Top Banner

of 38

terapi nutrisi

Oct 28, 2015

Download

Documents

NitnotGundil
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Prinsip terapi nutrisi di klinik

Nutrisi merupakan unsur penting dalam mempertahankan kapasitas fungsional, pertumbuhan, dan proses penyembuhan penyakit. Serta merupakan komponen integral pada pengobatan pasien. Sehingga pengetahuan dasar2 terapi nutrisi diperlukan pada pengobatan pasien Malnutrisi di rumah sakit telah diidentifikasi sejak tahun 1974 oleh Dr. Charles Butterworth. Malnutrisi adalah keadaan gizi individu akibat kekurangan maupun kelebihan asupan energi- protein- atau zat gizi tertentu yang berdampak pada perubahan komposisi tubuh, fungsi organ, dan penyakit. Dikenal 3 tipe malnutrisi:1. Malnutrisi kronik merupakan suatu keadaan akibat berkurangnya asupan zat gizi dalam jangka waktu panjang. Pada keadaan ini tubuh telah mengalami adaptasi progresif; terjadi penurunan basal metabolisme yang bertujuan melindungi cadangan energi dan protein. Kondisi ini dikenal sebagai marasmus 2. Malnutrisi akut merupakan keadaan yang umumnya terjadi akibat trauma atau insidens penyakit akut, seperti tindakan operasi, panas tinggi dll, dimana pasien berada dalam keadaan hipermetabolisme. kebutuhan energi dan protein meningkat dengan cepat dalam waktu singkat. Kondisi ini dikenal sebagai kwashiorkor3. Di klinik sering didapatkan bentuk campuran (kronik ditambah defisit energi secara akut) dimana pasien menunjukkan tanda malnutrisi kronik yang diperberat oleh adanya stres (penyakit).

Malnutrisi merupakan penyakit dengan berbagai etiologi, maka terminologi yang lebih tepat adalah malnutrisi polidefisiensi. Bila ditemukan atau terjadi di RS disebut sebagai Malnutrisi Rumah Sakit

Malnutrisi RS merupakan keadaan yang sering ditemukan di RS. Data epidemiologi (dalam dan luar negeri) menunjukkan : 30 sampai 60% pasien rawat inap dalam keadaan malnutrisi. Lebih dari 50 % dari pasien tersebut sudah malnutrisi sejak saat masuk rumah sakit, dan sekitar 75% dari kasus tersebut melanjutkan penurunan berat badan dan penurunan status gizi selama perawatan rumah sakit. Bahkan lebih dari 10% berkembang menjadi malnutrisi berat. Namun, hanya 12,5 % dari pasien tersebut yang teridentifikasi malnutrisi.Dr. Charles Butterworths dalam makalahnya yang diberi judul The Skeleton in the Hospital Closet, menginformasikan bahwa pengukuran parameter penting untuk penilaian status gizi seperti tinggi badan dan berat badan jarang dilakukan. Penurunan kadar petanda status gizi tidak dicermati oleh dokter, sehingga pemberian substitusi atau suplementasi nutrisi tidak atau terlambat dilaksanakan. Sampai saat ini, banyak RS modern yg penyediaan makanan dan formula nutrisi cukup, namun, malnutrisi masih ditemukan. Hal ini menunjukkan Ketidakperdulian atau ketidaktahuan dokter akan masalah nutrisi pasien.

Malnutrisi merupakan masalah serious bagi pasien, immunitas morbiditas LOS --> Biaya >>Malnutrisi berdampak pada penurunan imunitas, sehingga pasien rentan infeksi dan komplikasi yang meningkatkan morbiditas serta perpanjangan lama masa rawat, akibatnya meningkatnya biaya perawatan.Banyak peneliti telah membuktikan bahwa deteksi dini masalah gizi pasien dan penatalaksanaan nutrisi yang adekuat dapat mempertahankan/memperbaiki status gizi dan berkurangnya komplikasi.

Skrining gizi merupakan langkah utama untuk identifikasi pasien berisiko malnutrisi. Selanjutnya untuk merencanakan dan memberi terapi gizi yang sesuai perlu didasari oleh hasil penilaian status gizi (nutrional assessment). Data diperoleh cepat & mudah --> asupan makanan, pe BB Skrining dan Assessment Gizi dibedakan berdasarkan: Tipe dan jangkauan informasi yang diperoleh Latarbelakang pendidikan tenaga pelaksana Waktu untuk proses skrining berbeda dgn assessment Biaya proses juga berbeda (tenaga, pemeriksaan dll)

Skrining gizi adalah proses identifikasi karakteristik yang mempunyai hubungan dengan masalah gizi. Tujuannya unuk menemukan pasien berrisiko gizi. Pada proses ini tidak membutuhkan keahlian khusus.

Penilaian status gizi (Nutritional Assessment) adalah proses mengumpulkan dan mengevaluasi semua data klinik, dietetik, komposisi tubuh dan biokimiawi dll untuk diagnosis status gizi dan mengembangkan rencana terapi nutrisi yang tepat. Disini membutuhkan staf yang mempunyai kemampuan dan kompetensi khusus.

Proses skrining dapat dilakukan dengan cara yang sederhana misalnya informasi tentang perubahan berat badan (meningkat atau menurun), perubahan asupan makanan, keluhan yang berhubungan fungsi saluran cerna (misal mual, muntah, diare).

Dapat dinyatakan berisiko gizi bila ada peningkatan atau penurunan berat badan yang tdk direncanakan sebanyak lebih dari 10% pada 6 bulan terakhir, atau lebih dari 5% pada 1 bulan terakhir. Atau asupan makanan tidak adekuat dalam 5 hari terakhir.

(Barrocas et al. J Am Diet Assoc 1995;95:647-648.ESPEN 2006)

Langkah-langkah terapi nutrisi:Pemeriksaan klinis komposisi tubuh data biokimia& lain-lain

Diagnosis / status Gizi & status metabolisme

Kebutuhan energi & Zat Gizi

Komposisi Zat Gizi

Cara pemberian Oral / Enteral/ Parenteral (fs saluran cerna?)

Bentuk/ jenis makanan/ formula & suplemen (formulasi terapi nutr)

Pemantauan & evaluasi

D/ kehilangan BB > 5 %/ 1 bulan; > 7,5%/3 bulan & > 10%/6 bulan

Penilaian atau diagnosis status gizi Tidak ada parameter tunggal untuk diagnosis status gizi; penilaian status gizi diperoleh melalui evaluasi beberapa indikator antara lain: Riwayat Klinik- Dietetik-; gambaran klinik dan Fungsi Saluran Cerna; pengukuran antropometri dan komposisi tubuh; pemeriksaan kapasitas fungsional yaitu menilai kekuatan otot (kapasitas fungsional sudah penurunan sebelum penurunan berat badan); pemeriksaan biokimia (pengukuran kadar protein viseral).

