TEKNIK PEMANENAN RESIN DAN GETAH UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI DAN KUALITAS Abstrak Ketimpangan antara produksi getah dan potensi tegakan jelutung dan kemenyan mengkhawatirkan kelangsungan pengelolaan hutan jelutung maupun kemenyan hingga masa yang akan datang. Apalagi daerah penyebaran tanaman jelutung dan kemenyan terbatas hanya di daerah Sumatera dan Kalimantan dan sudah mulai langka keberadaannya. Ekploitasi berlebihan dalam pemanenan getahnya karena tuntutan ekonomi ataupun untuk mencukupi kebutuhan pasar getah menjadi salah satu indikasi tidak terjaminnya kelangsungan pengelolaan tegakan jelutung maupun kemenyan. Oleh karena itu perlu diterapkan teknik pemanenan getah yang ramah lingkungan sekaligus menjamin kelestarian produk dan sumber penghasil getah melalui penerapan cara penyadan dan penggunaan stimulan organik.Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan teknik penyadapan getah jelutung dan kemenyan dengan menggunakan stimulan organik Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan stimulan organik berbahan dasar lengkuas, jeruk nipis dan cuka kayu pada penyadapan jelutung dapat meningkatkan produksi getah. Rata-rata getah jelutung yang dihasilkan dengan menggunakan stimulan cuka kayu, lengkuas dan jeruk nipis masing-masing sebesar 21,07g; 20,07g dan 17,45g. Teknik penyadapan jelutung dengan luka sadap berbentuk ½ spiral maupun berbentuk V tidak mempengaruhi produksi getah jelutung yang dihasilkan. Kadar pengotor yang terdapat di dalam getah jelutung berkisar antara 0,45%–0,70% dan tergantung pada kebiasaan penyadap pada saat melakukan pembaharuan sadapan. Stimulansia organik juga dapat dmeningkatkan produksi getah kemenyan. Rendemen getah kemenyan yang diperoleh dengan menggunakan stimulan lengkuas, jeruk nipis dan cuka kayu masing-masing sebesar 18,27%; 14,57% dan 6,50%. Selain getah kemenyan, kulit kemenyan yang sudah dipisahkan dari getahnya mempunyai nilai ekonomi (masih dapat dijual). Perlu inovasi penyadapan lebih lanjut agar proses perlukaan batang dan pemberian stimulan dapat dilakukan lebih efisien dan efektif. Kata kunci: Getah, jelutung, kemenyan, stimulan organik, produksi, kualitas, inovasi
60
Embed
TEKNIK PEMANENAN RESIN DAN GETAH UNTUK …database.forda-mof.org/uploads/Jelutung1.pdf · baku permen karet dan campuran pembuatan ban mobil. Selain untuk . keperluansebagaimanatersebut
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TEKNIK PEMANENAN RESIN DAN GETAH UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI DAN KUALITAS
Abstrak
Ketimpangan antara produksi getah dan potensi tegakan jelutung dan kemenyan
mengkhawatirkan kelangsungan pengelolaan hutan jelutung maupun kemenyan hingga masa yang akan datang. Apalagi daerah penyebaran tanaman jelutung dan kemenyan terbatas hanya di daerah Sumatera dan Kalimantan dan sudah mulai langka keberadaannya. Ekploitasi berlebihan dalam pemanenan getahnya karena tuntutan ekonomi ataupun untuk mencukupi kebutuhan pasar getah menjadi salah satu indikasi tidak terjaminnya kelangsungan pengelolaan tegakan jelutung maupun kemenyan. Oleh karena itu perlu diterapkan teknik pemanenan getah yang ramah lingkungan sekaligus menjamin kelestarian produk dan sumber penghasil getah melalui penerapan cara penyadan dan penggunaan stimulan organik.Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan teknik penyadapan getah jelutung dan kemenyan dengan menggunakan stimulan organik
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan stimulan organik berbahan dasar lengkuas, jeruk nipis dan cuka kayu pada penyadapan jelutung dapat meningkatkan produksi getah. Rata-rata getah jelutung yang dihasilkan dengan menggunakan stimulan cuka kayu, lengkuas dan jeruk nipis masing-masing sebesar 21,07g; 20,07g dan 17,45g. Teknik penyadapan jelutung dengan luka sadap berbentuk ½ spiral maupun berbentuk V tidak mempengaruhi produksi getah jelutung yang dihasilkan. Kadar pengotor yang terdapat di dalam getah jelutung berkisar antara 0,45%–0,70% dan tergantung pada kebiasaan penyadap pada saat melakukan pembaharuan sadapan. Stimulansia organik juga dapat dmeningkatkan produksi getah kemenyan. Rendemen getah kemenyan yang diperoleh dengan menggunakan stimulan lengkuas, jeruk nipis dan cuka kayu masing-masing sebesar 18,27%; 14,57% dan 6,50%. Selain getah kemenyan, kulit kemenyan yang sudah dipisahkan dari getahnya mempunyai nilai ekonomi (masih dapat dijual). Perlu inovasi penyadapan lebih lanjut agar proses perlukaan batang dan pemberian stimulan dapat dilakukan lebih efisien dan efektif.
