TEORI-TEORI BELAJAR Psikologi Pendidikan I. PENDAHULUAN Teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip-prinsip umum atau kolaborasi antara prinsip-prinsip yang saling berhubungan. Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses yang kompleks dari belajar. Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivisme. Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita perdebatkan, yang lebih penting untuk kita pahami adalah teori mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Untuk lebih jelasnya mengenai teori-teori belajar akan saya paparksn beberapa teori-teori yang akan digunakan dalam sebuah proses pembelajaran. II. RUMUSAN MASALAH A. Apa yang dimaksud dengan Teori Belajar? B. Apasaja Teori-teori Belajar?
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TEORI-TEORI BELAJAR
Psikologi Pendidikan
I. PENDAHULUAN
Teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip-prinsip umum
atau kolaborasi antara prinsip-prinsip yang saling berhubungan.
Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana
manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses
yang kompleks dari belajar. Ada tiga perspektif utama dalam teori
belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivisme.
Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan
seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun tokoh
yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau
bahkan menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita
perdebatkan, yang lebih penting untuk kita pahami adalah teori
mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori
mana yang sesuai untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini
penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya mengenai teori-teori belajar akan saya
paparksn beberapa teori-teori yang akan digunakan dalam sebuah
proses pembelajaran.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Apa yang dimaksud dengan Teori Belajar?
B. Apasaja Teori-teori Belajar?
III. PEMBAHASAN
A. Teori Belajar
Para psikologi pendidikan memunculkan istilah teori belajar
setelah mereka mengalami kesulitan ketika akan menjelaskan proses
belajar secara menyeluruh. Berawal dari kesulitan tersebut
munculah beberapa persepsi berbeda dari para psikolog, sehingga
menghasilkan dalil-dalil yang memiliki inti kalau teori belajar
adalah alat bantu yang sistematis dalam proses belajar.[1]
Teori-teori belajar dikalangan psikolog bersifat
eksperimental, dimana teori yang mereka kemukakan hanyalah berupa
pendapat dari pengalaman mereka ketika dalam kegiatan belajar
berlangsung. Dari interaksi tersebut, para psikolog menyusun
proposisi yang mereka tekuni sehingga menghasilkan madzhab yang
mereka ciptakan itu bisa digunakan sebagai landasan pola pikir
mereka.
B. Macam-macam Teori Belajar
1. Teori Behaviorisme
Behaviorisme adalah suatu studi tentang kelakuan manusia.
Timbulnya aliran ini disebabkan rasa tidak puas terhadapa teori
psikologi daya dan teori mental state. Sebabnya ialah karena aliran-
aliran terdahulu hanya menekankan pada segi kesadaran saja.
Menurut aliran behaviorisme, bahwa:
1) The image and memories consist of activites engaged in by the organism. We wake
certain responses, we act and this activities are knnown as images.
2) Behaviorism in psikology is merely the name for that type of investigation and
theory which assumes that men’s educational, vocation and social activities can be
completely described or explained as the result of same (and other) forces used in the
natural sciences.
Didalam behaviorisme masalah matter (zat) menempati
kedudukan yang utama. Jadi, melalui kelakuan segala sesuatu
tentang jiwa dapat diterangkan. Dengan memberikan rangsangan
(stimulus) maka siswa akan merespons. Hubungan antara stimulus –
respons ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada
belajar. Dengan latihan-latihan maka hubungan-hubungan itu akan
semakin menjadi kuat. Inilah yang disebut S-R Bond Theory.
Keberatan terhadap teori ini adalah karena teori ini
menekankan pada refleks dan otomatisasi dan melupakan kelakuan
yang bertujuan (a purposive behavior).[2]
2. Teori Pembiasaan Klasik
Teori pembiasaan klasik (classical conditioning) ini berkembang
berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov
(1849-1936), pada dasarnya classical conditioning adalah sebuah
prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan
stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut.[3]
Pavlov mengadakan percobaan terhadap anjing yang diberi
stimulus bersyarat sehingga terjadi reaksi bersyarat pada anjing.
Dari hasil percobaannya, sinyal (pertanda memainkan peran yang
sangat penting dalam akdaptasi hewan terhadap sekitarnya.