Dan beberapa pemeriksaan lain fungsi imunologi atau pemeriksaan yang menggunakan teknologi canggih seperti , Bioelectrical Impedance Analyser (BIA) indireck calorimetry (IC) & In Vivo Neutron Activation Analysis (IVNAA) merupakan metoda akurat yang direkomendasikan oleh banyak peneliti untuk diagnosis status gizi penderita --> mahal & sulit dalam pelaksanaannya

Pengukuran secara antropometri merupakan teknik yang paling sering dipakai dalam penilaian status gizi berdasarkan parameter komposisi tubuh. Diantaranya yaitu;Dengan parameter:1. Berat Badan dan Tinggi Badan dapat menunjukkan Indeks Massa Tubuh/Body Mass Index (BMI).2. Tebal lemak bawah kulit Triceps or subscapular skin fold dapat digunakan untuk menilai massa lemak.3. Mid-arm muscle circumference (MAMC) and mid-arm muscle area (MAMA), dapat digunakan untuk menilai massa otot.4. Dinegara maju beberapa teknik telah dikembangkan untuk menilai komposisi tubuh sepert bioelectric impedance, underwater weighing, tomography, total-body potassium, and ultrasound.

Beberapa parameter biokimia perlu dinilai:1. Serum albumin, mempunyai waktu paruh yang panjang yaitu 21 hari. Kadar albumin < 3.5 g/dL menunjukkan pasien mempunyai risiko malnutrisi.2. Bila Total lymphocyte count, < 1,500 cells per milimeter kubik juga dapat sebagai indikator mempunyai risiko malnutrisi.3. Serum transferrin, waktu paruh 7 hari. Pada beberapa pasien mempunyai kadar transferin < 140 mg/dL, pasien dapat dinyatakan berrisiko malnutrisi.4. Serum pre-albumin (transthyretin), waktu paruh 3 hari. Dikatakan berrisiko malnutrisi bila kadarnya 90 % diagnosis malnutrisi dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dikenal sebagai Subjective Global Assessment (SGA)

Detsky, (1987) : dalam penelitiannya menilai 202 subyek dengan menggunakan riwayat nutrisi dan pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa determinan kehilangan jaringan subkutan, muscle wasting, dan kehilangan berat badan merupakan determinan reproducibible dan merupakan prediktor untuk menunjukkan morbiditas yang disebabkan oleh gangguan gizi

Penilaian status gizi secara SGA merupakan cara yang sederhana. Sepanjang penilai telah terlatih, SGA dapat merupakan diagnosis gizi yang reliable dan merupakan prediktor akurat untuk menilai adanya peningkatan risiko komplikasi seperti infeksi dan penymbuhan luka yang terhambat.

Pada SGA akan diperoleh informasi tentang: 1. Perubahan berat badan2. Perubahan asupan makanan3. Gejala-gejala gastrointestinal4. Kapasitas fungsional 5. Hubungan antar penyakit dengan kebutuhan nutrisi.6. Pemeriksaan fisik yang difokuskan aspek gizi

(Detsky AS et al. JPEN 1987;11:8-15)

Pada Subjective Global Assessment (SGA) menilai :

A. Lima komponen utama riwayat (nutrisi dan klinik)1. Perubahan berat badan2. Perubahan asupan makanan3. Gejala-gejala gastrointestinal4. Kapasitas fungsional 5. Hubungan antar penyakit dengan kebutuhan nutrisi.

B. Pemeriksaan fisik 5 petanda fisik : Berkurangnya lemak subkutan Berkurangnya massa ototAdanya edema pada pergelangan kakiAdanya edema daerah sakral, dan Adanya asites.

Dari data A dan B pada SGA memperoleh klasifikasi/peringkat status gizi pasien:C. Penilaian peringkat SGA: A Status nutrisi baikB Status nutrisi sedang (tendensi menjadi malnutrisi) C Malnutrisi berat

Informasi ini akan menjadi dasar untuk dokter untuk membuat rencana terapi gizi yang sesuai

Menghitung Kebutuhan NutrisiMenghitung kebutuhan nutrisi dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik yang mudah maupun yang rumit. Sampai saat ini belum ada standarisasi yang dapat diterapkan dalam menghitung kebutuhan nutrisi untuk pasien-pasien di Indonesia.Masalahnya : berapa besar asupan kalori yang cukup?Dengan perhitungan kalorimetri indirek didapatkan bahwa kebutuhan kalori penderita trauma berat atau sepsis berkisar antara 1000 kcal/m2 luas tubuh. Angka ini setara dengan 25 kcal/kg berat badan. Dahulu diperkirakan kebutuhan penderita ini adalah 30% 50 % diatas nilai basal (Basal Energy Expenditure) yang didapat dengan rumus Harris Benedict. Penelitian belakangan ini mendapatkan bahwa pasien-pasien trauma dan sepsis memerlukan lebih sedikit asupan nutrisi dari yang diperhitungkan sebelumnya.Pemberian glukosa melebihi kebutuhan yaitu lebih dari 1, 2 kali Resting Energy Expenditure (REF), ternyata tidak bermanfaat, bahkan justru merugikan, sebab Respiratory Quotient dan Produksi CO2 meningkat. Selama fase stress belum dilalui kapasitas metabolisme glukosa menurun hingga tinggal 4 mg/kg/menit atau setara 1400 kcal/70 kg/hari atau 20 kcal/kg/hari. Setelah fase stress, dapat diberikan glukosa lebih banyak, misalnya 5 6 gram/kg/hari.Sebagai konsensus dalam menghitung kebutuhan asupan nutrisi pada seorang penderita, harus diperhatikan beberapa prinsip di bawah ini:a. Just enough nutrition without complicationsTNPE tidak harus mengganti seluruh kebutuhan nutrisi seperti dihitung dengan rumus, tetapi cukup untuk mengurangi defisit metabolisme yang cepat.b. Kebutuhan nutrisi dapat dihitung dengan rumus-rumus standar, tetapi tidak boleh dilupakan bahwa untuk setiap penderita harus dilakukan individualisasi sesuai dengan keadaan klinis (tailoring).

KONSEP DASAR MENGHITUNG KEBUTUHAN KALORI TERAPI NUTRISI ARTIFISIAL

1. Menghitung kebutuhan nutrisi secara garis besar

Kebutuhan nutrisi penderita yang disesuaikan dengan derajat malnutrisi, secara garis besar dapat dilihat pada table 1.

