BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS PERAN PEREMPUAN SINGLE PARENT TERHADAP ANAK DARI PERSPEKTIF KONSELING FEMINIS Dalam bagian ini penulis akan menganalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan di GPM Jemaat Rehoboth Sektor Bethania. Mengenai peran perempuan single parent terhadap anak dari perspektif konseling feminis. Berikut ini akan dianalisis data-data yang diperoleh : 4.1 Permasalahn Perempuan Single Parent Terhadap Anak Berdasarkan hasil wawancara penulis akan menganalisis permasalahan perempuan single parent berdasarkan teori pembagian kerja yang tidak secara merata dilakukan oleh single parent terhadap anak. 4.1.1 Permasalahan Produktif Berdasarkan masalah produktif ini, menurut penulis permasalah produktif single parent yakni beban kebutuhan anak yang semakin meningkat, single parent terpaksa harus memaksakan diri untuk bekerja extra demi memenuhi kebutuhan pendidikan anak. Penelitian tersebut jika dilihat dari pandangan Caballo dan Mcloyd, membenarkan bahwa single parent sering terlibat dalam masalah kerugian sosial ekonomi yang lebih besar, mereka lebih cenderung berpenghasilan rendah, lebih
18
Embed
TERHADAP ANAK DARI PERSPEKTIF KONSELING FEMINISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10519/5/T2_752014006_BAB IV... · perempuan yang gagal degan cara mampu memikul peran dan beban
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS PERAN PEREMPUAN SINGLE PARENT
TERHADAP ANAK DARI PERSPEKTIF KONSELING FEMINIS
Dalam bagian ini penulis akan menganalisis data yang diperoleh dari hasil
penelitian lapangan di GPM Jemaat Rehoboth Sektor Bethania. Mengenai peran
perempuan single parent terhadap anak dari perspektif konseling feminis. Berikut ini
akan dianalisis data-data yang diperoleh :
4.1 Permasalahn Perempuan Single Parent Terhadap Anak
Berdasarkan hasil wawancara penulis akan menganalisis permasalahan
perempuan single parent berdasarkan teori pembagian kerja yang tidak secara merata
dilakukan oleh single parent terhadap anak.
4.1.1 Permasalahan Produktif
Berdasarkan masalah produktif ini, menurut penulis permasalah produktif single
parent yakni beban kebutuhan anak yang semakin meningkat, single parent terpaksa
harus memaksakan diri untuk bekerja extra demi memenuhi kebutuhan pendidikan
anak. Penelitian tersebut jika dilihat dari pandangan Caballo dan Mcloyd,
membenarkan bahwa single parent sering terlibat dalam masalah kerugian sosial
ekonomi yang lebih besar, mereka lebih cenderung berpenghasilan rendah, lebih
banyak menyewa daripada memiliki rumah, menjadi pengangguran dan menderita
karena rendah diri.1
Menurut penulis, baik teori maupun kenyataan di lapangan menjelaskan hal
yang sejalan yakni tentang masalah ekonomi single parent. Hal ini dikarenakan
budaya yang berkembang dalam masyarakat yang mengkodratkan perempuan yang
dekat dengan peran reproduktif dan laki-laki peran produktif. Sehingga jika
perempuan yang berstatus single parent permasalahan yang menonjol ialah peran
produktif dalam hal pemenuhan kebutuhan anak. Namun, temuan yang berbeda ialah
jika dalam teori Caballo dan Mcloyd menjelaskan bahwa perempuan single parent
mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, justru pada hasil
penelitian di lapangan perempuan tetap berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya, sehingga perannya dapat dijalankan sebagai orang tua yang utuh.
Perempuan tidak merasa terhalang karena tidak memiliki pekerjaan tetap, karena ia
mampu memberdayakan situasi yang ada untuk keberlangsungan kehidupannya.
