TCP (TECHNOPRENEUR CAMP PROGRAM) : SOLUSI INOVATIF UNTUK MASA DEPAN PENDIDIKAN ANAK JALANAN DI INDONESIA MELALUI METODE SCORING (STUDI KASUS DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR) “Bidang Sosial Budaya” Kompetisi Esai dan Karya Tulis Mahasiswa Nasional 2013 (KERTAS NASIONAL 2013) Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Disusun Oleh: FERINA IRZANI AULIAWATI 125100507111012 / 2012 LUSIANA WATININGSIH 125020300111062 / 2012 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
untuk Masa Depan Pendidikan Anak Jalanan di Indonesia melalui Metode SCORING.
2. Peserta :
a) Ketua Kelompok : Nama : Ferina Irzani Auliawati
Nim : 125100507111012 Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian
b) Anggota Kelompok : Nama : Lusiana Watiningsih
Nim : 125020300111062 Jurusan : Ilmu Bisnis
3. Dosen Pembimbing: Nama : Yusron Sugiarto STP., M.Sc., MP.
NIK : 840201 10 11 0160
Malang, 31 Juli 2013
Dosen Pembimbing
Menyetujui,
Ketua Kelompok
Yusron Sugiarto STP., M.Sc., MP.
NIK. 840201 10 11 0160
Ferina Irzani Auliawati
NIM.125100507111012
Mengetahui,
Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
Dr.Ir.Elok Zubaidah, MP.
NIP. 19590821 199303 2 001
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
membimbing hamba-Nya dalam menyelesaikan Karya Tulis Mahasiswa Nasional
2013 yang berjudul TCP (Technopreneur Camp Program): Solusi Inovatif
untuk Masa Depan Pendidikan Anak Jalanan di Indonesia melalui Metode
SCORING. Judul karya tulis ini ditinjau dari Prospektif Pendidikan sesuai
dengan tema pada bidang penulisan Sosial Budaya. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan pula pada kedua orang tua penulis yang telah mendidik penulis hingga
sampai masa kuliah. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada
Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Brawijaya atas dukungan yang diberikan dalam penyusunan karya
tulis ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dosen
Pembimbing yang telah meluangkan waktu Beliau untuk membina penulis dalam
menyusun karya tulis ini. Karya tulis ini bertujuan untuk memenuhi Lomba Karya
Tulis Mahasiswa, Kertas Nasional 2013 dengan tema Pemenuhan Hak-Hak
Konstitusional Warga Negara Menuju Indonesia yang Berkeadilan yang
diselengarakan oleh LP2KI Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
Penulis merasa penyusunan karya tulis Mahasiswa Nasional 2013 ini
masih jauh dari sempurna. Namun penulis hanya bisa berharap semoga gagasan
kecil pada karya ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam perkembangan
dunia pendidikan.
Malang, 31 Juli 2013
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................... vi
RINGKASAN .................................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3 1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 4 1.4 Manfaat Penulisan ..................................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 6
2.1 Tinjauan Umum Deskripsi Anak .............................................................. 6
2.2 Pengertian Anjal (Anak Jalanan)............................................................... 8 2.3 Faktor Penyebab Munculnya Anja di Kota Malang............................... 10 2.4 Keterampilan Anak Jalanan di Kota Malang ......................................... 11
2.5 Mekanisme Pemberdayaan Anjal di Kota Malang................................. 13
III. METODE PENULISAN............................................................................. 14
IV. PEMBAHASAN .......................................................................................... 16
4.1 Pendidikan sebagai Asset dalam Memberdayakan Potensi Anak
Jalanan .................................................................................................... 16 4.2 Pemilihan Anjal di Kota Malang sebagai Objek Penulisan…………… 17
4.3 Karakteristik Technopreneur Camp Program (TCP).............................. 18 4.4 Konsep Technopreneur Camp Program .................................................. 28 4.5 Konsep SCORING method..................................................................... 30
V. PENUTUP .................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... ix
DAFTAR RIWAYAT HIDUP........................................................................... xi
LAMPIRAN ....................................................................................................... xiii
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Anak Jalanan .....................................................................................12
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jumlah anak jalanan terbanyak dan paling kecil berturut-turut, berdasarkan data Propinsi Tahun 2007.………………………………11
vii
RINGKASAN
Pemerintah Indonesia telah menghasilkan kemajuan pembangunan dalam sektor ekonomi, akan tetapi kemajuan tersebut diimbangi dengan timbulnya dampak negatif, salah satunya yaitu munculnya kesenjangan social ekonomi.
