BAB IITEMUAN OTOPSI PADA KASUS PENYALAHGUNAAN PROPOFOL DITINJAU
DARI PANDANGAN KEDOKTERAN
2.1. PROPOFOL (PRF)2.1.1. Definisi dan farmakologi dari Propofol
Propofol (2.6 diisopropifenol) merupakan suatu obat hipnotik
intravena yang menimbulkan induksi anestesi cepat dengan aktivitas
eksitasi minimal dan digunakan pada praktek klinis harian. Zat
anastesi yang berinteraksi dengan reseptor Gamma Amino Butyric Acid
(GABA) ini diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1989. Gambar
1. Propofol (injectable emulsion). Sumber:
www.general-anaesthasia.comPropofol popular karena mempunyai onset
kerja yang cepat, durasi singkat, akumulasi obat minimal dan
kualitas pulih sadar baik tanpa sakit kepala dan gejala sisa
psikomotor minimal. Propofol mempunyai sifat antiemetik serta
efektif memperpanjang sedasi pasien-pasien dalam kondisi
kegawatdaruratan. Oleh karena itu, propofol menjadi pilihan para
ahli anastesi untuk induksi anestesi (Arliansyah, 2009).
Zat ini merupakan emulsi tidak larut air yang mengandung lesitin
dan gliserol serta memiliki karakterisasi unik berwarna seperti
susu. Beberapa formula diawetkan dengan EDTA (edetate disodium) dan
sodium metabisulte untuk mencegah pertumbuhan bakteri atau
perkembangan mikotik yang bisa mengarah pada terjadinya sepsis dan
infeksi setelah operasi. Sesudah penyuntikan konsentrasi darah
secara cepat berubah, diakibatkan oleh distribusi penyerapan yang
sangat banyak didalam jaringan (initial t 7/8 min, redistribusi t
30/70 min, eliminasi t sampai 23 h) tingkat volume tetap dari
distribusi sekitar 171e349 L, eliminasi 209e1008 L, dan lebih dari
ikatan protein plasma (Mannocchi et al, 2013).
Gambar 2. Pengaruh propofol pada otak. Sumber:
http://brainethics.org/wp
Propofol mampu menghasilkan berbagai efek farmakologis. Obat
dapat secara langsung mempengaruhi hemodinamik kardiovaskular,
kontraktilitas jantung, konduksi jantung ,fungsi otot perifer dan
jantung serta produksi energi serta penggunaannya. Efek
farmakodinamik utama propofol pada kardiovaskular adalah
kemampuannya untuk menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik, hal ini
tergantung pada dosis atau kecepatan tetesan infusan. Terjadinya
vasodilatasi perifer yang nyata dapat menurunkan resistensi
vaskular sistemik. Efek Propofol pada kontraktilitas miokard adalah
kontroversial, tetapi obat ini dapat memiliki efek inotropik
negatif yang dapat mengurangi kontraktilitas jantung dan berguna
sebagai anti konvulsan. Efek psikomotor berlangsung hanya 1 jam
setelah pemberian dihentikan (Ferdiansyah, 2013). Kebanyakan efek
farmakologik/psikologi xenobiotika berhubungan dengan tingkat
konsentrasinya di darah dan tempat kerjanya (reseptor). Oleh sebab
itu tingkat konsentrasi di darah adalah sebagai indikator penting
dalam mencari faktor penyebab kematian/keracunan. Dalam
menginterpretasikan tingkat konsentrasi di dalam darah dan jaringan
sebaiknya memperhatikan tingkat efek psikologis yang sebenarnya dan
semua faktor yang berpengaruh dari setiap tingkat konsentrasi yang
diperoleh dari spesimen. Interpretasi tingkat konsentrasi dalam
darah dan jaringan dapat dibagi menjadi tiga kategori: normal atau
terapeutik, toksik, dan lethal (Ferdiansyah, 2013).
2.1.2. Mekanisme propofol pada tubuhPropofol mengganggu
penggunaan asam lemak bebas (bahan bakar untuk otot jantung dan
rangka) dan aktivitas mitokondria.Tuntutan metabolisme tubuh
meningkat pada penyakit kritis, tetapi dengan ketidakmampuan untuk
memproduksi bahan bakar, katabolisme terjadi, menyebabkan nekrosis
otot jantung dan rangka dengan akumulasi asam lemak bebas. Gambar
3. Suggested signalling pathways for propofol. Propofol
berinteraksi dengan reseptor GABAA (GABAA R), menjadi tyrosine
phosphorylated (Ptyr). Propofol menyebabkan cincin actin dan
translokasi dari actin dan sitoskeleton kepada sel membran.
