TUGAS FISIKA BANGUNAN TEORI PERPINDAHAN PANAS DALAM BANGUNAN DISUSUN OLEH : MELIA MAJID (40360) PRAMASHELLA NUR S. () ACINTYA HAPSARI (41040) JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
TUGAS FISIKA BANGUNAN
TEORI PERPINDAHAN PANAS DALAM BANGUNAN
DISUSUN OLEH :
MELIA MAJID (40360)
PRAMASHELLA NUR S. ()
ACINTYA HAPSARI (41040)
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN
WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2014
1. PENDAHULUAN
Dalam arsitektur, bangunan yang baik adalah bangunan yang tidak hanya estetis,
tetapi juga menimbulkan rasa nyaman bagi penghuninya. Salah satu faktornya adalah
sirkulasi panas yang baik dalam bangunan, bagaimana bangunan dapat beradaptasi dengan
lingkungan dan iklim tempatnya berdiri. Indonesia sendiri merupakan Negara beriklim tropis,
dimana panas matahari terjadi sepanjang tahun, dengan curah hujan yang tinggi.
Menarik untuk diketahui, bagaimana arsitektur vernakular Indonesia mampu
mengontrol jalannya sirkulasi perpindahan panas sehingga tetap terasa nyaman bagi
penghuninya meskipun dengan teknologi dan material yang terbatas. Sedangkan di zaman
yang modern ini, arsitektur sudah ditunjang dengan berbagai teknologi dan material yang
memadahi. Perkembangan zaman tersebut mengakibatkan adanya perbedaan di antara
arsitektur vernakular dan modern dalam menanggapi iklim, khususnya perpindahan panas
pada bangunan. Oleh karena itu, tulisan ini mencoba untuk membandingkan adaptasi
bangunan vernakular (arsitektur Rumah Sade, Lombok) dan bangunan modern dengan
kaitannya dalam perpindahan panas.
2. LANDASAN TEORI
2.1 Teori Perpindahan Panas
Kalor adalah bentuk energi yang dirasakan manusia. Energi mewujudkan
keadaan dimana jumlah energi yang dipindahkan dari manusia dan sekitarnya mencapai
keseimbangan thermal (Weller dan Youle, 1981). Perpindahan panas merupakan sifat
dasar alam sekitar, yaitu Hukum Termodinamika yang berbunyi bahwa kalor berpindah
dari tekanan tinggi menuju ke tekanan yang lebih rendah. Perpindahan panas tersebut
dibagi menjadi tiga mekanisme, yaitu sebagai berikut:
a. Konduksi/ Hantaran
Konduksi ialah perpindahan panas yang dihasilkan dari kontak langsung antara
permukaan-permukaan benda. Konduksi terjadi hanya dengan menyentuh atau
menghubungkan permukaan-permukaan yang mengandung panas. Setiap benda
mempunyai konduktivitas termal (kemampuan mengalirkan panas) tertentu yang akan
mempengaruhi panas yang dihantarkan dari sisi yang panas ke sisi yang lebih dingin.
Laju perpindahan panas dinyatakan dalam hukum Fourier (Holman, 2001) sebagai
berikut:
Keterangan : qk = laju perpindahan kalor ( Watt)
k = konduktivitas thermal, merupakan sifat material (W/m.C)
A = luas penampang yang tegak lurus dengan arah laju perpindahan kalor (m2)
dT/dx = Gradien temperatur dalam arah x (C/m),
b. Konveksi/ aliran
Konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi antara permukaan padat
dengan fluida yang mengalir di sekitarnya dengan menggunakan media penghantar
berupa fluida (cairan/gas). Fluida yang bergerak membawa serta panas molekul-
molekulnya berpindah ke tempat yang baru lalu bercampur dengan molekul yang ada
di sana.
Image source :http://dedylondong.blogspot.com/2012/08/kenyamanan-suhu-dan-faktor-iklim-pada.html
Image source :tekim.undip.ac.id/images/download/PERPINDAHAN_PANAS.pdf
Terdapat dua jenis konveksi, yaitu :
Konveksi Alamiah/ Natural/ Free Convection
Merupakan pergerakan atau aliran energi fluida yang terjadi akibat perbedaan masa
jenis fluida tersebut, serta tidak ada tenaga luar yang mendorongnya. Bila suhu fluida
tinggi, ia akan menjadi lebih ringan dan mulai bergerak ke atas. Contoh konveksi
alamiah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari adalah sistem ventilasi rumah, serta
aliran asap pada cerobong asap.
Konveksi Paksa/ Forced Convection
Merupakan suatu kejadian dimana fluida dipaksa mengalir ke tempat tertentu oleh
tenaga dari luar, misalnya dengan kipas angin.
Untuk menghitung perpindahan panas akibat konveksi, digunakan hukum
Newton untuk pendinginan, yaitu :
Keterangan : h = koefisien konveksi, dengan satuan W/(m2.K)
A = luas permukaan konveksi
Ts = suhu permukaan
Tf = suhu fluida
qkonv = h.A.(Ts-Tf) (watt)
Nilai koefisien konveksi diperoleh berdasarkan eksperimen. Nilainya bergantung pada
semua variabel yang mempengaruhi proses konveksi seperti geometri permukaan,
sifat aliran fluida, properti fluida dan kecepatan fluida.
Image source :https://nurulimantmunib.wordpress.com/tag/hukum-pendinginan-newton/
c. Radiasi/ Hantaran
Perpindahan kalor radiasi adalah pertukaran energi kalor dalam bentuk
gelombang elektromagnet antara dua atau lebih objek pada suhu berbeda, yang
dipisahkan oleh ruang atau perantara lut sinar atau tidak menyerap gelombang kalor.
Straaten (1967) menyatakan bahwa perpindahan kalor dari atap ke ceiling terutama
berlaku secara radiasi, bukan konveksi ataupun pergerakan udara. Radiasi tidak
dipengaruhi oleh pengalih udara meskipun suhu udara boleh dikurangi sedikit karena
pengalih udara.
Cahaya matahari yang jatuh pada bangunan dan menaikkan suhu dalam
ruangan berlaku dalam dua keadaan. Pertama, apabila radiasi matahari mengenai
bagian kulit luar bangunan, energi yang diserap menaikkan suhu permukaan
kemudian menyebabkan panas berpindah ke dalam melalui dinding dan atap. Kedua,
apabila radiasi matahari mengenai jendela, hampir semua energi masuk secara terus
menerus melalui cermin ke dalam bangunan dan terperangkap di sana seperti kesan
rumah cermin (Milne, 1981). Radiasi yang diterima diserap oleh permukaan dinding
yang seterusnya melepaskan radiasi gelombang panjang.
Persamaan umum radiasi adalah Hukum Stefan-Botzmann.
qr= yEAT4
Keterangan : qr = Total energi yang dipancarkan
y = Konstanta Stefan-Botzmann
E = Emisifitas permukaan
A = luas permukaan
T = suhu mutlak derajat kelvin (K)
2.2 Arsitektur Vernakular
Kata vernakular berasal dari bahasa latin vernakulus, yang artinya dalam negeri,
penduduk asli, pribumi; dari verna yang berarti budak pribumi atau rumah buatan
pribumi. Dalam kaidah arsitektur vernakular menunjuk pada tipe arsitektur yang mana
asli dengan waktu atau tempat tertentu.
Sade adalah salah satu dusun di Desa Rembitan, Pujut, Lombok Tengah. Dusun
ini dikenal sebagai dusun yang mempertahankan adat suku Sasak. Salah satu wujud
nyatanya adalah bangunan rumah penduduk Sade. Desa adat Sade telah terbentuk sejak
15 generasi. Tidak diketahui asal muasal nenek moyang masyarakat Sade karena mereka
percaya bahwa sejarah tersebut hanya boleh diketahui oleh para tetua. Pola permukiman
Desa Sade merupakan pola organis yang menyesuaikan kontur. Kondisi geografisnya
berupa lahan perbukitan dengan suhu antara 32-18 derajat Celcius.
2.3 Arsitektur Modern
Arsitektur modern timbul karena adanya kemajuan dalam bidang teknologi yang
membuat manusia cenderung untuk sesuatu yang ekonomis, mudah dan bagus. Hal itu
dapat dilihat dari adanya penemuan – penemuan yang dapat mempercepat produksi dan
menghemat tenaga manusia.
Arsitektur modern adalah suatu istilah yang diberikan kepada sejumlah bangunan
dengan gaya karakteristik serupa, yang mengutamakan kesederhanaan bentuk dan
menghapus segala macam ornamen. Pertama muncul pada sekitar tahun 1900. Pada
tahun 1940 gaya ini telah diperkuat dan dikenali dengan Gaya Internasional dan menjadi
bangunan yang dominan untuk beberapa dekade dalam abad ke 20 ini.
Karakteristik Arsitektur modern pada umumnya adalah :
* Suatu penolakan terhadap gaya lama
* Suatu yang mengadopsi prinsip bahwa bahan dan fungsi sangatlah menentukan
hasil dalam suatu bangunan.
