5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. TAK (Terapi Aktivitas Kelompok)
1.1 Defenisi
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan
yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Laraia,
2001 dikutip dari Cyber Nurse, 2009).
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok
pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau
diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih
(Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam
Yosep, 2007). Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara
kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan
interpersonal (Yosep, 2008).
1.2 Manfaat TAK
Terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat :
a) Umum
1. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui
komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
2. Membentuk sosialisasi
Universitas Sumatera Utara
6
3. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang
hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive
(bertahan terhadap stress) dan adaptasi.
4. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti
kognitif dan afektif.
b) Khusus
1. Meningkatkan identitas diri.
2. Menyalurkan emosi secara konstruktif.
3. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari.
4. Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan
sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan
tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.
(Yosep, 2007)
1.3 Tahapan dalam TAK
Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan
berkembang. Kelompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu: Fase pra-
kelompok; fase awal kelompok; fase kerja kelompok; fase terminasi kelompok
(Stuart & Laraia, 2001 dalam Cyber Nurse, 2009).
1. Fase Prakelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah anggota,
kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang digunakan. Menurut Dr.
Wartono (1976) dalam Yosep (2007), jumlah anggota kelompok yang ideal
Universitas Sumatera Utara
7
dengan cara verbalisasi biasanya 7-8 orang. Sedangkan jumlah minimum 4 dan
maksimum 10. Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti TAK
adalah : sudah punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif,
waham tidak terlalu berat (Yosep, 2007).
2. Fase Awal Kelompok
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan
peran baru. Yalom (1995) dalam Stuart dan Laraia (2001) membagi fase ini
menjadi tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif. Sementara Tukman (1965)
dalam Stuart dan Laraia (2001) juga membaginya dalam tiga fase, yaitu forming,
storming, dan norming.
a) Tahap orientasi
Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing,
leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan anggota.
b) Tahap konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlu
memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan membantu
kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku perilaku yang
tidak produktif (Purwaningsih & Karlina, 2009).
c) Tahap kohesif
Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih
intim satu sama lain (Keliat, 2004).
Universitas Sumatera Utara
8
3. Fase Kerja Kelompok
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan
realistis (Keliat, 2004). Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari
produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan
kemandirian (Yosep, 2007).
4. Fase Terminasi
Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman
kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari.
Terminasi dapat bersifat sementara (temporal) atau akhir (Keliat, 2004).
1.4 TAK: Stimulasi Persepsi
Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi empat, yaitu terapi aktivitas
kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori,
terapi aktivitas orientasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat,
2004).
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang
menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan atau
kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2004).
Fokus terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah membantu pasien
yang mengalami kemunduran orientasi dengan karakteristik: pasien dengan
gangguan persepsi; halusinasi, menarik diri dengan realitas, kurang inisiatif atau
ide, kooperatif, sehat fisik, dan dapat berkomunikasi verbal (Yosep, 2007).
Universitas Sumatera Utara
9
1.5 Tujuan TAK Stimulasi Persepsi
Adapun tujuan dari TAK stimulasi persepsi adalah pasien mempunyai
kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan
stimulus kepadanya. Sementara, tujuan khususnya: pasien dapat mempersepsikan
stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat dan menyelesaikan masalah
yang timbul dari stimulus yang dialami (Darsana, 2007).
1.6 Aktivitas TAK Stimulasi Persepsi : Halusinasi
Aktivitas mempersepsikan stimulus tidak nyata dan respon yang dialami
dalam kehidupan, khususnya untuk pasien halusinasi. Aktivitas dibagi dalam lima
sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu :
1. Sesi pertama: Mengenal Halusinasi
Tujuan:
1. Pasien dapat mengenal halusinasi.
2. Pasien mengenal waktu terjadinya halusinasi.
3. Pasien mengenal situasi terjadinya halusinasi.
4. Pasien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi.
Langkah kegiatan
1 Persiapan
a) Memilih pasien sesuai dengan indikasi yaitu pasien dengan perubahan sensori
persepsi: halusinasi.
b) Membuat kontrak dengan pasien
c) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
Universitas Sumatera Utara
10
2. Orientasi
a) Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada pasien.
2. Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama).
3. Menanyakan nama dan panggilan semua pasien (beri papan nama).
b) Evaluasi/ validasi
Menanyakan perasaan pasien saat ini.
c) Kontrak
1. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mengenal
suara-suara yang didengar.
2. Terapis menjelaskan aturan main berikut:
Jika ada pasien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada terapis.
