Top Banner
1 Telaah Kurikulum Pendidikan di Indonesia saat ini dihadapkan pada tantangan global dan pendidikan abad 21 yang mengharuskan pendidikan di Indonesia berbenah agar dapat sejalan dengan perkembangan dunia dimasa yang akan datang. Tantangan pendidikan abad 21 tidak hanya dihadapkan pada penguasaan pengetahuan secara kongnitif akan tetapi harus dibarengi dengan teknologi yang berkembang pesat. Secara universal pendidikan dewasa ini dipahami sebagai sebuah upaya sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi positif yang dimiliki manusia. Pengembangan potensi ini meliputi sekurang-kurangnya tiga aspek utama, yaitu: kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotorik (keterampilan). Pada perkembangannya lebih lanjut, Howard Gardner mengemukakan teori kecerdasan ganda ( multiple intelligence theory) (Gardner, 1983). Teori ini mengatakan bahwa sekurang-kurangnya ada delapan kecerdasan yang secara potensial dimiliki oleh manusia. Pendidikan modern, proses pengembangan potensi dan penanaman nilai yang dilakukan senantiasa dilakukan dengan memperhatikan aspek- aspek perkembangan fisik, psikis dan sosial peserta didik. Oleh karenanya perencanaan mengenai apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya merupakan hal penting yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari rangkaian kegiatan pendidikan. Salah satunya adalah perencanaan pengembangan kurikulum, yang pada awalnya hanya fokus pada materi yang akan diajarkan. Kesadaran akan pentingnya perencanaan kurikulum mengemuka setelah para ahli dan praktisi pendidikan menyadari bahwa kegiatan pendidikan yang baik harus direncanakan dengan baik. Terlebih setelah ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang secara signifikan, pendidik dihadapkan pada persoalan banyaknya ragam materi yang dirasa penting untuk disampaikan. Oleh karena itu, kurikulum pada awalnya dipahami PENGANTAR
52

Telaah Kurikulum

Jan 18, 2016

Download

Documents

M Naufal Afifi

Materi Kuliah Telaah Kurikulum
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Telaah Kurikulum

1

Telaah Kurikulum

Pendidikan di Indonesia saat ini dihadapkan pada tantangan global

dan pendidikan abad 21 yang mengharuskan pendidikan di Indonesia

berbenah agar dapat sejalan dengan perkembangan dunia dimasa yang

akan datang. Tantangan pendidikan abad 21 tidak hanya dihadapkan

pada penguasaan pengetahuan secara kongnitif akan tetapi harus

dibarengi dengan teknologi yang berkembang pesat. Secara universal

pendidikan dewasa ini dipahami sebagai sebuah upaya sadar dan

terencana untuk mengembangkan potensi positif yang dimiliki manusia.

Pengembangan potensi ini meliputi sekurang-kurangnya tiga aspek

utama, yaitu: kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotorik

(keterampilan). Pada perkembangannya lebih lanjut, Howard Gardner

mengemukakan teori kecerdasan ganda (multiple intelligence theory)

(Gardner, 1983). Teori ini mengatakan bahwa sekurang-kurangnya ada

delapan kecerdasan yang secara potensial dimiliki oleh manusia.

Pendidikan modern, proses pengembangan potensi dan penanaman

nilai yang dilakukan senantiasa dilakukan dengan memperhatikan aspek-

aspek perkembangan fisik, psikis dan sosial peserta didik. Oleh karenanya

perencanaan mengenai apa yang akan diajarkan dan bagaimana

mengajarkannya merupakan hal penting yang menjadi bagian tidak

terpisahkan dari rangkaian kegiatan pendidikan. Salah satunya adalah

perencanaan pengembangan kurikulum, yang pada awalnya hanya fokus

pada materi yang akan diajarkan.

Kesadaran akan pentingnya perencanaan kurikulum mengemuka

setelah para ahli dan praktisi pendidikan menyadari bahwa kegiatan

pendidikan yang baik harus direncanakan dengan baik. Terlebih setelah

ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang secara signifikan, pendidik

dihadapkan pada persoalan banyaknya ragam materi yang dirasa penting

untuk disampaikan. Oleh karena itu, kurikulum pada awalnya dipahami

PENGANTAR

Page 2: Telaah Kurikulum

2

Telaah Kurikulum

sebagai sebuah upaya untuk menyeleksi bahan pelajaran yang harus

diajarkan kepada peserta didik.

Pemaknaan kurikulum secara terbatas tersebut tercermin antara lain

oleh sebuah pertanyaan mendasar yang diajukan oleh Herbert Spencer

“What knowledge is of most worth?” (Spencer, 1955). Pertanyaan yang

nampak sederhana ini memiliki implikasi yang besar dalam dunia

pendidikan, karena jawaban atas pertanyaan tersebut akan berbeda jika

ditanyakan kepada orang yang berbeda.

Yang pasti, keberadaan ilmu tentang kurikulum telah membantu para

pelaku dan pengambil kebijakan pendidikan untuk melakukan

perencanaan secara lebih sistematis guna memperoleh hasil pendidikan

yang optimal. Di dunia akademik, wacana tentang kurikulum tidak hanya

berputar pada materi yang harus diajarkan, tetapi telah menjadi sebuah

sub disiplin ilmu yang menjadi kajian para akademisi. Salah satu

contohnya adalah diterbitkannya buku Curriculum Developmen karya

Laurie Brady pada tahun 1995.

Seiring dengan berkembangnya berbagai disiplin ilmu pengetahuan,

ilmu pendidikan pun mengalami perkembangan. Berbagai studi terhadap

pola pengembangan kurikulum yang dilakukan semakin meningkatkan

efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Di samping itu, berbagai

perubahan yang terjadi di lingkungan pendidikan dan di masyarakat juga

memiliki implikasi yang terkadang cukup signifikan terhadap perubahan

kurikulum. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kurikulum senantiasa

mengalami perubahan dari waktu ke waktu, baik dari segi isi (konten)

maupun dari segi kemasan (pola pengembangan) nya.

Perubahan-perubahan kurikulum khususnya di Indonesia hampir

terjadi setiap tahun hal ini terjadi karena iklim pembelajaran pada masing-

masing kurikulum yang telah dikembangkan belum memberikan

perubahan yang signifikan terhadap iklim pembelajaran yang baik.

Perubahan yang terjadi tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku

utama dalam pembelajaran yakni guru dan siswa.

Page 3: Telaah Kurikulum

3

Telaah Kurikulum

Pada diskusi pertemuan pertama perkuliahan Jurusan pendidikan

biologi IAIN Mataram di kelas C dan D, diksusi berjalan dengan baik.

Pokok bahasan yang didiskusikan adalah konsep kurikulum. Dalam

peroses diskusi dutemukan berbagai pendapat tentang kurikulum itu

sendiri. Kelompok presenter mengatakan bahwa makna kurikulum itu

adalah sekelolpok mata pelajaran yang diajarkan di sekolah baik yang

bersifat bidang studi ataupun kelompok mata pelajaran yang terpadui

(istilah dalam KTSP).

Dalam pandangan kelompok presenter tersebut memang ia ketika

orang berbicara tentang kurikulum sekolah, maka makna yang seringkali

digunakan adalah sekelompok mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.

Oleh karena itu, diskusi tentang kurikulum seringkali membatasi orang

untuk berbicara tentang mata pelajaran di sekolah. Pendapat ini tentunya

tidak dijastifikasi salah, tetapi juga bukan merupakan kebenaran yang

mutlak.

Kurikulum sebagai sebuah kata yang diidentikkan dengan

pendidikan memiliki makna yang sangat beragam sesuai dengan

keberagaman latar belakang orang yang menekuni teori pendidikan.

Kurikulum memiliki makna jika dipandang seca etimologis. Kurikulum

yang dalam bahasa Inggris ditulis “curriculum” berasal dari bahasa Yunani

yaitu “curir” yang berarti “pelari”, dan “curere” yang berarti “tempat

berpacu”. Tidak heran jika dilihat dari arti harfiahnya, istilah kurikulum

tersebut pada awalnya digunakan dalam dunia Olah raga, seperti bisa

diperhatikan dari arti “pelari dan tempat berpacu”, yang mengingatkan kita

pada jenis olah raga Atletik. Sedangkan jika kurikulum dilihat dari sisi

istilah Berawal dari makna “curir” dan “curere” kurikulum berdasarkan

istilah diartikan sebagai “Jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari

mulai dari start sampai finish untuk memeroleh medali atau penghargaan”.

Pengertian tersebut kemudian diadaptasikan ke dalam dunia pendididikan

Beragam Makna Kurikulum

Page 4: Telaah Kurikulum

4

Telaah Kurikulum

dan diartikan sebagai “Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh

seorang siswa dari awal hingga akhir program demi memeroleh ijazah”

Keberagaman makna kurikulum dilihat dari berbagai kajian para ahli

salah satunya adalah Schubert, keragaman makna kurikulum dirangkum

dalam delapan wajah kurikulum atau yang dia sebut sebagai “the images

of curriculum”, yaitu: Kurikulum bermakna mata pelajaran (content or

subject matter), kurikulum bermakna program atau aktivitas terencana

(program or planned activities), kurikulum bermakna hasil belajar yang

diharapkan (intended learning outcomes), kurikulum bermakna reproduksi

budaya (cultural reproduction), kurikulum bermakna pengalaman

(experience), kurikulum bermakna tugas dan konsep tertentu (discrete

task and concept), and kurikulum bermakna agenda rekonstruksi social

(agenda for social reconstruction), dan kurikulum bermakna track yang

dilalui (curere) (Schubert, 1986: 26-33).

Hasil analisis Schubert di atas menjelaskan bahwa makna kurikulum

tidak tunggal dan sederhana. Perbedaan padangan tentang kurikulum

tidak berarti satu pandangan lebih baik atau lebih benar dari yang lain.

Berbagai definisi tersebut memiliki konteksnya masing-masing yang

dipengaruhi oleh pandangan orang terhadap teori pendidikan yang

dipercayainya. John Dewey, misalnya meyakini bahwa pendidikan adalah

proses belajar dari pengalaman yang dijumpai langsung oleh siswa. Oleh

karenanya, kurikulum menurut Dewey adalah pengalaman siswa itu

sendiri (curriculum as experience). Meski demikian, dapat juga dipahami

bahwa pengertian kurikulum juga mangalami evolusi seiring dengan

perkembangan ilmu pendidikan. Kurikulum yang secara tradisional

dipahami sebagai sekumpulan mata pelajaran, saat ini dimaknai sebagai

sebuah rencana lengkap yang mencakup berbagai komponen

pembelajaran.

