TEORI KRISIS DAN TEORI GLOBALISASI PEMBANGUNAN
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai krisis yang terjadi
dalam perkembangan teori pembangunan dan teori globalisasi
pembangunan. Terdapat tiga bentuk krisis yang perlu diperhatikan
dalam teori pembangunan, yaitu krisis teori pembangunan, dalam arti
krisis status dari konsep pembangunan itu sendiri; krisis
pembangunan di dunia nyata, dan krisis institusi kenegaraan yang
banyak terjadi di negara-negara di dunia.
Krisis dalam teori pembangunan merupakan suatu kritik yang
terhadap teori pembangunan dan relevansinya dengan dunia nyata.
Kegagalan suatu teori pembangunan yang diterapkan sebagai strategi
pembangunan suatu negara merupakan krisis dari teori itu sendiri.
Krisis yang terjadi dalam pembangunan di dunia nyata, pada dasarnya
menunjukkan bahwa krisis pembangunan yang terjadi bersifat
global.
Globalisasi ekonomi telah menyebabkan sulitnya perekonomian
suatu negara lepas dari pengaruh interaksi dari negara-negara lain.
Globalisasi krisis menunjukkan fenomena homogen yang memperlihatkan
adanya satu sistem tunggal di dunia. Krisis pembangunan di negara
sedang berkembang tidak terlepas dari strategi pembangunan yang
digunakan, dan kondisi intern yang kurang sesuai dengan penerapan
teori tersebut.
Krisis institusi kenegaraan sebagai agen yang menerapkan
strategi pembangunan nampaknya juga terjadi secara global. Dalam
ilmu ekonomi dikenal adanya kegagalan pasar, dan bahwa kegagalan
pasar tersebut dapat ditanggulangi dengan campur tangan pemerintah
dalam perekonomian. Krisis institusi terjadi karena campur tangan
pemerintah, yang diharapkan mampu mengefesienkan pasar, ternyata
justru semakin mendistorsikan pasar itu sendiri.
2. Rumusan Masalah
Apa maksud dari krisis teori?
Bagaimana terjadinya krisis pembangunan?
Bagaimana terjadinya krisis institusional dan krisis akibat
pembangunan aspasial?
Bagaimana konsep ketergantungan menjadi konsep
interdependensi?
Bagaimana pendekatan dalam konsep interdependensi?
Bagaimana perkembangan strategi pembangunan?
3. Tujuan
Mengetahui perkembangan krisis teori
Mendiskripsikan krisis pembangunan
Mendiskripsikan krisis institusional dan krisis akibat
pembangunan aspasial
Mengetahui konsep ketergantungan menjadi konsep
interdependensi
Mengetahui pendekatan dalam konsep interdependensi
Mengetahui perkembangan dari strategi pembangunan
BAB II
PEMBAHASAN
KRISIS TEORI PEMBANGUNAN
1. Krisis teori
Pada awal era demam teori pembangunan tahun 1950-1960-an,
negara-negara sedang berkembang (NSB) banyak mengadopsi dan
mengadaptasi teori-teori pembangunan yang dikemukakan oleh para
ekonomi Barat dalam system perekonomiannya. Negara-negara tesebut
langsung menerapkan berbagai teori yang ada, yang mereka anggap
cocok sebagai model pembangunan di negara mereka. Proses ini
dipercepat oleh para cendekiawan negara sedang berkembang yang
telah menimba ilmu di negara-negara maju yang mempelajari
teori-teori pembangunan tersebut di universitas-universitas
terkenal. Gambaran keberhasilan dan kegemerlapan negara-negara maju
segera memenuhi benak mereka sebagai mimpi indah yang harus segera
terwujud di negara mereka.
Era 1980-an merupakan era refleksi dan kritik dari para ahli,
baik di negara sedang berkembang maupun di negara maju, terhadap
konsep dan teori pembangunan yang selama ini diyakini kebenaranya.
Teori pembangunan yang didasarkan pada pengalaman pembangunan dan
paradigma berfikir Barat, ternyata banyak menemui kegagalan dalam
daratan implementasinya di negara sedang berkembang. Asumsi-asumsi
dasar yang dipergunakan dalam teori pembangunan, merupakan asumsi
yang hanya tepat berlaku di negara-negara Barat. Sementara itu
kondisi di negara sedang berkembang yang demikian kompleks,
memerlukan strategi pembangunan yang jauh lebih canggih. Kondisi
dasar negara sedang berkembang jauh lebih rumit dibandingkan dengan
Negara maju, dan pada banyak hal asumsi yang digunakan dalam teori
pembangunan hanya mengacu pada kondisi yang ada di Negara maju.
Kondisi tersebut diperparah oleh penerapan teori pembangunan
tesebut secara mentah-mentah, tanpa melalui proses penyesuaian
dengan asumsi dasar yang terdapat di suatu Negara. Yang terlihat
kemudian adalah penggunaan suatu alat yang tidak sesuai dan sepadan
dengan apa yang hendak diperbaiki. Akhir dari penerapan teori yang
dipaksakan adalah timbulnya suatu kondisi di Negara sedang
berkembang yang jauh lebih rumit dibandingkan dengan kondisi
semula.
Pada dasarnya permasalahan pembangunan di NSB justru semakin
kompleks dengan penerapan teori-teori barat secara mentah-mentah.
Peningkatan permasalahan yang timbul akibat penerapan teori barat
yang kapitalistik, menyebabkan bermunculannya reaksi dari para
ekonom NSB. Mereka memunculkan teori baru dan mengkritik
teori-teori yang mapan. Istilah krisis sebenarnya lebih banyak
digunakan oleh ekonom kiri sebagai reaksi terhadap kegagalan teori
barat yang kapitalistik diterapkan di NSB.
Di dunia nyata istilah krisis lebih merujuk pada suatu
permasalahan tertentu. Pandangan lain mengenai krisis dalam konteks
teori lebih mengarah pada tahap kritis dari suatugelombang
konjungtur yang tidak dapat dibalik prosesnya, kecualiharys
ditemukan alternative teori untuk mengubahnyasecara radikal. Dalam
kerangka teori kapitalis, suatu perekonomian akan tumbuh dan pada
akhirnya bermuara pada suatu kondisi stasioner ,akibat keterbatasan
sumberdaya pendukung yang ada. Pada tahap tersebut perekonomian
tidak dapat kembali dinamis, karena stuktur yang ada demikian kokoh
membangun sistem tersebut. Namun demikian Marx mengingatkan bahwa
ekploitasi dari sistem produksi kapitalisme tidak dapat berlangsung
terus. Timbulnya kelas dan ekploitasi pekerja, akan menyebabkan
kapitalisme menjadi rentan dalam jangka panjang, dan kemudian akan
digantikan oleh sosialisme. Pada tahap ini krisis merupakan periode
transisi yang terjadi tersebut selalu membawa akibat yang
menyakitkan dari yang diharapkan semula.
