Top Banner
TEKNIK IDENTIFIKASI POLARITAS DAN KUALITAS IMPULSE............................................Januar Arifin dan Jimmi Nugraha 123 TEKNIK IDENTIFIKASI POLARITAS DAN KUALITAS IMPULSE PERTAMA GELOMBANG P DAN PENENTUAN MAGNITUDO GEMPABUMI DALAM SISTEM MONITORING GEMPABUMI JISVIEW POLARITY IDENTIFICATION TECHNIQUES AND QUALITY OF THE FIRST IMPULSE OF P WAVE, AND DETERMINE EARTHQUAKE MAGNITUDE IN JISVIEW EARTHQUAKES MONITORING SYSTEM 1 2* Januar Arifin , Jimmi Nugraha 1 Stasiun Geofisika BMKG, Jl. Raya Bajo, Ds. Kahang-kahang, Karangasem, Bali 2 Puslitbang BMKG, Jl. Angkasa 1 No. 2 Kemayoran Jakarta Pusat, 10720 * E-mail: [email protected] Naskah masuk: 31 Agustus 2015; Naskah diperbaiki: 17 Desember 2015; Naskah diterima: 22 Desember 2015 ABSTRAK Untuk menunjang akurasi penentuan parameter dan mekanisme sumber gempabumi telah dilakukan pengembangan teknik identifikasi polaritas dan kualitas impuls pertama gelombang P dan digital signal processing dalam sistem monitoring gempabumi JISView. Pelaksanaannya meliputi kajian pendefinisian maupun pengujian metode dan prosedur yang tepat dalam sistem monitoring gempabumi dengan tujuan meningkatkan kemampuan sistem dalam menyajikan informasi dan mekanisme sumber gempabumi secara cepat dan akurat sekaligus memberikan landasan ilmiah yang kuat terhadap metode-metode pengolahan data yang digunakan. Uji coba dan validasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keakurasian dan peningkatan performa yang diharapkan. Pengujian terhadap metode pengolahan sinyal digital menggunakan sampel rekaman data seismik stasiun UGM komponen vertikal (BHZ). Untuk validasi, keluaran sinyal tersebut beserta spektrumnya dibandingkan terhadap sinyal keluaran software DIMAS2003 dan SAC melalui proses serupa. Aspek metode pendeteksian event dan penentuan magnitudo diuji menggunakan rekaman data seismik 10 kejadian gempabumi di Indonesia pada tahun 2014, dengan magnitudo 3,8 hingga 7,3 SR. Hasil analisa selanjutnya divalidasi dengan parameter gempabumi yang dirilis BMKG, GFZ, dan USGS. Hasil pengujian dan validasi metode pengolahan sinyal digital yang terdiri dari mekanisme filtering, restitusi, dan replikasi sinyal menunjukkan hasil pengujian yang cukup baik. Hal ini diindikasikan melalui adanya kesesuaian pola sinyal dan spektrum hasil pengolahan yang dibandingkan terhadap hasil keluaran dari proses serupa menggunakan software pengolahan sinyal DIMAS2003 dan SAC. Pengujian dan validasi terhadap metode pendeteksian event otomatis yang mengkombinasikan metode STA/LTA dan Akaike Information Criterion (AIC) menunjukkan hasil picking otomatis yang lebih presisi dan handal (robust) dibandingkan dengan menggunakan metode STA/LTA saja pada sistem yang dikembangkan sebelumnya. Kata kunci: Gempabumi, Polaritas, Digital Signal Processing, Monitoring, Picking. ABSTRACT The accuracy of the determination of earthquake parameters and focal mechanism is dependent on the development of polarity identification techniques, the quality of the first impulse of the P wave, and digital signal processing methods used in the earthquake monitoring system JISView. The implementation includes defining and testing the methods and procedures appropriate to the earthquake monitoring system, with the aim of improving the system's ability to present earthquake information and focal mechanism quickly and accurately, while providing a strong scientific foundation for the data processing methods used. Tests on the digital signal processing method uses a sample of seismic data recorded on the UGM station vertical component (BHZ). For validation, the output signal and its spectrum is compared to the output signal of the SAC software DIMAS2003 through similar processes. Aspects of the detection method of determining the magnitude of the event was tested using seismic data recorded on 10 occurrences of earthquakes in Indonesia in 2014, with a magnitude of 3.8 to 7.3 RS. The results are further validated by the analysis of earthquake parameters that were released from BMKG, GFZ and USGS with comprising filtering mechanism, restitution and replication signal shows the test results are good. Keywords: Earthquake, Polarity, Digital Signal Processing, Monitoring, Picking.
12

TEKNIK IDENTIFIKASI POLARITAS DAN KUALITAS IMPULSE …

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: TEKNIK IDENTIFIKASI POLARITAS DAN KUALITAS IMPULSE …

TEKNIK IDENTIFIKASI POLARITAS DAN KUALITAS IMPULSE............................................Januar Arifin dan Jimmi Nugraha

123

TEKNIK IDENTIFIKASI POLARITAS DAN KUALITAS IMPULSE PERTAMA GELOMBANG P DAN PENENTUAN MAGNITUDO

GEMPABUMI DALAM SISTEM MONITORING GEMPABUMI JISVIEW

POLARITY IDENTIFICATION TECHNIQUES AND QUALITY OF THE FIRST IMPULSE OF P WAVE, AND DETERMINE EARTHQUAKE MAGNITUDE

IN JISVIEW EARTHQUAKES MONITORING SYSTEM

1 2*Januar Arifin , Jimmi Nugraha

1Stasiun Geofisika BMKG, Jl. Raya Bajo, Ds. Kahang-kahang, Karangasem, Bali2Puslitbang BMKG, Jl. Angkasa 1 No. 2 Kemayoran Jakarta Pusat, 10720

*E-mail: [email protected]

Naskah masuk: 31 Agustus 2015; Naskah diperbaiki: 17 Desember 2015; Naskah diterima: 22 Desember 2015