Propofol meningkatkan [Ca2+]i berdasarkan efek dari kedua sumber
yaitu ekstraselular (EC) dan intraselular (IC). Perubahan actin
diregulasikan melalui PI3 kinase dan protein kecil G (rho A dan
rac) di sistem sel yang lain. Signal yang memungkinkan untuk siklus
propofol yang telah diteliti dalam penelitian ditandai dengan tanda
bintang, diberi nomer sesuai dengan hasil dari untuk merubah
klasifikasi actin, dimana 1= GABAA R untuk cincin actin , 2= jalur
siklus Rho/ROK, 3= kalsium ekstraselular dan TK untuk cincin actin,
4= PI3kinase, 5= Rho/ROK untuk translokasi actin. Singkatan : TK=
tyrosine kinase, ROK= rho kinase, PI3kinase= phophatidylinositide
3'-kinase, ser/thr = serine/threonine phosphorylation, [Ca2+]i =
intracellular calcium ion concentration, EC= extracellular, IC=
intracellular, HA-1077= 1-5(-isoquinolinesulfonyl) homopiperazine.
Sumber : http://www.jpp.krakow.pl
Secara klinis, akumulasi ini dibuktikan oleh peningkatan kadar
serum kreatin kinase, troponin I, dan mioglobin. Efek narkotik yang
cepat pada propofol mencegah penyuntikan melebihi satu ampul. Pada
kenyataanya setelah bolus injeksi, pasien kehilangan kesadarannya
pada saat konsetrasi darah 1.36.8 g/mL dan didistribusikan secara
cepat ke tubuh setelah 810 menit dengan konsentrasi 12.5 g/mL
(Colucci et al, 2013). Gambar 4. Propofol meningkatkan malonyl
koenzim A (tidak ditampilkan) untuk menurunkan aktivitas karnitin
transferase I palmitoil (CPT I), yang mengangkut rantai panjang
asam lemak (LCFAs) dalam sitosol dari mitokondria. Esther
Acylcarnitine diangkut ke dalam membran mitokondria melalui matriks
karnitin translokase (CT). Asil kelompok dibelah oleh
acyltransferase II karnitin (CPT II) untuk menghasilkan asil KoA.
Sedang asam lemak rantai (MCFAs) bebas berdifusi melintasi membran
mitokondria. Biasanya, Asil KoA dan MCFAs ditransformasikan oleh
-oksidasi spiral melalui rantai pernapasan di sitokrom C II untuk
menghasilkan ATP. Pisahkan propofol spiral -oksidasi untuk
mengurangi pembentukan ATP. Negara produksi energi rendah dapat
menyebabkan kerusakan pada otot jantung dan perifer. Sumber : Kam
et al,2007.
Biotransformasi propofol melewati beberapa proses yang bertahap
dengan dikatalisasi oleh enzim polimorfik. Propofol glucuronide
(PG), 1-(2,6-diisopropyl-1,4-quinol)-glucuronide (1OHPG),
4-(2,6-diisopropyl-1,4-quinol)-glucuronide (4OHPG), dan
4-(2,6-diisopropyl-1,4-quinol)-sulfate telah diidentifikasi sebagai
metabolit utama pada manusia. Glucoronidasi secara langsung dari
pengaruh propofol merupakan siklus utama dari metabolisme propofol.
4-hydroxypropofol (4OHP, 2,6-diisopropyl-1,4-quinol) dan metabolit
hidroksilasi minor lainnya diproduksi oleh sitokrom P450 2B(CYP2B6)
dan sedikit didistribusikan oleh CYP2C9 (Loryan et al, 2012).