Dewasa ini pengertian kurikulum yang berkembang di Indonesia

merujuk pada apa yang dituangkan dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 1 UU tersebut mendefinisikan

Page 5: Telaah Kurikulum

5

Telaah Kurikulum

kurikulum sebagai “seperangkat rencana dan pengaturan mengenai

tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai

pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

pendidikan tertentu.” (UU No 20 tahun 2003).

Selain pandangan di atas kurikulum berdasarkan para ahli dapat di

artikan sebagai berikut;

J.Galen Saylor dan William M.Alexander dalam buku Curriculum

Planning for Better Teaching and Learning (1956) menjelaskan arti

kurikulum sebagai berikut: “The Curriculum is the sum total of school‟s

efforts to influence learning, whwther in the classroom , on the

playground, or out of school”. Jadi segala usaha sekolah untuk

mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman

sekolah atau diluar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi

juga apa yang disebut kegiatan ekstra-kurikuler.

Harold B. Albertsycs dalam Reorganizing the High School Curriculum

(1965) mengandung kurikulum sebagai “ all of the activities that are

provided for students by the shcool”. Seperti halnya dengan definisi

Saylor dan Alexander, kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran,

akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan lain, didalam dan diluar

kelas , yang berada di bawah tanggung jawab sekolah. Definisi melihat

manfaat kegiatan dan pengalaman siswa diluar mata pelajaran

tradisional.

J.Lloyd Trump dan Delmas F.Miller dalam buku SecondarySchool

Improvemant (1973) juga menganut definisi kurikulum yang luas.

Menurut mereka dalam kurikulum juga termasuk metode mengajar dan

belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan

tenaga pengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan

administrasi dan hal-hal struktural mengenai waktu, jumlah ruangan

serta kemungkinan memilih mata pelajaran. Ketiga aspek pokok,

program, manusia dan fasilitas sngat erat hubungannya, sehingga tak

mungkin diadakan perbaikan kalau tidak diperhatikan tiga-tiganya.

Page 6: Telaah Kurikulum

6

Telaah Kurikulum

Smith dan kawan-kawan memandang kurikulum sebagai rangkaian

pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak , jadi

dapat disebutkan potential curriculum. Namun apa yang benar-benar

dapat diwujudkan pada anak secara individual , misalnya bahan yang

benar-benar diperolehnya, disebut actual curriculum

Seperti yang telah diungkapkan di atas bahwa arti dan makna

kurikulum memiliki banyak tapsiran tergantung dari teori belajar yang

dianutnya. Meskipun demikian pada prinsipnya bahwa keberadaan

kurikulum memiliki peranan yang sangat penting dalam proses

keberlansungan pembelajaran, hal ini dikarenakan karena kurikulum

merupakan pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran.

Page 7: Telaah Kurikulum

7

Telaah Kurikulum

Sebagai bagian dari sebuah sistem pendidikan, kurikulum memiliki

proses yang berkesinambungan. Secara sederhana, proses tersebut

dapat dirumuskan dalam sebuah siklus berikut:

Skema di atas menggambarkan bahwa kurikulum, sekurang-

kurangnya secara teoritis, dapat dipahami sebagai sebuah siklus yang

terus bergerak dan berkembang selama prose pendidikan berlangsung.

Siklus tersebut diawali dengan tahap desain. Pada tahap ini dirumuskan

pola kurikulum yang akan dikembangkan. Pola dimaksud akan

menentukan komponen-komponen kurikulum yang diperlukan, bagaimana

komponen itu dikembangkan dan hubungan antara satu komponen

dengan yang lainnya.

Berikutnya adalah tahap pengembangan. Pada tahap ini kurikulum

disusun dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang

ingin dicapai. Pengembangan kurikulum sering didefinisikan sebagai

sebuah proses pengembangan atau penyusunan komponen-komponen

kurikulum hingga siap untuk dijadikan acuan bagi guru dalam

melaksanakan tugas mereka. Kurikulum yang telah disusun dan

dikembangkan komponen-komponennya, kemudian diimplementasikan di

lembaga-lembaga pendidikan sesuai dengan pola implementasi yang

direncanakan.

Kurikulum sebagai Sebuah Proses

Inovasi/

improvement

Desai

n

Pengembanga

n

Implementas

i Supervis

i

Evaluas

i

Page 8: Telaah Kurikulum

8

Telaah Kurikulum

Selanjutnya, untuk memastikan kesesuaian antara kurikulum yang

diimplementasikan dengan konsepnya, maka supervisi menjadi bagian

penting dari siklus ini. Setelah itu kurikulum dievaluasi guna memastikan

bahwa kurikulum yang telah diimplementasikan dapat mengantarkan

siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Lalu pada gilirannya, hasil

evaluasi ini menjadi bahan untuk pengembangan kurikulum pada waktu

berikutnya.

Perlu dipahami bahwa siklus di atas merupakan penyederhanaan

dari sebuah rangkaian proses kurikulum yang sesungguhnya terjadi di

lembaga-lembaga yang terkait dengan dunia pendidikan formal. Di

samping itu perlu juga dipahami bahwa pada kenyataannya jarang sekali

perubahan kurikulum dilakukan berdasarkan hasil evaluasi. Perubahan

kurikulum yang seringkali terjadi dilakukan atas dasar tren yang

berkembang di dunia pendidikan ataupun kebijakan politik yang berimbas

ke dunia pendidikan.

Pergantian kurikulum di indonesia hampir terjadi setiap tahun dan

setiap pergantian manteri pendidikan, ini menunjukkan bahwa kurikulum

kita dikembangakan atas dasar tren dan ikut-ikutan, dan yang paling

menonjol adalah kebijakan politik. Tentunya pengembangan dan

perubahan ini jelas tidak didasarkan atas hasil kajian dan evaluasi yang

sesuai. Kenyataan ini tentunya berimbas pada dunia pendidikan kita.

Page 9: Telaah Kurikulum

9

Telaah Kurikulum

Secara umum fungsi kurikulum adalah sebagai alat untuk

membantu peserta didik untuk mengembangkan pribadinya ke arah tujuan

pendidikan. Kurikulum adalah segala aspek yang mempengaruhi peserta

didik di sekolah, termasuk guru dan sarana serta prasarana lainnya.

Kurikulum sebagai program belajar bagi siswa, disusun secara sistematis

dan logis, diberikan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan

tertentu.

Mc. Neil (1990) menjabarkan isi kurikulum memiliki empat fungsi yaitu :

Fungsi pendidikan umum (common and general education)

Merupakan fungsi untuk mempersiapkan anak didik agar menjadi

anggota masyarakat yang bertanggung jawab , menjadi warga negara

yang baik dan bertanggung jawab. Karena itu kurikulum harus

memberikan pengalaman belajar kepada anak didik agar mampu

menginternalisaasi nili-nilai dalam masyarakat, memahami hak dan

kewajibannya sebagai anggota masyarakat dan makhluk sosial, Fungsi

ini harus ada dan diikuti setiap siswa di semua jenis dan jenjang

pendidikan.

Fungsi Suplementasi (supplementation)

Kurikulum harus dapat memberikan pelayanan kepada setiap siswa

sesuai dengan perbedaan kemampuan, minat, maupun bakat yang

ada pada diri masing-masing siswa. Setiap siswa berhak menambah

wawasan yang lebih baik sesuai dengan minat dan bakatnya. Siswa

yang meiliki kemapuan di atas rata-rata haraus terlayani sehingga

dapat mengembangkan kemampuannya secara optimal, sebaliknya

siswa berkemampuan di bawah rata-rata juga harus terlayani sesuai

dengan kemampuannya.

Fungsi Eksplorasi (exploration)

Kurikulum harus dapat menemukan dan mengembangkan minat dan

bakat masing-masing anak didik, sehingga diharapkan anak didik

Fungsi Kurikulum

Page 10: Telaah Kurikulum

10

Telaah Kurikulum

dapat belajar sesuai dengan minat dan bakatnya tanpa ada paksaan.

Fungsi ini merupakan pekerjaan yang tidak mudah, karena terkadang

berlawanan dengan kenyataan, bahwa sering ada pemaksaan dari

pihak-pihak tertentu, seperti orangtua, untuk memilih suatu pilihan

yang sebenarnya tidak sesuai dengan minat dan bakat siswa. Para

pengembang kurikulum harus dapat menggali bakat dan minat anak

didik yang terkadang tersembunyi.

Fungsi keahlian (specialization)

Kurikulum berfungsi untuk mengembangkan kemampuan anak didik

dengan keahliannya yang didasarkan atas minat dan bakat anak didik.

Kurikulum harus dapat memberikan pilihan berbagai bidang keahlian,

seperti perdagangan, pertanian, industri atau disiplin akademik.

Dengan bidang-bidang pilihan tersebut anak didik diharapkan memiliki

keterampilan sesuai dengan bidangnya. Untuk itu dalam

pengembangan kurikulum perlu melibatkan para ahli atau spesialis

untuk menentukan kemampuan yang harus dimiliki anak didik yang

sesuai dengan bidang keahliannya.

Alexander Inglis, dalam bukunya Principle of Secondary Education

(1918), mengatakan bahwa kurikulum berfungsi sebagai fungsi

penyesuaian, fungsi pengintegrasian, fungsi diferensiasi, fungsi persiapan,

fungsi pemilihan, dan fungsi diagnostik.

Fungsi Penyesuaian ( The Adjutive of Adaptive Function)

Individu hidup dalam lingkungan. Setiap individu harus mampu

menyesuaikan diri terhadap lingkungannya secara menyeluruh.

Karena lingkungan sendiri senantiasa berubah dan bersifat dinamis,

maka masing-masing individupun harus memiliki kemampuan

menyesuaika diri secara dinamis pula. Di balik itu, lingkungan pun

harus disesuaikan dengan kondisi perorangan. Di sinilah letak fungsi

kurikulum sebagai alat pendidikan, sehingga individu bersifat well-

adjusted.

Page 11: Telaah Kurikulum

11

Telaah Kurikulum

Fungsi Integrasi (The Integrating Function)

Kurikulum berfungsi mendidik pribadi –pribadi yang terintegrasi. Oleh

karena individu sendiri merupakan bagian dari masyarakat, maka

pribadi yang terintegrasi itu akan memberikan sumbangan dalam

pembentukan atau pengintegrasian masyarkat

Fungsi Diferensiasi (The Differentiating Function)

Kurikulum perlu memberikan pelayanan terhadap perbedaan diantara

setiap orang di masyarkat. Pada dasarnya, diferensiasi akan

mendorong orang-orang berpikir kritis dan kreatif, sehingga akan

mendorong kemajuan sosial dalam masyarakat. Akan tetapi, adanya

diferensiasi tidak berarti mengabaikan solidaritas sosial dan integrasi,

karena diferensiasi juga dapat menghindarkan terjadinya stagnasi

sosial.