ABSTRAK

Untuk menunjang akurasi penentuan parameter dan mekanisme sumber gempabumi telah dilakukan pengembangan teknik identifikasi polaritas dan kualitas impuls pertama gelombang P dan digital signal processing dalam sistem monitoring gempabumi JISView. Pelaksanaannya meliputi kajian pendefinisian maupun pengujian metode dan prosedur yang tepat dalam sistem monitoring gempabumi dengan tujuan meningkatkan kemampuan sistem dalam menyajikan informasi dan mekanisme sumber gempabumi secara cepat dan akurat sekaligus memberikan landasan ilmiah yang kuat terhadap metode-metode pengolahan data yang digunakan. Uji coba dan validasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keakurasian dan peningkatan performa yang diharapkan. Pengujian terhadap metode pengolahan sinyal digital menggunakan sampel rekaman data seismik stasiun UGM komponen vertikal (BHZ). Untuk validasi, keluaran sinyal tersebut beserta spektrumnya dibandingkan terhadap sinyal keluaran software DIMAS2003 dan SAC melalui proses serupa. Aspek metode pendeteksian event dan penentuan magnitudo diuji menggunakan rekaman data seismik 10 kejadian gempabumi di Indonesia pada tahun 2014, dengan magnitudo 3,8 hingga 7,3 SR. Hasil analisa selanjutnya divalidasi dengan parameter gempabumi yang dirilis BMKG, GFZ, dan USGS. Hasil pengujian dan validasi metode pengolahan sinyal digital yang terdiri dari mekanisme filtering, restitusi, dan replikasi sinyal menunjukkan hasil pengujian yang cukup baik. Hal ini diindikasikan melalui adanya kesesuaian pola sinyal dan spektrum hasil pengolahan yang dibandingkan terhadap hasil keluaran dari proses serupa menggunakan software pengolahan sinyal DIMAS2003 dan SAC. Pengujian dan validasi terhadap metode pendeteksian event otomatis yang mengkombinasikan metode STA/LTA dan Akaike Information Criterion (AIC) menunjukkan hasil picking otomatis yang lebih presisi dan handal (robust) dibandingkan dengan menggunakan metode STA/LTA saja pada sistem yang dikembangkan sebelumnya.

Kata kunci: Gempabumi, Polaritas, Digital Signal Processing, Monitoring, Picking.

� ABSTRACT

The accuracy of the determination of earthquake parameters and focal mechanism is dependent on the development of polarity identification techniques, the quality of the first impulse of the P wave, and digital signal processing methods used in the earthquake monitoring system JISView. The implementation includes defining and testing the methods and procedures appropriate to the earthquake monitoring system, with the aim of improving the system's ability to present earthquake information and focal mechanism quickly and accurately, while providing a strong scientific foundation for the data processing methods used. Tests on the digital signal processing method uses a sample of seismic data recorded on the UGM station vertical component (BHZ). For validation, the output signal and its spectrum is compared to the output signal of the SAC software DIMAS2003 through similar processes. Aspects of the detection method of determining the magnitude of the event was tested using seismic data recorded on 10 occurrences of earthquakes in Indonesia in 2014, with a magnitude of 3.8 to 7.3 RS. The results are further validated by the analysis of earthquake parameters that were released from BMKG, GFZ and USGS with comprising filtering mechanism, restitution and replication signal shows the test results are good.

Keywords: Earthquake, Polarity, Digital Signal Processing, Monitoring, Picking.

Page 2: TEKNIK IDENTIFIKASI POLARITAS DAN KUALITAS IMPULSE …

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 2 TAHUN 2015 : 123-134

124

1. Pendahuluan

Sebuah sistem monitoring gempabumi telah dikembangkan secara berkesinambungan sejak tahun 2011 hingga 2014 di Pusli tbang BMKG. Pengembangan terkini difokuskan pada kapasitas dan reliabilitasnya dalam mendeteksi, menganalisa dan menyajikan informasi dan mekanisme sumber gempabumi khususnya dalam skala lokal maupun regional. Skala lokal dan regional disini didefinisikan sebagai gempabumi sumber dekat (near source) dengan jarak epicenter ke stasiun pengamat kurang dari 15° [1]. Manifestasi dari sistem monitoring gempabumi yang dikembangkan berupa aplikasi (software) berbasis desktop yang dinamakan dengan JISView. Software ini menyediakan fasilitas penentuan parameter dan mekanisme sumber gempabumi yang interaktif baik secara otomatis maupun manual dengan mengakses data seismik secara online pada server BMKG, GFZ, dan IRIS/USGS ( Gambar 1).

Tujuan pengembangan sistem monitoring gempabumi ini untuk mengkaji metode dan mekanisme pengolahan sinyal digital, deteksi event secara otomatis, serta penentuan parameter magnitudo yang akan digunakan dalam menunjang pengembangan sistem monitoring gempabumi (Gambar 2).

2. �Metode Penelitian

Gelombang seismik [2] pada prinsipnya merupakan segala gerakan yang dapat tercatat oleh seismograf terkecuali gerakan-gerakan yang disebabkan karena adanya gangguan alat. Gelombang seismik pada umumnya dikaitkan dengan rekaman kejadian gempabumi yang terdeteksi oleh seismograf. Gelombang seismik dapat didefinisikan sebagai energi strain yang dilepaskan oleh gempabumi dan dipancarkan segala arah di dalam bumi [3].

Akuisisi data sinyal digital telah menjadi suatu metode standar dalam perekaman data seismik. Keberadaan sinyal seismik dalam bentuk format digital memungkinkan bagi seismologis dengan perangkat sederhana, mampu mengakses data seismik digital berkualitas tinggi serta sekaligus melakukan analisa dengan kualitas tinggi pula.

Gambar 1. Tampilan utama JISView.

Gambar 2.� Peranan pengolahan sinyal digital dalam aspek deteksi event dan penentuan magnitudo.

Pengolahan sinyal digital [4] adalah disiplin ilmu yang mempelajari aturan-aturan yang mengatur perilaku sinyal diskrit dan juga sistem yang menggunakan proses tersebut. Disiplin ilmu tersebut berusaha mengatasi permasalahan yang terjadi dalam pengolahan sinyal kontinyu dengan menggunakan teknik digital.

Filter digital pada pengolahan sinyal [4] merupakan bentuk sistem operasi matematika pada sampel sinyal waktu diskrit untuk mereduksi atau meningkatkan aspek tertentu dari sinyal tersebut. Tujuan utama dari filter digital adalah untuk membatasi sinyal digital pada band frekuensi yang telah ditetapkan sebelumnya. Bentuk implementasinya adalah filter lowpass, highpass, dan bandpass. Sinyal analog dapat diproses oleh filter digital dengan didigitasi terlebih dahulu dan direpresentasikan ke dalam deret bilangan yang kemudian secara matematis dimanipulasi dan direkonstruksi ke dalam bentuk sinyal analog baru.

Filter Digital [5] diidentifikasikan secara unik dalam domain ruang dan waktu oleh impulse responnya h(n) dimana n adalah bilangan bulat. Sebagai alternatif, filter digital dapat dikarakterisasikan secara unik dalam domain frekuensi oleh respon frekuensinya

H() (dimana adalah variabel frekuensi bilangan riil dalam radian). Filter Butterworth [6] merupakan salah satu jenis filter analog klasik yang juga dikenal dengan istilah filter “maximally flat”. Kuadrat magnitudo dari filter lowpass Butterworth memenuhi persamaan:

( 1 )

dengan;

= Frekuensi stop band

= Frekuensi cut off (maksimum)t

N = Orde Filter

Fast Fourier Transform (FFT) dipergunakan luas dalam berbagai pengolahan sinyal dan konsep analisa. FFT merupakan bentuk algoritma matematis yang dikembangkan oleh Cooley dan Tukey pada tahun 1965 [7]. Algoritma ini merupakan pengembangan dari teknik transformasi Fourier diskrit dengan waktu komputasi yang lebih singkat.