Tabel 1. Kebutuhan nutrisi penderita dewasa (per kg berat badan)

Energi & nutrisi per kg BBKebutuhan dasarMeningkat sedangMeningkat hebat

Air cc3050100-150

Energi/kalori kcal3035-4050-60

Asam amino gram MJ0.130.700.15-0.171.5-2.00.21-0.253.0-3.5

Nitrogen gram00.2-0.30.4-0.5

Glukosa gram2.05.07.0

Lemak gram2.03.03.0-4.0

Na mEq1.0-1.42.0-3.03.0-4.0

K mEq0.92.03.0-4.0

Ca m mol0.110.150.20

Mg m mol0.040.15-0.200.3-0.40

Cl m mol1.3-1.92.0-3.0-

Fosfat m mol0.150.40.6-1.0

Fe m mol0.25-1.01.01.0

Mn m mol0.10.30.6

Zn m mol0.070.7-1.51.5-3.0

2. Menghitung kebutuhan energi/kalori

Dalam keadaan stress karena trauma multiple, pasca bedah, SIRS dan sepsis, kebutuhan kalori/energi tubuh meningkat dan pemecahan protein naik 2-4 kali lipat.Menentukan kebutuhan energi dapat dengan menggunakan tabel, menggunakan kalori metri indirek atau menggunakan perhitungan BEE (Basal Energy Expenditure) dan tabel faktor aktivitas dan derajat trauma, lihat pada tabel 2 dan tabel 3

Tabel 2. Kebutuhan kalori (kcal/kg/hari)

Maintenance20-25

Infeksi ringan25-30

Pembedahan berat, sepsis35

Luka bakar berat40

Tabel 3. Faktor aktivitas dan trauma

Aktivitas1.25

Pembedahan ringan1.05-1.15

Sepsis1.2-1.4

Trauma capitis tertutup1.3

Trauma multiple1.4

SIRS1.5

Luka bakar berat2.0

Metode menghitung kebutuhan energi basal, dapat menggunakan rumus Harris-Benedict, sedangkan menghitung faktor aktivitas dan trauma dengan menggunakan metode Long.

Rumus Harris Benedict (1919)Untuk menghitung Basal Energy Expenditure dalam kcal/hari

BEE pria = 66.5 + (13.8xBB kg) + (5xTB cm) - (6.8 x U tahun)

BEE wanita = 655 + (9.6xBB kg) + (1.8xTB cm) - (4.7 x U tahun)

BB = Berat Badan, TB = Tinggi Badan , U = Usia.

Hasil perhitungan dalam kcal/hari dikalikan dengan faktor aktivitas dan trauma tabel 4. Jadi kebutuhan energi sebenarnya (Actual Energy Expenditure = AEE) ditambah dengan kebutuhan energi tambahan yang diperlukan sehubungan dengan keadaan klinis penderita. Untuk menghitung maka dipergunakan beberapa factor koreksi, antara lain dengan menggunakan rumus sederhana seperti pada contoh tabel 5

Tabel 4. Contoh perhitungan AEE

Malnutrisi1.2 x BEE

Malnutrisi + Trauma/pembedahan1.5 x BEE

Malnutrisi + Sepsis/luka bakar2.0 x BEE

AEE juga dapat dihitung berdasarkan perhitungan koreksi disesuaikan dengan factor stress pada penderita. Dengan perhitungan diatas maka kebutuhan kalori yang disesuaikan dengan keadaan klinis dapat diketahui dengan lebih lanjut.

Table 5. Perhitungan koreksi dengan faktor stress

AEE = BEE x Stress Factor x 1.25

Stress FactorsKoreksi

Kelaparan0.85 1.00

Pasca bedah1.00 1.05

Patah tulang1.15 - 1.30

Peritonitis1.05 -1.25

Trauma multiple/sepsis1.30 1.50

Luka bakar 10-30%1.50

Luka bakar 30 50%1.75

Luka bakar > 50%2.00

Contoh perhitungan

Seorang pria usia 50 tahun, BB 40 kg dan TB 150 cm, dirawat oleh karena luka bakar 20 %.a. Dengan rumus Harris Benedict BEE = 66.5 + (13.8 x 40) + (5x150) (6.8 x 50) = 1078.5 kcal/hariStres faktor luka bakar 20% =1.5 AEE = 1028.5 x 1.5 x 1.25 = 1928 kcal/hari

b. Dengan rumus sederhana BB = 40 kg, menurut table 2, luka bakar 20% kebutuhan energi akan meningkat hebat = 50 kcal/kg BB

Kebutuhan energi = 40 x 50 = 2000 kcal/hari

Patut diperhatikan : bahwa berdasar kesepakatan (consensus) untuk pasien-pasien di Indonesia bahwa bila kebutuhan energi > 2000 kcal/hari, harus diberikan secara hati-hati dan bertahap

SUMBER ENERGI

Menghitung kebutuhan karbohidratRekomendasi dari American Society for Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN 1993) untuk pemberian karbohidrat dalam keadaan normal adalah 25 30 kcal/kg/hari. Glukosa/Dextrose adalah sumber kalori yang paling fisiologik, glucose memberikan energi 3,4 kcal/gram sering dibulatkan menjadi 4 kal/gram. Dosis maksimal bagi kebanyakan penderita adalah 6 7,5 gram/kg/hari.Pemberian kalori dengan glukosa yang melebihi kebutuhan ternyata tidak bermanfaat, bahkan justru merugikan sebab Respiratory Quotient dan produksi CO2 meningkat (tabel 12)Energi sebaiknya diberikan dalam kombinasi yang terdiri dari karbohidrat dan lipid dengan perbandingan 70 : 30 atau 60 : 40Kadar gula darah yang melampaui nilai ambang ginjal akan mudah menyebabkan hiperosmolar, diuresis osmotik, dehidrasi dan gangguan elektrolit. Regular Insulin sebaiknya diberikan bila kadar gula darah > 220 mg/dl. Cara lain dengan membrikan jenis karbohidrat kombinasi : Kombinasi yang paling bermanfaat adalah Fraktosa-Glukosa Xylitol (FGX).Dengan kombinasi ini, maka untuk jumlah kalori yang sama, beban karbohidrat dapat terbagi melalui jalur metabolisme berbeda, sekalipun hasil akhirnya menjadi glukosa juga. Tetapi berbeda dengan glukosa darah yang mudah diukur, pengukuran Fruktosa dan Xylitol lebih sukar.