Teori Classical conditioning yang ditemukan pavlov didasarkan pada
tiga proses, yaitu: pertama, penyamarataan (generalization) sebab
respon dikondisikan dengan kehadiran stimulus yang sama melalui
keluarnya air liur; kedua, perbedaan (discimination) untuk merespon
apabila ada perangsang makanan kemulutnya; ketiga, pemadaman
(extinction) terjadi ketika stimulus disajikan berulang-ulang tanpa
adanya stimulus berupa makanan.
Kesimpulan dari percobaan pavlov ialah apabila stimulus yang
diadakan (CS) selalu disertai dengan stimulus penguat (UCS),
stimulus tadi (CS), cepat atau lambat akan menimbulkan respon
atau perubahan yang kita kehendaki dalam CR. Skinner berpendapat
bahwa percobaan Pavlov itu tunduk terhadap dua macam hukum yang
berbeda, yakni: law of respondent conditioning atau hukum pembiasaan dan
law of respondent extinction atau pemusnahan yang dituntut.[4]
Keterangan: US (Unconditioned Stimulus), UR (Unconditioned Reflex), CS (Conditioned Stimulus),
CR (Conditioned Reflex)
UNDUH DISINI
3. Teori Belajar Koneksionisme
Prinsip teori Thorndike adalah belajar asosiasi antara kesan
panca indra (sense impression) dengan implus untuk bertindak (impulse to
action). Asosiasi itulah yang menjadi lebih kuat atau lebih lemah
dalam terbentuknya atau hilangnya kebiasaan-kebiasaan. Oleh
karena itulah, teory thorndike disebut Connectionism atau bond
psychology.
Awal eksperimennya menggunakan kucing, ketika eksperimen
awal ini berhasil maka ia melanjutkan pada hewan lainnya. Kucing
dibiarkan kelaparan, kemudian ia dimasukkan kedalam kotak yang
sudah dirancang khusus, sehingga jika kucing itu mnyentuh tombol
pintu maka pintu itu akan terbuka dan ia dapat keluar dan
mencapai daging yang dijadikan umpan diluar kandang. Pada usaha
pertama ia belum terbiasa memecahkan problemnya, sampai kemudian
berhasil menemukan tombol tersebut. Waktu yang dibutuhkan dalam
usaha pertama agak lama. Percobaan yang sam dilakukan secara
berulang-ulang.
Dengan terlatihnya proses belajar dari kesalahan (trial and
error), maka watu yang dibutuhkan untuk memecahkan problem itu
semakin singkat. Teori trial and error learning mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
1) Adanya motif yang mendorong akktivitas.
2) Adanya berbagai respon terhadap situasi.
3) Adanya eliminasi respon-respon yang gagal atau salah.
4) Adanya kemajuan reaksi-reaksi dalam mencapai tujuan.
Menurut thorndike, dasar proses belajar pada hewan maupun
pada manusia adalah sama. Baik belajar pada hewan maupun manusia,
menggacu pada tiga hukumbelajar pokok, yaitu:
a) Law of Readiness adalah reaksi terhadap stimulus yang didukung
kesiapan untuk bertindak dan reaksi itu menjadi memuaskan.
b) Law of Exercise ialah hubungan stimulus respon apabila dering
digunakan akan semakin kuat melalui repetitton atau pengulangan
i. Law of Use: Hubungan stimulus
respon bertambah kuat jika ada latihan.
ii. Law of Disuse: Hubungan
stimulus respon bertambah lemah jika latihan dihentikan.
c) Law of Effect ialah menunjukkan kepada makin kuat atau lemahnya
hubungan sebagai akibat dari pada hasil respon yang dilakukan.[5]
4. Teori Gestalt
Menurut aliran ini jiwa manusia adalah suatu keseluruhan
ynag berstruktur. Suatu keseluruhn bukan terdiri dari bagian-
bagian atau unsur-unsur. Unsur-unsur itu berada dalam keseluruhan
menurut struktur yang telah terbentuk dan salin berinterelasi
satu sama lain.
Teori psikologi gestalt sangat berpengaruh terhadap
tafsiran tentang belajar. Beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Tingkah laku terjadi berkat interaksi antar individu dan
lingkungannya.