Lama kegiatan 45 menit Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap kerja
a) Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu mengenal suara-
suara yang didengar (halusinasi) tentang isinya, waktu terjadinya, situasi
terjadinya, dan perasaan pasien pada saat terjadi.
b) Terapis meminta pasien menceritakan isi halusinasi, kapan terjadinya, situasi
yang membuat terjadi, dan perasaan pasien saat terjadi halusinasi. Mulai dari
pasien yang sebelah kanan , secara berurutan sampai semua pasien mendapat
giliran. Hasilnya ditulis di whiteboard.
Universitas Sumatera Utara
11
c) Beri pujian pada pasien yang melakukan dengan baik.
d) Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan pasien dari suara
yang biasa didengar.
4. Tahap terminasi
a) Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.
2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b) Tindak lanjut
Terapis meminta pasien untuk melaporkan isi, waktu, situasi, dan
perasaanya jika terjadi halusinasi.
c) Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol halusinasi
2. Menyepakati waktu dan tempat.
2. Sesi kedua: Mengontrol Halusinasi dengan Menghardik
Tujuan:
1. Pasien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi
halusinasi.
2. Pasien dapat memahami cara menghardik halusinasi.
3. Pasien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi.
Langkah kegiatan
1. Persiapan
a) Mengingatkan kontrak kepada pasien yang telah mengikuti sesi 1.
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
Universitas Sumatera Utara
12
2. Orientasi
a) Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada pasien.
2. Pasien dan terapis pakai papan nama.
b) Evaluasi/validasi
1. Terapis menanyakan persaan pasien saat ini.
2. Terapis menanyakan pengalaman halusinasi yang terjadi: isi, waktu,
situasi, dan perasaan.
c) Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu dengan latihan satu cara mengontrol
halusinasi.
2. Menjelaskan aturan main (sama seperti pada sesi 1)
3. Tahap kerja
a) Terapis meminta pasien menceritakan apa yang dilakukan pada saat
mengalami halusinasi, dan bagaimana hasilnya. Ulangi sampai semua pasien
mendapat giliran.
b) Berikan pujian setiap pasien selesai bercerita.
c) Terapis menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik
halusinasi saat halusinasi muncul.
d) Terapis memperagakan cara menghardik halusinasi, yaitu Pergi jangan
ganggu saya, saya mau bercakap-cakap dengan
Universitas Sumatera Utara
13
e) Terapis meminta masing-masing pasien memperagakan cara menghardik
halusinasi dimulai dari pasien sebelah kiri terapis, berurutan searah jarum
jam sampai semua peserta mendapat giliran.
f) Terapis memberikan pujian dan mengajak semua pasien bertepuk tangan
saat setiap pasien selesai memperagakan menghardik halusinasi.
4. Tahap terminasi
a) Evaluasi
1. Terapis menayakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.
2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b) Tindak lanjut
1. Terapis menganjurkan pasien untuk menerapkan cara yang telah
dipelajari jika halusinasi muncul.
2. Memasukkan kegiatan menghardik dalam jadwal kegiatan harian pasien.
c) Kontrak yang akan datang
1. Terapis membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK yang
berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan melakukan
kegiatan.
2. Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK berikutnya.
3. Sesi ketiga: Mengontrol Halusinasi dengan Melakukan Kegiatan
Tujuan:
1. Pasien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk mencegah
munculnya halusinasi.
2. Pasien dapat menyusun jadwal kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
Universitas Sumatera Utara
14
Langkah kegiatan
1. Persiapan
a) Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah mengikuti Sesi 2.
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a) Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada pasien.
2. Pasien dan terapis pakai papan nama.
b) Evaluasi/validasi
1. Terapis menanyakan keadaan pasien saat ini.
2. Terapis menanyakan cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari.
3. Terapis menanyakan pengalaman pasien menerapkan cara menghardik
halusinasi.
c) Kontrak
1. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mencegah terjadinya halusinasi
dengan melakukan kegiatan.
2. Menjelaskan aturan main (sama seperti sesi sebelumnya).
3. Tahap kerja
a) Terapis menjelaskan cara kedua, yaitu melakukan kegiatan sehari-hari.
Memberi penjelasan bahwa dengan melakukan kegiatan yang teratur akan
mencegah munculnya halusinasi.
b) Terapis meminta tiap pasien menyampaikan kegiatan yang biasa dilakukan
setiap sehari-hari, daan tulis di whiteboard.
Universitas Sumatera Utara
15
c) Terapis membagikan fomulir jadwal kegiatan harian. Terapis menulis
formulir yang sama di whiteboard.
d) Terapis membimbing satu persatu pasien untuk membuat jadwal kegiatan
harian, dari bangun pagi sampai tidur malam. Pasien menggunakan formulir,
terapis menggunakan whiteboard.
e) Terapis melatih pasien memperagakan kegiatan yang telah disusun.
f) Berikan pujian dengan tepuk tangan bersama kepada pasien yang sudah
selesai membuat jadwal dan memperagakan kegiatan.
4. Tahap terminasi
a) Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan pasien setelah selesai menyusun jadwal
kegiatan dan memperagakannya.
2. Terapis memberikan pujian atas kebehasilan kelompok.
b) Tindak lanjut
Terapis menganjurkan pasien melaksanakan dua cara mengontrol
halusinasi, yaitu menghardik dan melakukan kegiatan.
c) Kontrak yang akan datang
1. Terapis membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK berikutnya, yaitu
mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap.
2. Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat.
Universitas Sumatera Utara
16
4. Sesi keempat: Mencegah Halusinasi dengan Bercakap-Cakap
Tujuan:
1. Pasien memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk
mencegah munculnya halusinsi.
2. Pasien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah halusinasi.
Langkah kegiatan
1. Persiapan
a) Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah mengikuti sesi 3.
b) Terapis membuat kontrak dengan pasien.
c) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a) Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada pasien.
2. Pasien dan terapis memakai papan nama.
b) Evaluasi/validasi
1. Menanyakan perasaan pasien saat ini.
2. Menanyakan pengalaman pasien setelah menerapkan dua cara yang telah
dipelajari (mengahardik dan menyibukkan diri dengan kegiatan yang terarah)
untuk mencegah halusinasi.
c) Kontrak
1. Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan bercakap-
cakap.
2. Terapis menjelaskan aturan main (sama dengan sesi sebelumnya).
Universitas Sumatera Utara
17
3. Tahap kerja
a) Terapis menjelaskan pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk
mengontrol dan mencegah halusinasi.
b) Terapis meminta tiap pasien menyebutkan orang yang biasa diajak bercakap-
cakap.
c) Terapis meminta tiap pasien menyebutkan pokok pembicaraan yang biasa
dan bisa dilakukan.
d) Terapis memperagakan cara bercakap-cakap jika halusinasi muncul Suster,
ada suara di telinga, saya mau ngobrol saja dengan suster atau Suster,
tentang kapan saya boleh pulang.
e) Terapis meminta pasien untuk memperagakan percakapan dengan orang di
sebelahnya.
f) Berikan pujian atas keberhasilan pasien.
g) Ulangi e s/d f sampai semua pasien mendapat giliran.
4. Tahap terminasi
a) Evaluasi
1. Terapis menayakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.
2. Terapis menanyakan TAK mengontrol halusinasi yang sudah dilatih.
3. Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b) Tindak lanjut
Menganjurkan pasien untuk menggunakan tiga cara mengontrol halusinasi,
yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian, bercakap-cakap.
Universitas Sumatera Utara
18
c) Kontrak yang akan datang
1. Terapis membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK berikutnya, yaitu
belajar cara mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
2. Terapis menyepakati waktu dan tempat.
5. Sesi kelima: Mengontrol Halusinasi dengan Patuh Minum Obat
Tujuan:
1. Pasien mamahami pentingnya patuh minum obat.
2. Pasien memahami akibat tidak patuh minum obat.
3. Pasien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat.
Langkah kegiatan
1. Persiapan
a) Mengingatkan kontrak pada pasien yang telah mengikuti sesi 4.
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a) Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada pasien.
2. Terapis dan pasien memakai papan nama.
b) Evaluasi/validasi
1. Menanyakan perasaan pasien saat ini.
2. Terapis menanyakan pengalaman pasien mengontrol halusinasi setelah
menggunakan tiga cara yang telah dipelajari (menghardik, menyibukkan diri
dengan kegiatan, dan bercakap-cakap).
Universitas Sumatera Utara
19
c) Kontrak
1. Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan patuh
minum obat.
2. Menjelaskan aturan main (sama seperti sesi sebelumnya).
3. Tahap kerja
a) Terapis menjelaskan untungnya patuh minum obat, yaitu mencegah kambuh
karena obat memberi perasaan tenang, memperlambat kambuh.
b) Terapis menjelaskan kerugian tidak patuh minum obat, yaitu penyebab
kambuh.
c) Terapis meminta pasien menyampaikan obat yang dimakan dan waktu
memakannya. Buat daftar di whiteboard.
d) Menjelaskan lima benar minum obat yaitu benar obat, benar waktu minum
obat, benar orang yang minum obat,benar cara minum obat, benar dosis obat.
e) Minta pasien menyebutkan lima benar cara minum obat, secara bergiliran.
f) Berikan pujian pada pasien yang benar.
g) Mendiskusikan perasaan pasien sebelum minum obat (catat di whiteboard).
h) Mendiskusikan perasaan pasien setelah teratur minum obat (catat di
whiteboard).
i) Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu mencegah
halusinasi/kambuh.
j) Meminta pasien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan
kerugian tidak patuh minum obat.
k) Memberi pujian tiap kali pasien benar.