2.1.3. Analisa sistematis toksikologi dari propofol Ilmu
toksikologi adalah ilmu yang menelaah tentang kerja dan efek
berbahaya zat kimia atau racun terhadap mekanisme biologis suatu
organisme. Racun adalah senyawa yang berpotensi memberikan efek
yang berbahaya terhadap organisme. Sifat racun dari suatu senyawa
ditentukan oleh dosis, konsentrasi racun di reseptor, sifat fisika
kimia toksikan tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem
bioorganisme serta paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang
ditimbulkan. Toksikologi forensik menekunkan diri pada aplikasi
atau pemanfaatan ilmu toksikologi untuk kepentingan peradilan
(Made, 2008).Kerja utama dari toksikologi forensik adalah melakukan
analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun yang berasal dari
bukti fisik dan menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan
apakah ada atau tidaknya racun yang terlibat dalam tindak kriminal
sebagai bukti forensik di pengadilan. Deteksi kasus penyalahgunaan
obat setelah kematian memiliki beberapa kesulitan tertentu
dibandingkan klinis yang diambil dari suatu bahan penelitian.
Menentukan konsentrasi obat dengan menggunakan biologicalmatrices
memiliki peranan penting dalam mengetahui kestabilan dari bahan
yang akan diuji dari suatu jaringan tertentu. Keadaan ini
menunjukan bahwa dalam forensik toksikologi, jaringan merupakan
elemen yang akan digunakan untuk pemeriksaan dalam jangka panjang.
Perubahan kimiawi pada interval postmortem, atau metabolisme
postmortem, dapat mempengaruhi interprestasi hasil pemeriksaan.
Beberapa obat diketahui karena efek ketidakstabilannya secara
alamiah. Salah satu keuntungan dari situasi klinis adalah banyak
pilihan spesimen dikumpulkan pada saat postmortem. Antara lain
rambut, otot, lemak, otak, tulang bahkan larva atau serangga yang
menempel pada mayat (Drummer et al, 2004).Tujuan lain dari analisis
toksikologi forensik adalah membuat suatu rekaan rekonstruksi suatu
peristiwa yang terjadi, sampai sejauh mana obat atau racun tersebut
dapat mengakibatkan perubahan perilaku (menurunnya kemampuan
mengendarai, yang dapat mengakibatkan kecelakaan yang fatal, atau
tindak kekerasan dan kejahatan). Berikut ini adalah gambaran
kasus-kasus yang umumnya di negara maju memerlukan pemeriksaan
toksikologi forensik, meliputi tiga kelompok besar yaitu: a)
Kematian akibat keracunan, yang meliputi: kematian mendadak,
kematian di penjara, kematian pada kebakaran, dan kematian medis
yang disebabkan oleh efek samping obat atau kesalahan penanganan
medis, b) Kecelakaan fatal maupun tidak fatal, yang dapat mengancam
keselamatan nyawa sendiri ataupun orang lain, yang umumnya
diakibatkan oleh pengaruh obat-obatan, alkohol, atau pun narkoba,
c) Penyalahgunaan narkoba dan kasus-kasus keracunan yang terkait
dengan akibat pemakaian obat, makanan, kosmetika, alat kesehatan,
dan bahan berbahaya kimia lainnya, yang tidak memenuhi standar
kesehatan (kasus-kasus forensik farmasi).
Melakukan toksikologi analisis dapat dikelompokkan ke dalam tiga
tahap yaitu: 1) penyiapan sampel sample preparation, 2) analisis
meliputi uji penapisan screening test atau dikenal juga dengan
general unknown test dan uji konfirmasi yang meliputi uji
identifikasi dan kuantifikasi, 3) langkah terakhir adalah
interpretasi temuan analisis dan penulisan laporan analisis
(Ferdiansyah, 2013).Sampel urin di screening untuk mengetahui unsur
obat dan penyalahgunaan obat-obatan dengan immunoassays menggunakan
CEDIA, Hitachi 911-Analyser (Boehringer Mannheim Mannheim,
Germany), Hitachi, dan FPIA (ADx-System, Abbott, Wiesbaden,
Germany) sesuai dengan instruksi pabrik. Selanjutnya screening
untuk acid-neutral dan bahan dasar obat pada umumnya dilakukan
setelah alkaline atau cairan asam ( ektraksi SPE ) dengan TLC GC,
GC/MS, dan HPLC (Bergmann et al, 2009).Propofol pada rambut setelah
dua kali dibilas dengan methylene chloride, rambut dipotong menjadi
beberapa bagian yang terdiri dari 1 mm dengan menggunakan gunting
dan 50 mg wa ditransfer menjadi 20 ml ke dalam tube kaca yang diisi
dengan tetrahydrofurane (THF) sebagai internal standar dan 1 ml
dari Soerensen buffer pH 7.6. Tube kemudian ditutup dan diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 40 C. Hasil homogenisasi kemudian dianalisa
secara langsung dengan menggunakan sistem operasi elektronik
HS-GC/MS. Untuk penguapan, selama 15 menit tube dimasukan ke dalam
HS 40 (Perkin Elmer) pada suhu 80C dan hasil analisa ditransfer
pada gas chromatograph (Hewlett Packard 5890) dibawah tekanan
helium 100 kPa. Pembagian ratio adalah was 1:1 dalam injeksi yang
telah dipanaskan pada suhu 180 C. Chromatography dioperasikan pada
HP wax capillary column (30 m 0.25 mm I. D. 0.25 mm ketebalan film)
menggunakan suhu oven: 45 C selama 3 min 10 C/min sampai dengan 180
C dan 30 C/min menjadi 240 C. Pendeteksian akan terlihat pada
Hewlett Packard 5971 detektor khusus secara luas yang digunakan
pada mode monitoring ion. Propofol diidentifikasi pada dasar waktu
retensi dan dan ino lain yang telah terkonfirmasi : propofol Rt
18.34 min, m/z 117-163-178 THF Rt 2.13 min, m/z 72. Propofol
kuantitatif diketahui setelah penentuan dari faktor respon melawan
THF (Crimele et al, 2000).