Kesenjangan sosial ekonomi tersebut menghasilkan permasalahan sosial ekonomi. Salah satu permasalahan sosial ekonomi yang krusial dan menjadi perhatian dunia
yaitu fenomena anak jalanan. Di Indonesia, saat ini diperkirakan terdapat 50.000 anak, bahkan mungkin lebih yang menghabiskan waktu yang produktif di jalanan. Anak jalanan di Indonesia tersebar di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya,
Yogyakarta, Medan, dan bahkan di kota Malang. Kota Malang merupakan salah satu kota besar di Jawa Timur yang memiliki persoalan terkait pemberdayaan
anak jalanan. Sepertiga penduduk Kota Malang adalah anak. Kebanyakan anak-anak jalanan di Kota Malang berasal dari keluarga miskin dan broken homes. Menurut data Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur, sebuah LSM di Kota Malang,
lebih dari 700 anak jalanan tinggal di Kota Malang data terakhir 688 anak pada bulan Februari dan jumlah tersebut semakin naik. Hal ini dikarenakan Kota
Malang sebagai kota dengan jumlah perceraian yang tinggi. Tingginya perceraian di Kota Malang sangat berkontribusi kepada jumlah anak jalanan dan juga menambahkan kerentanan anak-anak miskin untuk menjadi anak jalanan.
(Middlemas,2011). Saat ini program pemberdayaan bagi anak jalanan di kota Malang belum
banyak dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Padahal menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 ayat 1 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara, artinya seharusnya peran pemerintah
lebih besar dalam memperhatikan kondisi anak jalanan (Siregar,2006). Berdasarkan fakta dan fenomena tersebut, perlu adanya solusi yang terbaik agar
anak jalanan memiliki masa depan yang jelas dan tentunya lebih baik. Kegiatan Technopreneur merupakan solusi yang tepat agar anak jalanan memiliki masa depan yang jelas. Oleh karena itu, penulis memberikan gagasan berupa sebuah
program. Gagasan program tersebut yaitu TCP (Technopreneur Camp Program) dengan penerapan metode SCORING. TCP merupakan program pendidikan yang
dirancang khusus bagi anak jalanan dalam bentuk pendidikan di bidang technology dan enterpreneur yang mengarahkan peserta program untuk membuat sebuah ide usaha yang kemudian direalisasikan ke dalam sebuah usaha nyata. Ide
usaha yang dijalankan dengan mensinergiskan pendidikan entrepreneur dan penggunaan teknologi dalam mengembangkan usahanya. Sedangkan metode SCORING (Start Up-Creative-Opportunity-Risk Bearing) merupakan suatu
metode yang dirancang dalam penerapan pelaksanaan TCP. Luaran yang diharapkan pada metode ini yaitu dapat mendongkrak motivasi, kreatifitas dan
inovasi anak jalanan untuk memulai usaha, mencari dan memanfaatkan setiap peluang yang ada. dan memiliki keberanian dalam menanggung risiko. Program ini bertujuan untuk mendorong agar anak jalanan mampu menghasilkan invensi
viii
dan inovasi produk yang dapat diterima oleh masyarakat yang berakibat
peningkatan kualitas hidup baik secara finansial maupun aspek sosial. Selain itu hasil pembelajaran tersebut akan muncul peran anak jalanan sebagai pemuda yang cepat tanggap dan berkompeten dalam menciptakan lapangan kerja.
Kata Kunci: Anak Jalanan, Metode SCORING, Pendidikan, Technopreneur
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemerintah Indonesia telah menghasilkan kemajuan Pembangunan dalaam
sektor ekonomi akan tetapi kemajuan tersebut diimbangi dengan timbulnya
dampak negatif. Salah satu dampak negatif teersebut yaitu munculnya
kesenjangan social ekonomi. Kesenjangan sosial ekonomi juga menghasilkan
permasalahan sosial ekonomi. Salah satu permasalahan sosial ekonomi yang
krusial dan menjadi perhatian dunia yaitu fenomena anak jalanan.
Di Indonesia, saat ini diperkirakan terdapat 50.000 anak, bahkan mungkin
lebih yang menghabiskan waktu produktif di jalanan. Salah satu penyebab
munculnya anak jalanan yaitu karena tuntutan ekonomi keluarga yang menjadikan
anak sebagai tumpuan penghasilan tambahan bagi keluarga. Anak jalanan
sebagian besar merupakan remaja berusia belasan tahun, tetapi tidak sedikit yang
berusia di bawah 10 tahun. Pada umumnya anak-anak jalanan bekerja di sector
informal. Sector informal tersebut seperti menyemir sepatu, menjual koran,
mencuci kendaraan, menjadi pemulung barang-barang bekas bahkan sebagian lagi
mengemis, mengamen, dan ada yang mencuri, mencopet atau terlibat perdagangan
sex. Pilihan sector informal merupakan suatu jawaban atas rendahnya pendidikan
dan keterampilan yang dimiliki oleh anak-anak jalanan. (Siregar,2006).
