BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan potensi bahan mineral bukan logam dan batuan untuk menunjang pembangunan fisik di Kabupaten Majalengka masih mengalami konflik yang berkaitan dengan isu-isu lingkungan. Banyak yang beranggapan bahwa kegiatan eksploitasi bahan galian merupakan salah satu kegiatan yang memberikan andil terhadap degradasi kualitas lingkungan fisik dan infrastruktur berupa kerusakan lahan, penurunan muka air tanah, pencemaran udara maupun suara, serta kerusakan jalan. Kebijakan dan strategi pengelolaan dalam usaha pemanfaatan sumber daya mineral adalah optimalisasi pemanfaatn sumber daya mineral untuk kesejahteraan rakyat, tetapi tetap pada prinsip konservasi yang menjamin daya dukung kelestarian dan keseimbangan lingkungan untuk kehidupan masa depan. Upaya yang dapat dilakukan adalah mitigasi (mengecilkan dampak) terhadap lingkungan dengan lebih memahami karakteristik proses
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemanfaatan potensi bahan mineral bukan logam dan batuan untuk
menunjang pembangunan fisik di Kabupaten Majalengka masih mengalami
konflik yang berkaitan dengan isu-isu lingkungan. Banyak yang beranggapan
bahwa kegiatan eksploitasi bahan galian merupakan salah satu kegiatan yang
memberikan andil terhadap degradasi kualitas lingkungan fisik dan infrastruktur
berupa kerusakan lahan, penurunan muka air tanah, pencemaran udara maupun
suara, serta kerusakan jalan.
Kebijakan dan strategi pengelolaan dalam usaha pemanfaatan sumber daya
mineral adalah optimalisasi pemanfaatn sumber daya mineral untuk kesejahteraan
rakyat, tetapi tetap pada prinsip konservasi yang menjamin daya dukung
kelestarian dan keseimbangan lingkungan untuk kehidupan masa depan. Upaya
yang dapat dilakukan adalah mitigasi (mengecilkan dampak) terhadap lingkungan
dengan lebih memahami karakteristik proses alam tersebut. Dampak dan
perubahan lingkungan dari pengusahaan mineral tergantung pada rona lingkungan
hidup awal yaitu: fisiografi dan geologi; ruang, lahan dan tanah; flora dan fauna
serta sosial dan kesehatan masyarakat.
Dalam upaya meminimalkan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh
aktifitas penambangan mineral maka perlu dibuat AMDAL (Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan) / UKL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup) dan UPL
(Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup). Disamping itu perlu perencanaan tata
ruang daerah untuk kegiatan penambangan dan hanya dapat dilakukan pada zona
layak tambang.
Zona layak tambang dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah yang
diperbolehkan adanya kegiatan pertambangan karena tidak mempunyai kendala
lingkungan. Adapun zona layak tambang hendaknya tidak berada pada : Daerah
Permukiman Penduduk; Lokasi Wisata; Kawasan yang memberikan perlindungan
kawasan di bawahnya (Kawasan hutan lindung, Kawasan resapan air); Kawasan
Perlindungan Setempat (Sempadan sungai; Kawasan sekitar danau/waduk;
Kawasan sekitar mata air; Kawasan Suaka Alam Dan Cagar Budaya; Kawasan
Rawan Bencana.
Pengelolaan pertambangan yang baik perlu disusun suatu Rencana Induk
Pertambangan. Rencana Induk merupakan suatu bentuk perencanaan jangka
panjang yang disusun untuk merumuskan strategi dan program pembangunan.
Pada dasarnya Rencana Induk (RENDUK) yang dikenal juga sebagai master plan,
general plan, atau comprehensive plan.