2. Individu berada dalam keadaan keseimbangan yang dinamis,
adanya ganguan terhadap keseimbangan itu akan mendorong
terjadinya tingkah laku.
3. Belajar mengutamakan aspek pemahaman (insight) terhadap situasi
problematis.
4. Belajar menitikberatkan pada situasi sekarang, dalam situasi
tersebut menemukan dirinya.
5. Belajar dimulai dari keseluruhan dan bagian-bagian hanya
bermakna dalam keseluruhan itu.[6]
DAPATKAN FILE LENGKAPNYA
Teori Belajar Kognitif
[1] Mahmud, PsikologiPendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2010, hlm., 72 [2] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, hlm., 38-39 [3] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010, hlm., 104[4] Bahrudin, Pedidikan dan Psikologi Perkembangan, Jogjakarta: Ar-Ruzz media, 2010, hlm., 169[5] Bahrudin, Pedidikan dan Psikologi Perkembangan, Jogjakarta: Ar-Ruzz media, 2010, hlm., 166-167 [6] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, hlm., 41
2. Teori-Teori belajar
Secara pragmatis,teori belajar merupakan prinsip umum yangsaling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.Adapun teori-teori belajar itu adalah sebagai berikut1[5]:
1) Teori Koneksionisme (Connectionism)Teori ini ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874/1949) berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen Thorndike menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena-fenomena belajar.
2) Teori Pembiasaan Klasikal (Classical Connditioning)Teori ini berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov (1849-1936), seorang ilmuan berkebangsaan Rusia.Pada dasarnya classical conditioning merupakan sebuah prosedur penciptaan reflek baru dengan mendatangkan stimulus sebelum terjadi nya reflek tersebut.
3) Teori Pembiasaan Prilaku Respons ( Operant Conditioning)Operant adalah sejumlah perilaku atau rspon yang membawa efek sama terhadap lingkungan yang dekat (Reber,1988)tidak seperti respondent conditioning yang responya didatangkan oleh stimulus tertentu,respon dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus,melainkan oleh reinforcer (stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respon tertentu)
4) Teori Pendekatan Kognitif (Cognitive Theory)Teori ini merupakan bagian terpenting dari sains kognitif yang telah memberi konstribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi pendidikan, termasuk psikologi belajar. Sains kognitif merupakan himpunan disiplin ilmu yang terdiri atas psikologi kognitif, ilmu-ilmu komputer linguistik, intelegensi buatan, matematika, epistimologi, dan psikologi saraf.
5) Teori Pembiasaan Asosiasi Dekat (Contiguous Conditioning) Menurut teori ini apa yang sesungguhnya dipelajari orang adalah reaksi atau respons terakhir yang muncul atas sebuah rangsangan atau stimulus.Artinya,setiap peristiwa belajar hanya mugkin
1
terjadi sekali saja untuk selamanya atau sama sekali tak terjadi (Reber,1989:153)
6) Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory)Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral siswa ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespon) dan imitation (peniruan).
“ALIRAN YANG MENDASARI TEORI BELAJAR”
Memasuki abad ke-19 beberapa ahli psikologi mengadakan
penelitian eksperimantal tentang teori belajar, walaupun pada
waktu itu para ahli menggunakan binatang sebagai objek
penelitiannya. Penggunaan binatang sebagai objek penelitian
didasarkan pada pemikiran bahwa apabila binatang yang
kecerdasannya dianggap rendah dapat melakukan eksperimen teori
belajar, maka sudah dapat dipastikan bahwa eksperiman itupun
dapat berlaku bahkan dapat lebih berhasil pada manusia, karena
manusia lebih cerdas dari pada binatang.
Dari berbagai tulisan yang membahas tentang perkembangan teori
belajar seperti (Atkinson, dkk. 1997; Gredler Margaret Bell,
1986) memaparkan tentang teori belajar yang secara umum dapat
dikelompokkan dalam empat kelompok atau aliran meliputi (a) teori
belajar Behavioritik (b) teori belajar kognitif (c) teori belajar
humanistic (d) teori belajar psikoanalisis. Keempat aliran
belajar tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, yakni
aliran behavioristik menekankan pada “hasil” dari pada proses
belajar. Aliran kognitif menekankan pada “proses” belajar.