Kata kunci: Getah, jelutung, kemenyan, stimulan organik, produksi, kualitas, inovasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam UU No. 41 tahun 1999 pasal 26 (pemungutan HHBK padahutanlindung)
danpasal 28 (pemanfaatan HHBK pada hutan produksi), sertadalam PP. No. 6 tahun
2007 pasal 28 (pemungutan HHBK dalam hutan tanaman pada hutan produksi)
mengatur tentang pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK).Beberapa jenis
HHBK yang dikembangkan menjadi HHBK unggulan adalah gondorukem, sutera
alam, madu, gaharu, rotan, bambu, jelutung, kemenyan, gambir, dst. Selain
menghasilkan produk bernilai tinggi dan mampu menyumbangkan devisa negara,
pemanfaatan HHBK juga dapat mendukung pengurangan emisi dan pemanasan
global. Hal ini berhubungan dengan proses pemanfaatan hasil hutan bukan kayu
yang biasanya dilakukan tanpa merusak hutan bahkan mungkin
mengkonservasinya, seperti jasa lingkungan.
Selain itu, pemanfaatan HHBK ditujukan juga untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. HHBK yang potensial untuk dikembangkan dan
mempunyai nilai ekonomi tinggi adalah getah jelutung dan kemenyan.Getah jelutung
diperolah dari proses penyadapan pohon jelutung (Dyera spp) sedangkan getah
kemenyan diperoleh dari proses penyadapan pohon kemenyan (Styrax sp). Yang
merupakan hasil eksudat dari pohon jelutung (Dyera spp.). Getah jelutung banyak
diusahakan di daerah di Kalimantan dan Sumatera, sementara itu menurut Siregar
(1999), jenis kemenyan di Indonesia tidak mempunyai daerah penyebaran yang luas
dan hanya terpusat pada daerah Palembang dan Sumatera.
Indonesia pernah menjadi Negara pengekspor getah jelutung terbesar di
dunia.Ekspor getah jelutung Indonesia pada tahun 1990 mencapai 6.500 ton, namun
pada tahun-tahun berikutnya terus berkurang hingga pada tahun 1993 hanya
sebesar 1.182 ton (Coppen, 1995). Hal ini terkait dengan keberadaan pohon jelutung
di hutan alam sebagai penghasil getah yang semakin berkurang jumlahnya akibat
penebangan dan konversi lahan gambut menjadi areal perkebunan dan pertanian
serta kebakaran hutan.
Waluyo (2010) menyebutkan bahwa getah jelutung digunakan sebagai bahan
baku permen karet dan campuran pembuatan ban mobil. Selain untuk
keperluansebagaimanatersebut di atas, getah jelutung juga dapat digunakan
sebagai bahan baku pembuatan cat, perekat dan vernis Dari berbagai kegunaan
tersebut, Coppen (1995) menekankan bahwa saat ini getah jelutung mempunyai nilai
yang sangat tinggi untuk bahan baku permen karet.
Penyadapan jelutung yang dilakukan oleh masyarakat penyadap biasanya
menggunakan metode sadapan berbentuk “V” dengan sudut kemiringan 30-45º dan
interval pelukaan kulit 2-3 hari bahkan ada yang seminggu sekali (Waluyo, 2009).
Menurut Coppen (1995) penyadapan jelutung dengan metode tersebut dapat
menghasilkan getah jelutung bukit lebih banyak dibanding jelutung rawa (Coppen,
1995). Di sisi lain, hasil penelitian Waluyo (2010) menyebutkan bahwa metode
penyadapan atau pola sayatan yang menghasilkan getah yang paling optimal adalah
pola sayatan ½ spiral dari kiri atas ke kanan bawah (½ S Kr-Kn). Oleh karena itu
dalam penelitian ini akan melakukan penyadapan dengan kedua metode sadapan
tersebut. Selain itu juga akan dilakukan pemberian jenis stimulan organik yang dapat
digunakan untuk meningkatkan produksi getah jelutung.
Demikian juga dengan produk getah kemenyan, Indonesia juga pernah sebagai
pengekspor getahnya. Pada tahun 1939, sebelum perang dunia kedua, volume
ekspor kemenyan dari Tapanuli Utara mencapai 1.913 ton atau setara dengan
601.000 gulden. Pada tahun 1978 volume ekspor kemenyan mencapai 323,6 ton
atau setara dengan US$ 143.800. Pada tahun 1996 Sumatera Utara mampu
mengekspor kemenyan sebanyak 66,8 ton atau setara dengan US$ 186.001
(Simanjuntak, 2000 dalam Nurrochmat, 2001). Kemenyan asal Tapanuli Utara telah
dipasarkan 80% di Pulau Jawa dan 20% diekspor ke Malaysia dan Singapura
(Sasmuko, 2001). Kemenyan banyak dimanfaatkan dalam bidang kosmetik dan
farmasi. Di sektor industri, kemenyan digunakan sebagai bahan pengikat parfum
agar keharumannya tidak cepat hilang. Oleh masyarakat Jawa pada jaman dahulu,
kemenyan digunakan untuk campuran rokok (rokok klembak) selain itu juga
digunakan untuk ritual adat (dalam pemakaman orang meninggal) dan tidak sedikit
manfaat kemenyan dihubungkan dengan dunia mistis.