Dosis maksimal untuk fruktosa 3 gram/kg/hari, Xylitol 1.5 gram/kg/hari, Sorbitol 3 gram/kg/hari dan maltosa 1,5 gram/kg/hari, oleh karena bahaya asidosis dan hipofosfatemia.Apabila memberikan larutan dextrose sebagai sumber energi, sangat penting untuk memonitor kadar gula darah, dan kalau perlu insulin harus diberikan.Dibawah ini adalah table contoh Sliding Scale untuk menghitung dosis titrasi insulin (tabel 6)

Tabel 6. Sliding Scale Pemberian Insulin

Kadar glukosa darah mg/dlKecepatan infus insulin unit/jam

>2808

200-2806

150-2004

100-1502

75-1001

1.0

Under feeding (Lipolysis 50 mm Hg ), dosis dan komposisi TNPE harus disesuaikan dengan cara titrasi sedemikian agar tercapai titik kompromi antara mendekat pemenuhan kebutuhan tanpa mempercepat gagal nafas, sebab metabolisme karbohidrat dosis tinggi meningkatkan produksi CO2.Asam amino diberikan setelah kebutuhan kalori dicukupi dengan karbohidrat. Tetapi bagi sebagian besar penderita, pemberian asam amino dapat ditunda sampai 3 hari asal kebutuhan kalori benar-benar dipenuhi.

2. Rute Pemberian TNPETNPE dapat diberikan melalui vena sentral (jugalar, subclavia, cephalic) atau melalui vena perifer. Karena komposisi cairan TNPE biasanya bersifat hiperosmolor, maka untuk mencegah tromboplebitis, lebih baik digunakan vena sentral. Tetapi pemasangan vena sentral adalah sukar, traumatis dan mahal,sehingga sering tidak dapat dihindari pemberian TNPE melalui vena perifer, dengan komposisi cairan dengan tekanan osmotic < 900 mosmol. Bila diperkirakan TNPE akan berlangsung lama, atau diperlukan komposisi cairan yang lebh tinggi, harus dipergunakan vena sentral.

3. Pemberian TNPE melalui Vena PeriferDapat diberikan dengan 2 caraa. Kateter vena (Venocath) melalui Vena cubiti sampai Vena Cava superior. Keuntungan cara ini adalah komposisi cairan TNPE dapat bebas diberikan (sama dengan vena sentral). Kerugiannya adalah tromboplebitis dapat terjadi dilengan atas, yaitu pada ujung dari Venocath. Cara semacam ini sebetulnya dapat disebut juga sebagai vena sentral.b. Memakai infus biasa. Untuk mengurangi kemungkinan tromboplebitis maka komposisi cairan TNPE terbatas.Osmolaritas cairan tidak boleh lebih dari 900 mosmol/kg.Ini berarti konsentrasi maksimal larutan glukosa yang dapat diberikan adalah 10% dan asam amino 4.25%. Dengan pemberian emulsi lemak (Ivelip, Fima) sebagai sumber energi maka osmolaritas dapat sedikit diturunkan. Lokasi infus harus sering dipindah-pindah. Pemberian Heparin 1000 /l cairan dapat mengurangi komplikasi tromboplebitis. Heparin sebaiknya tidak diberikan pada penderita dengan resiko perdarahan yang tinggi.

Tabel 17. Perbedaan Penggunaan Vena Sentral dan Perifer

PERIFERSENTRAL

Lamanya terapi< 2 minggu> 2 minggu

Osmolaritas< 900 mosmol> 900 mosmol

Stres metabolikRinganBerat

MalnutrisiRinganBerat

4. Jumlah cairan yang dapat diberikanBila cairan yang dapat diberikan terbatas, (misalnya pada gagal ginjal atau jantung), maka kebutuhan kalori harus dipenuhi dengan volume cairan serendah mungkin, misalnya dengan menggunakan Glukosa 40%, Triparen, atau Triofusin 1000. Untuk ini harus diberikan melalui vena sentral. Dipergunakan preparat lipid karena dengan volume kecil jumlah kalori/liternya tinggi sehingga dapat menghemat volume.

5. Tahap Pemberian CairanPada fase akut dimana faktor anti-insulin masih dominan, terapi dimulai dengan elektrolit dan cairan saja. Tahap berikutnya dapat dimulai terapi nutrisi parenteral (TNPE), yang pemberiannya dilakukan secara bertahap

Tabel 18. Prosedur Pemberian TNPE

24-48 jamTerapi air dan elektrolit

24-96 jamTNPE melalui vena perifer

72-36 jamTNPE total melalui vena sentral

TNPE sendiri sebaiknya diberikan secara bertahap, pada hari ke-1 25% kebutuhan, hari ke-2 50%, hari ke-3 75%, dan hari ke 4 dst 100% dari kebutuhan.Contoh : Pemberian TNPE secara bertahapHari I : Dimulai dengan larutan isotonis, beban glukosa minimal: Ringer Dextrose 5% 1000 ml + Dextrose 5% 1500 ml = 500 kcal.

Hari ke II & III : Glukosa lebih ditingkatkan dan ditambahkan Asam Amino: AA 3.5% + KH 1000 ml + D-10 1500 ml = 900 kcal + 35 gram Asam Amino

Hari ke IV: Glukosa lebih ditingkatkan lagi AA 3.5% + KH 1000 ml + D-20 1000 ml = 1100 kcal + 35 gram Asam Amino.

Alternatif lain dari cara diatas jika tidak tersedia asam amino sbb:Hari ke I : Ringer D-5 1000 ml + D-5 1500 ml = 500 kcalHari ke II & III : Ringer D-5 1000 ml + D-10 1500 ml = 800 kcalHari ke IV: Ringer D-5 1000 ml + D-20 1000 ml = 1000 kcal

Cara ini murah dan cukup bermanfaat sampai 3 hari. Untuk TNPE yang lebih lama, dianjurkan melalui cara yang pertama tadi.

MONITORING EFEK TERAPI DAN KOMPLIKASIDalam melakukan terapi TNPE selalu harus dilakukan monitoring terhadap efek terapi, terhadap perubahan metabolisme tubuh, serta efek sampingnya yang dapat diakibatkan oleh teknik pemberiannya atau gangguan metabolisme.

