Tema : Education in the 21st Century: Knowledge, Professionalism, and Values Subtema : Language and Culture ERROR ANALYSIS LANGUAGE STUDIES AT USER LANGUAGE IN RESTAURANT by: Dr. Hindun* UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA [email protected]/ [email protected]Abstract Speaking in Indonesia that is good and right become a must for Indonesia citizens who upholding the sound of the third from the sumpah pemuda. Systematic language reflects the way a person thinks coherently. Know the use of the languages spoken in the capital of culinary connoisseurs into interesting things that can be researched. Through qualitative methods, the use of the language in three houses packed with a diverse range of speakers can be classified a level is cleared. The theory of error analysis language used (Selinker, L. ;1975 dan W. Nelson Francis; 1958) will peel away a variety of findings about the use of language errors. The results of this study describes the use of the language of culinary connoisseurs with an error rate of different language. Errors in the morfofonemik process (the process of change, the addition of phonemes, and removal of phonemes) became the most findings in the study. Keywords: lovers of culinary, restaurants, study anakes, morfofonemik
12
Embed
Tema : Education in the 21st Century: Knowledge ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42669/2/HINDUN... · orang dua, dan –Di belakang sendiri. Padahal secara tatabahasa
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Tema : Education in the 21st Century: Knowledge, Professionalism, and Values
Subtema : Language and Culture
ERROR ANALYSIS LANGUAGE STUDIES AT USER LANGUAGE IN RESTAURANT
Terdapat empat sumber kesalahan berbahasa yaitu: (1) dialek idiosinkratik; (2) over
generalization (penyamarataan berlebihan); (3) penerapan kaidah yang tidak sempurna; (4)
salah menghipotesiskan konsep.
Proses morfofonemik merupakan proses yang terjadi pada suatu morfem akibat
pertemuan morfem dengan morfem lainnya. Ada juga yang mengartikan sebagai gejala
berubahnya fonem sebagai akibat bergabungnya beberapa morfem (biasanya afiks dan morfem
dasar). Banyak definisi yang dikemukakan oleh pakar bahasa, di antaranya adalah pendapat W.
Nelson Francis (1958) bahwa, “morfofonemik mempelajari variasi-variasi yang tampak pada
struktur fonemik alomorf-alomorf sebagai akibat pengelompokkan menjadi kata.”2 Senada
dengan pendapat tersebut yakni “morfofonemik merupakan studi tentang perubahan-perubahan
fonem yang disebabkan hubungan dua morfem atau lebih serta pemberian tanda-tandanya”,
Samsuri (1982:28).
III. METODOLOGI
Penelitian kualitatif digunakan oleh peneliti untuk melihat fokus penelitian yakni para
pengguna bahasa dengan penutur yang berada di area kuliner yaitu warung bakso, warung
makan Mie Aceh dan Rumah Makan Betawi Bu Een. Menjamurnya usaha yang merupakan
wira usaha dari masyarakat ini tentunya dibatasi oleh peneliti dan hanya sampel saja pilihan
tersebut agar penelitian lebih spesifik dan hasilnya bisa mendeskripsikan maksud dari tujuan
penelitian ini.
Pilihan pada warung bakso menjadi bagian yang menarik, karena selain sebagai cemilan
yang mengenyangkan, bakso menjadi suguhan yang digemari oleh banyak kalangan. Tua
maupun muda menyukai bakso, bahkan anak-anak pun senang melahap bakso, baik yang
berkuah maupun digoreng atau dengan berbagai varian olahan dalam memasaknya.
Selanjutnya, warung makan Mie Aceh menjadi target penelitian ini karena banyak mahasiswa
atau dosen yang sering mendatangi warung ini untuk makan siang atau makan malam, maka
penutur atau pengguna bahasa menjadi sorotan dalam penelitian di area kuliner ini. Adapun
yang ketiga yakni Rumah Makan Betawi Bu Een menjadi incaran lidah orang Jakarta yang
ingin menyantap masakan khas Betawi sebagaimana menjamurnya rumah makan-rumah
makan daerah lainnya sebagai bisnis dalam masyarakat di era modern ini. Mitra tutur sebagai
pengguna bahasa menjadi bagian yang masuk dalam penelitian ini.