Page 3: TEKNIK IDENTIFIKASI POLARITAS DAN KUALITAS IMPULSE …

Karakteristik utama dari transformasi Fourier adalah kemampuan yang memungkinkan seseorang untuk menguji sebuah fungsi atau sinyal baik dari perspektif domain waktu maupun frekuensi [7]. Transformasi Fourier mengidentifikasikan atau membedakan sinusoida-sinusoida frekuensi berbeda yang saling berkombinasi membentuk sinyal sembarang. Secara matematis hubungan ini dinyatakan sebagai berikut [7]:

( 2 )

dengan s(t) merupakan sinyal yang diuraikan ke dalam penjumlahan sinusoida-sinusoida, S(f) merupakan transformasi Fourier dari s(t) dan

Penerapan analisa transformasi Fourier ke dalam konsep digital melahirkan integrasi numerik transformasi Fourier diskrit (DFT) yang dituliskan dalam bentuk relasi [7]:

( 3 )

Implementasi teknik pengolahan sinyal digital pada rekaman data sejatinya merupakan bentuk pendekatan transformasi sinyal ke dalam bentuk gerakan tanah sesungguhnya disebut juga dengan istilah restitusi sinyal (signal restitution) [8]. Disamping itu pula, teknik pengolahan sinyal digital bertujuan untuk mensimulasikan rekaman sinyal sesuai dengan respon instrumen standar tertentu atau disebut dengan proses replikasi sinyal (signal replication).

Kedua pekerjaan tersebut harus dideskripsikan secara kuantitatif melalui konsep fungsi transfer dan respon frekuensi. Fungsi transfer dari sebuah sistem seismograf digital pada umumnya disajikan dalam bentuk persamaan polynomial pole-zero sebagai berikut [9]:

( 4 )

dengan;

s = i 2 fS = konstanta sensitivitas alatd

A = Faktor normalisasi0

r , r , r ,...r = Zero sejumlah N1 2 3 N

p , p , p ,...p = Pole sejumlah M1 2 3 M

Langkah awal analisa data rutin adalah deteksi sinyal untuk mendapatkan waktu tiba gelombang seismik. Sinyal dibedakan dari noise dasar seismik berdasarkan karakteristik amplitudo yang lebih besar atau dari perbedaan bentuk dan frekuensinya.

Berbagai metode digunakan dalam deteksi sinyal, diantaranya adalah metode Short-Term Average/Long-Term Average (STA/LTA). Bila x merupakan deret i

waktu yang merepresentasikan sebuah seismogram, bila jumlah sampel dalam jendela short-term adalah ns, dan jumlah sampel dalam jendela long-term adalan nl, dengan nl>ns, maka energi rata-rata dalam jendela short-term dan long-term yang mendahului indeks waktu I [10]:

,(Short-Term Average)

, (Long-Term Average)

jika j<=0, maka x = (x + X ) / 2j 1 2

maka didefinisikan:

, ( STA/LTA ratio)� ( 5 )

dengan STA/LTA ratio merupakan ukuran yang dipergunakan luas dalam penentuan waktu tiba gelombang seismik.

Metode Akaike Information Criterion (AIC) merupakan metode statistik yang dikembangkan oleh Akaike pada tahun 1971 untuk mencari tingkat kecocokan antara model estimasi model statistik dengan data hasil observasi. Dalam pengolahan sinyal seismik, AIC dapat diimplementasikan untuk mendeteksi waktu tiba berbagai gelombang seismik yang terekam oleh seismograf [11].

AIC mengukur tingkat variansi data seismik yang dibagi menjadi dua bagian dalam rentang waktu yang sama. Deret waktu bagian yang pertama diasumsikan sebagai noise acak dan deret bagian yang kedua merupakan rekaman sinyal seismiknya. Untuk filter autorekursif dengan panjang M, nilai AIC pada sampel ke k untuk deret waktu dengan panjang nsamp dinyatakan sebagai [12]:

( 6 )

dengan M adalah orde dari proses fitting data 2 2autoregressive dengan dan adalah variansi 1 max 1 max

dalam interval deret waktu (dari t dan t ) yang 1 ke k k+ ke nsamp

tidak dijelaskan dalam analisa autoregressive. Pada persamaan di atas, M harus ditentukan sebelum AIC dapat dihitung. Namun demikian, jika M cukup kecil bila dibandingkan dengan nsamp, maka persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi persamaan berikut [12]:

( 7 )

TEKNIK IDENTIFIKASI POLARITAS DAN KUALITAS IMPULSE............................................Januar Arifin dan Jimmi Nugraha

125

Page 4: TEKNIK IDENTIFIKASI POLARITAS DAN KUALITAS IMPULSE …

Kriteria ML Ms_BB MbLg Md

DefenisiMagnitudo lokal

Richter

M. gel. Permukaan dari

broadband instrument

M gel. Body Lg M. Durasi

Unit Amp. nm nm/s nm -

Tipe Amax All All window 3,6 to 3,2 km/s

-

Tipe WF Displacement Velocity Displacement Velocity

Komponen Horizontal Vertikal Vertikal Vertikal

Respon Wood Anderson Restitusi WWSSN-SP -

Unit Jarak km deg km km

Gain 1 - 100K -

Jarak Maksimum 1000 km 2° – 160° 0,5° < D < 11° 1000 km

Periode Pick - 3 - 60 s 0,7 s to 1,3 s -

Kedalaman - < 60 km - -

Tabel 1.� Perbandingan jenis magnitudo yang sesuai untuk skala lokal dan regional [13][14].

Onset energi ketika waktu tiba gelombang seismik terekam, menyebabkan sampel ke 1 hingga k memiliki variansi lebih besar dari sebelumnya, demikian suku pertama persamaan AIC mengalami kenaikan amplitudo. Pada hasil plot deret AIC menunjukkan bentuk kurva “v”. AIC menunjukkan posisi waktu tiba gelombang seismik [11].

Magnitudo merupakan pengukuran logaritmik dari besarnya kekuatan sebuah gempabumi atau ledakan berdasakan pengukuran instrumental (tabel 1) [13]. Magnitudo diturunkan dari amplitudo gerakan tanah beserta periodenya atau durasi sinyal yang diukur dari rekaman seismik. Ada berbagai jenis magnitudo yang umum digunakan yang disesuaikan dengan lokasi fokus gempabumi maupun jarak stasiun. Magnitudo tersebut diantaranya magnitudo lokal (ML), surface broadband (Ms_BB), dan gelombang body Lg (MbLg) [14] serta sebagai tambahan berupa magnitudo gelombang body (mB) periode menengah (medium period) yang diturunkan secara empiris dari magnitudo surface broadband dan durasi [13].

