TEKNIK-TEKNIK HUMOR DALAM ACARA ANGKRINGAN EPISODE “PASEDULURAN NDESA” DI TVRI YOGYAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana S1 Program Studi Seni Teater Jurusan Pedalangan Oleh: Arlinda Ardiyati Fitriana NIM 13124117 FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA 2018
108
Embed
TEKNIK-TEKNIK HUMOR DALAM ACARA ANGKRINGAN EPISODE ...repository.isi-ska.ac.id/3482/1/Arlinda Ardiyanti - 13124117.pdf · DI TVRI YOGYAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TEKNIK-TEKNIK HUMOR DALAM ACARA ANGKRINGAN EPISODE “PASEDULURAN NDESA”
DI TVRI YOGYAKARTA
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana S1
Program Studi Seni Teater Jurusan Pedalangan
Oleh:
Arlinda Ardiyati Fitriana
NIM 13124117
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA
SURAKARTA 2018
Abstrak
Skripsi ini berjudul Teknik Humor Pada Acara Angkringan Episode Paseduluran Ndesa di TVRI Yogyakarta. Salah satu hal yang menarik dari acara Angkringan adalah selalu disajikan dalam bentuk humor. Penelitian ini bertujuan mengungkap permasalahan tentang 1) Bagaimana sajian program Angkringan di TVRI Yogyakarta episode Paseduluran Ndesa; 2) Bagaimana teknik-teknik humor dalam Acara Angkringan di TVRI Yogyakarta episode Paseduluran Ndesa. Kedua permasalahan tersebut dikaji menggunakan teori Victor Raskin yang berjudul Semantic Mechanisms of Humor mengenai teknik-teknik yang digunakan dalam humor. Analisis penelitian ini bersifat deskriptif dengan model analisis kualitatif, yang menggunakan teknik pengumpulan data melalui langkah-langkah observasi dan studi pustaka. Data mengenai teknik humor yang digunakan dalam program acara Angkringan Episode Paseduluran Ndesa di TVRI Yogyakarta disusun dengan cara sistematis dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, Angkringan pada mulanya bernama Obrolan Angkring yang berdiri sejak 21 April 1997. Pada tahun 2012 acara tersebut berganti nama menjadi Angkringan, dengan alasan karena sudah ada acara dengan nama Obrolan Balai Kota. Kedua, sajian Acara Angkringan episode Paseduluran Ndesa dibagi menjadi empat bagian yaitu: 1. Pengenalan para penonton yang diundang ke studio dalam bentuk interaksi antara pemain dengan penonton. 2. Adegan Dalijo dan Mbah Kenyut yang sedang beradu keahlian dalam bermain tebak-tebakan yang dilanjutkan dengan penjelasan tentang program sister village dari BPBD Kabupaten Sleman. 3. Guyonan antara pemain yaitu Pawira, Gigi, dan Trinil. Pawira berperan sebagai seorang pengajar atau seorang guru pada salah satu program kerja BPBD Kabupaten Sleman. 4. Membantu korban erupsi gunung Merapi, serta adanya penjelasan mengenai program paseduluran Ndesa oleh beberapa bintang tamu dari BKSD Sleman. Bagian ini dibuka oleh Mbah Kenyut yang mendukung Serundeng yang punya gagasan akan membantu korban erupsi gunung merapi. Hasil yang ketiga, teknik humor yang digunakan pada acara Angkringan episode Paseduluran Ndesa adalah: 1. Ridicule yaitu humor yang berisi ejekan, tertawaan, cemoohan. 2. Riddle yaitu kelompok kalimat atau kata yang disusun berupa teka teki dengan jawaban yang tidak diharapkan sehingga menimbulkan kelucuan. 3. Conundrum atau punning riddle yaitu teka-teki yang bersifat permainan kata. 4. Pun yaitu permainan kata-kata murni bukan berupa teka-teki yang ada pada beberapa kebudayaan. Kata kuncu: Teknik Humor, Angkringan, Humor
i
.
ii
iii
PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan kepada kedua orang tua saya, Bapak
Suwardi dan Ibu Sri Haryati tercinta. Demi gelar Sarjana dibelakang
namaku, kalian merelakan segala yang kalian miliki agar tercapai semua
impian dan harapan dimasa depanku. Semoga putrimu ini dapat
mewujudkan semua harapan kalian. Terimakasih Bapak, terimakasih Ibuk.
Untuk adik perempuanku, Vella Gushian Ardiyati dan adik laki-lakiku
Muhammad Fakhri Musyafa. Terimakasih selama ini, telah memberikan
do’a, semangat dan nasehat yang tiada hentinya.
Untuk teman setiaku Fani, terimakasih telah memberi semangat dalam
keadaan apapun.
Untuk Pak Rahno Triyogo pembimbingku, terimakasih atas kesabarannya
dalam membimbing karya saya hingga selesai.
Untuk teman-teman yang telah mendukungku, terimakasih semua.
iv
MOTTO
“Dia yang tahu, tidak bicara. Dia yang bicara, tidak tahu (Lao Tse).”
“Tiada doa yang lebih indah selain doa agar skripsi ini cepat selesei
(Arlinda Ardiyati Fitriana).”
“Lebih baik terlambat daripada tidak wisuda sama sekali (Arlinda).”
“Hidup adalah pengorbanan dan kesetiaan. (Arlinda Ardiyati Fitriana).”
“Mereka berkata bahwa setiap orang membutuhkan tiga hal yang akan
membuat mereka berbahagia didunia ini, yaitu ;seseorang untuk dicintai,
sesuatu untuk dilakukan, dan sesuatu untuk diharapkan.”
v
Abstrak Skripsi ini berjudul Teknik-Teknik Humor dalam Acara Angkringan Episode Paseduluran Ndesa di TVRI Yogyakarta. Salah satu hal yang menarik dari acara Angkringan adalah selalu disajikan dalam bentuk humor. Penelitian ini bertujuan mengungkap permasalahan tentang 1) Bagaimana sajian program Angkringan di TVRI Yogyakarta episode Paseduluran Ndesa; 2) Bagaimana teknik-teknik humor dalam Acara Angkringan di TVRI Yogyakarta episode Paseduluran Ndesa. Kedua permasalahan tersebut dikaji menggunakan teori Victor Raskin yang berjudul Semantic Mechanisms of Humor mengenai teknik-teknik yang digunakan dalam humor. Analisis penelitian ini bersifat deskriptif dengan model analisis kualitatif, yang menggunakan teknik pengumpulan data melalui langkah-langkah observasi dan studi pustaka. Data mengenai teknik humor yang digunakan dalam program acara Angkringan Episode Paseduluran Ndesa di TVRI Yogyakarta disusun dengan cara sistematis dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, Angkringan pada mulanya bernama Obrolan Angkring yang berdiri sejak 21 April 1997. Pada tahun 2012 acara tersebut berganti nama menjadi Angkringan, dengan alasan karena sudah ada acara dengan nama Obrolan Balai Kota. Kedua, sajian Acara Angkringan episode Paseduluran Ndesa dibagi menjadi empat bagian yaitu: 1. Pengenalan para penonton yang diundang ke studio dalam bentuk interaksi antara pemain dengan penonton. 2. Adegan Dalijo dan Mbah Kenyut yang sedang beradu keahlian dalam bermain tebak-tebakan yang dilanjutkan dengan penjelasan tentang program sister village dari BPBD Kabupaten Sleman. 3. Guyonan antara pemain yaitu Pawira, Gigi, dan Trinil. Pawira berperan sebagai seorang pengajar atau seorang guru pada salah satu program kerja BPBD Kabupaten Sleman. 4. Membantu korban erupsi gunung Merapi, serta adanya penjelasan mengenai program paseduluran Ndesa oleh beberapa bintang tamu dari BKSD Sleman. Bagian ini dibuka oleh Mbah Kenyut yang mendukung Serundeng yang punya gagasan akan membantu korban erupsi gunung merapi. Hasil yang ketiga, teknik humor yang digunakan pada acara Angkringan episode Paseduluran Ndesa adalah: 1. Ridicule yaitu humor yang berisi ejekan, tertawaan, cemoohan. 2. Riddle yaitu kelompok kalimat atau kata yang disusun berupa teka teki dengan jawaban yang tidak diharapkan sehingga menimbulkan kelucuan. 3. Conundrum atau punning riddle yaitu teka-teki yang bersifat permainan kata. 4. Pun yaitu
vi
permainan kata-kata murni bukan berupa teka-teki yang ada pada beberapa kebudayaan. Kata kuncu: Teknik Humor, Angkringan, Humor
KATA PENGANTAR
Assalamu ’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Tuhan YME, yang telah melimpahkan segala
rahmat-Nya, sehingga Tugas Akhir Skripsi dengan judul Skripsi ini berjudul
Teknik-Teknik Humor dalam Acara Angkringan Episode Paseduluran Ndesa di
TVRI Yogyakarta dapat diselesaikan dengan lancar. Tugas akhir skripsi ini
dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan S1 di Institut Seni
Indonesia Surakarta.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada beberapa pihak. Pertama penulis mengucapkan terimaksih kepada
Drs. YB. Rahno Triyogo, M.Hum. sebagai Dosen Pembimbing Tugas Akhir,
terimakasih atas bimbingan dan arahannya selama penggarapan Tugas Akhir
Skripsi ini. Kedua, penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Bagong
Pujiono, S.Sn., M.Sn. selaku ketua Program Studi Teater, terimakasih atas
pengarahan dan dukungan yang diberikan selama ini.
Selanjutnya saya tidak lupa berterimakasih kepada kedua orang tua,
adik, seluruh teman-teman dari Prodi Teater, dan teman-teman dari jurusan
lain yang sudah memberikan doa, restu, serta dukungan. Dengan
vii
tersusunnya skripsi ini, diharapkan dapat membantu memberikan informasi
akademis khususnya Prodi Teater tentang Skripsi ini berjudul Teknik-Teknik
Humor dalam Acara Angkringan Episode Paseduluran Ndesa di TVRI
Yogyakarta.
Surakarta, Januari 2019
Arlinda Ardiyati Fitriana
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………….. i
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………… ii
HALAMAN PERNYATAAN………………………………………………... iii
PERSEMBAHAN…………………………………………………………….. iv
MOTTO……………………………………………………………………….. v
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….. x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 5
E. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 6
F. Landasan Teori ......................................................................... 8
G. Metodologi Penelitian ............................................................. 11
1. Subyek dan Obyek Penelitian .............................................. 12
a. Subyek Penelitian .............................................................. 12
b. Obyek Penelitian ............................................................... 12
2. Metode Pengiumpulan Data ................................................ 13
a. Dokumentasi...................................................................... 14
ix
b. Studi Pustaka ..................................................................... 14
c. Wawancara ........................................................................ 15
3. Metode Analisis Data ............................................................ 16
H. Sistematika Penulisan .............................................................. 17
BAB II GAMBARAN UMUM OBROLAN ANGKRING ......................... 19
A. Sejarah Angkringan di TVRI Yogyakarta .............................. 19
B. Episode Paseduluran nDesa...................................................... 25
C. Para Pemain .............................................................................. 32
D. Iringan Musik ........................................................................... 33
E. Kostum ...................................................................................... 36
F. Properti ...................................................................................... 39
3. Cunundurum atau Punning .................................................... 67
4. Pun ........................................................................................... 71
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 88
A. Kesimpulan ................................................................................. 88
B. Saran ............................................................................................. 90
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 92
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Adegan Serundeng dengan Dalijo .......................................... 27
Gambar 2. Adegan Mbah Kenyut, Gigi, dan Dalijo ................................ 28
Gambar 3. Beberapa narasumber sedang berdialog ................................ 30
Gambar 4. Adegan Pawiro dan Dalijo ....................................................... 31
Gambar 5. Group Musik Gang X Yogyakarta ........................................... 36
Gambar 6. Gerobak Angkring ...................................................................... 40
Gambar 7. Dingklik ........................................................................................ 41
Gambar 8. Makanan hasil produksi korban erupsi Merapi .................... 42
Gambar 9. Keris ............................................................................................. 43
Gambar 10. Papan Tulis ............................................................................... 44
Gambar 11. Dalijo dan Serundeng menyapa penonton .......................... 45
xi
Gambar 12. Srundeng sedang berjoget di hadapan para personil
Gang X ...................................................................................... 58
Gambar 13. Adegan Humor Dalijo dan Srundeng ................................... 58
Gambar 14. Dialog antara Dalijo dan Mbah Kenyut ................................ 66
Gambar 15. Adegan dialog Dalijo dan Trinil ............................................ 71
Gambar 16. Jenis makanan buatan warga lereng Merapi ....................... 73
Gambar 17. Adegan Humor antara Srundeng dengan Dalijo ................ 77
Gambar 18. Srundeng sedang menggunakan properti keris .................. 78
Gambar 19. Adegan antara mbah Kenyut, Dalijo dan Wagirah ............ 82
Gambar 20. Adegan Wagirah alias Gigi dengan Pawiro......................... 84
Gambar 21. Adegan bersama seluruh narasumber .................................. 85
Gambar 22. Penyampiaian pesan oleh narasumber……………. ............ 85
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Humor merupakan bagian dari sebuah pertunjukan. Tujuan humor
dalam sebuah pertunjukan adalah agar penonton dapat menikmati situasi,
adegan, atau dialog yang bernuansa lucu sehingga dapat terhibur.
Kelucuan biasanya berkaitan dengan hal-hal yang tidak wajar atau tidak
umum. Yang wajar dan umum, tidak memerlukan perbaikan atau tidak
lagi menyediakan wadah untuk menjadi lucu. Hal-hal yang aneh dan
nyeleneh dapat menjadikan humor (dalam Rahmanadji, 2007: 213).
Salah satu tujuan humor adalah untuk membuat tertawa atau
menghibur orang yang mendengar atau menontonnya. Akan tetapi humor
juga digunakan untuk tujuan tertentu, seperti menyindir kebijakan
pemerintah atau pejabat, kritik sosial, dan lain sebagainya. Artinya,
humor tidak saja dimaksudkan untuk semata-mata membuat lelucon atau
orang tertawa, melainkan ada maksud dan tujuan tertentu di dalamnya.
Humor dapat menghibur penonton. Dalam menciptakan humor,
diperlukan teknik-teknik tertentu sehingga maksud humor itu sendiri
dapat sampai kepada penonton dan dapat menimbulkan tawa. Victor
Raskin (dalam Lesmana, 2010: 43-44) menyebutkan bahwa ada beberapa
2
teknik dalam mencipta humor, yaitu. ridicule, riddle, conundrum atau
punning riddle, pun, dan suppression humor atau repression humor.
Demikian pula humor yang ada di dalam pertunjukan program
acara Angkringan yang disiarkan TVRI Yogyakarta. Acara Angkringan
antara lain berisi tentang kritik sosial atau membahas tentang persoalan-
persoalan hidup masyarakat Yogyakarta, khususnya kehidupan kelas
bawah. Tema yang diangkat selalu berganti dan biasanya mengambil
fenomena atau isu-isu yang sedang berkembang. Dalam penelitian
Manggala (2015: 30) dikatakan bahwa ide dibentuknya program acara
Angkringan yaitu sejak awal kemunculannya, program acara Angkringan
selalu konsisten mengangkat satu sisi kehidupan masyarakat di daerah
Yogyakarta, serta berisi kritik sosial dengan memanfaatkan warung
angkringan, dimana warung angkringan merupakan warung yang banyak
didatangi oleh masyarakat kelas bawah. Di warung angkringan siapapun
dapat makan dan minum dengan santai sambil ngobrol mengenai apapun,
bahkan ngrasani pemerintah dengan cara yang santun. Selain itu,
pertunjukan atau sajian Angkringan juga dikemas dalam bentuk humor
sehingga memberikan nilai hiburan tersendiri bagi penonton atau
pemirsa. Dengan kata lain, acara Angkringan tidak hanya berisi tentang
pesan-pesan bagi para pemirsa melainkan juga bersifat menghibur karena
mengandung humor di dalamnya.