Pada tahun 1991, luas tanaman kemenyan di daerah Tapanuli Utara seluas
17.466 ha. Pada tahun 1993 telah terjadi pengurangan luas sebesar 167 ha
sehingga menjadi 17.299 ha. Hal ini disebabkan karena tidak adanya upaya
penanaman kembali jenis tanaman kemenyan oleh petaninya maupun instansi
terkait, sedangkan di satu sisi eksploitasinya terus meningkat setiap tahunnya
(Sasmuko, 1999). Berikut disampaikan data luas hutan rakyat kemenyan di
Kabupaten Tapanuli Utara dari 2001–2009.
Tabel 1. Luas hutan rakyat kemenyan di Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2001–2009
Tahun Total luas wilayah (ha) Luas hutan rakyat kemenyan
2001 379.371 21.387
2002 379.371 21.417
2003 379.371 16.217
3004 379.371 16.282
2005 379.371 16.283
2006 379.371 16.282
2007 379.371 16.395
2008 379.371 16.414
2009 379.371 16.414 Sumber : Antoko (2011)
Berdasarkan Tabel 1 tersebut, luas hutan kemenyan yang dikelola rakyat di
daerah Tapanuli Utara mengalami penurunan cukup tinggi pada tahun 2002–2003,
yaitu sekitar 24,28%. Pada tahun-tahun berikutnya, luas hutan kemenyan di
Tapanuli Utara tidak menunjukkan penambahan luas yang signifikan.
Penyadapan kemenyan yang biasa dilakukan oleh masyarakat penyadap
kemenyan dengan cara melukai batang pohon dengan alat tertentu dan kemudian
menutupnya kembali luka tersebut. Cara tersebut sudah dilakukan secara turun-
temurun. Di sisi lain penggunaan stimulansia untuk merangsang keluarnya getah
kemenyan agar lebih banyak belum pernah dilakukan. Paling tidak informasi secara
ilmiah tentang penggunaan stimulansia dalam penyadapan kemenyan belum ada
Ketimpangan antara produksi getah dan potensi tegakan yang ada dari tahun
ke tahun tersebut mengkhawatirkan kelangsungan pengelolaan hutan jelutung
maupun kemenyan hingga masa yang akan datang. Apalagi daerah penyebaran
tanaman jelutung dan kemenyan terbatas hanya di daerah Sumatera dan
Kalimantan dan sebagian besar tegakan kemenyan diusahakan oleh rakyat sekitar
hutan. Sementara itu tegakan jelutung sendiri sudah mulai langka keberadaannya.
Ekploitasi berlebihan dalam pemanenan getahnya karena tuntutan ekonomi ataupun
untuk mencukupi kebutuhan pasar getah menjadi salah satu indikasi tidak
terjaminnya kelangsungan pengelolaan tegakan jelutung maupun kemenyan.
Di sisi lain, tanaman penghasil getah, seperti pinus dan karet, dapat
ditingkatkan produksi getahnya, salah satunya dengan memberikan zat
perangsang/stimulansia. Pemberian zat perangsang tersebut dimaksudkan untuk
merangsang keluarnya getah lebih banyak dari saluran getah.Selama ini informasi
tentang pemberian stimulansia dalam penyadapan getah jelutung dan kemenyan
masih kurang. Kemungkinan karena memang tidak ada yang menggunakan
stimulansia dalam proses penyadapannya atau memang informasi ilmiahnya belum
tersedia. Oleh karena itu perlu ujicoba pemberian stimulansia yang aman dan ramah
lingkungan dalam penyadapan jelutung dan kemenyan guna meningkatkan produksi
getah tetapi tetap aman baik bagi produk getah yang dihasilkannya, pohon
penghasilnya dan lingkungannya.
Pengembangan berbagai jenis stimulan terus dilakukan dengan tujuan tidak
hanya untuk meningkatkan produksi getahnya tetapi juga untuk menjamin
kelestarian hasil dan pohon penghasilnya selain lingkungan di sekitarnya. Formulasi
stimulan yang tepat terus dikembangkan untuk meningkatkan hasil getah/resin
selain juga tetap menjamin kelestarian pengelolaan tanaman penghasil getah/resin.
B. Tujuan dan Sasaran
1. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknik penyadapan getah jelutung dan
kemenyan dengan menggunakan stimulan organik.
2. Sasaran
Sasaran penelitian ini adalah tersedianya informasi ilmiah tentang teknik
penyadapan getah kemenyan dan jelutung dengan menggunakan stimulan
organik.
C. Luaran
1. Laporan hasil penelitian yang berisi informasi ilmiah tentang teknik penyadapan
getah kemenyan dan jelutung dengan menggunakan stimulan organik.
2. Draft karya tulis ilmiah
3. Contoh stimulan
D. Hasil yang telah dicapai
Hasil penelitian pada tahun pertama (2011) adalah sebagai berikut :
1. Produksi getah pinus dengan teknik kedukul, bor dan mujitech menunjukkan
perbedaan hasil yang tidak berarti.
2. Stimulan organik lengkuas dapat meningkatkan produksi getah pinus
dibandingkan kencur dan bawang merah. Rata-rata hasil getah untuk stimulan
lengkuas, kencur dan bawang merah masing-masing per pengumpulan sebesar
25, 99 gam; 12,71 gam dan 6,57 gam.