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa sinyal rekaman kejadian gempabumi tertentu dalam periode tahun 2014 yang dipilih sesuai dengan kebutuhan terkait aspek kajian pengolahan data digital, deteksi event, maupun penentuan magnitudo. Keseluruhan data diakses dari server Arclink BMKG, GFZ maupun IRIS/USGS berupa data arsip lampau melalui jaringan publik (internet). Pengembangan sistem monitoring gempabumi secara umum dilakukan melalui beberapa tahapan (Gambar 3). Langkah awalnya adalah melakukan desain pemodelan data dan mengimplementasikannya dalam bentuk pembangunan modul software pengolahan sinyal digital.

Gambar 3. Diagram alir penelitian.

Uji coba filtering dilakukan terhadap modul tersebut, kemudian dianalisis band frekuensinya melalui pola spektrumnya untuk memastikan bahwa modul telah bekerja sesuai dengan yang diharapkan. Modul tersebut selanjutnya diujicoba kemampuannya merestitusi sinyal yang divalidasi dengan hasil pengolahan sinyal oleh software SAC. Uji coba juga dilakukan terhadap kemampuan modul untuk melakukan replikasi sinyal ke sejumlah respon seismograf klasik. Analisis spektrum serupa dilakukan pada kedua hasil restitusi dan replikasi.

Langkah kedua adalah membangun modul software deteksi event. Modul ini mampu mendeteksi kejadian gempabumi yang terekam pada seismograf dan secara otomatis melakukan picking waktu tiba phase khususnya phase gelombang P yang tiba pertama kali. Untuk validasi, keluaran modul ini dibandingkan dengan dengan hasil picking manual dengan menggunakan software JISView untuk mengukur seberapa jauh tingkat kesalahannya dalam pembacaan phase. Disamping itu, hasil picking otomatis tersebut dibandingkan dengan keluaran software JISView untuk memastikan bahwa melalui kajian ini

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 2 TAHUN 2015 : 123-134

126

Page 5: TEKNIK IDENTIFIKASI POLARITAS DAN KUALITAS IMPULSE …

didapatkan peningkatan performa dan keakurasian dalam melakukan picking phase secara otomatis.

Langkah ketiga adalah membangun modul penentuan magnitudo. Langkah ketiga ini sangat dipengaruhi keakurasian dari modul yang dibuat pada langkah pertama. Demikian pada langkah pertama, hasil pengolahan dan analisanya harus menunjukkan performa yang cukup baik dan akurat. Magnitudo yang diperoleh dari modul ini adalah jenis modul yang disesuaikan untuk jarak lokal dan regional yaitu magnitudo ML, Ms_BB, mB (empiris), MbLg, dan Md. Magnitudo keluaran dari modul ini kemudian divalidasi dengan parameter magnitudo yang dirilis oleh BMKG, GFZ, dan USGS.

Performa picking otomatis pada langkah kedua dan hasil penentuan magnitudo pada langkah ketiga kemudian ditabulasi dan disusun statistik datanya. Melalui analisis data statistik kita dapat memberikan gambaran tingkat keberhasilan pemodelan data yang dilakukan dalam kajian ini. Seluruh metode dan kode pemrograman yang digunakan pada modul pengolahan sinyal digital mengacu pada sejumlah metode dan sub routine code yang dialihbahasakan dari literatur program instrument removal ICORRECT [15] (Gambar 4).

Adapun metode-metode yang dikaji pada kegiatan ini, meliputi :1. Metode pengolahan sinyal digital yang

mendukung pendeteksian event dan penentuan magnitudo baik secara manual maupun otomatis, secara spesifik meliputi proses filtering, restitusi dan replikasi sinyal. Proses filtering menggunakan metode filter Butterworth untuk lowpass, highpass dan bandpass. Sedangkan proses restitusi sinyal melakukan upaya untuk mengkoreksi sinyal dengan menghilangkan efek dari respon instrumen yang digunakan sekaligus mentransformasikan sinyal tersebut ke dalam respon kecepatan (velocity), perpindahan (displacement) dan percepatan (acceleration). Proses replikasi sinyal berusaha untuk mengkondisikan sinyal ke dalam sejumlah respon seismograf klasik seperti seismograf Wood Anderson, WWSSN-SP dan WWSSN-LP.

2. Metode pendeteksian event secara otomatis menggunakan metode Guided-AIC. Metode tersebut kombinasi antara metode STA/LTA sebagai diskriminator event dan Akaike Information Criterion (AIC) yang berperan sebagai pemerhalus pembacaan phase (refined scanning).

Gambar 4.� Diagram alir program ICORRECT beserta relasi subrutinnya [15].

3. Metode dan prosedur penentuan magnitudo untuk skala lokal dan regional (jarak epicenter ke stasiun pengamat kurang dari 15°), diantaranya metode magnitudo lokal (ML), surface broadband (Ms_BB), body (mB) yang diturunkan secara empiris dari magnitudo surface broadband (Ms_BB), body Lg (MbLg) dan durasi (Md).

Uji coba dan validasi dilakukan terhadap metode-metode yang digunakan untuk mengetahui tingkat keakurasian dan peningkatan performa yang diharapkan. Pengujian terhadap metode pengolahan sinyal digital menggunakan sampel rekaman data seismik stasiun UGM komponen vertikal (BHZ). Untuk validasi, keluaran sinyal tersebut beserta spektrumnya dibandingkan terhadap sinyal keluaran software DIMAS2003 [16] dan SAC dari proses serupa.

3. Hasil dan Pembahasan

Aspek metode pendeteksian event dan penentuan magnitudo diuji menggunakan rekaman data seismik 10 kejadian gempabumi di Indonesia pada tahun 2014, dengan skala magnitudo 3,8 hingga 7,3 SR. Hasil analisa divalidasi dengan parameter gempabumi yang dirilis BMKG, GFZ dan USGS dari gempabumi yang sama.

TEKNIK IDENTIFIKASI POLARITAS DAN KUALITAS IMPULSE............................................Januar Arifin dan Jimmi Nugraha

127

Page 6: TEKNIK IDENTIFIKASI POLARITAS DAN KUALITAS IMPULSE …

Gambar 5.� Tampilan sinyal asli sebelum pengolahan digital.