Bahasan mengenai krisis saat ini lebih banyak merujuk pada
fenomena krisis secara global. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa
system adalah suatu hal yang sangat sulit untuk menganalisis
perekonomian suatu Negara tanpa melibatkan interaksi Negara
tersebut dalam kancah perekonomian dunia. Jika ini yang terjadi
maka konsepsi dependensia yang akhirnya muncul, bahwa globalisasi
ekonomi justru memperparah ketergantungan Negara miskin terhadap
negar maju. Tingkat ketergantungan ini semakin diperparah dengan
ekploitasi perekonomian Negara miskin oleh Negara maju.
Pemikiran ini banyak diwarnai oleh pemikiran penganut ajaran
Marx tradisional, dan pada hakekatnya merupakan reaksi dan
eksploitasi system kapitalisme, yang secara sadar atau tidak
dilakukan Negara-negara maju terhadap Negara sedang berkembang.
Didasarkan pada teori Marx, krisis yang terjadi dalam perekonomian
kapitalis berdasar dari system produksinya eksploitatif. Penganut
teori Marx memandang system produksi kapitalis hanya dapat
dilaksanakan dalam jangka pendek, namun akan gagal dalam jangka
panjang. Dalam kerangka berpikir marx, system produksi jangka
panjang akan menghasilkan kelas-kelas ekonomi dimana distribusi
hasil pembangunan tidak didistribusikan secara merata, bahkan
mungkin terjadi eksploitasi antara suatu kelompok terhadap kelompok
tertentu. System produksi kapitalisme hanya dapat berjalan dalam
jangka panjang, jika kemudian menggunakan pendekatan sosialisme.
Oleh karena itu, menurut marx, bentuk sosialisme merupakan
kapitalisme dalam jangka panjang. Jika teori pemnangunan didasarkan
pada suatu proses jangka panjang semacam ini, maka krisis yang
terjadi adalah krisis transisi.
Pendekatan lain dari krisis ini adalah dilihat dari peran Negara
dalam perekonomian. Regulation school, atau yang lebih dikenal
sebagai akibat dari kesalahan regulasi yang mengakibatkan akumulasi
krisis yang ada. Pendekatan ini menjelaskan perubahan factor-faktor
yang secara esensial mempengruhi keberhasilan ekonomi di amerika
Utara dan Eropa Barat, yaitu: mekanisasi produk masal dengan
konsumsi masal, produktivitas tenaga kerja yang tinggi bersama
tingkat upah pekerja yang tinggi pula, faham kesejahteraan, dan
bentuk lain dari intervensi pemerintah. Pada dasranya faham ini
lebih mengacu pada teori neoklasik, dimana mekanisme pasar
dipercayai sebagai proses terbaik dalam perekonomian. Dalam paham
neoklasik, campur tangan pemerintah diusahakan seminimal mungkin,
karena mereka beranggapan bahwa campur tangan pemerintah lebih
banyak membawa distorsi pada perekonomian. Kaum fordonisme,
menganggap bahwa kegagalan pembangunan justru dapat disebabkan oleh
adanya campur tangan pemerintah yang tidak tepat.
2. Krisis Pembangunan
Disamping krisis yang terjadi pada dataran teori, tidak
dipungkiri bahwa selama proses pembangunan dapat terjadi krisis
dalam proses tersebut. Jikan kita sepakat membagi dunia dalam tiga
kategori, yaitu Negara Dunia Pertama, Kedua, dan Ketiga, maka
krisis pembangunan yang terjadi di negaranegara tersebut memiliki
corak yang berlainan.
a. Krisis Di Negara Dunia Pertama
Di negara Dunia Pertama, yaitu negara-negara di Eropa Barat dan
Amerika Utara,
krisisyangterjadidisebabkankegagalanmerekadalammencapaiwelfarestate
(negara kesejahteraan). Fakta bahwa negara Dunia Pertama teiah
mencapai tahap pembangunanpaling maju relatif terhadap belahan
dunia lain, adalah hal yang tidak dapatdipungkiri.
Namundemikian,dariratusantahunpengalamanmelaksanakanpembangunan,negarakesejahteraanyangmerekadambakannampaknyamasihjauhdarikenyataan.Negara
kesejahteraan merupakan tujuan pembangunan, di mana pembangunan
yang berorientasi ke negara ini pada akhirnya diharapkan mampu
menyejahterakan masyarakatsecara
menyeluruh.Padatahun1970-1980konsepnegara
kesejahteraansebagaitujuanpembangunanmulaidipertanyakan.Kinerjapembangunan
yangdiwujudkandalampertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja, ternyata
tidak mampu menjawab tantangan disparitas distribusi pendapatan di
antara mereka. Meski kinerja pembangunan di negara DuniaPertama
sangatmengagumkan, namunpada saatyangbersamaanangkapengangguran
justru semakin meningkat.
ArusmigrasipendudukdariNSBkenegara-negaraDuniaPertama,akhirnya
semakin meningkatkan problema sosial tersebut. Jenis pengangguran
di negara DuniaPertama adalah pengangguran terbuka, yaitu orang
menganggur karena secara sukarelamereka menganggur. Hal ini
disebabkan upah yang akan mereka terima berada di bawah standar
upah yang mereka inginkan, atau jenis pekerjaan yang ditawarkan
tidak sesuai
denganjenispekerjaanyangdiinginkan.Paraimigranmampumemenuhipasaryang
ditinggalkan oleh para pekerja penduduk negara Dunia Pertama.
Beranjak dari keuletan sebagai perantau inilah banyak diantara
mereka meraih sukses di kemudian hari. Di sisi lain kelompok
imigran yang tidak sukses tetap terpuruk dalam kemiskinan, dan
semakin memperburuk problema sosial yang ada. Kemunculan gerakan
neo-fasisme, rasisme dan peningkatan kriminalitas di negara-negara
Dunia Pertama umumnya dilakukan oleh para generasi mudayang
frustrasi dengankondisi tersebut. kemunculan gerakan ini justru
semakin memperparah kondisi sosial
dinegara-negaratersebut.KerusuhanrasialdiLos Angelesmerupakan
hasilakhir dari akumulasikrisissosialdiAmerikaSerikat.
Kasustersebuttidak terlepas darikrisispembangunan kapitalistik di
negara Dunia Pertama. Jikadiamati
lebihlanjut,praktishanyaSwediayangmampumendekatikondisi negara
kesejahteraan. Satu hal yang ditempuh oleh Swedia dan tidak
dilakukan oleh
negaraBaratyanglainadalahbahwaSwediamenerapkansistemsosialismedalam
perekonomiannya. Sistem sosialisme di Swedia sangat berbeda dengan
sistem sosialisme dinegaranegara komunis. Sosialisme di Swedia
tidak bersifat totaliter, dan kepemilikan
individudihargaisebagaimanakepemilikankolektif melalui koperasi.