Dari temuan yang berbeda ini, penulis menyimpulkan bahwa teori Caballo dan
Mcloyd sesuai dengan hasil penelitian di lapangan. Temuan yang berbeda dengan teori
Caballo dan Mcloyd adalah single parent memang mengalami kesulitan. Namun,
mereka tetap berjuang dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Walaupun
kendala karena tingkat pendidikan yang rendah dan status single parent yang memiliki
anak mengakibatkan minimnya lapangan pekerjaan, mereka tetap berusaha bekerja
untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Penulis melihat hal tersebut sebagai bentuk
1 Caballo & Mcloyd in Nicolette. “Maternal Parenting In Single And Two-Parent Families In South
Africa From A Child’s Perspective”.578
ketidakadilan bagi perempuan single parent, dimana perempuan masih di nomor
duakan (subordinasi) dalam masyarakat, sehigga perempuan cenderung bekerja tidak
jauh pada ranah domestik. Hal ini nampak jelas dari pekerjaan yang digeluti oleh
ketiga responden yakni penjaga toko, penjual makanan, dan pembantu rumah tangga.
4.1.2 Permasalahan Reproduktif
Dalam hasil penelitian permasalahan reproduktif yang ditemukan dilapangan
menunjukan bahwa Ibu Nyora bukan tidak mau menikah lagi, ia tetap menghargai
fungsi dan peran seorang ayah bagi anak. Namun, permasalahannya disebabkan
karena ketakutan dan kecemasanya jika ia menikah maka anaknya tidak akan
mendapatkan kebahagian dari suami barunya nanti, karena menurutnya ayah tiri dan
ayah kandung pasti berbeda dalam menonjolkan kasih sayang terhadap anak.
Ketakutan dan kecemasan itulah yang membuatnya memutuskan untuk hidup sendiri
membesarkan anak.
Penelitian tersebut jika dilihat dalam teori menurut Castros, menemukan
bahwa perempuan yang memiliki anak jauh kemungkinannya untuk menikah lagi,
dibandingkan pria yang memiliki anak.2 Hal ini disebabkan karena perempuan lebih
memfokuskan sebagaimana menjalani peran ganda, dan juga secara fundamental
memiliki beban ganda untuk membesarkan anaknya dan memenuhi segala kebutuhan
anak. Ketakutannya jika kebahagiaan anaknya tidak didapatkan dari ayah tiri nanti
2 Shannon Sommer Karyn m. Plumm cheryl . “Terrance, Perceptions of Younger Single Function of Their Gender and Number of Children”. 89
sehingga perempuan memutuskan untuk hidup sendiri membesarkan anak dan
mengorbankan kebutuhan seksualitasnya sendiri.
Menurut penulis baik teori maupun penelitian dilapangan menjelaskan hal
yang sejalan, di mana kecemasan dan ketakutan single parent akan kebahagiaan
anaknya kelak mengorbankan seksualitasnya. Namun, disini perempuan tidak
menyadari bahwa hal ini berpengaruh pada peran yang dilakukan dalam keluarga
dalam hal pembagian kerja yang tidak merata karena beban ganda yang harus
dijalankannya.
4.1.3 Permasalahan Sosial
Permasalahan sosial ditemui oleh penulis ketika melakukan observasi. Perilaku
masyarakat seakan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi jati diri single
parent sebagai komponen masyarakat. Faktor ini kian membuka peluang anak
membenci ibunya karena sang ibu menjadi trending topic lingkungan. Konflik anak
dan ibu kerap dipengaruhi oleh faktor sosial-eksternal.
Hurlock mengemukakan masalah sosial yang dialami single parent adalah
mereka akan menemukan dirinya tidak ada tempat diantara orang yang memiliki
pasangan kecuali mereka diundang untuk bergabung dalam kegiatan sosial yang ada
dalam masyarakat.3 Menurut penulis hal ini akan melemahkan single parent dalam
menyeimbangkan perannya dalam masyarakat dan dalam keluarga. Stereotip yang
berkembang mengenai single parent dapat membuat mereka tidak dapat secara
maksimaal memaknai keseimbangan peran terhadap anak.