3
Salah satu hal yang diangkat dalam acara Angkringan adalah
mengenai kejadian bencana Gunung Merapi tahun 2014 yang menimpa
beberapa desa di daerah Yogyakarta. Kejadian atau peristiwa tersebut
diangkat dalam episode yang berjudul Paseduluran nDesa. Sebagaimana
tema-tema yang lain, sajian Angkringan episode Paseduluran nDesa juga
sarat dengan humor. Pesan yang disampaikan dalam Paseduluran nDesa
tersebut adalah kepedulian terhadap sesama khususnya bagi korban
bencana alam. Bentuk kepedulian terutama menyangkut persoalan
ekonomi. Masyarakat yang terkena bencana tentu mengalami banyak
persoalan, seperti dalam bidang pendidikan, ekonomi, sosial, dan lain
sebagainya. Anak-anak yang sekolah akan terganggu proses belajarnya,
banyak orang yang akan kehilangan pekerjaan karena tempatnya bekerja
mungkin tidak bisa digunakan lagi untuk bekerja, sementara kebutuhan
hidup tersu mendesak, serta interaksi sosial mereka juga mengalami
kendala. Dalam acara Angkringan episode Paseduluran nDesa, bentuk
kepedulian yang disampaikan antara lain dengan membuka jaringan
untuk menolong warga korban bencana secara ekonomi, misalnya ikut
menjual produk yang dihasilkan oleh warga desa korban bencana.
Angkringan sebagai tempat berjualan, bisa turut menjualkan
makanan produk warga korban bencana Merapi. Demikian juga dengan
potensi-potensi ekonomi lain seperti susu segar, dan lain-lain. Dalam
bidang pendidikan dan sosial juga disinggung dalam acara Angkringan
4
episode tersebut, akan tetapi seperti yang sudah disinggung di atas,
pesan-pesan tersebut disajikan dalam bentuk pertunjukan yang sarat
dengan humor, sehingga acara tersebut selain mengandung pesan tertentu
tetapi juga bersifat menghibur penonton. Dalam setiap episodenya,
Angkringan menghadirkan narasumber sesuai dengan tema yang
diangkat. Oleh sebab itu selain menyajikan acara yang menghibur,
program acara Angkringan juga memberikan penyuluhan, serta dapat
dikatakan sebagai program acara yang mendidik (Manggala, 2015: 29).
Penelitian ini mencoba mengungkapkan bagaimana teknik dalam
acara Angkringan episode Paseduluran nDesa yang disiartkan TVRI
Yogyakarta. Humor menjadi bagian dari pertunjukan yang memberikan
nilai hiburan tersendiri bagi penonton. Di satu sisi, Angkringan bukan
merupakan acara yang semata-mata menghibur penonton, melainkan juga
mengandung pesan-pesan tertentu yang bisa diambil manfaatnya oleh
penonton. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti pertunjukan
Angkringan episode Paseduluran nDesa yang disiarkan oeh TVRI
Yogyakarta. Penelitian ini mengambil judul “Teknik-Teknik Humor
dalam Acara Angkringan Episode Paseduluran nDesa di TVRI Yogyakarta”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka menghasilkan rumusan masalah
sebagai berikut.
5
1. Bagaimana sajian program acara Angkringan di TVRI Yogyakarta
episode Paseduluran nDesa?
2. Bagaimana teknik humor yang ada di acara Angkringan di TVRI
Yogyakarta episode Paseduluran nDesa?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan salah satu pedoman dalam kegiatan
penelitian agar dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Adapun tujuan
yang hendak dicapai penelitian ini adalah
1. Mendeskripsikan sajian program acara Angkringan di TVRI Yogyakarta
episode Paseduluran nDesa.
2. Mengetahui teknik humor yang ada di acara Angkringan di TVRI
Yogyakarta episode Paseduluran nDesa.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat pada
pambaca baik yang bersifat teoritis maupun praktis. Manfaat yang
diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai
studi analisis terhadap pertunjukan teater, khususnya yang
berkaitan dengan humor.
6
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan aplikasi
teori fungsi dan bentuk humor dalam pertunjukan teater.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian dapat menambah referensi penelitian karya teater
Indonesia dan menambah wawasan kepada pembaca mengenai
kajian humor dalam pertunjukan tater.
b. Pembaca dapat memahami teknik serta fungsi humor dalam
program Angkringan di TVRI Yogyakarta episode Paseduluran
nDesa.
E. Tinjauan Pustaka Beberapa penelitian yang membahas mengenai acara
Angkringan di TVRI Yogyakarta antara lain adalah penelitian yang
dilakukan oleh Yuli Mahmudah Sentana tahun 2014 yang berjudul Humor
Berupa Pelanggaran Maksim dalam Film RRRrrr!!!! Karya Alain Chabat.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk humor dan kualitas
humor berupa pelanggaran maksim dalam film RRRrrr!!! karya Alain Chabat.
Perbedaan dengan penelitian yang peneliti susun selain obyek penelitian pada
film adalah bentuk dan kualitas ditekankan pada pelanggaran maksim.
Jamiatut Tarwiyah tahun 2004 dengan judul “Gaya Lawakan
Pemain Kelompok Obrolan Angkring Produksi TVRI Stasiun
Yogyakarta”. Penelitian tersebut membahas mengenai gaya dalam
7
melawak para pemain tetap obrolan angkring. Akan tetapi tidak
membahas mengenai teknik humor, sehingga penelitian tersebut
berbeda dengan penelitian ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Retno Mustikawati tahun 2004
dengan judul “Faktor Kesuksesan Acara Obrolan Angkring TVRI
Stasiun Yogyakarta”. Penelitian ini merupakan studi kasus pengarah
acara pada program obrolan angkring dimana dalam penelitiannya
menggunakan 5 acuan dasar untuk melihat kesuksesan obrolan
angkring pada waktu itu. Dari ide, pengisi acara, peralatan, satuan
kerja produksi, penonton kemudian para pemain, crew dan beberapa
obyek sebagai sumber informasi memperoleh jawaban yang
dibutuhkan dalam penelitian tersebut.
Skripsi yang ditulis oleh Virgo Manggala tahun 2015 dengan
judul “Analisis Tata Artistik Berbasis Budaya Lokal Program Acara
Angkringan TVRI Stasiun Yogyakarta Episode Paseduluran nDesa”.
Penelitian ini lebih fokus pada bagaimana proses penataan artistik
program acara Angkringan serta bagaimana peran setiap elemen tata
artistik yang berbasis budaya lokal pada program acara Angkringan
episode Paseduluran nDesa.
8
F. Landasan Teori
Acara Angkringan yang disiarkan TVRI Yogyakarta sarat dengan
humor. Humor merupakan sesuatu yang lucu dan menghibur. Sartono
Mukadis (dalam Diela Maya, 2007: 8) berpendapat bahwa humor itu
suatu seni yang di dalamnya ada penjungkirbalikan nilai-nilai antara
yang serius dengan yang tak serius. Humor yang demikian oleh
Sigmund Freud mempunyai kemiripan dengan impian. Humor adalah
rangsangan yang menyebabkan seseorang tertawa atau tersenyum
dalam kebahagiaan (Wijana, 2003:37). Dalam acara Angkringan, humor
disajikan dengan menggunakan berbagai teknik, seperti riddle, ridicule,
Cunundurum, dan Pun.
Wijana (2003:37) membagi tiga aspek yang berkaitan dengan
humor, yaitu; tindakan verbal atau nonverbal yang merupakan
stimulusnya, aktivitas kognitif dan intelektual sebagai alat persepsi
dan evaluasi rangsangan itu, dan respon yang dinyatakan dengan
senyum atau tawa.
Humor merupakan salah satu jenis permainan. Oleh karena itu,
humor merupakan hasil kebudayaan masyarakat pendukungnya,
sehingga identitasnya sebagai humor dapat diberikan maknanya
sepenuhnya oleh masyarakat itu sendiri (Wijana, 2003:12).
Humor menjadi bagian dari sajian pertunjukan Angkring di
TVRI Yogyakarta. Dalam sebuah pertunjukan, humor memiliki bentuk
9
yang beragam. Berdasarkan motivasi terjadinya suatu humor, maka
humor dibagi menjadi dua yaitu unintended humor dan intended humor.
Unintended humor adalah humor yang terjadi secara alami atau
spontan. Humor ini terjadi apabila seseorang melakukan suatu
tindakan baik verbal maupun non-verbal, kemudian dirasakan oleh
yang mendengar atau yang mengamati sebagai suatu humor. Biasanya
humor jenis ini terjadi tanpa diduga-duga oleh pelaku atau pembicara,
jadi si pelaku tidak mempunyai maksud untuk melucu. (Lesmana,
2010: 43). Sedangkan intended humor adalah humor yang terjadi karena
pelaku atau pembicara memang bermaksud untuk melucu dan
berupaya untuk melucu. Jadi humor ini memang sengaja diciptakan.
Tujuannya adalah untuk mengejek, mencemooh, dan menertawakan
(Lesmana, 2010: 172).
Kedua macam bentuk humor di atas dapat diwujudkan dalam
berbagai teknik seperti ridicule, riddle, conundrum atau punning riddle,
pun, dan suppression humor atau repression humor. Ridicule yaitu humor
yang berisi ejekan, tertawaan, cemoohan dan sebagainya. Ridicule
dibagi menjadi dua yaitu non-verbal dan verbal. Ridicule yang non-
verbal tidak diungkapkan dengan kata-kata, tetapi dengan gerakan
fisik. Sebaliknya ridicule yang verbal diungkapkan dengan kata-kata.
Riddle yaitu kelompok kalimat atau kata yang disusun sehingga
berupa teka teki dengan jawaban yang tidak diharapkan sehingga
10
menimbulkan kelucuan. Conundrum atau punning riddle yaitu teka teki
yang bersifat permainan kata. Pun yaitu permainan kata-kata murni
bukan berupa teka-teki yang ada pada beberapa kebudayaan.
Suppression humor atau repression humor yaitu humor yang terjadi
karena penekanan atau penindasan. (Lesmana, 2010: 43-44).
Sementara itu, Freud (dalam Lesmana, 2010: 44)
mengungkapkan bahwa berdasarkan motivasi-nya, humor terdiri dari
comic, humor, dan wit. Comic adalah tindakan lucu yang tidak
mengandung motivasi untuk mengolok-olok, mengejek, atau
menyinggung perasaan. Kelucuannya diperoleh melalui teknik
melucu, seperti permainan kata yang berupa teka-teki..
Humor yaitu tindakan lucu yang memakai motivasi. Humor ini
dipakai untuk melepaskan emosi yang berkaitan dengan perasaan
pribadi, kesukuan, agama, dan sebagainya. Wujudnya bisa bermacam-
macam, misalnya menggoda, mengejek, atau menertawakan seseorang
(Lesmana, 2010: 44).
Wit yaitu tindakan lucu yang mempunyai motivasi tapi pada
umumnya mengandung sifat yang lebih intelek daripada humor,
sehingga membutuhkan kecerdasan serta ketangkasan berpikir secara
cepat dari mereka yang mendengar atau membacanya. Kegagalan
menangkap maksud yang terselip dalam wit akan mengakibatkan
tindakan lucu ini tidak terungkap kelucuannya (Lesmana, 2010: 44).
11
G. Metodologi Penelitian
Metode penelitian adalah cara kerja yang berdasarkan disiplin
ilmiah untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasi
fakta-fakta (Koentjoroningrat, 1981: 16). Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitik
terhadap bentuk dalam program acara Angkringan episode Paseduluran
nDesa yang disiarkan TVRI Yogyakarta. Metode kualitatif merupakan
prosedur penelitian untuk menghasilkan data deskripsi berupa kata-
kata atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati (Moleong,
2007: 1). Pendekatan ini dipilih untuk mendapatkan data kualitatif
yang objektif dan mendalam yang nantinya data hasil penelitian
tersebut dapat disajikan secara deskriptif sehingga temuan hasil
penelitian tersaji secara runtut, detail dan mendalam.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan bahasa
atau ilmu bahasa. Pendekatan ini dipilih atau digunakan karena untuk
mendapatkan data berupa kalimat atau kata-kata yang diungkapkan
oleh tokoh-tokoh dalam program acara Angkringan di TVRI
Yogyakarta. Kalimat tersebut dianalisis untuk mendapatkan data yang
berkaitan dengan teknik humor yang ada dalam acara Angkringan di
TVRI Yogyakarta.
12
1. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah program Angkringan episode
Paseduluran nDesa yang disiarkan TVRI Yogyakarta. Data
penelitian ini adalah data dari siaran televisi yaitu siaran yang
bertajuk Angkringan di TVRI Yogyakarta, khususnya pada
episode Paseduluran nDesa. Agar peneliti bisa mendapatkan data
lebih valid, maka digunakan rekaman terhadap program
tersebut. Sedangkan data lain seperti buku acuan juga
digunakan peneliti untuk mendukung jalannya penelitian, yaitu
buku tentang teori ataupun kajian-kajian teater serta wacana
humor.
b. Objek Penelitian
Siswantoro (2004: 46-47) menyebutkan bahwa objek
penelitian harus ada sebagai tindak ilmiah yang merupakan
gejala atau fenomena yang akan diteliti. Objek penelitian ini
adalah bentuk dan fungsi humor dalam program Angkringan di
TVRI Yogyakarta, khususnya dalam episode Paseduluran nDesa.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Siswantoro (2004: 55), bahwa
objek yang digunakan dalam penelitian adalah manusia baik
secara material atau formal. Objek material adalah kenyataan
yang diselidiki atau yang dibahas adalah manusia itu sendiri,
13
dalam arti manusia yang berada dalam acara Angkringan di
TVRI Yogyakarta.
Objek formal yaitu merujuk pada aspek khusus dari
objek material yang diteliti yaitu perilaku, kebudayaan
manusia, kehidupan sosial, dan sebagainya. Di dalam penelitian
ini yang menjadi objek formal adalah teknik humor yang ada
dalam acara Angkringan TVRI Yogyakarta pada episode
Paseduluran nDesa.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskripsi analitik. Akan tetapi yang menjadi pola akar utama
adalah lebih mengedepankan bentuk proses daripada muatan
keseluruhan hasil yang akan dicapai (Moleong; 2007: 30).
Pendekatan penelitian dalam hal ini bersifat kualitatif, yaitu
penelitian yang prosedurnya menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang
diamati (Moleong, 2007: 4).
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain menggunakan metode pengumpulan data dengan cara melihat
rekaman video Program Acara Angkringan Episode Paseduluran
nDesa.