Titiksentralperbedaan tersebut terletak pada cara pandang terhadap
penguasaan sumberdaya dan tujuandari pembangunan itu sendir. Di
negara komunis, tujuan pembangunan lebih ditekankanpada
kesejahteraan negara. Individu dalam hal ini harus berproduksi dan
berkorban demikesejahteraan negara. Diasumsikan bahwa masyarakat
individu akan sejahtera jika negara sejahtera.Disisilainsosialisme
diSwediadibangundariupayamenyejahterakanmasyarakat secara bersama
dengan pengakuan terhadap kepemilikan individu. Keadilantidak dapat
dipandang sebagai keadilan absolut, di mana semua orang, tanpa
memandangpredikat dan sumbangan
mereka,mendapatkanbagianyangsama.Keadilantetap dipandangsebagai
suatu halyangrelatif,yaitukompensasidiberikansesuaidengansumbangan
individual terhadap masyarakat.Hal di atas nampaknya sulit
diterapkan di negara-negara Dunia Pertama yang lain. Permasalahan
utama terletak pada ideologi dan sistem politik yang dianut oleh
masing-masing negara yang tentunya akan berkaitan dengan sistem
ekonomi yangdianut. Suatu sistem ekonomi tertentu hanya dapat
dilakukan secara efektif pada satusistem politik/ideologi tertentu.
Krisis lain adalah penurunan percepatan pembangunan yang terjadi di
negara-negara Dunia Pertama relatif terhadap negara-negara industri
baru. Perekonomian Barat yangdemikiankokoh danmaju ternyata tidak
mampu membendung defisit neraca perdagangan mereka terhadap Jepang
dan beberapa negara industri baru seperti Singapura, Taiwan,
KoreaSelatan dan Hongkong fenomena ini menunjukkan
bahwanampaknyaperekonomiandinegaraBarattelahsampaipadatitikjenuh,atautitikoptimaldari
gelombangkonjungturyangmulaimenunjukkantrendmenurun.Diperlukan
berbagai rekayasa dalam sistem perekonomian mereka untuk mampu
menjawab tantangan berat dari negara-negara maju di Asia ini.
b. Krisis Di Negara Dunia Kedua
Di negara dunia kedua, yaitu negara-negara Amerika Latin dan
negara-negara Eropa
Timur,krisisyangterjadirelatifberbeda.Dinegara-negaraEropaTimur,krisis
pembangunan terjadipadadataranideologis.Krisisideologis inilahyang
membawa peralihansistempolitik darikomunisme/sosialisme
menujukeperekonomianliberal. Ambruknya negara Uni Soviet
menunujukkan bahwa masyarakat di negara tersebut tidakpercaya
terhadap mekanisme ekonomi yang ada di negara komunis.
Perubahan/revolusi sistem politik dan ekonomi di negara-negara
komunis di Eropa lainnya. Pada dasarnya didasarkan pada
ketidakpercayaan mereka terhadap mekanisme pemerataan kesejahteraan
yang mereka anut. Kelemahan mendasar sistem komunisme terletak pada
pada cara pandang terhadap keadilan.Disisilainorientasi pembangunan
yangmenganggapbahwakesejahteraan individu merupakan derivasi dari
kesejahteraan negara, ternyata tidak mampu berjalan dengan baik.
Sistem keadilan absolut yang selalu digembor-gemborkan oleh para
pemimpin komunis, ternyata justru menciptakan kelas-kelas baru
borjuis yang dimotori oleh
parapolitisiitusendiri.Revolusiterhadapkelas-kelasmasyarakatkapitalis,ternyatahanya
menghilangkankelas-kelas tersebut sementara,
namundalamjangkapanjangmuncul kelas-kelas baru yang tidak kalah
eksploitatif dibanding kelas borjuis dalam kapitalisme.
Dalam proses pembangunan negara komunis, aspek politik jauh
mendapat prioritas dibanding aspek ekonomis. Tujuan-tujuan
ekonomispada akhirnyaselalu tunduk terhadap kepentingan politik.
Kepentingan politik mendapat peran tertinggidibandingkan
aspek-aspek pembangunan yang lain. Dampaknya sumberdaya
pembangunanterkuras oleh upaya penyebaran ideologis. Di sisi lain,
pembangunan ekonomi dikorbankanhanya untuk meraih kepentingan
politik. Problemnya ketidakseimbangan pembangunan ini harusdidukung
oleh sumber daya pembangunan yangada.Pertanyaanyangmuncul kemudian
adalah sejauh mana kemampuan sumberdaya yang ada terhadap efisiensi
alokasitersebut. Batas ketidakmampuan dukungan ini akhirnya membawa
keresahan masyarakat terhadap sistem kelembagaan yang ada.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah sejauh manakemampuan sumber
dayayangada terhadapinefisiensi alokasi tersebut.Batas
ketidakmapuan dukungan ini akhirnya membawa keresahan masyarakat
terhadap system kelembagaan yang ada. Hal ini kemudian mengarah
pada kemunculan hasrat masyarakatbersama yang secara sadar ingin
melakukan perubahan sistem politik dan ekonomi. Berbeda
dengandiEropa Timur, krisis pembangunan diAmerikaSelatan disebabkan
salah urus (mismanagement) utangluar negerinya. Beban utang yang
demikian tinggidari sebagian besar negara di kawasan tersebut,
disebabkan oleh alokasi utang tersebut sebagianbesar untuk
pembelian barang mewah, impor persenjataan, merebaknya praktek
korupsi, danmodalyangterbang keluarnegeri (capital flight).
Disisilainkondisitersebut seringkali diperparah oleh perebutan
kekuasaan antarpihak penguasa. Meski negara-negara di Amerika
Selatan umumnya telah merdeka lebih dari 100 tahun yang lalu, namun
kondisi perekonomian yang ada tidaklebih baik darinegara industri
baru di Asia. Dapat dikatakan bahwa perkembangan perekonomian di
kawasan tersebut seperti"berjalan ditempat". Inflasi yangterjadi di
negara- negaradi kawasan tersebut merupakan yang tertinggi di
dunia. Tingkat inflasi yang tinggi ini jelas tidak kondusif
terhadap iklim investasi. Tanpa investasi yang memadai, praktis
perekonomian tidak dapat tumbuh denganbaik.Permasalahan lain adalah
pengangguran yang tinggi. Hal ini tidak hanya membawa masalah pada
negara bersangkutan, namun juga berakibat pada negara-negara di
sekitarkawasan tersebut seperti Amerika Serikat. Setiap hari
Amerika Serikat harus memulangkan
ratusanbahkanribuanorangpelintasbatas, yangmemasuki Amerika Serikat
lewat Meksiko. Kalau pun di antara mereka ada yang masuk ke Amerika
lewat jalur resmi, makapermasalahantekananpenduduk, kemiskinandan
pengangguran dengansegeraakanmerambah Amerika Serikat. Tidak
dapatdipungkiribahwa orang-orang AmerikaLatin ini adalah sebagian
besar daripendudukyangmendiami kawasankumuhdiAmerikaSerikat.