2.1.4. Keuntungan dan kerugian propofol Propofol
(2,6-diisopropylphenol) meraih popularitas dalam sebagai zat
anastesi intravena. Induksi dari propofol sangat cepat, dan
monitoring kondisi dapat diperoleh dengan pemberian infusan yang
berkesinambungan atau dosis intermitten bolus. Obat ini menjadi
pilihan untuk pasien gawat darurat yang akan dilakukan pembedahan.
Gambar 5 . Pathway Propofol.
Sumber:http://www.physiome.orgKeuntungan yang paling hebat adalah
pemulihan yang cepat walaupun setelah mengalami pembiusan atau
anastesi dalam jangka waktu lama. Ditemukan sedikit insiden efek
samping seperti mual dan muntah berdasarkan hasil observasi.
Kerugian dari penggunaan propofol antara lain apneu dan penurunan
tekanan darah (Trapani, 2000).Enam dari studi ini dilakukan di
Amerika Serikat dan Kanada dan memberikan dasar untuk rekomendasi
dosis dan profil keamanan obat. Diketahui efek samping obat
propofol antara lain adalah nyeri, hipotensi, bradikardi, transient
apneu pada saat induksi, mual dan muntah, sakit kepala, thrombosis
dan phlebitis, gerakan epileptiform, rhabdomyolysis, pancreatitis,
demam setelah operasi, urin yang berwarna, anafilaksis, gangguan
seksual dan edema paru (AstraZeneca, 2011).2.2. HUBUNGAN APOPTOSIS
SEL DENGAN PENYALAHGUNAAN PROPOFOL 2.2.1. Definisi apoptosis sel
Apoptosis adalah mekanisme kematian sel yang terprogram yang
penting dalam berbagai proses biologi. Mekanisme apoptosis:1.
Adanya signal kematian (penginduksi apoptosis).2. Tahap integrasi
atau pengaturan (transduksi signal, induksi gen apoptosis yang
berhubungan, dll)3. Tahap pelaksanaan apoptosis (degradasi DNA,
pembongkaran sel, dll)4. Fagositosis.
Gambar 6 . Apoptosis sel. Sumber : http://images.ddccdn.com.
Ciri-ciri apoptosis:1. Sel menjadi bulat (sirkuler). Ini terjadi
karena struktur protein yang menyusun sitoskeleton dicerna oleh
enzim peptidase spesifik yang disebut caspase yang telah diaktifkan
di dalam sel.2. Kromatin (DNA dan protein-protein yang terbungkus
di dalam inti sel) mulai mengalami degradasi dan kondensasi.3.
Kromatin mengalami kondensasi lebih lanjut, menjadi semakin
memadat. Pada tahap ini, membran yang mengelilingi inti sel masih
tampak utuh, walaupun caspase tertentu telah melakukan degradasi
protein pori inti sel dan mulai mendegradasi lamin yang terletak
dalam lingkungan inti sel.4. Lingkungan dalam inti sel tampak
terputus dan DNA di dalamnya terfragmentasi (proses ini dikenal
dengan karyorrhexis). Inti sel pecah melepaskan berbagai bentuk
kromatin atau unit nukleosom karena disebabkan degradasi DNA.5.
