dibandingkan aktivitas belajar siswa.
Ketika guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa mengenai materi
yang belum dipahami masih sedikit siswa yang berani bertanya. Selain itu, tidak
adanya pembentukan diskusi kelompok kecil dalam pembelajaran sehingga siswa
kurang terlatih untuk memecahkan masalah dalam kelompok, dan pengalaman
belajar yang diterima siswa juga kurang optimal. Penggunaan media pembelajaran
yang digunakan selama proses pembelajaran PKn belum optimal karena guru
hanya menggunakan buku teks yang dimiliki siswa, sehingga membuat siswa
kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran.
Permasalahan tersebut juga didukung dari perolehan hasil belajar siswa
kelas V SDN Gugus RA Kartini pada mata pelajaran PKn dengan Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan yaitu 75. Rata-rata data hasil
belajar PKn kelas V SDN Gugus RA Kartini dibawah KKM yaitu 69,2. Rata-rata
hasil belajar PKn kelas V SDN Gugus RA Kartini yang tidak tuntas yaitu 65,8
sedangkan rata- rata yang tuntas yaitu 79,7.
6
Berdasarkan uraian tersebut perlu adanya model pembelajaran yang dapat
memberikan solusi yang dipandang lebih efektif terhadap hasil belajar PKn materi
keputusan bersama yaitu model Team Assisted Individualization (TAI).
Permasalahan hasil belajar PKn yang belum optimal disebabkan oleh penggunaan
model pembelajaran yang kurang inovatif yaitu masih menggunakan metode
ceramah dan tanya jawab pada kegiatan pembelajaran PKn di SDN Gugus RA
Kartini. Peneliti ingin melihat keefektifan model pembelajaran inovatif yaitu
model Team Assisted Individualization bila dibandingkan dengan model
konvensional yaitu metode ceramah dan tanya jawab yang digunakan untuk
menjelaskan mata pelajaran PKn khususnya dalam materi keputusan bersama.
Penggunaan model Team Assisted Individualization dalam pembelajaran PKn
dapat membuat guru lebih mudah menyampaikan materi tentang keputusan
bersama. Siswa diarahkan guru untuk menerapkan salah satu contoh bentuk
keputusan bersama dengan membentuk kelompok diskusi kecil untuk
memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi. Pembentukan kelompok
diskusi tersebut akan membuat siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran serta
meningkatkan pemahaman siswa pada mata pelajaran PKn khususnya materi
keputusan bersama.
Menurut Shoimin (2014: 200) model Team Assisted Individualization
memiliki dasar pemikiran yaitu untuk mengadaptasi pembelajaran terhadap
perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan maupun pencapaian prestasi
siswa. Model ini termasuk pembelajaran kooperatif. Dalam model pembelajaran
Team Assisted Individualization, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok
7
kecil (4 sampai 5 siswa) yang heterogen dan selanjutnya diikuti dengan pemberian
bantuan secara individu bagi siswa yang memerlukannya. Menurut Suyitno
(dalam Shoimin, 2014: 200) dengan pembelajaran kelompok, diharapkan para
siswa dapat meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial
yang tinggi.
Model Team Assisted Individualization diyakini dapat mengefektifkan
pembelajaran karena memiliki kelebihan-kelebihan. Kelebihan dari model Team
Assisted Individualization antara lain siswa yang lemah dapat terbantu dalam
menyelesaikan masalahnya, siswa yang pandai dapat mengembangkan
kemampuan dan keterampilannya, siswa diajarkan bagaimana bekerja sama dalam
suatu kelompok, melibatkan siswa aktif dalam proses belajar (Shoimin, 2014:
202).