Aliran humanistic menekankan pada “isi” atau apa yang dipelajari.
Aliran Psikoanalisis menekankan pada “kejiwaan”.
Kajian tentang keempat aliran tersebut akan diuraikan satu
persatu.
A. Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang
memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan
mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme
tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan
individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata
melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi
kebiasaan yang dikuasai individu.2[3]
Dalam Kamus Psikologi disebutkan juga beberapa pengertian
Behaviorisme:
1. Pandangan beberapa ahli psikologi pada awal abad 20 yang
menentang metode introspeksi; dan menganjurkan agar psikologi
dibatasi pada penelaahan perilaku yang terlihat (observable behavior)
untuk dijadikan dasar pertimbangan data ilmiah.
2. Suatu aliran (dan sistem) psikologi yang dikembangkan oleh
John B. Watson; suatu pandangan umum yang menekankan peranan
perilaku yang bias diamati (terbuka, overt behavior) serta
memperkecil arti dari proses-proses mental.
3. Pandangan yang menyatakan bahwa perilaku manusia dan hewan
bias dimengerti, bias diramalkan dan dikontrol tanpa bantuan
keterangan-keterangan yang menyangkut keadaan mentalnya. Suatu
aliran psikologi, yang menekankan agar psikologi dibatasi pada
studi mengenai perilaku saja.3[4]
Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang
didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913 yang berpendapat
bahwa perilaku harus merupakan unsure subyek tunggal psokologi.
Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh,
serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam.
Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksi (yang
menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif)
dan juga Psokoanalisis (yang berbicara tentang alam bawah sadar
yang tidak tampak).4[5]
Teori belajar psilologi behavioristik dikemukakan oleh para
psikolog behavioristik. Mereka berpendapat, bahwa tingkah laku
manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan
(reinforcement”) dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku
belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi
behavioral dengan stimulasinya.
Guru-guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa
tingkah laku murid-murid merupakan reaksi-reaksi terhadap
lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang, dan bahwa
segenap tingkah laku adalah merupakan hasil belajar. Kita dapat
menganalisis kejadian tingkah laku dengan jalan mempelajari latar
belakang penguatan (reinforcement) terhadap tinkah laku tersebut.
3[4] Kartini Kartono dan Dali Gulo, Kamus Psikologi, (Bandung:CV. Pionir Jaya,2000), hlm.45-46.
4[5] Muhammad, “Psikologi Aliran Behaviorisme”, http://www.psikologi.or.id.
Psikologi aliran behavioristik mulai berkembang sejak lahirnya
teori-teori tentang belajar.5[6] Tokoh-tokohnya antara lain E.L.
Thorndike, Ivan Petrovich Pavlov, B.F. Skinner, dan Bandura.
Berdasarkan pengalaman penelotian masing-masing, yang berbeda
satu sama lain, mereka menciptakan teori belajar yang berbeda,
tetapi mempunyai kesamaan dalam prinsipnya, yaitu bahwa perubahan
tingkah laku terjadi karena (semata-mata) lingkungan.
Ciri- ciri aliran Behaviorisme:
(1) Mementingkan pengaruh lingkungan.
(2) Mementingkan bagian-bagian dari pada keseluruhan.
(3) Mementingkan reaksi psikomotor.
(4) Mementingkan sebab-sebab masa lampau.
(5) Mementingkan pembentukan kebiasaan.
(6) Mengutamakan mekanisme terjadinya hasil belajar.
(7) Mengutamakan “trial and error”.6[7]
Dalam buku lain juga disebutkan bahwa ciri-ciri utama aliran
Behaviorisme antara lain:
1) Aliran ini mempelajari perbuatan manusia bukan dari
kesadarannya, melainkan hanya mengamati perbuatan dan tingkah
laku yang berdasarkan kenyataan. Pengalaman-pengalaman batin
dikesampingkan. Dan hanya perubahan dan gerak-gerik pada badan
sajalah yang dipelajari. Maka sering dikatakan bahwa Behaviorisme
adalah psikologi tanpa jiwa.
5[6] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,2001), Cet.2, hlm. 30.