Plasma membran mengalami blebbing.6. Sel tersebut kemudian dimakan
atau pecah menjadi gelembung-gelembung yang disebut apoptotic
bodies dan kemudian dimakan.Sel yang mengalami apoptosis juga dapat
dikenali dengan :1. Penandaan inti yang mengalami kondensasi dengan
pewarna fluorescence Hoechst atau DAPI.2. Sel yang mengalami
apoptosis mengeluarkan PS (Phosphatidil Serin) pada permukaan
ekstraselulernya, sehingga dapat ditandai dengan annexin V yang di
labeli fluorescence. PS secara normal terdapat pada cytosolic
surface dari membran plasma (di bagian dalam membran plasma),
tetapi diredistribusikan ke permukaan ekstraseluler selama
apoptosis oleh protein hipotetik yang dikenal sebagai scramblase.3.
DNA yang terfagmentasi dapat dideteksi dengan TUNEL (Terminal
deoxynuclotidyltransferase-mediated UTP end labelling) atau
elektroforesis DNA yang diisolasi dalam gel agarosa. TUNEL juga
dapat digunakan untuk mendeteksi enzim yang terlibat dalam
pengrusakan inti sel.
2.2.2. Perubahan sel selama apoptosis Sel kematian apoptosis
digambarkan secara perubahan morfologis adalah pengerutan sel,
kondensasi kromatin, hilangnya integritas membran inti dan
terbentuklah formasi apoptosis pada tubuh. Selama proses
pengerutan, sel akan mengalami hancurnya permukaan sel dan terpisah
dari daerah disekelilingnya. Keadaan ini memicu hancurnya struktur
membran tertentu dan secara langsung membentuk sitoplasma. Selama
kondensasi fase kromatin berkonsolidasi pada daerah perifer
pembentukan nukleus. Nukleolus disintegrasi menyebabkan hilangnya
inti nuklear dan fragmentasi nuclear serta membentuk formasi dari
blebs (tubuh apoptosis yang mengandung sitoplasma, organela dan
fragmen nuklear. Tubuh yang mengalami apoptosis akan secara cepat
menjadi makanan bagi makrofag dan fagositosis (Julie et al,
2008).Apoptosis tidak hanya mempengaruhi perubahan secara morfologi
namun memicu perubahan biochemical. Terdapat perubahan biokimiawi
yang memiliki kaitan terhadap perubahan secara morfologi. Inisiator
dan effektor aktivasi caspase melepaskan sitokrom C dari
mitokondria, ekternalisasi phosphatidylserine pada membran plasma,
polymerase cleavage, dan suatu fragmentasi internukleosomal DNA.
Bila peneliti dapat menggunakan manipulasi pada apoptosis pada
tingkatan sel maka proses penyakit dapat teratasi. Keuntungan obat
ini adalah meregulasi penyakit pernapasan, mengatasi gangguan imun
dan meminimalisasikam stroke atau miokard infark (Sundquist et al,
2006).
2.2.3. Respon propofol pada apoptosis
Propofol (2,6-diisopropylphenol) merupakan agen anastesi dengan
kandungan antioksidan. Efek dari lipopolysaccharide (LPS) yang
menyebabkan kematian sel sendiri dan dikombinasikan dengan propofol
pada kematian sel A549 telah diteliti. Viabilitas sel yang
ditentukan dengan colourimetric 3-(4,5-dimethyl-2
thiazoyl)2,5-diphenyl-2H-tetrazolium bromide (MTT) assay. Apoptosis
sel A549 terdeteksi dengan ow cytometry, sebagai propidium
iodide-negatif dan sel positif annexin-V, serta terminal
deoxyribonucleotidyl transferase dimediasi dengan dUTPdigoxigenin
nick end-labelling (TUNEL). Membran mitokondria, aktivitas caspase
9, konsetrasi Ca2+ dan oksigen reaktif spesies dianalisa
menggunakan metoda immunouorescent. Aconitase 2 (ACO2),
microtubulus berhubungan dengan rantai ringan 3 (LC3) dan level
beclin-1 dievaluasi menggunakan reaksi balik transkripsi polymerase
chain reaction dan/atau analisa western blot. Pemaparan dari sel
A549 cells adalah 150 lg/mL LPS untuk 324 h menghasilkan adanya
konsentrasi dan tergantung dari induksi kematian sel. Apoptosis sel
diperkirakan sekitar 77% penyebabnya adalah LPS. Konsentrasi
propofol (5150 lmol/L) secara dependent menghambat induksi kematian
sel yang diakibatkan oleh LPS yang merupakan pencetus kematian pada
sel A549 ( Xiaoxia Gu et al, 2012).Tsuchiya et al. menemukan bahwa
propofol bersama protein kinase C dapat memodulasi apoptosis.