14
a. Dokumentasi
Obyek penelitian ini merupakan sebuah acara yang
bertajuk Angkringan yang disiarkan oleh stasiun televisi, yaitu
TVRI Yogyakarta. Acara tersebut terekam atau terdokumentasi
sehingga peneliti tidak memerlukan observasi secara langsung
melainkan cukup dengan melihat dokumentasi atau rekaman
acara Angkringan episode Paseduluran nDesa tersebut.
Studi dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan
dengan melihat rekaman atau hasil dari dokumentasi
pertunjukan program Angkringan. Dalam hal ini peneliti
melihat rekaman program acara Angkringan episode Paseduluran
nDesa secara berulang-ulang untuk mendapatkan data yang
lebih valid dan lebih detail dalam memperoleh data yang
dibutuhkan. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah
hal-hal yang berkaitan dengan materi humor dan teknik humor
yang digunakan dalam acara Angkringan Episode Paseduluran
nDesa.
b. Studi Pustaka
Selain observasi, penulis juga menggunakan metode
kepustakaan. Metode kepustakaan adalah metode yang
digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara mencari
15
referensi yang sesuai dengan teori yang digunakan, yaitu
teknik-teknik dalam humor.
Studi pustaka dilakukan dengan memahami lebih dalam
terhadap hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan
obyek penelitian, dalam hal ini adalah teknik humor yang
digunakan dalam acara Angkringan di TVRI Yogyakarta. Di
dalam tahap studi pustaka ini, penulis menelaah tulisan-tulisan
yang memiliki relevansi dengan penelitian ini kemudian
membuat semacam resume atau rangkuman.
c. Wawancara
Pengumpulan data dalam penelitian ini juga
menggunakan metode wawancara. Menurut Arikunto (1996:
146), wawancara merupakan dialog yang dilakukan seseorang
baik langsung maupun tidak langsung dengan tujuan untuk
mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
Wawancara dilakukan untuk menggali data yang
berkaitan dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini,
seperti latar belakang atau sejarah acara Angkringan di TVRI
Yogyakarta, visi dan misi program Angkringan serta tujuan
ditayangkannya acara tersebut, dan lain sebagainya.
Wawancara dilakukan dengan cara mengalir seperti
dialog sehari-hari sehingga lebih rileks dan lebih
16
memungkinkan untuk menggali data secara leluasa dan
mengurangi suasana tegang dalam proses wawancara.
Wawancara dapat dilakukan kepada orang-orang atau
narasumber yang dianggap memiliki kapasitas memadahi
untuk memberikan data yang dibutuhkan. Informan atau
narasumber tersebut antara lain para pemain Angkringan seperti
Dalijo, Mbah Kenyut, dan Srundeng.
3. Metode Analisis Data
Analisis data adalah kegiatan yang dilakukan setelah
peneliti menyeleksi data sesuai dengan cerita yang akan diteliti
(Siswantoro, 2004: 48). Proses pengumpulan data dalam penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan metode simak dan metode
catat. Metode simak dalam penelitian ini adalah dengan menyimak
penggunaan bahasa oleh tokoh-tokoh dalam acara Angkringan
episode Paseduluran nDesa. Teknik ini bekerja dengan cara
menyimak (melihat, mendengarkan) tindak tutur ekspresif yang
digunakan oleh penutur dalam Angkringan episode Paseduluran
nDesa.
Setelah melalui proses tersebut, kemudian melakukan
pencatatan atau penggunaan metode pencatatan. Metode catat
yang dilakukan adalah dengan pencatatan yang berupa penggalan
17
tuturan humor kemudian dilanjutkan dengan klasifikasi atau
pengelompokan data dengan menggunakan alat tulis tertentu.
Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam
melakukan analisis data adalah sebagai berikut.
a. Data yang diperoleh dari pertunjukan Angkringan melalui
rekaman.
b. Data yang terkumpul ditafsirkan dan dimaknai sesuai dengan
aspek teknik humor dalam program acara Angkringan di TVRI
Yogyakarta.
c. Menganalisis data yang diperoleh dan mengklasifikasikan
berdasarkan teori.
d. Menyimpulkan hasil analisis menjadi temuan penelitian dan
saran-saran.
H. Sitematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan berisi; latar belakang permasalahan,
perumusan masalah sebagai batasan objek penelitian, tujuan dan
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode
penelitian.
BAB II : Berisi tentang pertunjukan Angkringan TVRI
Yogyakarta episode Paseduluran nDesa, latar belakang program acara
18
Angkringan, para pendukung dan pemain Angkringan, visi dan misi
program Angkringan.
BAB III : struktur sajian atau pertunjukan Angkringan episode
Paseduluran nDesa, teknik dalam acara Angkringan episode Paseduluran
nDesa.
BAB IV : Kesimpulan berisi intisari pengkajian penelitian,
penutup, saran-saran dan daftar pustaka.
19
BAB II
GAMBARAN UMUM ANGKRINGAN
A. Sejarah Program Acara Angkringan di TVRI Yogyakarta
Angkringan dalam hal ini bukanlah angkringan dalam pengertian
angkring atau gerobak. Sejarah yang dimaksud di sini adalah sejarah
program acara Angkringan di TVRI Yogyakarta. Program acara,
Angkringan merupakan salah satu paket acara di LPP TVRI Yogyakarta
yang dikemas dalam format humor dengan menggunakan bahasa daerah
(Jawa), dan setting pokok gerobak angkringan yang terdiri dari 2 dingklik1,
serta minuman dan makanan khas angkringan yaitu teh, pisang, rambak
dan aneka macam gorengan makanan lainnya, seperti keripik, mendoan,
tahu, pisang goreng dan lain sebagainya. Semua makanan di letakkan di
atas gerobak yang sekaligus berfungsi sebagai meja tempat pelanggan bisa
menikmati makan dan minum yang dipesan.
Acara Angkringan berisi tentang kritik sosial yang sedang marak
terjadi di masyarakat pada saat itu. Kritik-kritik sosial dikemas dalam
bentuk humor. Program acara Angkringan di LPP TVRI, berdiri sejak 21
April tahun 1997, dengan mengangkat judul dan tema-tema yang berbeda
dalam setiap episodenya.
1 Sejenis bangku panjang yang digunakan untuk tempat duduk para pengunjung
atau pembeli. Biasanya dingklik ini diletakkan di dua sisi gerobak atau angkringan.
20
Pada awal kemunculannya, Angkringan bernama Obrolan Angkring.
Nama acara Obrolan Angkring berubah menjadi Angkringan pada tahun
2012. Alasan perubahan nama tersebut karena pada saat yang sama TVRI
stasiun Yogyakarta mempunyai acara yang bernama Obrolan Balai Kota.
Meskipun mengalami perubahan nama acara, namun pada dasarnya
konsep acaranya tidak mengalami perubahan. Perubahan terjadi hanya
pada musik opening dan closing, yakni dari digital menjadi live nusic.
Adapun kelompok musik yang mengiringi acara Angkringan adalah Gank-
X. (wawancara Iwung pada tanggal 16 Juni 2017)
Program acara, Angkringan di LPP (Lembaga Penyiaran Publik)
TVRI Yogyakarta, digunakan oleh Humas Pemerintah Kabupaten Sleman
sebagai strategi media Humas. Dimana, Humas Pemerintah Kabupaten
Sleman melakukan kerjasama dengan pihak LPP TVRI Yogyakarta paket
acara Angkringan untuk menyampaikan informasi dan kebijakan
Pemerintah Kabupaten Sleman kepada masyarakat.
Kelebihan dari program acara, Angkringan di LPP TVRI
Yogyakarta, yang memiliki sifat khas kedaerahan dan kental dengan corak
budaya jawa, membuat masyarakat antusias dengan program acara
tersebut. Keantusiasan masyarakat itulah yang menggugah instansi
Pemerintah Kabupaten Sleman, khususnya Sub Bagian Publikasi Humas
untuk bekerjasama dengan menjadikan program acara Angkringan di LPP
TVRI Yogyakarta sebagai strategi media dalam menyampaikan informasi
21
dan kebijakan kepada masyarakat. Kerjasama tersebut mulai
dilaksanakan, dari tahun 2000 sampai dengan sekarang.
Masalah-masalah dan isu-isu yang menjadi bahasan/topik
masyarakat diangkat sebagai tema dalam program acara Angkringan dan
di dalam acara tersebut, misalnya tema mengenai “judi bola” pernah
diangkat dalam acara Angkringan dengan judul Totohan Bola yang tayang
pada tanggal 1 Juli 2018. Dalam tema tersebut, Angkringan membahas
mengenai fenomena yang ada di masyarakat yaitu, judi bola. Selain itu,
Angkringan juga pernah membahas menganai situasi politik yang sedang
berkembang di negeri ini yang diangkat dengan judul Beda Kuwi Biasa
pada tanggal 24 Januari 2016. Humas berusaha memberikan solusi dan
informasi penanggulangan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat.
Program ini merupakan cara Humas dalam upaya menjembatani antara
pemerintah dengan masyarakat.
Menyadari potensi yang besar dimiliki oleh media massa
khususnya televisi dalam penyebarluasan berita dan informasi, maka
diperlukan pemikiran tentang pemilihan media dan cara-cara
menggunakan media tersebut, sehingga benar-benar dapat dimanfaatkan
secara efektif dan efisien. Acara Angkringan mengambil latar belakang
warung angkring yaitu tempat nongkrong khas Yogyakarta dengan menu
utama sego kucing. Bagi orang Yogyakarta warung angkring selain sebagai
tempat makan juga sebagai tempat nongkrong. Ketika mereka nongkrong
22
di situlah mereka ngobrol santai. Seperti situasi sosial politik budaya
keamanan budaya, korupsi atau pun tema-tema lain yang sedang
fenomenal di masyarakat, baik tingkat lokal maupun nasional. Adapun
pengisi acara angkringan tersebut merupakan seniman-seniman lawak
yang cukup tenar di kota Yogyakarta antara lain Dalijo, Yu Beruk, Trinil,
Cenil, Sherly, Srundeng, dan Mbah Kenyut. Penampilan mereka selalu
kocak namun membawa pesan-pesan tertentu bagi para penonton.
Program acara Angkringan diproduksi setiap hari Jumat, dan
ditayangkan pada setiap hari Selasa, disiarkan pada pukul 18.00 sampai
dengan 19.00 WIB di TVRI stasiun Yogyakarta. Pada setiap episodenya,
program acara Angkringan memiliki setting properti yang tetap, yaitu
gerobak angkring.
Dalam setiap episodenya, Angkringan selalu menampilkan
bagaimana hidup bersosial dan berbudaya, serta mengajarkan ilmu-ilmu
pengetahuan dengan setting propertinya yang selalu menggunakan
gerobak angkring sebagai ikonnya. Salah satu episode yang ditayangkan
adalah Paseduluran nDesa.
Program acara Angkringan merupakan jenis program drama
komedi situasi yang mempunyai tema yang berbeda pada setiap
episodenya. Dalam setiap episodenya, Angkringan menghadirkan
narasumber yang sesuai dengan tema yang diangkat. Oleh sebab itu selain
menyajikan acara yang menghibur, program acara Angkringan juga
23
memberikan penyuluhan, serta dapat dikatakan sebagai program acara
yang mendidik. Hal ini dapat dilihat dari setiap episode yang dibawakan,
diantaranya mengenai masalah pendidikan, menjaga kebersihan
lingkungan, hingga bagaimana penonton diajak untuk hidup saling
bersosialisasi.
Angkringan merupakan satu di antara beberapa program acara
TVRI stasiun Yogyakarta yang hadir dan memberi warna tersendiri.
Program acara Angkringan menyajikan tema yang diambil lekat dengan
nilai kehidupan sehari-hari, mulai dari pentingnya hidup bermasyarakat
hingga menyoroti beragam fenomena yang sedang terjadi dalam
kehidupan bermasyrakat, tentunya tetap dibalut dengan humor yang
asyik sehingga pesannya mudah diterima dan dicerna oleh penonton.
Ide dibentuknya program acara Angkringan yaitu program acara
yang selalu konsisten mengangkat satu sisi kehidupan masyarakat di
daerah Yogyakarta, serta berisi kritik sosial dengan memanfaatkan
warung angkringan, dimana warung angkringan merupakan warung
yang banyak didatangi oleh masyarakat kelas bawah. Di warung
angkringan siapa pun dapat makan dan minum dengan santai sambil
ngobrol mengenai apapun, bahkan ngrasani pemerintah dengan cara yang
santun.
Program acara Angkringan termasuk ke dalam rumpun format
drama humor. Drama berasal dari bahasa Yunani yang berarti gerak,
24
sehingga dapat diartikan bahwa gerak merupakan bentuk karya seni yang
berusaha mengungkapkan perihal kehidupan manusia melalui gerak atau
action dan percakapan atau dialog. Kata humor berasal dari bahasa Latin,
yaitu ”Umor” yang berarti cairan dalam tubuh (Dagun, 2006: 365). Konsep
mengenai cairan ini berasal dari bahasa Yunani Kuno, dimana terdapat
ajaran mengenai bagaimana pengaruh cairan tubuh terhadap suasana hati
seseorang. Cairan tersebut adalah darah atau sanguis, dahak atau
phlegmatis, empedu kuning atau choleris dan empedu hitam atau
melancholis. Kelebihan salah satu cairan tersebut akan membawa suasana
hati tertentu. humor bermakna lembab, basah atau cairan berubah
maknanya dalam bidang kedokteran. Dalam bidang kedokteran abad
pertengahan humor berkaitan dengasn watak manusia. Sejak saat itu
pengertian humor berpindah dari kata benda menjadi kata sifat dan
humor senantiasa dikaitkan dengan suasana menyenangkan. (Ruch dalam
Martin, 2006)
James Dananjaya lebih lanjut menyatakan bahwa suatu yang dapat
menimbulkan atau menyebabkan pendengaranya merasa tergelitik
perasaan lucunya, sehingga terdorong untuk tertawa. karena sesuatu yang
bersifat menggelitik perasaan yang disebabkan kejutanya, keanehanya,
kebodohanya, sifat pengecohanya,kejanggalanya, dan kenakalanya.
(dalam Darmansyah, 2012: 65-66).
25
B. Episode Paseduluran Ndesa
Episode Paseduluran nDesa bercerita tentang kehidupan masyarakat
di lereng Gunung Merapi yang terkena dampak bencana erupsi pada
tahun 2010. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten
Sleman mempunyai program kerja yang bekerja sama dengan masyarakat
lereng Gunung Merapi yang bernama sister village. Program kerja tersebut
baru dibuat dan dilaksanakan pada tahun 2014, yang kemudian diangkat
menjadi tema oleh tim produksi program acara Angkringan dengan judul
Paseduluran nDesa. Naskah dan sutradara (pengatur laku) oleh Ari
Purnomo dan Denmas Plencing pada tanggal 14 Oktober 2014 dan
diproduksi pada tanggal 17 Oktober 2014.
Episode Paseduluran nDesa menggunakan dialog campuran bahasa
Jawa dengan bahasa Indonesia. akan tetapi sebenarnya yang
mendominasi adalah bahasa Jawa atau dengan kata lain dialog para tokoh
menggunakan bahasa Jawa. Episode Paseduluran nDesa ini terbagi menjadi
empat bagian. Bagian pertama bercerita tentang Dalijo yang tidak setuju
dengan Srundeng yang menaruh perhatian terhadap korban erupsi
gunung Merapi. Dalijo beranggapan bahwa Srundeng mencari muka atau
ingin menjadi pahlawan dengan cara membantu menjual produk
makanan olahan dari masyarakat lereng Gunung Merapi yang terkena
dampak erupsi.