3 Hurlock.E. Perkembangan Anak, Jilid 2 edisi ke enam. 29
Untuk itu dalam teori Castells, mengenai Resistance identity atau identitas
perlawanan oleh penulis dilihat sebagaimana, perempuan single parent harus
melakukan perlawanan terhadap dirinya sendiri dan sosial.4 Perlawanan terhadap
dirinya sendiri adalah bagaimana ia seorang perempuan tunggal harus memilih untuk
bekerja demi keberlanjutan kehidupannya dan keluarganya. Sedangkan secara sosial,
ia melawan stigma-stigma negatif yang lalu kemudian mencap rendah ia sebagai
perempuan yang gagal degan cara mampu memikul peran dan beban ganda (dual role
and double burden).
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian
permasalahan sosial single parent dipengaruh oleh stigma-stigma dalam masyarakat
yang memandang perempuan single parent sebagai perempuan yang rendah. Untuk itu
dalam teori Castells mendukung perempuan agar menonjolkan identitas perlawanan
yakni perlawanan dalam diri sendiri dan sosial, melawan stigma-stigma negative yang
berkembang dalam masyarakat. dan menjalankan perannya sebagai single parent
dengan baik.
Berdasarkan hasil penelitian dan teori maka bahwa dua sudut pandang organik
(pembagian kerja) dan mekanik (kesamaan nilai dan norma) harus dipadukan sehingga
ada sebuah pembagian kerja secara internal (dalam keluarga) dan eksternal (gereja dan
masyarakat). Penulis menyadari, perempuan single parent secara personal merupakan
sentra pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan seorang pengasuh bagi anak, tetapi ia
juga seorang yang memiliki jaringan sosial (social network) karena ia seorang yang
4 Manuel Castells. The Power of Identity. 121
hidup dalam masyarakat atau hidup secara sosial. Dengan demikian, pembagian kerja
secara esensial tidak mungkin dapat dijalankan secara personal.
4.1.4 Permasalahan Psikologis Perempuan
Dalam hasil penelitian permasalahan psikologis perempuan dilihat dari tiga
aspek yakni, dalam diri sendiri, keluarga dan lingkungan. Ketiga hal tersebut yang
membuat perempuan single parent merasa tertindas, sehingga berdampak pada
perilaku yang ia tonjolkan dalam masyarakat dan dalam keluarga terhadap anak.
Dalam teorinya Dwiyani, menanggapi bahwa pandangan masyarakat mengenai
single parent memang akan membawa dampak dalam kondisi kejiwaan dari single
parent. Banyak single parent yang merasa takut dicemooh, takut dijauhi, atau takut
digoda. Selain itu ia mengatakan single parent termasuk anak-anak sering harus
menghadapi masalah stigma, kekerasan, dan pandangan masyarakat berdasarkan
mitos, treotipe, prasangka dan pandangan masyarakat mengenai keadaan yang mereka
alami. Kadang-kadang sindiran yang ditujukan kepada mereka, terutama kepada anak-
anak sering meninggalkan efek bawah sadar.5
Berdasarkan hasil penelitian dan teori penulis mendapati bahwa perempuan
single parent dalam menjalankan perannya sering mengganggap bahwa dirinya
mampu untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa menjadi single parent bukan
berarti ia gagal. Namun, sebaliknya single parent mau membuktikan bahwa ia mampu
dalam menjalankan peran tersebut walaupun ia seorang diri. Hal ini yang
5 Dwiyani. Jika Aku harus Mengasuh Anakku sendiri. 75
mengakibatkan single parent enggan meminta bantuan kepada orang lain ketika
mengalami kesulitan.
Dalam teori penulis melihat Single parent sebagai habitus dilihat pada dua cara
pandang yang berbeda akibat kebiasaan. Bourdieu melihat bahwa, habitus yang
berbeda memberikan pengaruh pada pandangan mereka akan ruang sosial (arena).6
Single parent yang sedari dulu hidup di desa memiliki kecenderungan bersosialisasi
baik dan hidup dalam kerukunan karena mereka memiliki solidaritas secara mekanik
atau hidup sebagai masyarakat komunitarianisme. Sedangkan single parent yang
hidup sedari dulu di kota memiliki kesejangan interaksi secara sosial akibat menganut
paham kosmpolitanisme atau berada pada solidaritas organik berdasarkan pembagian
kerja.