3. Pemberian stimulan organik dengan komposisi stimulan 100%, 75% dan 50%
menghasilkan produksi getah pinus yang tidak berbeda nyata. Ini berarti
pemberian stimulan dengan konsentrasi 50% dirasa lebih ekonomis.
4. Kualitas getah secara visual yang dihasilkan dengan teknik penyadapan bor
lebih bersih dibandingkan teknik Mujitech dan kedukul.
5. Kadar kotoran dalam getah pinus yang dihasilkan dengan teknik penyadapan
bor lebih bersih daripada teknik Mujitech dan kedukul, yaitu rata-rata sebesar
3,96%.
6. Namun demikian teknik penyadapan bor tidak disukai petani penyadap untuk
diterapkan karena kurang efektif.
Hasil penelitian pada tahun kedua (2012) adalah sebagai berikut :
1. Metode penyadapan yang menghasilkan produksi getah lebih tinggi adalah metode
penyadapan kedukul,namun kualitas getah (kadar kotoran) yang baik adalah metode
bor dengan kadar kotoran 3,2%.
2. Selain metode penyadapan yang digunakan, produksi getah juga dipengaruhi oleh
ukuran diameter batang pinus dan tempat tumbuh. Semakin besar diameter dan
semakin tinggi tempat tumbuh, produksi getah semakin besar.
3. Stimulan berbahan dasar cuka kayu dari limbah batang pinus dapat digunakan untuk
meningkatkan produksi getah pinus.
4. Semua komposisi stimulan cuka kayu yang digunakan (100%, 75%, 50% dan 25%)
dapat meningkatkan produksi getah pinus. Besarnya peningkatan produksi getah yang
dihasilkan berkisar 26–39%. Disarankan menggunakan stimulan cuka kayu 100% agar
lebih ekonomis.
Hasil penelitian tahun ketiga pada yahun 2013 adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan stimulansia dengan perbandingan komposisi cuka kayu dengan
asam palmitat 1:0,25–1 pada penyadapan pinus memberikan respon yang
bervariasi terhadap produksi getah pinus, namun pada umumnya cenderung
meningkatkan produksi getah pinus yang diperoleh.
2. Komposisi stimulansia cuka kayu dengan asam palmitat 1:0,25–1 dapat
meningkatkan produksi getah pinus sebesar 14%; 12% dan 10% pada ketinggian
rendah (< 500 m mdpl) serta 13%, 10% dan 14% pada ketinggian tinggi (> 500 m
mdpl).
3. Kualitas getah pinus yang berhubungan dengan kadar pengotornya pada ke tiga
lokasi penelitian berkisar antara 0,94% - 1,28%. Banyak sedikitnya pengotor yang
ikut masuk di dalam getah pinus tergantung pada kebiasaan penyadap pada saat
melakukan pembaharuan sadapan.
4. Formulasi stimulansia cuka kayu:asam palmitat 1:0,5 menghasilkan produksi
minyak keruing paling banyak, yaitu sebesar 16 gam/pohon/7 hari dibandingkan
kontrol (4,3 gam/pohon/7 hari) atau dapat menaikkan produksi minyak keruing
sebanyak 59%.
5. Tidak semua jenis keruing dapat disadap untuk mengeluarkan minyaknya. Salah
satu jenis keruing yang dapat disadap untuk diambil minyaknya adalah keruing
hijau (Dipterocarpus gandiflorus).
6. Penggunaan stimulansia cuka kayu dapat memberikan nilai ekonomi ganda pada
tegakan keruing. Di satu sisi dapat diambil hasil minyaknya saat pohon masih
berdiri dan di sisi lain batang kayunya masih dapat dimanfaatkan untuk
pertukangan sekaligus dapat memudahkan proses pengerjaan batang kayu lebih
lanjut setelah getahnya dapat dikeluarkan.
E. Ruang Lingkup
Penelitian ini akan fokus pada penggunaan stimulan organik hasil penelitian pada
tahun sebelumnya, yaitu lengkuas, cuka kayu dan jeruk nipis yang dipadukan
dengan metode sadapan bentuk V dan setengah spiral pada penyadapan getah
jelutung dan metode sadapan tradisional pada sadapan kemenyan dari aspek
produksi dan kualitas getahnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Getah jelutung
Menurut Martawijaya dkk. (2005), ada 2 jenis jelutung penghasil getah di
Indonesia, yaitu Dyera costulata Hook.f dan Dyera lowii Hook.f. Jenis ini termasuk
famili Apocynaceae dengan nama daerah diantaranya adalah anjarutung, gapuk,
galangin, dan eugenol penyebab rasa pedas pada lengkuas. Sementara itu komponen
bioaktif pada rempah-rempah, khususnya pada golongan Zingiberaceae yang terbanyak
adalah dari jenis terpenoid dan flavonoid (Sinaga, 2000). Komponen bioaktif seperti
linalool, geranyl acetate, dan 1,8- cineole, yang menyebabkan aroma pedas menyengat
pada lengkuas telah dibuktikan dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis jamur
(Chukanhom et al., 2005). Dengan kata lain, komponen bioaktif tersebut dapat berfungsi
sebagai anti jamur. Peningkatan produksi getah jelutung dengan menggunakan stimulan
lengkuas disebabkan karena lengkuas memiliki senyawa anti jamur. Menurut Hezmela
(2006) senyawa anti jamur tersebut mampu menurunkan tegangan permukaan karena
memiliki grup lipofil dan hidrofil dalam molekulnya. Di dalam bahan aktif anti jamur
lengkuas yang merupakan grup hidrofil adalah gugus hidroksil (-OH) sedangkan cincin
karbon merupakan grup lipofil. Membran sitoplasma yang terdiri dari protein dan lemak
memiliki sifat rentan terhadap bahan yang dapat menurunkan tegangan permukaan. Oleh
karena adanya gaya tarik menarik tersebut maka tegangan permukaan membrane sel
parenkim berkurang sehingga getah mengalir keluar lebih banyak.