Terapi propofol ditemukan mengaktifkan kedua permukaan sel kematian
pada jalura reseptor (caspase cascade) seiring dengan jalur
mitochondrial. Pada penelitian ditemukan bahwa terapi propofol pada
sel manusia promyelocytic leukemia HL-60 menyebabkan adanya
inhibisi pada pembentukan dari badan apoptosis. Kesimpulan dari
perubahan yang terjadi ini menjadikan propofol sebagai terapi
pilihan yang dapat dipertimbangkan. Kerusakan dan kematian sel
muncul ketika terjadi adanya ketidakseimbangan antara pembentukan
radikal bebas dan sistem pengumpulan didalam sel. Radikal bebas
menyebabkan kematian melalui interaksi dengan membran sel. Propofol
ditemukan memiliki antioksidan yang dapat menggaransi selama
timbulnya periode post operatif untuk menghindari kerusakan lebih
lanjut dari kerusakan sel yang tertunda. Sagara et al. menemukan
bahwa strees oksidatif merupakan pencetus terbentuknya kematian
neuron yang di obeservasi pada gangguan saraf degeneratif dan
neurotrauma. Penelitian ini menunjukan bahwa propofol merupakan
obat hebat karena memiliki antioksidan yang dapat melindungi sel
yang rusak dari stress oksidatif, rendah toksisitas, dan
permeabilitas melewati blood brain barrier (BBB) (Sagara et
al,1999).
2.3. PEMERIKSAAN BEDAH MAYAT DARI PENYALAHGUNAAN PROPOFOL2.3.1.
Jenis Spesimen PemeriksaanSpesimen dikumpulkan pada saat postmortem
adalah rambut, otot, lemak, otak, tulang bahkan larva atau serangga
yang menempel pada mayat. Pada beberapa kasus ditemukan adanya knot
dari kelenjar tiroid dan tanda skives pada sendi. Hemoragik di
sekitar pembuluh darah kecil dalam jaringan lemak, edema pulmo,
edema otak, pembengkakan ringan fatty liver dan plak pada arteri
koroner telah terdeteksi. Berdasarkan pemeriksaan toksikologi pada
kasus tertentu ditemukan penyebab kematian mendadak akibat depresi
pernapasan setelah injeksi secara cepat (Made, 2008).2.3.2. Metoda
Pemeriksaan
Dalam pengumpulan spesimen dokter forensik memberikan label pada
masing-masing bungkus/wadah dan menyegelnya. Label seharusnya
dilengkapi dengan informasi: nomer indentitas, nama korban, tanggal
atau waktu otopsi, nama spesimen beserta jumlahnya. Pengiriman dan
penyerahan spesimen harus dilengkapi dengan surat berita acara
menyeran spesimen, yang ditandatangani oleh dokter forensik.
Toksikolog forensik yang menerima spesimen kemudian memberikan
dokter forensik surat tanda terima, kemudian menyimpan
sampel/spesimen dalam lemari pendingin freezer dan menguncinya
sampai analisis dilakukan. Prosedur ini dilakukan bertujuan untuk
memberikan rantai perlindungan/pengamanan spesimen (chain of
custody). Penyiapan sampel yang baik sangat diperlukan pada uji
pemastian identifikasi dan kuantifikasi, terutama pada teknik
kromatografi. Karena pada umumnya materi biologik merupakan materik
yang komplek, yang terdiri dari berbagai campuran baik senyawa
endogen maupun senyawa eksogen xenobiotika. Penyiapan sampel
umumnya meliputi hidrolisis, ekstraski, dan pemurnian analit.