IV. PEMBAHASAN
A. Pengumpulan data di warung Mie Aceh
Orang 1 : “Aku Mih Aceh goreng.” Orang 2 : “Mih Aceh goreng biasa.” Orang 3 :” kakak, nasi goreng biasa apa pake telur?” Orang 4 : “Minumnya laen ya?”
2 W. Nelson Francis. The Structure of American English (with a chapter on American English dialects by Raven I. McDavid, Jr)(New York: Ronald Press, 1958)
Orang 3 : “kakak berarti pake telor ya?” Orang 5 : “Saya sama kaya Lukman” orang 3 : “Kak Rahmi apa?” Orang 1 : “Mih Aceh goreng” Orang 3 : “Fahmi apa?” Orang 5 : “Nasi goreng Melayu biasa.” Orang 1 : “Kenapa HP gue yang di situ?” Orang 6 : “Sekarang jamannya sosmed.” Orang 2 : “Mana passwordnya?” Orang 5 : “Di group belom ada?” Orang 5 : “Belum ada.” Orang 6 : “Nasi kari telor apaan?” Orang 5: “Nasi kari tuh, bumbunya doang yang kari. Jadi telornya dikuah sama bumbu kari.” Orang 6 : “Pataya apa?” Orang 5: “Pataya itu nasi goreng yang udah dibalut sama telor dadar. Jadi telor dadar dalemnya nasi
goreng.” Orang 6 : “Kalo nasi goreng melayu apa?” Orang 5: “Nasi goreng yang ada cengkoknya, eh bercanda nasi goreng kampung pake bumbu melayu.” Orang 5 : “Berarti ini tempat makan Aceh ya?” Orang 5: “Iya. Orang Singapore kerja samanya sama orang Aceh, jadi nama-namanya enggak dari Aceh
semua.” Orang 6 : “Canay apa?” Orang 5 : “Itu roti canay.” Orang 6 : “Nasi kari ayam berarti pake ayam?” Orang 5 : “Iya, pake ayam.” Orang 3 : “Yang tadi bahasa apa?” Orang 5 : “Bahasa Aceh.” Orang 2 : “Bahasa Aceh jauh dari Bahasa Indonesia ya?” Orang 5 : “Jauhlah.” Orang 2 : “Kalo melayu?” Orang 5 : “Kalo melayu agak kena sedikit.” Orang 3 : “Kak, mau mie Aceh goreng biasa apa telor?” Orang 1 : “Yang biasa.” Orang 2 : “Kemarin kamu ikut lomba pop?” Orang 3 : “Iya.” Orang 2 : “Udah diumumin?” Orang 3 : “Udah kayanya.” Orang 2 : “Menang gak?” Orang 3 : “Enggak liat pengumumannya.” Orang 2 : “Ah boong! Pasti juara satu” Orang 3 : “Enggak, kayanya enggak juara deh.” Orang 6 : “Yang bagus buat suara mangga apa apel ya?” Orang 2 : “Enggak boleh es kan kak.” Orang 3 : “Kamu pengen apa?” Orang 2 : “Aer putih anget.” Orang 1 : “Mau es teh manis vi? Nutrisari ada enggak?” Orang 4 : “Ada kayanya.” Orang 3 : “Semuanya nih es teh manis? Siapa aja yang es teh manis?” Orang 1 : “Aku ada tugas observasi psikologi agama, pertanyaannya aneh-aneh deh, bagaimana cara
mempertahankan keyakinan anda dalam beragama?, sejak akapan anda beragama?, apa paktor anda beragama?”