4.1.5 Permasalahan Psikologis Anak
Permasalahn psikologis anak dalam hasil penelitian disebabkan karena tidak
adanya pembagian kerja yang seimbang. Sehingga berdampak pada peran pengasuhan
yang diterapkan single parent dalam mendidik anak. Peran yang diterapkan dalam
keluarga yang bersifat Permisif dan otoriter. Kedua peran ini berdampak pada
kepribadian anak mereka. Hal ini berkaitan dengan pandangan Bigner yang
menemukan bahwa single parent lebih senang menghukum anak dan memiliki
perilaku otoriter terhadap anak, akibat dan kecemasan yang dialaminya.7
6 Bourdieu Pierre. The Field of Cultural Productions : Essays on art and Literature. 75 7 Bigner in Nicolette. “Maternal Parenting In Single And Two-Parent Families In South Africa From A
Child’s Perspective”.578
Menurut penulis hasil penelitian dan teori memiliki kesamaan, sebab ketakutan
dan kecemasan single parent akan pertumbuhan dan kepribadian anaknya kelak nanti
memicu single parent cenderung bersifat permisif dan otoriter agar anaknya kelak
bertumbuh menjadi anak yang berkepribadian baik. Hal tersebut membuat anak
menjadi korban dari kecemasan dan ketakutan. Sehingga single parent cenderung
bersikap protektif terhadap anak. Menurut penulis, perempuan cenderung
mengandalkan kemampuan dirinya sendiri untuk membuktikan bahwa mereka mampu
menanggung bebannya sendiri dan membesarkan anak sendiri. Perempuan tidak
menyadari bahwa ia membutuhkan orang lain untuk membantunya menjalankan peran
ganda tersebut. Hal inilah yang membuat perempuan mengalami kesulitan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut menurut penulis peran yang diterapkan
responden bersifat permisif dan otoriter terhadap anaknya disebabkan pada keempat
permasalahan diatas yakni permasalahan produktif, reproduktif, sosial dan
permasalahan psikologis perempuan. Hal inilah yang mengakibatkan permasalahan
psikologis anak, karena perempuan mengandalkan kemampuannya sendiri untuk
mengurus anak seorang diri tanpa melibatkan komunitas yang ada di sekitarnya.
Perempuan tidak menyadari bahwa ketika ia memilih untuk menjadi single parent
maka resiko psikologis anaknya akan bermasalah, jika ia hanya mengandalkan
kemampuannya sendiri dan mengabaikan komunitas yang ada disekitarnya. Untuk itu
perempuan harus menyadari bahwa jika dalam keluarga tidak medukungnya dalam
menjalankan perannya sebagai single parent , maka ia membutuhkan komunitas untuk
menunjang perannya tersebut.
4.2 Peran Perempuan Single Parent Terhadap Anak Dari Perspektif Konseling
Feminis
Hasil penelitian dan teori yang penulis temukan, diketahui ada tiga peran
perempuan yakni peran produktif (memenuhi kebutuhan fisik anak), reproduktif
(pemberian kasih sayang, perhatian dan rasa aman) , dan peran sosial (keluarga dan
masyarakat). Dalam penelitian, penulis justru menemukan ada lima peran perempuan
single parent terhadap anak dan hal ini terkait juga dengan permasalahan yang sudah
dijelaskan di atas. Untuk itu, pada bagian ini akan dibahas sekaligus dianalisis peran
single perent terhadap anak dari perspektif konseling feminis.