Fungsi Persiapan (The Propaedeutic Function)

Kurikulum befungsi mempersiapkan siswa agar mampu melanjutkan

studi lebih lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih jauh, misalnya

melanjutkan studi ke sekolah yang lebih tinggi atau persiapan belajar

di dalam masyarakat.Persiapan kemampuan belajar lebih lanjut ini

sangat diperlukan,mengingat sekolah tidak mungkin memberikan

semua yang diperlukan siswa atau pun yang menarik perhatian

mereka

Fungsi Pemilihan (The Selective Function)

Perbedaan (diferensasi) dan pemilihan (seleksi) adalah dua hal yang

saling berkaitan.Pengakuan atas perbedaan berarti memberikan

kesempatan bagi seseorang untuk memilih apa yang diinginkan dan

menarik minatnya.Kedua hal tersebut merupakan kebutuhan bagi

masyarakat yang menganut sistem demokratis. Untuk mengembakan

berbagai kemampuan tersebut,maka kurikulum perlu disusun secara

luas dan bersifat fleksibel

Page 12: Telaah Kurikulum

12

Telaah Kurikulum

Fungsi Diagnostik (The Diagnostic Function )

Salah satu segi pelayanan pendidikan adalah membantu dan

mengarahkan siswa untuk mampu memahami dan menerima dirinya,

sehingga dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya.Hal

ini dapat dilakukan jika siswa menyadari semua kelemahan dan

kekuatan yang dimilikinya melalui proses ekspolarasi.Selanjutnya

siswa sendiri yang memperbaiki kelemahan tersebut dan

mengembangkan sendiri kekuatan yang ada. Fungsi ini merupakan

fungsi diagnostik kurikulum dan akan membimbing siswa untuk dapat

berkembang secara optimal.Berbagai fungsi kurikulum tadi

dilaksanakan oleh kurikulum secara keseluruhan.Fungsi-fungsi

tersebut memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan

perkembangan siswa, sejalan dengan arah filsafat pendidika dan

tujuan pendidikan yang diharapkan oleh insitusi pendidikan yang

bersangkutan.

Page 13: Telaah Kurikulum

13

Telaah Kurikulum

Berdasarakan hasil kajian dan diskusi kelompok 7 kurikulum

memiliki tiga peran yang sangat penting, yakni peranan konservatif,

peranan kritis atau evluatif, dan peranan kreatif. Ketiga peran tersebut

akan di jabarjan secara mendalam sebagai berikut:

Peranan Konservatif

Salah satu tanggung jawab kurikulum adalah mentransmisikan dan

menafsirkan wariswan sosial bagi generasi muda. Dengan demikian,

sekolah sebagai suatu lembaga sosial dapat mempengaruhi dan

membina tingkah laku siswa sesuai dengan berbagai nilai sosial yang

ada dalam masyarakat, sejalan dengan peranan pendidikan sebagai

suatu proses sosial. Ini seiring dengan hakikat pendidikan itu sendiri,

yang berfungsi sebagai jembatan antara siswa selaku anak didik

dengan orang dewasa, dalam suatu proses pembudayaan yang

semakin berkembang menjadi lebih kompleks. Oleh karenanya, dalam

kerangka ini fungsi kurikulum menjadi teramat penting, karena ikut

membantu proses tersebut. Romine mengatakan bahwa:

“In sense the conservative role provides what may be called‟social cement‟. It contributes to like mindedness and provides for behaviour which is consistent with values already accepted. It deals with what is sometimes known as the core of „relevative universals”.

Dengan adanya peranan konservatif ini, maka sesungguhnya

kurikulum itu berorientasi pada masa lampau. Meskipun demikian,

peranan ini sangat mendasar sifatnya. Jika dilihat dari segi makna

pendidikan bahwa pendidikan merupakan jambatan antara masa

lampau dengan masa yang akan datang, ini menunjukkan bahwa

kurikulum sebagai salah satu trasportasi yang terencana untuk

mencapai masa yang akan datang tanpa melupakan masa

sebelumnya.

Dalam proses pembelajaran untuk dapat mencerminkan bahwa

kurikulum ini memiliki peran sebagai konservatif maka diperlukan

Peranan Kurikulum

Page 14: Telaah Kurikulum

14

Telaah Kurikulum

proses pembembelajaran dengan menghubungkan materi yang

diajarkan dengan kearifan lokal. Keraf (2002) mengatakan bahwa

kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan,

pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang

menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas

ekologis. Gobyah (2003) mengatakan kearifan lokal merupakan

perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang

ada. Dengan terintegrasinya meteri pembelajara dengan kearifan lokal

maka kebudayaan-kebudayaan daerah yang dapat membentuk

karakter peserta didik tidak akan hilang. Sebagai salah satu contoh

adalah Sabalong sama lewa, (Samawa) merupakan nasehat yang

sebaiknya diindahkan dalam praktik keseharian, yaitu membangun

dengan kesimbangan. Pendidikan adalah membangun orang,

membangun manusia, seharusnya juga samalewa, semua aspek

dibangun, yaitu sikap spritual, sikap sosial, pengetahuan, dan

keterampilan. Dalam bahasa daerah lainnya adalah Ngawi Rawi Pahu

(Dompu) yang memiliki arti Satunya Kata dan Perbuatan dalam

mewujudkan dalam mewujudkan kenyataan, dan Tatas Tuhu Trasna

(Lombok Tengah) yang memiliki arti Tatas (Mampu, arif, bijaksana,

memiliki pengetahuan dan cara pandang yang berwawasan luas serta

jauh ke depan) Tuhu ( Rajin bekerja, dinamis dalam bekerja, ulet,

sungguh-sungguh dan tidak mengenal putus asa dan memiliki

kemauan menjalankan tugas), dan Trasne (Memiliki budi pekerti luhur

jiwa kasih sayang terhadap sesama, patuh kepada ibu bapak termasuk

pada guru dan pemimpin (pemerintah) serta kepada masyarakat dan

bangsa.

Contoh lainnya adalah Penggunaan lesung dan alu di dalam

menumbuk padi menjadi beras memiliki beberapa nilai kearifan: beras

tetap sehat karena “kulit arinya yang mengandung banyak vitamin B

tidak terbuang atau terlepas, berbeda dengan pemrosesan

menggunakan mesin. Di balik itu proses yang terjadi di dalam lesung

Page 15: Telaah Kurikulum

15

Telaah Kurikulum

dan alu yang digunakan untuk menumbuk tadi, memberikan inspirasi

mengenai peran guru dalam pendidikan.

Kearifan lokal sebagai gabung nilai suci firman Tuhan dengan

berbagai nilai yang ada yang dianut. penomena alam (Ayat Kauniah)

“Ulat yang rakus untuk menjadi kupu-kupu harus melewati

fase“berpuasa” mengendalikan diri pada fase kepompong. Ayat-ayat

tertulis (Qur‟aniyah) “Qur‟an-2: 178. Wahai orang beriman diwajibkan

kepadamu berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang sebelum

kamu agar kamu menjadi orang yang bertaqwa” Sumber kajian

makalah seminar utama Prof Muslimin Ibrahim, 2014.

Peranan Kritis dan Evaluatif

Kebudayaan senantiasa berubah dan bertambah. Sekolah tidak hanya

mewariskan kebudayaan yang ada, melainkan juga menilai dan

memilih berbagai unsur kebudayaan yang akan diwariskan. Dalam hal

ini, kurikulum turut aktif berpartisipasi dalam kontrol sosial dan

memberi penekanan pada unsur berpikir kritis. Nilai-nilai sosial yang

tidak sesuai lagi dengan keadaan di masa mendatang dihilangkan,

serta diadaka modifikasi dan perbaikan. Dengan demikian, kurikulum

harus merupakan pilihan yang tepat atas dasar kriteria tertentu.

Peranan Kreatif

Kurikulum berperan dalam melakukan berbagai kegiatan kreatif dan

konstruktif, dalam artian menciptakan dan menyusun suatu hal yang

baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat di masa mendatang. Untuk

membantu setiap individu dalam mengembangkan semua yang ada

padanya, maka kurikulum menciptakan pelajaran, pengalaman, cara

berpikir, kemampuan, dan keterampilan yang baru, yang memberikan

manfaat bagi masyarakat.

Ketiaga peran kurikulum tersebut harus berjalan secara seimbang,

atau dengan kata lain terdapat keharmonisan diantara ketiganya. Dengan

demikian, kurikulum dapat memenuhi tuntutan waktu dan keadaan dalam

membawa siswa menuju kebudayaan masa depan.

Page 16: Telaah Kurikulum

16

Telaah Kurikulum

Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia

ataupun binatang, yang memiliki susunan anatomi tertentu. Unsur atau

komponen-komponen dari anatomi kurikulum yang utama adalah: Tujuan,

isi atau materi, proses atau sistem penyampaian dan media, serta

evaluasi. Keempat komponen tersebut berkaitan erat satu sama lain.

Suatu kurikulum harus memiliki kesesuauian atau relevansi.

Kesesuaian ini meliputi dua hal. Pertama kesesuaian antara kurikulum

dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi, dan perkembangan masyarakat.

Kedua Kesesuaian antar komponen-komponen kurikulum, yaitu isi sesuai

dengan tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga

evaluasi sesuai dengan proses, isi dan tujuan kurikulum

(Sukmadinata, 2012)

Tujuan

Dalam kurikulum atau kegiatan pembelajaran , tujuan memiliki

peranan yang sangat penting, karena tujuan akan mengarahkan

semua kegiatan pembelajaran dan mewarnai komponen-komponen

kurikulum lainnya. Tujuan kurikulum dirumuskan berdasarkan dua hal.

Pertama,perkembangan tuntutan, kebutuhan dan kondisi masyarakat.

Kedua, didasi oleh pemikiran-pemikiran dan terarah pada pencapaian

nilai-nilai filosofis, terutama falsafah negara. Kita mengenal berbagai

rumusan tujuan pendidikan, misalanyatujuan pendidikan nasional,

tujuna institusional, tujuan mata pelajaran, tujuan pembelajaran, dll.

Berikut ini beberapa contoh tujuan Pendidikan:

Berdasarkan pasal 3 Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003,

adalah: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa keapada Tuhan Yang Maha

Komponen-komponen Kurikulum

Page 17: Telaah Kurikulum

17

Telaah Kurikulum

Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Tujuan Institusional, Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan

dasar dan menengah dirumuskan mengacu pada tujuan umum

pendidikan. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan

kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta

keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih

lanjut.