PARAMETER YANG DIGUNAKAN UNTUK MONITORING RESPONS TERHADAP TNPE 1. Tiap 4 jam: - Observasi: perawatan, suhu tubuh, TD, nadi, respirasi- Urinalisis atau glukosa darah2. Tiap hari : Ureum darah, serum kreatinin, serum elektrolit, glukosa darah, gas darah (sesuai indikasi), osmolaritas serum/urea (sesuai indikasi), asupan nutrien, keseimbangan cairan.3. Sesuai indikasi:serum lipid, serum urat, serum Zn dan Cu, serum B12/folat, status besi, keseimbangan nitrogen.4. Keadaan khusus:turn ofter proten tubuh,pengukuran komposisi protein tubuh, pertukaran gas, trace elements, vitamin, asam lemak

MONITORING KOMPLIKASI TNPE1. Akibat teknik pemasangan kateter atau akibat infus yang berlangsung lamaa. Pneumo/Hematotoraxb. Emboli udarac. Tromboplebitisd. Infeksi, sepsis2. Reaksi metabolisme : tabel 19

Tabel 19. Komplikasi metabolik pemberian TNPE

KOMPLIKASISEBABPENCEGAHANPENGOBATAN

HiperglikemiDM, penurunan toleransi thd insulinKontrol gula darahInsulinBatasi intake glukosa

HipoglikemiMenghentikan penurunan TNPE secara tiba-tibaTNPE diturunkan bertahapGlukosa 40%

Uremi prerenalOverdosis AA, dehidrasiKontrol fungsi ginjal teraturKurangi dosis AA, atasi dehidrasi

Gangguan fungsi hatiOverdosis lemak, glukosaKontrol fungsi hati teraturPerhatikan balans cairan & elektrolit, kurangi lipid/dextrose

Gangguan cairan elektrolitOverhidrasi/dehidrasi hipofosfatemiKontrol elektrolit/cairan teraturPerhatikan balans cairan/elektrolit/glukosa

Defisiensi trace element/vitaminunderdosisKontrol kadar serum, pembekuan darahTambahkan vitamin/trace elements

HipercapniProduk CO2 oleh metabolisme selTNPE harus hati-hati pada gangguan paruKurangi kalori dan glukosa

TERAPI NUTRISI PARENTERAL PADA GANGGUAN ORGAN DAN KEADAN KLINIS KHUSUS

Pada penderita dengan gangguan faal organ, maka pemulihan sumber energi, jenis AA, dan jumlah cairan merupakan pertimbangan dalam membuat skema TNPE.

1. GAGAL HATIPenderita dengan gagal hati yang sudah mencapai tahap ensefalopati biasanya menunjukkan gambaran abnormal dari pola AA-nya, Methionine dan Asam Amino Aromatik (AAA) yaitu phenylalanine, tirosin dan free trytophan akan meningkat. Sedangkan Asam Amino Rantai Panjang (AARP = BCAA ; Branched Chain Amino Acid) yaitu valine, leucine, isoleucine akan menurun.Peningkatan AAA diduga akan menyebabkan gangguan fungsi otak akibat efek inhibisi terhadap neurotransmiter. Dengan memberikan lebih banyak kadar BCAA pada nutrisi penderita, akan menurunkan kadar AAA dalam darah dan cairan otak, dan merangsang sintesis protein di hepar.Untuk sumber energi lebih baik diberikan karbohidrat (KH) dibanding dengan lemak (lipid), karena KH lebih baik didalam memperbaiki penggunaan BCAA dan keseimbangan nitrogen. Selain itu pada penyakit hati, biasanya ada gangguan pada metabolisme dan eliminasi lemak.Untuk membuat skema terapi TNPE pada gagal hati dengan gejala ensefalopati harus dipertimbangkan hal-hal berikut: (Tabel 20)

Tabel 20. Skema TNPE pada gagal hati

1. ENERGI - Jumlah : 150% x energi basal (BEE) - Jenis : > 70% karbohidrat

2. Asam Amino - Jumlah : 0.8-1.1g/kg BB/hari - Jenis : BCAA

Perlu diperhatikan bahwa pada gagal hati biasanya terjadi defisiensi: Mg, Ca, Zn, Fe, Vitamin A, B, C,D,E, Natrium perlu dibatasi bila ada edema. Kalium hanya dibatasi bila ada gangguan fungsi ginjal.

2. GAGAL GINJAL AKUT (GGA)

Pasien dengan GGA menimbulkan permasalahan dalam TNPE karena: Biasanya dalam keadaan hiperkatabolik Peningkatan kadar K, Mg, Fosfat Ada retensi cairan

Peranan TNPE pada penderita GGA bukan saja berguna untuk mengatasi gangguan metabolisme, tetapi juga untuk mengurangi akumulasi ureum, melindungi fungsi glomeruli ginjal, dan mempertahankan funsi-fungsi vital penderita.

Mengingat adanya gangguan metabolisme karbohidrat, maka pemberian kalori pengganti glukosa, seperti fruktosa, xylitol dan sorbitol harus diberikan pada keadaan hiperkatabolik secara hati-hati, yaitu tidak melebihi 0.25 g/kg BB/hari. Pada GGA terjadi hiperkatabolik sehingga diperlukan energi lebih besar. Hiperhipidemia tipe IV A sering dijumpai pada GGA. Oleh karena itu pemberian kalori dalam bentuk lemak sebaiknya dibatasi sampai 25%.

Pendapat lama mengatakan bahwa pada GGA sebaiknua diberikan Asam Amino Esensial (AAE) tanpa AA non-esensial (AAN-E), dengan hipotesa bahwa akan terjadi daur ulang dari urea nitrogen endogen menjadi AAN-E. Tetapi ternyata daur ulang terjadi hanya dalam prosentase kecil. Pendapat baru menganjurkan tetap diberi AAN-E disamping AAE, dengan perbandingan tertentu. Pemberian AA dengan konsentrasi BCAA yang lebih tinggi dianggap lebih menguntungkan bagi penderita GGA. (tabel 21)

Tabel 21. Skema TNPE gagal ginjal

1. Energi - Jumlah : 35-50 kcal/kg BB/hari - Jenis : >70% KH

2. Asam Amino - Jumlah : Tanpa dialysis = 0.4-0.8 g/kg BB/hari dengan dialysis = 0.8-1.2 g/kg BB/hari - Jenis : AAE : AAN-E = 6:4

Masalah pada penderita GGA adalah bahwa biasanya terjadi redistribusi cairan akibat adanya oliguria. Untuk memperkecil volume cairan, maka sebagian kalori dapat diberikan dalam bentuk lemak, tetapi sebaiknya tidak melebihi 30% dari kalori total.Bila fasilitas memungkinkan, dapat dilakukan dialysis atau ultrafiltrasi sehingga kelebihan cairan dapat dibuang melalui dialysis.