4.2.1 Peran Produktif
Dalam pembahasan permasalahan diatas dapat dilihat bahwa peran Produktif
single parent berhubungan dengan faktor ekonomi dimana nampak pada perempuan
yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Single parent berusaha sebaik mungkin bekerja
untuk memenuhi kebutuhan keluarga khususnya kebutuhan fisik anak
(sandang,pangan, papan, kesehatan,dan pendidikan). Itu nampak dari peran ibu yang
bekerja membanting tulang agar anaknya bisa memiliki tempat tinggal yang layak dan
bisa bersekolah. walaupun ia harus bekerja extra yakni pagi sampai sore sebagai
penjaga kios dan malamnya berjualan bensin eceran dipinggir jalan. hal ini
membuatnya harus mengabaikan peran pengasuhannya terhadap anaknya demi
memenuhi kebutuhan anaknya.
Berdasarkan hal tersebut menurut penulis, ini merupakan cara ataupun usaha
yang ditempu oleh single parent dalam memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala
keluarga. single parent sebagai kepala keluarga mememiliki tanggungjawab yang
besar dalam kebutuhan ekonomi keluarga. Hal ini dijalankan responden dengan
berbagai usaha yang dilakukan, karena minimnya lapangan pekerjaan dantidak adanya
dukungan dari keluarga. Sehingga, single parent harus bekerja membanting tulang
demi kebutuhan anaknya terpenuhi.
Penjelasan diatas sejalan dengan teori Hurlock, yang menyatakan bahwa
ketikamenjadi single parent maka akan mengalami kurangnya income dari keluarga,
sehingga pemenuhan kebutuhannya tidak terminimalisir dengan baik. Perempuan
memulai waktu aktifitas perekonomian yang tak terbatas. 8 Dengan demikian teori
mendukung hasil penelitian, karena telah terbukti bahwa peran produktif perempuan
disebabkan karena tidak adanya dukungan dari keluarga, sehingga perempuan harus
bekerja membanting tulang agar kebutuhan ia dan anaknya terpenuhi.
Jika dilihat dari perspektif konseling feminis berdasarkan pada peran produktif
single parent, di sini nampak bahwa perempuan sudah bisa memberdayakan dirinya
dalam hal memenuhi segala kebutuhan hidupnya walaupun tingkat pendidikannya
yang rendah mengakibatkan minimnya lapangan pekerjaan yang layak baginya.
Perempuan tetap berusaha untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup bersama
dengan anaknya. Namun, hal tersebut masih dipengaruhi oleh sosial-kultur dalam hal
pembagian kerja antara perempuan dengan laki-laki. Untuk itu tujuan dari konseling
feminis ialah untuk menghilangkan seksisme serta segala bentuk diskriminasi dan
8 Hurlock, Perkembangan anak…………., 29
penindasan dalam masyarakat dan berusaha melakukan transformasi baik kepada
konseli secara individual maupun masyarakat secara umum.
4.2.2 Peran Reproduktif
Peran reproduktif single parent menitik beratkan pada kodrat perempuan secara
biologis, namun peran ini juga diikuti dengan peran yang dijalankan dalam rumah
untuk keluarga dalam hal memberikan perlindungan terhadap anak. Peran single
parent tidak hanya mendidik agar anak bertingkahlaku sesuai harapan sosial namun
dalam hal menghadirkan sosok ayah dalam menjalankan perannya. peran reproduktif
di tonjolkan oleh responden Ibu Nyora dalam hal menjalankan peran gandanya dalam
keluarga dan mengorbankan seksualitasnya demi kepentingan dan kebahagiaan
anaknya dengan memenuhi segala kebutuhan anaknya dalam hal peran yang dia
mainkan dalam keluarga.
Penjelasan diatas sejalan dengan teori Marvel pembagian kerja, perempuan
berada pada ranah domestic dan laki-laki pada ranah public. Hal ini di pengaruhi oleh
streotip yang berkembang dalam masyarakat bahwa perempuan tidak bisa hidup
sendiri, perempuan membutuhkan patner dalam hal pembagian kerja agar ia mampu
menjalankan peran dalam keluarga.9 Menurut penulis teori dan hasil penelitian tidak
sejalan sebab perempuan lebih mengutamakan kepentingan dan kebahagian anaknya
dan cenderung mengorbankan dirinya, sebab ia mau membuktikan bahwa ia mampu
menjalankan perannya sebagai single parent yang berhasil walaupun tanpa patner
yang membantunya.