6[7] Mustaqim, Ilmu JIwa Pendidikan, Edisi Revisi, (Semarang: CV. Andalan Kita, 2010), hlm. 56.
2) Segala macam perbuatan dikembalikan kepada reflex Behaviorisme
mencari unsure-unsur yang paling sederhana yakni perbuatan-
perbuatan bukan kesadarn, yang dinamakan reflex. Refleks adalah
reaksi yang tidak disadari terhadap suatu perangsang. Manusia
dianggap suatu kompleks refleks atau suatu mesin reaksi.
3) Behaviorisme berpendapat bahwa pada waktu dilahirkan semua
adalah sama. Menurut Behaviorisme pendidikan adalah maha kuasa.
Manusia hanya makhluk yang berkembang karena kebiasaan-kebiasaan,
dan pendidikan dapat mempengaruhi refleks sekehendak hatinya.7[8]
B. Kognitif
Psikologi kognitif merupakan salah satu cabang dari psikologi
umum dan mencakup studi ilmiah tentang gejala-gejala kehidupan
mental sejauh berkaitan dengan cara manusia berpikir dalam
memperoleh pengetahuan, mengolah kesan-kesan yang masuk melalui
indra, pemecahan masalah, menggali ingatan pengetahuan dan
prosedur kerja yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kehidupan mental mencakup gejala kognitif, afektif, konatif
sampai pada taraf tertentu, yaitu psikomatis yang tidak dapat
dipisahkan secara tegas satu sama lain. Oleh karena itu,
psikologi kognitif tidak hanya menggali dasar gejala khas
kognitif, tetapi juga dari afektif (penafsiran dan pertimbangan
7[8] Abu Ahmad dan M. Umar, Psikologi Umum, Edisi Revisi, (Semarang: CV. Andalan Kita, 1992), hlm. 27-28.
yang menyertai reaksi perasaan), konatif (keputusan kehendak).8
[9]
Ada beberapa ahli yang belum merasa puas terhadap penemuan-
penemuan para ahli sebelumnya mengenai belajar sebagai proses
hubungan stimulus-response-reinforcement. Mereka berpendapat,
bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya dikontrol oleh reward
dan reinforcement. Mereka ini adalah para ahli jiwa aliran
kognitifis. Menurut pendapat mereka,tingkah laku seseorang
senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau
memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Dalam situasi
belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan
memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Jadi, kaum
kognitifis berpandangan, bahwa tingkah laku seseorang lebih
bergantung kepada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada di
dalam suatu situasi. Keseluruhan adalah lebih dari bagian-
bagiannya. Mereka member tekanan pada organisasi pengamatan atas
stimuli di dalam lingkungan serta pada faktor-faktor yang
mempengaruhi pengamatan.9[10]
Tokoh-tokohnya antara lain Kohler, Max wertheimer, Kurt Lewin,
dan Bandura. Teori belajar mereka diciptakan berdasarkan
percobaan-percobaan masing-masing yamng tidak sama, tetapi dasar
belajar mereka sama, yaitu bahwa dalam belajar terdapat kemampuan
mengukur lingkungan, sehingga lingkungan tidak otomatis
mempengaruhi manusia.8[9] Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,2008), Cet. 3,hlm. 62.
9[10] Wasty Soemanto, op.cit., hlm. 127-128.
Cirri-ciri aliran Kognitif adalah:
(1) Meningkatkan apa yang ada dalam diri manusia
(2) Meningkatkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
(3) Meningkatkan peranan kognitif
(4) Meningkatkan kondisi waktu sekarang
(5) Meningkatkan pembentukan struktur kognitif
(6) Mengutamakan keseimbangan dalam diri manusia
(7) Mengutamakan “insight” (pengertian).10[11]
C. Humanisme
Teori jenis ketiga adalah teori humanistic. Humanism adalah
aliran kemanusiaan, humanism adalah suatu pendekatan psikologis,
dimana ditonjolkan masalah-masalah, kepentingan-kepentingan
manusiawi, nilai-nilai dan martabat manusiawi.11[12] Menurut
kamus psikologi ada beberapa pengertian tentang psikologi
Humanistik antara lain:
a. Suatu pendekatan terhadap psikologi yang menekankan usaha
melihat orang sebagai makhluk-makhluk yang utuh, dengan
memusatkan diri pada kesadaran subjektif, meneliti masalah-
masalah manusiawi yang penting, serta memperkaya kehidupan
manusia.
b. Pendekatan psokologi secara umum, yang menekankan sifat-sifat
karakteristik yang membedakan makhluk-makhluk manusia dari hewan-
hewan lainnya. Para psikolog Humanistik terutama sekali
10[11] Mustaqim, op.cit., hlm. 57.