26
Bagi masyarakat desa di Jawa dan Yogyakarta, seperti halnya
masyarakat desa di lereng Gunung Merapi, masih terlihat adanya
hubungan yang erat antar warga sedesanya. Rasa persaudaraan antar
warga masih sangat erat. Hubungan baik antara warga desa tersebut
dinyatakan dengan berbagai peristiwa perilaku dan kegiatan seperti
sistem tolong menolong atau gotong royong. Di dalam sistem tolong
menolong atau kerja gotong royong ini terjadi karena adanya perasaan
saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya.
Bagian pertama episode Paseduluran nDesa ini dibuka dengan Dalijo
dan Srundeng yang menyapa penonton yang berada di dalam studio.
Mereka berdua menyapa sambil disisipi guyonan, sehingga terjadi
interaksi antara pemain dan penonton untuk mencairkan suasana. Pada
bagian ini diperlihatkan bahwa Dalijo tampil sebagai seorang yang
berambut panjang sampai ke batas punggung, berkaos merah, bercelana
panjang warna hitam, memakai jam tangan, cincin, topi, dan memakai
sepatu sandal. Penampilan Dalijo memperlihatkan sebagai seorang laki-
laki yang penuh percaya diri, tapi juga cara berbicaranya nggeleleng2 atau
kemaki3. Sedangkan Srundeng yang merupakan pedagang angkringan
hanya memakai kaos kumal dan robek, celana pendek warna cokelat,
2 Berperilaku atau bersikap selengekan
3 Hampir sama dengan nggleleng tetapi lebih pada sikap seolah hanya dirinya yang paling gagah, ganteng dan sebagainya
27
berambut ikal, dan memakai sandal. Semua yang melekat pada tokoh
Srundeng menunjukkan orang dengan kelas menengah ke bawah.
Jalan cerita pada bagian satu yaitu Dalijo bercerita kepada
Srundeng bahwa ketika terjadi erupsi Gunung Merapi, ia mengaku
mendapat wangsit berupa seekor ular. Kemudian ia berkelakar kalau ular
tesebut bisa berubah menjadi sebuah keris, yaitu dengan cara menjual ular
tersebut kemudian uang hasil menjual ular tersebut dibelikan keris. Dalijo
mencoba meyakinkan Srundeng kalau keris tersebut mempunyai
kekuatan, sehingga ia mengajak Srundeng untuk pergi dan tidak
berjualan di warung angkringan. Srundeng menolaknya dan tetap
berjualan di warung angkringan miliknya.
Gambar 1. Adegan antara Srundeng
dengan Dalijo (sumber: Rekaman acara Angkringan TVRI Yogyakarta,)
Bagian ke dua dibuka dengan adegan Dalijo dan Mbah Kenyut
yang sedang beradu keahlian dalam bermain tebak-tebakan. Bagian ini
28
berisi penjelasan tentang program sister village yang dibuat oleh BPBD
Kabupaten Sleman yang bekerja sama dengan masyarakat sekitar lereng
Gunung Merapi. Tokoh-tokoh yang ditampilkan pada bagian ke dua ini
adalah Mbah Kenyut (yang diperankan oleh Alex Thole) mengenakan
kaos berwarna putih, memakai sarung, sandal, belangkon, tas selempang,
dan membawa beberapa dokumen atau kertas. Tokoh lainnya adalah
tokoh perempuan bernama Gigi atau Wagirah, yang mengenakan baju
warna biru, celana jeans panjang, rambut ikal berwarna kecoklatan, dan
memakai sepatu wedges. Narasumber yang didatangkan pada bagian ini
adalah Heru dan Rini dari anggota BPBD Kabupaten Sleman. Keduanya
memakai kos berwarna oranye dan memakai rompi warna putih,
bercelana panjang, dan memakai sepatu.
Gambr 2. Adegan Mbah Kenyut,
Gigi, dan Dalijo (sumber: Rekaman acara Angkringan TVRI Yogyakarta,)
29
Bagian ke dua ini Dalijo bercerita kepada Mbah Kenyut, bahwa ia
tidak senang atau tidak setuju terhadap sikap Srundeng yang membantu
masyarakat korban erupsi Gunung Merapi. Dalijo menganggap bahwa
Srundeng tidak tulus dalam membantu orang. Menurut Dalijo, membantu
orang itu tidak perlu diperlihatkan kepada orang lain.
Ketika mereka sedang bercakap-cakap, kemudian datang seorang
wanita bernama Gigi yang mencari Mbah Beruk. Akan tetapi karena
Mbah Beruk sedang pergi, Gigi meninggalkan lokasi. Tidak lama
kemudian datang dua orang narasumber dari BPBD Kabupaten Sleman
yang bernama Heru dan Rini. Kedatangan mereka berdua bertujuan
untuk menjelaskan program kerja pemerintah daerah yang bekerja sama
dengan masyarakat lereng Gunung Merapi. Program kerja itu dinamakan
sister village, yaitu kerja sama antar desa, yaitu desa yang berada pada
kawasan rawan bencana dengan desa yang berada di daerah aman
bencana. Kerja sama ini dibangun atas dasar rasa persaudaraan atau
solidaritas. Jika kerja sama ini dapat terlaksana maka kerja sama ini tidak
hanya dilaksanakan antar desa saja, namun juga kerja sama antar sekolah,
ekonomi, dan kerja sama sosial. Program kerja sister village terlaksana
pada tahun 2014 dan dilakukan ketika sebelum terjadinya bencana.
Bagian ke tiga diisi oleh tiga pemain yaitu Pawira, Gigi, dan Trinil.
Pawira berperan sebagai seorang pengajar atau seorang guru pada salah
satu program kerja BPBD Kabupaten Sleman. Pawira tampil dengan
30
mengenakan kemeja bercorak garis hitam dan putih, memakai celana
panjang berwarna abu-abu, sepatu, dasi kupu-kupu, tas, dan peci. Tokoh
wanita lainnya yaitu bernama Trinil yang memakai kemeja warna merah
hati, celana jeans, memakai sandal, jam tangan, dan rambut diikat.
Gambar 3. Beberapa narasumber sedang berdialog
(sumber: Rekaman acara Angkringan TVRI Yogyakarta)
Jalan cerita pada bagian ke tiga ini adalah diawali dengan Pawira
yang datang ke warung angkringan. Sesaat kemudian datang seorang
wanita bernama Gigi yang menyapa Pawira. Gigi mengaku bahwa ia
adalah mantan kekasih Pawira ketika masih berada di bangku kuliah.
Pawira yang sudah lupa kepada Gigi pun menjadi teringat. Pawira yang
awalnya tidak terlalu mempedulikan kehadiran Gigi, menjadi salah
tingkah serta ia terlihat sangat senang bertemu dengan mantan
kekasihnya tersebut. Ketika sedang asyik bersenda-gurau, datanglah
31
Trinil kekasih dari Pawira. Tetapi karena Pawira tidak mempedulikan
kehadiran Trinil, maka Trinil meninggalkan Pawira.
Bagian empat dibuka oleh Mbah Kenyut yang mendukung
Srundeng dalam membantu korban erupsi gunung Merapi. Mbah Kenyut
berkata kepada Srundeng bahwa apa yang Dalijo katakan tidak perlu ia
dengarkan. Sesaat kemudian Dalijo datang dan ia menyetujui untuk
mendukung Srundeng dalam membantu korban erupsi gunung Merapi.
Dalam bagian ini juga ditampilkan pula narasumber baru, yaitu
Nunuk dan Ramlan. Nunuk merupakan Kepala Sekolah SD Umbulharjo 2,
Cangkringan, memakai jilbab berwarna merah, kemeja merah, celana
jeans, dan bersepatu. Sedangkan Ramlan berprofesi sebagai Kepala
Sekolah SD Kepuharjo, mengenakan kaos warna oranye, celana panjang,
sepatu berwarna cokelat.
Gambar 4. Adegan dialog antara
Dalijo dan Pawiro (sumber: Rekaman acara Angkringan TVRI Yogyakarta,)
32
Bagian empat ini bercerita tentang Heru menjelaskan program
paseduluran sekolah bahwa paseduluran sekolah adalah sebuah kerja sama
antar sekolah di daerah rawan bencana dengan daerah yang aman.
Tujuannya adalah agar proses pembelajaran dan pengungsian bisa
berjalan dengan baik, sehingga tidak perlu mendirikan tenda darurat
namun cukup dengan melaksanakan kegiatan belajar mengajar di sekolah
tempat mereka mengungsi.
Bagian empat ini juga terdapat kejutan, yaitu mengenai perubahan
sikap Dalijo yang semula menentang Srundeng yang berniat membantu
masyarakat yang terdampak korban erupsi Gunung Merapi. Dalijo
berubah sikap justru mendukung Srundeng yang membantu korban
erupsi Merapi tersebut.
Bagian empat merup[akan bagian terakhir dari acara Angkringan
episode Paseduluran nDesa. Pada bagian ini pula semua pemain dan
narasumber berkumpul. Bagian ke empat ini ditutup dengan pesan moral
bahwa setiap orang diajak untuk meningkatkan kepedulian sosial
terhadap orang yang tidak mampu melalui program Paseduluran Ndesa.
C. Para pemain
Para pemain dalam acara Angkringan yang disiarkan oleh TVRI
Yogyakarta terdiri dari aktor atau pemain yang berasal dari Yogyakarta
33
dan sudah dikenal oleh masyarakat Yogyakarta. Para pemain acara
Angkringan dalam episode Paseduluran nDesa adalah sebagai berikut:
1. Dalijo yang berperan sebagai teman Srundeng
2. Pawiro yang berperan sebagai guru di lereng merapi (sister school)
3. Srundeng sebagai penjual angkringan
4. Mbah Kenyut salah satu tokoh masyarakat atau sesepuh
5. Trinil sebagai pacar Pawiro
6. Sherly sebagai Gigi atau Wagirah (mantan pacar Pawiro).
Selain para pemain di atas, dalam Angkringan juga selalu
mendatangkan bintang tamu atau mengundang orang-orang atau tokoh
yang terkait dengan tema yang sedang dimainkan dalam Angkringan
tersebut. Para pemain atau tokoh yang diundang dalam episode
Paseduluran nDesa adalah sebagai berikut:
1. Heru Saptono
2. Rini Isdarwati
3. Ramelan
4. Nunuk Kristiyanti
D. Iringan Musik
Musik sangat penting dalam sebuah pertunjukan drama atau
teater. Musik pengiring acara Angkringan lebih berfungsi sebagai pengisi
jeda saat pergantian adegan. Musik pengiring dalam acara Angkringan
tersebut dimainkan oleh group Gang X Yogyakarta. Lagu-lagu yang
34
dinyanyikan disesuaikan dengan tema yang akan disajikan. Adapun lagu-
lagu yang dibawakan antara lain: lagu pembuka yang merupakan lagu
wajib dalam setiap pembukaan acara Angkringan, yang berujudul
“Warung Angkring”. Kemudian lagu “Bumiku Kita Satu”, lagu “Andai
Saja”, dan lagu “Damai Bersamamu”.
Selain itu, musik pengiring juga dimainkan setiap selesai adegan
atau babak dalam Program Acara Angkringan tersebut. Adapun musik
atau lagu tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut:
Pada adegan pertama diakhiri dengan lagu “Bumi Kita Satu”
dengan syair di bawah ini.
Pada pokok pohon kita titipkan napas Pada langit nan biru kita bersyukur Alam keindahan yang tlah Tuhan ciptakan Jangan sampai engkau sia-siakan Alam ini tlah memberi sepantasnya kita untuk menghargai Tanamlah pohon sayang bila bumi Warisan untuk generasi nanti Alam ku hijau langitku biru bumi kita satu Airku segar anginku sejuk damailah bumiku Iringan musik dan lagu untuk mengakhiri adegan kedua adalah
lagu yang berjudul “Andai Saja” yang dipopulerkan oleh Iwan Fals dan
Sawung Jabo. Berikut syair lagunya.
Andai saja, aku di mobil itu tentu tidak di bus ini Seandainya aku di rumah itu tentu tidak aku di gubuk ini… Aaaandai saja sesese andainya Oya… Kalau saja aku jadi direktur tentu tidak jadi penganggur Umpamanya aku dapat lotre tentu aku tidak jadi kere A,a,a, andai saja
35
Se, se, se, seandainya… Ka, ka, ka, kalo saja U, u, u, umpamanya Oya… Oya, ya nasib, nasibku jelas bukan nasibmu oya ya takdirmu takdirku jelas bukan takdirku Nanananna….nananna…. Aku bosan. Iringan musik dan lagu untuk mengakhiri adegan ketiga adalah
“Hanya Pada Mu” yang dipopulerkan oleh Chrisye. Di bawah ini
merupakan syair lagu tersebut.
Aku termenung di bawah mentari di antara megahnya ala mini menikmati indahnya kasihmu kurasakan damainya hatiku Sabdamu bagai air yang mengalir basahi panas terik panas di hatiku, menerangi semua jalanku Kurasakan tentramnya hatiku Jangan biarkan damai ini pergi, jangan biarkan semuanya berlalu, hanya padamu tuhan tempatku berteduh dari semua kepalsuan dunia…. Hanya padamu tuhan tempatku berteduh dari semua kepalsuan dunia….
Iringan musik dan lagu untuk mengakhiri adegan ke empat adalah
lagu dengan judul, “Warung Angkring” seperti pada pembukaan acara
Angkringan.
Warung angkring sebutane Mesti do dikangeni Mahasiswa, tukang becak, seniman, senewen Kabeh ngumpul dadi siji duh gayenge Ngobrol rono, ngobrol rene koyo ahli. Usanane rasah nyinggung tanggane Sing waspodo jo keladuk sembrono Salah ngomong bisa diciduk polisi Yo monggo jajan wonten mriki
36
Lenggahan nyego kucing kalih ngopi Monggo-monggo sing ra jajan mesti rugi
Instrumen atau alat musik yang digunakan oleh Band Geng X
untuk mengiringi program acara Angkringan episode Paseduluran nDesa
antara lain adalah Gitar (dua buah), bas, ukulee (dua buah), ketipung,
drum, marakas, biola, demung (instrument gamelan, dua buah).
Sedangkan vokal teridir dari tiga orang, satu orang vokalis pria dan dua
orang vokalis wanita.
Gambar 5. Group Musik Gang X Yogyakarta
sebagaipengiring Angkringan (sumber: Rekaman acara Angkringan TVRI Yogyakarta,)
E. Kostum
Kostum juga menjadi unsur penting dalam acara Angkringan yang
disiarkan oleh TVRI Yogyakarta. Kostum yang digunakan adalah pakaian
yang lazim digunakan oleh masyarakat biasa, pakaian yang digunakan
37
sehari-hari dan terkesan sederhana dan apa adanya, bukan seragam atau
semacamnya. Misalnya, kaos oblong (seperti yang dipakai Dalijo dan
Srundeng), baju batik atau lurik (seperti yang dipakai Pawiro), celana
kolor, dan lain sebagainya. Pendeknya, kostum tersebut mencerminkan
masyarakat biasa. Akan tetapi bagi narasumber atau tamu undangan yang
khusus untuk memberikan informasi kepada penonton baik di studio
maupun di rumah biasanya memakai seragam.