Penelitian yang mendukung dalam pemecahan masalah ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh Umtikhah Nurul Hijriyah (2013) yang berjudul
“Keefektifan Model Pembelajaran Team Assisted Individualization Terhadap
Hasil Belajar PKn”. Penelitian yang dilakukan Umtikhah memiliki kesamaan
permasalahan dalam penelitian ini bahwa dalam pembelajaran guru masih
menggunakan model konvensional. Umtikhah memilih salah satu model
pembelajaran yang sesuai untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu model
Team Assisted Individualization disesuaikan dengan karakteristik siswa serta
materi yang diajarkan. Adapun hasil penelitiannya yaitu rata-rata nilai kelas
eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Rata-rata nilai eksperimen sebesar
83,39 sedangkan kelas kontrol sebesr 76,07. Hasil perhitungan uji t menunjukkan
8
bahwa nilai = 2,037 dan signifikannya sebesar 0,047. Harga dengan
dk = 55 dan α = 0,05 yaitu 2,004. Hal ini berarti > (2,037 > 2,004)
atau signifikannya 0,047 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model Team
Assisted Individualization berpengaruh efektif terhadap hasil belajar siswa dan
ada perbedaan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 2 Tinggarjaya pada materi
Globalisasi antara yang memperoleh pembelajaran menggunakan model
kooperatif tipe Team Assisted Individualization dan yang menggunakan model
konvensional.
Penelitian lain yang mendukung pemecahan masalah dalam penelitian ini
yaitu penelitian Ni Pt. Diah Utari Dewi, dkk (2014) yang berjudul “Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI Berbantuan Media Peta Konsep Terhadap
Hasil Belajar PKn SD. Penelitian yang dilakukan Diah dkk memiliki latar
belakang yang sama dalam penelitian ini yaitu guru masih menggunakan model
konvensional sehingga dipilih model TAI untuk membuat suasana pembelajaran
menjadi menarik dan menyenangkan bagi siswa serta memfasilitasi siswa untuk
memperoleh kemajuan dalam proses maupun hasil belajar. Adapun hasil
penelitiannya yaitu rerata post test kelompok eksperimen ( ) = 76,68 dan
kelompok kontrol ( ) = 67,71. Uji hipotesis dilakukan pada skor post test dengan
hasil yaitu, (4,92) > (2,00). Berdasarkan hasil uji hipotesis yang
dilakukan berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar PKn siswa yang
mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization)
berbantuan media peta konsep dengan siswa yang mengikuti pembelajaran
konvensional kelas V SD N 29 Dangin Puri, maka dapat disimpulkan bahwa
9
model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization)
berbantuan media peta konsep dapat digunakan sebagai alternatif model
pembelajaran pada mata pelajaran PKn di Sekolah Dasar.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti mengkaji
permasalahan melalui penelitian eksperimen dengan judul “Keefektifan Model
Team Assisted Individualization Terhadap Hasil Belajar PKn Materi Keputusan
Bersama Siswa Kelas V SDN Gugus RA Kartini Pati”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, adapun rumusan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.2.1 Apakah model Team Assisted Individualization lebih efektif bila
dibandingkan dengan metode ceramah dan tanya jawab terhadap hasil
belajar PKn materi keputusan bersama siswa kelas V SDN Gugus RA
Kartini Pati?
1.2.2 Bagaimanakah aktivitas siswa dalam pembelajaran PKn materi keputusan
bersama dengan model Team Assisted Individualization di kelas V SDN
Gugus RA Kartini Pati?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mengetahui keefektifan model Team Assisted Individualization bila
dibandingkan metode ceramah dan tanya jawab terhadap hasil belajar PKn
materi keputusan bersama siswa kelas V SDN Gugus RA Kartini Pati.
10
1.3.2 Mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran PKn materi keputusan
bersama dengan model Team Assisted Individualization di kelas V SDN
Gugus RA Kartini Pati.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat
teoritis dan praktis.
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman serta kemampuan
guru dalam pembelajaran, dapat menjadi pendukung teori untuk kegiatan
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pemecahan masalah guru dalam
membelajarkan materi PKn.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi Siswa
Manfaat bagi siswa yaitu siswa dapat menerima pengalaman belajar yang
bermakna melalui penerapan model Team Assisted Individualization sehingga
dapat menumbuhkan minat belajar siswa pada pembelajaran PKn dan
meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan belajar secara
berkelompok sehingga dapat tercipta kerja sama antar siswa dalam memecahkan
masalah.