Orang 4 : “Terus, mereka jawabnya?” Orang 1 : “Belom” Orang 4 : “Belum dimulai? Kapan?” Orang 1: “Belom, kayanya minggu depan. Itu pengganti UTS, sekarang banyak banget tau, UTS enggak
ada yang tulis.” Orang 4 : “Iya sama, jadi jatohnya kaya praktek.” Orang 5 : “Kak, kalo ketahuan telornya pecah gimana kak?” Orang 6 : “Kena sanksi” Orang 5 : “Oh, itu udah dimusyawarahin duluan ya kak?” Orang 6 : “Iya, kemarin ada yang minta bantuan ke saya, dia adek kelas.” ANALISIS:
a. Kesalahan dalam kosa kata:
Mih = mie (tiga kali)
Pake = pakai (lima kali)
Laen = lain (satu kali)
Telor = telur (lima kali)
Kayak = seperti (lima kali)
Gue = saya/aku (satu kali)
Jaman = zaman (satu kali)
Belom = belum (tiga kali)
Udah = sudah (empat kali)
Dalem = dalam (satu kali)
Kalo = kalau (empat kali)
Sama = dengan (satu kali)
Diumumin = diumumkan (satu kali)
Liat = lihat (satu kali)
Pengen = pingin (satu kali)
Aer putih anget = air putih hangat (satu kali)
Paktor = faktor (satu kali)
Banyak banget = banyak sekali (satu kali)
Jatoh = jatuh (satu kali)
Praktek = praktik (satu kali)
Gimana = bagaimana (satu kali)
Dimusyawarahin = dimusyawarahkan (satu kali)
Adek = adik (satu kali)
b. Klasifikasi Analisis Kesalahan Berbahasa
NO KLASIFIKASI ANAKES
TEMUAN DATA
SEHARUSNYA PENJELASAN JUMLAH
1. F O N
Mih mie Penutur mengucapkan kata ‘mih’ dengan penambahan lafal konsonan /h/, seharusnya penutur melafalkan /iә/ sebagai bagian akhir dalam mengucapkan kata ‘mie’.
3 X
2. Jaman Zaman Penutur melafalkan huruf konsonan /j/ pada awal kata, seharusnya huruf konsonan /z/ sebagai konsonan awal dalam mengucapkan kata ‘zaman’.
1 X
3. O L O G I
Paktor Faktor Penutur melafalkan huruf konsonan /p/ pada awal kata, seharusnya penutur melafalkan huruf konsonan /f/ sebagai konsonan awal dalam mengucapkan kata ‘faktor’.
1 X
4. Laen Lain Kata ‘lain’ dilafalkan oleh penutur dengan huruf vokal /e/ pada pertengahan kata, seharusnya penutur melafalkan huruf vokal /i/
1 X
5. Belom Belum Pengucapan kata ‘belum’ dilafalkan dengan huruf vokal /o/ pada pertengahan kata, seharusnya penutur melafalkan huruf vokal /u/
3 X
6. Dalem Dalam Penutur melafalkan huruf vokal /ә/ pada pertengahan kata, seharusnya penutur melafalkan huruf vokal /u/ sebagai huruf vokal tengah dalam mengucapkan kata ‘dalam’.
1 X
7. Pengen ingin Penutur melafalkan huruf vokal /e/ pada pertengahan kata, seharusnya penutur melafalkan huruf vokal /i/ dan tidak menambahkan konsonan /p/ di awal kata tersebut
1 X
8. Jatoh jatuh Penutur melafalkan huruf vokal /o/ pada pertengahan kata, seharusnya penutur melafalkan huruf vokal /u/ sebagai huruf vokal tengah dalam mengucapkan kata ‘jatuh’.
1 X
9. adek adik Pengucapan kata ‘adik’ memakai huruf vokal /e/ pada pertengahan kata, seharusnya penutur melafalkan dengan huruf vokal /i/
1 X
10. Aer putih Air putih Penutur melafalkan huruf vokal /e/ pada pertengahan kata, seharusnya penutur melafalkan huruf vokal /i/ sebagai huruf vokal tengah dalam mengucapkan kata ‘air’.
1 X
11. Praktek Praktik Kata ‘praktik’ lah yang sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia yang baku. Penutur sering melafalkan dengan ‘praktek’.
1 X
12. Gue saya Ragam lisan yang sangat sering dipakai oleh penutur, sehingga mengesampingkan pelafalan kata ‘saya’ atau kata ganti ‘aku’ dan menggantinya dengan kata ‘gue’.
1 X
1.
Udah Sudah Kesalahan dalam proses morfofonemik (proses penghilangan fonem). Seharusnya penutur mengucapkan kata
4 X
M O R F O L O G I
itu dengan tidak menghilangkan salah satu fonem yakni /s/ di awal kata.
2. Liat Lihat Kesalahan dalam proses morfofonemik (proses penghilangan fonem). Seharusnya penutur mengucapkan kata itu dengan tidak menghilangkan salah satu fonem yakni /h/ di tengah kata.