Kostum yang digunakan oleh tokoh Srundeng menggambarkan
atau representasi dari rakyat kecil atau rakyat jelata, yaitu kaos oblong
yang tampak sobek di bagian lengan atas sebelah kanan, dan memakai
celana pendek, serta serandal japit. Apa yang dikenakan tokoh Srundeng
tersebut jauh dari kesan mentereng apalagi formal. Sebagai seorang
penjual angkringan, pakaian seperti itu bukan melanggar aturan atau etika.
Kostum yang digunakan Dalijo jauh lebih rapi, bersih dan
mentereng dibanding dengan Serundeng. Walaupun juga emmakai kaos
oblong, tetapi tampak lebih bersih dan tidak ada yang sobek. Dalijo juga
memakai aksesoris topi serta jam tangan. Dipandang dari segi status
sosial, hal tersebut menggambarkan bahwa tokoh Dalijo tampak lebih
„mapan‟ daripada Serundeng.
Mbah Kenyut tampil dengan kostum yang juga sederhana dengan
kaos oblong warna putih, memakai blangkon, berjarit, dan membawa tas
38
yang terserempang di pundaknya. Hal itu menggambarkan bahwa tokoh
Mbah Kenyut merupakan tokoh masyarakat.
Tokoh Pawiro memakai kostum hem atau baju corak garis-garis
dan memakai peci warna hitam, serta dasi kupu-kupu. Pakaian yang
dikenakan tokoh Pawiro tampak rapi dengan baju dimasukkan karena
Pawiro merupakan seorang guru atau pengajar di program Sister School.
Tokoh lain seperti Wagirah atau Gigi dan Trinil lebih
mencerminkan perempuan-perempuan muda. Wagirah memakai baju
warna biru muda tanpa lengan dengan rambut menggunakan pewarna,
sedangkan Trinil memakai baju berlengan, celana jeans dengan rambut
dikepang dua. Wagirah merupakan mantan pacar Pawiro, sedangkan
Trinil adalah pacar Pawiro.
Program Acara Angkringan selalu menampilkan atau melibatkan
tokoh-tokoh bintang tamu atau narasumber. Pada Episode Paseduluran
nDesa, menampilkan tokoh atau narasumber sebanyak 4 orang, yaitu dua
orang dari BPBD Sleman dan dua orang guru atau pengajar di sekolah
yang terdampak bencana. Dua narasumber dari BPBD Sleman memakai
kostum kaos warna oranye dan memakai rompi krem yang merupakan
seragam BPBD Sleman. Sedangkan dua narasumber guru sekolah,
memakai kostum/kaos dengan kombinasi warna putih dan oranye untuk
guru pria. Guru perempuan memakai baju panjang kombinasi warna
hitam dan ungu, memakai jilbab yang juga berwarna ungu.
39
Berdasarkan uraian mengenai kostum yang dipakai atau diganakan
oleh tokoh-tokoh dalam Program Acara Angkringan di TVRI Yogyakarta
yang sudah dipaparkan di atas, dapat dikatakan bahwa kostum yang
digunakan tersebut disesuaikan dengan peran tokoh masing-masing,
yaitu sebagai pedagang angkringan, tokoh masyarakat, guru, dan lain
sebagainya.
F. Properti
Properti merupakan bagian penting dalam sebuah pertunjukan
teater atau drama. Properti tersebut mengandung maksud tersendiri
terkait dengan pementasan atau pertunjukan, sehingga properti yang
digunakan disesuaikan dengan tema. Akan tetapi dalam properti yang
digunakan dalam acara Angkringan tidak terlalu banyak dan sederhana.
1. Gerobak Angkring
Gerobak angkring merupakan ikon dari program acara
Angkringan, oleh sebab itu gerobak angkring tersebut selalu ada dan
ditempatkan di setiap episodenya. Pada awalnya gerobak angkring
tersebut merupakan gerobak yang disewa dari pemilik warung
angkringan yang terletak di depan kantor TVRI stasiun Yogyakarta.
Namun seiring dengan berkembangnya program acara Angkringan,
maka tim produksi kini mempunyai gerobak angkring sendiri yang
disimpan di ruang artistik
40
Gambar 6. Gerobak Angkring
(sumber: Rekaman acara Angkringan TVRI Yogyakarta,)
2. Dhingklik
Dingklik dlam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kursi
atau bangku. Dhingklik yang ada pada warung angkringan biasanya
berukuran panjang yang hampir sama dengan panjang gerobak.
Dingklik digunakan untuk duduk konsumen/pembeli di warung
angkring. Demikian pula dengan dingklik yang ada di program acara
Angkringan Episode Paseduluran nDesa. Dingkllik berfungsi sebagai
tempat duduk untuk para pemain Angkringan dan narasumber yang
diundang ke program acara Angkringan.
Dingklik yang digunakan dalam acara Angkringan Episode
Paseduluran nDesa adalah dua dhingklik, yaitu yang diletakkan di depan
dan di samping gerobak. Dhingklik-dhingklik tersebut terbuat dari kayu,
41
selayaknya dhingklik yang terdapat di warung angkringan pada
umumnya.
Gambar 7. Dhingklik
Angkringan episode Paseduluran nDesa (sumber: Rekaman acara Angkringan TVRI Yogyakarta,)
3. Makanan
Makanan pada program acara Angkringan merupakan makanan
yang biasa dijual di warung-warung angkringan pada umumnya,
seperti mendoan, tahu susur, bakwan goreng, nasi bungkus, buah
pisang, hingga minuman teh. Tetapi pada episode Paseduluran nDesa
terdapat makanan yang tidak pernah disajikan pada episode-episode
sebelumnya, yaitu makanan olahan hasil produksi masyarakat korban
erupsi Gunung Merapi. Makanan olahan tersebut didatangkan
langsung dari masyarakat korban erupsi Gunung Merapi melalui
pihak narasumber kemudian diserahkan kepada tim artistik. Makanan
tersebut di antaranya berupa marning, selai pisang, ketela goreng, dan
keripik goreng. Keunikan program acara Angkringan adalah ketika
42
produksi sudah selesai, penonton yang berada di dalam studio
diperbolehkan makan makanan yang tersedia di gerobak angkringan.
Gambar 8. Makanan hasil produksi korban erupsi gunung Merapi Angkringan episode
Paseduluran nDesa (sumber: Rekaman acara Angkringan TVRI Yogyakarta,)
4. Keris
Properti selanjutnya yang terdapat di Angkringan episode
Paseduluran nDesa adalah keris. Keris merupakan simbol nonverbal
yang digemari oleh manusia di Jawa. Selain itu, keris juga merupakan
senjata tradisional yang berasal dari Jawa. Pada episode Paseduluran
nDesa, keris diletakkan di gerobak angkring. Keris tersebut kemudian
dimodifikasi ulang oleh tim penata artistik dengan cara menambahkan
seutas tali pada pegangan keris agar keris dapat ditarik ke luar-masuk
dari tempatnya. Keris tersebut digunakan oleh Dalijo saat
menunjukkan kepada Srundeng semacam trik sulap dengan
menggunakan keris tersebut.
43
Gambar 9. Keris
Angkringan episode Paseduluran nDesa (sumber: Rekaman acara Angkringan TVRI Yogyakarta)
5. Papan tulis
Papan tulis atau blackboard merupakan elemen properti
berikutnya yang terdapat di episode Paseduluran nDesa. Papan tulis ini
difungsikan sebagai properti untuk menulis atau mengajar sesuai
dengan program kerja BPBD Kabupaten Sleman dan masyarakat
korban erupsi gunung Merapi. Papan tulis digunakan oleh tokoh
Pawiro untuk menulis, karena Pawiro merupakan guru yang
membantu korban bencana Merapi dalam acara Angkringan episode
Paseduluran nDesa.
44
Gambar 10. Papan tulis
Angkringan episode Paseduluran nDesa (sumber: Rekaman acara Angkringan TVRI Yogyakarta,)
G. Penonton
Penonton menjadi bagian dari pertunjukan. Tanpa kehadiran
penonton, sebuah pertunjukan akan hampa dan tidak berarti. Dalam
konteks acara Angkringan penonton menjadi bagian tak terpisahkan
dengan pertunjukan karena penonton merupakan bagian dari masyarakat,
institusi tertentu yang sesuai dengan tema yang diangkat dalam acara
Angkringan. Dalam hal ini penonton diundang oleh pihak TVRI untuk
menghadiri acara tersebut. Penonton terkadang terlibat atau berinteraksi
dengan tokoh yang tampil dalam Angkringan. Interaksi tersebut misalnya
diwujudkan dengan tokoh mengajak berdialog atau berkomunikasi
dengan penonton. Hal tersebut menambah kesemarakan acara
Angkringan.
45
Selain sebagai penyemarak, penonton juga dibutuhkan untuk
kepentingan artistik. Hal ini seperti yang diungkapkan Virgo Manggala.
Bahwa penonton di dalam studio selain fungsinya sebagai penyemarak
sebuah acara program televisi di dalam studio, kini juga dapat
difungsikan sebagai kebutuhan artistik, sebagai contoh adalah penonton
di dalam studio TVRI stasiun Yogyakarta pada program acara Angkringan.
Hal tersebut dapat terlihat pada program acara Angkringan episode
Paseduluran nDesa, dimana penonton di dalam studio tersebut ditata posisi
tempat duduknya, serta diajak untuk berinteraksi. (Virgo Manggala, 2015:
mengambil tema cerita tentang masyarakat yang terdampak
bencana erupsi Gunung Merapi. Tahap perkenalan dalam
Angkringan episode Paseduluran nDesa diawali dengan pertemuan
antara Dalijo dengan Srundeng mengenai adanya bencana erupsi
Merapi. Srundeng mengatakan bahwa dirinya ingin membantu
masyarakat korban bencana Merapi dengan cara menjualkan
makanan yang diproduksi oleh warga sekitar lereng Gunung
52
Merapi. Hal tersebut merupakan upaya untuk membantu dan
meringankan beban masyarakat terdampak bencana.
Tahap selanjutnya adalah konflik. Conflict (permasalahan)
merupakan permasalahan-permasalahan yang muncul dalam
peristiwa yang dibangun. Permasalahan tersebut dapat membawa
penonton pada pemahaman peristiwa dan tokoh yang dikemas
dalam alur. Cohen (2010:35) mengatakan bahwa bagaimana pun
kejadiannya, permasalahan membawa tokoh ke dalam pembebasan
dan membiarkan penonton menilik ke dalam sifat manusia.
Konflik dalam cerita pada program acara Angkringan
episode Paseduluran nDesa terjadi antara Srundeng dengan Dalijo.
Srundeng ingin membantu masyarakat di daerah lereng Merapi
yang terkena bencana, tetapi Dalijo melarangnya dengan menuduh
Srundeng pencitraan, pamer, padahal hidup Srundeng juga susah.
Konflik lain terjadi pada tokoh Trinil yang merasa cemburu
dan sakit hati terhadap Pawiro, pacarnya. Trinil beranggapan
Pawiro telah mengkhianati cintanya. Akan tetapi sebenarnya
bagian ini bukan merupakan cerita utama, atau bisa dikatakan
sebagai bumbu atau selingan cerita pada acara Angkringan episode
Paseduluran nDesa.
Selain perkenalan dan konflik, selanjutnya adalah tahap
klimaks. Climax merupakan puncak dari permasalahan dalam
53
cerita. Climax atau puncak masalah memberikan penegasan pada
masalah yang sejak awal sudah dimunculkan, seperti yang
dijelaskan Cohen (2010:36), bahwa dalam bentuk dramatik apa
pun, klimaks merupakan permasalahan yang berada di posisi yang
paling ekstrem; momen ketika tekanan paling tinggi terjadi.
Klimaks dalam Acara Angkringan episode Paseduluran nDesa
terjadi pada saat Srundeng bertemu dengan Mbah Kenyut.
Srundeng mengadu kepada Mbah Kenyut bahwa keinginannya
untuk membantu masyarakat lereng Merapi yang terkena bencana
tidak disetujui Dalijo dan dianggap sebagai pencitraan. Tetapi
Mbah Kenyut, selaku tokoh masyarakat, memberikan nasihat
kepada Srundeng, bahwa omongan Dalijo tersebut tidak usah
didengarkan dan tetaplah menolong masyarakat yang terkena
korban bencana Merapi.
Klimaks yang lain juga terlihat pada Trinil yang berlari
sambil menangis dan bertemu dengan Dalijo, Mbah Kenyut, dan
para narasumber. Trinil mengadu kepada Mbah Kenyut bahwa
Pawiro telah mengkhianati cintanya. Pawiro mencoba menjelaskan
kepada Trinil mengenai duduk persoalan, sehingga sedikit terjadi
keributan. Tapi kemudian Mabh Kenyut menjelaskan bahwa ada
persoalan yang lebih penting daripada sekedar urusan pacaran,
yaitu memberikan kesadaran kepada masyarakat mengenai rasa
54
persaudaraan. Mbah Kenyut mengatakan, kita harus meningkatkan
kepedulian kepada sesama, maka bersama-sama mendukung
program paseduluran ndesa.
Tahap terakhir adalah penyelesaian atau denouement.
Denouement (penyelesaian) merupakan penjelasan dari akhir
masalah yang dibangun dalam cerita. Cohen (2010:36) mengatakan
bahwa denouement atau penyelesaian ini dapat dihadirkan dalam
bentuk akting atau dialog terakhir, atau bahkan satu kata atau
gestur yang menunjukkan pemahaman dari segala bentuk masalah
yang sudah terbangun.
Tahap penyelesaian dalam acara Angkringan episode
Paseduluran nDesa tampak pada ketika narasumber memberikan
penjelasan mengenai program-program yang dijalankan BPBD
Sleman yaitu Sister Village, Sister School, dan lain sebagainya. Mbah
Kenyut menasihatkan kepada semua orang bahwa kita harus
memiliki kepedulian kepada sesama terutama masyarakat yang
terkena bencana. Orang tidak boleh memikirkan persoalan-
persoalannya sendiri, seperti pacaran dan lain sebagainya.
55
B. Teknik Humor dalam Acara Angkringan Episode Paseduluran nDesa
Bab ini menjelaskan mengenai teknik humor yang terdapat
dalam acara angkringan1 di TVRI Yogyakarta episode Paseduluran
nDesa. Menurut Rustono (2000: 33) batasan humor sendiri adalah
segala bentuk rangsangan, baik verbal maupun nonverbal yang
berpotensi memancing senyum dan tawa penikmatnya. Rangsangan
itu merupakan segala tingkah laku manusia yang menimbulkan
kelucuan pada pendengar, penonton atau pun pembaca. Dalam
kehidupan sehari-hari, lelucon dapat dijumpai di mana saja dan dalam
suasana apapun.