Selain itu dampak lain munculnya anak jalanan yaitu sebagai akibat dari
krisis ekonomi yang berlangsung pada tahun 1997 dilihat sebagai penyebab
semakin meningkatnya jumlah anak jalanan. Data dari penelitian ini menunjukkan
bahwa sejak tahun 1998 anak yang mulai terjun ke jalanan jumlahnya paling besar
dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dari 100 responden yang 2 diwawancarai
mengaku bahwa sebagian besar mulai terjun ke jalanan di mulai tahun 1998,
jumlahnya mencapai 35 anak (35,0 persen) dan pada tahun berikutnya (1999)
bertambah 34,0 persen sehingga dapat diperkirakan bahwa setelah krisis ekonomi
tahun 1997 jumlah anak jalanan meningkat menjadi 69,0 persen (Karnaji 2001
dan Astuti, 2005).
2
Anak jalanan di Indonesia tersebar di kota-kota besar seperti Jakarta,
Surabaya, Yogyakarta, Medan, dan bahkan di kota Malang. Kota Malang
merupakan salah satu kota besar di Jawa Timur yang memiliki persoalan terkait
pemberdayaan anak jalanan. Sepertiga penduduk Kota Malang adalah anak.
Kebanyakan anak-anak jalanan di Kota Malang berasal dari keluarga miskin dan
broken homes. Menurut data Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur, sebuah LSM di
Kota Malang, lebih dari 700 anak jalanan tinggal di Kota Malang data terakhir
688 anak pada bulan Februari dan jumlah tersebut semakin naik. Hal ini
dikarenakan Kota Malang sebagai kota dengan jumlah perceraian yang tinggi.
Tingginya perceraian di Kota Malang sangat berkontribusi kepada jumlah anak
jalanan dan juga menambahkan kerentanan anak-anak miskin untuk menjadi anak
jalanan. (Middlemas,2011).
Saat ini program pemberdayaan bagi anak jalanan di kota malang belum
banyak dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Padahal menurut
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 Ayat 1 menyatakan bahwa fakir miskin dan
anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara, artinya seharusnya peran pemerintah
lebih besar dalam memperhatikan kondisi anak jalanan. Selain itu secara yuridis
terdapat dua landasan hukum yang mengharuskan pemerintah untuk terus
berupaya memberikan pelayanan kepada semua anak. Pertama, Undang-undang
No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terutama pada pasal 6 ayat 1
menegaskan setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun
wajib mengikuti pendidikan dasar. Kedua, Konvensi Hak Anak yang secara
eksplisit menganjurkan kepada semua Negara yang meratifikasi konvensi untuk
menjamin kesejahteraan dan masa depan anak. Indonesia sendiri meratifikasi
konvensi dengan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(Siregar,2006).
Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama
dengan hak hak asasi manusia pada umumnya, seperti tercantum dalam UU No.
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36
Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Right of the Child (Konvensi
tentang hak-hak Anak). Anak perlu mendapatkan hak-haknya secara normal
3
sebagaimana layaknya, yaitu hak sipil dan kemerdekaan (civil righ and freedoms),
lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan (family envionment and alternative
care), kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic health and welfare), pendidikan,
rekreasi dan budaya (education, laisure and culture activites), dan perlindungan
khusus (special protection) (Saputra, 2007). Hak-hak yang seharusnya diterima
oleh seorang anak tersebut belum dapat terpenuhi, sehingga anak memilih untuk
hidup di jalanan.
Menjalani hidup sebagai anak jalanan tentunya bukan merupakan pilihan
yang menyenangkan. Banyak permasalahan yang mengancam anak jalanan yang
berada di berbagai wilayah seperti kekerasan yang dilakukan oleh anak jalanan
lain, komunitas dewasa, Satpol PP bahkan kekerasan seksual, penggunaan pil
narkoba, alkohol, rokok dan hal-hal negatif lainnya. Kondisi-kondisi yang
dialami dijalan sering tidak terkontrol oleh karenanya tidak sedikit anak jalanan
tidak memiliki masa depan yang jelas. Masa depan anak jalanan menjadi masalah
bagi banyak pihak seperti keluarga, masyarakat, dan negara. Berdasarkan fakta
dan fenomena tersebut, perlu adanya solusi yang terbaik agar anak jalanan
memiliki masa depan yang jelas dan tentunya lebih baik. Kegiatan Technopreneur
merupakan solusi yang tepat agar anak jalanan memiliki masa depan yang jelas.