3. SEPSISRespons metabolik akibat trauma, luka bakar atau sepsis seperti hipermetabolisme, proteolisis, resistensi insulin, dapat menimbulkan malnutrisi kalori-protein yang progresif.Pada keadaan sepsis yang berat biasanya sudah ada penyakit dasar berupa malnutrisi, infeksi, gagal ginjal, kelainan hati, dsb.Akibat malnutrisi daya tahan tubuh akan menurun, karena protein dibutuhkan untuk re-sintesis jaringan, pembentukan immunoglobulin, makrofag, limfosit dan system immunologi lainnya.Terapi nutrisi pada penderita sepsis mempunyai tujuan untuk: Memperbaiki malnutrisi yang sudah terjadi sebelumnya. Mengurangi progresifitas malnutrisi kalori-protein Memperbaiki status metabolisme Mempercepat penyembuhan pasienPada keadaan sepsis diperlukan kalori yang tinggi, tetapi pemberian KH yang terlalu banyak dapat menimbulkan peningkatan CO2. Oleh karena itu sebagian sumber kalori sebaiknya diperoleh dari lipid. KH dapat diberikan dengan kecepatan 4 mg/kg BB/menit. Bilamana kadar gula darah>220 mg/dl sebaiknya ditambahkan insulin pada preparat KH (lihat tabel 6)Pada keadaan sepsis yang berat sering terjadi gastroparesis sehingga nutrisi oral/enteral menjadi tidak memungkinkan. TNPE harus diberikan bila setelah 5 hari terapi nutrisi oral/enteral masih tidak memungkinkan

Tabel 22. Skema TNPE pada penderita sepsis

1. Energi - Jumlah : 25-30 kcal/kg BB/hari - Jenis : KH dan lipid

2. Asam Amino - Jumlah : 1.5-2 g/kg BB/hari - Jenis : AA standar (urystaline) atau BCAA

4. PANKREATITISPankreatitis akut yang ringan atau sedang biasanya hanya berlangsung beberapa hari dan tidak membutuhkan terapi nutrisi khusus, cukup dengan cairan elektrolit sewaktu dipuasakan, lalu diberi terapi enteral sesuai responsnya. Umumnya pankreatitis akut tipe ringan dan sedang akan membaik dalam waktu 3-5 hari.Pada pankreatitis akut tipe berat, umumnya suatu necrotizing pancreatitis yang dapat disertai fluid collection, perdarahan, infeksi, peritonitis, abses lalu terjadi pseudikista dan fistulasi. Pada keadaan ini dapat terjadi perburukan keadaan yang mengarah kepada MODS (Multiple Organ Dysfunction Syndrome) dan MOF (Multiple Organ Failure).Terapi bedah akut dengan laparotomi maupun bedah/tindakan minimal invasive seperti percutaneus aspiration & drainage yang tergantung indikasinya, seperti infected fluid collection, komplikasi pseudokista dan abses. Perburukan keadaan mengarah MODS yang umumnya akan terjadi setelah 3 hari dari onset penyakit sampai bebrapa minggu kemudian. Selama fase pankreatitis akut berat, keadaan seperti pada SIRS dan sepsis, dengan gejala-gejala gastroparesis, dan paralitik. Sebagian usus serta malabsorpsi, Dalam keadaan ini intake nutrisi akan terganggu.Terapi nutrisi pada penderita ini diharapkan dapat memperbaiki status nutrisi penderita, mengurangi proses katabolisme. Terapi nutrisi sebaiknya dimulai setelah 7 hari penderita mengalami intake yang buruk sampai fungsi gastrointestinal membaik.TNPE sebaiknya dilakukan secepat mungkin pada penderita dengan beberapa faktor resiko tambahan seperti : usia tua (>55 tahun), leukositosis, hipoglikemia, gangguan enzim hati, hipoksia, hipoksemi, uremia, asidosis atau adanya squestrasi cairan yang berat.Kebutuhan kalori dan asam amino pada penderita pankreatitis tidak berbeda dengan kebutuhan TNPE secara umum. Untuk sumber protein digunakan AA Cystaline, dan tidak terbukti bahwa AA khusus seperti BCAA mempunyai kelebihan dibandingkan dengan Asam Amino biasa

TERAPI NUTRISI ENTERAL PADA PENDERITA KRITIS

Sistem saluran cerna tidak hanya berfungsi sebagai organ untuk pencernaan dan penyerapan nutrien, tetapi berperan juga dalam mengatur metabolisme substrat yang beredar didalam sirkulasi splansnik dan turut mengambil bagian penting dalam system pertahanan badan.Dalam keadaan normal, mukosa saluran cerna merupakan barier yang efektif untuk mencegah migrasi mikroorganisme beserta produknya seperti toksin, masuk kedalam sirkulasi sistemik. Ada satu sel limfosit untuk setiap lima sel enterosit yang ada dalam mukosa intestin. Sel epithelial mukosa intestin selalu berganti dengan yang baru setiap saat, dan keadaan ini sangat dipengaruhi oleh keberadaan nutrien didalam lumen usus, aktivitas hormon-hormon tertentu dan aliran darah ke usus.Faktor paling penting untuk merangsang proliferasi sel mukosa usus, adalah dengan adanya nutrien didalam lumen usus. Mengistirahatkan usus karena puasa atau karena pemberian terapi TNPE, akan menyebabkan atrofi vili, jumlah sel berkurang, dan penurunan aktivitas enzim disacharidase usus. Efek tidak langsung dari nutrien pada saluran cerna, diakibatkan oleh efek enterohormon seperti gastrin dan enteroglucogen, dan juga oleh hormon non-enterik seperti growthhormon dan epidermal growth factor.

Nutrien sebagai bahan bakar untuk ususNutrisi yang diambil oleh enterosit yang dipergunakan untuk metabolisme sel, masuk melalui mukosa usus dari arah lumen usus atau melalui membran basolateral via arteri mesenterika. Enterosit mengambil glutamine, yang akan dioksidasi dengan bantuan glukosa, asam lemak atau ketone bodies yang ada didalam usus. Enterosit memperoleh glutamine dapat dengan cara menyerap melalui mukosa atau dari sirkulasi sistemik sebagai produk proteolisis massa otot. Glutamine adalah bahan bakar untuk pernafasan sel enterosit dan akan menghasilkan by-products seperti ammonia, alanine dan citrulline.Dilain pihak, colonocytes akan mengoksidasi Asam Lemak Rantai Pendek n-butirat (short-chain fatty acid (SCFA) n-butyrate) dengan bantuan glutamine, glukosa dan ketone bodies. Berbeda dengan glutamine yang disintesis sendiri oleh badan, asam lemak butirat ini tidak diproduksi sendiri oleh jaringan mammalia, dan hanya dapat diperoleh oleh mukosa kolon sebagai hasil fermentasi oleh bakteri didalam lumen kolon. SCFA butyrate, acetate dan propionate, dipergunakan untuk bahan bakar colonocyte mukosa colon agar mampu menyerap Na dan untuk proliferasi dan pertumbuhan sel.Dalam situasi anaerob yang terdapat didalam lumen kolon, maka substrat terbaik untuk fermentasi kuman adalah karbohidrat yang dalam keadaan normal mancapai caecum dalam bentuk serat makanan yaitu serat polisakarida atau kanji (starch) yang tidak dapat dicerna oleh usus proksimal.

Apabila karena puasa, atau terapi enteral nutrisinya kurang serat, atau kuman flora usus berkurang jumlahnya akibat pemberian antibiotika, maka ketersediaan SCFA dalam lumen kolon akan sangat berkurang, yang pada gilirannya akan mengakibatkan kemunduran atau kerusakan struktur dan fungsi kolon.

Penderita yang sedang mendapat terapi TNPE dengan formula cairan standar, umumnya tidak mengandung glutamine, sedangkan kandungan glukosanya yang tinggi, akan menekan produksi ketone bodies. Sebagai kesimpulan, TNPE yang ada saat ini akan menyebabkan saluran cerna kelaparan, akhirnya mukosa usus halus dan kolon akan mengalami atrofi. Akibat lebih lanjut: akan terganggu fungsi absorpsi, produksi mukus, GALT (gut-associated-lymphoid tissue), brush border enzyme, dan juga barier. Maka dapat terjadi translokasi mikroorganisme serta toksinnya yang dapat memicu terjadinya SIRS, Sepsis, MODS dan MOF.Sekarang telah diketahui, bahwa system immunitas badan sebagian besar (70%-80%) terdapat didalam saluran cerna mulai dari mulut/saliva, usus halus, sampai kolon yang mengandung sel/immunoglobuline-producing immunocytes, sedangkan sel sejenis yang ada didalam sumsum tulang, kelenjar getah bening dan limpa hanya 20%-30%.

Kesimpulan : mencegah puasa berlarut serta memberikan nutrisi enteral sedini mungkin dan mempersingkat terapi TNPE, sangat penting dalam memelihara system immunitas badan.

Tabel 23. Algoritma akses nutrisi enteral

Penilaian status nutrisi

Ada indikasi terapi nutrisi

Saluran cerna dapat dipakai dengan aman

YaTidak

Intake oral 2/3 keperluanTNPE

YaTidak

Suplemen oralPipa makanan

< 4 minggu> 4minggu atau bersamaan pembedahan

Pipa NasoenterikPipa Enterostomi

Risiko tinggi unutk aspirasi

Tidak Ya Ya Tidak

NasogastrikNasoduodenal Jejunostomi Gastrostomi

Tabel 24. Algoritma pemilihan jenis nutrisi enteral

BUTUH NUTRIEN

BiasaTidak biasa

Diet komplitRestriksi cairanintoleran thdKebutuhan& elektrolitsumber kalori AA berubah

Fungsi usus

Normalgangguangagal parustressgagal gagalAbsorpsi &sepsisginjalhatiPencernaan

BCAA AAAEAA BCAA Lemak KH Densitas kalori PolimerikOligomerik

Hubungan antara penyakit kritis, nutrisi enteral, dan fungsi barier usus

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan fungsi barier usus dan populasi bakteri mikro flora usus pada penderita kritis. Segera pada fase akut pasca trauma, mukosa usus mengalami atrofi yang diakibatkan banyak faktor, antara lain berkurangnya nutrien intraluminal, dan aliran darah splansnik antar organ. Kebutuhan usus halus akan glutamine meningkat, dan dapat melebihi jumlah glutamine yang dihasilkan akibat proses proleolisis otot.Usus besar juga mengalami penderitaan yang sama, akibat puasa yang berlarut-larut, ditambah lagi akibat penggunaan sistemik antibiotik yang diekskresi kedalam lumen usus, akan menurunkan kemampuan fermentasi bacterial zat polisakarida dalam kolon. Akhirnya usus halus akan berisi koloni bakteri berlebihan yang tidak biasa, begitu juga keseimbangan mikroflora didalam lumen kolon berubah. Fase yang paling buruk terjadi, apabila fungsi barier usus terganggu dan menjadi hiperpermeabel terhadap bakteri dan endotoksin. Karena itu sejak masa lalu, saluran cerna dianggap sebagai motor of MOF.Fase awal atrofi dan gangguan mukosa usus dapat diperbaiki apabila sedini mungkin memberi asupan nutrisi enteral, apalagi kalau diberi aditif glutamine dan SCFA.

Hasil penelitian yang membandingkan terapi nutrisi paernteral dan enteral

Terapi nutrisi sebagai bagian yang penting dalam perawatan pasien kritis. TNPE total yang telah ditemukan sejak beberapa tahun yang lalu, jelas telah banyak menyelamatkan banyak jiwa pasien yang memerlukannya. Tetapi penelitian akhir-akhir ini menemukan bahwa TNPE dapat menimbulkan komplikasi, meskipun dengan indikasi tertentu tetap berguna.Oleh karena itu terapi nutrisi enteral makin banyak menarik perhatian peneliti, karena dapat mempertahankan fungsi dan struktur saluran cerna, yang sangat penting peranannya untuk mencegah translokasi kuman dan endotoksinnya serta memperbaiki aliran darah visceral, sehingga mencegah perburukan kearah SIRS, Sepsis, MODS dan MOF.

Tabel 25. Penelitian klinik pada pasien: TNE vs TNPE

PENELITITAHUNPOPULASI O.SKEUNTUNGANTNE

Moore1989Trauma Infeksi

Kudsk1992Trauma Infeksi

Hasse1995Transpalant liver Infeksi

Reynolds1996Bedah TGI Infeksi

Shirate1997Reseksi liver Infeksi

Kalfarentzos1997Pankreatitis Sepsis/ komplikasi

Windsor1998Pankreatitis MOF/SIRS

AKSES NUTRISI ENTERAL: EFFICIENT FEEDING TUBES

Agar pemberian nutrisi enteral via nasoenterik tidak sering terhambat, maka sangat penting tersedianya pipa penyalur nutrien yang baik, yang efisien penggunaannya. Pipa nutrien jenis ini hendaklah mempunyai sifat: Bukti high rate dapat masuk spontan melalui pylorus (tanpa bantuan endoskopi atau radiologi), dalam beberapa menit atau jam dapat mencapai daerah ligamentum Treitz sampai jejunum proksimal.Contoh : autopositioning (self-propelling, self-anchoring) enteral feeding tube dengan coil diujungnya ( Stig Bengmark )Nama dagang : Bengmark Flo-Care Tube

Harus terbuat dari bahan non reaktif seperti Silastic atau polyurethane, yang karena lunak, harus dimasukkan memakai Guide Wire atau Stylet.