Kandungan utama jeruk nipis berupa asam sitrat yang termasuk dalam kelompok
asam lemah. Asam sitrat ini mampu berperan seperti asam sulfat, dimana dapat
mempengaruhi tekanan dinding sel parenkim sehingga menyebabkan getah encer
semakin banyak dan terus mengalir. Selain itu asam organik yang terkandung dalam
jeruk nipis (asam sitrat) memiliki satu gugus hidroksil (OH) dan tiga gugus karboksil
(COOH) sehingga mampu membentuk ikatan hidrogen yang lebih kuat terhadap molekul
air pada saluran getah dibandingkan dengan asam sulfat yang hanya memiliki 2 gugus
hidroksil atau OH (Kirk dan Othmer 1985). Gugus hidroksil tersebut diduga dapat
menurunkan tegangan permukan sel. Membran sitoplasma yang terdiri dari protein dan
lemak memiliki sifat rentan terhadap bahan yang dapat menurunkan tegangan
permukaan. Oleh karena adanya gaya tarik menarik tersebut maka tegangan permukaan
membrane sel parenkim berkurang sehingga getah mengalir keluar lebih banyak.Dengan
adanya ikatan hidrogen yang lebih kuat, maka semakin banyak sel getah yang
terhidrolisis sehingga getah keluar lebih banyak.
Pemberian stimulan berbahan dasar cuka kayu mampu meningkatkan produksi
getah jelutung disebabkan karena kandungan asam asetat (CH3COOH) yang dapat
berperan untuk memperlancar keluarnya getah karena efek panas yang ditimbulkan dari
kandungan asamnya. Selain asam asetat, kandungan cuka kayu yang lainnya seperti
metanol, fenol, karbonil diduga dapat merangsang etelin pada tanaman untuk
meningkatkan tekanan osmosis dan tekanan turgor yang menyebabkan aliran getah
akan bertambah cepat dan lebih lama. Menurut Hillis (1987), masuknya air ke dalam
lumen sel epitel akan menyebabkan sel epitel membesar dan selanjutnya akan menekan
resin yang berada di dalam saluran damar sehingga resin hancur dan terdorong keluar.
Setelah itu sel epitel akan memproduksi zat resin kembali untuk mengisi saluran damar
tersebut.
Hasil getah kemenyan di Sumatera Utara pada umumnya terdiri dari 2 jenis
berdasarkan jenis pohonnya, yaitu Styrax sumatrana yang dikenal dengan nama
kemenyan toba dan Styrax benzoini yaitu kemenyan durame. Pada umumnya kedua
jenis kemenyan tersebut dapat dikenali dari aroma atau bau kemenyan yang
dihasilkan, dimana kemenyan toba beraroma lebih tajam.
Kemenyan di Sumatera Utara diperdagangkan dalam bentuk bahan baku
mentah atau getah kering. Khusus di lokasi penelitian, yaitu di Kecamatan Polung,
terdapat 16 desa dan menghasilkan getah kemenyan kering sebanyak ± 1
ton/minggu. Penghasilan seorang petani kemenyan dalam 1 minggu dapat
memperoleh ±10 kg, dengan harga kemenyan Rp1,3 juta. Penghasilan petani dalam
satu bulan dapat mencapai Rp5,2 juta/bulan. Masa puncak panena kemenyan
dilakukan petani pada bulan September dan Februari atau Maret. Pada umumnya
perdagangan kemenyan dimulai dari petani kemudian dibeli oleh pedagang
pengumpul di desa. Petani kemenyan mengenal pedagang pengumpul tingkat desa
tersebut dengan sebutan “agen”. Dari “agen-agen” ini, kemenyan dikumpulkan oleh
pedagang besar atau dikenal dengan nama “tokek” di tingkat kabupaten untuk
kemudian dibawa ke pedagang di kota (provinsi) dan dijual ke pulau Jawa sebagai
bahan baku berbagai produk. Hasil kemenyan dibeli oleh pedagang dari Siantar
dengan harga kemenyan bervariasi tergantung kualitas kemenyan yang dihasilkan.
Kualitas kemenyan yang dihasilkan tersebut berhubungan dengan warna getah
kemenyan yang dihasilkan. Berdasarkan wawancara dengan petani penyadap, harga
getah kemeyan yang dihasilkan meliputi 3 macam, yaitu 1) Rp130.000 per kg untuk
kemenyan dengan warna putih bersih; 2) Rp80.000 per kg untuk kemenyan dengan
warna coklat kemerahan dan 3) Rp40.000 per kg untuk kemenyan dengan warna
hitam.