Menurut klasifikasi Viktor Raskin (dalam Lesmana, 2010: 43),
terdapat beragam teknik humor, yaitu Ridicule, Riddle, Conundrum atau
punning riddle, Pun, Suppression humor atau Repression humor, Ridicule
yaitu humor yang berisi ejekan, tertawaan, cemoohan. Riddle yaitu
kelompok kalimat atau kata yang disusun sehingga berupa teka teki
dengan jawaban yang tidak diharapkan sehingga menimbulkan
kelucuan ,Conundrum atau punning riddle yaitu teka-teki yang bersifat
permainan kata, Pun yaitu permainan kata-kata murni bukan berupa
teka-teki yang ada pada beberapa kebudayaan. Sedangkan Suppression
1 Istilah Angkringan berasal dari kata angkring yang berarti semacam gerobak
yang difungsikan sebagai tempat makanan yang dijajakan atau dijual. Angkring berarti alat dan tempat jualan makanan keliling, sebuah gerobak dorong untuk menjual beragam makanan dan minuman. Acara Angkringan merupakan salah satu program acara TVRI Yogyakarta.
56
humor atau repression humor yaitu humor yang terjadi karena
penekanan atau penindasan.
Setelah melalui proses penelitian, peneliti menemukan 4 teknik
dalam acara Angkringan episode Paseduluran nDesa, yaitu :
1. Ridicule yaitu humor yang berisi ejekan, tertawaan, cemoohan.
Dalam acara Angkringan episode Paseduluran nDesa, humor Ridicule
dapat ditemukan dalam dialog di bawah ini.
Dalijo : Pleki, pleki, pleki, (menyapa pengiring, Geng X) pokoke sore iki lucu, oke tepuk tangan untuk kanca-kanca geng X. Sing muni geng X elek kuwi mergone ra dijak.
Srundeng : Ora, ora nggur ra dijak. Kuwi dijak ning pas barengan.
Dalijo : Geng X ini kelompok muda yang kreativitasnya, maune ki latihan mung karo manci, ember,
Srundeng : Ki cah kreatif kabeh, sangking kreatife sing nggo kethu iki nganti njero omah entek kabeh. (lihat lampiran, hal. 95-96).
Berdasarkan contoh pada kutipan di atas, dapat dimengerti
bahwa humor yang dilontarkan tokoh Srundeng merupakan
humor dengan menggunakan teknik Ridicule karena mengandung
sebuah ejekan, cemooh, atau hinaan. Akan tetapi hinaan atau
cemooh tersebut bukan dimaksudkan untuk benar-benar
merendahkan orang atau obyeknya, melainkan sebatas untuk
menimbulkan efek lucu atau humor belaka.
57
Dalam dialog di atas, dapat dikatakan mengandung humor
ridicule, yaitu ungkapan pleki, pleki, pleki, yang dilontarkan Dalijo
ketika menyapa Geng X. Kata „pleki‟ biasa digunakan untuk
memanggil nama binatang, misalnya anjing. Tetapi panggilan pleki
terhadap para pengiring musik Angkringan tidak dimaksudkan
untuk merendahkan melainkan sekedar menciptakan nuansa
humor atau membuat lelucon belaka. Demikian juga dengan
ungkapan, “...maune ki latihan mung karo manci, ember,” (sebelumnya
latihan menggunakan manci, ember…). Ungkapan tersebut sekedar
cemoohan yang mengandung humor sehingga penonton tertawa.
Kata pleki dan manci, ember dalam dialog di atas merupakan olok-
olok untuk menciptakan suasana humor.
58
Gambar 12. Srundeng sedang berjiget di depan para
personil Gang X (sumber: Rekaman acara Angkringan TVRI Yogyakarta)
Gambar 13. Adegan Humor Dalijo dan Srundeng
(sumber: Rekaman acara Angkringan TVRI Yogyakarta) Efek humor tersebut dipertajam dengan kalimat berikutnya
yang diucapkan oleh Srundeng, yaitu: “Ki cah kreatif kabeh,
sangking kreatife sing nggo kethu iki nganti njero omah entek
59
kabeh. (ini anak kreatif semua, terlalu kreatifnya sehingga yang
pakai peci ini sampai seisi rumah habis semua). „Hinaan‟ ditujukan
pada seseorang, yaitu yang memakai peci, yaitu dengan
mengatakan bahwa kreatif yang dilakukan sudah keterlaluan
sehingga barang-barang yang ada di rumah habis semua untuk
bermain musik.
Ungkapan-ungkapan yang diucapkan oleh Dalijo dan
Srundeng di atas mengandung unsur humor, terbukti disambut
tawa dan tepuk tangan para penonton di studio.
Dalijo : Iki kelompoke Pak Nandar. Pak Sunandar ki priyayine lencir, cilik.
Srundeng : Wooo, Pak Sunandar sing wonge lencir cilik?
Dalijo : Weee, alah seka
Srundeng : Sik, nek mlebu lawang sesak niko?
Dalijo : Lawang pira ae jebol. Nek mlebu, miring, miring ngene ki. . .
Srundeng : Sak iki gawe lawang nganti ping telu kok, wes dadi ngene, wah sesak mas. Ganti mas.
Dalijo : Sakiki lawange diganti korden..paling yo mek suwek. Wah, jan. Priyayi kok over size. (lihat lampiran hal. 96-97).
Dialog di atas juga mengandung unsur humor ridicule, yaitu
cemoohan yang ditujukan kepada Pak Sunandar dengan sindiran
yang diungkapkan oleh Dalijo dan Srundeng. Ungkapan “Pak
60
sunandar ki priyayine lencir cilik” (Pak sunandar itu orangnya
langsing kecil) merupakan sindiran belaka karena orang yang
dimaksud sebenarnya adalah memiliki tubuh yang gemuk dan
besar, sehingga Srundeng mengatakan, “Sik, nek mlebu lawang sesak
nika?”. Berdasarkan hal tersebut dapat diambil pengertian bahwa
ungkapan “Pak sunandar itu orangnya langsing kecil” tersebut
bukan dimaksudkan untuk menghina orang yang dimaksud tetapi
untuk menimbulkan suasana humor. Cemoohan terhadap Pak
Sunandar juga terdapat dalam dialog di bawah ini.
Dalijo : Nek kaya pak Nandar ki ra perlu bolongan Wong kae turu neng lapangan kok. Bleg ngono, grok
Mbah Kenyut : Lho, kok kuwi. Mlaku we, grok Mlaku kuwi wes kaya
ngono kuwi. Sing penting ki kuwi. (lihat lampiran hal. 108).
Dari contoh dialog di atas, humor dengan teknik Ridicule
dapat dilihat dari ungkapan, Nek kaya pak Nandar ki ra perlu bolongan
Wong kae turu neng lapangan kok. Bleg ngono, grok (kalau seperti Pak
Nandar itu tidak perlu lubang, orang tidur di lapangan kok. Bleg,
Grok). Maksudnya, Dalijo hendak membuat humor dengan
mencemooh Pak Nandar yang kalau tidur tidak perlu masuk ke
dalam rumah atau kamar, tetapi tidur disembarang tempat saja
bisa, misalnya lapangan. Kalimat semacam ini memancing tawa
dari para penonton karena membayangkan agaimana orang seperti
61
Pak Nandar itu mudah tertidur di lapangan. Humor tersebut
dipertajam dengan ungkapan yang dilontarkan oleh tokoh lain,
yaitu Mbah Kenyut: “Lho, kok kuwi. Mlaku we, grok Mlaku kuwi wes
kaya ngono kuwi. Sing penting ki kuwi.” (Lho, kok itu. Jalan saja, grok
jalan saja sudah seperti itu. yang penting itu). Cemoohan semakin
kentara dengan ungkapan “jalan saja sudah bisa tidur. Ungkapan
seperti itu semakin membuat suasana humor dan berhasil
membuat para penonton tertawa dan terhibur.
Ridcule atau humor yang bernada untuk cemoohan juga
dapat dilihat dari contoh lain di bawah ini.
Mbah Kenyut : Halah kok kaya nganti ora apal Dalijo. Dalijo sakiki
apa-apa dicatur kok. Tak kandani apa-apa dikomentari lha wong sripah we dikomentari kok karo dekke ki. Kae apa-apa dicacat. Seripah mati lho wong mati dikubur nganggo kain kafan kok putih woo…kui eneng apa-apa mbuh kok kuwi…
Srundeng : Kumat edane apa ya.
Mbah Kenyut : Ho‟o…Mulo koe ki rasah gumun karo Dalijo kui. (lihat
lampiran, hal. 132)
2. Riddle yaitu kelompok kalimat atau kata yang disusun sehingga
berupa teka teki dengan jawaban yang tidak diharapkan sehingga
menimbulkan kelucuan (Lesmana, 2010: 43). Humor Riddle dalam
acara Angkringan eipisode Paseduluran nDesa dapat dilihat dari
beberapa contoh di bawah ini.
62
Mbah Kenyut : Ngomong tentang wong neng ndonya, Apa yang
paling penting dalam hidup ini?
Dalijo : Hem
Mbah Kenyut : Hawane ki masuk, ki masuk musim pancaroba. Seka
panas dadi udan, seka udan dadi panas, seka panas dadi bengi seka bengi dadi esuk, seka esuk dadi awan, seka awan dadi sore, dadi bengi dadi esuk meneh.
Dalijo : Kurang. Neng ndonya kuwi ora meng loro, Mbah, Ning ana telu
Mbah Kenyut : Contone?
Dalijo : Ana abang ana ireng, neng ana abu-abu, ana awan ana bengi ning ana surup. Ana lanang ana wedok, ning ana banci, sapa ngacung?
Mbah Kenyut : Ngomong tentang wong neng ndonya. Saki iki tak
takon neng ndonya kuwi menurutmu paling penting apa? Paling penting.
Dalijo : Paling penting?
Mbah Kenyut : Paling penting neng ndonya.
Dalijo : Hu…Urip
Mbah Kenyut : Salah. Ora i…salah, Neng ndonyo kuwi sing paling
penting ming bolongan.
Dalijo : O, lha ki, iki tuwek-tuwek ora golek dalane padang iki.
Mbah Kenyut : Sing paling penting neng ndonya kuwi bolongan.
Dalijo : Kok isa?
Mbah Kenyut : Kowe duwe omah
63
Dalijo : Heemmm..
Mbah Kenyut : Nek ora enek bolongane?
Mbah Kenyut : Pengen apa kowe, kowe pengen apa?
Dalijo : Nuwun sewu nek melu lenggah kursi nek ra telu ra….jejer telu kin gene bolongan
Mbah Kenyut : Yo sing penting bolongane. Ha nek ra ana, ra duwe
cangkem?
Dalijo : Kudu enek bolongan ya?
Mbah Kenyut : Lha iya, kabeh i penting bolongan.
Dalijo : Kowe urip, oleh dhuwit, arep disimpan. Celengan?
Mbah Kenyut : Ora enek bolongane?
Dalijo : Bingung.
Mbah Kenyut : Bingung, lha…koe ki penting bolongan! Dadi aja,
asosiasimu ok lek ngono lho. Ojo viktor fikiran kotor jangan.
Dalijo : Wooo bolongan kui mau. Dadi kabeh ki kebutuhane wong urip.
Mbah Kenyut : Tuku kathok.?
Dalijo : Nek ranek bolongane?
Mbah
64
Kenyut : Sing nganggo piye? apa arep mbok ubel-ubel ke? Sedherhana, jane wong ki sedherhana
Dalijo : Apa sing dicekel wong mati? Nah, iki. Iki ngelmu tua iki . . .
Mbah Kenyut : Apa sing dicekel?
Dalijo : Wong mati.
Mbah Kenyut : Wah apa ya? Anu, anu apa jenenge, amal jariyah.
Dalijo : Emmm, sing dicekel wong mati apa?
Mbah Kenyut : Aduh apa ya? Ilmu, ilmu, ilmu.
Dalijo : Salah
Mbah Kenyut : Lha apa sing dicekel wong mati apa?
Dalijo : Setrum
Mbah Kenyut : Kok setrum, Jo?
Dalijo : Ana kabel mlicet ra? Ha nyobo pa, heerr, ha kuwi bahaya. (lihat lampiran, hal 107-110).
Dialog antara Dalijo dengan Mbah Kenyut di atas dapat
dikategorikan sebagai humor Riddle yaitu humor yang ditimbulkan
dari teka-teki. Dalam dialog di atas Mbah Kenyut memberikan
teka-teki kepada Dalijo mengenai hal apa yang paling penting di
dunia ini. Dalijo menjawab bahwa yang paling penting di dunia
adalah hidup. Jawaban tersebut bukan yang diharapkan Mbah
Kenyut dan tentu saja tidak menimbulkan suasana humor. Jawaban
yang dimaksudkan Mbah Kenyut mengenai hal yang paling
65
penting di dunia adalah bolongan atau lubang. Sekilas jawaban
tersebut mengandung unsur porno atau sesuatu yang tidak pantas
didengar, tetapi ketika Mbah Kenyut menjelaskan lebih lanjut
ternyata tampak logis bahwa orang hidup di dunia selalu
membutuhkan lobang, seperti lobang pintu, lobang mulut, lobang
celana. Apabila sebuah rumah tidak ada lobang, bagaimana bisa
masuk atau keluar. Apabila celana tidak terdapat lobang,
bagaimana orang bisa memakainya. Demikian pula dengan mulut,
pasti ada lobang, dan seterusnya. Jawaban bolongan atau lobang
tersebut tidak terlintas dalam benak penonton atau pendengar
karena pasti berpikir bahwa hidup ini membutuhkan hal-hal yang
bermanfaat untuk menunjang hidup itu sendiri. Akan tetapi hal
seperti itu tentu tidak mengandung unsur humor akrena terkesan
serius. Namun jawaban “bolongan” atau “lobang” mengandung
efek humor karena tidak terduga dan menimbulkan kelucuan atau
humor. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan sambutan penonton
yang kemudian tertawa.
Humor riddle juga dilontarkan oleh Dalijo dengan membuat
teka-teki “Apa yang dipegang orang mati?”. Mbah Kenyut
menjawab amal jariyah, tetapi jawaban tersebut salah. Jawaban
yang dimaksud dari pertanyaan “apa yang dipegang orang mati”
adalah setrum. Setrum merupakan tegangan listrik yang bisa saja
66
menyebabkan orang meninggal bila ada yang tersengat, apalagi
dipegang. Jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan Dalijo juga
tidak terlintas dalam benak penonton atau pendengar, karena
kesan yang dimunculkan dari pertanyaan tersebut seakan-akan
memiliki pengertian bahwa hal apa yang dibawa orang setelah
meninggal dunia. Padahal yang dimaksudkan adalah sebuah
benda, kalau dipegang dapat menyebabkan orang yang memegang
benda tersebut mati atau meninggal dunia. Jawaban “Setrum” atau
aliran listrik, tentu saja jawaban yang logis karena setrum dengan
tegangan tinggi apabila dipegang akan berbahaya dan bisa
mengakibatkan orang mati. Ungkapan tersebut membuat para
penonton tertawa.
Gambar 14. Dialog antara Dalijo dan Mbah Kenyut
(sumber: Rekaman acara Angkringan TVRI Yogyakarta)
67
3. Conundrum atau punning riddle yaitu teka-teki yang bersifat permainan
kata (Lesmana, 2010: 43). Berkaitan dengan permainan kata, plesetan
merupakan salah satu contoh yang banyak dijumpai baik dalam
sebuah pertunjukan komedi maupun kehidupan sehari-hari di
masyarakat. Menurut Wijana (1999: 110) plesetan merupakan hasil
penyimpangan satuan lingual secara formal atau semantik dengan
berbagai cara serta tidak hanya berfungsi sebagai ajang komunikasi,
tetapi juga sebagai sarana untuk menciptakan humor. Dalam acara
Angkringan episode Paseduluran nDesa, humor conundrum atau punning
riddle dapat dicontohkan sebagai berikut.