Dalam kaitannya dengan perencanaan jangka panjang bidang pertambangan di
Kabupaten Majalengka maka pengertian Rencana Induk Pertambangan adalah
sebagai berikut :
(1). Perencanaan pertambangan atau Rencana Induk Pertambangan dilakukan
untuk tercapainya keterpaduan dalam pengelolaan secara kewilayahan di
Kabupaten Majalengka serta untuk melakukan perlindungan terhadap
daerah-daerah tidak layak tambang;
(2). Perencanaan pertambangan dilakukan dengan jalan menetapkan zona
pertambangan, kawasan pertambangan dan daerah pencadangan potensi
bahan galian tambang;
(3). Penentuan zona pertambangan, kawasan pertambangan dan daerah
pencadangan potensi bahan galian tambang ditetapkan oleh Bupati;
(4). Perencanaan pertambangan disusun secara terpadu dengan perencanaan
Tata Ruang.
Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, yang memberikan kewenangan kepada
Daerah Otonom untuk mengatur kegiatan pengelolaan sumber daya alam
termasuk bahan mineral.
Sumber daya alam berupa bahan galian merupakan salah satu kekayaan
negara yang apabila dimanfaatkan secara baik dan benar akan dapat menjadi
penopang Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam rangka menggerakan roda
pembangunan daerah. Agar kegiatan usaha pertambangan dapat memberikan
kontribusinya secara nyata bagi daerah, maka aspek legalitas dalam bentuk
perizinan perlu mendapat perhatian secara serius. Aspek ini merupakan hal yang
paling mendasar karena legalitas adalah bukti tertulis mengenai hak dan
kewajiban di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara jelas dan
transparan.
Dalam pelaksanaan kegiatan pertambangan aspek legalitas dinilai penting,
karena sebelum mendapatkan izin, hal teknis dan administratif terlebih dahulu
dinilai oleh instansi teknis, apakah badan usaha atau perorangan yang akan
melakukan penambangan memang layak dan bonafide untuk melaksanakan
kegiatan penambangan secara baik dan benar. Kompetensi dan bonafiditas pelaku
usaha pertambangan sangat menentukan terselenggaranya pengelolaan
keselamatan pertambangan dan lingkungan pertambangan.
Kegiatan pertambangan dapat berlangsung sesuai dengan kaidah-kaidah
dan ketentuan yang berlaku, memerlukan persyaratan diantaranya perusahaan
harus sadar dan taat dalam melaksanakan hak dan kewajiban serta pemerintah
selaku pembina dan pengawas melaksanakan tugasnya secara konsisten dan
berkesinambungan.
Meskipun kegiatan usaha pertambangan di Kabupaten Majalengka lebih
dominan merupakan bahan galian konstruksi dan bahan galian industri yang
teknis pelaksanaannya hanya membutuhkan teknologi dan peralatan yang
sederhana, namun kenyataannya cukup banyak kasus-kasus kecelakaan maupun
kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan ini. Dengan demikian
kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap usaha pertambangan
harus secara teratur dan berkesinambungan dilaksanakan, dalam rangka
membangun dan mengarahkan usaha pertambangan melaksanakan prinsip good
mining practise.
Agar pelaksanaan pengawasan dan pembinaan terhadap para pelaku usaha
pertambangan dapat efektif dan efisien, maka kegiatan tersebut harus dilakukan
secara sinergis bersama stakeholder (pihak yang berkepentingan) dalam
pengelolaan usaha pertambangan.
Berdasarkan uraian di atas dan sesuai dengan kedudukan dan tugas pokok
penulis, maka judul yang dipilih adalah “Rencana Kerja Peningkatan
Pengetahuan Bagi Pelaku Usaha Pertambangan melalui Kegiatan
Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Usaha Pertambangan pada
Bidang Pertambangan dan Energi Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air,
Pertambangan dan Energi Kabupaten Majalengka”.
B. Isu Aktual
Baru-baru ini, di media massa sering kita membaca pemberitaan bahwa
kegiatan penambangan mineral dan batuan menyebabkan terjadinya kerusakan
lingkungan. Pemerhati lingkungan seringkali menuding, aktifitas penambangan
merupakan salah satu penyebab kerusakan lingkungan. Aktifitas penambangan
pulalah yang dituding sebagai salah satu penyebab kerusakan jalan. Lagi-lagi kita
akan berkesimpulan yang sama apabila kita berkunjung ke suatu lokasi
penambangan. Lengkap sudah tudingan bahwa kegiatan penambangan sebagai