Oleh karena itu, penulis memberikan gagasan berupa TCP (Technopreneur
Camp Program): Solusi Inovatif untuk Masa Depan Pendidikan Anak
Jalanan di Indonesia melalui Metode SCORING .
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah karya tulis ini adalah
sebagai berikut.
1. Apa saja faktor penyebab munculnya anak jalanan di kota malang ?
2. Bagaimana permasalahan dan kondisi keterampilan anak jalanan di Kota
Malang ?
3. Bagaimana mekanisme pemberdayaan anak jalanan di Kota Malang melalui
Technopreneur Camp Program dengan menggunakan metode SCORING ?
4
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan ini yaitu mewujudkan pendidikan Technopreneur
(teknologi dan entrepreneur) bagi anak jalanan di Indonesia melalui TCP
(Technopreneur Camp Program) : Solusi Inovatif untuk Masa Depan
Pendidikan Anak Jalanan di Indonesia melalui Metode SCORING dengan
strudi kasus Kota Malang, Jawa Timur sehingga diharapkan anak jalanan
memiliki masa depan sebagai entrepreneur muda yang tidak tertinggal dengan
adanya teknologi yang semakin canggih dan berkembang. Sehingga diharapkan
anak jalanan dapat mewujudkan ide inovasi menjadi produk prototype
kewirausahaan berkualitas yang dapat ditrima oleh masyarakat.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Manfaat teoritis
Penulisan ini dilakukan untuk pengembangan pengetahuan hukum maupun
ilmu pengetahuan khususnya, yaitu hukum tentang perlindungan anak yang di atur
dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 dan Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 34 Ayat 1 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar
dipelihara oleh Negara.
2. Manfaat Praktis
1) Bagi Anak jalanan
Dengan penulisan ini, penulis mengharapkan dapat memberikan
pemahaman, pengetahuan serta mengaplikasikan entrepreneurship kepada anak
jalanan agar anak jalanan menjadi pemuda yang berkualitas dan mampu
menghadapi tantangan untuk kemajuan masa depan mereka.
2) Bagi Masyarakat
Memberikan sumbangan pemikiran, dukungan dan upaya-upaya dalam
mengembangkan kemandirian pada anak jalanan melalui aplikasi pendidikan
entrepreneur bagi anak jalanan.
5
3) Bagi LSM
Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam praktik mengembangkan
kemandirian anak jalanan serta pengaplikasian perundang-undangan yang berlaku
yaitu Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Selain itu,
penulisan ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk melaksanakan program-
program pembinaan dan pemberdayaan anak jalanan melalui pendidikan
entrepreneur.
4) Bagi fakultas hukum
Diharapkan dapat menjadi literatur yang bermanfaat bagi peneliti-peneliti
atau akademisi lainnya yang mempunyai minat dan perhatian yang sama dalam
mengembangkan pendidikan entrepreneur bagi anak jalanan.
5) Bagi Pemerintah
Diharapkan Pemerintah Komisi Perlindunhan Anak Indonesia (KPAI), dan
Dinas sosial Kota Malang agar lebih memberikan dukungan dalam mewujudkan
pendidikan entrepreneur bagi anak jalanan sehingga diharapkan anak jalanan
memiliki masa depan sebagai entrepreneur muda yang mampu mewujudkan ide
inovasi menjadi produk prototype kewirausahaan berkualitas.
6) Bagi Penulis
Diharapkan penulis dapat pengembangan pikiran serta wawasan dan
pengetahuan untuk masa depan pendidikan anak jalanan di Indonesia dengan
mengembangkan ide-ide kreatif bagi kemajuan anak jalanan. Selain itu penulis
diharapkan dapat mengaplikasikan Technopreneur Camp Program (TCP) dengan
Metode SCORING untuk anak jalanan di Kota Malang, Jawa Timur.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Deskripsi Anak
Anak merupakan asset dari suatu Negara, karena nasib suatu Negara
bergantung pada generasi penerusnya. Dengan kata lain generasi penerus tersebut
yaitu pemuda-pemuda yang asalnya adalah seorang anak-anak. Anak-Anak
sebagai suatu asset Negara tumbuh dan berkembang menjadi pemuda. Oleh
karenannya tidak heran anak-anak disebut sebagi agent of change. Menurut
Convention On The Right Of The Child tahun 1989 yang telah diratifikasi
pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomer 39 Tahun 1990 disebutkan bahwa
anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Sebaliknya menurut The
Minimum Age Convension Nomer 138 tahun 1973, pengertian anak adalah
seorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Selain itu, menurut UNICEF anak
merupakan penduduk yang berusia antara 0 sampai 18 tahun. Undang-Undang RI
Nomer 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, menyebutkan bahwa anak
adalah mereka belum berusia 21 tahun dan belum menikah (Huraerah, 2006:19).