Kendati negara-negara di Amerika Selatan telah sekian lama mendapat
bantuan, baik dari Amerika Serikat maupun badan-badan dunai yang
ada, namunprestasi pembangunanyang
diperlihatkanmasihkurangmenggembirakan.Justru permasalahan krisis
pembangunan menjadi menonjol di kawasan tersebut.Krisis pembangunan
inilah yang kemudian melahirkan teori dependensia. Teori ini muncul
melaluipertemuan yang diadakan oleh para ilmuwan di kawasan
tersebut yang membahas krisis pembangunan yang mereka hadapi. Tesis
dari teori tersebut didasarkan pada pandangan bahwa interaksi
antara negara-negara Amerika Latin dengannegara-negaramaju bersifat
mengun-tungkan sepihakdaneksploitatif.
Pemberianbantuandarimasyarakatnegaramajuterhadapnegaraberkembang
padaakhirnyajustrumeningkatkanketergantungannegara-negarasedangberkembang.
Di sisi lainbantuan pembangunan yang diberikan membuat bargaining
positionNSB menjadi menurun,akibatnya pemaksaankepentingan
negaramaju terhadap negara berkembang dapat ditingkatkan sejalan
denganpemberian bantuan tersebut. Parailmuwaninijuga mengkritik
metodepemberianbantuan pembangunan yang pada dasarnya hanya
bersifat semu.
Identifikasipenyebabkrisispembangunandariteoridependensiadidasarkan
pada pandangan Marx. Meski demikian ketika berada pada dataran
rekomendasi,terdapat perbedaan pendapat di antara para ilmuwan. Di
satu pihak, sekelompokilmuwan merekomendasikanuntuk
mengisolasidiridarihubungandengan dunia
internasionalterutamanegaranegaramaju. Disisilainmenginginkanjalan
kooperatif, meski demikian berbagai metode untuk mengurangi
ketergantungan itu sendiri.
Reaksiataspenerapanmodelteoripembangunanyangsudah mapandi Amerika
Latin,merupakansanggahanatasteoripembangunanyangdirasakan terlalu
bersifat Eurosentris (bias ke Eropa). Kemunculan teoriteori
pembangunan oleh ilmuwandi
negaranegaramaju,membawakonsekuensipadapenggunaan asumsi dasar
pembangunan yang sesuaidengan kondisi kemasyarakatan dan budayadi
negara maju. Di sisi lain teori tersebut tidak terlepas dari sistem
politik, tata nilaidan paradigmayang selama inidianutoleh
masyarakat negara maju.Jika diamati lebih lanjut teori pembangunan
Eurosentris cenderung merujuk pada pandangankaum NeoKlasik. Menurut
pandangan teori ini, campur tangan pemerintah dalam pembangunan
hendaknyadiminimalkan, mengingatsetiap campur tangan pemerintah
dalam perekonomianakanselalumengakibatkandistorsipasar. Kepercayaan
terhadap mekanismepasarmerupakanparadigmautamadanpandanganpara
ilmuwanNeo-Klasik.Permasalahannyaadalahasumsidasarperekonomianala
NeoKlasik hanya dapat dicapai oleh negara yang relatif maju, di
mana mekanisme harga telah berlaku dengan
baik.Dinegaranegarasedangberkembang,mekanisme harga dan pasar hanya
terjadi di sebagian wilayah negara itu. Dualisme
ekonomiyangada,tidak memungkinkan mekanisme
pasarterjadisecaramenyeluruh di semua kawasan negara tersebut. Hal
ini menyebabkan mekanisme pasaryangada tidakmencerminkan kelangkaan
dansistem alokasisumber daya yang sesungguhnya. Dengan demikian di
negara sedang berkembang selalu terjadi kegagalan pasar, atau
mekanisme pasar tidak sepenuhnya berlaku. Dalamkondisisemacamini,
Keynesmerekomendasikan,bahwadiperlukan campur tangan pemerintah
dalam perekonomian untuk menghilangkan kegagalan
pasartersebut.ModelperekonomianKeynesnampaknyamerupakanmodel
perekonomian yang paling cocok diterapkan di NSB. Tingginya peran
pemerintahdalam perekonomian, dan kegagalan pasar yang ada,
menjadikan teori tersebut lebih tepat digunakan di NSB.
Permasalahannya adopsi terhadap teori ini belum banyakdilakukan
karenaparapengambilkeputusandiNSB,umumnyaalumnidari universitas di
negara-negara maju, cenderung menerapkan teori Neo-Klasik. Hal ini
semata-mata disebabkan oleh penekanan pengajaran dinegara-negara
majutersebut sangat menjunjung tinggi mazab Neo-Klasik, karena
selama ini hanya teori tersebut yang diketahui dan dipelajari.
Disisilain,seringkalibantuanyangdiberikanolehnegara-negaramaju
mensyaratkan pada suatu hal yang berkaitan dengan penerapan teori
Neo-Klasikyang menguntungkan mereka. Privatisasi, pembukaan
kesempatan kerja bagi PMA, dan liberalisasi perekonomian adalah
sedikit contoh dari praktek kebijakan yang didasarkanpada
teoriNeo-Klasik.Halini didukungoleh penilaiandan
bantuanlembaga-lembaga dunia yang selalu merekomendasikan penerapan
kebijakan yangberbau kapitalisme dan liberalisme.Bagi para ekonom
dependensia, lembaga-lembaga dunia tersebut tidak lebih
dariperpanjangantangannegara-negaramaju.Bantuanpembangunan yang
disalurkan lewat lembaga-lembagadunia tersebut
selaluakanberkaitandengan peningkatan hegemoni negara-negara maju
dalam percaturan politik dan ekonomi dunia. Munculnya teori
dependensia merupakan tonggak kebangkitan pemikiran dinegara-negara
sedang berkembang. Dependensia merupakanawal darisuara negara dunia
Ketiga dalam merespon perkembangan teoripembangunan yangberasal
dari Barat. Meski teori Dependensia sangat baikdalam
mendeskripsikan sebabmusabab kemundurannegara-negara sedang
berkembang, namun pada dataran solusi dan rekomendasi teori
inikurang mampu mengakomodasikan permasalahan pembangunan di NSB,
tanpa mampu
mencarikanalternatifjalankeluardariketerkungkunganbelengguketerbelakanganitu
sendiri.
c. Krisis Di Negara Dunia Ketiga
Krisis yang terjadi di negara dunia ketiga memiliki perbedaan
mendasar dibandingkankrisis pembangunan di dua belahan dunia yang
lain. Terdapat dua pola krisis pembangunandi Dunia Ketiga, yaitu
yang terjadi di Afrika dan di Asia. Di Afrika, krisis
pembangunantetap bermuara pada masalah kelaparan. Kondisi
inidiperparah denganmasalah etnis yangsering menyulut peperangan
antarsuku dan negara di Afrika. Kasus Somalia adalah salah
satucontoh betaparentannya iklimpolitik diAfrika.