Dalijo : Lho, Purworejo itu terkenal hasil budi dayanya, heooo, duren ki pongge sak Srundeng-Srundeng
Srundeng : Ora ana, pongge sak aku. Leh mangan bajinge leh ngrokoti piye? Ora banget-bangetke ya. (lihat lampiran, hal. 97-98).
Dialog di atas menunjukkan adanya permainan kata, yaitu
pada „duren ki pongge sak Srundeng-Srundeng‟. Pongge adalah biji
buah durian yang sudah diketahui oleh umum seberapa besarnya.
Sedangkan dalam dialog tersebut dilebihkan oleh tokoh Dalijo
dengan mengatakan kalau pongge (biji durian) besarnya sebesar
Srundeng. Srundeng adalah manusia jadi tidak mungkin ada biji
buah durian sebesar manusia. Kalimat itu diucapkan untuk
menciptakan efek lucu atau humor, dengan cara melebihi-lebihkan.
68
Kalimat itu juga merupakan plesetan karena tidak ada isi buah
durian sebesar itu.
Ungkapan Dalijo di atas membuat para penonton di studio
tertawa karena membayangkan seperti apa isi buah durian yang
sebesar Srundeng itu. Hal yang tidak masuk akal tetapi justru
menimbulkan efek humor.
Contoh lain tentang teknik humor Conundrum atau punning
riddle adalah sebagai berikut:
Dalijo : Karena itu luar biasa. Bar kuwi terus susu kambing „etawa‟.
Srundeng : Kambing tertawa? Ora aku mbayangke.
Dalijo : Kambing „etawa.
Srundeng : O, krunguku susu kambing tertawa nek diperahi njur dha tertawa, malah nggilani. (lihat lampiran, hal. 98).
Dialog di atas mengandung unsur humor conundrum atau
punning riddle, yaitu dengan permainan kata berupa plesetan. Kata
kambing „etawa‟ oleh Dalijo diplesetkan menjadi kambing tertawa.
Kata „etawa‟ dengan tertawa memiliki kedekatan bunyi atau suara
tetapi memiliki makna yang berbeda. Humor permainan kata
adalah humor yang memanfaatkan kata-kata yang mempunyai
kemiripan rima tetapi kata-kata tersebut makna dan atau ejaannya
berbeda. Berkaitan dengan hal ini Kridalaksana (2001: 33)
mengatakan bahwa bunyi bahasa adalah satuan bunyi yang
69
dihasilkan oleh alat ucap dan diamati dalam fonetik sebagai fon
atau dalam fonologi sebagai fonem. Fonem dipahami sebagai
satuan bunyi yang membedakan arti. Maksudnya, apabila satu
bunyi digantikan dengan bunyi yang lain akan menghasilkan
perubahan arti. Sebaliknya, jika bunyi-bunyi dalam suatu bahasa
tidak membedakan arti disebut dengan fon. Berdasarkan ungkapan
tersebut dapat diambil pengertian bahwa kata „etawa‟ yang
diplesetkan dengan „tertawa‟ merupakan permainan kata atau
bahasa dan mengandung unsur humor. Hal itu membuat penonton
tertawa karena semua orang sudah tahu bahwa yang ada kambing
etawa dan semua kambing tidak bisa tertawa.
Humor yang ditimbulkan dari adanya permainan bahasa
juga terdapat dalam contoh di bawah ini.
Dalijo : Diperes susune karo hhiiiiyaaa wee, kambinge Purworejo kambing etawa ki aku tau dolan rana ta, kuwi isa manggakne aku kok.
Srundeng : Piye?
Dalijo : Aku liwat ngono aku diundang lik karo diperes susune kuwi lik.
Srundeng : Embek, ngono kok lik
Dalijo : Weh, lik unine.
Srundeng : Embek
Dalijo : Lik, kambing etawa Purworejo ki munine lik.
Srundeng : Ora ana kae ki muni embek, ngono
70
Dalijo : Kowe kok ngeyeli wedhuse kana apa kowe? lik, ya? (lihat lampiran, hal. 98).
Dalam dialog di atas, bunyi atau suara “embek” diplesetkan
oleh Dalijo menjadi “Liiik”. Lik merupakan singkatan dari Paklik
yang berarti Paman. Secara umum suara kambing adalah
“Mbeeeek”, dan bukan “Liiik”. Kata “Mbeek” dan “Liik” memiliki
kedekatan bunyi sehingga oleh Dalijo digunakan untuk membuat
suasana humor. Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan
oleh Wijana (2003: 15) bahwa penyimpangan penggunaan bahasa
yang paling umum ditemukan dalam plesetan ini bersangkutan
dengan penggunaan ketaksaan (ambi-guity), yakni kata-kata yang
memiliki bunyi yang sama, tetapi makna yang berbeda (homonim),
atau kata-kata karena perluasan konteksnya memiliki makna yang
bermacam-macam (polisemi).
Ungkapan kambing yang bisa memanggil „lik‟ menimbulkan
efek humor dalam dialog di atas sehingga dismabut tawa dan
tepuk tangan dari para penonton di studio.
Trinil : Dia sudah mencampakkan aku Mbah.
Mbah Kenyut : O, mas Pawiro itu ternyata sakit campak ta sekarang.
(lihat lampiran, hal. 139).
Dialog di atas mengandung humor conundrum atau punning
riddle yaitu pada kata dicampakkan yang diplesetkan menjadi
nama penyakit campak. Dua kata tersebut memiliki arti yang
71
berbeda. Trinil bermaksud mengadu kepada Mbah Kenyut bahwa
Pawiro sudah mencampakkan dirinya, tetapi Mbah Kenyut
menanggapinya dengan „tidak serius‟ dengan mengatakan kalau
Pawiro sekarang terkena penyakit campak. Hal tersebut
menimbulkan kesan humor sehingga membuat penonton atau
pendengar tertawa.
Gambar 15. Dialog antara Dalijo dan Trinil
(sumber: Rekaman acara Angkringan TVRI Yogyakarta)
4. Pun yaitu permainan kata-kata murni bukan berupa teka-teki yang ada
pada beberapa kebudayaan. (Lesmana, 2010: 43). Teknik Pun dalam
acara Angkringan episode Paseduluran nDesa terdapat pada penggalan
dialog di bawah ini.
72
Dalijo : Balok telane tanggane, lho….Ki sing wingi korban erupsi kui ta? Lha gawe panganan balok telane tanggane.
Srundeng : Lha iki, kerikil goreng eco.
Dalijo : lha iki apik iki. Balok pedes suaramu.
Srundeng : Iki panganan sing ngundang kowe mau Lik. (lihat lampiran, hal. 99).
Dialog di atas mengandung humor Pun, yaitu permainan
kata untuk memberi nama pada jenis makanan. „Balok telane
tanggane’, „Kerikil goreng eco‟, merupakan nama-nama makanan
yang sengaja dibuat untuk menimbulkan kesan humor. Balok
merujuk pada bentuk maknaan tersebut, yaitu berbentuk
menyerupai balok atau kotak, sedangkan telane (sejenis singkong)
merupakan bahan dari makanan tersebut. Tetapi kata „tanggane’
(tetangganya) menimbulkan kesan lucu atau humor karena
bukanlah sesuatu yang jamak apabila membuat makanan sendiri
namun bahan yang dibuat berasal dari tetangganya. Hal tersebut
bukan dalam arti yang sebenarnya tetapi sengaja dibuat untuk
menimbulkan kesan humor. Demikian juga dengan nama makanan
„kerikil goreng eco’ (Kerikil atau batu kecil goreng enak). Kerikil
berarti batu-batu kecil yang mudah dijumpai di jalan atau mana
saja, tetapi tentu saja yang dimaksud dengan kerikil goreng eco
bukan kerikil dalam pengertian yang sebenarnya, apalagi kerikil
tersebut digoreng dan rasanya eco (enak). Kerikil tersebut
73
mengidentikkan bahwa makanan yang dimaksud keras dan
berbentuk mirip kerikil atau pecahan batu dan cara membuatnya
dengan digoreng. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan
bahwa ungkapan „balok telane tanggane‟ dan „kerikil goreng eco‟
mengandung unsur humor dengan teknik humor Pun. Ungkapan
atau penamaan makanan dengan menggunakan permainan kata
tersebut dapat membuat penonton atau pendengar geli dan
tertawa.
Gambar 16. Jenis makanan buatan warga lereng Merapi yang
diberi nama yang unik atau plesetan (sumber: Rekaman acara Angkringan TVRI Yogyakarta)
74
Dalijo : lha iki apik iki. Balok pedes suaramu.
Srundeng : Iki panganan sing ngundang kowe mau Lik.
Dalijo : Kok kaya bojoku ya.
Srundeng : Ngapa?
Dalijo : Aku ki nek mangan kurang pedes, meng nyedak bojoku kok. Bojoku tak kon muni-muni luweh pedes…waaa…ki hasil karyane kanca-kanca lereng merapi. (lihat lampiran, hal. 99).
Dialog di atas juga dapat dikatakan sebagai humor Pun
karena yang dimaksud Dalijo dengan pedes (pedas) bukanlah pedas
dalam konteks rasa makanan, yang dapat diindera dengan lidah
melainkan „pedas‟ yang dapat dirasakan oleh hati atau perasaan.
Artinya, pedas tersebut dihasilkan dari suatu ucapan yang tidak
mengenakan hati. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kalimat
yang diucapkan Dalijo merupakan suatu permainan kata yang
dapat menimbulkan efek humor. Terbukti dengan sambutan tepuk
tangan dan tawa dari para penonton.
Srundeng : Iki gedang.
Dalijo : Sele wedul gembes.
Srundeng : Wedus gembel.
Dalijo : O, kualik, sing nulis. Wedus gembel kok wedul gembes.
Srundeng : Mripatmu sing bereng, wong kat mau wedus gembel kok. (lihat lampiran, hal. 99-100).
Dalam dialog di atas, permainan kata berupa plesetan
tampak pada kata wedus gembel yang diplesetkan menjadi wedul
75
gembes. Plesetan kata ini sebenarnya hanya mengganti atau
menukar huruf terakhir kata pertama dengan huruf terakhir kata
kedua, yaitu huruf „s‟ pada kata wedus diganti dengan huruf „l‟
kata gembel. Hal ini menimbulkan kesan humor, karena kata
wedul dan gembes tentu tidak terdapat dalam kamus bahasa dan
tidak memiliki arti atau makna. Akan tetapi karena kata itu
sebenarnya merujuk pada kata wedus dan gembel yang memiliki
arti dan makna, sehingga ketika diucapkan terdengar lucu. Hal ini
terbukti dengan sambutan tawa dan tepuk tangan para penonton,
dan juga para anggota Geng X.
Dalijo : Mengingat erupsi merapi, kabeh dha bingung. Aku ki malah oleh anu, oleh apa kuwi jenenge, neng kana kaya oleh wangsit tur, mawujud maune ki ula. Gandeng ula ngono ta, ya ula. Terus dadi keris. Percaya kermis ora percaya kermis.
Srundeng : Ula ni ki dadi kuwi?
Dalijo : Ula dadi keris.
Srundeng : Sing ndadekne piye, kok isa seka ula dadi keris?
Dalijo : we, aku erupsi merapi ana ula tak cekel, tak dol o tak tukokne keris.
Srundeng : Bahasamu ki, njuk ulo dipiye dadi keris meng ulane cekel didol ditukokne keris lha kuwi meng kaya wedus dadi keris yo isa.
Humor dalam dialog di atas tampak pada ungkapan ulo dadi
keris atau ular berubah menjadi keris. Ungkapan tersebut seolah
ular yang dipegang Dalijo saat tejadi erupsi merapi benar-benar
berubah menjadi sebuah keris. Terlepas dari mitos atau bukan,
dalam masyarakat Jawa, sebuah benda pusaka seperti keris,
dipercaya bisa berubah wujud misalnya ular.
Apa yang diungkapkan oleh Dalijo seolah-olah membawa
pengertian tersebut. Ternyata tidak, karena sebenarnya yang
dimaksudkan oleh Dalijo adalah bahwa ular tersebut dijual dan
uangnya dibelikan keris. Demikian juga dengan apa yang
diungkapkan Srundeng bahwa kambing bisa berubah menjadi
keris, yaitu dengan menjual wedus (kambing) kemudian uang hasil
penjualan dibelikan keris.
Ungkapan semacam itu menimbulkan efek humor karena
dapat mengelabuhi pikiran penonton yang mungkin sempat
berpikir bahwa apa yang dimaksud Dalijo adalah bahwa keris
tersebut memang benar-benar bisa berubah wujud menjadi ular.
Ternyata salah sehingga apa yang diungkapkan Dalijo dengan
menjual keris kemudian uang hasil penjualan keris dibelikan
seekor ular mengundang tawa dan tepuk tangan dari penonton.
77
Gambar 17. Salah satu adegan humor antara
Srundeng dengan Dalijo (sumber: Rekaman acara Angkringan TVRI Yogyakarta)
Bentuk humor Pun lain dalam acara Angkringan episode
Paseduluran nDesa juga dapat dilihat dari contoh dialog di bawah
ini.
Dalijo : Ini keris bukan sembarang keris. Mbiyen iki ki jarene, ceritane aku oleh wangsit ki mbiyen tau dinggo pejuang o, ketiban kelopo ora papa mergo nggawa keris iki.
Srundeng : Tiban kelapa ki ora papa? (lihat lampiran, hal. 101).
Dalam dialog di atas, penonton atau pendengar semula
diajak untuk membayangkan bahwa keris tersebut memang benar-
benar memiliki kasiat sehingga orang yang memegang keris
tersebut tidak akan sakit apabila tertimpa buah kelapa. Secara
umum, kelapa memiliki bentuk yang bulat dan keras serta
78
pohonnya dapat dikatakan tinggi, sehingga apabila kelapa jatuh
dan menimpa kepala orang pasti akan sangat sakit akibatnya.
Tetapi yang dimaksud dalam dialog di atas ternyata bukanlah
kelapa dalam pengertian umum, melainkan kelapa yang sudah
diparut atau dilembutkan. Hal ini menimbulkan humor karena
sebenarnya siapa pun yang tertimpa kelapa yang sudah diparut,
baik memegang keris maupun tidak, tentu tidak akan merasakan
sakit. Ungkapan tersebut disambut tawa oleh para penonton,
karena ternyata tidak seperti yang mereka pikirkan, bahwa keris itu
memang memiliki khasiat tertentu sehingga orang yang
memegangnya tidak bisa merasakan sakit walaupun sedang
mengalami musibah.
Gambar 18. Adegan Srundeng sedang
menggunakan properti keris (sumber: Rekaman acara Angkringan TVRI Yogyakarta)
79
Dalijo : Semar ngeja wantah
Srundeng : Semar ngeja wantah
Dalijo : Neng kamar ngeloni simbah
Srundeng : Ah, ditendang aku ngko. (lihat lampiran, hal. 102-103).