Pengaruh filter dalam sebuah sinyal seismik dapat dianalisis dengan mengamati pola amplitudo spektrum pada frekuensi sinyal yang difilter. Sejumlah uji coba pemfilteran sinyal dengan metode filter digital Butterworth telah dilakukan menggunakan parameter filter yang berbeda. Analisa dan pembahasan dari hasil uji coba tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Butterworth Lowpass Filter Orde 2 Frekuensi Cut-off 1 Hz. Bila dibandingkan dengan spektrum sinyal aslinya (Gambar 5) tampilan spektrum hasil filter (Gambar 6) menunjukkan pola amplitudo spektrum tereduksi tajam pada frekuensi lebih besar dari 1 Hz, sedangkan pada frekuensi dibawahnya tidak mengalami perubahan sebagaimana spektrum aslinya. Hal ini menunjukkan efek dari filter lowpass bekerja dengan baik pada sinyal.

2. Butterworth Highpass Filter Orde 2 Frekuensi Cut-off 1 Hz. Tampilan spektrum hasil filter (Gambar 6) menunjukkan pola amplitudo spektrum tereduksi tajam pada frekuensi lebih kecil dari 1 Hz dibandingkan dengan spektrum sinyal aslinya (Gambar 5), sedangkan pada frekuensi diatasnya tidak mengalami perubahan sebagaimana spektrum aslinya. Hal ini menunjukkan efek filter highpass bekerja dengan baik pada sinyal.

3. Butterworth Bandpass Filter Orde 2 Frekuensi Pass 0,5 Hz - 1 Hz. Tampilan spektrum hasil filter (Gambar 6) menunjukkan pola amplitudo spektrum tereduksi tajam pada frekuensi lebih

kecil dari 0,5 Hz dan frekuensi lebih besar dari 1 Hz dibandingkan pada spektrum sinyal aslinya (Gambar 5), sedangkan pada frekuensi dalam rentang 0,5 Hz sampai dengan 1 Hz tidak mengalami perubahan sebagaimana spektrum aslinya. Hal ini menunjukkan efek filter bandpass bekerja dengan baik pada sinyal.

Hasil uji coba menggunakan beberapa parameter filter berbeda secara keseluruhan menunjukkan bahwa mekanisme pengolahan sinyal digital khususnya melalui proses filtering pada sistem yang dikembangkan telah berjalan dengan baik.

Sinyal yang telah direstitusi dapat diamati perubahan dari bentuk aslinya melalui pola spektrumnya. Untuk mengukur keberhasilan mekanisme sistem dalam merestitusi sinyal perlu ada spektrum pembanding pada rekaman sinyal yang sama. Pengolahannya menggunakan software pengolah sinyal seismik yang umum digunakan sebagai rujukan. Pada kajian ini sinyal diresitusi dengan mengkondisikannya ke dalam respon kecepatan (veloci ty) , perpindahan (displacement), dan percepatan (acceleration). Proses pengolahan serupa juga dilakukan dengan menggunakan software SAC sebagai rujukan pembandingnya.

Hasil analisa spektrum restitusi sinyal yang dikondisikan ke masing-masing respon dijabarkan sebagai berikut:1. Respon kecepatan (velocity)

Hasil restitusi sinyal yang dikondisikan ke dalam respon kecepatan (velocity) sebagaimana ditunjukkan pada gambar 7, menunjukkan pola spektrum yang relatif sama dengan hasil pengolahan menggunakan software SAC.

Gambar 6.�Tampilan hasil pemfilteran sinyal.

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 2 TAHUN 2015 : 123-134

128

Page 7: TEKNIK IDENTIFIKASI POLARITAS DAN KUALITAS IMPULSE …

Gambar 7.� Tampilan hasil restitusi sinyal dalam respon kecepatan (velocity).

Gambar 8. �Tampilan hasil restitusi sinyal dalam respon perpindahan (displacement).

Gambar 9. �Tampilan hasil restitusi sinyal dalam respon percepatan (acceleration).

Spektrum sinyal dalam respon kecepatan dari kedua hasil tersebut menunjukkan bahwa pola amplitudo spektrum relatif datar pada frekuensi di bawah 0,1 Hz dengan intensitas berkisar pada 100

5db (10 ). Satuan amplitudo sinyal hasil restitusi yang dikondisikan ke dalam respon kecepatan pada domain waktu adalah µm/s (micron meter per second).

2. Respon perpindahan (displacement)Hasil restitusi sinyal dengan dikondisikan ke dalam respon perpindahan (displacement) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 8, menunjukkan pola spektrum yang relatif sama dengan hasil pengolahan menggunakan software SAC. Spektrum sinyal dalam respon kecepatan dari kedua hasil tersebut menunjukkan bahwa pola amplitudo spektrum relatif datar pada frekuensi di bawah 0,1 Hz dengan intensitas berkisar pada 100

5db (10 ). Satuan amplitudo sinyal hasil restitusi yang dikondisikan ke dalam respon perpindahan pada domain waktu adalah µm (micron meter).

3. Respon percepatan (acceleration)Hasil restitusi sinyal dengan dikondisikan ke dalam respon percepatan (acceleration) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 9, menunjukkan pola spektrum yang relatif sama dengan hasil pengolahan menggunakan software SAC. Spektrum sinyal dalam respon kecepatan dari kedua hasil tersebut menunjukkan bahwa pola amplitudo spektrum relatif datar pada frekuensi di atas 1 Hz dengan intensitas pada kisaran mendekati

6120 db (10 ), sebelum tereduksi kembali ketika mendekati frekuensi Nyquist-nya. Satuan amplitudo sinyal hasil restitusi yang dikondisikan ke dalam respon percepatan pada domain waktu

2adalah µm/s (micron meter per sekon kuadrat).

Hasil uji coba restitusi sinyal yang dikondisikan ke dalam beberapa respon sinyal berbeda menunjukkan bahwa mekanisme restitusi sinyal pada sistem yang dikembangkan telah berjalan dengan baik. Hal ini diperkuat oleh adanya kemiripan pola spektrum dari proses yang sama menggunakan software SAC.

Sinyal yang telah direplikasi sebagaimana pada restitusi sinyal, dapat diamati perubahannya melalui pola spektrumnya. Pada kajian ini sinyal direplikasi ke dalam respon sejumlah seismograf klasik standar, yaitu Wood Anderson, WWSSN-SP, dan WWSSN-LP, dengan terlebih dahulu dilakukan proses restitusi ke dalam respon perpindahan untuk menghilangkan pengaruh respon instrumen aslinya. Proses pengolahan serupa juga dilakukan dengan menggunakan software DIMAS 2003 sebagai rujukan pembandingnya.

TEKNIK IDENTIFIKASI POLARITAS DAN KUALITAS IMPULSE............................................Januar Arifin dan Jimmi Nugraha

129

Page 8: TEKNIK IDENTIFIKASI POLARITAS DAN KUALITAS IMPULSE …

Gambar 10. � Tampilan hasil replikasi sinyal dalam respon Wood Anderson.