Kelaparanyangterjadisecarasimultan dengan krisis etnis ini menambah
permasalahan pembangunan menjadi semakin sulit dipecahkan. Di
Asia,praktis krisis etnis
merupakanproblemapotensialyangsewaktuwaktu dapatterjadi. Pada
beberapa
kawasandiAsia,pertentangansangatmewarnaiperkembanganbenuatersebut.
Sementara itupertentanganetnisdikawasanlainAsia nampaknya kurang
menunjukkan tanda-tanda yang mengkhawatirkan. Namun demikian
dominasi ras"kuning"dalam
perekonomianAsia,nampaknyaakanmenjadiproblemapotensial di masa
datang.
3. Krisis institusional
Konseppembangunanpadaera1950-1960menekankanbahwakeberhasilan
pembangunandiukurdaripertumbuhanekonomiyangdicapaiolehmasyarakatsuatu
negara. Konsep ini kemudian menjadi tolak ukur umum keberhasilan
pembangunan. Takpelak lagi, pertumbuhan kemudian menjadi tujuan
utama dari proses pembangunan di negara-negara
sedangberkembang.lnilahawalkrisisdariproses pembangunanyang
dilaksanakan oleh NSB. Dengan menganut konsepsi tersebut, tujuan
pembangunan lebih ditekankanpada pembangunan negara secaraumum, dan
bukanpeningkatan kesejahteraan yang merata antar individu. Kemudian
yang terjadi adalah pesatnya laju pertumbuhan ekonomi yang disertai
kerentanan struktur social akibat kesenjangan distribusi
pendapatan.
Krisis pembangunan di NSB umumnya dimulai dari ketidakjelasan
untuk siapa
hasilpembangunanditujukan.Konsepsialiranarusutama(mainstream)pembangunan
menekankanprosespembangunansebagaisuatuprosespembentukannationalbuilding.
Hal ini menunjukkan bahwa tujuan pembangunan bias padaupaya
pembangunan kekuatan negara dan bukan pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Dalam bahasan mengenai pembangunan,
selalu diasumsikan bahwa pembangunanekonomi dapat dipisahkan dari
permasalahan-permasalahan politik. Pada kenyataannya hal tersebut
tidak dapat dipisahkan dari dunia nyata. Tujuan pelaksanaan
pembangunan tidakpernah dapat dipisahkan dari dunia nyata. Tujuan
pelaksanaan pembangunan tidak pernah
dilepaskandaritujuan-tujuanpolitik.Bahkanprosespembangunanitusendirisering
mendapat kendala dari konflik politik yang ada dalam suatu negara.
Konflik politik, di sisi lain, juga banyak mempengaruhi tujuan
pembangunan atau bahkan pada beberapa haljustru menyebabkan proses
pembangunan tidak berjalan secara efisien. Pilihan tujuan danproses
pembangunan dalam suatu negara seringkali harus tunduk pada
kepentingan atau tujuan politik tertentu. Konsepsi pembangunan
yangberorientasi padapenguatankekuatan nasional ini pada akhirnya
justru menciptakan krisis pembangunan itu sendiri.
Upayauntukmenggalang kekuatan nasional akan
menempatkanprioritaspembangunan kekuatan politik dan militer di
atas pembangunan ekonomi. Konsekuensi
logisnya,diperlukansurplusekonomiyangbesaruntuk menyokong
pembangunan kekuatan politik dan militer, yang umumnya banyak
membutuhkan biaya besar. Alokasi sumber daya yang tidak efisien
merupakan konsekuensi logis yang harus diterima. Pada awal
kemerdekaan, pembangunan politik dan militer sebagai upaya
mempersatukan bangsasangat diperlukan. Kendati demikian harus
dipertimbangkan pula prioritas pembangunan
ekonomidimasa-masamendatang.Besarnyabiayayangharusdikeluarkan
untukmembangun kekuatan politikdanmiliter sangatbergantungpadarasa
persatuan pada masyarakat suatunegara. Semakin tinggi rasapersatuan
masyarakat suatunegara, semakin rendah biaya yang dipikul untuk
kepentingan tersebut.Namundemikiankenyataan menunjukkan
bahwapembebananbiaya pembangunankekuatan nasional seringkali hanya
didasarkan pada kehendak dan emosi segelintir orang pemegang
kekuasaan untuk mempertahankan kekuasaannya. Jikainiyang
terjadimaka bebanyang dipikul masyarakat semakin besar,
danrisikoketidakberhasilanpembangunanekonomi semakin
meningkat.Strategipembangunanpadatahapantersebuttidakdapatdipisahkandaristrategipenggalangankekuatannasional.Untukmenyukseskanhaltersebut
diperlukan surplus pendanaan yang berupa dana investasi dan dana
kesejahteraan Kedua dana tersebut dimaksudkan untukmendukung proses
penggalangan kekuatan nasional tersebut. Risikonya adalah jika
terjadi kesalahan dalam memobilisasikan sumber
dayabaikdarisisiinternalmaupunsisieksternal,makapenggalangan
kekuatan nasional lebih ditekankan pada pemecahan masalah
pendidikan daripada untuk kekuatan militer, maka sumber daya yang
digunakan akan jauh lebih efisien. Pembangunanmasyarakatyang
memilikipengetahuanyang baikdengantingkat
kesadarantinggidanberideologi,jauhlebihberdayagunadibandingkan
pembangunan militeryangtangguh.Bentengkekuatannasionalterletakpada
kesadaran dan rasa tanggung jawab serta intelektualitas penduduk
dibandingkan dengan perangkat militer.
Dalamjangkapanjangpembangunanpenggalangan kekuatan nasional melalui
pendidikan akan membawa hasil yang lebih berdaya guna dengan
denganalokasi sumber daya dibidangpenguatanmilitertanpa
mengindahkan kebutuhan pendidikan. Pada negera-negara yang menitik
beratkan penggalangan kekuatan nasional melalui pembangunan
militer, kelangkaan sumberdaya akan membawa keresahan yang pada
akhirnya akan diatasi dengan pemerintahan yang ditaktor. Disisi
lain,jika hal yang samaterjadi pada negara yang mengembangkan
pendidikan sebagai tujuan utama, maka sumberdaya manusiayang ada
siapdimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan selanjutnya.