Tujuan mata pelajaran, misal Biologi SMA. Dalam Permendiknas

no. 47 tahun 2008 tentang standar isi, mata pelajaran biologi

bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

Membentuk sikap positif terhadap biologi dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain

Mengembangkan pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis

Mengembangkan kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip biologi

Mengembangkan penguasaan konsep dan prinsip biologi dan saling keterkaitannya dengan IPA lainnya serta mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri

Menerapkan konsep dan prinsip biologi untuk menghasilkan karya teknologi sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia

Meningkatkan kesadaran dan berperan serta dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Tujuan Instruksional, misal dalam kurikulum 1975 dikenal dengan

istilah TIU dan TIK. Dalam KTSP dikenal istilah SK, KD, Indikator

dan tujuan pembelajaran, sedangkan dalam kurikulum 2013

dikenal dengan istileh Kompetensi Inti (KI), Indikator dan tujuan

pembelajaran

Tujuan-tujuan pembelajaran dibedakan berdasarkan atas

beberapa kategori, sesuai dengan perilaku yang menjadi

Page 18: Telaah Kurikulum

18

Telaah Kurikulum

sasarannya. Gagne dan Briggs mengemukakan lima kategori

tujuan, yaitu intelectual skills, cognitive strategies, verbal

information, mottor skills and attitudes ( 1974.hlm.23-24) dalam

Sukmadinata ( 2012: 103). Bloom mengemukakan tiga kategoroi

tujuan pembelajaran sesuai domein-domein perilaku, domein

kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Bahan Ajar

Sekuens Bahan Ajar

Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan,

diperlukan bahan ajar. Bahan ajar tersusun atas topik-topik dan sub-

subtopik tertentu. Tiap topik atau subtopik mengandung ide-ide pokok

yang relevan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Topik-topik atau

subtopik tersebut tersusun dalam sekuens tertentu yang membentuk

suatu sekuens bahan ajar. Ada beberapa cara untuk menyusun

sekuens bahan ajar, yaitu:

Sekuens kronologis. Untuk bahan ajar yang mengandung urutan

waktu, dapat digunakan sekuens kronologis. Peristiwa-peristiwa

sejarah, perkembangan historis suatu institusi, penemuan-

penemuan ilmiah dan sebagainya dapat disusun berdasarkan

sekuens kronologis.

Sekuens kausal. Masih berhubungan erat dengan sekuens

kronologis adalah sekuens kausal. Siswa dihadapkan pada

peristiwa-peristiwa atau situasi yang menjadi sebab pendahulu dari

sesuatu peristiwa atau situasi lain. Dengen mempelajari sesuatu

yang menjadi sebab terdahulu dari sesuatu atau peristiwa, maka

akan ditemukan akibat dari sebab itu.

Sekuens Struktural. Bagian-bagian bahan ajar sutu bidang studi

atau mata pelajaran telah mempunyai struktur tentu. Misal dalam

mapel Fisika tidak mungkin mengajarkan alat-alat optik, tanpa

terlebih dahulu mengajarkan pemantulan dan pembiasan cahaya,

dan pemantulan dan pembiasan cahaya tidak mungkin diberikan

Page 19: Telaah Kurikulum

19

Telaah Kurikulum

sebelum diberikan materi tentang cahaya. Masalah cahaya,

pemantulan pembiasaan, dan alat-lat optik tersusun secara

struktural.

Sekuens logis dan Psikologis. Bahan ajar disusun berdasarkan

urutan logis dari bagian menuju pada keseluruhan, dari yang

sederhana kepada yang kompleks, tetapi menurut sekuens

psikologis sebaliknya dari keseluruhan menuju pada bagian, dari

yang komplek kepada yang nyata. Menurut sekuens logis bahan

ajar disusun dari dari yang nyata kepada yang abstrak, dari benda-

benda kepada teori, dari fungsi kepada struktur, dari masalah

bagaimana kemasalah mengapa.

Sekuens spiral. Dikembangkan oleh Bruner (1960). Bahan ajar

dipusatkan pada topik atau pokok bahan tertentu. Dari topik atau

pokok tersebut bahan diperluas dan diperdalam. Topik tersebut

adalah sesuatu yang populer dan sederhana, tetapi kemudian

diperluas dan diperdalam dengan bahan yang lebih kompleks.

Rangkaian ke belakang, ( backward chaining ), dikembangkan oleh

Thomas Gilbert ( 1962). Dalam sekuens ini mengajar dimulai

dengan langkah terakhir dan mundur kebelakang. Contoh

pemecahan masalah yang bersifat ilmiah, meliputi lima langkah,

yaitu: (a) Pembatasan maslah, (b) Penyusunan hipotesis, (c)

pengumpulan data, (d) Pengetesan hipotesis, (e) Interpretasi hasil

tes. Dalam pembelajarannya dimulai delangan langkah (e),

kemudian guru menyajikan data tentangsesuatu maslah dari

langkah ( a) sampai (d), dan siswa diminta untuk membuat

interpretasi hasilnya (e).

Sekuens berdasarkan hirarki belajar.Model ini dikembangkan oleh

Gagne ( 1965 ), dengan prosedur sebagai berikut: Tujuan-tujuan

khusus utama pembelajaran dianalisis, kemudian dicari suatu

hirarki urutan bahan ajar untuk mencapai tujuan-tujuan tersebuat.

Hirarki tersebut menggambarkan urutan perilaku apa yang mula-

Page 20: Telaah Kurikulum

20

Telaah Kurikulum

mula harus dikuasai siswa, berturut-turut sampai dengan perilaku

akhi. Gagne mengemukakn 8 tipe belajar yang tersusun secara

hirarkis dari mulai yang paling sederhana: signal learning, stimulus-

respons learning, motor-chain learning,verbal association, multiple

discrimination, concept learning, prinsiple learning, dan problem

solving learning. (Gane, 1970:63-64) dalam Sukmadinata

(2012:107).

Strategi Pembelajaran

Pada saat menyusun sekuens suatu bahan ajar, maka juga

harus dipikirkan strategi dan metode yang sesuai untuk

menyampaikan bahan ajar yang sesuai dengan sekuens materi seperti

itu. Ada beberap strategi yang dapat digunakan dalam proses

pembelajaran. Rowntree (1974:93-97) membagi strategi mengajar itu

atas Exposition-Discovery learning dan Group- Individual Learning.

Ausebel dan Robinson (1969:43-45) dalam Sukmadinata (2012:107)

membaginya atas strategi Reciption learning – Discovery learning dan

Rote learning-Meaningfu learning.

Reception/Exposition Learning – Discovery Learning

Reciption dan exposition sesungguhnya mempunyai makna yang

sama, hanya beda dlam pelakunya. Reciption Learning dilihat dari

sisi siswa sedangkan exposition dilihat dari sisi guru. Dalam

exposition atau reciption learning keseluruhan bahan ajar

disampaikan kepada siswa dalam bentuk akhir atau bentuk jadi,

baik secra lisan amuoun secara tertulis. Siswa tidak dituntut untuk

mengolah, atau melakukan aktivitas lain keculai menguasainya.

Dalam discovery learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk

akhir atau jadi, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan

menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan,

menganalisis, mengintegrasikan, mengorganisasikan bahan serta

membuat kesimpulan.

Page 21: Telaah Kurikulum

21

Telaah Kurikulum

Rote Learning – Meaningful Learning

Dalam rote learning bahan ajar disampaikan kepada siswa tanpa

memperhatikan arti atau aknanya bagi siswa. Siswa menguasai

bahan ajar dengan menghafalnya. Dalam meaningful learning

penyampaiana bahan mengutamakan maknanya bagi siswa.

Menurut Ausebel and Robinson (1970:52-53) sesuatu bahan ajar

bermakna bila dihubungkan dengan struktur kognitif yang ada pada

siswa. Struktur kognitif terdiri dari fakta-fakta, data, konsep,

proposisi, dalil, hukum dan teori-teori yang telah dikuasai siswa

sebelumnya, yang tersusun membentuk sustu struktur dalam

pikiran anak.

Group Learning – Individual Learning

Pelaksanaan discovery learning menuntut aktivitas belajar secara

individual atau dalam kelompok-kelompok kecil. Discovery learning

dalam bentuk kelas pelaksanaannya agar sukar dan mempunyai

masalah. Pertama kemampun dan kecepatan belajar siswa tidak

sama, maka discovery hanya akan dilakukan oleh siswa yang

pandai dan cepat saja, sementara siswa yang kurang pandai atau

lambat hanya akan mengikuti atau menerima temuan-temuan anak

yang cepat. Dipihak lain anak-anak yang lambat akan menderitra

kurang motif belajar, acuh tak acuh, dan kemungkinan menjadi

pengganggu kelas. Kedua Kemungkinan untuk bekerjasama dalam

kelas besar antar siswa kemungkinan sulit untuk bisa bekerjasama.

Kerjasama hanya akan dilakukan oleh siswa-siswa yang aktif, yang

lain mungkin hanya akan menaati atau menonton. Denagan

demikian akan terjadi perbedaan yang semakin jauh antara siswa

yang cepat dengan siswa yang lambat.

Media Pembelajaran

Media pembelajaran merupakan segala macam bentuk

perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa

belajar. Rowntree (1974:104-113) mengelompokan media

Page 22: Telaah Kurikulum

22

Telaah Kurikulum

pembelajaran menjadi lima macam dan disebut Modes, yaitu interaksi

insani, realita, pictorial, simbol tertulis dan rekaman suara.

Interaksi insani, yaitu komunikasi langsung antara dua orang atau

lebih

Realita, yaitu bentuk perangsang nyata seperti orang-orang,

binatang, benda, peristiwa,dll

Pictorial, penyajian berbagai bentuk variasi gambar, diagram,

simbol bergerak ataupun tidak, dibuat diatas kertas, film, kaset, dll.

Simbol tertrulis, seperti buku teks, modul, buku paket, paket

program belajar, majalah,dll.

Rekaman suara, yaitu media dalam bentuk rekaman suara misal

kaset.

Edgar Dale dalam Rahadi ( 2003: 12) mengemukakan 10

pengalaman belajar dari yang paling konkrit sampai yang paling

abstrak ( audio visual aid ) yang disebutnya Cone of experience, atau

kerucut pengalaman.

Evaluasi Pembelajaran

Komponen utama selanjutnya setelah rumusan tujuan, bahan

ajar, strategi, dan media pembelajaran, adalah evaluasi dan

penyempurnaan.