1.4.2.2 Bagi Guru
Manfaat bagi guru yaitu sebagai referensi dan pengalaman guru dalam
melaksanakan pembelajaran yang inovatif, serta memberikan wawasan
pengetahuan dan pengalaman tentang model pembelajaran yang lebih efektif dan
11
bervariasi untuk menciptakan pembelajaran yang aktif, menarik dan
menyenangkan.
1.4.2.3 Bagi Sekolah
Manfaat penelitian ini bagi sekolah yaitu dapat meningkatkan kualitas
pendidikan di sekolah, meningkatkan mutu lulusan sekolah, serta dapat
mendorong sekolah untuk melakukan pembelajaran yang inovatif.
1.4.2.4 Bagi Peneliti
Manfaat penelitian bagi peneliti yaitu melalui penerapan model
pembelajaran Team Assisted Individualization dapat mengembangkan wawasan
peneliti terhadap penggunaan model pembelajaan yang tepat sesuai dengan materi
pembelajaran serta mengetahui keefektifan model pembelajaran Team Assisted
Individualization terhadap hasil belajar PKn materi keputusan bersama kelas V
SDN Gugus RA Kartini.
12
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Belajar
2.1.1.1 Pengertian Belajar
Morgan (dalam Rifa’i dan Anni, 2012: 66) menyatakan bahwa belajar
merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau
pengalaman. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui
interaksi dengan lingkungan (Hamalik, 2014:28). Belajar adalah proses
mendapatkan pengetahuan (Suprijono, 2014: 3). Belajar merupakan suatu proses
perubahan perilaku atau pribadi atau perubahan struktur kognitif seseorang
berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu, hasil interaksi aktifnya dengan
lingkungan atau sumber-sumber pembelajaran yang ada di sekitarnya (Suyono
dan Hariyanto, 2014: 14). Menurut Trianto (2014: 18-19) menyebutkan bahwa
belajar diartikan sebagai proses perubahan perilaku tetap dari belum tahu menjadi
tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi lebih
terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi
lingkungan maupun individu itu sendiri. Belajar merupakan proses terbentuknya
tingkah laku baru yang disebabkan individu merespon lingkungannya, melalui
pengalaman pribadi yang tidak termasuk kematangan, pertumbuhan atau instink
(Sagala, 2014: 39). Menurut Susanto (2015: 4) belajar merupakan suatu aktivitas
yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh
13
suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan
seseorang terjadinya perubahan perilaku relatif tetap baik dalam berfikir, merasa,
maupun dalam tindakan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, belajar merupakan proses yang dilakukan
individu secara sadar untuk memperoleh pengetahuan baru sehingga
memungkinkan terjadi perubahan pada individu tersebut baik dalam berpikir
maupun bertingkah laku. Perubahan-perubahan individu dalam proses belajar
dapat berupa yang sebelumnya belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham
menjadi paham, maupun perubahan dalam hal yang lain.
2.1.1.2 Prinsip-prinsip Belajar
Prinsip belajar merupakan ketentuan yang dijadikan dasar dalam
pelaksanaan kegiatan belajar. Sagala (2014: 53-54) menyatakan ada sembilan
prinsip dalam belajar meliputi: (1) Law of effect yaitu hasil belajar akan diperkuat
apabila menumbuhkan rasa senang atau puas. (2) Spread of effect yaitu reaksi
emosional yang mengiringi kepuasan itu tidak terbatas pada sumber utama
pemberi kepuasaan, tetapi kepuasan mendapat pengetahuan baru. (3) law of
exercise yaitu hubungan antara stimulus dan reaksi diperkuat dengan latihan dan
penugasan. (4) law of readiness dalam hubungan ini tingkah laku baru akan
terjadi apabila yang belajar telah siap belajar. (5) law of primacy yaitu hasil
belajar yang diperoleh melalui kesan pertama akan sulit digoyahkan. (6) law of
intensity yaitu belajar memberi makna yang dalam apabila diupayakan melalui
kegiatan yang dinamis. (7) law of recency yaitu bahan yang baru dipelajari, akan
lebih mudah diingat. (8) fenomena kejenuhan adalah suatu penyebab yang
14
menjadi perhatian signifikan dalam pembelajaran. (9) belongingness yaitu
keterikatan bahan yang dipelajari pada situasi belajar, akan mempermudah
berubahnya tingkah laku.