4. Krisis Akibat Pembangunan Aspasial
Salah satu penyebab krisis teori pembangunan adalah akibat
diabaikannya dimensi lokasi atau spasial dalam pembangunan.
Kebanyakan teori pembangunan tidak memperhitungkan di mana dan
mengapa aktivitas ekonomi terkonsentrasi. Inilah pembangunan yang
aspasial (spaceless). Padahal cirri paleng mencolok aktivitas
ekonomi secara geografis adalah konsentrasi dan ketimpangan
(unevenness). Konsentrasi aktivitas ekonomi secara spasial dalam
suatu Negara menunjukkan bahwa industrialisasi merupakan suatu
proses selektif dipandang dari dimensi geografis.
.
GLOBALISASI TEORI PEMBANGUNAN
Dalam teori pembangunan dikenal adanya faktor eksogen dan
endogen yang saling berkaitann sebagai tesis dan antitesis.
Meskipun dalam khasanah teori kedua faktor tersebut dapat di
pisahkan, dalam kenyataannya kedua faktor tersebut saling terkait
antara satu dengan lainnya. Dapat dikatakan bahwa tidak ada suatu
negara di dunia ini yang sepenuhnya otonom dan mandiri. Kesadaran
adanya saling ketergantungan antara satu negara dengan negara lain
inilah yang mendasari pemikiran akan suatu konsep yang menjembatani
berbagai kepentingan khususnya dalam bidang ekonomi. Ada dua
pendapat mengenai konsep interdependensi.
Pertama, ada pendapat yang menyatakan bahwa konsep
interdependensi merupakan penyempurnaan dari teori ketergantungan
(dependensia), yang pada dasarnya ingin menjelaskan struktur
ekonomi global yang semakin kompleks daripada sekedar dikotomi
pusat-periferi. Kompleksitas ini merupakan refleksi dari
meningkatnya persaingan dan ketegangan di negara-negara pusat,
adanya industrialisasi di negara periferi, deindustrialisasi di
negara-negara pusat, dan munculnya kekuatan-kekuatan regional.
Kedua, konsep interdependensi menyiratkan bahwa manusia di bumi
ini berada dalam satu perahu yang sama. kendati demikian pendapat
ini mengabaikan fakta bahwa penumpang dalam perahu yang sama tidak
bepergian pada kelas yang sama, bahkan tidak punya akses yang sama
terhadap pelampung maupun kapal penyelamat.
1. Dari Dependensi Menuju Interdependensi
Ada berapa dimensi yang mndasari lahirnya konsep interdependensi
sebagai perkembengan dari konsep ketergantungan. Dimensi tersebut
meliputi dimensi fisik, dimensi ekonomi dan dimensi politik.
Dimensi fisik pertama kali muncul pada tahun 1970 an , trutama
setelah diadakannya konfrensi lingungan oleh PBB pada thun 1972.
Konprensi lingkungan memunculkan kesadaran akan adanya suatu bumi,
dimana kegiatan suatu negara akan menpengruhi keseimbangan
lingkungan secara global.
Dimensi ekonomi yang mendasari konsep interdepandensi ini
pertama kali dikemukakan dalam proposal yang diajukan oleh komisi
brandt atau brandt commission report padatahun 1980. Dalam
proposalnya tersebut,komisi ini menghendaki adanya hubungan ekonomi
yang saling menguntunkan. Dalam hubungan tersebut memungkinkan
terciptanya kondisi win-win position (posisi saling menguntungkan)
dan bukan Lagi posisi zero sum game (yang satu untung yang satu
rugi) sebagai mana diterapkan dalam konsep ketergantungan.
Adanya keterkaitan antarnegara dalam dimensi fisik maupun
ekonomi diharapkan manciptakan adanya kerjasama yang mendorong
adanya perdamayan dan pembagunan dunia. Perkembangan konsep
ketergantungan menuju konsep interdependensi ini mangakibatkan
adanya transisi dalam perekonomian dunia.
Perubahan dalam aliran dana tersebut diikuti dengan perubahan
dalam pola investasi. dalam negara-negara industri mulai melakukan
relokasi ke negera-negara dunia ketiga. Relokasi industri tersebut
tidak lepes dari kemajuan yang pesat dalam bidang teknologi
komunikasi dan inpormasi yang memungkinkan bagi pengusaha untuk
melakukan keputusan yang cepat untum mengantisipasi perubahan
pasar, teknologi transportasi yang semakin memperpendek jarak
antarnegara, maupun teknologi dalam organisasi tenaga kerja yang
memungkinkan adanya penyederhanaan dalam proses produksi.
2. Pendekatan Dalam Konsep Interdependensi
Pendekatan dalam konsep interdepandensi ini menyatakan bahwa
kapitalisme dalam perekonomian dunia sudah ada semenjak abat ke-16.
Sistem kapitalisme ini berkaembang yang pada akhirnya menyatukan
wilayah-wilayah yang semula terisolasi maupun wilwyay-wilayah yang
telah mamapu mencukupi kebutuhan masarakatnya secara mandiri.
Perkembangan sisteme kapitalisme ini mengandung dua dimensi, yaitu:
ekpansi secara geograpis dan ekpansi dalam bidang sosial ekonomi.
Adanya ekpansi in menumbuhkan adanya daerah-daerah semiperiferi di
samping daerah inti/pusat (core) dan daerah pingiran
(periferi).polarisasi antara daerah inti, periferi, dan
semiferiteri ini berdampak pada adanya pembagian kerja,dimana
daerah inti marupakan produsan produk-produk industri dan daerah
periferi sebagai daerah pertanian. Sedangkan daerah semiperiferi
merupakan daerah transisi antara pusat dan periferi, dimana
produknya lebih mengarah pada prodok-produk industri meskipun tetap
menghasilkan produu-produk pertanian.
Meskipun pendekatan dalam konsep ketergantungan dan komsep
interdependensi sama-sama bersifat kapitalis, komsep
interdependensi tidak mempertrtentangkan kepentingan dari daerah
inti dengan daerah peroferi. Dalam pendekatan interdependensi
justru lebih ditekankan adanya kerjasama antara keduanya yang
memungkinkan bagi daerah periferi untuk berkembang menjadi daerah
semiperiferi. Menurut pendekatan ini. Pembangunan pada dasarnya
merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi suatu daerah dari
daerah periferi menjadi semiperiferi atau dari daerah semiperiferi
menjadi daerah inti.
3. Strategi Pembangunan dan Sistem Dunia
Teori pembangunan modern terdiri atas dua
komponen.yaitu;komponen pertama adalah tujuan akhir dari
pembangunan. Dan komponen ke dua adalah alat yang di gunakan untuk
mencapai tujuan pembangunan [Hettne.1991;135] pada komponen pertama
biasanya bersifat normatif karena di pengaruhi oleh ideologi yang
di anut oleh negara tersebut. Sedangkan komponen ke dua di jabarkan
dalam strategi pembangunan yang hendak diterapkan. Hal ini dapat
dilihat secara eksplisit dalam perencanaan suatu negara.
Strategi pembangunan suatu negara merupakan cerminan dari
kemampuan suatu negara untuk bertindak.sehingga krisis yang
terjadidi suatu negara dapat dikatakan merupakan krisis dari
strategi pembangunan yang di terapkan oleh negara tersebut. Dengan
demikian, strategi pembangunan pada dasarnya merupakan konsep
enpiris yang langsung berkaitan dengan prilaku negara (
Hettne,1991;136).diterapkan suatu negara terhadap masalah
peningkatan kesehjahtraan rakyatnya dalam arti materill, yang
dikaitkan dengan sumberdaya dan alam yang di punyainya, serta
berkaitan dengan dunia internasional.
a. Upaya Repormasi Global
Interpretasi teoritis terhadap pembangunan global tergantung
bagai mana kita memahami penomena interdependensi. Baik Tata
Ekonomi Dunia Baru maupun usulan Komisi Brandt merupakan gerakan
reformasi global, karena keduanya memandang dunia sebagai suatu
sisitem secara keseluruhan. Problem utama dari strategi reformasi
semacam ini adalah: siapakah yang dinamakan agen perubahan? Ini
berkaitan dengan kedua konsep ini menghendaki intervensi, yang
dinyatakan dalam strategi pembangunan, sehingga amat sering
dikaitkan dengan negara sebagai aktor yang dominan.
Tata Ekonomi Dunia Baru (NIEO atau New International Economic
Order) lebih merupakan starategi politik dibanding stratigi
ekonomi. NIEO merupakan ekpresi dari solideritas Negara-negara
Dunia Ketiga yang menghendaki gerakan swadaya secara kolektif.
Usulan utamanya adalah suatu jalur pembagunan yang dilakukan
perdagangan negara-negara industri dan akses terhadap tenologinya
kendati demikian, masalah utama yang menghadang NIEO, yaitu
dihadapi oleh strategi global lainya, adalah bahwa strategi ini
tidak diikutidengan penjelasan yang gamblang mengenai siapa pelaku
yang akan meleaksanakannya.
Laporan komisi Brandt(1990) yang berjudul North-South: A
programme for Survival mengenai dialog Utura-Selatan menghadapi
masalah yang sama.Usalan Brandt ini mendasarkan pada konsep
interdependensi. Dialag Utara Selatan,sebagaimana dirintis dalam
deklarasi NIEO,segera mengalami kemacetan.penyebabnya,negara kaya
tidak dapat memenuhi permintaan yang dinyatakan dalam dokumen
NIEO.laporan komisi Brandt boleh dikata identik deng global
keynesianism.solusi keynes terhadap kemiskinan global adalah
melakukan apa yang disebut massive resource transfer.
Maksudnya,penduduk miskin global merupakan fungsi dari sistem
keynes yang menganggur sehingga bila mereka menggunakan
sumber-sumber produksi negara maju,maka masalah ekonomi dengan
sendirinya terpecahka.
Dapat diduga tangapan terhadap usulan ini amat bervariasi
tertanggung idiologi pembangunan yang dianut.Liberalisme yang
radikal tentu tidak dapat diterima oleh penganut aliran kanan baru
kerena menghendaki agar NSB menyeibangkan agar negaranya,
meliberalkan perekonomian, dan mengidentifikasi keunggulan
komparatif yang dimilikinya.Di sisi lain, kritik dari penganut
aliran kiri mempertanyakan kepentingan yang saling menguntungkan
antara negara-negara Utara dan Selatan sebagaimana tesis
interdependensi. Menurut pandangan mereka,intergrasi Dunia ketiga
kedalam sistem interdependensi global justru akan meningkatkn
konflik dibandingkan mendatang stabilitas.
b. Percobaan untuk Memisahkan Diri
Strategi pembangunan mandiri (self-reliant) telah dicoba di
Tanzania, Ghana, Jamaica, Nicaragua, dan Burma. Strategi ini
menghendaki mobilisasi sumber-sumber domestik disbanding mengundang
sumber dari luar negeri. Dalam praktek, percobaan strategi
pembangunan mandiri Tanzania dan Ghana mengalami krisis dan
berakhir dengan menundang IMF membantu program restukturisasi
ekonomi. Negara lain yang mencoba menerapkan strategi pembangunan
mandiri mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda yaitu
destabilisasi, krisis politik, ekonomi, dan social.
Strategi pembangunan mandiri dan radikal lainnya dewasa ini
semakin berkurang gaungnya karena alas an ekonomi dan politik. alas
an ekonominya adalah telah terjadi: (1) perubahan dalam nilai tukar
perdagangan seperti meningkatnya harga impor untuk komoditi energy,
makanan, dan barang modal; (2) menurunnya harga komoditi primer
yang masih merupakan produk unggulan di kebanyakan NSB. Sedangkan
alas an politik yang muncul adalah adanya kebutuhan untuk
merampingkan para sekutu dan konsolidasi control dari dua raksasa
(AS dan Uni Soviet).
c. Klasifikasi Strategi Pembangunan
Percobaan untuk memisahkan dari dengan sistem dunia dalam tinkat
yang radikal (redical delinking) terbukti tidak didukung oleh fakta
empiris. Kendati demikian pilihan strategi pembangunan memang
antara intergrasi dengan sistem dunia ataukah otonomi, ataupun
antara penganut aliran radikal dengan pembangunan bertahap. Dua
pilihan ini mememang telah menjadi isu utama dalam teori
pembangunan yang dimulai sejak kritik List terhadap ekonomi politik
Inggris, atau yang dinyatakan oleh Friedrich Listsebagai: ekonomi
nasional versus kosmopolitik, (Hettne, 1991: 145-6). Isu ini, yaitu
apakah ada kontradiksi antara pembangunan nasional dan
internasional, menandai munculnya ekonomi pembangunana. Ekonomi
politik nasional dikambangkanlebih lanjut oleh para penganut teori
dependensia, yang mendukung ststegi radikal delinking dengan pasar
dunia.
Berdasarkan pengalama dalam proses penbangunan sebelumnya,
Grifin (1988) megolongkan setrategi pembangunan menjadi enam
yaiti:
1. Strategi Pembangunan Monateris
Strategi ini mengasumsikan bahwa efisiensi dalam alokasi
sumberdaya akan tercapai dalam jangka panjang. Meskipun untuk
mencapai stabilitas ekonomi, dalam jangka pendek akan terjadi
krisis. dalam strategi ini peranan negara dibatasi.
2. Strategi Pembagunan Ekonomi Terbuka
Strategi pembangunan ini menitikberatkan pada perdagangan luar
negeri dan keterkaitan dengan dunia luar sebagai mesin pembangunan.