Page 23: Telaah Kurikulum

23

Telaah Kurikulum

Evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang

telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan pembelajaran

secara keseluruhan. Tiap kegiatan akan memberikan umpan balik

dalam proses pelaksanaan pembelajaran. Umpan balik tersebut

digunakan untuk usaha penyempurnaan bagi perumusan tujuan

pembelajaran, penentuan bahan ajar, strategi, dan media

pembelajaran. Evaluasi meliputi, a) evaluasi hasil proses

pembelajaran, b) Evaluasi pelaksanaan pembelajaran

Penyempurnaan Pembelajaran

Hasil-hasil evaluasi, baik evaluasi hasil belajar, maupun

evaluasi pelaksanaan pembelajaran secara keseluruhan, merupakan

umpan balik bagi penyempurnaan-penyempurnaan lebih lanjut.

Komponen apa yang disempurnakan, dan bagaimana penyempurnaan

tersebut dilakukan ? Sesuai dengan komponen-komponen yang

dievaluasi pada dasarnya semua komponen mempunyai kemungkinan

untuk diadakan perbaiakan atau penyempurnaan. Penyempurnaan

mungkin dilakukan secara langsung begitu didapatkan suatu informasi

umpan balik, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu

bergantung pada urgensinya dan kemungkinannya mengadakan

penyempurnaan.

Page 24: Telaah Kurikulum

24

Telaah Kurikulum

Kurikulum sebagai sebuah sub-sistem pendidikan terdiri atas

berbagai komponen yang berhubungan satu dengan lainnya. Hubungan

antar komponen ini dirumuskan melalui sebuah proses desain. Tujuan

desain adalah untuk menentukan pola atau organisasi kurikulum yang

dianggap paling efektif. Untuk memulai proses desain kurikulum, Ornstein

dan Hunkins (1988) mengajukan pertanyaan: struktur kurikulum yang

bagaimana yang memungkinkan masing-masing komponen dapat

memberikan kontribusi pada kurikulum sebagai sebuah kesatuan?

Sebagaimana bervariasinya definisi, desain kurikulum juga memiliki

beragam pola. Dari pola yang beragam tersebut, secara garis besar

desain kurikulum dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu:

kurikulum yang berorinetasi pada mata pelajaran (subject-centered),

kurikulum yang berorientasi pada peserta didik (learner-centered),

kurikulum yang berorientasi pada tujuan (goal-centered) dan kurikulum

yang berorientasi pada persoalan (problem-based).

Kurikulum yang berorientasi mata pelajaran

Kurikulum yang berorientasi pada mata pelajaran adalah pola

kurikulum yang paling dahulu dikenal dalam desain kurikulum. Dengan

pola ini, kurikulum disusun berdasarkan jumlah dan jenis mata

pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. Ada beberapa

pendekatan yang digunakan dengan kurikulum pola ini, yaitu: pola

mata pelajaran terpisah (separated-subject), pola mata pelajaran

berkorelasi (correlated-subject), dan pola pengelompokkan mata

pelajaran serumpun (broad-fields).

Kurikulum yang berorientasi siswa

Perkembangan teori pendidikan yang menghendaki peran siswa yang

lebih aktif dalam proses pembelajaran memiliki implikasi pada desain

kurikulum. Banyak pakar, di antaranya John Dewey, yang

mengemukakan bahwa kurikulum seharusnya disusun berdasarkan

Desain Kurikulum

Page 25: Telaah Kurikulum

25

Telaah Kurikulum

kepentingan siswa. Ini dimaksudkan agar proses pendidikan yang

dilangsungkan benar-benar untuk kepentingan siswa, sehingga siswa

merasa terlibat (engaged) penuh dalam proses pendidikan. Beberapa

pola yang termasuk kategori ini adalah pola kurikulum berpusat pada

anak didik (child-centered) dan kurikulum berpusat pada pengalaman

(experience-centered).

Kurikulum yang berorientasi tujuan

Pola desain kurikulum yang paling populer dewasa ini adalah pola

kurikulum yang berorientasi pada tujuan. Hal ini karena pola

manajemen modern seringkali berorientasi pada hasil sebagai tujuan.

Dengan pola ini komponen-komponen kurikulum dikembangkan

dengan terlebih dahulu menentukan tujuan atau hasil yang diharapkan.

Pola yang sering digunakan untuk desain kurikulum yang berorientasi

tujuan adalah kurikulum berpusat pada tujuan (goal-oriented) dan

kurikulum berbasis kompetensi (competence-based)

Kurikulum yang berorientasi problem

Pada beberapa jenis lembaga pendidikan, seperti kedokteran, desain

kurikulum sering diorientasikan pada persoalan-persoalan yang

berkembang, dengan asumsi bahwa para peserta didik telah

menguasai ilmu-ilmu dasar yang mutlak diperlukan. Desain seperti ini

dianggap efektif karena beberapa disiplin ilmu tertentu berkembang

berdasarkan persoalan yang dihadapi dalam kenyataan. Persoalan-

persoalan itulah yang membuat seseorang menjadi ahli atau spesialis

dalam bidang tertentu. Beberapa contoh pola desain kurikulum yang

berorientasi pada problem adalah kurikulum berorientasi pada situasi

hidup (life-situations) dan kurikulum berorientasi pada rekonstuksi

sosial (social-reconstruction).

Page 26: Telaah Kurikulum

26

Telaah Kurikulum

Sebagaimana dikemukakan di atas, kurikulum terdiri atas berbagai

komponen yang tak berkaitan satu sama lain dalam menentukan arah dan

pelaksanaan proses pembelajaran. Dalam proses pengembangan

kurikulum, komponen-komponen ini dirumuskan dan dirangkai satu

dengan lainnya sehingga menjadi sebuah konsep yang integral untuk

dirujuk oleh pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran.

Dengan kata lain, pengembangan kurikulum dapat dipahami sebagai

proses perumusan komponen-komponen kurikulum dan penyusunannnya

menjadi sebuah rencana yang utuh.

Sebagaimana beragamnya makna kurikulum, pengembangan

kurikulum memiliki beberapa sudut pandang yang berbeda pula. Berikut

ini adalah berbagai teori tentang pengembangan kurikulum yang sering

digunakan:

Tyler Rationale (Linear-expert)

Tyler rationale adalah teori pengembangan kurikulum yang

paling awal dikembangkan dan dianggap paling populer. Dalam

teorinya, Tyler mengemukakan empat pertanyaan penting yang harus

dijawab dalam proses pengembangan kurikulum. Empat pertanyaan ini

sekaligus juga merupakan langkah-langkah pengembangan kurikulum.

Keempat pertanyaan tersebut adalah:

Apa tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh sekolah?

Apa saja pengalaman pendidikan yang harus diberikan agar tujuan

tersebut dapat tercapai?

Bagaimana rencana pengalaman belajar tersebut dapat

diorganisasikan secara efektif?

Bagaimana kita memastikan bahwa tujuan yang telah ditetapkan di

atas telah tercapai?” (Tyler, 2004: 51)

Pengembangan Kurikulum

Page 27: Telaah Kurikulum

27

Telaah Kurikulum

Pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan oleh Tyler diatas

dapat diterjemahkan menjadi komponen-komponen kurikulum, yaitu:

tujuan, materi/isi, organisasi mata pelajaran/pengalaman belajar, dan

evaluasi.

Pada perkembangannya, teori Tyler ini menginspirasi banyak

ahli pendidikan yang terus mencoba merumuskan teori pengembangan

kurikulum yang dianggap paling efektif. Komponen-komponen

kurikulum pun mengalami perkembangan sehingga kurikulum menjadi

sebuah entitas yang kompleks. Hilda Taba, sebagaimana dikutip oleh

Ornstein dan Hunkins (1988: 268-269), misalnya, mengembangkannya

menjadi tujuh komponen, yaitu:

Diagnosa kebutuhan;

Perumusan tujuan;

Seleksi materi/isi;

Pengorganisasian materi;

Seleksi pengalaman belajar;

Pengorganisasian pengalaman belajar;

Evaluasi.

Kritik yang mendasar terhadap teori ini adalah bahwa kurikulum

seperti ini seringkali ditetapkan secara sepihak oleh pemegang otoritas

pendidikan. Meskipun sebenarnya baik Tyler maupun Taba tidak

pernah mengindikasikan bahwa teori ini hanya dapat diterapkan oleh

pemegang kebijakan. Namun, teori ini berkembanga ketika otoritas

pendidikan di berbagai negara sangat sentralistik, sehingga teori ini

dianggap sepihak dan kurang demokratis.

Humanistic

Menyadari akan perlunya teori pengembangan kurikulum yang

lebih membumi dan melibatkan peserta didik, Weinstein dan Fentini

(1970) mengemukakan apa yang disebut dengan kurikulum pendidikan

humanistik. Teori kurikulum yang berkembang, termasuk yang

dikemukakan oleh Tyler dan Taba, menurut Weinstein dan Fentini,

Page 28: Telaah Kurikulum

28

Telaah Kurikulum

sangat cenderung kepada aspek kognitif, sehingga hasil pendidikan

menjadi hampa nilai. Untuk itu diperlukan pola pengembangan

kurikulum yang lebih melibatkan peserta didik.

Menurut Weinstein dan Fentini, untuk menyentuh afektif siswa,

pengembangan kurikulum harus memperhatikan kepentingan dan

suara siswa, sehingga mereka merasa bahwa kurikulum tersebut

benar-benar mewakili kebutuhan mereka. Untuk itu, Weinstein dan

Fentini merumuskan langkah-langkah pengembangan kurikulum

sebagai berikut:

Memahami identitas dan kebutuhan kelompok yang akan belajar.

Mengidentifikasi kebutuhan dan kepentingan bersama

Mendiagnosa factor-faktor yang mempengaruhi sikap dan identitas

siswa

Merumuskan perilaku yang diharapkan sebagai hasil

Mengorganisasikan ide-ide

Menentukan materi pelajaran

Menentukan kemampuan belajar yang diperlukan

Merumuskan prosedur pembelajaran

Langkah-langkah tersebut mengindikasikan bahwa kurikulum

sebaiknya dikembangkan secara lokal dengan memperhatikan

kebutuhan dan keunikan peserta didik sebagai kelompok. Ini berarti

pengembangan kurikulum yang dilakukan secara sentralistik dianggap

tidak menguntungkan buat peserta didik.

Dialogis

Pelibatan siswa lebih lanjut dalam pengembangan kurikulum

dapat dijumpai pada pola pengembangan kurikulum yang dialogis.