Sedangkan menurut Gagne (dalam Rifa’i dan Anni, 2012:79) menjelaskan
prinsip belajar meliputi: keterdekatan (contiguity), pengulangan (repetition), dan
penguatan (reinforcement). Prinsip keterdekatan menyatakan bahwa stimulus
hendak direspon oleh pembelajar harus disampaikan sedekat mungkin waktunya
dengan respon yang diinginkan. Prinsip pengulangan menyatakan bahwa situasi
stimulus dan responnya perlu diulang-ulang, atau dipraktikkan. Prinsip penguatan
menyatakan bahwa belajar sesuatu yang baru akan diperkuat apabila belajar yang
lalu diikuti oleh perolehan hasil belajar yang menyenangkan. Dengan kata lain
pembelajar akan lebih kuat motivasinya dalam mempelajari sesuatu yang baru
apabila hasil belajar yang telah dicapai memperoleh penguatan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, prinsip belajar dalam pelaksanaannya
perlu diperhatikan keterdekatan antara stimulus yang diberikan mampu direspon
dengan baik, hal tersebut dilakukan secara berulang-ulang. Selain itu pemberian
penguatan untuk menambah motivasi sehingga hasil belajar yang dicapai optimal.
2.1.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
Rifa’i dan Anni (2012: 80-89) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang
memberikan kontribusi terhadap proses dan hasil belajar dalah kondisi internal
dan eksternal siswa. Kondisi internal mencakup kondisi fisik, seperti kesehatan
organ tubuh, kondisi psikis seperti kemampuan intelektual, emosional, dan
kondisi sosial seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan. Kemampuan
15
yang dimiliki siswa akan berpengaruh terhadap kesiapan, proses, dan hasil belajar.
Faktor-faktor internal terbentuk akibat dari pertumbuhan, pengalaman belajar
sebelumnya dan pengalaman. Sedangkan kondisi eksternal yang mempengaruhi
belajar siswa diantaranya variasi dan tingkat kesulitan materi belajar (stimulus)
yang dipelajari (direspon), tempat belajar, iklim, suasana lingkungan, dan budaya
belajar masyarakat akan mempengaruhi kesiapan, proses dan hasil belajar.
Pendapat yang sama menurut Anitah (2008: 2.7) menjelaskan bahwa
keberhasilan belajar sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut
dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu faktor dari dalam diri siswa (intern)
dan faktor dari luar diri siswa (ekstern). Faktor dalam diri siswa meliputi
kecakapan, minat, bakat, usaha, motivasi, perhatian, kelemahan, dan kesehatan
serta kebiasaan siswa. Sedangkan faktor dari luar diri siswa yang mempengaruhi
hasil belajar di antaranya lingkungan fisik, dan nonfisik (termasuk suasana kelas
dalam belajar, seperti riang gembira, menyenangkan), lingkungan sosial budaya,
lingkungan keluarga, program sekolah (termasuk dukungan komite sekolah),
guru, pelaksanaan pembelajaran, dan teman sekolah.
Berdasarkan penjelasan tersebut, faktor yang mempengaruhi proses dan
hasil belajar siswa meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
yaitu semua hal yang berasal dari dalam diri siswa. Sedangkan faktor eksternal
yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa baik di lingkungan keluar, sekolah
maupun masyarakat.
16
2.1.2 Hakikat Pembelajaran
2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran
Rifa’i dan Anni (2012: 159) menyatakan proses pembelajaran merupakan
proses komunikasi antara pendidik dengan peserta didik, atau peserta didik.
Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik,
di mana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah
menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya (Trianto, 2014:19).
Menurut Sagala (2014: 63) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan proses
komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik,
sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Selain itu,
Fathurrohman (2015: 15) menjelaskan istilah pembelajaran (Instruction) itu
menunjukkan pada siswa mempelajari bahan pelajaran sebagai akibat perlakuan
guru.
Berdasarkan penjelasan tersebut, pembelajaran merupakan proses
komunikasi dua arah antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Dalam proses pembelajaran siswa mempelajari bahan
pelajaran sebagai akibat perlakuan yang diberikan guru.
2.1.2.2 Komponen-komponen Pembelajaran
Menurut Rifa’i dan Anni (2012: 159-161) Komponen-komponen
pembelajaran meliputi tujuan, subyek belajar, materi pelajaran, strategi, media,
evaluasi dan penunjang.
17
1. Tujuan
Tujuan yang secara eksplisit diupayakan pencapaiannya melalui kegiatan
pembelajaran adalah instructional effect berupa pengetahuan, keterampilan atau
sikap yang dirumuskan dalam TPK semakin spesifik dan operasional.
2. Subyek Belajar
Dalam proses pembelajaran siswa menjadi subyek karena siswa
merupakan individu yang melakukan proses pembelajaran. Selain itu siswa
sebagai obyek karena kegiatan pembelajaran diharapkan dapat mencapai
perubahan perilaku pada diri subyek belajar.
3. Materi Pelajaran
Materi pembelajaran yang komprehensif, terorganisasi secara sistematis dan
dideskripsikan dengan jelas akan berpengaruh pada intensitas proses
pembelajaran. Materi pembelajaran dalam sistem pembelajaran terdapat dalam
silabus, RPP dan buku sumber.
4. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran merupakan pola umum mewujudkan proses
pembelajaran yang diyakini efektifitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Untuk menentukan atau memilih strategi pembelajaran yang tepat, pendidik harus
mempertimbangkan tujuan, karakteristik siswa dan materi pelajaran.
5. Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah alat atau wahana yang digunakan pendidik
dalam proses pembelajaran untuk membantu penyampaian pesan pembelajaran.
18
6. Penunjang
Penunjang dalam pembelajaran yaitu fasilitas belajar, buku sumber, alat
pelajaran. Bahan pelajaran dan semacamnya. Komponen penunjang berfungsi
memperlancar, melengkapi, dan mempermudah terjadinya proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian tersebut, dalam berlangsungnya proses pembelajaran
terdapat komponen yang saling terkait. Komponen tersebut meliputi tujuan,
subyek belajar, materi pelajaran, strategi, media, evaluasi dan penunjang.
Komponen-komponen tersebut akan membuat proses pembelajaran berlangsung
efektif dan mudah diterima siswa.
2.1.3 Teori Belajar
Teori belajar adalah teori yang mendeskripsikan apa yang sedang terjadi
saat proses belajar berlangsung dan kapan proses belajar berlangsung dan kapan
proses belajar tersebut berlangsung (Thobroni dan Mustofa, 2011: 15). Teori
belajar meliputi teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme dan teori
belajar konstruktivisme.
2.1.3.1 Teori Belajar Behaviorisme
Teori belajar behaviorisme mendefinisikan bahwa belajar merupakan
perubahan perilaku, khususnya perubahan kapasitas siswa untuk berperilaku
(yang baru) sebagai hasil belajar, bukan sebagai hasil proses pematangan
(pendewasaan) semata (Winataputra, 2008: 2.4). Perubahan perilaku siswa sangat
dipengaruhi lingkungan yang akan memberikan pengalaman berbeda pada siswa
tersebut. Belajar terjadi karena adanya input berupa stimulus dan output yang
berupa respon. Teori belajar behaviorisme sering diterapkan guru yang menyukai
19
pemberian hadiah (reward) dan hukuman (punishment) terhadap perilaku siswa
(Suyono dan Hariyanto, 2014: 73). Dalam proses belajar mengajar siswa dianggap
sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari
mengajar.