Kebijakan sangat tepat diterapkan pada negara-negara yang
berorientasi pada pada pembuatan produk yang ditujukan untuk pasar.
Strategi ini identik dengan apa yang disebut supply-side-oriented
state karena menghendaki peran aktif negara di sisi penawaran.
3. Strategi Pembangunan Industrialisasi
Strategi ini menitikberatkan sektor manufaktur yang berorientasi
pasar, baik pasar domestic maupun pasar luar negeri, sebagai mesin
pembangunan. Menurut strategi ini, campur tangan pemerintah masih
diperlukan.
4. Strategi Pembangunan Revolusi Hijau
Strategi pembangunan melalui revolusi hijau menitikberatkan pada
kebijakan untuk mneingkatkan produktivitas dan teknologi bidang
pertanian sebagai alat untuk memacu pertumbuhan bidang lainnya.
5. Strategi Pembangunan Redistribusi
Strategi pembangunan melalui redistribusi ini dimulai dari
redistribusi pendapatan dan kesejahteraan serta tingkat partisipasi
masyarakat sebagai alat untuk memobilisasi peran serta penduduk
dalam pembangunan.
6. Strategi Pambangunan Sosialisasi
Strategi pembangunan sosialisme lebih menekankan pada peran
pemerintah dalam pembangunan: mulai dari perencanaan, perusahaan
milik negara hingga pelayanan masyarakat. Meskipun dalam system
sosialisme peran pemerintah bisa bersifat ekstrim atau moderat.
Perlu dicatat bahwa tidak semua negara menganut setrategi
pembangunan yang jelas. Biasanya, kebanyakan negara yang tidak
mengikuti strategi pembangunan yang dapat diidentifikasi dan
seringkali berubah-ubah. Ini diakibatkan karena melemahnya peran
negara di NSB, dan bisa jugaakibat krisis ekonomi global.bisa
dipahami apabila pran srategi pembangunan bagi banyak negara saat
ini cendruang menjawab krisis manajemen daripada melakukan
transformasi sosial-ekonomi. Pada giliranya hal ini mengarungi
relevansi teori pembangunan.
Pendekatan yang kedua dalam studi perbandingan strategi
pembangunan adalah berdasarkan perspektif teoritis. Analisis yang
berorientasi pada sistem dunia menggarisbawahi keterbatasan
pendukung nasionalisme ekonomi. Menurut teori sistem dunia, pada
hakekatnya hanya dikenal tiga strategi pembangunan, yaitu
(Wallerstein, 1976: 76):
1. Strategi Pembangunan Dengan Memanfaatkan Peluang Pasar Luar
Negeri
Dalam strategi ini, pemerintah berperan aktif (state capitalism)
dalam memanfaatkan keunggulan komparatifnya untuk memanfaatkan
peluang pasar luar negeri. meskipun harus diakui tidak semua negara
memiliki kemampuan untuk memanfaatkan peluang tersebut.
2. Strategi Pembangunan Dengan Mengundang Investasi Luar
Negeri
Strategi pembangunan dengan mengundang investasi luar negeri
dilakukan dengan memanfaatkan keunggulan komparatif, seperti upah
buruh yang murah serta kemudahan-kemudahan lainnya. Ini disebut
juga sebagai model liberal open door.
3. Strategi Pembangunan Mandiri
Strategi pembangunan mandiri (self reliance) menekankan pada
kemampuan dalam negeri dan sesedikit mungkin bantuan dari pihak
luar. Strategi ini kurang berhasil diterapkan pada negara-negara
dunia ketiga karena keterbatasan sumberdaya alam maupun
manusia.
Seers (1983) mengkombinasikan dimensi internal-eksternal
(nasionalis versus antinasionalis) dengan dimensi tingkat
egalitarianism. dengan cara ini terdapat empat posisi strategi
pembangunan, yaitu: variasi sosialis dan liberalis terhadap
internasionalisme, pendukung strategi kebijakan pintu terbuka, dan
variasi radikal dan konservatif dari strategi self-reliance dan
delinking.
Antinasionalis
Socialist
Open door strategies
(Marxist socialist)
Egalitarian
Liberal
Open door strategies
(Neoclasical Liberals)
Anti Egalitarian
Self-reliance
(Dependency theorists)
State Capitalism
(Traditional conservatives)
Nasionalis
BAB III
KESIMPULAN
Asumsi-asumsi dasar yang dipergunakan dalam teori pembangunan,
merupakan asumsi yang hanya tepat berlaku di negara-negara Barat.
Sementara itu kondisi di negara sedang berkembang yang demikian
kompleks, memerlukan strategi pembangunan yang jauh lebih canggih.
Kondisi dasar negara sedang berkembang jauh lebih rumit
dibandingkan dengan Negara maju, dan pada banyak hal asumsi yang
digunakan dalam teori pembangunan hanya mengacu pada kondisi yang
ada di Negara maju. Kondisi tersebut diperparah oleh penerapan
teori pembangunan tesebut secara mentah-mentah, tanpa melalui
proses penyesuaian dengan asumsi dasar yang terdapat di suatu
Negara. Yang terlihat kemudian adalah penggunaan suatu alat yang
tidak sesuai dan sepadan dengan apa yang hendak diperbaiki. Akhir
dari penerapan teori yang dipaksakan adalah timbulnya suatu kondisi
di Negara sedang berkembang yang jauh lebih rumit dibandingkan
dengan kondisi semula. Peningkatan permasalahan yang timbul akibat
penerapan teori barat yang kapitalistik, menyebebkan ekonom NSB
memunculkan teori baru dan mengkritik teori-teori yang mapan.
Istilah krisis sebenarnya lebih banyak digunakan oleh ekonom kiri
sebagai reaksi terhadap kegagalan teori barat yang kapitalistik
diterapkan di NSB.
Interdependensi merupakan konsep yang ambivalen dan relative
terbatas manfaat teoritisnya. Konsep interdependensi menentang
teori-teori yang sudah ada, dan karenanya menjadi titik awal untuk
mencari pendekatan baru dalam menganalisis pembangunan nasional dan
persepektif global. Dengan adanya strategi pembangunan diharapkan
dapat mengatasi krisis globalisasi pembangunan yang ada. Strategi
tesebut antara lain: upaya reformasi global, percobaan untuk
memisahkan diri (Delinking)
DAFTAR PUSTAKA
Kuncoro, Mudrajad. 2003. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah,
dan Kebijakan. Yogyakarta: UPP Amp YKPN.
Fahradi, Dedi. Tanpa tahun. Globalisasi Teori Pembangunan.
http:blogspot.com/2011/03/ Globalisasi-teori-pembangunan.html.
Online. 10 Oktober 2011.
http://www.scribd.com/doc/51710380/14. Online. Diakses 11
oktober 2011.