Selain getah kemenyan kering, petani juga menjual kulit sadapan kemenyan
setelah getah yang menempel dipisahkan. Kulit tersebut dikeringkan terlebih dahulu
dan dijual ke pengumpul dengan harga Rp4000/kg. Dalam satu tahun, petani
kemenyan dapat memperoleh hasil penjualan kulit kemenyan sebanyak ± 700 kg
dengan total tambahan pendapatan Rp2,8 juta.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
Stimulan organik pada penyadapan jelutung :
1. Penggunaan stimulan berbahan dasar lengkuas, jeruk nipis dan cuka kayu pada
penyadapan jelutung memberikan respon yang bervariasi terhadap produksi getah
jelutung, namun pada umumnya dapat meningkatkan produksi getah jelutung yang
diperoleh.
2. Stimulan berbahan dasar cuka kayu dapat menaikkan produksi getah jelutung lebih
tinggi dibanding stimulan lengkuas dan jeruk nipis. Rata-rata getah jelutung yang
dihasilkan jika menggunakan stimulan cuka kayu, lengkuas dan jeruk nipis masing-
masing sebesar 21,07 g; 20,07 g dan 17,45 g.
3. Teknik penyadapan jelutung dengan luka sadap berbentuk ½ spiral maupun
berbentuk V tidak mempengaruhi produksi getah jelutung yang dihasilkan atau
dengan kata lain produksi getah jelutung yang dihasilkan dengan kedua teknik
penyadapan tersebut tidak berbeda nyata.
4. Kadar pengotor yang terdapat di dalam getah jelutung berkisar antara 0,45%–0,70%.
Banyak sedikitnya kotoran yang ikut masuk di dalam getah jelutung tergantung pada
kebiasaan penyadap pada saat melakukan pembaharuan sadapan.
Stimulan organik pada penyadapan kemenyan :
1. Stimulansia organik berbahan dasar lengkuas, jeruk nipis dan cuka kayu dapat
digunakan untuk meningkatkan produksi getah kemenyan jika dibandingkan dengan
kontrol (tanpa stimulan).
2. Penggunaan stimulan berbahan dasar lengkuas dapat meningkatkan rendemen
getah kemenyan dibandingkan stimulan berbahan dasar jeruk nipis dan cuka kayu.
Rendemen getah kemenyan yang diperoleh dengan menggunakan stimulan
lengkuas, jeruk nipis dan cuka kayu masing-masing sebesar 18,27%; 14,57% dan
6,50%
3. Selain getah kemenyan, kulit kemenyan yang sudah dipisahkan dari getahnya
mempunyai nilai ekonomi (masih dapat dijual).
B. Saran
1. Stimulan organik dapat digunakan untuk merangsang keluarnya eksudat getah
jelutung dan kemenyan sehingga dapat meningkatkan produksi getahnya.
2. Perlu inovasi penyadapan lebih lanjut agar proses perlukaan batang dan pemberian
stimulan dapat dilakukan lebih efisien dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Antoko, BS. 2011. Nilai Insentif Karbon hutan rakyat Kemenyan Berbasis Voluntary Carbon Market di Kabupaten tapanuli Utara. Tesis. Sekolah Pasca sarjana. IPB. Bogor. Tidak diterbitkan.
Boer, E. and Ella, A.B. (Editors), 2001.Plant Resources of South-East Asia.No. 18.Plants ProducingExudates.Prosea, Bogor, Indonesia.
Chukanhom, K., P. Borisuthpeth dan K. Hatai. 2005. Antifungal Activities of Aroma Components from Alpinia galanga against Water Molds. Biocontrol Science Vol. 10 No. 3 September 2005. Japan.
Coppen, J.J.W. 1995. Gum, resins, and latexes of plant origin.Non Wood Forest Products.No.6. FAO, Roma.
Darwis , S.N., M. Indo dan S. Hasiyah. 1991. Tumbuhan Obat Famili Zingiberaceae. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Bogor.
Dewi, I.R. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon Bagi Pertumbuhan Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Bandung. Makalah. Tidak diterbitkan.
Eaton, B.J.; C.D.V. Georgi and G.L. Teik. 1926. Jelutong. The Malayan Agricultural Journal XIV(9) : 275- 285
Gardner, F.P, R.B Pearee, R.L. Mitchel. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta.
Hezmela, R. 2006. Daya Antijamur Ekstrak Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum) Dalam Sediaan Salep. Skripsi. Fakultas. Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan
Hillis, W.E (1987) Heartwood and Tree Exudate. Springer Verlag. Berlin Heidelberg, New York, London.
Jayusman. 2014. Mengenal pohon kemenyan (Styrax spp). Jenis dengan Spektrum Pemanfaatan Luas yang Belum Dioptimalkan. IPB Press. Bogor.
Ketaren S. 1975. Minyak Atsiri. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Pertanian. FATEMETA Institut Pertanian Bogor.
Kirk BE dan Othmer DF. 1985. Encyclopedia of Chemical Technology. New York: The Interscience Encyclopedia Inc.