Hasil analisa spektrum replikasi sinyal yang dikondisikan ke masing-masing respon dijabarkan sebagai berikut:1. Respon seismograf Wood Anderson

Hasil replikasi sinyal dengan dikondisikan ke dalam respon seismograf Wood Anderson sebagaimana pada Gambar 10, menunjukkan pola spektrum yang yang relatif sama dengan hasil pengolahan menggunakan software DIMAS 2003. Spektrum sinyal dari kedua hasil proses pengolahan tersebut menunjukkan adanya pola amplitudo spektrum yang cukup unik dengan amplitudo spektrum maksimum pada frekuensi 1 Hz dengan intensitas berkisar pada 120 db.

2. Respon seismograf WWSSN-SPHasil replikasi sinyal dengan dikondisikan ke da lam respon se i smograf WWSSN-SP sebagaimana pada Gambar 11, menunjukkan keseragaman pola dengan hasil pengolahan menggunakan software DIMAS 2003. Spektrum sinyal dari kedua hasil proses pengolahan tersebut menunjukkan adanya pola amplitudo spektrum yang hampir serupa dengan respon seismograf Wood Anderson, yaitu memiliki amplitudo spektrum maksimum yang berada pada frekuensi 1 Hz dengan intensitas berkisar pada 100 db.

3. Respon seismograf WWSSN-LPHasil replikasi sinyal dengan dikondisikan ke da lam respon se ismograf WWSSN-LP sebagaimana pada Gambar 12, menunjukkan keseragaman pola dengan hasil pengolahan menggunakan software DIMAS 2003. Spektrum sinyal dari kedua hasil proses pengolahan tersebut menunjukkan adanya pola amplitudo spektrum yang relatif serupa, yaitu didominasi oleh frekuensi rendah atau perode panjang. Pola spektrum tersebut memiliki amplitudo spektrum maksimum berada disekitar frekuensi 0,1 Hz dengan intensitas pada kisaran 120 db.

Gambar 11.� Tampilan hasil replikasi sinyal dalam respon WWSSN-SP.

Gambar12.� Tampilan hasil replikasi sinyal dalam respon WWSSN-LP.

Hasil uji coba replikasi sinyal ke dalam beberapa respon seismograf berbeda, menunjukkan bahwa mekanisme replikasi sinyal pada sistem yang dikembangkan telah sesuai dengan yang diharapkan, diperkuat dengan adanya kemiripan pola spektrum dari proses yang sama menggunakan software DIMAS 2003.

Hasil uji coba deteksi event pada kondisi sinyal dengan noise minimum (Gambar 13) menunjukkan bahwa metode STA/LTA dapat dengan baik memprediksi posisi onset waktu gelombang P. Hal ini dibuktikan dengan posisi yang ditunjukkan oleh garis trigger STA/LTA yang berada tak jauh dari posisi picking phase waktu tiba gelombang P secara manual. Setelah STA/LTA menetapkan posisi prediksinya, metode AIC diterapkan pada rentang sinyal di kisaran waktu tersebut.

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 2 TAHUN 2015 : 123-134

130

Page 9: TEKNIK IDENTIFIKASI POLARITAS DAN KUALITAS IMPULSE …

Gambar 13. � Deteksi event menggunakan metode STA/LTA pada sinyal seismik GLMI.BHZ dengan kond i s i derau min imum (Parameter STA/LTA Ns = 0,5, Nl = 60, Threshold = 17, Dethreshold = 2, PEM = 15).

Gambar 14.� Penghalusan deteksi event dengan AIC dalam kondisi derau minimum.

Gambar 15.� Deteksi event menggunakan metode STA/LTA pada sinyal seismik UGM.BHZ dengan kondisi berderau (Parameter STA/LTA Ns = 0,5, Nl = 60, Threshold = 17, Dethreshold = 2, PEM = 15).

Gambar 16.�Penghalusan deteksi event dengan AIC dalam kondisi berderau.

Hasil uji coba menunjukkan bahwa metode AIC mampu memperhalus hasil prediksi metode STA/LTA dengan dibuktikan pada posisi dimana kurva AIC minimum, nyaris berhimpit dengan posisi waktu hasil picking manual (gambar 14).

Uji coba serupa dilakukan pada kondisi sinyal berderau (noisy) (gambar 15) dimana posisi onset waktu tiba gelombang P terkontaminasi oleh derau (noise) sedemikian rupa sehingga membutuhkan

kecermatan dalam menentukan posisi waktu tiba yang sesungguhnya. Metode STA/LTA dalam kondisi tersebut, relatif mengalami kesulitan dalam memprediksi onset waktu tiba gelombang P.

Hal ini diindikasikan oleh bergesernya garis trigger STA/LTA beberapa detik ke arah kanan. Metode AIC yang diterapkan pada rentang waktu diseputar posisi trigger STA/LTA mampu memperbaiki prediksi tersebut mendekati posisi waktu tiba yang ditandai pada hasil picking manual (Gambar 16). Uji coba dari dua kondisi sinyal berbeda, menunjukkan bahwa tingkat keakurasian metode STA/LTA sangat dipengaruhi oleh kualitas rekaman seismik. Demikian, untuk mendapatkan hasil yang lebih presisi, diperlukan upaya penghalusan pembacaan dengan menggunakan metode AIC. Penggunaan metode AIC dapat mengkompensasi kelemahan dari metode STA/LTA, demikian sehingga kombinasi kedua metode ini dapat diistilahkan sebagai metode Guided AIC [12].

Metode Guided AIC ini diimplementasikan untuk mendeteksi onset waktu tiba gelombang P secara otomatis pada rekaman 10 kejadian gempabumi. Hal ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat kehandalan metode tersebut. Hasil pengolahan tersebut selanjutnya dilakukan validasi dengan membandingkannya terhadap hasil picking manual maupun otomatis yang diproses menggunakan software JISView versi terakhir.

Perbandingan hasil picking dari masing-masing kejadian gempabumi tersebut kemudian dilakukan rekapitulasi ke dalam Tabel 2. Tabel tersebut menyertakan prosentase perbandingan hasil picking baik dari sistem hasil kajian maupun dari sistem otomatis JISView terhadap hasil picking manual JISView sebagai acuannya.

Disamping menyajikan perbandingan kemampuan deteksi dan penyimpangan waktu tiba hasil picking otomatis terhadap picking manual, tabel tersebut menyajikan perbandingan aspek prediksi polaritas dan kualitas phase gelombang P. Hasil ini menunjukkan bahwa sistem yang dikembangkan memiliki kapasitas yang cukup baik dalam mendeteksi 10 kejadian gempabumi yang terkandung dalam rekaman seismik di sejumlah stasiun. Berdasarkan hasil uji coba tersebut, sistem mampu mendeteksi onset waktu tiba gelombang P dengan tingkat keberhasilan di atas 84 persen dan mampu menekan potensi false trigger hingga maksimum 15 persen.