Kerentanan usia anak sangatlah penting, mengingat kelayakan seorang anak
untuk melakukan suatu pekerjaan dari pada bermain dan belajar. Rentan usia
anak teletak pada skala 0 sampai 21 tahun, batas usia 21 tahun ditetapkan
berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial, kematangan
pribadi dan kematangan mental seseorang yang pada umumnya dicapai setelah
seseorang melampaui usia 21 tahun (Handayani, 2009).
Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 menyatakan bahwa
fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara, artinya seharusnya
peran pemerintah lebih besar dalam memperhatikan kondisi anak jalanan. Selain
itu secara yuridis terdapat dua landasan hukum yang mengharuskan pemerintah
untuk terus berupaya memberikan pelayanan kepada semua anak. Pertama,
Undang-undang No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terutama pada
pasal 6 ayat 1 menegaskan setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima
belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Kedua, Konvensi Hak Anak yang
7
secara eksplisit menganjurkan kepada semua Negara yang meratifikasi konvensi
untuk menjamin kesejahteraan dan masa depan anak. Indonesia sendiri
meratifikasi konvensi dengan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (Siregar,2006). Sedangkan Pada pasal 2 Undang-Undang
Nomer 4 Tahun 1997 tentang kesejahteraan anak, disebutkan bahwa :
1. Anak berhak atas kesejahteran, perawatan, asuhan dan Bimbingan
berdasarkan kasih sayang, baik dalam keluargannya maupun dalam asuhan
khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.
2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan
kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa,
untuk menjadi warga Negara yang baik dan berguna.
3. Anak berhak atas pemeliharan dan perlindungan, baik semasa kandungan
maupun sudah dilahirkan.
4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan
wajar (Huraerah, 2006: 21).
Kegagalan selama proses pemenuhan kebutuhan tersebut akan memberikan
dampak negatif pada pertumbuhan fisik dan perkembangan inelektual, mental, dan
sosial anak. Anak bukan saja akan mengalami kerentanan fisik akibat gizi dan
kualitas kesehatan yang buruk, melainkan pula mengalami hambatan mental,
lemah daya-nalar dan bahkan perilaku-perilaku maladaptive, seperti: autism,
„nakal‟, sukar diatur, yang kelak mendorong mereka menjadi manusia „tidak
normal‟ dan perilaku criminal. Menurut Katz, kebutuhan dasar yang penting bagi
anak adalah adanya hubungan orangtua dan anak yang sehat. Kebutuhan anak
tersebut diantarannya yaitu perhatian dan kasih sayang yang continue,
perlindungan, dorongan, dan pemeliharaan harus dipenuhi oleh orangtua
(Huraerah, 2006: 27).
8
2.2 Pengertian Anjal (Anak Jalanan)
Pada umumnya masyarakat menafsirkan Anjal (anak jalanan) merupakan
anak-anak yang berusia dibawah 15 tahun yang menghabiskan seluruh waktunya
untuk mencari nafkah dijalanan, bermain, tidak bersekolah, tekadang ada pula
yang menambahkan bahwa anak jalanan mengganggu ketertiban umum serta
melakukan tindak kriminal (Martini dan Agustian dalam Oktaria 2008).
Anak jalanan sering dikenal dengan sebutan arek kere, anak gelandangan,
atau terkadang disebut juga secara eufemistik sebagai anak mandiri. Namun
Menurut Shalahuddin (2000, h.13), yang dimaksudkan anak jalanan adalah
individu yang berumur di bawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian atau
seluruh waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan guna
mendapatkan uang atau guna mempertahankan hidupnya. Jalanan yang
dimaksudkan tidak hanya menunjuk pada “jalanan” saja, melainkan juga tempat-
tempat lain seperti pasar, pusat pertokoan, taman kota, alun-alun, terminal, dan
stasiun. Sementara itu, Departemen Sosial (dalam Oktaria, 2008) , mendefinisikan
anak jalanan yaitu anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk
mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan dan tempat- tempat umum lainnya.