* Suatu yang menyangkut tentang mesin
* Menolak adanya bordiran atau ukiran dalam bangunan.
* Menyederhanakan bangunan sehingga format detail menjadi tidak perlu.
3. PEMBAHASAN
3.1 Perpindahan Panas pada Arsitektur Vernakular
Indonesia memiliki beragam kebudayaan, salah satunya adalah pada keragaman
arsitektur vernakular. Arsitektur vernakular memiliki adaptasi tersendiri dalam
menanggapi iklim tropis Indonesia. Karena belum adanya teknologi, masyarakat pada
masa itu sangat bergantung pada alam sekitar. Salah satunya adalah dalam melihat dan
menerapkan potensi alam untuk adaptasi dalam membangun rumah tinggal mereka.
Agar rumah tinggal mereka nyaman untuk dihuni maka mereka menggunakan cara-cara
tertentu. Salah satu syarat hunian nyaman adalah kenyamanan termal dalam bangunan.
Bahasan ini memfokuskan pada perpindahan panas dalam arsitektur Rumah Sade
terletak di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Pertama, peristiwa radiasi pada Rumah Sade terjadi pada atap bangunan. Atap
bangunan menggunakan bahan alang-alang yang dapat mereduksi panas sinar matahari
pada siang hari dan dapat memberikan kehangatan pada malam hari. Bahan bangunan
yang digunakan adalah bahan-bahan alami yang dapat ditemukan dengan mudah di
dusun mereka.
Atap dengan penutup alang-alangImage source :
https://html1-f.scribdassets.com/3dx5gfq3r43vzbyb/images/7-72b12d1e77.
image source :
https://html1-f.scribdassets.com/3dx5gfq3r43vzbyb/images/6-cf751bee3d.jpg
Menurut Mangunwijaya (1994), daya pantul bahan penutup atap sekitar 20%
untuk menghindari efek silau dan tidak menambah panas pada suhu lingkungan
sekitarnya. Bahan penutup atap yang tebal mampu menyerap panas dan digunakan untuk
menghangatkan ruangan di malam hari yang dingin karena rumah dibangun di daerah
perbukitan yang tinggi. Akibat radiasi matahari dengan tidak dilengkapi bukaan pada
atap maka pada siang hari panas yang meresap melalui atap akan terkumpul di dalam
bangunan. Panas ini akan dimanfaatkan untuk menghangatkan ruang pada malam hari.
Kedua, perpindahan panas terjadi pada lantai Rumah Sade. Keunikan lantai dari
Rumah Sade ini yaitu memanfaatkan campuran tanah, abu bekas jerami yang dibakar,
getah pohon dan terakhir diolesi dengan kotoran kerbau. Campuran ini justru membuat
suhu di dalam rumah tetap terjaga. Misalnya di luar suhu sedang panas maka suhu dalam
rumah tetap sejuk. Jika suhu di luar rumah dingin makan suhu dalam rumah hangat. Hal
ini bisa terjadi karena terdapat kandungan silica pada kotoran kerbau/ sapi. Kandungan
ini yang membuat kotoran tersebut tidak bisa bersenyawa dengan tanah liat yang ada di
dusun Rumah Sade. Maka campuran tersebut pada akhirnya membuat lantai rumah
menjadi tidak lembab. Sampai saat inipun masyarakat Sade masih mengepel lantai
rumahnya dengan kotoran kerbau/ sapi.
Lantai dengan campuran kotoran kerbau pada Rumah Sade
Image source :http://johansobihan.files.wordpress.com/2010/09/02-bagian-dalam-rumah-sasak.jpg
Ketiga, yaitu perpindahan panas secara konveksi serta adaptasinya dalam
Rumah Sade. Pola hunian masyarakat Sade adalah berkelompok, sehingga membentuk
suatu pemukiman dengan rumah-rumah di dalamnya. Suatu pemukiman yang jarak antar
rumahnya tidak diperhitungkan, sehingga berdempetan akan terasa sumpek. Hal ini
dikarenakan aliran fluida berupa angin tidak dapat bersirkulasi secara optimal melalui
celah yang sempit. Tetapi dalam pemukiman Sade, antar rumah diberi jarak yang cukup,
sehingga membantu aliran udara yang berfungsi sebagai ventilasi alami.