Lubis, Zulkifli. 1996. Repong Damar: Kajian Tentang Pengambilan Keputusan Dalam Pengelolaan Lahan Hutan Pada Dua Komunitas Desa Di Daerah Krui, Lampung Barat. Laporan Penelitian. Universitas Indonesia. Jakarta.
Martawijaya, A., I. Kartasujana, K. Kadirdan S.A. Prawira. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. BadanPenelitiandanPengembanganKehutanan. DepartemenKehutanan. Bogor.
Moore, T.C. 1979. Biochemestry and Physiology of Plant Hormones. Springer-Verlag. Berlin.
Muhammad, N. 1994. Selected Tree Species for Forest Plantation in Peninsular Malaysia:A Preliminary Consideration, Forest Research Institute Malaysia. Research Pamphlet.
Nagy S, Shaw PE, Veldhuiss MK. 1977. Citrus Science and Technology Vol 2 AVI Publ. Co. Inc. Westport Connectticut.
Nurrochmat, D.R. 2000. Dampak Krisis Ekonomi dan Moneter Terhadap Usaha Kehutanan Masyarakat : Kemenyan di Tapanuli Utara. Resilisiensi Kehutanan Masyarakat di Masyarakat Indonesia. Debut Press. Yogyakarta.
Panshin dan De Zeeuw. 1970. Textbook of Wood Technology. Vol.1. McGraw Hill Book.Company. New York, Toronto.
Pari, G dan Tj. Nurhayati. 2009. Cuka Kayu dari Tusan dan Limbah Campuran Industri Penggergajian Kayu Untuk Kesehatanan Tanaman dan Obat. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Tidak Diterbitkan.
Riyanto, T.W. 1980. Sedikit tentang Penaksiran Hasil Getah Pinus merkusii Jungh et de Vriese. Duta Rimba. Hal 12–17.
Santosa, G. 2010. PemanenanHasilHutanBukanKayu (HHBK). Wibsite : http://members.multimania.co.uk. Diakses pada tanggal 17 Februari 2011.
Santosa, G. 2011. Pengruh Pemberian Etrat terhadap Peningkatan Produktivitas Penyadapan Getah Pinus (Studi Kasus di KPH Sukabumi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten). Laporan Penelitian. Fakultas kehutanan IPB. Bogor. Tidak diterbitkan.
Sasmuko, A.S. 1999. Kemenyan (Styrax spp) Jenis Andalan Daerah Sumatera Utara. Buletin konifera No 1 Tahun XV. Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar. Medan.
Sasmuko, A.S. 2001. Kemenyan: Antara Misteri, manfaat dan Upaya Pelestarian. Buletin Konifera 1(XVI):13–18. Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar. Medan.
Silalahi J, Sukmana A, Antoko BS, Sunandar DA, Barus JA, Maik WS dan Sanjaya H. 2013. Buku Kecil: Kemenyan Getah Berharga Tano Batak. Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli. Aek Nauli, Sumatera Utara.
Sinaga, E 2000. Alpinia galagal (L). Wild. Website : www.warintek.apiji.or.id. Diakses tanggal 10 Februari 2012.
Siregar, H. 1999. Upaya-Upaya Konservasi Dalam Pengelolaan dan Pola Pemanfaatan Hutan Rakyat Kemenyan dan Hasilnya di Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor
Soerianegara, I dan R.H.M.J Lemmens. 1994. Plant Resources of South East Asia. No 5(1). Timber trees: Mjaor Commercial Timber. PROSEA Foundation. Bogor.
Sumadiwangsa, S. 1973. Klasifikasi dan Sifat Beberapa Hasil Hutan Bukan Kayu. Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Bogor. Laporan No. 28.
Sumarmadji, 2002. Aplikasi Etefon pada Tanaman Karet Dilihat dari Segi Produksi Lateks dan Pembentukan etelin Jaringan Kulit. Jurnal Penelitian Karet 20(1-3):43–55.
Suhardjito, D.,A. Khan, W.A Djatmiko, M.T Sirait dan S. Evelyna. 2000. Karakteristik Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat. PT Aditya Media. Yogyakarta.
Sukadaryati dan Dulsalam. 2013. Teknik Penyadpan Pinus Untuk Peningkatan Produksi Melalui Stimulan Hayati. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 31(3):221–227. Pusat Penelitian Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Bogor.
Sutjipto, 1977. Gondorokem (Seni Kuliah Hasil-Hasil Hutan Kayu). Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Tistama, R dan THS Siregar. 2005. Perkembangan Penelitian Stimulan untuk Pengaliran Lateks Hevea brasiliensis.Warta Perkaretan 24(2):45–57.
Waluyo, T.K. 2003. Perbandingan Sifat Fisiko-kimia Beberapa getah Jelutung (Dyera sp.) Olahan. Makalah Ekspose Hasil-hasil Penelitian Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sumatera dalam Mendukung Pengelolaan Hutan Lestari. Tanggal 17 Desember 2003 di Medan.
Waluyo, T.K, 2010. Penentuan Metode Penyadapan Getah Jelutung Hutan Tanaman Industri Berdasarkan Sebaran Saluran Getah Pada Kulit Batang. Thesis. Institut Petanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan.
Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengantar Tumbuh Tanaman. IPB Press. Bogor.