Menurut teori ini, yang dikembangkan atas dasar pendidikan kritis

(critical pedagogy), pengembangan kurikulum yang dilakukan secara

sepihak oleh guru ataupun otoritas pendidikan lain seperti yang

berlangsung selama ini tidak menguntungkan buat siswa. Hal ini

karena siswa hanya dijadikan obyek pendidikan, yaitu orang yang

Page 29: Telaah Kurikulum

29

Telaah Kurikulum

harus menerima apa yang dirancang dan disampaikan oleh orang lain.

Padahal sebagai manusia berakal, mereka juga punya pendapat yang

harus diperhatikan. Oleh karena itu, untuk memberdayakan siswa

sebagai pembelajar sejati, mereka harus terlibat dalam pengembangan

kurikulum.

Dalam hal ini, Michael Apple, salah seorang proponent

pendidikan kritis mengatakan:

“Saya tidak melihat pengembangan dan desain kurikulum sebagai sebuah persoalan teknis yang bisa dilakukan dengan menerapkan pola-pola yang dianggap rasional. Saya lebih memahami konsep kurikulum sebagai sebuah proses mendesain sebuah lingkungan yang rumit dan berlangsung secara berkesinambungan, seperti yang dilakukan oleh para pendidik terdahulu seperti Dewey dan Huebner. Oleh karena itu saya tidak melihat kurikulum sebagai sebuah entitas, silabus ataupun mata pelajaran tertentu. Saya lebih memahami kurikulum sebagai sebuah simbolisme, materi dan lingkungan kemanusiaan yang terus menerus dikembangkan. Karenanya proses pengembangan kurikulum tidak hanya melibatkan aspek tehnik, melainkan juga estetik, etik dan etik, jika memang kurikulum diharapkan dapat merespon persoalan sosial dan individual.” (Apple, 2000:138)

Shirley Grundy mengemukakan bahwa pengembangan

kurikulum model ini tidak ditentukan dengan langkah-langkah tehnis

seperti pola lain. Ia lebih merupakan proses berkesinambungan yang

melibatkan pendidik dan peserta didik secara bersamaan. Secara

praktis, hal ini dapat dilakukan oleh penelitian tindakan (action

research). Lebih lanjut, menurut Grundy, penelitian tindakan itu

sekurang-kurangnya memerlukan langkah-langkah observasi,

refleksi, perencanaan dan aksi. (Grundy, 1987: 147)

Pola pengembangan kurikulum dalam perspektif ini nampak

lebih bermakna luas dari pola-pola yang lain. Di samping itu, karena

prosesnya yang berkesinambungan, maka dia nampak lebih fleksibel

dan hanya dapat diterapkan pada tingkat lembaga pendidikan.

Page 30: Telaah Kurikulum

30

Telaah Kurikulum

Separated Curriculum

Kurikulum ini dipahami sebagai kurikulum mata pelajaran yang terpisah

satu sama lainnya. Kurikulum mata pelajaran terpisah berarti

kurikulumnya dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang

kurang mempunyai keterkaitan dengan mata pelajaran lainnya.

Pembelajaran bentuk kurikulum ini cenderung kurang memerhatikan

aktivitas siswa, karena yang dianggap penting adalah penyampaian

sejumlah informasi sebagai bahan pelajaran dapat diterima dan dihafal

oleh siswa.

Correlated Curriculum

Kurikulum jenis ini mengandung makna bahwa sejumlah mata

pelajaran dihubungkan antara yang satu dan yang lain sehingga ruang

lingkup bahan yang tercakup semakin luas. kurikulum ini

memungkinkan substansi pembelajaran bisa lebih bermakna dan

mendalam dibandingkan dengan mata pelajaran yang terpisah-pisah.

Sebagai contoh, pada mata pelajaran kimia dapat dihubungkan

dengan mata pelajaran biologi.

Broad Fields Curriculum

Kurikulum Board Field kadang-kadang disebut kurikulum fusi. Taylor

dan Alexander menyebutkan dengan sebutan The Board Field of

Subject Matter. Board Fields menghapuskan batas-batas dan

menyatukan pelajaran yang berhubungan dengan erat. ini memiliki

keunggulan di antaranya adalah mata pelajaran akan semakin

dirasakan kegunaanya, sehingga memungkinkan pengadaan mayta

pelajaran yang kaya akan pengertian dan mementingkan prinsip dasar

generalisasi. Ada pun kelemahannya adalah hanya memberikan

pengetahuan secara sketsa, abstrak, kurang logis dari suatu mata

pelajaran.

Jenis-jenis Kurikulum

Page 31: Telaah Kurikulum

31

Telaah Kurikulum

Sebagai contoh, sejarah, geografi, ilum ekonomi dan ilmu politik

menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

Integrated Curriculum

Kurikulm terpadu merupakan suatu produk dari usaha pengintegrasian

bahan pelajaran dari berbagai macam pelajaran. Integrasi diciptakan

dengan memusatkan pelajaran pada masalah tertentu yang

memerlukan solusinya dengan materi atau bahan dari berbagai disiplin

ata mata pelajaran. Kurikulum ini memberikan kesempatan pada siswa

untuk belajar secara kelompok maupun secara individu, lebih

memberdayakan masyarakat sebagi sumber balajar, memungkinkan

pembelajaran bersifat individu terpenuhi, serta dapat melibatkan siswa

dalam mengembangkan program pembelajaran.

Page 32: Telaah Kurikulum

32

Telaah Kurikulum

Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif,

didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi.

Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum

ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan

untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan

peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi

kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam

tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari

pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil

pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah

direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan

kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan

dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang,

seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur-unsur

masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.

Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan

kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang

akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat

menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan

sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh

karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan

sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan

kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan

ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu

pengembangan kurikulum.

Dalam hal ini, Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip

pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1)

prinsip-prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan

efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus: prinsip berkenaan dengan tujuan

Prinsip Pengembangan Kurikulum

Page 33: Telaah Kurikulum

33

Telaah Kurikulum

pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip

berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan

dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan

dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan Hernawan dkk (2002)

mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :

Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di

antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi,

organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa

komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu

pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan

potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan

kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).

Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan

agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam

pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian

berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu

berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.

Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik

secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman

belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan

kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang

pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis

pekerjaan.

Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan

kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber

lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya

memadai.

Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan

kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara

kualitas maupun kuantitas.

Page 34: Telaah Kurikulum

34

Telaah Kurikulum

Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu :

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan

peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan

berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk

mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman

dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian

tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan

dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta

didik serta tuntutan lingkungan.

2. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman

karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis

pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat

istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi

substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan

pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan

dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan

seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu

pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan

oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik

untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni.

4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum

dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders)

untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan,

termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan

dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi,

Page 35: Telaah Kurikulum

35

Telaah Kurikulum

keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan

keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.

5. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup

keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata

pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan

antarsemua jenjang pendidikan.

6. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses

pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang

berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan

antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan

memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu

berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan

nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan

kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan

dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Pemenuhan prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara

penerapan satu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan kurikulum

sebelumnya, yang justru tampaknya sering kali terabaikan. Karena prinsip-

prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh atau jiwanya kurikulu.

Dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih

terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari

kurikulum . Padahal jauh lebih penting adalah perubahan kutural (perilaku)

guna memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam

pengembangan kurikulum.

Page 36: Telaah Kurikulum

36

Telaah Kurikulum

Dalam mengembangkan kurikulum banyak hal yang harus

diperhatikan dan dipertimbangkan sebelum mengambil suatu keputusan.

Apapun jenis kurikulum pasti memerlukan landasan/asas yang harus

dipegamg. Asas-asas tersebut cukup kompleks dan tidak jarang memiliki

hal-hal yang bertentangan, karenanya harus memerlukan seleksi.Falsafah

yang berlainan, bersifat otoriter, demokrasi, sekuler dan religious, akan

membawa warna yang berbeda yang dimiliki oelh suatu bangsa. Begitu

juga kalau dilihat dari perbedaaan masyarakat, organisasi bahan yang

digunakan, dan pilihan psikologi belajar dalam mengembangkan

kurikulum. Lebih lanjut akan diuraikan empat asas/landasan

pengembangan kurikulum tersebut.

Asas filosofis

Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum.

Ketika kita berbicara tetang masalah pendidikan maka kita sedang

berhadapan dengan msalah hidup dan kehidupan manusia, sebagai

mana yang dikemukakan oleh Lodge , yaitu: bahwa life is education,

and cducation is life, akan berarti bahwa seluruh proses hidup dan

kehidupan manisia itu adalah proses pendidikan. Bagaimanapun

pengertian dari pendidikan, namun masalah pendidikan adalah

merupakan masalah yang berhubungan langsung dengan hidaup dan

kehidupan manusia. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan,

kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme,

essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme.

Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran-

aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan

implementasi kurikulum yang dikembangkan.

Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati , di bawah

ini diuraikan tentang isi dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya

dengan pengembangan kurikulum.

Azaz Pengembangan Kurikulum

Page 37: Telaah Kurikulum

37

Telaah Kurikulum

Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan,

kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak

sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang

memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut

faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran

universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih

berorientasi pada masa lalu.

Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan

pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar

dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika,

sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar

substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat.

Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih

berorientasi pada masa lalu.

Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber

pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami

kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini

mempertanyakan: bagaimana saya hidup di dunia ? Apa

pengalaman itu ?

Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan

individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar

dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi

pengembangan belajar peserta didik aktif.

Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran

progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa

depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang

perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme

lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis

dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir

kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut

aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.

Page 38: Telaah Kurikulum

38

Telaah Kurikulum

Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme

merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan

Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme

memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan

Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam

pengembangan Model Kurikulum Interaksional.

Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan

keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan

kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara

eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan

berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun

demikian saat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia,

tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan

kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat

rekonstruktivisme. Landasan filosifis memberikan arah pada semua

keputusan dan tindakan manusia, karena filsafat merupakan

pandangan hidup, orang, masyarakat, dan bangsa.

Akan tetapi satu hal yang perlu diperhatikan oleh pengembang

kurikulum adalah, dalam mengembangkan kurikulum pengembang

tidak hanya menonjolkan atau mementingkan filsafat pribadinya, tetapi

juga perlu mempertimbangkan falsafah yang lain, antara lain: falsafah

Negara, falsafah lembaga pendidikan, dan stap pengajar atau

pendidikan. Hampir tidak ada pada diri seseorang yang menganut

keempat aliran tersebut bersamaan berdasarkan kondisi dan situasi

tempat yang berbeda. Seseorang bisa saja idealis dalam

melaksanakan perintah agama, realis dalam penelitian ilmiah,

pragmatis dalam menghadapi problemakemasyarakatan, dan

eksistensialis dalammerealisasikan dirinya, namun mereka tidak bisa

menggunakannya secara bersama-sama untuk satu bidang.

Page 39: Telaah Kurikulum

39

Telaah Kurikulum

Asas psikologis

Asas filosofis dan sosiologis lebih mengarah pada tujuan akhir

yang diharapkan bagi anak didik dalam kurikulum itu, pengetahuan

psikologi sangat dibutuhkan untuk membantu para penembang

kurikulum agar lebih realistic dalam memilih tujuan-tujuan,tetapi tidak

akan menentukan tujun-tujuan apa yang seharusnya. Minimal terdapat

dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu

1. psikologi perkembangan dan

2. psikologi belajar .

Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari

tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam

psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan,

pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas

perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan

perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai

bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum.

Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku

individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang

hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku

individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai

bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati

memaparkan teori-teori psikologi yang mendasari Kurikulum Berbasis

Kompetensi.

Spencer, mengemukakan pengertian kompetensi bahwa

kompetensi merupakan “karakteristik mendasar dari seseorang yang

merupakan hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan

atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi“.

Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu :

Page 40: Telaah Kurikulum

40

Telaah Kurikulum

Motif, yaitu sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara

konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu aksi.

Bawaan, yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten

berbagai situasi atau informasi.

Konsep Diri, yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang;

Pengetahuan, yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan

Keterampilan, yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik

maupun mental.

Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis

terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan.

Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada

permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan

motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat

kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan

keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal

tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan

dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.

Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa

menyoroti tentang aspek perbedaan dan karakteristik peserta didik,

Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan dan

karakteristik peserta didik yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum

Berbasis Kompetensi , yaitu :

perbedaan tingkat kecerdasan;

perbedaan kreativitas;

perbedaan cacat fisik;

kebutuhan peserta didik; dan

pertumbuhan dan perkembangan kognitif.

Asas ini berkenaan dengan perilaku manusia. Landasan

psikologis berkaitan dengan cara peserta didik belajar, dan faktor apa

yang dapat menghmbat kemuan belajar mereka selain itu psikologis

memberikan landasan berpikir tentang hakikat proses belajar mengajar

Page 41: Telaah Kurikulum

41

Telaah Kurikulum

dan tingkat-ingkat perkembangan peserta didik. Kurikulum pada

dasarnya disusun agar peserta didik dapat tumbuh dan berkembang

dengan baik ini berarti bahwa kurikulum dan pengajaran yang

dilaksanakan dengan mempertimbangkan peserta didik sebagai

peserta utama dalam proses belajar mengajar akan lebih

meningkatkan keberhasilan kurikulum, daripada kurikulum yang

mengabaikan faktor psiklogis peserta didik.

Asas sosiologis

Asas ini berkenaan dengan penyampaian kebudayaan, proses

sosialisasi individu dan rekontruksi masyrakat, Landasan sosial budaya

ternyata bukan hanya semata-mata digunaka dalam mengembangkan

kurikulum pada tingkat nasional, melainkan juga bagi guru dalam

pembinaan kurikulum tingakt sekolah atau bahkan tingkat pengajaran,

menurut Doll , sekolah mempersisapkan anak untuk kehidupan di

masyarakat kini dan yang akan datang. Agar sekolah dapat

memberikan persiapan sebaik-baiknya, maka apa ang dipersiapkan

harus sesuai dengan apa yang ada atau diharapkan oleh masyarakat.

Hal yang sulit bagi pendidikan berkenaan dengan dasar masyarakat ini

adalah sifat masyarakat yang selalu berubah. Atau yang sesuai

sekarang belum tentu tetap sesuai dengan 10 atau 20 tahun yang

akan datang.

Asas pengetahuan dan teknologi

Dasar ini berkenaan dengan materi yang akan disampaikan

dalam kurikulum. Apakah pendidikan akan memberikan pegetahuan

lama atau pengetahuan baru ? kita mengetahui bahwa pekembangan

sangat pesat, mampukah sekolah mengikuti perkembangan

pengetahuan ini untuk disampaikan pada anak. Pengetahuan mana

yang sangat uregen untuk dikuasai anak ? mengenai teknologi selain

teknologi sebagai bahan ajar dalam penyusunan kurikulum juga

teknologi berfungsi sebagai peunjang pelaksanaan pendidikan. dengan

perkembangan teknologi yang sangat pesat dapat menunjang efisiensi

Page 42: Telaah Kurikulum

42

Telaah Kurikulum

pelaksanaan pendidikan, terutama dengan mengunakan alat-alat

bantu seperti, computer, radio, televise, tape recorder, film dll.

Asas Organisatoris

Keadaaan masyarakat yang berubah-ubah dan mengalami

peruubahan yang sangat pesat, tentu akan member beban baru bagi

para pengembang kurikulum, yang berperan sebagai pembuat

keputusan dan memilih apa saja yang harus diajarkan kepada siapa.

Dalam hal ini Nasution mennyaakan bahwa ada dua masalah pokok

yang harus dipertimbangkan , yaitu:

pengetahuan apa yang harus diberikan kepada peserta didik dalam

suatu bidang studi,

bagaimana mengorganisasi bahan itu agar peserta didik dapat

mengusai dengan sebaik-baiknya.

Kalu diperhatikan secara seksama, yang paling berwenag

dalam memecahkan masalah adalah para spesialis mengenai ilmu

tersebut, dengan sayarat selalu mengikuti perkembangan ilmunya, dan

tentunya harus memehami asas filosofis, sosiologis, dan psikologis

dalam mengambil keputusan. Sementara itu para pengembang

kurikulum mempunyai tugas untuk membantu para spesialis agar

memahami spenuhnya akantugas mereka dalam menentukan

pengetahuan paling berharga tersebut. Pendekatan yang paling baik

kemungkinan adalah dengan membentuk tim yang diketuai ahli

pengembang kurikulum yang juga memiliki pengetahuan yang

memadai mengenai bidang studi tersebut.

Kemudian masalah selanjutnya adalah mengenai organisasi

bahan yang tidak kalah penting untuk diperhatikan. Nasution

mengemukakan bahwa ada bermacam cara dalam mengorganisasikan

bahan bagi keperluan pengajaran. Salah satunya adalah denga

mengorganisaskan berdasarkan: topik, tema, kronologi, konsep, isu,

logika, dan proses disiplin.

Page 43: Telaah Kurikulum

43

Telaah Kurikulum

Implementasi kurikulum adalah bagian yang paling menentukan

dalam siklus kurikulum. Ini karena seringkali kegagalan kebijakan

pendidikan yang menyangkut kurikulum terjadi bukan karena tidak

tepatnya kebijakan yang dikeluarkan, melainkan implementasinya yang

tidak tepat. Oleh karena itu, sebaik apapun kurikulum dirumuskan, tentu

tidak akan bermakna apapun bila implementasinya tidak sesuai dengan

yang direncanakan.

Banyak orang beranggapan bahwa implementasi kurikulum

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pengembangan kurikulum,

karenanya tidak perlu diperhatikan secara khusus. Padahal, implementasi

kurikulum, terlebih sebuah kurikulum baru, memerlukan berbagai pra-

kondisi baik teknis maupun non-teknis yang sangat menentukan bagi

sukses atau tidaknya sebuah kurikulum. Dalam banyak kasus,

implementasi kurikulum menghendaki adanya perubahan pemahaman,

kemampuan dan pola hubungan di lembaga-lembaga pendidikan.

Miller dan Seller (1985: 246-247) mengidentifikasi tiga makna

implementasi yang umum dipahami. Pertama, implementasi adalah

sebuah proses di mana guru menggunakan kurikulum baru di saat mereka

mengajar. Kedua, implementasi adalah sebuah proses interaksi antara

pembuat kurikulum dan guru (jika kurikulum tidak dibuat sendiri oleh guru).

Dalam interaksi ini terjadi dialog antara pembuat kurikulum dan guru

sebagai pelaksana kurikulum di lapangan. Keduanya memastikan

bagaimana kurikulum yang telah direncanakan dapat diterapkan secara

tepat dengan mempertimbangkan keadaan setempat. Ketiga,

implementasi dianggap sebagai sebuah bagian tersendiri dari siklus

kurikulum yang perlu direncanakan dan diorganisasikan secara khusus.

Pola implementasi dapat disusun dan disesuaikan dengan pola

pengembangan kurikulum yang digunakan dan kondisi di mana

implementasi itu berlangsung. Yang penting untuk diperhatikan adalah

Implementasi Kurikulum

Page 44: Telaah Kurikulum

44

Telaah Kurikulum

bahwa implementasi harus dilakukan dengan persiapan dan perencanaan

yang matang guna memastikan kurikulum yang dikembangkan tidak

menjadi sia-sia.

Page 45: Telaah Kurikulum

45

Telaah Kurikulum

Sering kita mendengar ungkapan “ganti menteri = ganti kurikulum”.

Ungkapan ini merujuk pada berbagai kebijakan mengenai kurikulum yang

sering berubah di Indonesia. Sebenarnya, perubahan kurikulum adalah

sebuah keniscayaan, mengingat perubahan-perubahan sosial-politik dan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian pesat.

Sayangnya perubahan kebijakan pendidikan seringkali, untuk tidak

mengatakan selalu, tidak diimbangi dengan kebijakan implementasi yang

jelas. Karena itu, ungkapan di atas keluar dengan nada keberatan.

Tambahan lagi, kebijakan perubahan kurikulum diambil tidak

berdasarkan hasil penelitian atau evaluasi dari kebijakan yang

sebelumnya. Hal seperti ini, yang tidak hanya terjadi di Indonesia,

diafirmasi oleh Apple (2000: xi) dengan ungkapannya yang populer

“Perubahan-perubahan yang berlangsung lama di dunia pendidikan

seringkali bukan didasarkan atas hasil kajian ahli pendidikan ataupun

peneliti, melainkan merupakan pengaruh dari gerakan-gerakan sosial

yang mendorong institusi-institusi politik, ekonomi dan budaya untuk

bergerak ke arah tertentu”

Bila kita menengok sejarah pendidikan kita, telah banyak perubahan

kurikulum dilakukan dengan menggunakan pola-pola yang berbeda.

Kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia adalah:

Kurikulum berorientasi mata pelajaran

Kurikulum CBSA (Active Learning)

Kurikulum berorientasi tujuan (+ muatan lokal)

Kurikulum berorientasi kompetensi (KBK)

Kurikulum berorientasi independensi lembaga pendidikan (KTSP)

Kelima kurikulum tersebut diberlakukan atas dasar kebijakan

pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia.