11[12] Kartini Kartono dan Dali Gulo, op.cit., hlm. 207.
menekankan kapasitas-kapasitas manusiawi yang sosiatif dan
konstrukstif.
c. Pendekatan terhadap studi atas keberadaan manusia, yang
menekankan masalah keseluruhan pribadi serta unsure-unsur pokok
(konstituen-konstituen) imternal dan integrative dari totalitas
aku pribadi seseorang, motif-motif, niat-niat, perasan-perasaan
dan seterusnya.12[13]
Bagi penganut teori ini, proses belajar harus berhulu dan
bermuara pada manusia itu sendiri. Dari keempat teori belajar,
teori humanistic inilah yang paling abstrak, yang paling
mendekati dunia filsafat dari pada dunia pendidikan.
Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya “isi” dari
proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara
tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling
ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide
belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar
seperti apa adanya, seperti apa yang biasa kita amati dalam dunia
keseharian. Wajar jika teori ini sangat bersifat eklektik. Teori
apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk memanusiakan manusia
(mencapai aktualisasi diri dan sebagainya itu) dapat tercapai.13
[14]
Dalam dunia pendidikan aliran humanistic muncul pada tahun
1960 sampai dengan 1970-an dan mungkin perubahan-perubahan dan
inovasi yang terjadi selama dua dekade yang terakhir pada abad 2012[13] Ibid.
13[14] Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2008),Cet. 3, hlm. 13.
inipun juga akan menuju pada arah ini. (John Jarolimak dan
Clifford Foster, 1976, hlm.330).14[15]
Dalam menyoroti masalah perilaku, ahli-ahli psikologi
behavioral dan humanistic mempunyai pandangan yang sangat
berbeda. Perbedaan ini dikenal sebagai freedom determination
issue. Para behaviorist memandang orang sebagai makhluk reaktif
yang memberikan responnya terhadap lingkungannya. Pengalaman
lampau dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.
Sebaliknya para humanis mempunyai pendapat bahwa tiap orang itu
menentukan perilaku mereka sendiri. Mereka bebas dalam memilih
kualitas hidup mereka, tidak terikat oleh temannya.15[16]
Psikologi Kognitif disempurnakan oleh tokoh-tokoh seperti Carl
Rogers dan Frankle. Jadi ciri-ciri kognitif masih terdapat dalam
aliran psikologi humanism.
Ciri-ciri aliran humanisme:
(1) Mementingkan manusia sebagai pribadi
(2) Mementingkan kebulatan pribadi
(3) Mementingkan peranan kognitif dan efektif
(4) Mementingkan persepsi subjektif yang dimiliki tiap
individu
(5) Mementingkan kemampuan menentukan bentuk tingkah laku
sendiri
(6) Mengutamakan “insight”.16[17]
14[15] Wasty Soemanto, op.cit., hlm. 136.
15[16] M. Dalyono, op.cit., hlm. 44.
16[17] Mustaqim, op.cit., hlm. 58.
Abraham Maslow (1908-1970) dapat dipandang sebagai bapak dari
psikologi humanistic. Gerakan ini merupakan gerakan psikologi
yang merasa tidak puas dengan psikologi behavioristik dan
psikoanalisis, dan mencari alternative psikologi yang fokusnya
adalah manusia dengan ciri-ciri eksistensinya. Gerakan ini
kemudian dikenal dengan psikologi humanistic (Misiak dan
Sexton,1988).17[18]
Manusia adalah makhluk yang kreatif, yang dikendalikan bukan
oleh kekuatan-kekuatan ketidaksadaran-psikoanalisis-melainkan
oleh nilai-nilai dan pilihan-pilihannya sendiri. Pada tahun 1958
Maslow menamakan psikologi humanistic sebagai “kekuatan yang
ketiga”, disamping psikologi behavioristik dan psikoanalisis
sebagai kekuatan pertama dan kekuatan kedua.18[19]
Ada empat cirri psikologi yang berorientasi humanistic,
yaitu:
1) Memusatkan perhatian pada person yang mengalami, dan karenanya
berfokus pada pengalaman sebagai fenomena primer dalam
mempelajari manusia.