Williams, L. 1963. Economic Botany : Laticiferous plants of economic importance IV, Jelutong (Dyera spp.). The New York Botanical Garden. Baltimore, Maryland : 110-126
Winarno GF, Laksmi SL. 1974. Dasar Pengawetan, Sanitasi dan Keracunan. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Pertanian. FATEMETA Institut Pertanian Bogor
Zulnely dan T. Rostiwati.1998. Pengaruh Lingkaran pohon dan Lebar Torehan terhadap Hasil Getah Jelutung di Kalimantan Tengah.Buletin Penelitian Hasil Hutan Vol. 16(1) : 49-60.
LAMPIRAN
Gambar 1. Kondisi tegakan jelutung di KHDTK
Tumbang Nusa
Gambar 2. Persiapan pembuatan stimulansia
organik
Gambar 3. Tiga jenis stimulansia organik yang
digunakan (S1= lengkuas, S2 = jeruk nipis dan
S3 = cuka kayu)
Gambar 4. Alat penyadap pohon jelutung
Gambar 5. Cara penyadapan bentuk “V” Gambar 6. Cara penyemprotan stimulansia
Gambar 7. Sample kegiatan penyadapan jelutung yang sudah diberi perlakuan
Gambar 8. Pelukaan batang yang ke 2
Gambar 9. Pelukaan batang yang ke 3
Gambar 10. Kondisi tegakan kemenyan Gambar 11. Pohon kemenyan sedang berbunga
Gambar 12. Tiga jenis stimulan organik yang
digunakan (L= lengkuas, J = jeruk nipis dan
CK = cuka kayu)
Gambar 13. Alat penyadapan dan pemanenan
kemenyan (a=agat; b=panutuk; c=guris)
a
b
c
Gambar 14. Keranjang tempat getah kemenyan Gambar 15. Pelabelan untuk mempermudah
perlakuan
Gambar 16. Cara perlukaan kulit batang kemenyan Gambar 17. Cara penyemprotan stimulansia
Gambar 18. Penutupan kembali kulit yang terkelupas dan menandainya untuk mempermudah
pengamatan
Gambar 19. Getah kemenyan yang dipenen (a=menempel di dalam kulit; b=menempel di luar kulit)
a
b
Gambar 20. Getah kemenyan yang menempel di
batang pohon
Gambar 21. Bekas pemanenan getah kemenyan
Gambar 22. Perlukaan pada kulit kemenyan akan menutup kembali setelah kurang lebih 1 tahun
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN HASIL PENELITIAN TAHUN 2014
20.4.1.3
TEKNIK PEMANENAN RESIN DAN GETAH UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI DAN KUALITAS
Bogor, ........................
Meyetujui:
Koordinator, Ketua Tim Pelaksana,
Prof.Ir. Dulsalam, MM
NIP. 19550722 198203 1 004
Sukadaryati, S.Hut.,MP
NIP. 19710419 199903 2 001
Menyetujui: Mengesahkan:
Ketua Kelti, Kepala Pusat,
Ir. Sona Suhartana
NIP. 19
Dr. Ir. Rufi’ie, MSc.
NIP. 19601207 198703 1 005
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN
ABSTRAK 1
BAB I. PENDAHULUAN 2
A. Latar Belakang 2
B. Tujuan dan Sasaran 5
C. Luaran 5
D. Hasil yang Telah Dicapai 6
E. Ruang Lingkup 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 9
BAB III. METODOLOGI 18
A. Lokasi Penelitian 18
B. Bahan dan Peralatan 18
C. Prosedur Kerja 18
D. Analisis Data 20
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 24
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 41
DAFTAR PUSTAKA 43
LAMPIRAN 46
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Luas hutan rakyat kemenyan di Kabupaten Tapanuli Utara
4
Tabel 2. Komponen kimia cuka kayu hasil karbonisasi kayu pinus 14
Tabel 3 Rancangan percobaan ujicoba stimulan organik pada penyadapan pohon jelutung
21
Tabel 4 Rancangan percobaan ujicoba stimulan organik pada penyadapan pohon kemenyan
22
Tabel 5 Hasil pengukuran diameter batang pohon jelutung 25
Tabel 6 Hasil getah jelutung berdasarkan perlakuan pada 3 kali perlukaan
26
Tabel 7 Rata-rata hasil getah jelutung sesuai perlakuan 29
Table 8 Anova pengaruh teknik penyadapan dan stimulan terhadap produksi getah jelutung
30
Tabel 9 Hasil uji HSD pengaruh jenis timulan terhadap produksi getah jelutung
30
Tabel 10 Hasil pengujian kadar pengotor getah jelutung 33
Tabel 11 Hasil pengukuran diameter batang pohon kemenyan 35
Tabel 12 Getah kemenyan hasil pemanenan (berat kotor) 37
Tabel 13 Rendemen getah kemenyan yang dihasilkan berdasarkan perlakuan
38
DAFTAR GAMBAR
LAPORAN HASIL PENELITIAN (LHP)
TAHUN 2014
20.4.1.3
TEKNIK PEMANENAN RESIN DAN GETAH UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI DAN KUALITAS
1. Sukadaryati,S.Hut., MP 2. Yuniawati, S.TP, M.Si 3. Prof. Ir. Dulsalam, MM 4. Wesman Endom, M.Sc 5. Ir. Totok K Waluyo, M.Si
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN
KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN