(TBC) 15 September, 2008Posted by jundul in TBC. add a comment
Penyakit TBC adalah merupakan suatu penyakit yang tergolong dalam
infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa.
Penyakit TBC dapat menyerang pada siapa saja tak terkecuali pria,
wanita, tua, muda, kaya dan miskin serta dimana saja. Di Indonesia
khususnya, Penyakit ini terus berkembang setiap tahunnya dan saat
ini mencapai angka 250 juta kasus baru diantaranya 140.000
menyebabkan kematian. Bahkan Indonesia menduduki negara terbesar
ketiga didunia dalam masalah penyakit TBC ini. Penyebab Penyakit
(TBC) Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri Mikobakterium
tuberkulosa, Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam
sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Jenis
bakteri ini pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama
Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, Untuk mengenang jasa beliau
maka bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan penyakit TBC
pada paru-paru pun dikenal juga sebagai Koch Pulmonum (KP).
Cara Penularan Penyakit TBC Penularan penyakit TBC adalah
melalui udara yang tercemar oleh Mikobakterium tuberkulosa yang
dilepaskan/dikeluarkan oleh si penderita TBC saat batuk, dimana
pada anak-anak umumnya sumber infeksi adalah berasal dari orang
dewasa yang menderita TBC. Bakteri ini masuk kedalam paru-paru dan
berkumpul hingga berkembang menjadi banyak (terutama pada orang
yang memiliki daya tahan tubuh rendah), Bahkan bakteri ini pula
dapat mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar
getah bening sehingga menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang
lain seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang, kelenjar getah
bening dan lainnya meski yang paling banyak adalah organ paru.
Masuknya Mikobakterium tuberkulosa kedalam organ paru
menyebabkan infeksi pada paruparu, dimana segeralah terjadi
pertumbuhan koloni bakteri yang berbentuk bulat (globular). Dengan
reaksi imunologis, sel-sel pada dinding paru berusaha menghambat
bakteri TBC ini melalui mekanisme alamianya membentuk jaringan
parut. Akibatnya bakteri TBC tersebut akan berdiam/istirahat
(dormant) seperti yang tampak sebagai tuberkel pada pemeriksaan
X-ray atau photo rontgen. Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh
(Imun) yang baik, bentuk tuberkel ini akan tetap dormant sepanjang
hidupnya. Lain hal pada orang yang memilki sistem kekebelan tubuh
rendah atau kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan
sehingga tuberkel bertambah banyak. Sehingga tuberkel yang banyak
ini berkumpul membentuk sebuah ruang didalam rongga paru, Ruang
inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum
(riak/dahak). Maka orang yang rongga parunya memproduksi sputum
dan didapati mikroba tuberkulosa disebut sedang mengalami
pertumbuhan tuberkel dan positif terinfeksi TBC. Berkembangnya
penyakit TBC di Indonesia ini tidak lain berkaitan dengan
memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas
pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang
tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV.
Hal ini juga tentunya mendapat pengaruh besar dari daya tahan tubuh
yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman yang memegang
peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC. Gejala Penyakit TBC
Gejala penyakit TBC digolongkan menjadi dua bagian, yaitu gejala
umum dan gejala khusus. Sulitnya mendeteksi dan menegakkan diagnosa
TBC adalah disebabkan gambaran secara klinis dari si penderita yang
tidak khas, terutama pada kasus-kasus baru. 1. Gejala umum
(Sistemik) - Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama,
biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam.
Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang
timbul. - Penurunan nafsu makan dan berat badan. - Batuk-batuk
selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). -
Perasaan tidak enak (malaise), lemah. 2. Gejala khusus (Khas) -
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi
sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat
penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan
suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak. - Kalau ada
cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada. - Bila mengenai tulang, maka akan
terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat
membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara
ini akan keluar cairan nanah. - Pada anak-anak dapat mengenai otak
(lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang
selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang. Pada penderita usia anak-anak apabila
tidak menimbulkan gejala, Maka TBC dapat terdeteksi kalau diketahui
adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Sekitar 30-50% anak-anak
yang terjadi kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan
hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang
tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA
positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan
serologi/darah.
Penegakan Diagnosis pada TBC Apabila seseorang dicurigai
menderita atau tertular penyakit TBC, Maka ada beberapa hal
pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk memeberikan diagnosa yang
tepat antara lain : - Anamnesa baik terhadap pasien maupun
keluarganya. - Pemeriksaan fisik secara langsung. - Pemeriksaan
laboratorium (darah, dahak, cairan otak). - Pemeriksaan patologi
anatomi (PA). - Rontgen dada (thorax photo). - dan Uji tuberkulin.
Pengobatan Penyakit TBC Pengobatan bagi penderita penyakit TBC akan
menjalani proses yang cukup lama, yaitu berkisar dari 6 bulan
sampai 9 bulan atau bahkan bisa lebih. Penyakit TBC dapat
disembuhkan secara total apabila penderita secara rutin
mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan dokter dan memperbaiki daya
tahan tubuhnya dengan gizi yang cukup baik. Selama proses
pengobatan, untuk mengetahui perkembangannya yang lebih baik maka
disarankan pada penderita untuk menjalani pemeriksaan baik darah,
sputum, urine dan X-ray atau rontgen setiap 3 bulannya. Adapun
obat-obtan yang umumnya diberikan adalah Isoniazid dan rifampin
sebagai pengobatan dasar bagi penderita TBC, namun karena adanya
kemungkinan resistensi dengan kedua obat tersebut maka dokter akan
memutuskan memberikan tambahan obat seperti pyrazinamide dan
streptomycin sulfate atau ethambutol HCL sebagai satu kesatuan yang
dikenal Triple Drug.
Resistensi Bakteri TBC 15 September, 2008Posted by jundul in
TBC. 4 comments Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit lama, namun
sampai saat ini masih belum bisa dimusnahkan. Jika dilihat secara
global, TBC membunuh 2 juta penduduk dunia setiap tahunnya, dimana
angka ini melebihi penyakit infeksi lainnya. Bahkan Indonesia
adalah negara terbesar ketiga dengan jumlah pasien TBC terbanyak di
dunia, setelah Cina dan India. Sulitnya memusnahkan penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis ini disebabkan
oleh beberapa hal. Diantaranya adalah munculnya bakteri yang
resisten terhadap obat yang digunakan. Karena itu, upaya penemuan
obat baru terus dilakukan. Sebagai buah dari upaya tersebut,
baru-baru ini ditemukan obat TBC yang bernama fluoroquinolone yang
bisa membunuh bakteri M. tuberculosis secara efektif. Hal ini tidak
hanya dibuktikan secara in vitro, tetapi juga secara in vivo.
Karena itu fluoroquinolone ini diharapkan bisa menjadi senjata
ampuh untuk menghadapi perang melawan TBC. Saat ini,
fluoroquinolone telah digunakan untuk terapi TBC dan bahkan
kebutuhannya makin lama semakin meningkat. Mekanisme antibakteri
dari Fluoroquinolone Fluoroquinolone adalah obat yang menghambat
replikasi bakteri M. tuberculosis. Replikasi dihambat melalui
interaksi dengan enzim gyrase, salah enzim yang mutlak diperlukan
dalam proses replikasi bakteri M. tuberculosis. Enzim ini tepatnya
bekerja pada proses perubahan struktur DNA dari bakteri, yaitu
perubahan dari struktur double helix menjadi super coil (Gambar 1).
Dengan struktur super coil ini DNA lebih mudah dan praktis disimpan
di dalam sel. Pada proses tersebut enzim gyrase berikatan dengan
DNA, dan memotong salah satu rantai DNA dan kemudian menyambung
kembali (Gambar 1). Dalam proses ini terbentuk produk sementara
(intermediate product) berupa ikatan antara enzim gyrase dan DNA
(kompleks gyrase-DNA). Fluoroquinolone mamiliki kemampuan untuk
berikatan dengan kompleks gyrase-DNA ini, dan membuat gyrase tetap
bisa memotong DNA, tetapi tidak bisa menyambungnya kembali.
Akibatnya, DNA bakteri tidak akan berfungsi sehingga akhirnya
bakteri akan mati. Selain itu, ikatan fluoroquinolone dengan
kompleks gyrase-DNA merupakan ikatan reversible, artinya bisa lepas
kembali sehingga bisa di daur ulang. Akibatnya, dengan jumlah yang
sedikit fluoroquinolone bisa bekerja secara efektif.
Protein MfpA Senjata ampuh fluoroquinolone ternyata juga tidak
seperti yang diharapkan. Bakteri M. tuberculosis akhirnya juga bisa
resisten terhadap senyawa ini. Dari hasil analisa menunjukan bahwa
pada bakteri yang resistensi ditemukan mutasi pada enzim gyrase.
Fakta ini sekaligus menjadi bukti adanya hubungan yang erat antara
fluoroquinolone dan enzim gyrase, seperti yang dijelaskan di atas.
Dan ternyata tidak hanya itu. Baru-baru ini, gabungan grup peneliti
dari Albert Einstein College of Medicine, USA, John Innes Centre,
UK, dan Instituto Venezolano de Investigaciones, Venezuela
menemukan gen yang berperan terhadap proses resistensi bakteri M.
tuberculosis terhadap fluoroquinolone (Hedge et al, 2005). Mereka
juga menemukan mekanisme resistensi bakteri M. tuberculosis
terhadap fluoroquinolone ini. Penemuan mereka mendapat perhatian,
tidak hanya karena penemuan mereka yang baru, tetapi juga karena
protein yang diproduksi dari gen yang mereka temukan memiliki
struktur yang unik.
Seperti yang dimuat di jurnal Science edisi 3 Juni 2005, grup
peneliti ini menemukan gen mfpA di bakteri penyebab TBC ini. Mereka
kemudian mengisolasi gen mfpA tersebut mengekspresikannya di
Escherichia coli. Mereka kemudian mengkristalisasi dan selanjutnya
menganalisa struktur 3-dimensinya dengan menggunakan sinar X. Hasil
analisa struktur 3dimensi inilah yang membuat penemuan mereka baru
dan unik, sehingga mendapat perhatian. Mereka menemukan struktur
protein MfpA mirip dengan struktur DNA , yang memiliki struktur
double-helix (Gambar 2). Struktur ini disebabkan karena susunan
asam amino (elemen pembentuk protein) yang unik. Protein MfpA ini
terdiri dari barisan 5 jenis asam amino yang berulang-ulang
(pentapeptide repeat). Dan setiap barisan 5 asam amino tersebut
berakhir
dengan leucine atau phenylalanine. Protein ini biasanya
berikatan satu sama lain di bagian ujung carboxyl (C-terminus)
membenrtuk dimer.
Mekanisme Resistensi M. tuberculosis,Dengan struktur yang unik
ini, protein MfpA berguna bagi bakteri M. tuberculosis untuk
resisten terhadap fluoroquinolone. Berdasarkan analisa model dengan
menggunakan komputer (computer modeling) ditemukan bahwa protein
MfpA bisa masuk ke dalam bagian aktif (active site) dari enzim
gyrase, seperti halnya DNA. Ini disebabkan karena protein MfpA
memiliki struktur yang sama dengan DNA. Akan tetapi berbeda dengan
interaksi gyrase dengan DNA, interaksi gyrase dengan MfpA
mengakibatkan gyrase tidak bisa berinteraksi dengan
fluoroquinolone. Dengan kata lain, kompleks MfpAgyrase tidak bisa
berinterkasi dengan fluoroquinolone, sehingga fluoroquinolone tidak
bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Seperti dijelaskan di Gambar
1, interaksi gyrase dan DNA penting dalam proses replikasi bakteri
M. tuberculosis. Interaksi protein MfpA dengan gyrase, secara
otomatis juga menghambat interaksi gyrase dengan DNA. Dengan kata
lain, protein MfpA merupakan inhibitor dari enzim gyrase, yakni
menghambat aktivitas enzim gyrase itu senditi. Hambatan fungsi
enzim gyrase ini mengakibatkan proses replikasi M. tuberculosis
terganggu. Pada kenyataannya memang demikian. Artinya,
perkembangbiakan bakteri M. tuberculosis menurun, akan tetapi hal
ini lebih baik bagi bakteri dari pada mati karena obat
fluoroquinolone. Dan biasanya bakteri yang resisten terhadap suatu
obat bukan secara tiba-tiba, melainkan mulai dari jumlah yang
sedikit dan kemudian perlahan-lahan bertambah sesuai dengan
perjalanan waktu. Mekanisme fungsi protein MfpA dalam proses
resistensi M. tuberculosis sangat unik. Pada umumnya resistensi
disebabkan oleh penguraian obat anti-bakteri oleh enzim atau
protein tertentu. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan protein
MfpA. Protein ini hanya memproteksi interaksi obat dengan
targetnya. MfpA adalah protein yang pertama kali dibuktikan
mempunyai fungsi demikian. Penemuan yang unik ini sangat berharga
bagi penelitian TBC, tidak hanya untuk penelitian dasar (basic
science) tetapi juga untuk penelitian aplikatif seperti penelitian
untuk pengambangan obat TBC. Dengan penemuan ini paling tidak bisa
diprediksi bahwa pengembangan obat yang memiliki stuktur kimia
mirip dengan fluoroquinolone memiliki peluang yang besar untuk
memicu munculnya bakteri M. tuberculosis yang resisten. Begitu juga
halnya dengan pengembangan obat yang menjadikan enzim gyrase
sebagai target akan mengakibatkan hal yang sama. Karena itu, akan
lebih baik jika kita mengalihkan perhatian kita terhadap enzim lain
untuk mencari target dalam pengembangan obat TBC. (sumber : Dr.
Andi Utama, Peneliti Puslit Bioteknologi-LIPI)
Penularan TBC 14 September, 2008Posted by jundul in TBC. 14
comments Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda,
laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap
tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru
TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya
disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga
terbesar dengan masalah TBC di dunia. Survei prevalensi TBC yang
dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa
prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 0,65%. Sedangkan
menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO
pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai
555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya
diperkirakan merupakan kasus baru. Penyebab Penyakit TBC Penyakit
TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan
bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam
(BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada
tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri
tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada
paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP). Cara Penularan
Penyakit TBC Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang
tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan
pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi
umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering
masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi
banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah),
dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah
bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir
seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran
pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun
demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka
dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular
(bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC
ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di
sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan
dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut
dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentukbentuk
dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada
pemeriksaan foto rontgen. Pada sebagian orang dengan sistem imun
yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya.
Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga
tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk
sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi
sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi
sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel
berlebih dan positif terinfeksi TBC. Meningkatnya penularan infeksi
yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa
keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum
optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya
jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya
epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang
lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang
memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.
Gejala Penyakit TBC Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi
gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang
terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada
kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara
klinik. Gejala sistemik/umum Demam tidak terlalu tinggi yang
berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat
malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat
hilang timbul. Penurunan nafsu makan dan berat badan. Batuk-batuk
selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Perasaan
tidak enak (malaise), lemah. Gejala khusus Tergantung dari organ
tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus
(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas
melemah yang disertai sesak. Kalau ada cairan dirongga pleura
(pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi
tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara
pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. Pada
pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi
kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira
30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan
hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang
tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA
positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan
serologi/darah. Penegakan Diagnosis Apabila dicurigai seseorang
tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk
menegakkan diagnosis adalah: Anamnesa baik terhadap pasien maupun
keluarganya. Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan laboratorium (darah,
dahak, cairan otak).
Pemeriksaan patologi anatomi (PA). Rontgen dada (thorax photo).
Uji tuberkulin.
TuberKulosis [TBC] 22 Agustus, 2008Posted by jundul in TBC. 1
comment so far TBC adalah penyakit yang di masyarakat sering
diidentikkan dengan kurang gizi, daerah kumuh, atau kemiskinan.
Alhasil banyak yang merasa gengsi ketika mengalami penyakit ini.
Maka itu, banyak yang akhirnya salah menyebutkan penyakit ini
sebagai bronkitis (peradangan saluran napas), yang merupakan
penyakit berbeda. Padahal TBC dapat menyerang siapa saja dari
golongan ekonomi mana pun dalam usia berapa pun sehingga harus
diwaspadai semua orang. Penyakit ini diakibatkan infeksi kuman
mikobakterium tuberkulosis yang dapat menyerang paru, ataupun
organ-organ tubuh lainnya seperti kelenjar getah bening, usus,
ginjal, kandungan, tulang, sampai otak. TBC dapat mengakibatkan
kematian dan merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyebabkan
kematian tertinggi di negeri ini. Kali ini yang dibahas adalah TBC
paru. TBC sangat mudah menular, yaitu lewat cairan di saluran napas
yang keluar ke udara lewat batuk/bersin & dihirup oleh
orang-orang di sekitarnya. Tidak semua orang yang menghirup udara
yang mengandung kuman TBC akan sakit. Pada orang-orang yang
memiliki tubuh yang sehat karena daya tahan tubuh yang tinggi dan
gizi yang baik, penyakit ini tidak akan muncul dan kuman TBC akan
tertidur. Namun,pada mereka yang mengalami kekurangan gizi, daya
tahan tubuh menurun/ buruk, atau terusmenerus menghirup udara yang
mengandung kuman TBC akibat lingkungan yang buruk, akan lebih mudah
terinfeksi TBC (menjadi TBC aktif) atau dapat juga mengakibatkan
kuman TBC yang tertidur di dalam tubuh dapat aktif kembali
(reaktivasi). Infeksi TBC yang paling sering, yaitu pada paru,
sering kali muncul tanpa gejala apa pun yang khas, misalnya hanya
batuk-batuk ringan sehingga sering diabaikan dan tidak diobati.