2) Menekankan pada kualitas-kualitas yang khas seperti
kreatifitas, aktualisasi diri, sebagai lawan dari pemikiran
tentang manusia yang mekanistis dan reduksionistis.
3) Menyandarkan diri pada kebermaknaan dalam memilih masalah-
masalah yang akan dipelajari dan prosedur-prosedur penelitian
yang akan digunakan.17[18] Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi, 2004), Ed. IV., hlm. 78.
18[19] Ibid., hlm. 79.
4) Memberikan perhatian penuh dan meletakkan nilai yang tertinggi
pada kemuliaan dan martabat manusia serta tertarik pada
perkembangan potensi yang inheren pada setiap individu (Misiak
dan Sexton, 1988). Selain Maslow sebagai tokoh dalam psikologi
humanistic, juga Carl Rogers (1902-1987) yang terkenal dengan
client-centered therapy.19[20]
D. Psikoanalisis
Psikoanalisa adalah satu psiko terapi yang secara typis
mencakup angan-angan dan mimpi-mimpi. Kesulitan-kesulitan pasien
ditafsirkan oleh analis bagi dirinya, dan dia dinasehati untuk
berbuat sesuatu untuk meredakan atau menguranginya. Data yang
diperoleh melalui prosedur psikoanalitis biasanya ditafsirkan
sesuai dengan teori psikoanalitik. Teori aslinya yaitu dari
Freud, sangat menekankan seksualitas yang tertekan atau yang ada
dalam sub kesadaran. Sekarang ini terdapat beberapa sekolah ,
aliran psikoanalisa, beberapa dari padanya berbeda dengan
pendirian Freud dalam hal tidak terlalu menekankan motivasi
seksual. Beberapa dari sekolah tersebut menekankan dasar-dasar
social maupun biologis dari motivasi manusia.20[21]
Pendiri Psokoanalisis adalah Sigmun freud (1856-1936). Tujuan
dari psikoanalisis dari Freud adalah membawa ketingkat kesadaran
mengenai ingatan atau pikiran-pikiran yang direpres atau ditekan,
19[20] Ibid., hlm. 80
20[21] Kartini Kartono dan Dali Gulo, op.cit., hlm. 383
yang diasumsikan sebagai sumber perilaku yang tidak normal dari
pasien.
Menurut Freud dalam kehidupan sehari-hari baik orang yang
normal maupun orang yang neurotic keadaan tidak sadar
(unconscious ideas) bergelut untuk mengekspresikan dan dapat
memotifasi pemikiran ataupun perilaku.21[22]
Psikoanalisis merupakan psikologi sebagai suatu ilmu. Akan
tetapi untuk kepentingan pengobatan, Freud mengatakan
psikoanalisis ini boleh disebut sebagai suatu cara atau
penyembuhan.
Cirri-ciri aliran psikoanalisis:
(1) Proses kejiwaan meliputi proses kesadaran dan proses
ketidaksadaran.
(2) Menganut prinsip “psychic determinism” yang berarti bahwa
segala sesuatu yang terdapat dalam pikiran seseorang, tidaklah
terjadi secara kebetulan, melainkan karena peristiwa kejiwaan
yang mendahuluinya. Peristiwa kejiwaan yang satu berkaitan dengan
peristiwa lainnya, dan menimbulkan hubungan sebab-akibat.
(3) Proses-proses mental yang tidak disadari berfungsi lebih
banyak dan lebih penting dalam kondisi mental baik normal maupun
abnormal.22[23]
Perbedaan aliran Psikoanalisa, Humanistik, dan Behavior:
21[22] Bimo Walgimo, op.cit., hlm. 76-77
22[23] Mustaqim, op.cit., hlm. 59.