Menurut Suyono dan Hariyanto (2014: 71) pembelajaran menurut konsep
behaviorisme berlangsung dengan tiga langkah pokok yaitu:
1. Tahap akuisi, tahap perolehan pengetahuan. Dalam tahap ini siswa belajar
tentang informasi baru.
2. Tahap retensi, dalam tahap ini informasi atau keterampilan baru yang dipelajari
dipraktikkan sehingga siswa dapat mengingatnya selama suatu periode waktu
tertentu. Hasil belajar yang diperoleh siswa disimpan untuk digunakan di masa
depan.
3. Tahap transfer, gagasan yang disimpan dalam memori sulit diingat kembali
saat akan digunakan di masa depan. Kemampuan untuk mengingat kembali
informasi dan menggunakannya dalam situasi baru (yaitu mentransfernya
dalam pembelajaran baru). Hal tersebut bergantung pada ingatan terhadapp
informasi yang benar.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar terjadi
akibat adanya input sebagai stimulus dan output berupa respon. Siswa yang telah
belajar diharapkan terjadi suatu perubahan perilaku sebagai hasil belajar.
Perubahan akibat dari pengalaman yang akan membuat pengalaman berbeda-beda
pada siswa.
20
2.1.3.2 Teori Belajar Kognitivisme
Teori belajar kognitivisme berpandangan bahwa belajar merupakan suatu
proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan
aspek kejiwaan lainnya (Suyono dan Hariyanto, 2014: 75). Belajar merupakan
perubahan persepsi dan pemahaman yag tidak selalu terlihat sebagai perubahan
tingkah laku yang tampak. Dalam teori kognitivisme lebih mementingkan proses
belajar daripada hasil belajar. Prinsip teori kognitivisme yaitu setiap orang dalam
bertingkah laku dan mengerjakan segala sesuatu senantiasa dipengaruhi oleh
tingkat-tingkat perkembangan dan pemahaman atas dirinya sendiri (Winataputra:
2008: 3.3). Proses belajar sebagai proses internal yang tidak dapat diamati secara
langsung. Menurut piaget, setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya
menurut tahapan yang teratur (Suyono dan Hariyanto, 2014: 83).
Piaget (dalam Rifa’i dan Anni, 2012: 32-35) menyatakan perkembangan
kognitif terdiri dari empat tahap yaitu:
a. Tahap sensorimotorik (0-2 tahun)
Pada tahap ini bayi menyusun pemahaman dunia dengan mengordinasikan
pengalaman indera dengan gerakan motorik. Anak menggunakan keterampilan
dan kemampuannya yang dibawa sejak lahir, seperti melihat, menggenggam,
mendengar untuk mempelajari lingkungannya.
b. Tahap praoperasional (2-7 tahun)
Tahap pemikiran ini lebih bersifat simbolis, egoisentris, intuitif, sehingga
tidak melibatkan pemikiran operasional.
21
c. Tahap operasional konkrit (4-7 tahun)
Pada tahap ini siswa dapat mengoperasikan berbagai logika, namun masih
dalam bentuk benda kongkrit. Siswa sudah dapat berpikir logis untuk
memecahkan masalah kongkrit.
d. Tahap operasional formal (7-15 tahun)
Pada tahap ini siswa dapat berpikir abstrak, idealis, dan logis. Pemikiran
operasional formal tampak lebih jelas dalam memecahkan masalah tersebut.
Menurut Winataputra (2008: 3.7) prinsip-prinsip dasar teori belajar
kognitivisme dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Belajar merupakan peristiwa mental yang berhubungan dengan berpikir,
perhatian, persepsi, pemecahan masalah dan kesadaran.
b. Guru harus memperhatikan perilaku siswa yang tampak seperti penyelesaian
tugas rumah, hasil, tes, serta memperhatikan faktor manusia dan lingkungan
psikologisnya.
c. Kemampuan berpikir orang tidak sama dan tidak tetap dari waktu ke waktu.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan belajar merupakan proses
yang dialami seseorang dalam bertingkah laku dan mengerjakan segala sesuatu
senantiasa dipengaruhi oleh tingkat-tingkat perkembangan dan pemahaman pada
dirinya sendiri. Perubahan yang terjadi tidak selalu terlihat sebagai tingkah laku
yang tampak karena berhubungan dengan proses internal. Proses internal
diantaranya mencakup ingatan, pengolahan informasi dan cara berpikir seseorang.