TEKNIK IDENTIFIKASI POLARITAS DAN KUALITAS IMPULSE............................................Januar Arifin dan Jimmi Nugraha

131

Page 10: TEKNIK IDENTIFIKASI POLARITAS DAN KUALITAS IMPULSE …

Tabel 2. �Rekapitulasi perbandingan hasil pengolahan otomatis antara sistem baru dan JISView versi terakhir terhadap hasil pengolahan manual.

Sistem JISView memiliki tingkat keberhasilan lebih rendah, yaitu minimum 56 persen. Sistem JISView juga memiliki potensi terjadinya false trigger lebih tinggi, yaitu maksimal mencapai 44 persen. Keakurasian dari sistem yang dikembangkan, dalam menentukan posisi onset waktu tiba gelombang P cukup baik, ditunjukkan dengan rata-rata kesalahan yang hanya pada kisaran 0,06 hingga 0,91 detik, bergantung pada kualitas sinyalnya.

Sistem JISView memiliki tingkat kesalahan yang lebih tinggi, yaitu pada kisaran rata-rata 0,17 hingga 1,66 detik. Keberhasilan sistem dalam mengestimasi polaritas juga cukup baik, yaitu pada kisaran 56,3 – 90,9 persen, sedangkan JISView hanya pada kisaran 40,0 – 86,4 persen. Demikian dengan estimasi kualitasnya, sistem yang dikaji ini mampu mencapai kisaran 52,9 – 87,5 persen, sedangkan JISView hanya pada kisaran 20 – 68,2 persen. Data statistik tersebut secara keseluruhan menunjukkan bahwa metode Guided AIC yang diterapkan sistem pada kajian ini, memiliki potensi keakurasian deteksi event yang lebih baik dibandingkan dengan sistem otomatis JISView versi terakhir yang hanya menggunakan metode STA/LTA.

Magnitudo rata-rata hasil pengolahan dari masing-masing kejadian gempabumi divalidasi terhadap parameter magnitudo yang dirilis BMKG, GFZ, dan USGS dari kejadian gempabumi yang sama, untuk mengetahui tingkat akurasi hasil perhitungan sistem. Perbandingan tersebut disajikan dalam Tabel 3.

Uji statistik dilakukan terhadap masing-masing jenis magnitudo dengan menggunakan persamaan regresi. Persamaan garis regresi y = ax+b, menyatakan hubungan antara magnitudo hasil pengolahan dengan magnitudo yang dirilis oleh BMKG, GFZ maupun USGS. Hubungan tersebut dinyatakan dalam variabel

2a dan b. Adapun nilai R merupakan nilai kekuatan hubungan antara kedua perbandingan magnitudo tersebut. Grafik regresi yang menyatakan hubungan antara magnitudo tersebut, berdasarkan jenis magnitudonya, dapat dianalisa sebagai berikut :1. Magnitudo lokal

Hubungan antara magnitudo lokal yang yang diukur pada komponen vertikal - MLv terhadap parameter magnitudo yang dirilis oleh BMKG dinyatakan dalam bentuk garis regresi y = 0,973x-0,127 dengan korelasi sebesar 0,877. Sedangkan hubungan terhadap parameter magnitudo GFZ dinyatakan dalam garis regresi y = 0,841x+0,757 dengan korelasi sebesar 0,805 dan hubungan terhadap parameter magnitudo USGS dinyatakan dalam garis regresi y = 0,85x+0,636 dengan korelasi sebesar 0,824. Hubungan yang secara keseluruhan memiliki tingkat korelasi berada di atas nilai 0,8 ini, mengindikasikan bahwa parameter magnitudo lokal yang dihasilkan memiliki korelasi yang cukup baik terhadap magnitudo yang dirilis baik oleh BMKG, GFZ, maupun USGS.

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 2 TAHUN 2015 : 123-134

132

Page 11: TEKNIK IDENTIFIKASI POLARITAS DAN KUALITAS IMPULSE …

Tabel 3. �Perbandingan hasil penentuan magnitudo terhadap parameter magnitudo yang dirilis oleh BMKG, GFZ dan USGS.

2. Magnitudo surface broadbandHubungan antara magnitudo surface broadband - Ms_BB terhadap parameter magnitudo yang dirilis oleh BMKG dinyatakan dalam bentuk garis regresi

y = 0,901x0,554 dengan korelasi sebesar 0,977. Sedangkan hubungan terhadap parameter magnitudo GFZ dinyatakan dalam garis regresi y = 1,058x-0,250 dengan korelasi sebesar 0,977 dan hubungan terhadap parameter magnitudo USGS dinyatakan dalam garis regresi y = 1,039x-0,247 dengan korelasi sebesar 0,964. Hubungan yang secara keseluruhan memiliki tingkat korelasi di atas nilai 0,95 ini mengindikasikan bahwa parameter magnitudo surface broadband yang dihasilkan memiliki korelasi yang sangat baik terhadap magnitudo yang dirilis oleh BMKG, GFZ, maupun USGS.

3. Magnitudo body (empiris)Hubungan antara magnitudo body (empiris) - mB terhadap parameter magnitudo yang dirilis oleh BMKG dinyatakan dalam bentuk garis regresi y = 0,571x+2,973 dengan korelasi sebesar 0,974. Sedangkan hubungan terhadap parameter magnitudo GFZ dinyatakan dalam garis regresi y = 0,669x+2,429 dengan korelasi sebesar 0,973 dan hubungan terhadap parameter magnitudo USGS dinyatakan dalam garis regresi y = 0,658x+2,429 dengan korelasi sebesar 0,961. Mengingat magnitudo ini diturunkan secara empiris dari magnitudo surface broadband, tentunya akan memiliki tingkat korelasi yang hampir serupa dengan magnitudo tersebut, yaitu memiliki tingkat korelasi berada di atas nilai 0,95. Parameter magnitudo body (empiris) yang dihasilkan juga memiliki korelasi yang sangat baik terhadap magnitudo yang dirilis baik oleh BMKG, GFZ, maupun USGS.

4. Magnitudo body LgHubungan antara magnitudo body Lg - MbLg

terhadap parameter magnitudo yang dirilis oleh BMKG dinyatakan dalam bentuk garis regresi y = 0,962x+0,496 dengan korelasi sebesar 0,886. Sedangkan hubungan terhadap parameter magnitudo GFZ dinyatakan dalam garis regresi y = 0,907x+0,947 dengan korelasi sebesar 0,822 dan hubungan terhadap parameter magnitudo USGS dinyatakan dalam garis regresi y = 0,919x+0,8 dengan korelasi sebesar 0,847. Hubungan yang secara keseluruhan memiliki tingkat korelasi berada di atas nilai 0,8 ini mengindikasikan bahwa parameter magnitudo body Lg yang dihasilkan memiliki korelasi yang cukup baik terhadap magnitudo yang dirilis baik oleh BMKG, GFZ, maupun USGS.