9 Marvel, Sistem Pembagian kerja Berdasarkan jenis kelamin…..,2
Jika dilihat dari perspektif konseling feminis akibat dari keputusan resonden
dalam peran reproduktif perempuan, dimana perempuan cenderung berkorban,
perempuan mengorbankan kepentingan seksualitasnya sendiri dan menjadi kesepian
sehingga membuatnya merasa tidak berdaya dalam menjalankan perannya terhadap
anak. Hal ini berpengaruh pada pembagian kerja, sebab perempuan harus menanggung
beban ganda sendiri. Untuk itu dalam konseling feminis konselor berusaha
mengeksploitasi harapan-harapan konseli yang berkaitan dengan peran gender dan
dampak dari pengambilan keputusan untuk masa yang akan datang. Sehingga
perempuan bisa mengambil keputusan-keputusan yang cerdas yang tidak
mengorbankan dirinya dan juga anaknya kelak.
4.2.3 Peran Sosial
Peran sosial yakni melihat keterlibatan perempuan single parent dalam
kegiatan-kegiatan sosial masyarakat namun dalan hasil penelitian tidak ditemuai
keterlibatan ke empat respondent dalam kegiatan sosial masyarakat. Ada salah satu
responden yang membantu persalinan ke rumah-rumah hal inilah yang membuatnya
dan anaknya dipandang baik oleh masyarakat.
Dalam teori Briggs mengatakan bahwa dukungan sosial penting untuk
mendukung perempuan. namun, stigma masyarakat pun mempengaruhi kehidupan
mereka sehingga mereka cenderung tidak menyadari kekuatan yang mereka miliki
serta kebebasan mereka sebagai perempuan.10 Menurut penulis teori sejalan dengan
hasil penelitian sebab ke empat responden terlalu terkungkung dalam stigma
10 Briggs, Social support in single parent…..,33
masyarakat yang mengakibatkan mereka menjauh dan tidakmau terlibat dalam
kegiatan sosial masyarakat.
Hal tersebut jika dilihat dari perspektif konseling feminis, peran sosial tidak
begitu ditonjolkan oleh keempat responden. Hal ini menimbulkan kesepian yang
dirasakan oleh perempuan, untuk perempuan harus masuk dalam komunitas, karena
salah satu ciri dari perempuan yakni mencari solidaritas, mencari jaringan sosial
(social network), sehingga perempuan akan memanfaatkan komunitas sebagai rumah,
bukan rumah dalam artian sempit (rumah tangganya), namun rumah dalam artian luas
dimana melibatkan komunitas bagi dirinya dan anaknya. Sebab jika perempuan
menutup diri dari komunitas maka ia tidak akan mampu menjalankan peran gandanya
sendiri.
4.2.4 Peran Permisif
Dalam peran permisif, single parent memberikan kebebasan yang besar kepada
anaknya (anak bebas melakukan apa yang diinginkannya). Kebebasan diberikan
dengan batasan-batasan yang sangat sedikit dengan cara memanjakan anak dan jarang
menggunakan hukuman jika anak berbuat salah. Kontrol orang tua terhadap perilaku
anak sangat sedikit. Akan tetapi, orang tua masih terlibat dalam aspek-aspek
kehidupan anaknya. Orang tua cenderung tidak menegur anaknya jika anaknya
melakukan perbuatan yang salah. salah satu responden ibu nyora dalam menjalankan
peran terhadap anak, yang menerapkan peran permisif karena kecintaannya terhadap
anaknya dan untuk melawan stereotip yang berkembangan dalam masyarakat yang
mengganggap single parent tidak mampu untuk merawat anak sendiri. Namun
dampak peran permisif terhadap kepribadian anak.