Mereka biasanya berusia 6-18 tahun, masih sekolah atau sudah putus sekolah,
tinggal dengan orangtua maupun tidak, atau tinggal di jalanan sendiri maupun
dengan teman- temannya, dan mempunyai aktivitas di jalanan, baik terus-menerus
maupun tidak.
Menurut Lokakarya kemiskinan dan anak jalanan yang diselenggarakan
Departemen sosial pada tanggal 25 dan 26 Oktober 1995, Anak jalanan adalah
anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah atau
berkeliaran di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya. Definisi tersebut
dikembangkan oleh Ferry Johanes dalam Seminar tentang Pemberdayaan Anak
Jalanan yang dilaksanakan oleh Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung
pada bulan Oktober 1996, yang mnyebutkan bahwa anak jalanan merupakan anak
yang menghabiskan waktunya di jalanan, baik untuk bekerja maupun tidak, yang
terdiri dari anak-anak yang mempunyai hubungan dengan keluarga atau terputus
9
hubungannya dengan keluarga, dan anak yang mandiri sejak kecil karena
kehilangan orangtua atau keluarga (Huraerah, 2006: 80). Banyak juga orangtua
yang sudah melaksanankan tanggungjawabnya dalam pemenuhan kesejahteraan
terhadap kesejahteraan anak, Namun apabila orang tua terbukti melalaikan
tanggung jawab yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan
perkembangan anak. Maka pemerintah juga sebagai Orangtua berkewajiban untuk
membiayai kebutuhan anak-anak dalam kehidupan, pemeliharan dan pendidikan
(Darmawan, 2003).
Sedangkan Faktor lain yang mmpengaruhi keputusan anak untuk untuk
hidup dijalanan, Shalahuddin (2004, h. 71) mengemukakan bahwa berbagai hasil
studi atau laporan program pelaksanaan anak jalanan cenderung memandang
kemiskinan (faktor ekonomi) dan keretakkan keluarga (faktor keluarga) sebagai
faktor pendorong yang paling dominan menyebabkan anak turun ke jalan. Kedua
faktor tersebut saling berkait, mengingat kemiskinan dapat memicu keretakkan
dalam keluarga. Farid (dalam Shalahuddin, 2004, h. 73). Selain itu faktor lainnya
yaitu adanya kekerasan yang dilakukan anggota keluarga kepada anak, adanya
dorongan dari keluarga untuk membantu perekonomian keluarga, adanya
keinginan untuk mendapatkan kebebasan dari keluarga, adanya keinginan untuk
memiliki uang sendiri, dan adanya pengaruh dari teman sebaya.
Klasifikasi anak jalanan tersendiri menurut Salehuddin (2004), di bagi
menjadi dua, yaitu anak yang ada di jalanan atau children on the street dan
children of the street. Children on the street adalah anak yang secara total berada
di jalan karena mereka tidak lagi tinggal bersama keluarganya karena putus
hubungannya atau tidak mempunyai keluarga. Sedangakan children of the street
adalah anak yang berada di jalan tetapi masi tinggal dengan orang tuanya, mereka
berada di jalan untuk menambah pendapatan keluarga. Tetapi ada juga yang
mendefinisikan anak yang berada di jalanan sebagai high risk children atau yang
berisiko tinggi dan risk children atau berisiko (Henny, 2007). Sementara itu,
Menurut de Moura (2002), anak – anak jalanan dapat dibedakan menjadi dua
kelompok, yakni anak yang bekerja di jalanan dan anak yang hidup di jalanan.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan,
10
alasan anak bekerja adalah karena mem-bantu pekerjaan orangtua (71%), dipak-sa
membantu orangtua (6%), menambah biaya sekolah (15%), dan karena ingin hi-
dup bebas, untuk uang jajan, mendapat-kan teman, dan lainnya (33%).
Klasifikasi lainnya Oleh Para praktisi Georgia yang membedakan tiga
kelompok anak jalanan berdasarkan kategori yang mereka terapkan (Wargan &
Dershem, 2009): 1) Children of the street. Menghabiskan malam (tidur) di jalanan
dalam jangka waktu satu bulan atau lebih, 2) Children in the street. Menghabiskan
sebagian waktu untuk tidur di rumah, tetapi menghabiskan sebagian besar waktu
siang harinya di jalanan, dan 3) Children from the families of the street.