Prosedur ini haruslah mempunyai efesiensi dan selektifitas yang
tinggi (Made, 2008).Uji Penapisan Screening test, Uji pemastian
confirmatory test Data temuan hasil uji penapisan dapat dijadikan
petunjuk bukan untuk menarik kesimpulan bahwa seseorang telah
terpapar atau menggunakan obat terlarang. Sedangkan hasil uji
pemastian (confirmatory test) dapat dijadikan dasar untuk
memastikan atau menarik kesimpulan apakah sesorang telah
menggunakan obat terlarang yang dituduhkan. Pernyataan ini
terdengar sangatlah mudah, namun pada praktisnya banyak faktor yang
mempengaruhi (Febriansyah, 2013). Screening dasar dari
penyalahgunaan obat dan psikotropika menggunakan immunoassayTriage8
Panel (Biosite Diagnostics, San Diego, CA). Screening untuk dasar,
asam, dan netralisir obat pada urin dan lambung menggunakan gas
chromatographymass spectrometry (GC-MS) (6890 dipasangkan dengan
5973N; Agilent Technologies, Palo Alto, CA). Alkohol pada darah
femoral dianalisa dengan head space gas chromatography dengan
detektor pembakar ionisasi HS-GC/FID (7890A FID 7694E HS; Agilent
Technologies). Identifikasi dan kuantitatif dengan GC-MS pada darah
dan lambung menggunakan alkaline, neutral, dan cairan asam,
ekstraksi cairan pada jaringan lemak menggunakan metoda yang sama.
Jumlah total lebar rambut adalah 8 cm, namun hanya segmen proksimal
rambut (02 cm) yang dapat dianalisa secara limit sekitar 2 bulan
terakhir setelah kematian. Rambut pertama dibersihkan, pulverized,
dan diekstraksi menggunakan methanol yang dipanaskan sebelum
analisis GC-MS. Ethaverine (1 mg/mL) ditambahkan sebagai standard
internal dari seluruh ekstraksi. Sampel nonbiologi (needles, residu
pada 250 mL drip, residu pada 100 mL drip, menggunakan syringes,
cairan putih pada asbak) juga diserahkan untuk analisa toksikologi.
Sejumlah methanol yang sudah ditetapkan ukurannya secara perlahan
di masukan ke dalam jarum suntik atau drip dan kemudian ditambahkan
dengan sejumlah ethaverine yang sudah ditetapkan ukurannya sebagai
standar internal dan diinjeksikan kedalam GC-MS (Colluci et al,
2013). Data temuan hasil uji penapisan dapat dijadikan petunjuk
bukan untuk menarik kesimpulan bahwa seseorang telah terpapar atau
menggunakan obat terlarang. Sedangkan hasil uji pemastian
(confirmatory test) dapat dijadikan dasar untuk memastikan atau
menarik kesimpulan apakah sesorang telah menggunakan obat terlarang
yang dituduhkan (Made, 2008).2.4. TINDAKAN OTOPSI DAN PEMERIKSAAN
TOKSIKOLOGI DALAM ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
Pengertian otopsi adalah pemeriksaan medis terhadap mayat dengan
membuka rongga kepala, leher, dada, perut dan panggul serta bagian
tubuh lain bila diperlukan, disertai dengan pemeriksaan jaringan
dan organ tubuh di dalamnya, baik secara fisik maupun dengan
dukungan pemeriksaan laboratorium. Pelaksanaan otopsi seperti
pengertian di atas mendapat istilah baru yaitu otopsi
konvensional.Di Indonesia otopsi forensik tidak merupakan keharusan
bagi semua kematian, namun sekali diputuskan oleh penyidik perlunya
otopsi maka tidak ada lagi yang boleh menghalangi pelaksanaannya
(pasal 134 KUHAP dan pasal 222 KUHP), dan tidak membutuhkan
persetujuan keluarga terdekatnya (Dedi, 2009). Sedangkan
Toksikologi forensik adalah salah satu dari cabang ilmu forensik.
Menurut Saferstein yang dimaksud dengan Forensic Science adalah the
application of science to low, maka secara umum ilmu forensik dapat
dimengerti sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan
tertentu untuk penegakan hukum dan peradilan.Tugas toksikolog
forensik adalah membantu penegak hukum khususnya dalam melakukan
analisis racun baik kualitatif maupun kuantitatif dan kemudian
menerjemahkan hasil analisis ke dalam suatu laporan (surat, surat
keterangan ahli atau saksi ahli), sebagai bukti dalam tindak
kriminal (forensik) di pengadilan. Lebih jelasnya toksikologi
forensik mencangkup terapan ilmu alam dalam analisis racun sebagai
bukti dalam tindak kriminal, dengan tujuan mendeteksi dan
mengidentifikasi konsentrasi dari zat racun dan metabolitnya dari
cairan biologis dan akhirnya menginterpretasikan temuan analisis
dalam suatu argumentasi tentang penyebab keracunan dari suatu kasus
(Dedi, 2009). Sampel dari toksikologi forensik pada umumnya adalah
spesimen biologi seperti cairan biologis (darah, urin, air ludah),
jaringan biologis atau organ tubuh. Preparasi sampel adalah salah
satu faktor penentu keberhasilan analisis toksikologi forensik
disamping kehadalan penguasaan metode analisis instrumentasi.