5. Magnitudo durasiHubungan antara magnitudo durasi - Md terhadap parameter magnitudo yang dirilis oleh BMKG dinyatakan dalam bentuk garis regresi y = 1,011x+0,186 dengan korelasi sebesar 0,901. Sedangkan hubungan terhadap parameter magnitudo GFZ dinyatakan dalam garis regresi y = 1,188x+0,614 dengan korelasi sebesar 0,611 dan hubungan terhadap parameter magnitudo USGS dinyatakan dalam garis regresi y = 1,005x+0,236 dengan korelasi sebesar 0,496. Tingkat korelasi yang bervariasi ini disebabkan oleh keterbatasan data (4 data), sehingga distribusi data tersebut tidak cukup representatif untuk mengkorelasikan hubungan magnitudo tersebut.

4. �Kesimpulan

Sejumlah metode dan mekanisme sistem yang digunakan dalam menunjang peningkatan kemampuan sistem monitoring gempabumi dengan kapasitas monitoring untuk skala lokal dan regional telah dilakukan pengkajiannya.

TEKNIK IDENTIFIKASI POLARITAS DAN KUALITAS IMPULSE............................................Januar Arifin dan Jimmi Nugraha

133

Page 12: TEKNIK IDENTIFIKASI POLARITAS DAN KUALITAS IMPULSE …

Berdasarkan aspek-aspek yang dikaji, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Aspek pengolahan sinyal digital yang terdiri dari

mekanisme filtering, restitusi dan replikasi sinyal menunjukkan hasil pengujian yang cukup baik dan sesuai dengan hasil keluaran software pengolahan sinyal yang umum digunakan.

A s p e k d e t e k s i e v e n t o t o m a t i s y a n g mengkombinasikan antara metode STA/LTA dan Akaike Information Criterion (AIC) menunjukkan hasil picking otomatis yang lebih presisi dan handal (robust) dibandingkan dengan menggunakan metode STA/LTA saja, sebagaimana digunakan pada sistem sebelumnya.

Aspek penentuan magnitudo menggunakan sejumlah metode magnitudo yang sesuai untuk monitoring skala lokal dan regional, diantaranya metode magnitudo lokal, surface broadband, body yang diturunkan secara empiris dari surface broadband, body Lg dan durasi. Mekanisme penentuan magnitudo berdasarkan metode-metode tersebut telah berhasil dibangun. Berdasarkan hasil perbandingan dengan parameter magnitudo yang dirilis oleh BMKG, GFZ, dan USGS menunjukkan adanya korelasi yang kuat, mengindikasikan bahwa parameter magnitudo yang dihasilkan cukup baik dan dapat dipertanggungjawabkan untuk diterapkan dalam kegiatan operasional monitoring gempabumi untuk skala lokal dan regional.

Daftar Pustaka

[1] �Bormann, P., Klinge, K., & Wendt, S. (2002). Data Analysis and Seismogram Interpretation. IASPEI New Manual of Seismological Observatory Practice (NMSOP)1. Deutsches GeoForschungsZentrum GFZ, Potsdam, 100.

[2] �Ismail, S. (1989). Pendahuluan Seismologi Jilid IA. Balai Diklat Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.

[3] �Kearey, P., & Vine, F. J. (1990). Geoscience Texts: Global Tectonics. Blackwell Scientific Publications, Oxford UK.

[4] �Diniz, P. S., Da Silva, E. A., & Netto, S. L. (2010). ndDigital Signal Processing 2 Edition: System

Analysis and Design. Cambridge University Press, New York.

[5] �Madisetti, V., K. (2009). Digital Signal ndProcessing 2 Edition: Digital Signal

Processing Fundamental. CRC Press Taylor and Francis Group, Florida.

[6] �Engelberg, S. (2008). Digital Signal Processing: an Experimental Approach. Springer Science & Business Media-Verlag, London.

[7] �Brigham E., O. (1988). The Fast Fourier Transform FFT and Its Applications. Prentice-Hall Inc., New Jersey.

[8] �Scherbaum, F. (1994). Basic Concepts in Digital Signal Processing for Seismologists. Springer-Verlag, New York, Inc..

[9] �Ahern, T., Casey, R., Barnes, D., Benson, R., & Knight, T. (2007). SEED Standard for the Exchange of Earthquake Data Reference Manual Format Version 2.4. Incorporated Research Institutions for Seismology (IRIS), Seattle.

[10]�Wong, J., Han, L., Bancroft, J., & Stewart, R. (2009). Automatic Time-Picking of First Arrivals on Noisy Microseismic Data. CSEG. 0 0.2 0.4 0.6 0.8, 1(1.2), pp. 1-4.

[11] �St-Onge, A. (2011). Akaike Information Criterion Applied to Detecting First Arrival Times on Microseismic Data. In 2011 SEG Annual Meeting. Calgary: CSPG CSEG CWLS GeoConvention 2011 Society of Exploration Geophysicists, pp.1-5.

[12] �Zhang, H., Thurber C., & Rowe, C. (2003). Automatic P-Wave Arrival Detection and Picking with Multiscale Wavelet Analysis for Single-Component Recordings. Bulletin of the Seismological Society of America, Vol. 93, No. 5, pp. 1904-1912.

[13]� Bormann, P., Baumbach, M., Bock, G., Grosser, H., Choy, G. L., & Boatwright, J. (2002). Seismic Sources and Source Parameters. IASPEI New Manual of Seismological Observatory Practice (NMSOP) 1. Deutsches GeoForschungsZentrum GFZ, Potsdam, pp. 1-94

[14]� IASPEI. (2005). Summary of Magnitude Working Group Recommendations on Standard Procedures for Determining Earthquake Magnitudes from Digital Data. Internet: http://www.iaspei.org/commissions/CSOI.html, diakses 10 Januari 2014.

[15] �Assatourians, K. & Atkinson, G. (2008). P r o g r a m : I C O R R E C T, E n g i n e e r i n g S e i s m o l o g y T o o l b o x . I n t e r n e t : http://www.seismotoolbox.ca/ICORRECT/IC

ORRECT.pdf, diakses 12 Januari 2014.

[16] �Droznin, D. V. & Droznina, S. Ya. (2011). Interactive DIMAS Program for Processing Seismic Signals. Seismic Instruments, Vol. 47, No. 3, pp. 215-224.

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 2 TAHUN 2015 : 123-134

134