Sayangnya, sebagaimana disinggung diatas, kebijakan-kebijakan tersebut

gagal karena dua hal: Pertama, tidak ada kebijakan impelementasi yang

Kebijakan Kurikulum di Indonesia

Page 46: Telaah Kurikulum

46

Telaah Kurikulum

jelas. Kedua, lembaga-lembaga pendidikan, termasuk guru, tidak

dipersiapkan untuk menterjemahkan kebijakan itu dalam tataran praktis

yang tepat.

Contoh yang mutakhir adalah penerapan KBK dan KTSP dalam

sistem pendidikan nasional. KBK lahir sebagai upaya peningkatan kualitas

pendidikan melalui kurikulum. KBK juga merupakan upaya pemerintah

untuk mengikuti tren pendidikan di negara-negara maju yang menerapkan

kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi

menghendaki standar kompetensi minimal yang harus dikuasai peserta

didik, dengan demikian diharapkan kualitas hasil pendidikan kita memiliki

standar yang jelas. Sekolah-sekolah diharapkan dapat menyelenggarakan

proses pembelajaran yang merujuk kepada standar kompetensi tersebut.

Belum lagi Kurikulum Berbasis Kompetensi tersosialisasikan dan

terimpelementasikan dengan baik, pemerintah mengeluarkan kebijakan

tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sebenarnya antara

KBK dan KTSP tidak saling menggantikan, karena prinsipnya berbeda.

KBK adalah ketentuan mengenai kompetensi lulusan, sementara KTSP

adalah otoritas pengembangan kurikulum yang diserahkan kepada

sekolah. Tetapi karena pada kenyatannya KTSP disosialisasikan dengan

pedoman resmi yang nampak mengikat, maka seolah-olah KTSP

menggantikan KBK yang belum terlaksana.

Kurikulum KTSP pu tidak bertahan lama, pada awal tahun 2013 di

KTSP dibeberapa sekolah diganti dengan kurikulum baru yakni kurikulum

2013, pergantian inipun dianggap oleh banyak orang terburu-buru karena

KTSP belum sempurna dilaksanakan malah sudah digantikan dengan

kurikulum baru. Tidak sedikit yang menyesalkan keputusan tersebut, baik

dari kalangan guru, siswa, orangtua, maupun anggota masyarakat

lainnya. Tiga semester kurikulum 2013 berjalan pada beberapa sekolah uji

coba dan pada akhir tahun 2014 diawal pergantian menteri pendidikan

kurikulum 2013 pun putuskan untuk diganti dengan kurikulum KTSP. Hal

ini menjadi masalah yang serius di kalangan masyarakat karena

Page 47: Telaah Kurikulum

47

Telaah Kurikulum

kekhawatiran akan kembalinya pembelajaran gaya konvensional, latihan

soal, atau hanya mengacu pada buku tesk apabila menggunakan

kurikulum 2006 kembali.

Seperti dikemukakan di atas, kedua kebijakan ini tidak diiringi

dengan kebijakan implementasi yang memadai. Padahal, sebagaimana

dikemukakan oleh Miller dan Seller di atas, impelementasi bermakna

perubahan cara pandang dan kesiapan orang untuk menerima hal baru.

Sementara tidak mudah bagi pelaksana di lapangan untuk merubah

mindset dari pelaksana kurikukum menjadi penyusun sekaligus pelaksana

di tingkat sekolah.

Tinjauan Kesamaan Kurikulum dan K 13

Ditinjau dari prinsip-prinsip pembelajaran, sebetulnya tidak ada

perbedaan yang berarti antara kurikulum 2006 dengan kurikulum 2013.

Peraturan Mantri Pendidikan Nasional No.22/2006 menyebutkan bahwa

KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip antara lain;

Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan

peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan

berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk

mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman

dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian

tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan

dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta

didik serta tuntutan lingkungan.

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman

karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis

pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat

istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi

substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan

Page 48: Telaah Kurikulum

48

Telaah Kurikulum

pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan

dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antar substansi.

Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan

seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu

pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan

oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik

untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni.

Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum

dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders)

untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan,

termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan

dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi,

keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan

keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.

Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup

keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata

pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan

antarsemua jenjang pendidikan.

Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses

pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang

berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan

antara unsur-unsur pendidika`n formal, nonformal dan informal,

dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu

berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan

nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan

kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan

Page 49: Telaah Kurikulum

49

Telaah Kurikulum

dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Adapun pelaksanaan kurikulum berdasarkan pada prinsip-prinsip

pembelajaran antara lain; Aktif, kretif, efektif, dan menyenangkan;

menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar

dan teknologi yang memadai serta memanfaatkan lingkungan sekitar

sebagai sumber belajar.

Pendekatan saintifik yang kerap dipromosikan sebagai keunggulan

kurikulum 2013 sebenarnya juga telah ad adlama kurikulum 2006. Dalam

peraturan mentri pendidikan nasional no. 41/2007 tentang standar proses

disebutkan, Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar

dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan

memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan

ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai

dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta

didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis, dan sistemik melalui

proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.

Jika ditinjau antara kedua kurikulum hampir tidak ada perbedaan

yang mendasar, hanya saja beberapa istilah yang digantikan dan posisi

kompetensi yang igin dicapai. Pada kurikulum 2006 kita temukan istilah

SK, KD, Indikator dan tujuan pembelajaan, sedangkan dalam kurikulum

2013 kita temukan istilah KI, KD, Indikator, dan tujuan. Pada kurikulum

2013 istilah KI (kompetensi Inti dibagi menjadi 4 bagian yakni KI 1

(spiritual), KI 2 (Sosial), KI 3 (Kongnitif), dan KI 4 ( Psikomotor).

Page 50: Telaah Kurikulum

50

Telaah Kurikulum

Ada ungkapan bahwa “kurikulum yang terbaik adalah guru yang

cakap”. Artinya, tanpa rencana kurikulum sekalipun jika guru tahu apa

yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya, pendidikan

akan berhasil baik. Ini terbukti dengan keberhasilan lembaga-lembaga

pendidikan tradisional di masa lalu. Ungkapan itu ada benarnya, tetapi

tidak dengan sendirinya mengabaikan pentingnya arti kurikulum.

Kurikulum dibuat tidak untuk menggantikan peran seorang guru

yang cakap dan memadai, sebaliknya ia disusun untuk membantu tugas

guru dalam merancang kegiatan pembelajaran di kelas. Karena, dengan

kurikulum sekalipun, tuntutan atas kecakapan seorang guru mutlak

diperlukan untuk keberhasilan pendidikan.

Perbedaan cara pandang dalam memperhatikan persoalan

pendidikan membuat para pakar pendidikan memiliki konsep yang

berbeda mengenai kurikulum. Meski demikian, semua berorientasi pada

terwujudnya pendidikan yang berkualitas. Oleh sebab itu, selama memiliki

konsep yang jelas dan dijalankan secara konsisten, kurikulum yang baik

(tentu saja kata „baik‟ di sini bermakna relatif) dapat mengantarkan sebuah

proses pendidikan untuk memperoleh hasil yang terbaik.

Kenyataannya, kurikulum tidak bisa dilepaskan dari pengaruh politik,

baik pada level negara, daerah, bahkan hingga ke tingkat sekolah. Ini

terjadi karena pertanyaan penting yang dikemukakan oleh Spencer di

atas, yaitu “pengetahuan apa yang paling penting diajarkan kepada

anak?” dijawab secara berbeda oleh berbagai pihak. Akibatnya, kebijakan

mengenai kurikulum di berbagai level, seringkali bias dengan kepentingan

individu atau kelompok tertentu, baik pemerintah, kelompok masyarakat,

maupun orangtua. Itulah sebabnya pertanyaan Spencer di rubah menjadi

“pengetahuan siapa yang paling penting untuk diajarkan” (Apple, 2004:

xix).

Penutup

Page 51: Telaah Kurikulum

51

Telaah Kurikulum

Apple, M.W. (2004) Ideology and Curriculum. New York:

RoutledgeFalmer.

Apple, M.W. (2000) Official Knowledge: Democratic Education in a

Conservative Age New York: Routledge.

Ali, M.(1992). Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru

Badan Standar Nasional Pendidikan (2006). Panduan Penyusunan

Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar

dan Menengah. Jakarta: BSNP

Brady, L. 1995. Currculum Development. Fifth edition. New York: Prentice

Hall

Driana, E. 2014. Dua Kurikulum: 2006 dan 2013: Opini; Kompas Edisi

Senin 29 desember 2014.

Gardner, H. (1983) Frames of Mind: The theory of Multiple Intelligence.

New York: Basic Books.

Grundy, S. (1987) Curriculum: Product or Praxis? New York: The Falmer

Press.

Hamalik, Oemar (2007). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Hamalik, Oemar,H ( 2011). Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya

Miller, J.P. and Seller, W. (1985) Curriculum: Perspectives and Practice.

New York: Longman.

Nasution, S (2006). Azas-Azas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara

Ornstein, A.C. dan Hunkins, F.P. (1988) Curriculum: Foundations,

Principles and Theory. Boston: Allyn and Bacon.

Rahadi, Aristo, ( 2003 ). Media Pembelajaran, Depdiknas Dirjen dikdasmen Deroktorat Tenaga Kependidikan

Schubert, W.H. (1986) Curriculum: Perspective, Paradigm and Possibility.

New York: MacMillan.

Spencer, H. (1898) Education: Intellectual, Moral, and Physical. New York:

Appleton

Sanjaya, Wina (2009). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana

Sukmadinata, Syaodih,Nana ( 2012 ). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya

Tyler, R. W. (2004) „Basic Principles of Curriculum and Instruction‟ dalam D.J. Flinders dan S.J. Thornton (editor) The Curriculum Studies Reader. Edisi kedua. New York: RoutledgeFalmer, hal. 51-59.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional Permendiknas No. 47 Tahun 2008, Tentang Standar Isi

Referensi

Page 52: Telaah Kurikulum

52

Telaah Kurikulum

Weinstein, G. dan Fantini, M.D. (1970), Toward Humanistic Education: A Curriculum of Affect. New York: Praeger Publisher.

Makalah Kelompok 1 s/d 8. Kelas C dan D Jurusan pendidikan Biologi IAIN Mataram

https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/31/prinsip-

pengembangan-kurikulum/ file.upi.edu/.../MAKALAH_DESAIN__KURIKULUM.pdf