1) Aliran Psikoanalisa: mengabaikan potensi-potensi , melihat
dari sisi negative individu, alam bawah sadar, mimpi, dan masa
lalu.
2) Aliran Behaviorisme: mengabaikan potensi-potensi yang ada pada
diri manusia, manusia diperlakukan sebagai mesin yang artinya
manusia sebagai satu siste kompleks yang bertingkah laku menurut
cara yang sesuai hukum.
3) Aliran Humanistik: tidak mengabaikan potensi-potensi yang ada
pada diri manusia, percaya pada kodrat individu, artinya individu
pasti dapat dan harus mengatasi masa lampau atau Psikoanalis,
secara kodrat biologis dan lingkungan.23[24]
BAB III
ANALISIS
Makalah ini membahas tentang aliran yang mendasari teori
belajar. Dimana makalah ini memaparkan bahwa, aliran yang
mendasari teori belajar itu ada empat yakni aliran Behaviorisme,
Kognitif, Humanisme, dan Psikoanalisis.
Menurut Cronbach, dia mengemukakan dalam bukunya
“Educational Psycology” dengan mengatakan bahwa belajar dengan
yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami itu si pengajar
menggunakan panca inderanya.24[25]
23[24] Tantie Nur Indah Sari, “ Perbedaan aliran Psikoanalisa, Humanistik, dan Behavior”, http://www.t4nti.blog.com/2009/10/10/perbedaan-aliran-psikoanalisa-humanistik-dan-behavior.
24[25] Andi, log. Cit.
Berdasarkan apa yang sudah dipaparkan di atas bahwa terdapat
beberapa macam aliran yang mendasari teori belajar dan mempunyai
cirri-ciri yang berbeda.
Aliran Behaviorisme merupakan aliran dalam psikologi yang
timbul sebagai perkembangan dari psikologi pada umumnya. Para
ahli psikologi dalam rumpun behaviorisme ingin meneliti psikologi
secara objektif. Mereka berpendapat bahwa kesadaran merupakan hal
yang dubious, sesuatu yang tidak dapat diobservasi secara
langsung, secara nyata.25[26] Rumpun ini sangat menekankan
perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati.
Aliran Kognitif, dasarnya bahwa belajar terdapat kemampuan
mengenal lingkungan sehingga, lingkungan tidak otomatis
mempengaruhi manusia.
Aliran Humanisme, lahir sebagai revolusi ketiga atau
dikatakan sebagai madzhab ketiga Psikologi. Aliram Humanistik
melengkapi aspek-aspek dasar dari aliran psikoanalisis dan
behaviorisme dengan memasukkan aspek positif yang menentukan
seperti cinta, kreativitas, nilai makna dan pertumbuhan pribadi.
Psikologi Humanistik banyak mengambil penganut psikoanalisis
Neofreudian. “Asumsi dasar aliran ini yang membedakan dengan
aliran lain adalah perhatian pada makna kehidupan bahwa manusia
bukanlah sekedar pelakon tetapi pencari makna kehidupan.
Abraham Maslow menyatakan “Studi tentang orang-orang yang
mengaktualisasikan dirinya mutlak menjadi fondasi bagi sebuah
ilmu psikologi yang lebih semesta”. (Frank Goble, 1993,34).
25[26] Bimo Walgito, op.cit., hlm. 66.
Aliran psikoanalisa, pertama kali diperkenalkan oleh Sigmun
Freud. Dengan asumsi bahwa:
1) Perilaku dan proses mental manusia dimotivasi oleh kekuatan-
kekuatan dan konflik-konflik dari dalam, manusia memilikisedikit
kesadarn dan kontrolatas kekuatan tersebut. Perilaku manusia
menjadi lebih rasional bila diterima secara social.
2) Libido seksual mengikuti hokum kekekalan energy.26[27]
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang
didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913 yang berpendapat
bahwa perilaku harus merupakan unsure subyek tunggal psokologi.
Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh,
serta memilikiakar sejarah yang cukup dalam.
2. Ciri- ciri aliran Behaviorisme:
1) Mementingkan pengaruh lingkungan.
2) Mementingkan bagian-bagian dari pada keseluruhan.