Dinding yang terbuat dari anyaman bambu
Image source :https://html1-f.scribdassets.com/3dx5gfq3r43vzbyb/images/7-72b12d1e77.jpg
Detail ventilasi pada anyaman bambu
Image source :http://1.bp.blogspot.com/-yfbW0y_S-MM/T-wT3xQZk5I/AAAAAAAAAFo/WUCkp9dyBeA/s1600/
sgfg.jpg
Rumah Sade menggunakan material anyaman bambu yang dianyam sebagai
dinding bangunan. Penggunaan anyaman bambu sebagai dinding memberikan
keuntungan terhadap sirkulasi udara di dalam ruangan. Celah-celah pada anyaman
bambu dapat menjadi jalan sirkulasi udara sehingga pergantian udara di dalam ruangan
menjadi maksimal. Ventilasi ini cukup untuk membuat ruangan dalam rumah tetap
nyaman walaupun arsitektur Rumah Sade tidak memiliki banyak bukaan.
3.2 Perpindahan Panas pada Arsitektur Modern
Untuk iklim tropis, sinar matahari dianggap sebagai salah satu faktor penyebab
ketidaknyamanan termal. Sebagai panas yang teradiasi, sinar matahari dihalangi dengan
bahan (atap, dinding) untuk menghindari cahaya langsung. Menurut Givoni (1976), atap
adalah komponen bangunan yang sangat terekspos ke elemen iklim. Dampak dari radiasi
matahari pada atap (pemanasan) dan pelepasan panas yang terjadi pada atap, melebihi
bagian manapun dalam sebuah bangunan. Di daerah tropis lembab, atap adalah pemanas
utama dari rumah sementara temperatur indoor dipengaruhi oleh atap.
Bila temperatur ruang atap relatif tinggi dibanding ruang hunian, maka terjadilah
perpindahan panas secara konduksi, konveksi dan radiasi yang akan menaikkan
temperatur ruang hunian. Dalam bangunan modern sekarang ini banyak diterapkan
ventilasi pada atap. Penelitian Surjamanto (2000), mengungkapkan bahwa ventilasi
ruang atap cukup berpengaruh untuk mendinginkan ruang atap. Dari ruang atap yang
temperaturnya berkurang, diharapkan transfer panas ke interior juga berkurang.
Seperti yang telah disebutkan di atas, radiasi sinar matahari merupakan sumber
utama yang memicu peningkatan suhu dalam bangunan. Namun, perkembangan
teknologi sekarang sudah sangat membantu arsitektur modern untuk mengurangi radiasi
matahari pada bangunan. Salah satu cara untuk mengurangi silau matahari pada
bangunan adalah penggunaan overhang sebagai shading.
Image source:repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../sti-jul2005-%20(26).pdf
Salah satu cara alternatif untuk mengurangi perpindahan kalor pada atap adalah
dengan insulasi. Straaten (1967) mengatakan bahwa insulasi di iklim panas diperlukan
bagi atap ringan untuk memastikan kalor yang berlebihan bisa dikurangi pada musim
panas, dan pada tahap tertentu juga mengurangi kehilangan panas pada musim sejuk.
Apabila atap diberi insulasi yang baik, maka akan terbina perpindahan panas yang baik.
Image source :
http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http%3A%2F%2F1.bp.blogspot.com
Pada bangunan salah satu peristiwa konduksi terjadi pada dinding yang terkena
radiasi sinar matahari. Aliran panas terjadi antara dinding dengan udara di luar maupun
di dalam ruangan. Udara panas di luar yang bersentuhan dengan dinding akan
melepaskan panasnya dan berpindah ke dinding tersebut, sebaliknya dinding tersebut
akan menyerap panas yang dilepaskan oleh udara. Dinding pada bangunan modern
kebanyakan terbuat dari bata dengan ketebalan sekitar 15 cm. Material bata merupakan
isolator panas sehingga udara panas dari luar tidak terasa dari dinding bagian dalam.
Image source :http://yudistywn.files.wordpress.com/2009/11/1-17.png?w=480
Pada arsitektur modern, berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan sirkulasi
udara yang baik dan optimal supaya kenyamanan termal dapat tercapai. Ada dua
pendekatan yang bisa ditempuh untuk mendapatkannya, pertama adalah pendekatan
arsitektural dan yang kedua adalah pendekatan secara mekanis. Dalam pendekatan
arsitektural ada beberapa hal yang sudah mulai diterapkan pada arsitektur modern ini.
Misalnya adalah memposisikan arah orientasi bangunan. Dalam iklim tropis seperti ini
bangunan lebih baik dibangun dengan orientasi utara-selatan, dan diarahkan pada arah
melintang angin. Hal ini selain mengurangi panas matahari juga bisa mengoptimalkan
angin yang masuk dalam bangunan sehingga bangunan akan lebih sejuk.
Selain itu untuk mengoptimalkan sirkulasi udara di dalam ruangan, bangunan
biasanya menerapkan sistem ventilasi silang/ cross ventilation. Cross ventilation adalah
dua bukaan yang letaknya saling berhadapan satu sama lain di dalam ruangan. Ventilasi
ini bekerja dengan memanfaatkan perbedaan zona bertekanan tinggi dan rendah yang
tercipta oleh udara. Perbedaan tekanan pada kedua sisi bangunan akan menarik udara
sejuk memasuki bangunan dari satu sisi dan mendorong udara panas keluar ruangan dari
sisi lain. Ventilasi silang memungkinkan udara mengalir dari dalam ke luar dan
sebaliknya tanpa harus mengendap terlebih dahulu di dalam ruangan, sehingga udara
yang masuk dari jendela akan langsung dialirkan keluar oleh jendela yang ada di
hadapannya dan berganti dengan udara baru. Maka dari itu sirkulasi udara di dalam
ruangan pun lebih optimal dan ruangan terasa lebih sejuk.
Ventilasi silang
image source :
http://goo.gl/OGE1T6
Dalam pendekatan mekanis, arsitektur modern saat ini banyak menggunakan
kipas angin maupun air conditioning. Penggunaan teknologi seperti ini merupakan
contoh aliran forced convection. Cara kerja kipas angin sebetulnya sederhana, kipas
angin hanya akan memaksa udara panas untuk keluar dari ruangan melalui ventilasi
udara. Sehingga udara di dalam ruangan akan terasa lebih sejuk. Air conditioning
merupakan alat yang banyak sekali digunakan dalam bangunan modern. AC berfungsi
untuk mengkondisikan udara sesuai kebutuhan ruangan tersebut. Udara panas dalam
ruangan akan diserap oleh kipas yang ada pada komponen ac, setelah melalui proses
yang terjadi di dalam ac udara dingin pun lalu dikeluarkan dan disalurkan ke seluruh
ruangan.
Image source :
http://oc.its.ac.id/ambilfile.php?idp=608
4. KESIMPULAN
Pada kesimpulannya, masyarakat zaman dahulu dan masyarakat modern sama-
sama menginginkan kenyamanan termal untuk hunian mereka. Namun karena adanya
perbedaan teknologi yang disebabkan perkembangan zaman, masyarakat zaman dahulu
dan masyarakat modern berusaha mendapatkannya dengan cara yang berbeda. Arsitektur
vernakular masih menggunakan material-material alami yang terdapat di sekitar mereka
untuk membangun rumah. Contohnya Masyarakat suku Sade menggunakan alang-alang
sebagai penutup atap yang dinilai mampu menyerap radiasi surya untuk menyimpan
panas yang digunakan pada malam hari. Pada bagian dinding Rumah Sade, masyarakat
memanfaatkan anyaman bambu untuk memaksimalkan sirkulasi udara. Untuk lantai
rumah, masyarakat suku Sade memanfaatkan kotoran kerbau sebagai dasar bangunan
untuk mempertahankan suhu dalam ruangan. Hal-hal di atas termasuk local genius dalam
menanggapi iklim khususnya perpindahan panas dalam bangunan.
Sedangkan pada masa kini, material sudah sangat bervariasi diakibatkan oleh
perkembangan teknologi dan pengetahuan yang semakin maju. Pengetahuan ini
dimanfaatkan dalam mengusahakan kenyamanan termal pada bangunan. Contoh adaptasi
bangunan modern terhadap iklim adalah penggunaan material ventilasi pada atap, dan
cross-ventilation agar sirkulasi udara maksimal. Penggunaan insulasi juga diterapkan
agar mengurangi konduksi panas pada bangunan. Untuk mendapatkan kenyamanan yang
lebih, bangunan juga dilengkapi air conditioner dan kipas angin untuk mengkondisikan
suhu ruangan.
5. DAFTAR PUSTAKA
Frick, Heinz, Antonius Ardiyanto, dan AMS Darmawan. 2008. Ilmu Fisika Bangunan.
Yogyakarta: Kanisius.
Mangunwijaya YB, 1994. Pengantar Fisika Bangunan. Jakarta: Djambatan
Sukawi, Sukawi (2010) ADAPTASI ARSITEKTUR SASAK TERHADAP KONDISI
IKLIM LINGKUNGAN TROPIS. Jurnal Berkala Teknik, 1 (6).
http://sosbud.kompasiana.com/2013/12/29/-lantai-dicampur-kotoran-kerbau-tidak-bau-
kok-622370.html
http://frida1201.wordpress.com/2011/08/17/bata-tlethong-sapi-bata-ramah-lingkungan/
http://haries-lombokcity.blogspot.com/