Menghabiskan malam (tidur) di jalanan bersama-sama dengan anggota keluarga
mereka jangka waktu satu bulan atau lebih. Menurut Surjana (dalam Handayani,
2009) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mendorong anak untuk turun ke
jalan terbagi dalam tiga tingkatan sebagai berikut: 1) Tingkat mikro (Immediate
cause), yaitu factor anak dan keluarga, 2) Tingkat meso (Underlying cause), yaitu
faktor struktur masyarakat, dan 3) Tingkat makro (Basic cause), yaitu faktor
dengan struktur masyarakat (Idzha, 2013).
Anak jalanan melakukan aktivitas tertentu di jalanan yang bertujuan untuk
mempertahankan hidup. Beberapa aktivitas yang dilakukan anak jalanan antara
lain adalah membangun solidaritas, melakukan kegiatan ekonomi, memanfaatkan
barang bekas/sisa, melakukan tindakan kriminal, dan melakukan kegiatan yang
rentan terhadap eksploitasi seksual (Shalahuddin, 2000, h. 20-27).
2.3 Faktor Penyebab Munculnya Anjal (Anak Jalanan) di Kota Malang
Sepertiga penduduk Kota Malang adalah anak. Sebagian besar anak tersebut
merupakan anak jalanan. Anak-anak jalanan tersebut memilih untuk menjalani
kehidupan di jalanan karena beberapa factor. Pada umumnya Faktor-faktor tesebut
dapat berupa kesulitan keuangan keluarga atau tekanan kemiskinan, inisiatif untuk
mandiri mencari nafkah sendiri, pengaruh teman atau kerabat, ketidak harmonisan
rumah tangga orang tua, masalah khusus hubungan anak dengan orang tua dan
bahkan factor lainnya. Namun anak jalanan di kota malang kebanyakan berasal
dari keluarga miskin dan broken homes. Hal ini sebagai akibat dari tingginya
11
jumlah perceraian di Kota Malang. Hal tersebut sangat berkontribusi kepada
jumlah anak-anak jalanan dan juga menambahkan kerentanan anak-anak miskin
untuk menjadi anak-anak jalanan.
2.4 Permasalahan dan Kondisi Keterampilan Anak Jalanan di Kota
Malang
Kebanyakan Anak-Anak Jalanan di Kota Malang berasal dari keluarga
miskin dan broken homes. Kecenderungan jumlah anak jalanan di kota malang
dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.Hal ini terbukti dari tahun 2004
sebanyak 548 anak dengan rincian per kecamatan, diantaranya Kecamatan
Lowokwaru sebanyak 63 anak, Kecamatan blimbing sebanyak 76 anak,
Kecamatan Sukun sebanyak 90 anak, Kecamatan Kedungkandang sebanyak 107
anak dan Kecamatan Klojen sebanyak 212 anak (Meykeh Simboh, 2004).
Tabel 1. Jumlah anak jalanan terbanyak dan paling kecil berturut-turut,
berdasarkan data Propinsi Tahun 2007.
No Nama Propinsi Jumlah ANJAL
1 Jawa Timur 13.136 anak
2 NTB 12.307 anak
3 NTT 11.889 anak
No Nama Propinsi Jumlah ANJAL
1 Kalimantan Tengah 10 anak
3 Gorontalo 66 anak 66 anak
3 Kepulauan Riau 186 anak
Sumber. Data PMKS 2007, Departemen Sosial RI
Sedangkan berdasarkan hasil observasi awal dari peneliti, tahun 2009 anak
jalanan yang dibina LSM Lembaga Pemberdayaan Anak Jalanan “GRIYA
BACA”Kota Malang berjumlah 71 anak. Dengan rentang usia 7-10 tahun
mencapai 33,8 %, usia 11-13 tahun mencapai 35,21 % dan usia 14-17 tahun
mencapai 30,98 % (Menteri Kesejahteraan Sosial, 2009). Namun peningkatan
jumlah anak jalanan di kota malang juga terbukti pada tahun 2011 yakni Menurut
data Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur, sebuah LSM di Kota Malang, lebih dari
12
700 anak jalanan tinggal di Kota Malang data terakhir 688 anak pada bulan
Februari dan jumlah tersebut semakin naik. Hal ini dikarenakan Kota Malang
sebagai kota dengan jumlah perceraian yang tinggi. Tingginya perceraian di Kota
Malang sangat berkontribusi kepada jumlah anak-anak jalanan dan juga
menambahkan kerentanan anak-anak miskin untuk menjadi anak-anak
jalanan(Middlemas,2011).