Menurut Baumrind dalam King, anak yang diberikan kebebasan yang
berlebihan oleh orang tuanya cenderung tumbuh dengan kepribadian yang kurang bisa
menghargai orang lain. Selain itu, anak juga menjadi manja, tidak patuh, agresif, dan
mau menang sendiri. Anak kurang memiliki rasa percaya diri dan pengendalian diri
yang cukup. Anak juga kurang matang secara sosial. Prestasi pun tidak mendapat
perhatian yang cukup dari anak dengan orang tua yang permisif. Anak juga cenderung
memiliki tingkat inisiatif yang tinggi tetapi anak menuntut agar semua
permohonannya dikabulkan.11 Berdasarkan teori diatas hal ini sejalan dengan temuan
penulis, peran permisif yang ditonjolkan single parent berdampak pada perilaku anak,
anak tumbuh menjadi anak yang manja, dan membenarkan setiap perbuatan anaknya
dan jarang memberikan hukuman jika anak berbuat salah. Peran yang dilakukan single
parent terhadap anak disebabkan karena ia mau melawan stigma masyarakat tentang
single parent tidak akan mampu menjalankan peran tanpa laki-laki.
Jika dilihat perspektif konseling feminis, peran permisif yang di perankan
single parent terhadap anak disebabkan karena tekanan sosial, baik dari dalam dirinya,
keluarga maupun lingkungan. Untuk itu dalam konseling feminis refraiming dan
relabeling dibutuhkan untuk membantu perempuan untuk memahami kembali akar
masalah, karena problem yang dialami perempuan berhubungan dengan tekanan sosial
11 Baumrind in Nicollette, Maternal Prenting in single and………,550
(social pressure) dan bukan semata-mata berasal dari dirinya, untuk itu konselor
membantu konseli membingkai kembali konsep dirinya dan tidak dipengaruhi oleh
stigma-stigma masyarakat dan membuat konseli sadar akang jaringan sosial yang ada
disekitarnya bahwa untuk menunjang peran dalam keluarga
4.2.5 Peran Otoriter
Peran otoriter single parent, ialah berusaha membentuk, mengendalikan, dan
mengevaluasi perilaku serta sifat anak berdasarkan standar muthlak, nilai-nilai
kepatuhan , menghormati otoritas, kerja, tradisi, dan tidak memberi dan menerima
dalam komunikasi verbal. orang tua kadang menolak anak dan sering menerapkan
hukuman. dalam penelitian yang dilakukan mendidik secara otoriter di lakukan oleh
ibu ati, dimana karena tuntutan kebutuhan ekonomi yang besar dan mereka tidak
memiliki pekerjaan tetap maka respendon cenderung mendidik anak secara keras. agar
anak bisa hidup mandiri dan menerima akan hidup mereka.
“dulu saya mendidik anak dengan keras karena saya mau anak saya tumbuh menjadi
anak yang kuat dalam menjalani hidup. dia juga harus mandiri. untuk itu dari kecil
saya sudah menyuruh untuk bekerja supaya mereka tahu susahnya mencari uang”.
Hal ini dilakukan responden karena anaknya tumbuh menjadi anak yang penurut dan
tidak berperilaku menyimpang mengingat suaminya yang meninggal akibat kecanduan
narkoba.
Berdasarkan penelitian diatas, menurut pandangan Bigner yang membenarkan
bahwa single parent lazimnya senang menghukum anak dan cenderung mengasuh
anak secara otoriter yakni memaksakan kehendak terhadap anak dan anak harus
mematuhi segala yang diperintahkan. peran tersebut yang diterapkan kepada single
parent.12 Menurut penulis Penelitian dan teori dapat disimpulkan bahwa peran otoriter
memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap bentuk-bentuk
perilaku sosial pada anak. peran yang ditinjol dipengaruhi oleh faktor kecemasan akan
tumbuh kembang anaknya kelak apakah akan sama seperti ayahnya atau tidak.