1 X
3. Anget Hangat Kesalahan dalam proses morfofonemik (proses penghilangan fonem). Seharusnya penutur mengucapkan kata itu dengan tidak menghilangkan salah satu fonem yakni /h/ di awal kata & tidak mengubah fonem /a/ menjadi fonem /ә/ menjadi [angәt].
1 X
4. Banyak Banget
Sangat banyak atau banyak sekali
Frasa numeria yang menunjukkan jumlah, diganti dengan kata ‘banget’ (ragam lisan penutur B-1 Bahasa Betawi)
1 X
B. Pengumpulan data di warung bakso
Berikut ini percakapan saat pesanan bakso sudah datang.
Dwi : Lu mah gak pakai kecap ya, Rum?
Rumi : Iya, gue gak demen kecap. Gue tiap makan bakso atau soto atau yang berkuah
gak suka kecap.
Dwi : Gue kebalikannya, justru gue suka banget.
Rumi : Yah lupa bilang, gue bakso kecil ajah. Ya udah deh.
Dwi : Yah gue juga lupa, Rum.
Rumi : Selaw aja gapapa.
Rumi : Perasaan kita mah gak pernah bosen yak ama bakso.
Dwi : Iya hahaha…
Rumi : Bakso di mana juga hayoo…
Dwi : Eh gue bingung nih ntar liburan.
Rumi : Sama gue juga.
Dwi : Si Khusnul udah bilang belum?
Rumi : Bilang apaan?
Dwi : Dia kan mau belajar make-up ama lu.
Rumi : Ouh iyaa… yuk lah daripada gue di rumah gabut.
Dwi : Okeeee sip.
Rumi : Eh gue mau tambah minuman dah.
Dwi : Ya udah pesen aja, tuh mbanya.
Rumi : Mba saya pesen es teh manis satu lagi, ya.
Penjual : Baik, Mba.
Dwi : Lah! lu gak abis?
Rumi : Iya gak suka gue telornya, nih buat lu ajah.
Dwi : Lah! kenapa emang?
Rumi : Gue emang kurang suka bakso telor, lebih suka urat.
Dwi : Kocak dah, kenapa tadi gak bilang?
Rumi : Lupa he...he...he..., udah terlanjur.
Dwi : Ya udah sini.
Rumi : Ama bubur tuh gue juga.
Dwi : Kenapa emang?
Rumi : Gak tau ga suka ajah, waktu gue dirawat kan gue gak makan nasi ya, Wi.
Dwi : Terus gimana?
Rumi : Nah gue dipaksa makan bubur ama dokternya biar bisa minum obat.
Dwi : Terus?
Rumi : Gue baru makan sesuap terus langsung minum. Jadi, tiap sesuap minum.
Dwi : Itumah kembung jadinya pasti rum.
Rumi : Nah jadinya gue muntah, Wi. Obatnya keluar lagi. Jadi, akhirnya gue cuma
dari inpusan doang.
Dwi : Ya Allah, Rum.
ANALISIS:
Kesalahan lokal yang ditemui dari data di atas yakni percakapan kesebelas, kedua
puluh delapan, dan ketiga puluh enam. Sebagaimana pendapat Burt and Kiparsky,
“kesalahan lokal adalah kesalahan yang mempengaruhi sebuah unsur dalam kalimat yang
biasanya tidak menganggu komunikasi secara signifikan, karena kesalahan-kesalahan ini
hanya terbatas pada suatu bagian kalimat saja.”3
Percakapan urutan kesebelas (11) “Sama gue juga.”
Kalimat tersebut menggunakan dua kata yang memiliki makna yang senada yaitu
‘sama’ dan ‘juga’, sehingga termasuk ke dalam kesalahan lokal. Seharusnya: “Saya
juga.”
Percakapan urutan kedua puluh delapan (28) “Ama bubur tuh gue juga.”
Penggunaan kata “ama” dan “juga” secara berbarengan kurang tepat. Seharusnya:
“saya juga tidak suka bubur.” Kata ‘tuh’ sebagai ragam lisan yang menjadi pelengkap
kalimat sebenarnya merujuk kepada kata tugas “itu”.
Percakapan urutan ketiga puluh enam (36)
“Jadi, akhirnya gue cuma dari inpusan doang.”