Padahal, penderita TBC paru dapat dengan mudah menularkan kuman TBC
ke orang lain dan kuman TBC terus merusak jaringan paru sampai
menimbulkan gejala-gejala yang khas saat penyakitnya telah cukup
parah. Gejala-gejala TBC paru yang sering terjadi adalah batuk,
demam ringan, penurunan berat badan, mudah lelah, selera makan
turun, benjolan di leher, sampai berkeringat pada malam hari. Jika
penyakit TBC bertambah parah, akan terjadi batuk yang disertai
lendir dan darah. Untuk mendiagnosis TBC, dokter akan melakukan
pemeriksaan fisik, terutama di daerah paru/dada, lalu dapat meminta
pemeriksaan tambahan berupa foto rontgen dada, tes laboratorium
untuk dahak dan darah, juga tes tuberkulin (mantoux/PPD).
Pengobatan TBC
adalah pengobatan jangka panjang, biasanya selama 6-9 bulan
dengan paling sedikit 3 macam obat. Kondisi ini diperlukan
ketekunan dan kedisiplinan dari pasien untuk meminum obat dan
kontrol ke dokter agar dapat sembuh total. Apalagi biasanya setelah
2-3 pekan meminum obat, gejala-gejala TBC akan hilang sehingga
pasien menjadi malas meminum obat dan kontrol ke dokter. Jika
pengobatan TBC tidak tuntas, maka ini dapat menjadi berbahaya
karena sering kali obatobatan yang biasa digunakan untuk TBC tidak
mempan pada kuman TBC (resisten). Akibatnya, harus diobati dengan
obat-obat lain yang lebih mahal dan keras. Hal ini harus dihindari
dengan pengobatan TBC sampai tuntas. Pengobatan jangka panjang
untuk TBC dengan banyak obat tentunya akan menimbulkan dampak efek
samping bagi pasien. Efek samping yang biasanya terjadi pada
pengobatan TBC adalah nyeri perut, penglihatan/pendengaran
terganggu, kencing seperti air kopi, demam tinggi, muntah,
gatal-gatal dan kemerahan kulit, rasa panas di kaki/tangan, lemas,
sampai mata/kulit kuning. Itu sebabnya penting untuk selalu
menyampaikan efek samping yang timbul pada dokter setiap kali
kontrol sehingga dokter dapat menyesuaikan dosis, mengganti obat
dengan yang lain, atau melakukan pemeriksaan laboratorium jika
diperlukan. Pengobatan untuk penyakit-penyakit lain selama
pengobatan TBC pun sebaiknya harus diatur dokter untuk mencegah
efek samping yang lebih serius/berbahaya. Penyakit TBC dapat
dicegah dengan cara:
Mengurangi kontak dengan penderita penyakit TBC aktif. Menjaga
standar hidup yang baik, dengan makanan bergizi, lingkungan yang
sehat, dan berolahraga. Pemberian vaksin BCG (untuk mencegah kasus
TBC yang lebih berat). Vaksin ini secara rutin diberikan pada semua
balita.
Perlu diingat bahwa mereka yang sudah pernah terkena TBC dan
diobati, dapat kembali terkena penyakit yang sama jika tidak
mencegahnya dan menjaga kesehatan tubuhnya "Demi masa, sesungguhnya
manusia dalam kerugian Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal
sholeh Saling nasehat-menasehati dalam kebenaran, dan saling
nasehat-menasehati dalam kesabaran" Potret kehidupan manusia yang
sangat tercermin dari kutipan ayat suci ini menggugah diri dan
jiwa, bahwa sebenarnya kita semua diliputi kerugian. Solusi jelas
tertera dari aksara ini bahwa jati diri merupakan kebenaran,
atribut utama adalah kesabaran
Blog ini adalah ekspersi nyata dari owner blog untuk mencari
kebenaran yang hakiki, dengan memberikan kontribusi terbaik untuk
diri owner blog pada khususnya dan sahabat pada umumnya untuk
minimal mengungkap dan menafsirkan makna kebenaran yang
sebenarnya
Sistem skoring (scoring system) gejala dan pemeriksaan
penunjang TB pada anak