Akses lain: Feeding jejunostomy dibuat sewaktu laparotomy atau dengancara laparoskopi Percutaneous endoscopic gastrostomy (PEG) dan jejunostomy (PEJ)

CARA MENYALURKAN NUTRISI ENTERAL (DELIVERY METHODS)

Untuk pasien-pasien kritis, terbukti bahwa pemberian nutrisi secara kontinyu (continuous feedings) jauh lebih baik dari pemberian secara bolus (bolus feedings) : Berat badan cepat pulih terutama pada anak-anak Balans nitrogen positif lebih besar terutama pada anak-anak Komplikasi diarhea lebih sedikit Pasien dengan hemodinamik tak stabil lebih dapat menerima (lebih tolerans)

MONITORING- Pasien dengan TNE harus dimonitor dengan teliti seperti pasien dengan TPNE, evaluasi harus dilakukan tiap hari apakah ada Diarrhea Konstipasi Nausea Distensi abdomen Muntah Nyeri perut, kolik- Evaluasi gangguan/perbaikan metabolisme, balans cairan dan elektrolit dsb seperti TNPE

KOMPLIKASI TNE1. Akibat feeding tube: sinusitis, infeksi, esofagitis, perdarahan, pipa tersumbat, malposisi/ dislodged2. Aspirasi3. Nekrosis massif usus halus4. Pneumatosis intestinalis5. Diarrhea, causa:Infeksi, hiperosmolar, obat promolitily (metoclopramide), fecal impaction.

PENGOBATAN DIARRHEA1. Merubah kandungan serat, dengan komposisi serat yang lebih tinggi. Tapi kadang-kadang dengan menghilangkan serat menjadi lebih baik.2. Evaluasi lagi pemberian antibiotika (antibiotic related diarrhea, terberat pseudomembranous colitis s/d fulminant colitis)3. Hentikan nutrisi enteral, atau kecepatan infusnya dikurangi.4. Pertimbangkan untuk memberi Lactobacillus (probiotik)5. Pemberian obat antimotilitas: tinctura opii, paregoric, bismuth: diberikan bila yakin tidak ada infeksi.

KEPUSTAKAAN1. Braga M and Giano Hi L . Nutritional Support. Current and Future in Deitch et al: Sepsis and Multiple Organ Dysfunction, A multidisciplinary approach. WB Saunders 2002.2. Cresci G : Providing Proper Nutrition in Critical Care: Focus on Health, Abbott USA. January 19; 20033. Evans N and Park G : Algorithms for Rational Prescribing in the Critically Ill. Blackwell Healthcare Communications, 19974. Gallagher TJ: Postoperative Care of the Critically Ill Patient, Williams & Wilkins, 19955. Hill G.L: Disorders of Nutrition and Metabolism in Clinical Surgery. Understanding and Management. Churchill Livingstone, 19926. Koruda MJ: Metabolic Respons to Critical Illness in Moylan: Surgical Critical Care, Mosby. 1994.7. Kudsk KA and Jacobs DO; Nutrition, in Norton JA et al: Surgery, Basic Science and Clinical Evidence. Springer 20008. Minard G: Nutrition / Metabolism in the Trauma Patient, in Peitzman et al : The Trauma Manual, 2nd ed. Lippincot, Williams & Wilkins, 20029. Roesli MAR, Surachman E dan Suroto Hamzah E : Dasar-Dasar Terapi Nutrisi Parenteral pada orang dewasa dan anak, Kelompok Studi Terapi Cairan, Enteral dan Parenteral, Bandung 199810. Rolandelli RH and Koruda MJ: Nutritional Support of the Critically Ill, in Moylan: Surgical Critical Care. Mosby, 199411. Van Way III, Cw : Handbook of Surgical Nutrition. JB Lippincot Company 199212. Woodward W : Nutritional Support in Nicholls et al: Perioperative Medicine Managing Surgical Patients with Medical Problems. Oxford. 2000

Kebutuhan Energy Basal (BEE) Komponen Keluaran Energi terbesar Kebutuhan kalori dalam keadaan basal = Energi untuk kerja organ vital (basal):* jantung * paru* sintesis protein & asam nukleat* pembentukan urin* regulasi ion sel

Pengukuran BEE kalorimetri indirek Estimasi --> rumus dll

Adult energy requirement is dependent on the total of basal metabolism, physical activity and stress from disease. A widely accepted method for calculating basal energy expenditure (BEE) in healthy adults is the Harris-Benedict Equation, which is based on four variables; sex, weight, height and age. The number of calories obtained from this equation must be corrected for activity and stress factors.In this equation, weight will be determined as follows: In the obese and overweight patient (BMI 25 kecil

Perawatan kateter minimal 1 kali/hari dan kultur tempat insersi kateter minimal 1 kali/minggu. Pemberian melalui vena sentral (aliran darah cepat) memungkinkan pengenceran yang cepat pula dari cairan yang hipertonik..Pemberian melalui vena perifer dilakukan :1. Bila NP hanya diperlukan dalam jangka waktu yang pendek.2. Bila melalui V. sentral merupakan kontraindikasi3. Pada pasien-pasien dengan gangguan metabolisme nutrien spt intoleransi glukosa4. SepsisDengan cara ini sebaiknya kateter dipindahkan setiap 24 sampai 48 jam untuk mencegah flebitis dan memungkinkan vena digunakan kembali.Komplikasi NP Komplikasi Tehnik Emboli udara mungkin terjadi waktu insersi kateter ke pembuluh vena atau waktu line dibuka untuk mengganti tube; pneumotoraks, atau hidrotoraks pada NP sentral, dan lain-lain.

Komplikasi Septik :Pasien yang diberi nutrisi NP khususnya yang melalui vena sentral mempunyai resiko terhadap infeksiHal ini disebabkan oleh :a. Status Gizinyab. Proses-proses penyakitnya c. Pengobatan yang sering menggunakan antibiotik dan immuno suppresived. Selain untuk NPT (nutrisi parenteral total), kateter juga digunakan untuk pengambilan darah transfusi atau pemberian obat-obatan

Komplikasi Metabolik :Dapat dihindari dengan pemantauan yang ketat parameter laboratorium dan observasi klinik. Komplikasi yang biasanya terjadi berhubungan dengan metabolisme glukosa. Bila terdapat hiperglikemia dan glukosuria, kecepatan pemberian cairan hipertonik glukosa diperlambat atau diberi insulin eksogen.

In summary, many studies have shown the widespread prevalence of malnutrition in hospitalized patients. Malnutrition is frequently linked to complications and adverse health outcomes. Nutritional therapy must become be an integral part of patient care.

Referensi yang dipakai pada kuliah ini diambil dari: Buchman (2004) Practical Nutritional support techniques The 11th PENSA, Korea (2006) Total Nutritional Therapy, version 2.0 Schlenker ED & Long S (2007) Williams Essentials of Nutrition & Diet Therapy 9th ed. Mahan LK & Escott-Stump (2008) Krauses Food&Nutrition Therapy 12th ed. Alpers DH, Stenson WF, Taylor BE, and Bier DM (2008) Manual of Nutritional Therapeutics 15th ed