22
2.1.3.3 Teori Belajar Konstruktivisme
Menurut teori konstruktivisme, belajar adalah kegiatan yang aktif
dilakukan oleh siswa untuk membangun sendiri pengetahuannya, siswa mencari
sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari (Sardiman, 2012: 38). Seseorang
dapat dikatakan mengetahui sesuatu yang baru, jika ia dapat menjelaskan unsur-
unsur apa yang membangun sesuatu itu sehingga sesuatu yang telah diketahuinya
karena telah dikonstruksikan dalam pikirannya (Suyono dan Hariyanto, 2014:
105). Belajar menurut konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan
mengaitkan pengalaman dengan pengetahuan yang dimilikinya, sehingga
pengetahuannya dapat dikembangkan (Cahyo, 2013: 34).
Menurut Suyono dan Hariyanto (2014: 107) prinsip-prinsip teori belajar
konstruktivisme sebagai berikut:
1. Belajar merupakan pencarian makna. Pembelajaran harus dimulai dengan isu-
isu agar siswa secara aktif mengkonstruk makna.
2. Pemaknaan memerlukan pemahaman. Proses pembelajaran berfokus terutama
pada konsep-konsep primer dan bukan kepada fakta-fakta yang terpisah.
3. Guru harus memahami model-model mental yang dipergunakan siswa terkait
bagaimana cara pandang mereka tentang dunia serta asumsi-asumsi yang
disusun menunjang model mental tersebut.
4. Tujuan pembelajaran adalah bagaimana setiap individu mengonstruksi makna,
tidak sekedar mengingat jawaban apa yang benar dan menolak makna milik
orang lain.
23
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan
proses mengaitkan pengalaman dengan pengetahuan yang dimiliki sehingga
pengetahuannya dapat dikembangkan. Dalam pembelajaran proses mengajar
bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi suatu
kegiatan yang memungkinkan siswa untuk merekonstruksi sendiri
pengetahuannya berasal dari pengalaman-pengalaman siswa.
Teori belajar yang mendukung dalam penelitian ini yaitu teori belajar
kognitivisme dan teori belajar konstruktivisme. Teori kognitivisme menjelaskan
bahwa siswa SD masuk pada tahap operasional formal yaitu usia 7-15 tahun. Pada
tahap operasional formal siswa dapat berpikir abstrak, idealis dan logis.
Pemikirian operasional formal tampak lebih jelas dalam memecahkan masalah.
Teori belajar lain yang mendukung penelitian ini yaitu teori konstruktivisme.
Teori belajar konstruktivisme menjelaskan bahwa dalam proses belajar siswa
mengaitkan pengalaman dengan pengetahuan yang dimilikinya sehingga
pengetahuannya dapat dikembangkan. Siswa memperoleh informasi dari materi
yang disampaikan kemudian informasi-informasi tersebut membantu siswa untuk
membentuk konsep-konsep sehingga memunculkan pengetahuan baru.
2.1.4 Aktivitas Belajar Siswa
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang
standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, aktivitas belajar
adalah kegiatan mengolah pengalaman dan data praktik dengan cara mendengar,
membaca, menulis, mendiskusikan, merefleksikan rangsangan, dan memecahkan
masalah. Hamalik (2013: 171) menyatakan bahwa pengajaran yang efektif adalah
24
pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan
aktivitas sendiri. Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar membuktikan
adanya motivasi siswa. Rusman (2013: 388) menyatakan penerapan pembelajaran
yang mengaktifkan siswa dapat dilakukan melalui pengembangan berbagai
keterampilan belajar yaitu: (1) berkomunikasi lisan dan tertulis secara efektif; (2)
berpikir logis, kritis, dan kreatif; (3) rasa ingin tahu; (4) penguasaan teknologi dan
informasi; (5) pengembangan personal dan sosial; (6) belajar mandiri.