Berbeda dengan analisis kimia lainnya, hasil indentifikasi dan
kuantifikasi dari analit bukan merupakan tujuan akhir dari analisis
toksikologi forensik. Seorang toksikolog forensik dituntut harus
mampu menerjemahkan apakah analit (toksikan) yang diketemukan
dengan kadar tertentu dapat dikatakan sebagai penyebab keracunan
(pada kasus kematian). Interpretasi akan menjadi benar secara
ilmiah apabila didasarkan pada data analisis yang valid, dan harus
didukung oleh pemahaman ilmu toksikologi-farmakologi,
farmakokinetik, biotransformasi yang baik. Untuk mendapatkan data
analisis yang valid/sahih, harus dilakukan validasi terhadap semua
prosedur analisis dan mengevalasi sumber-sumber yang mungkin
memberikan kesalahan analisis (Made, 2008).Salah satu kasus yang
popular saat ini adalah kematian Michael Jackson. Penyalahgunaan
obat oleh Michael Jackson berkembang menjadi isu hangat di kalangan
profesional medis. Kematiannya sama anehnya seperti penampilan dan
kehidupannya. Dia meninggal di ruangan, dengan beberapa barang
seperti tabung oksigen, IV drip, juga beberapa botol obat.
Gambar 7 . Kematian King of Pop akibat propofol. Sumber
Http://henridumas.blogspot.com
Beberapa saat setelah kematiannya, perhatian tertuju pada
propofol yang sepertinya telah digunakannya secara intravena oleh
dokter pribadinya di subuh menjelang hari-hari terkhirnya. Laporan
toksikologi segera menunjukkan bahwa propofol sebagai satu-satunya
penyebab kematian MJ. Sebenarnya hanya dua kasus selama ini yang
tercatat akibat meninggal karena kecanduan propofol. Pertama,
seorang laki-laki Amerika yang membelinya via e-bay, lalu
memakainya dengan drip untuk bunuh diri. Kedua, seorang laki-laki
dari Berlin yang mendapatkannya dari klinik hewan, dia pura-pura
menggunakannya untuk hewannya (Henri, 2010). Sebenarnya terlepas
dari penyalahgunaan propofol pada orang awam, selama ini
penyalahgunaan propofol hanya terbatas pada profesional medis,
terutama oleh ahli anestesi dan perawat-perawat. Di luar itu semua,
hal ini menunjukkan bahwa hampir semua obat ini beredar tanpa
regulasi yang baik. Obat beredar bebas untuk kalangan medis dari
provider kesehatan maupun perusahaan farmasi langsung. Meski, obat
ini sangat kuat membuat ketergantungan dan potensial lethal.
Beberapa dosis saja cukup untuk menghentikan jantung dan menekan
pernafasan, lalu membawa pengguna ke dalam kondisi koma yang tidak
dapat pulih kembali (Henridumas, 2010). Mengevaluasi efek
farmakologi dan patofisiologi mengenai intoksikasi propofol
merupakan tantangan bagi para ahli toksikologi dan patologis
forensik. Para ahli harus mengutamakan pentingnya pemeriksaan
toksikologi pada setiap kematian mendadak dari seseorang yang
termasuk dalam proses pemeriksaan medikolegal. Penyalahgunaan
propofol dalam dunia forensik belum sepenuhnya di publikasikan,
hanya terdapat beberapa informasi saja yang ada berdasarkan laporan
mengenai penyalahgunaan propofol dan ketergantungan obat tersebut.
Berdasarkan beberapa penelitian, yang memiliki insiden terbesar
terkena penyalahgunaan obat terlarang adalah seorang ahli anastesi
karena sangat mudah mendapatkan obat yang sering digunakan sebagai
terapi klinis ini. Berdasarkan efek kerja obat ini sangat pendek,
penyalahgunaan dari obat ini dapat mudah diminimalisasikan
(Gabriella et al, 2009).
10