Kecenderungan peningkatan jumlah anak-anak jalanan dikota malang dari
tahun ke tahun mengalami perkembangan dan penambahan. Tingginya jumlah
anak jalanan tersebut berakibat pada semakin macetnya lalu lintas di kota malang
karenanya kebanyakan para anjal (anak jalanan) menghabiskan waktu mereka di
tempat-tempat umum untuk mendapatkan uang. Para Anjal ini seringkali berada di
kawasan sekitar matos, MOG, lalu lintas, stasiun kereta api malang kota baru,
terminal, Rampal dan di tempat-tempat umum lainnya. Banyak sebagian dari anjal
di kota malang memiliki keterampilan negatif seperti mencuri, menipu, dan
bahkan terlibat perkelahian sehingga berurusan dengan kepolisian setempat.
Namun tidak semuanya anjal di kota malang memiliki keterampilan negatif,
sebagian dari mereka juga memiliki keterampilan seperti mengamen, berjualan
Koran, berjualan minuman atau makanan dan lainnya. Anjal yang memiliki
keterampilan positif bisa dikembangkan melalui arahan dan pendidikan
entrepreneur sedangkan anjal yang memiliki keterampilan negatif juga bisa
Gambar 1. Anak Jalanan
13
dirubah menjadi positif melalui penanaman nilai-nilai positif dengan pendidikan
entrepreneur.
2.5 Mekanisme Pemberdayaan Anjal (Anak Jalanan) di Kota Malang
Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 menyatakan bahwa
fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara, artinya seharusnya
peran pemerintah lebih besar dalam memperhatikan kondisi anak jalanan. Saat ini
program pemberdayaan bagi anak jalanan di Kota Malang belum banyak
dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Namun ada beberapa upaya-
upaya pemberdayaan anak jalanan oleh pemerintah dan LSM di Kota Malang.
Upaya pemberdayaan pemerintah kepada anak-anak jalanan digalakkan melalui
berbagai penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah, misalnya yaitu Kejar
Paket A, Kejar Paket B, Kejar Usaha, bimbingan belajar dan ujian persamaan,
pendidikan watak dan agama, pelatihan olahraga dan bermain, pelatihan seni dan
kreativitas, kampanye, forum berbagi rasa, dan pelatihan taruna mandiri. Selain
itu upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh LSM Rumah Bina Anak Bangsa
yang terletak di jalan Blitar No. 2 Kota Malang, dimana LSM ini memberdayakan
anak jalanan dengan cara Home Schooling. Upaya pemberdayaan lainnya yaitu
dilakukan oleh LSM Lembaga Pemberdayaan Anak Jalanan “GRIYA BACA”.
Pemberdayakan anak jalanan tidak cukup hanya diberikan stimulan berupa
Home Schooling, pelatihan olahraga dan bermain tetapi harus diberikan
pendidikan untuk meningkatkan kemampuan ketrampilannya. Salah satu bentuk
kemampuan ketrampilan yang sudah dimili oleh anak jalan, namun harus
dikembangkan yaitu keterampilan berwirausaha. Keterampilan beriwirusaha perlu
dikembangkan kepada anak jalanan dalam bentuk pendidikan informal maupun
formal. Dengan adanya pendidikan berwirausaha atau enterpreneur anak jalan
dapat menggali masa depan menjadi wirausahawan muda untuk Indonesia.
14
BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Metode Observasi
Metode observasi dilakukan dengan menggumpulkan sumber data. Sumber
data tersebut adalah sebagai berikut.
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan
mengenai Analisis Yuridis Sosiologis Model Pemberdayaan Anak Jalanan
di Kota Malang menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 Ayat 1
menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
Negara.
2. Data Sekunder merupakan suatu data hukum yang erat hubungannya dengan
bahan hukum primer. Data ini membantu menganalisa dan memahami
bahan hukum primer yang sesuiai dalam penulisan. Bahan yang digunakan
penulis diantarannya buku, perundang-undangan, jurnal, majalah, internet,
artikel dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan topik permasalahan.
3.2 Metode pendekatan
Dalam penulisan ini metode pendekatan yang digunakan penulis yaitu
pendekatan yuridis sosiologis yang merupakan metode pendekatan yang
berlandaskan pada teori-teori hukum serta peraturan perundang-undangan yang
berlaku, kemudian dikaitkan dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat.
3.3 Metode penguraian Ilmiah
Metode penguraian Ilmiah yaitu dengan menguraikan secara cermat