Aktivitas siswa menurut Diedrich (dalam Sardiman, 2012: 101) yaitu:
1. Visual activities, misalnya membaca, memperhatikkan gambar demonstrasi,
percobaan, pekerjaan lain.
2. Oral activities, misalnya menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,
mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
3. Listening activities, misalnya mendengarkan uraian, percakapan, diskusi,
musik, pidato.
4. Writing activities, misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket,
menyalin.
5. Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
6. Motor activities, misalnya melakukan percobaan, membuat konstruksi, model
mereparasi, bermain, berkebun, beternak.
7. Mental activities, misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan soal,
menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.
8. Emotional activities, misalnya menaruh minat, merasa bosan, gembira,
bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
25
Sedangkan menurut Chipple (dalam Hamalik, 2013: 173-174) membagi
aktivitas siswa sebagai berikut:
1. Bekerja dengan alat-alat visual, yaitu : mengumpulkan gambar-gambar dan
bahan-bahan ilustrasi lainnya, mempelajari gambar-gambar, khusus
mendengarkan penjelasan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan menulis
tabel.
2. Ekskursi dan trip, yaitu: mengunjungi museum dan menyaksikan demonstrasi
seperti penyiaran televisi.
3. Mempelajari masalah, mencari informasi dan pertanyaan-pertanyaan penting,
membuat catatan-catatan sebagai persiapan diskusi dan laporan, melakukan
eksperimen dan membuat rangkuman.
4. Mengapresiasi literatur yaitu membaca cerita-cerita yang menarik dan
mendengarkan bacaan.
5. Ilustrasi dan konstruksi yaitu membuat diagram, membuat poster, menggambar
dan membuat peta.
6. Bekerja menyajikan informasi dengan cara menulis dan menyajikan
dramatisasi.
7. Cek dan tes, yaitu menyiapkan tes-tes untuk murid lain dan menyusun rafik
perkembangan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, aktivitas belajar siswa adalah rangkaian
kegiatan yang dilakukan siswa dalam mengikuti pembelajaran, meliputi visual
Suryosubroto, B. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah Wawasan Baru, Beberapa Metode Pendukung, dan Beberapa Komponen Layanan Khusus.Jakarta: PT Rineka Cipta.
Susanto, Ahmad. 2015. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Jakarta: Prenadamedia group.
Suyono dan Hariyanto. 2014. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Taniredja, Tukiran. 2013. Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan.Yogyakarta: Ombak.
Thobroni dan Mustofa. 2011. Belajar dan Pembelajaran Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional. Yogyakarta: Ar
Ruzz Media.
Tilaar, Anetha L.F. 2014. Effect of Cooperative Learning Model Type of Team
Assisted Individualization (TAI) and the Performance Assesment of
Learning Achievement to Linear Program Course. Science and Engineering Investigations. Vol.3 (24): 25-29.
Trianto. 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progesif, dan Kontekstual. Jakarta: Prenadamedia Group.
136
Wardani, Ni Md Chindy Aryani, et all. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran
Team Assisted Individualization (TAI) Terhadap Hasil Belajar Mata
Pelajaran IPA Pada Siswa Kelas VII Tahun Ajaran 2014/2015 Di SMP
Negeri 1 Banjar. Jurnal Edutech. Vol.2 (1): 1-8.
Widihastuti, Setiadi dan Fajar Rahayuningsih. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan SD/MI Kelas V. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Winataputra, Udin S, dkk. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Universitas Terbuka.
__________. 2010. Materi dan pembelajaran PKn SD. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Wintari, Ni Luh Made Dwi, et all. 2014. Implementasi Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) dalam Upaya
Meningkatkan Interaksi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha. Vol.2 (1): 1-11.