Jika dilihat perspektif konseling feminis, peran otoriter perempuan single
parent disebabkan karena tekanan sosial, baik dari dalam dirinya, keluarga maupun
lingkungan. Untuk itu dalam konseling feminis, Egalitarian relationship melakukan
pendekatan dasar humanistic, membantu pengasuhan diri (Nurturing self) dibutuhkan
untuk membantu perempuan untuk memahami kembali akar masalah, karena problem
yang dialami perempuan berhubungan dengan tekanan sosial (social pressure) dan
bukan semata-mata berasal dari dirinya, untuk itu konselor membantu konseli
membingkai kembali konsep dirinya dan tidak dipengaruhi oleh stigma-stigma
masyarakat dan membuat konseli sadar akan peran yang diterapkannya terhadap anak
dan tidakcenderung mengorbankan anaknya akibat tekanan tersebut.
4.3 Menuju Perempuan Single Parent Yang Berdaya
Dalam hasil penelitian, penulis menemukan sebuah realita bahwa fenomena
single parent merupakan kenyataan yang tidak bisa dihindari dari dalam masyarakat.
Karena, selama masyarakat masih merupakan masyarakat patriakhal di mana laki-laki
masih diatas dari perempuan, sehingga terjadi ketidakadilan dan kesetaraan gender,
selama perempuan masih dijadikan warga kelas dua, dan perempuan masih di
12 Bigner, Maternal Prenting in single and…….,578
diskriminasi dalam rumah tangga, maka kecendrungan untuk terjadi keluarga orang
tua tunggal akan terjadi dalam masyarakat dan akan cenderung bertambah dari tahun
ke tahun.
Dari hasil penelitian maka penulis melihat bahwa problem single parent
merupakan permasalahan yang kompleks dan sulit untuk dihindari mengingat bahwa
jumlah perceraian yang meningkat di Indonesia terutama di Maluku. Oleh karena itu
yang bisa dilakukan adalah dalam hasil penelitian yang penulis lakukan sekiranya
mampu untuk memberdayakan kaum perempuan terutama yang akan menjadi single
parent untuk mampu membuat keputusan-keputusan yang cerdas ketika perempuan
memilih untuk menjadi single parent. Penulis menemukan 5 permasalahan peran
perempuan single parent yakni permasalahan produktif, permasalahan reproduktif,
permasalahan sosial, permasalah psikologis perempuan, permasalahan psikologis
anak. Dari kelima permasalahan ini penulis menemukan 5 peran perempuan single
parent yakni peran produktif, peran reproduktif, peran sosial, peran permisif dan peran
otoriter. Dari permasalahan dan peran yang di tonjolkan penulis menilai ada 2 korban
utama yakni perempuan itu sendiri dan anak-anak. Karena ketika perempuan tidak
mampu memberdayakan dirinya, otomatis anaknya pun tidak bisa ia berdayakan.
Sehinggga yang terjadi ialah diri perempuan itu hancur, maka anaknya juga hancur.
Kehancuran itu dapat dilihat ketika ia terlalu memaksakan dirinya untuk mencari
nafkah, mengorbankan kebutuhan seksualitasnya, dan ketika perempuan terlalu
protektif terhadap anak. Maka, disini perempuan mengorbankan dirinya sehingga
mengalami gangguan psikologis dan anaknya pun menjadi korban karena keputusan-
keputusan daripada perempuan yang mengakibatkan anaknya mengalami kekurangan
kasih sayang.
Oleh karena itu ketika ada perempuan yang memilih jalan untuk menjadi single
parent hendaknya ia tahu persis bahwa sekurangnya ada lima permasalahan yang akan
dihadapi diatas dan dengan pengetahuan ini perempuan dapat mempersiapkan diri
untuk menghadapi kenyataan ini. Dengan cara bahwa perempuan harus menyadari
keberadaannya dalam masyarakat dan bahwa ia tidak dapat berjalan sendiri
perempuan harus menyadari bahwa ia memiliki jaringan sosial (social network),
karena ia hidup dalam masyarakat dan hidup secara sosial. Untuk itu perempuan harus
menyadari bahwa ketika menjadi single parent ia membutuhkan orang lain dalam hal
keluarga, masyarakat, maupun gereja untuk membantunya dalam menjalankan peran
sebagai orang tua. Sehingga perempuan mampu untuk menjalani masa transisi yang
tidak semenyakitkan dan serumit ketika ia tidak siap menjadi single parent.