Universitas Sumatera Utara
20
4. Tahap terminasi
a) Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.
2. Terapis menanyakan jumlah cara mengontrol halusinasi yang sudah
dipelajari.
3. Terapis membaerikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b) Tindak lanjut
Menganjurkan pasien untuk menggunakan empat cara mengontrol
halusinasi, yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian, bercakap-cakap, dan
patuh minum obat.
c) Kontrak yang akan datang
1. Terapis mengakhiri sesi TAK stimulasi persepsi untuk mengontrol
halusinasi.
2. Buat kesepakatan baru untuk TAK yg lain sesuai dengan indikasi pasien
(Keliat, 2004).
2. Kemampuan Mengontrol Halusinasi
2.1 Defenisi
Kemampuan merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu
perbuatan (Chaplin 1997, dikutip dari Simamora 2002). Kemampuan mengontrol
halusinasi merupakan kesanggupan (potensi) menguasai persepsi sensori secara
langsung, atau merupakan hasil latihan atau praktek (Robbins 2000, dikutip dari
Simamora 2002).
Universitas Sumatera Utara
21
Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada (Videbeck, 2008). Halusinasi adalah
suatu keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam jumlah atau
pola ransang yang mendekat (baik yang dimulai secara eksternal maupun internal)
disertai dengan respon yang berkurang, dibesar-besarkan, distorsi atau kerusakan
rangsang tertentu (Towsend, 1998 dikutip dari Yosep 2008). Halusinasi adalah
persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya ransangan (stimulus)
eksternal (Stuart & Laraia, 2001 dikutip dari Marlindawany, dkk, 2008).
2.2 Tahapan halusinasi
Menurut Janice Clack (1962), pasien yang mengalami gangguan jiwa
sebagian besar disertai halusinasi meliputi beberapa tahapan antara lain :
1. Tahap Comforting
Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, pasien
biasanya mengkompensasikan stressornya dengan koping imajinasi sehingga
merasa senang dan terhindar dari ancaman.
2. Tahap Condeming
Timbul kecemasan moderate, cemas biasanya makin meninggi selanjutnya
pasien merasa mendengarkan sesuatu, pasien merasa takut apabila orang lain ikut
mendengarkan apa-apa yang ia rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri
(With drawl).
Universitas Sumatera Utara
22
3. Tahap Controling
Timbul kecemasan berat, pasien berusaha memerangi suara yang timbul
tetapi suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga menyebabkan pasien
susah berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang pasien
merasa sangat kesepian/sedih.
4. Tahap Conquering
Pasien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak
diikuti perilaku pasien dapat bersifat merusak atau dapat timbul perilaku suicide.
(Yosep, 2008)
2.3 Jenis halusinasi
Berbagai jenis halusinasi antara lain (Cancro & Lehman, 2000):
1. Halusinasi pendengaran
Mendengar suara-suara, paling sering adalah suara orang, berbicara kepada
pasien atau membicarakan pasien. Mungkin ada satu atau banyak suara; dapat
berupa suara orang yang dikenal atau tidak dikenal. Halusinasi pendengaran
merupakan jenis halusinasi yang paling sering terjadi. Halusinasi berupa perintah,
suara-suara yang menyuruh pasien untuk mengambil tindakan, seringkali
membahayakan diri sendiri atau orang lain dan dianggap berbahaya.
2.Halusinasi penglihatan
Melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada sama sekali, misalnya cahaya
atau orang yang telah meninggal, atau mungkin sesuatu yang bentuknya rusak.
Halusinasi ini merupakan jenis halusinasi kedua yang sering terjadi.
Universitas Sumatera Utara
23
3. Halusinasi penciuman
Mencium aroma atau bau padahal tidak ada. Bau tersebut dapat berupa bau
tertentu seperti urine atau feses, atau bau yang sifatnya lebih umum , misalnya bau
busuk atau bau yang tidak sedap. Jenis halusinasi ini sering ditemukan pada
pasien demensia, kejang atau stroke.
4. Halusinasi pengecapan
Mencakup rasa yang tetap ada dalam mulut, atau perasaan bahwa makanan
terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut bisa seperti rasa logam atau pahit
atau mungkin seperti rasa tertentu.
5. Halusinasi taktil
Mengacu pada sensasi seperti aliran listrik yang menjalar ke seluruh tubuh
atau seperti binatang kecil yang merayap di kulit. Paling sering ditemukan pada
pasien yang mengalami putus alcohol.
6. Halusinasi kenestetik
Meliputi laporan pasien bahwa ia merasakan fungsi tubuh yang biasanya
tidak bisa dideteksi. Contohnya sensasi pembentukan urine atau impuls yang
ditransmisikan melalui otak.
7. Halusinasi kinestetik
Terjadi ketika pasien tidak bergerak tetapi melaporkan sensasi gerakan
tubuh. Gerakan tubuh kadang kala tidak lazim, misalnya melayang di atas tanah.
(Videbeck, 2008)
Universitas Sumatera Utara
24
7.3 Etiologi
Adapun etiologi dari halusinasi terbagi menjadi dua yaitu faktor
predisposisi dan presipitasi.
Faktor predisposisi dari halusinasi adalah aspek biologis, psikologis,
genetik, sosial dan biokimia. Jika tugas perkembangan terlambat atau hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress atau kecemasan.
Beberapa faktor di masyarakat dapat membuat seseorang terisolasi dan kesepian
sehingga menyebabkan kurangnya rangsangan dari eksternal. Stress yang
menggangggu sistem metabolisme tubuh akan mengeluarkan suatu zat yang
bersifat halusinogen (Carson, 2000).
Menurut Cloninger (1989), gangguan jiwa terutama gangguan persepsi
sensori: halusinasi dan gangguan psikotik lainnya erat sekali penyebabnya dengan
faktor genetik. Individu yang memiliki hubungan sebagai ayah, ibu, saudara atau
anak dari pasien yang mengalami gangguan jiwa memiliki kecenderungan 10 %,
sedangkan keponakan atau cucu kejadiannya 2-4 %. Individu yang memiliki
hubungan sebagai kembar identik dengan pasien yang mengalami gangguan jiwa
memiliki kecenderungan 46-48 %, sedangkan kembar dizygot memiliki
kecenderungan 14-17 % (Yosep, 2008).
Menurut Andreasan (1991), bahwa neurotransmiter dan resptor di sel-sel
saraf otak (neuron) dan interaksi zat neurokimia dopamin dan serotonin, ternyata
mempengaruhi alam pikir, perasaan, dan perilaku yang menjelma dalam bentuk
gejala-gejala positif dan negatif skizofrenia (Yosep, 2008).
Universitas Sumatera Utara
25
Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimiawi, dalam penelitian
dengan menggunakan CT Scan otak, ditemukan pula perubahan pada anatomi
otak pasien, terutama pada penderita kronis. Perubahannya ada pada pelebaran
lateral ventrikel, atrofi korteks bagian depan, dan atrofi otak kecil (Yosep, 2008).
Faktor presipitasi adalah stresor sosial dimana stress dan kecemasan akan
meningkat bila terjadinya penurunan stabilitas, keluarga, perpisahan dari orang
yang sangat penting atau diasingkan oleh kelompok/masyarakat; faktor biokimia
dapat meyebabkan partisipasi pasien berinteraksi dengan kelompok kurang,
suasana yang terisolasi (sepi) sehingga dapat meningkatkan stress dan kecemasan
yang mengeluarkan halusinogenik; faktor psikologis yang juga akan
meningkatkan intensitas kecemasan yang berkepanjangan disertai terbatasnya
kemampuan dalam memecahkan masalah mungkin akan mulai berkembangnya
perubahan sensori persepsi pasien, biasanya hal ini untuk pengembangan koping
menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan diganti dengan hayalan yang
menyenangkan (Stuart & Sundeen, 1998 dikutip dari Cyber nurse 2009).
7.4 Tanda dan gejala
Adapun tanda dan gejala halusinasi adalah sebagai berikut :
a) Berbicara, senyum dan tertawa sendiri.
b) Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan merasakan
sesuatu yang tidak nyata.
c) Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
26
d) Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal tidak nyata, serta tidak
mampu melakukan asuhan keperawatan mandiri seperti mandi, sikat gigi,
berganti pakaian dan berhias yang rapi.
e) Sikap curiga, bermusuhan, menarik diri, sulit membuat keputusan, ketakutan,
mudah tersinggung, jengkel, mudah marah, ekspresi wajah tegang,
pembicaraan kacau dan tidak masuk akal, banyak keringat.
(Towsend & Mary, 1995 dikutip dari Cyber Nurse 2009)
Universitas Sumatera Utara