Penggunaan kata “jadi” dan “akhirnya” secara berbarengan kurang tepat. Sejenis
dengan penggunaan kata “cuma” dan “doang” secara berbarengan juga kurang tepat.
Seharusnya: “Jadi, saya hanya mendapat nutrisi atau makanan untuk energi fisik dari
infusan.”
C. Pengumpulan data di Rumah Makan Betawi Bu Een
Berikut ini percakapan pewawancara dan penikmat kuliner.
“apa aja” seharusnya “apa saja”, “gak tahu” seharusnya “tidak tahu”. Di sini tampak sekali
penutur memakai kata dasar sehingga singkat-singkat sekali diksi yang digunakannya. Dalam
anakes disebut “zeroisasi (kontraksi) yakni penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya
penghematan pengucapan. Hal tersebut digunakan dalam situasi yang tidak resmi sehingga
seringkali penutur menyingkat atau memperpendek ujarannya.”4
Tuturan berikutnya yakni “liat rasanya” seharusnya “lihat” (fonem /h/ dihilangkan
oleh penutur). Kata yang menyertai “lihat” lebih tepat jika digunakan kata “tampilan sop nya”
atau “aroma rasanya” karena kata “lihat” berkaitan dengan sesuatu yang dilihat, bukan dirasa,
4 Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), h. 136
sehingga lebih koheren atau padu dalam merangkai kelompok kata tersebut apabila diganti
dengan yang lebih tepat, misalnya “cicipi rasanya”.
Berikutnya adalah “ujan begini” seharusnya “hujan seperti ini” dan “anget-anget”
seharusnya “hangat-hangat”, penutur menghilangkan fonem /h/ di awal kata. Lalu kata “pedes”
seharusnya “pedas” (fonem /a/ menjadi fonem /ə/ ). Adapun kata “nyos” menggambarkan
sebuah ekspresi dari penutur yang memberi makna bahwa dia sangat senang atau sangat puas
dengan sajian rasa yang dihadirkan oleh rumah makan ini. Oleh karena itu, kata itu dilafalkan
penutur sebagai tambahan kata nikmat sehingga menjadi “nikmat nyos”. Padahal apabila
penutur memakai kata “nikmat sekali” sudah mewakili ungkapannya.
Terakhir yaitu “gak ada” seharusnya “tidak ada”, “Tuh, udah abis saya” seharusnya
“saya sudah habis” atau “sudah saya habiskan sop nya” (sambil menunjuk mangkuk sop
tersebut). Penutur melafalkan nya dengan menempatkan kata “saya” di bagian akhir dengan
kata lain salah letak dalam menyusun unsur –unsur kalimat.
V. HASIL PENELITIAN
A. Simpulan
Rumah makan merupakan tempat umum yang menjadi salah satu tujuan singgah
sebagian masyarakat untuk bersantai dan sejenak beristirahat mencicipi kuliner dengan
fokusnya melihat penggunaan bahasa para pecinta kuliner yang bervariasi. Rumah
makan Aceh, warung bakso dan Rumah Makan Betawi Bu Een menjadi contoh tempat
yang banyak dikunjungi masyarakat yang di dalamnya terjadi interaksi komunikasi
antar pengguna bahasa.
Kesalahan dalam proses morfofonemik (proses perubahan fonem, penambahan fonem, dan penghilangan fonem) menjadi temuan terbanyak dalam penelitian ini. Contohnya
“hujan” menjadi “ujan”, “hangat” menjadi “anget”, “habis” menjadi “abis”, “lihat”
menjadi “liat”, “sudah” menjadi “udah”, dsb.
B. Saran
Menggunakan bahasa Indonesia yang tidak terkontaminasi dengan bahasa daerah atau
B-1 ( bahasa ibu) bagi sebagian masyarakat Indonesia adalah hal yang sulit, karena
lingkungan pengguna bahasa yang bervariasi asal daerah dan budayanya. Untuk itulah
berupaya selalu menggunakan bahasa Indonesia di setiap kesempatan berkomunikasi
agar sebagai bahasa persatuan negara kita terwujud di berbagai lapisan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Burt, M. and C. Kiparsky. The Gooficon: A Repair Manual for English Rowley, Newbury