Humor dalam dialog di atas tampak pada ungkapan “Semar
ngeja wantah, neng kamar ngeloni simbah”. Ungkapan tersebut
biasanya diucapkan oleh seorang dalang dalam pertunjukan
wayang kulit, akan tetapi tidak dengan kalimat kedua yaitu “neng
kamar ngeloni simbah” (di dalam kamar memeluk simbah). Kalimat
tersebut-lah yang menimbulkan efek humor dalam dialog di atas,
karena rasanya lucu di dalam kamar memeluk simbah. Hal ini
disambut oleh tawa para penonton.
Dalijo : Rumangsamu. Jeruk minum jeruk kaya Srundeng kui resik-resika mono Srundeng ki wong wes rekasa. Uripe ya gumantung angkringan kene kadang kala, wah, deweke ki mangane ya meng trek.
Mbah Kenyut : Kok trek piye ta?
Dalijo : Trek kadang mangan trek kadang ora.
Mbah Kenyut : Anyar, anyar.
Dalijo : andekna kok umuk, sombong.
Mbah Kenyut : Sombong piye ta? Sombong dualima po piye?
Dalijo : ………..
Mbah Kenyut : Mikir, mikir.
80
Dalijo : Ya ra ta, ya mudeng no. (lihat lampiran, hal. 111).
Dalam dialog di atas mengandung humor permainan kata
berupa pelsetan yaitu pada kata “trek” dan “sombong”. Trek dalam
bahawa Jawa merupakan jenis alat transportasi, yaitu Truk dan
bukan nama makanan sehingga mustahil bisa dimakan. Tetapi
Dalijo telah membuat plesetan dengan “terkadang makan
terkadang tidak”, yang berarti kadang-kadang makan kadang-
kadang tidak. Demikian juga dengan kata „sombong‟ yang berarti
kata sifat yang menunjukkan keangkuhan, congkak atau pongah.
Mbah Kenyut memlesetkan dengan „sombong dualima‟ yang
sebenarnya “kondom dualima”. Plesetan trek dengan sombong
tersebut menimbulkan kesan humor sehingga membuat penonton
tertawa dan bertepuk tangan.
Srundeng : Awake dewe iki kaya warung kucingan iki
Dalam dialog di atas, humor terjadi pada permainan kata
yang berupa akronim “Wagirah”, yaitu Wanita Gigih Rah Pati Ayu,
yang berarti wanita gigih tetapi tidak terlalu cantik. Permainan kata
sebenarnya tampak pada rah pati yang seharusnya ra pati yang
artinya kurang lebih tidak terlalu. Akronim “Wagirah” lainnya
adalah wanita lagi gairah. Hal ini juga menimbulkan efek humor
karena gairah tersebut cenderung memiliki konotasi ke arah seks
dan membuat penonton tertawa dan bersorak.
Gambar 19. Salah satu adegan dialog antara
Mbah Kenyut, Wagirah, dan Dalijo (sumber: Rekaman acara Angkringan TVRI Yogyakarta)
Pawiro : Sudah. Aku kuliah empat bulan setahun aku kuliah
Gigi : Kok, ora di DO, Do yo.
Pawiro : Dosennya suka sama aku. (lihat lampiran, hal. 127).
83
Dialog di atas mengandung humor yang membuat penonton
tertawa. Ungkapan „aku kuliah empat bulan setahun‟ bukanlah
salah ucap melainkan satu kesengajaan untuk menimbulkan kesan
humor. Kalimat tersebut termasuk permainan kata, karena kalimat
yang benar adalah „setahun lebih empat bulan‟ atau „empat tahun
lebih satu bulan‟. Demikian pula dengan ungkapan „dosennya suka
sama aku‟. Maksud dari ucapan tersebut adalah karena Pawiro
memang tidak bisa menyelesaikan kuliah dengan cepat atau
dengan kata lain kuliahnya memakan waktu yang lama karena
sebab tertentu, misalnya sering tidak mengikuti kelas atau
mengulang mata kuliah dan lain sebagainya. Lamanya kuliah
bukan disebabkan karena Pawiro disukai dosennya. Apa yang
diungkapkan oleh Pawiro membuat para penonton di studio yang
antara lain dari siswa SMA tertawa. Mereka ikut bersorak
mendengar apa yang dikatakan oleh Pawiro tersebut.
84
Gambar 20. Salah satu adegan dialog antara
Wagirah atau Gigi dengan Pawiro (sumber: Rekaman acara Angkringan TVRI Yogyakarta)
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa teknik
humor acara Angkring di stasiun TVRI Yogyakarta dalam episode
Paseduluran nDesa menggunakan teknik humor Ridicule, Riddle, dan
Conundrum atau punning riddle, Pun. Seperti yang telah disinggung
di atas, bahwa acara Angkringan merupakan acara yang dikemas
sedemikian rupa sehingga terkesan santai, lucu, tetapi juga
mengandung pesan-pesan di dalamnya. Acara tersebut bukanlah
merupakan acara humor semata, melainkan ada nilai atau pesan
tertentu yang hendak disampaikan. Setiap episode, tema dan pesan
yang disampaikan selalu berbeda. Pada episode Paseduluran nDesa
tema yang diangkat adalah rasa saling tolong-menolong, peduli
85
terhadap sesama, terutama kepada mereka yang sedang terkena
musibah bencana, yaitu erupsi Gunung Merapi.
Gambar 21. Adegan bersama narasumber
(sumber: Rekaman acara Angkringan TVRI Yogyakarta)
Gambar 22. Penyampaian pesan oleh Narasumber
(sumber: Rekaman acara Angkringan TVRI Yogyakarta)
86
Rasa paseduluran dapat diartikan sebagai rasa persaudaraan
atau kekeluargaan. Rasa paseduluran dalam acara Angkringan
dapat dilihat dari sikap tokoh Srundeng yang bersedia membantu
dengan cara menjual produk-produk yang dibuat oleh masyarakat
korban bencana gunung Merapi. Srundeng sendiri merupakan
seorang penjual angkringan. Dengan ikut menjualkan produk
makanan buatan masyarakat lereng Merapi, Srundeng turut
membantu perekonomian para korban bencana.
Selain itu, dijelaskan pula mengenai program pemerintah
daerah yang dijalankan dengan tujuan untuk meringankan beban
masyarakat yang terkena bencana Merapi. Program tersebut adalah
sister village dan sister school. Sister village berkaitan dengan
pelayanan publik seperti mengurus ktp, kk, dan lain sebagainya.
Sedangkan sister school adalah berkaitan dengan sekolah atau
pendidikan.
Pesan-pesan tersebut dikemas dalam sajian angkringan yang
bernuansa humor sehingga menarik untuk ditonton. Penyampaian
pesan yang disisipi dengan humor terasa lebih menarik, tidak
membosankan atau menegangkan. Penonton bisa menangkap
pesan tetapi juga sekaligus terhibur karena ada ungkapan atau
adegan-adegan yang bisa membuat tertawa.
88
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa acara
Angkringan pada awalnya bernama Obrolan Angkring yang sudah ada sejak
tanggal 21 April 1997. Alasan nama acara tersebut berubah adalah karena
sudah ada acara dengan nama yang hampir sama, yaitu Obrolan Balai Kota.
Naskah acara Angkringan ditulis dan disutradarai oleh Ari Purnomo dan
Denmas Plencing. Sedangkan pengisi acara merupakan lawak kota
Yogyakarta antara lain Dalijo, Yu Beruk, Trinil, Cenil, Sherly, Srundeng, dan
Mbah Kenyut. Adapun musik pengiring adalah Gank X Yogyakarta. Acara
tersebut biasanya mengundang narasumber yang disesuaikan dengan tema
yang sedang diangkat. Pada Episode Paseduluran nDesa, narasumber dari
BPBD Sleman yang memberikan informasi mengenai pentingnya Paseduluran
nDesa dalam menangani masyarakat terdampak bencana Merapi.
Sajian pertunjukan acara Angkringan yang disiarkan oleh TVRI
Yogyakarta adalah terbagi ke dalam beberapa bagian. Pertunjukan dibuka
dengan lagu yang berjudul “Angkringan” yang dibawakan oleh pengiring
musik band Gank X Yogyakarta. Setelah musik atau lagu pembuka tersebut
kemudian masuk ke bagian pertama, yaitu Dalijo dan Srundeng yang
89
menyapa penonton yang berada di dalam studio. Mereka berdua menyapa
sambil disisipi guyonan, sehingga terjadi interaksi antara pemain dan
penonton untuk mencairkan suasana. Bagian ke dua dibuka dengan adegan
Dalijo dan Mbah Kenyut yang sedang beradu keahlian dalam bermain tebak-
tebakan. Bagian ini berisi penjelasan tentang program sister village yang
dibuat oleh BPBD Kabupaten Sleman yang bekerja sama dengan masyarakat
sekitar lereng Gunung Merapi. Bagian ke tiga diisi oleh tiga pemain yaitu
Pawiro, Gigi, dan Trinil. Pawiro berperan sebagai seorang pengajar atau
seorang guru pada salah satu program kerja BPBD Kabupaten Sleman.
Bagian empat dibuka oleh Mbah Kenyut yang mendukung Srundeng dalam
membantu korban erupsi gunung Merapi, serta adanya penjelasan mengenai
program Paseduluran nDesa oleh beberapa bintang tamu dari BPBD Sleman.
Bagian ini juga merupakan bagian terakhir dari acara Angkringan.
Adapun teknik humor pada acara Angkringan episode Paseduluran
nDesa antara lain Ridicule yaitu humor yang berisi ejekan, tertawaan,
cemoohan. Ejekan atau cemoohan dalam hal ini dilakukan antara pemain
satu terhadap pemain lainnya maupun berupa sindiran terhadap tokoh
tertentu yang tidak menjadi pemeran dalam Paseduluran nDesa. Riddle yaitu
kelompok kalimat atau kata yang disusun sehingga berupa teka teki dengan
jawaban yang tidak diharapkan sehingga menimbulkan kesan humor, dalam
90
pertunjukan teknik riddle dilakukan oleh Dalijo dan Mbah Kenyut yang
melakukan tebak-tebakan. Conundrum atau punning riddle yaitu teka-teki yang
bersifat permainan kata, seperti plesetan yang dilakukan oleh Dalijo dan
Srundeng atau nama makanan yang merupakan produk dari masyarakat
lereng Merapi korban bencana, misalnya “Kerikil Goreng Eco”, “Balok Telane
Tanggane”, dan lain-lain. Pun yaitu permainan kata-kata murni bukan
berupa teka-teki yang ada pada beberapa kebudayaan, seperti dialog yang
dilakukan oleh Dalijo dengan Srundeng ketika membahas keris. Keris bisa
berubah menjadi ular. Sebagian masyarakat Jawa percaya bahwa sebuah
pusaka memiliki kesaktian seperti berubah wujud menjadi binatang. Akan
tetapi yang dimaksud Dalijo ternyata bukan seperti itu melainkan keris itu
dijual lalu dibelikan ular atau kambing.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian dan analisis terhadap teknik humor yang ada
dalam acara Angkringan episode Paseduluran Ndesa yang ditayangkan oleh stasiun
TVRI Yogyakarta dapat disampaikan saran untuk pembaca sebagai berikut:
Para pembaca, yang tertarik dan ingin melanjutkan penelitian tentang
acara Angkringan disarankan agar lebih mencermati mengenai pesan yang
disampaikan dalam acara Angkringan yang sudah dipaparkan dalam
91
penelitian ini, apakah pesan atau penyuluhan yang dikemas dalam bentuk
humor efektif dapat diterima oleh masyarakat secara luas.
92
DAFTAR ACUAN
A. Daftar Pustaka
Barranger, Milly S. Understanding Plays (2ed.). Massachusetts: Ally & Bacon A Division of Simon & Schuster, Inc., 1993.
Chiaro, Delia. The Languange of Jokes: Analysing Verbal Play. London:
Routledge, 1992. Cohen, Robert. Theatre (9ed.). New York: McGraw-Hill Companies, Inc., 2010. Dagun, M. Save. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Lembaga Pengkajian Jakarta:
Kebudayaan Nusantara, 2006. Danandjaja, James. Humor Mahasiswa. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001. Darmansyah.“Strategi Pembelajaran dengan Humor cet 3”. Jakarta: PT Bumi
Akasara, 2012. Koentjoroningrat. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia,
1981. Lesmana, Maman. Bahasa, Sastra, dan Budaya Arab. Depok: Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010. Martin, R. A. dan Lefcourt, H. M. Sense of Humor as a Moderator of Relation
Between Stressors and Moods. Journal of Personality and Social Psychology, Vol 45, No 6, 1313-1324, 2006.
Manggala, Virgo. “Analisis Tata Artistik Berbasis Budaya Lokal Program
Acara Angkringan TVRI Stasiun Yogyakarta Episode Paseduluran Ndesa”, Fakultas Seni rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Surakarta, 2015.
Maya, Diel. Plesetan ½ Gokil, Jakarta: PT. Buku Kita, 2007.
93
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya, 2007.
Mustikawati, Retno. “Faktor Kesuksesan Acara Obrolan Angkring TVRI
Stasiun Yogyakarta”, Fakultas Seni Media Rekam Institut Seni Indoensia Yogyakarta, 2002.
Rahmanadji, Didiek. 2007. Sejarah, Teori, Jenis, Dan Fungsi Humor. Jurnal
Bahasa Dan Seni, Tahun 35, Nomor 2, Agustus, 2007. Rustono. Implikatur Tuturan Humor. Semarang: CV. IKIP Semarang Press,
2000. Santoso, Eko. Teater Jilid 1. Yogyakarta: Depdiknas, 2008.
Sentana, Yuli Mahmudah. “Humor Berupa Pelanggaran Maksim dalam Film RRRrrr!!!! Karya Alain Chabat”, Jurusan Pendidikan Bahasa Perancis Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta, 2012.
Setiawan, Arwah. Teori Humor. Jakarta: Majalah Astaga, No.3 Th.III, 1990. Siswantoro. Metode Penelitian Sastra Analisis Psikologi. Surakarta: Sebelas
Maret University Press, 2004. Soedjatmiko, Wuri. “Aspek Linguistik dan Sosiokultural di dalam Humor”.
Dalam Bambang Kaswanti Purwo. (Ed.) PELLBA 5. Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Suhadi. Humor dalam Kehidupan. Jakarta: Gema Press, 1989. Sujoko. Perilaku Manusia dalam Humor. Jakarta: Karya Pustaka, 1982. Syafril. Idiom-idiom Estetik Pastiche, Parodi, Kitsch, Camp, dan Skizofrenia
dalam Karya Teater Postmodern Indonesia Jalan Lurus JURNAL BAHASA DAN SENI Vol 9 No. 2 Tahun 2008 ( 132 - 142), 2008.
Tarwiyah, Jamiatut. “Gaya Lawakan Pemain Kelompok Obrolan Angkring
Produksi TVRI Stasiun Yogyakarta”, Skripsi Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 2004.
94
Widjaja, A.W. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: Bumi Aksara, 1983.
Wijana, I Dewa Putu. “Problema Seksual Dalam Plesetan Peribahasa”. Dalam
Humaniora No.12. (Septembar-Desember). Yogyakarta, 1999. Wijana, I Dewa Putu. Permainan Bahasa dalam Rangka Meningkatkan Mutu
Pengajaran Ilmu Bahasa Indonesia: Yogyakarta, 2003. Wijana, I Dewa Putu. Kartun: Studi Tentang Permainan Bahasa. Yogyakarta: